BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka kematian terbesar selama masa kanak-kanak terjadi di tahun pertama kehidupan dengan tingkat kematian tertinggi terjadi pada bulan pertama. Penyebab kematian bervariasi sesuai dengan usia (lihat Tabel 1.1). Pada periode bayi baru lahir, penyebab paling umum adalah kelainan bawaan dan faktor yang terkait dengan prematuritas, seperti imaturitas sistem pernapasan, perdarahan otak, dan infeksi 1
karena imaturitas dari sistem kekebalan.
Dari usia 1 bulan sampai sampai dengan 1 tahun suatu suatu kondisi yang dikenal sebagai sebagai cot death adalah penyebab kematian yang paling umum. Beberapa anak dengan kondisi ini berkaitan dengan penyakit pernapasan atau metabolik, tetapi ada juga yang tidak memiliki penyebab spesifik kematian. Kelompok ini digambarkan menderita sindrom kematian bayi mendadak. Selanjutnya penyebab kematian yang paling umum pada kelompok usia ini adalah kelainan bawaan dan infeksi. Setelah 1
usia 1 tahun, trauma merupakan penyebab kematian paling sering. sering.
Manajemen yang tepat dalam beberapa jam pertama akan menurunkan angka kematian pada anak. Manajemen yang terbaik adalah resusitasi jantung paru. Resusitasi jantung paru adalah sekumpulan intervensi yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi organ vital tubuh. Resusitasi jantung paru ini sudah diperkenalkan secara resmi pada tahun 1740-an dan diperbaharui sampai sekarang. Bukan saja petugas medis dan paramedis, tetapi semua orang umum disarankan supaya mengetahui dan dapat melakukan prosedur resusitasi ini bila diperlukan. Teknik resusitasi jantung paru ini telah dibuat oleh American Heart Association 2
(AHA) pada tahun 1960.
1
Tabel 1.1 Angka Kematian Berdasarkan Umur
Sumber : Jones KM1
Tabel 1.2 Penyebab Umum Kematian Berdasarkan Umur U mur
Sumber : Jones KM1
1.2 Batasan Masalah
Referat ini membahas tentang resusitasi jantung paru p ada anak. 1.3 Tujuan penulisan
Referat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai resusitasi jantung paru pada anak. 1.4 Metode penulisan
Referat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang diambil dari beberapa literatur. 1.5 Manfaat Pen ulisan
Melalui penulisan referat ini diharapkan akan bermanfaat dalam memberikan informasi dan pengetahuan tentang resusitasi jantung paru pada anak.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah sekumpulan intervensi yang bertujuan untuk mengembalikan dan mempertahankan fungsi vital organ pada korban henti jantung dan henti nafas. Intervensi ini mencakup pemberian kompresi dada dan nafas buatan. Tindakan ini memungkinkan penghantaran substrat untuk memenuhi 1.3
kebutuhan metabolik terutama bagi organ vital seperti otak dan jantung.
Alur RJP yang dianjurkan sebelum ini adalah dengan urutan ABC yaitu airway, breathing, circulation atau chest compression. American Heart Association ( AHA) 2010, Guidelines for cardiopulmonary resuscitation (CPR) and emergency cardiac care (ECC) merekomendasikan penggunaan alur CAB yaitu chest 1.3.4.5.7.8
compression, airway dan breathing.
2.2 Patofisiologi Henti Kardiorespirasi Henti
jantung pada bayi muda dan anak-anak jarang disebabkan oleh penyakit
jantung. Pada anak-anak sebagian besar henti jantung merupakan komplikasi hipoksia dimana penyebab terseringnya yaitu asfiksia jalan lahir, korpus alienum, bronkiolitis, asma, dan pneumotoraks. Disamping itu, kebanyakan henti jantung juga merupakan komplikasi dari kegagalan sirkulasi (syok).
