SHAKE TEST / BUSA TEST / FOAM STABILITY TEST
Metode pemeriksaan ini menawarkan hasil lebih yang cepat didapatkan, mudah dilakukan, reagensia yang mudah didapatkan Foam Stability Test atau uji stabilitas busa, metode pemeriksaan ini diperkenalkan pertama kali oleh Clements pada tahun 1972, disebut dis ebut juga shake test atau uji kocok, sekarang dipakai secara luas. Kelemahan utama yang tampak pada pemeriksaan ini adalah tingginya hasil negatif palsu dan keakuratan-nya masih perlu dipertanyakan pada kehamilankehamilan resiko tinggi. Pemeriksaan ini tergantung pada kemampuan surfaktan dalam cairan amnion, kalau dicampur dengan etanol dalam jumlah cukup, untuk menimbulkan busa yang stabil pada interface udara-udara. Teknik ini memerlukan 1,2
tidak lebih dari 30 menit untuk mengerjakannya.
Prinsip Pemeriksaan :
Tes ini memanfaatkan ikatan kompetitif fluoresen pada albumin dan surfaktan dalam cairan amnion. Bila lompatan fluoresen kearah albumin maka jaring polarisasi nilainya tinggi, tetapi bila mengarah ke surfaktan maka nilainya rendah. Dalam cairan amnion, polarisasi fluoresen mengukur analisa pantulan secara otomatis rasio antara surfaktan dan albumin, yang mana hasilnya berhubungan dengan maturasi paru janin. Menurut referensi refe rensi yang digunakan oleh Brigham and Women’s Hospital, H ospital, dikatakan immatur bila rasio < 40 mg/dl; intermediet 40-59 mg/dl; dan matur bila lebih atau sama dengan 60 mg/dl. Bila terkontaminasi dengan darah atau mekonium dapat menggangu interpretasi hasil test.3,4
Prosedur Pemeriksaan :
Ke dalam tabung kaca 13x100 yang bersih secara kimiawi dengan tutup sekrup plastic berlapis Teflon, dimasukan 1,0 ml cairan amnion yang baru saja diambil dan 1,0 ml etanol 95% (dibuat dengan melarutkan 19,0 bagian alcohol absolute dan 1 bagian aquades). Cairan amnion 0,5 ml, saline 0,9% sebanayk 0,5ml, dan etanol 95% sebanayk 1ml dimasukan kedalam tabung lain. Masingmasing tabung dengan dikocok kuat selama 15 detik dan ditempatkan tegak di rak selama 15 menit. Bertahannya cincin utuh gelembung pada interface udara-cairan 1,2
setelah 15 menit dianggap sebagai uji positif.
Hasil Pemeriksaan :
Hasil pemeriksaan dari test ini adalah sebagai berikut :
Neonatus Immatur : tidak ada gelembung, 60% terjadi HMD
+1 : gelembung sangat kecil pada meniscus (lebih dari 1/3), 20% terjadi HMD
+2 : gelembung satu deret, lebih dari 1/3 permukaan tabung
+3 : gelembung satu deret pada seluruh permukaan dan beberapa gelembung pada dua deret, 1% terjadi HMD
+4 : gelembung pada dua deret atau lebih, neonatus matur
Kalau cincin busa bertahan selama 15 menit, resiko terjadinya sindroma gawat napas sangat rendah. Misalnya, Schlueter dkk (1975) hanya menemukan satu kasus sindroma gawat napas dari 205 kehamilan dengan uji positif untuk cairan amnion yang dilarutkan dengan volume salin yang sama. Tetapi ada 2 masalah pada uji coba ini : A. Kontaminasi sedikit saja cairan amnion, reagen, atau alat kaca, atau kesalahan pengukuran, dapat merubah hasil yang cukup jelas. B. Uji negative palsu agak sering terjadi, yaitu kegagalan cincin busa untuk tetap utuh selama 15 menit di dalam tabun berisi cairan amnion yang diencerkan, tidak perlu meramalkan sindroma gawat napas. Pemeriksaan dengan shake test ini, penting diperhatikan kemurnian reagensia dan kontaminasi sampel cairan amnion dengan darah atau mekonium 1
dapat menyebabkan hasil positif palsu. Turnbull dkk pada pemeriksaan terhadap 96 pasien melaporkan bahwa lebih dari 80% pasien dengan hasil negatif atau intermediate ternyata tidak terjadi sindroma gawat napas. Pada suatu seri pemeriksaan terhadap 279 kehamilan normal dan 489 kehamilan abnormal yang dilakukan oleh Morrison dkk, mereka mengkonfirmasikan nilai prediksi terhadap tes positif pada kehamilan normal. Pada kehamilan abnormal,temasuk pasien dengan dibetes mellitus, terjadi kurang lebih 4 kali lipat peningkatan prediksi positif palsu terhadap maturitas.
Dalam review terhadap 11 laporan, meliputi 849 pasien, Harvey dkk mencapai kesimpulan hasil shake test ini sebagaimana yang dilaporkan oleh Clements dkk. Disin didapatkan bahwa prediksi terjadinya sindroma gawat napas pada hasil intermediate atau immatur tidak cukup reliable sebagaimana rasio 1
lesitin-sfingomielin, namun demikian prediksi maturitas sangat reliable. Pada tahun 1973, Edwards dan Baillie melaporkan pemeriksaan stabilitas busa (Foam stability = FS ) dengan konsentrasi akhir 50% (v:v) memakai etanol 50
murni (100%). Dengan metode ini, busa yang timbul pada rasio 1:1 diklasifikasikan sebagai hasil positif. Pada penelitian terhadap 63 pasien, tidak 2
ditemukan adanya positif palsu, dan 4 dengan hasil negative palsu. Pada tahun 1978, dengan menggunakan metode pemeriksaan ini, Statland dkk melaporkan hasil pemeriksaan terhadap 104 pasien, 43 orang dengan kehamilan normal dan 61 orang dengan kehamilan abnormal. Pada 80 pasien dengan hasil tes positif, tidak satupun terjadi RDS, tetapi 2 pasien mengalami transient tachypnea. Pada penelitian dengan seri pemeriksaan yang lebih sedikit, FS
50
dibandingkan dengan rasio lesitin/sfingomielin, RDS tidak ditemukan pada 2
hasil tes positif, walaupun rasio lesitin-sfingomielin kurang dari 2.
DAFTAR PUSTAKA
1. O’brien WF, Cefalo RC. Clinical applicability of amniotic fluid tests for fetal pulmonic maturity. Am J Obstet Gynecol 1980; 136; 135-144. 2. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF. Obstetri Wiliams. Edisi 18. Jakarta: EGC, 1995; 121-133. 3. Honrubia.D; Stark.AR. Respiratory Distress Syndrome. Dalam : Cloherthy J, Eichenwald EC, Stark AR,Eds. Manual of Neonatal Care,edisi 5. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,2004:341-61. 4. Cosmi.EV. Fetal lung maturity tests. In: Prenat Neonat Med 2001;21-30.