I.
PENDAHULUAN
Sedimentasi adalah suatu proses pemisahan suspensi secara mekanik menjadi dua bagian, yaitu slurry dan supernatant. Slurry adalah bagian dengan konsentrasi partikel terbesar, dan supernatant adalah bagian cairan yang bening. Proses ini memanfaatkan gaya gravitasi, yaitu dengan mendiamkan suspensi hingga terbentuk endapan yang terpisah dari beningan (Foust, 1980). Sedimentasi merupakan salah satu contoh upaya penjernihan air untuk meningkatkan kualitas dari sumber air tersebut. Sedimentasi ini merupakan suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin, air, angin, es, es, atau gletser di suatu cekungan. Proses sedimentasi dioperasikan saat awal pengolahan air limbah, setelah proses kimia maupun dapat dioperasikan setelah proses biologi. Proses sedimentasi dalam dunia industri dilakukan secara sinambung dengan menggunakan alat yang dikenal dengan nama thickener ,sedangkan ,sedangkan untuk skala laboratorium dilakukan secara batch. batch.
II.
DESKRIPSI SEDIMENTASI
Sedimentasi
adalah
suatu
proses
yang
bertujuan
memisahkan
/
mengendapkan zat – zat padat atau suspensi non – koloidal dalam air. Pengendapan dapat dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi, terjadi karena berat jenis padatan lebih besar disbanding berat jenis air. Cara yang sederhana adalah dengan membiarkan padatan mengendap dengan sendirinya, Setelah partikel – partikel partikel mengendap, maka air yang jernih dapat dipisahkan dari padatan yang semula tersuspensi di dalamnya. Cara lain yang lebih cepat adalah dengan melewatkan air pada sebuah bak dengan kecepatan tertentu sehingga padatannya terpisah dari aliran air dan jatuh ke dalam bak pengendap tersebut. Kecepatan pengendapan partikel – partikel partikel yang terdapat di dalam air bergantung kepada berat jenis, bentuk dan ukuran partikel, viskositas air dan kecepatan aliran dalam bak pengendap. Pada umumnya proses Sedimentasi dilakukan setelah proses Koagulasi dan Flokulasi dimana tujuannya adalah untuk memperbesar partikel padatan
sehingga menjadi lebih berat dan dapat tenggelam dalam waktu lebih singkat. Setelah melewati proses destabilisasi partikel koloid melalui unit koagulasi dan unit flokulasi, selanjutnya perjalanan air akan masuk ke dalam unit sedimentasi. Unit ini berfungsi untuk mengendapkan partikel – partikel koloid
yang
sudah
didestabilisasi
oleh
unit
sebelumnya.
Unit
ini
menggunakan prinsip berat jenis. Berat jenis partikel koloid (biasanya berupa lumpur) akan lebih besar daripada berat jenis air. Dalam bak sedimentasi, akan terpisah antara air dan lumpur. Gabungan unit koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi disebut unit aselator. Klasifikasi
sedimentasi
didasarkan
pada
konsentrasi
partikel
dan
kemampuan partikel untuk berinteraksi. Klasifikasi ini dapat dibagi ke dalam empat tipe , yaitu:
Gambar II.1 Empat Tipe Sedimentasi
1.
Sedimentasi Tipe I ( Discrete Settling Region) Sedimentasi tipe I merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu partikel
yang
membutuhkan
dapat
mengendap
adanya
interaksi
bebas antar
secara partikel.
individual Sebagai
tanpa contoh
sedimentasi tipe I antara lain pengendapan lumpur kasar pada bak prasedimentasi untuk pengolahan air permukaan dan pengendapan pasir pada grit chamber. Sesuai dengan definisi di atas, maka pengendapan terjadi karena adanya interaksi gaya – gaya di sekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya
impelling. Massa partikel menyebabkan adanya gaya drag dan diimbangi oleh gaya impelling, sehingga kecepatan pengendapan partikel konstan. 2. Sedimentasi Tipe II ( Flocculant Settling Region) Sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel flokulen dalam suspensi encer, di mana selama pengendapan terjadi saling interaksi antar partikel. Selama dalam operasi pengendapan, ukuran partikel flokulen bertambah besar, sehingga kecepatannya juga meningkat. Sebagai contoh sedimentasi tipe II antara lain pengendapan pertama pada pengolahan air limbah atau pengendapan partikel hasil proses koagulasi flokulasi pada pengolahan air minum maupun air limbah. 3. Sedimentasi Tipe III ( Hindered Settling Region ) Sedimentasi tipe III adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih pekat, dimana antar partikel menahan
pengendapan
partikel
lain
secara bersama-sama saling di
sekitarnya.