Hal
ini sering disebabkan kehilangan
cairan tubuh dan darah, atau maldistribusi dari cairan dalam sistem peredaran darah. Kehilangan cairan tubuh mungkin karena gastroenteritis, luka bakar atau trauma, sedangkan maldistribusi cairan dalam perdaran darah sering disebabkan oleh sepsis atau anafilaksis. Kegagalan sirkulasi mengakibatkan organ tubuh kehilangan nutrisi 1.4
dan oksigen yang akhirnya mengakibatkan hipoksia jaringan dan asidosis. Henti
kejang
dan
nafas bisa merupakan komplikasi dari disfungsi neuroligis seperti pada keracunan.
Selain
itu
peningkatan
tekanan
intrakranial
dapat
menyebabkan cedera kepala atau ensepalopati akut yang akhirnya memicu henti nafas.
1
3
Apapun penyebabnya, pada saat henti jantung, anak telah memiliki periode kegagalan pernafasan yang akan menyebabkan asidosis respiratorik dan hipoksia. Kombinasi hipoksia dan asidosis menyebabkan kerusakan sel dan kematian sel (terutama di organ yang paling sensitif seperti otak, hati dan ginjal), kerusakan 1.3.4
miokard yang terjadi cukup parah sehingga menyebabkan henti jantung
.
Pada kenyataannya kedua jalur tersebut dapat terjadi bersamaan. Jalur yang 1
menyebabkan henti jantung pada anak-anak dapat diringkas pada gambar berikut. Gambar 2.1 Mekanisme Henti Jantung pada Anak
Sumber : Jones KM1
2.3 Pengenalan Terhadap Anak yang Sakit Berat
Pengenalan awal dan manajemen yang baik terhadap gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi dan kerusakan sistem saraf pusat akan mengurangi angka kematian dan kesakitan.1 2.4 Pengenalan Potensi Gagal Nafas 2.4.1. Usaha Bernafas
Peningkatan usaha bernafas memungkinkan penilaian klinis dari tingkat keparahan gangguan pernapasan sehingga penting untuk menilai hal berikut :
4
a.
Frek uensi Frekuensi
nafas
respirasi normal berbeda berdasarkan umur seperti dalam tabel
2.1. Adanya takipnu saat istirahat mempunyai indikasi bahwa peningkatan ventilasi dapat disebabkan oleh salah satu dari paru atau jalan nafas atau asidosis metabolik. Tabel 2.1 Frekuensi Nafas Berdasarkan Umur
Sumber: Jones KM1
b.
R etraksi
Retraksi interkosta, subkosta, dan sternal menggambarkan peningkatan usaha nafas. Tanda ini lebih mudah terlihat pada bayi yang lebih muda karena mereka mempunyai dinding dada yang lebih lentur. Adanya retraksi pada anak yang lebih tua (lebih dari 6 atau 7 tahun) menunjukkan gangguan pernapasan yang parah. Tingkat retraksi merupakan indikasi keparahan gangguan pernafasan. c.
Suara inspirasi dan ekspirasi S tridor adalah
suatu tanda obstruksi laring atau faring. Pada obstruksi
yang berat stridor dapat juga terjadi saat ekspirasi., tapi komponen inspirasi
biasanya
lebih
dominan.
Wheezing
mengindikasikan
menyempitan saluran nafas bagian bawah dan lebih jelas saat ekspirasi. Fase
ekspirasi yang memanjang juga mengindikasikan penyempitan
saluran nafas bagian bawah. d. Grunting atau merintih
Grunting dihasilkan oleh pernafasan dengan glotis yang tertutup sebagian. Ini merupakan usaha untuk menghasilkan tekanan ekspirasi positif dan
5
mencegah kolaps jalan nafas saat akhir ekspirasi. Ini merupakan tanda gangguan pernafasan parah dan biasanya terlihat pada bayi. e. Penggunaan otot bant u pernafasan
Sama seperti pada orang dewasa, pada anak otot sternokleidomastoideus dapat digunakan sebagai otot bantu pernafasan ketika upaya bernafas meningkat. Sedangkan pada bayi, hal ini dapat menyebabkan kepala naikturun pada setiap kali nafas, sehingga tidak efektif. f. Nafas cuping hidung
Nafas cuping hidung dapat terlihat terutama pada bayi muda dengan distres pernafasan. Ada kemungkinan tidak ada atau hanya sedikit tanda dari peningkatan usaha bernafas dalam keadaan berikut : 1. Pada anak-anak atau bayi muda dengan gangguan pernafasan berat dalam rentang waktu tertentu, kelelahan dapat terjadi dan tanda peningkatan usaha bernafas akan berkurang. Kelelahan merupakan tanda preteriminal. 2. Anak-anak dengan tanda penekanan otak akibat peningkatan tekanan intrakranial, keracunan, atau ensepalopati akan mempunyai pernafasan yang inadekuat tanpa peningkatan usaha bernafas. Pernafasan yang inadekuat disebabkan oleh terganggunya pusat pengatur pernafasan. 3. Anak-anak yang mempunyai kelainan neuromuskular (seperti penyakit Werdnig-Hoffman atau distrofi otot) mungkin menunjukkan kegagalan respirasi tanpa peningkatan usaha bernafas. 2.4.2 Efektivitas Pernafasan
Auskultasi pada dinding dada akan memberikan informasi tentang jumlah udara inspirasi dan ekspirasi. Suara nafas yang tidak terdengar adalah suatu tanda yang mengkhawatirkan. Demikian pula, penilaian tingkat pengembangan dada (pada bayi muda; gerakan dinding perut) memberikan informasi yang 1
bermanfaat.
6
Pulse oximetry dapat digunakan untuk mengukur saturasi oksigen arteri (SaO2), tapi akurasi alat ini berkurang pada kondisi saturasi oksigen < 70 %, pada saat syok dan pada keadaan karboksihemoglobin. Pulse oximetry memberikan infomasi yang dapat dipercaya terhadap efisiensi pernafasan. Pemberian terapi oksigen akan menutupi nilai saturasi oksigen yang sebenarnya 1
kecuali jika terjadi hipoksia berat . 2.4.3 Efek R espirasi Inadek uat pada Organ Lain. a.
Frek uensi jantung Hipoksia
mengakibatkan takikardi pada bayi yang lebih tua dan anak-
anak. Ansietas dan demam juga berkontribusi dalam menimbulkan takikardi. Namun hipoksia yang berat atau lama akan menimbulkan 1.3
bradikardi. Ini merupakan tanda pret erminal. b.
Warna
k ulit
Hipoksia
mengkibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer sehingga
kulit jadi pucat. Sianosis merupakan tanda lanjut dan preterminal dari hipoksia. Jika muncul sianosis sentral pada gangguan pernafasan akut, maka pasien akan jatuh henti nafas. Sianosis ini sebagian besar tidak mengalami perubahan dengan terapi oksigen.1,3 c.
Kesadaran
Anak dengan hipoksia atau hiperkapni akan mengalami agitasi dan/atau mengantuk. Rasa kantuk
meningkat secara bertahap dan akhirnya
kesadaran hilang. Perubahan kesadaran lebih sulit dideteksi pada bayi yang lebih muda. Orang tua akan mengatakan bahwa anak seperti bukan dirinya. Dokter harus menilai tingkat kesadaran anak dengan mendapatkan kontak mata dan respon terhadap suara, dan jika perlu dengan rangsangan nyeri.
1,3
7
2.4.4 Penilaian Kembali
Observasi terhadap frekuensi nafas dan lain-lain sangat bermanfaat , dan akan lebih banyak lagi informasi yang didapat jika mengulang observasi untuk 1
mendeteksi kecendrungan kondisi pasien. 2.5 Pengenalan Potensi Gagal Sirk ulasi 2.5.1 Status Kardiovask ular a.
Frek uensi jantung Frekuensi
jantung
meningkat
pada
awal
syok
karena
pelepasan
katekolamin dan sebagai kompensasi menurunnya stroke volume. Frekuensi
jantung pada awal syok ini dapat sangat cepat (>220 kali
permenit) terutama pada bayi muda. Frekuensi jantung nomal ditunjukkan dalam tabel 2.2. Tabel 2.2 Frekuensi Jantung Berdasarkan Umur
Sumber: Jones KM1
b. Denyut nadi
Pada kondisi syok berat, perfusi dapat dinilai dengan membandingkan palpasi denyut nadi sentral dan perifer. Hilangnya denyut nadi perifer dan denyut nadi sentral yang melemah merupakan tanda syok berat dan 1
merupakan petunjuk terjadinya hipotensi. c.