Karena
itu
pengendapan terjadi secara bersama-sama sebagai sebuah zona dengan kecepatan yang konstan. Pada bagian atas zona terdapat interface yang memisahkan antara massa partikel yang mengendap dengan air jernih. 4. Sedimentasi Tipe IV (Compression Region) Sedimentasi tipe IV merupakan kelanjutan dari sedimentasi tipe III, di mana terjadi pemampatan (kompresi) massa partikel hingga diperoleh konsentrasi lumpur yang tinggi. Sebagai contoh sedimentasi tipe III dan IV adalah pengendapan lumpur biomassa pada final clarifier setelah pemampatan
proses pada
lumpur
final clarifier
aktif
(Gambar
adalah
untuk
1.2).
Tujuan
mendapatkan
konsentrasi lumpur biomassa yang tinggi untuk keperluan resirkulasi lumpur ke dalam reaktor lumpur aktif.
Gambar II.2 Pengendapan pada Final Clarifier
III.
ALAT
Alat sedimentasi terdiri atas dua jenis, yaitu: 1.
Bak pengendap segi empat (rectangular ) : digunakan untuk laju alir air yang besar, karena pengendaliannya dapat dilakukan dengan mudah, umumnya mempunyai lebar 1,5 hingga 6 meter, panjang bak sampai 76 meter, dan kedalaman lebih dari 1,8 meter.
2.
Bak pengendap jenis lingkaran (circular ) : memiliki mekanisme pemisahan lumpur yang sederhana, umumnya berdiameter 10,7 hingga 45,7 meter dan kedalaman 3 hingga 4,3 meter. Bak sedimentasi umumnya dibangun dari bahan beton bertulang dengan
bentuk lingkaran, bujur sangkar atau segi empat. Bak sedimentasi berfungsi untuk mengendapkan flok-flok yang dibentuk pada proses koagulasi dan flokulasi. Agar pengendapan yang terjadi pada bak sedimentasi berjalan dengan baik, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi menyangkut karakteristik aliran dalam bak sedimentasi yang akan dibangun. Untuk mencapai pengendapan yang baik, bentuk bak sedimentasi harus dibuat sedemikian rupa sehingga karakteristik aliran di dalam bak tersebut memiliki aliran yang laminar dan tidak mengalami aliran mati ( short-circuiting ). III.1 Bentuk Bak Sedimentasi
1)
Segi Empat ( Rectangular ) Pada bak ini, air mengalir horisontal dari inlet menuju outlet, sementara partikel mengendap kebawah.
Gambar 1.1 Bak sedimentasi berbentuk segi empat: (a) denah, (b) potongan memanjang 2)
Lingkaran (Circular )-Center Feed Pada bak ini, air masuk melalui pipa menuju inlet bak di bagian tengah bak, sementara partikel mengendap ke bawah. Secara tipikal bak persegi mempunyai rasio panjang : lebar antara 2 : 1 – 3 : 1
Gambar 1.2 Bak sedimentasi berbentuk lingkaran-center fedd: (a) denah, (b) potongan melintang 3)
Lingkaran (Circular )-Periferal Feed Pada bak ini, air masuk melalui sekeliling lingkaran dan secara horinsontal mengalir menuju ke outlet dibagin tengah lingkaran. Tipe periferal feed menghasilkan short circuit yang lebih kecil dibandingkan tipe center feed, walaupun center feed lebih sering digunakan. Secara umum pola aliran pada bak lingkaran kurang mendekati pola ideal dibanding bak pengendap persegi panjang. Meskipun demikian, bak lingkaran lebih sering digunakan karena penggunaan peralatan pengumpul lumpurnya lebih sederhana.