Pengisian kapiler
Setelah dilakukan penekanan selama 5 detik pada jari atau sebaiknya pada pertengahan sternum, pengisian kapiler yang normal akan muncul dalam 2 detik. Perlambatan waktu pengisian kapiler menandakan perfusi kulit yang buruk. Ini merupakan tanda yang sangat berguna pada syok sepsis dini,
8
dimana anak dapat tampak baik dengan akral yang masih hangat. Adanya demam tidak mempengaruhi sensitivitas perlambatan pengisian kapiler pada anak dengan hipovolemik.1 d. Tekanan darah
Tekanan darah sistolik dapat diperkirakan dengan formula: Tekanan darah = 80 + (umur (dalam tahun) x 2) Tekanan sistolik normal terlihat dalam tabel 2.3 Tabel 2.3 Tekanan Darah Sistolik Berdasarkan Umur
Sumber: Jones KM1
Penggunaan ukuran manset yang benar adalah penting jika ingin mendapatkan hasil pengukuran tekanan darah yang benar. Lebar manset harus lebih dari 80 % dari penjang lengan atas dan balonnya lebih dari 40 % dari lingkar lengan. 2.5.2 Efek Sirk ulasi Inadek uat pada Organ Lain a. Sistem Pernafasan
Kegagalan sirkulasi akan menyebabakan asidosis metabolik yang pada gilirannya akan menyebabkan frekuensi nafas menjadi cepat dengan 1
peningkatan volume tidal, tapi tanpa retraksi. b. K ulit
Bercak-bercak pucat, dingin, kulit perifer pucat merupakan indikasi 1
perfusi yang buruk. c.
Kesadaran
Agitasi dan mengantuk yang berlanjut menjadi tidak sadar adalah tanda 1
kegagalan sirkulasi. Tanda ini disebakan oleh buruknya perfusi ke otak.
9
d. Produksi urin
Produksi urin kurang dari 1 ml/kg/jam pada anak dan kurang dari 2 ml/kg/jam pada bayi muda menandakan perfusi ginjal yang inadekuat 1
selama syok. Riwayat oliguria atau anuria harus dicari. 2.6 Pengenalan Potensi Gangg uan Neurologis
Penilaian neurologis sebaiknya hanya dilakukan setelah jalan nafas (A), pernafasan (B) dan sirkulasi (C) telah dinilai dan ditatalaksana. Tidak ada masalah 1.3
neurologis yang mendapat prioritas diatas ABC.
Kegagalan respirasi dan sirkulasi akan mempunyai efek terhadap sistem saraf pusat. Sebaliknya, beberapa kondisi dengan efek langsung terhadap sistem saraf pusat (seperti meningitis, peningkatan tekanan intracranial akibat trauma, dan status 1
epileptikus) mungkin mempunyai konsekuensi respirasi dan sirkulasi. 2.6.1 Fungsi Neurologis a. Tingkat kesadaran
Penilaian yang cepat terhadap tingkat kesadaran dapat dibuat dengan 1.3
menilai pasien sesuai dengan kriteria berikut : Tabel 2.4 Penilaian Cepat Tingkat Kesadaran
Sumber: Jones KM1
Rangsangan nyeri dilakukan dengan menekan os. sternum atau os. frontalis. Anak yang tidak respon atau hanya berespon dengan rangsangan 1
nyeri memiliki nilai 8 atau kurang pada skala koma Glasgow. b. Postur tubuh
Sebagian besar anak yang menderita penyakit berat adalah hipotonik. Postur yang kaku tampak seperti dekortikasi (lengan fleksi, tungkai ekstensi) atau deserebrasi (lengan ke ekstensi, tungkai fleksi) adalah tanda
10
serius disfungsi otak. Rangsangan nyeri mungkin diperlukan untuk mengtahui postur anak.1.3 c.
Pupil
Beberapa obat dan lesi otak mempunyai efek pada ukuran dan reaksi pupil. Walaupun demikian tanda pupil terpenting yang perlu diperhatikan yaitu dilatasi, tidak ada rekasi pupil, dan anisokor yang menandakan 1.3
kemungkinan kelainan otak yang serius.
2.6.2 Efek Kegagalan Sistem Saraf P usat terhadap Sistem
R espirasi
Terdapat beberapa cara mengetahui abnormalitas pola pernafasan dengan meningkatnya tekanan intrakranial. Bagaimanapun pola ini sering dapat berubah dan mungkin bervariasi mulai dari hiperventilasi hingga pernafasan Cheyne
S tokes
dan apnoe. Adanya abnormalitas pola pernafasan pada pasien 1
dengan koma mengindikasikan disfungsi pada otak tengah atau otak belakang.
2.6.3 Efek Kegagalan Sistem Saraf P usat terhadap Sistem Kardiovask ular Hipertensi
sistemik dengan sinus bradikardi (Respon Cushing)
mengindikasikan kompresi pada medula oblongata yang disebabkan oleh herniasi tonsil serebelum melalui foramen Magnum. Ini merupakan tanda lanjut dan pre1
terminal.
2.7 Bantuan Hidup Dasar
Bantuan hidup dasar pada anak tidak semudah cara yang dikembangkan pada dewasa. Meskipun prinsip umumnya sama, dibutuhkan teknik khusus untuk bantuan yang optimal. Teknik tepat yang dibutuhkan bervariasi sesuai ukuran anak. Umumnya, garis artifisial ditarik antara bayi (kurang dari 1 tahun) dan anak kecil (kurang dari 8 tahun).
Hipoksia
berat yang menyebabkan henti jantung pada anak
mengindikasikan pemberian oksigen lebih baik dari defebrilasi. perbedaan utama dengan algoritma pada dewasa.1.3
11
Hal
ini merupakan
Gambar 2.2 Urutan Penilaian Klinis pada Bayi dan Anak
Sumber: Jones KM1
Dengan mengaplikasikan teknik dasar tersebut, seorang penolong bisa membantu fungsi respirasi dan fungsi sirkulasi pada anak yang kolaps tanpa 1
menggunakan alat.
Bantuan hidup dasar merupakan fondasi untuk membangun bantuan hidup lanjut. Oleh karena itu semua pemberi bantuan hidup lanjut harus piawai dalam teknik dasar, dan mereka mampu menjamin bahwa bantuan dasar selalu tersedia dan 1,4,5,6
tetap baik selama resusitasi.
12
2.7.1 Penilaian dan Penatalaksanan
Setelah anak ditempatkan dalam posisi yang benar, dan pemeriksaan sederhana untuk menilai respon telah dilakukan, penilaian dan penatalaksanaan mengikuti pola A, B, C. Semua urutan dari bantuan hidup dasar henti kardiopulmoner 1.4
pada anak dijelaskan pada gambar.
Gambar 2.3 Algoritma Bantuan Hidup Dasar
Sumber: Jones KM1
2.7.2 Pendekatan SAFE
Dalam memberikan bantuan hidup dasar, hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa penolong tidak boleh menjadi korban kedua, dan anak-anak harus dihindarkan dari bahaya lanjutan secepat mungkin. Oleh karena itu penting untuk memanggil
bantuan lain dengan cepat. Pertimbangan ini harus dilakukan
sebelum penilaian awal jalan nafas. Ini diringkas dalam gambar 2.4.
13
Gambar 2.4 Pendekatan SAFE
Sumber: Jones KM1
Penilaian awal kesadaran adalah dengan menanyakan pada anak ³ apakah kamu baik-baik saja?´ sambil menggoyangkan bahu anak dengan lembut. Bayi dan anak kecil yang belum bisa bicara, dan anak yang sangat ketakutan, tidak akan
memberi
jawaban
yang
bermakna,
tetapi
mereka
mungkin
akan
mengeluarkan sedikit suara atau membuka mata sebagai respon terhadap suara 1.3.4
penolong.