Gambar 1.3 Bak sedimentasi berbentuk lingkaran-periferal feed: (a) denah, (b) potongan melintang
III.2 Bagian-Bagian dari Bak Sedimentasi
Gambar III.1 Bagian-bagian Bak Sedimentasi 1)
Zona Inlet atau Struktur Influen Zona inlet mendistribusikan aliran air secara merata pada bak sedimentasi dan menyebarkan kecepatan aliran yang baru masuk. Jika dua fungsi ini dicapai, karakteristik aliran hidrolik dari bak akan lebih mendekati kondisi bak ideal dan menghasilkan efisiensi yang lebih baik. Zona influen didesain secara berbeda untuk kolam rectangular dan circular. Khusus pengolahan air, bak sedimentasi rectangular dibangun menjadi satu dengan bak flokulasi. Sebuah baffle atau dinding memisahkan dua kolam dan sekaligus sebagai inlet bak sedimentasi. Desain dinding pemisah sangat penting, karena kemampuan bak sedimentasi tergantung pada kualitas flok.
2)
Zona Pengendapan Dalam zona ini, air mengalir pelan secara horIsontal kearah outlet, dalam zona ini terjadi proses pengendapan. Lintasan partikel tergantung pada besarnya kecepatan pengendapan. Pada zona ini merupakan tempat flok/partikel mengalami pengendapan.
3)
Zona Lumpur Dalam zona ini lumpur terakumulasi. Sekali lumpur masuk area ini akan
tetap
disana.
terkadang
collector/scrapper. 4)
Zona Outlet atau Struktur Efluen
dilengkapi
dengan
sludge
Seperti zona inlet, zona outlet atau struktur efluen mempunyai pengaruh besar dalam mempengaruhi pola aliran dan karakteristik pengendapan flok pada bak sedimentasi. Biasanya weir/pelimpah dan bak penampung limpahan digunakan untuk mengontrol otlet pada bak sedimentasi. Selain itu, pelimpah tipe V-notch atau orifice terendam biasanya juga dipakai. Diantara keduanya, orifice terendam yang lebih baik karena memiliki kecenderungan pecahnya sisa flok menjadi lebih kecil selama pengaliran dari bak sedimentasi menuju filtrasi. Selain bagian-bagian utama diatas, sering bak sedimentasi dilengkapi dengan settler. Settler dipasang pada zona pengendapan dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi pengendapan.
Gambar III.2 Settler pada Bak Sedimentasi
IV. PENGGUNAAN SEDIMENTASI
Penggunaan / aplikasi dari sedimentasi pada pengolahan air limbah: a.
Grit chamber Grit chamber merupakan bagian dari bangunan pengolahan air limbah yang berfungsi untuk mengendapkan partikel kasar/grit bersifat diskret yang relatif sangat mudah mengendap. Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam aplikasi pada grit chamber adalah teori sedimentasi tipe I karena teori ini mengemukakan bahwa pengendapan partikel berlangsung secara individu (masing-masing partikel, diskret) dan tidak terjadi interaksi antar partikel.
b.
Prasedimentasi Bak prasedimentasi merupakan bagian dari bangunan pengolahan air
limbah yang berfungsi untuk mengendapkan lumpur sebelum air limbah diolah secara biologis. Meskipun belum terjadi proses kimia (misal koaguasi- flokulasi atau presipitasi), namun pengendapan
di bak ini
mengikuti pengendapan tipe II karena lumpur yang terdapat dalam air limbah tidak lagi bersifat diskret (mengingat kandungan komponen lain dalam air limbah, sehingga telah terjadi proses presipitasi). c.
Final clarifier Bak sedimentasi II (final clarifier) merupakan bagian dari bangunan pengolahan air limbah yang berfungsi untuk mengendapkan partikel lumpur hasil proses biologis (disebut juga lumpur biomassa). Lumpur ini relatif sulit mengendap karena sebagian besar tersusun oleh bahan-bahan organik volatil. Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam aplikasi pada bak sedimentasi II adalah teori sedimentasi tipe III dan IV karena pengendapan
biomassa
dalam
jangka
waktu
menyebabkan terjadinya pemampatan (kompresi).
yang
lama
akan
Paper UTILITAS “SEDIMENTASI – PENGOLAHAN AIR LIMBAH”
Disusun oleh : Novia Tri Hapsari Any Ismawati Khair N
(5213412004) (5213412012)
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2014