Pada kasus yang berhubungan dengan trauma leher dan spinal, korban harus diimobilisasi selama manuver ini. Ini dilakukan dengan menempatkan satu tangan dengan kuat pada dahi, sedangkan salah satu lengan anak digoyangkan 1
dengan lembut. 2.8 Alur R JP
Alur RJP yang disarankan selama ini adalah ABC yaitu airway, breathing, chest compression atau circulation. The 2010 AHA Pedoman CPR dan merekomendasikan
urutan
CAB
(dada
kompresi,
jalan
napas,
ECC
pernapasan/
ventilasi).6,7 2.8.1 Keamanan Penyelamat dan Korban
Dalam memberikan bantuan, selalu pastikan bahwa daerah tersebut aman untuk penolong dan korban. Meskipun secara teori penularan penyakit infeksi dapat 1.6
terjadi pada pemberian RJP, resiko kepada penyelamat lebih rendah
14
2.8.2 Menilai Kebutuhan R JP
Untuk menilai perlunya RJP, penyelamat harus menganggap bahwa ada serangan jantung jika korban tidak responsif dan tidak bernapas atau hanya terengah1
engah.
Gambar 2.5 Algoritma RJP
Sumber: Jones KM1
15
2.8.3 Nilai
R espon
Gerakkan korban dengan lembut sambil bertanya dengan suara yang keras, "Apakah anda baik-baik saja?" atau panggil nama anak. Jika anak responsif, ia akan menjawab, bergerak, atau mengerang. Cepat periksa apakah anak mengalami cedera atau membutuhkan bantuan medis. Jika penolong hanya satu orang dan anak bernapas, tinggalkan
anak sebentar untuk menelepon sistem
tanggap darurat, namun segera kembali dan periksa ulang kondisi anak. Anakanak dengan distres pernafasan sering mempertahankan posisi jalan nafas yang paten dan mengoptimalkan ventilasi. Biarkan anak dengan distress pernapasan 1
untuk tetap dalam posisi yang paling nyaman. 2.8.4 Periksa nadi
Jika anak tidak memberikan respon dan tidak bernafas, raba nadi selama 10 detik (brakial pada bayi: karotis atau femoral pada anak). Jika nadi tidak teraba, mulai 1.6.7
lakukan kompresi dada.
a. Pernapasan yang Tidak Adek uat dengan Frek uensi Nadi Adek uat
Jika frekuensi nadi yang teraba 60 per menit tetapi pernapasan tidak adekuat, maka berikan bantuan nafas sekitar 12 sampai 20 napas per menit (1 kali napas setiap 3 sampai 5 detik) sampai korban kembali bernapas spontan. Nilai kembali frekuensi nadi setiap 2 menit tetapi jangan menghabiskan waktu lebih dari 10 6.7
detik.
b. Bradikardi dengan perf u si yang jelek
Jika frekuensi nadi < 60 per menit dan ada tanda-tanda perfusi jelek (muka pucat, bercak-bercak, sianosis), maka tanpa mempertimbangkan oksigenasi dan ventilasi, mulai pemberian kompresi dada. Curah jantung pada bayi dan anakanak sebagian besar bergantung pada denyut jantung, maka bradikardi dengan perfusi jelek merupakan indikasi untuk melakukan kompresi dada karena permulaan RJP secepat mungkin akan meningkatkan kadar angka harapan 6.7
hidup.
16
Frekuensi
jantung absolut untuk memulai kompresi masih belum diketahui, maka
rekomendasi pemberian kompresi dada untuk detak jantung <60 kali per menit dengan tanda-tanda perfusi jelek tergantung dari keterampilan penolong.6.7 2.8.5 Kompresi dada
Saat henti jantung, kompresi dada dapat mengalirkan darah ke organ-organ vital dan meningkatkan kemungkinan kembalinya sirkulasi spontan. Jika bayi atau anak tidak responsif dan tidak bernapas, berikan 30 kompresi dada. Berikut ini 1.6.7
adalah karakteristik RJP berkualitas tinggi : y
Kompresi dada dengan kekuatan dan kedalaman yang tepat. " push fast ": mendorong pada kecepatan minimal 100 tekanan per menit. " push hard ": mendorong dengan kekuatan yang cukup untuk menekan setidaknya sepertiga anterior-posterior (AP) diameter dada atau sekitar 1 ½ inci (4 cm) pada bayi dan 2 inci (5 cm) pada anak-anak
y
Biarkan
dada
kembali
setelah
masing-masing
kompresi
untuk
memungkinkan jantung diisi dengan darah. y
Minimalkan interupsi kompresi dada.
y
Hindari
y
Untuk hasil terbaik, pastikan korban dibaringkan d i permukaan yang keras.
ventilasi berlebihan.
Untuk bayi, penyelamat tunggal harus kompresi sternum dengan 2 jari yang ditempatkan tepat di bawah garis Intermammaria, Jangan kompresi diatas xifoideus atau tulang rusuk. Penyelamat harus kompresi setidaknya sepertiga 1
kedalaman dada, atau sekitar 4 cm (1,5 inci).
17
Gambar 2.6 Teknik Kompresi Dada Dua Jari pada Bayi
Sumber : Jones KM1
Untuk seorang anak, penyelamat harus memberikan kompresi pada bagian bawah sternum setidaknya sepertiga dari diameter AP dada atau sekitar 5 cm (2 inci) dengan tumit 1 atau 2 tangan. Jangan tekan pada xifoideus atau tulang rusuk.1
Gambar 2.7 Kompresi dengan Satu Tangan
Sumber : Jones KM1
18
Gambar 2.8 Kompresi dengan Dua Tangan
Sumber : Jones KM1
Setelah masing-masing kompresi dilakukan, biarkan dada untuk kembali sepenuhnya karena hal ini akan meningkatkan aliran darah kembali ke jantung dan dengan demikian juga meningkatkan aliran darah ke tubuh selama RJP.1.7 Hasil
resusitasi terbaik pada bayi dan anak-anak didapatkan apabila penekanan
dada dikombinasikan dengan ventilasi (lihat di bawah), tetapi jika penolong tidak terlatih dalam memberikan ventilasi, atau tidak dapat melakukannya, penyelamat 6
harus melanjutkan dengan penekanan dada (Hands-Only) sampai bantuan tiba. 2.8.6 Buka Airway dan Berikan Ventilasi
Untuk penyelamat tunggal rasio kompresi-ventilasi yang dianjurkan adalah 30:2. Setelah 30 kompresi pertama, buka jalan napas dan memberikan 2 napas. Pada bayi atau anak yang tidak responsif, lidah dapat menyumbat jalan nafas dan mengganggu ventilasi. Jika anak tidak bernapas mungkin karena jalan napas telah terhalang oleh lidah yang jatuh ke faring. Upaya untuk membebaskan jalan napas harus dilakukan dengan manuver chinlift dan head tilt dengan derajat tinggi dagu 1.6.7
yang diinginkan atau pada posisi netral pada bayi dan sniffing pada anak.
19
Gambar 2.9 Manuver Chin Lift pada Anak
Sumber : Jones KM1
Gambar 2.10 Manuver Head Tilt pada Anak
Sumber : Jones KM1
Manuver ini dilakukan pada korban dengan atau tanpa trauma. Jika manuver chinlift dan head tilt tidak mungkin dilakukan atau merupakan kontraindikasi, maka maneuver jaw thrust dapat digunakan. Jika nafas masih tidak adekuat setelah 10 detik, maka jalan nafas diperbaiki dan berikan nafas buatan. Untuk memberikan napas pada bayi, gunakan teknik
mouth-to-mouth-and-nose,
sedangkan untuk memberi napas kepada seorang anak gunakan teknik mulut ke mulut. Pastikan napas efektif yaitu naiknya dinding dada. Setiap napas harus
20
mengambil sekitar 1 detik. Jika dada tidak naik, maka lakukan reposisi kepala, bebaskan jalan nafas, dan coba lagi beri bantuan.1.6.7 Gambar 2.11 Manuver J aw Thrust
Sumber: Jones KM1
Gambar 2.12 Teknik M outh-to-mouth-and-nose
Sumber: Jones KM1
2.8.7 Mengkoordinasikan Penekanan Dada dan Pernapasan
Setelah memberikan 2 kali nafas, segera beri 30 kompresi. Penolong harus terus memberikan 30 kompresi dan 2 nafas selama sekitar 2 menit (sekitar 5 siklus) sebelum meninggalkan korban untuk mengaktifkan sistem tanggap darurat dan mendapatkan Automathic external defibrillator ( AED) jika berada di dekatnya. Rasio kompresi-ventilasi yang ideal pada bayi dan anak-anak tidak diketahui. Jika ada 2 penolong, seseorang harus memulai RJP segera dan yang lain harus mengaktifkan sistem tanggap darurat dan mendapatkan AED.1 21
2.8.8 Defibrilasi Ventrikel
fibrilasi dapat timbul selama resusitasi dan dapat menyebabkan kolaps
secara tiba-tiba.
Ventrikel
fibrilasi dan pulseless venricular tarcycardia dikenali
sebagai shockable rhythms, karena dapat berespon terhadap kejutan listrik (defibrilasi). Besar energi yang dianjurkan untuk pertama kali adalah 2 J/ kg. Jika 1.6
defibrilari masih diperlukan besar energi dapat d itingkatkan menjadi 4 J/kg . 2.8.9 Kapan R JP Dihentikan ? y
Apabila bantuan tiba.
y
Apabila penyelamat lelah
y
Setelah nadi dan nafas spontan kembali
y
Setelah korban dikatakan meninggal oleh dokter
10
2.9 R JP pada Kondisi Khusus 2.9.1 Obstruksi Jalan Nafas oleh Benda Asing ( Tersedak)
Secara epidemiologi lebih dari 90% kematian akibat aspirasi benda asing pada anak < 5 tahun, dimana 65% diantaranya adalah bayi. Cairan adalah penyebab paling umum tersedak pada bayi. Selain itu balon, benda kecil, dan makanan (misalnya, permen, kacang, dan anggur) adalah penyebab paling umum obstruksi jalan napas akibat benda asing pada anak. Tanda-tandanya yaitu anak tiba-tiba jadi gawat nafas disertai batuk, tersedak, stridor (melengking, suara ribut), atau mengi. Karakteristik yang membedakan dari penyebab lain (misalnya croup) adalah kejadiannya tiba-tiba dan tidak adanya demam pendahuluan atau gejala pernafasan.1.6.7369 Bantuan pada Tersedak Benda Asing
Tersedak benda asing dapat menyebabkan obstruksi jalan napas ringan atau berat. Ketika obstruksi saluran napas yang ringan, anak bisa batuk dan membuat beberapa suara. Ketika obstruksi jalan napas yang berat, korban tidak bisa batuk 6.7
atau membuat suara apapun.
22
y
Jika ringan, penolong tidak perlu ikut campur. Biarkan korban untuk membersihkan jalan napas oleh batuk sementara penolong mengamati adanya tanda-tanda perburukan.
y
Jika berat (misalnya, korban tidak dapat membuat suara) maka untuk anak lakukan
Heimlich
manuver sampai obyek keluar atau korban menjadi tidak
responsif. Untuk bayi, berikan 5 tepukan punggung diikuti oleh 5 dorongan dada berulang kali sampai obyek keluar atau korban menjadi tidak responsif. Dorongan perut tidak dianjurkan untuk bayi karena dapat terjadi kerusakan yang relatif besar dan tanpa perlindungan hati. Jika korban menjadi tidak responsif, penolong dan tenaga kesehatan harus melakukan RJP tetapi harus melihat ke dalam mulut sebelum memberikan napas. Jika penolong melihat benda asing, maka usahakan untuk mengeluarkannya. Tenaga kesehatan tidak harus mencongkel dengan jari karena dapat mendorong benda asing tersebut jatuh ke faring dan mungkin merusak orofaring. Tenaga kesehatan harus berusaha untuk mengeluarkan sebuah objek hanya jika mereka dapat melihat itu di tenggorokan. Jika korban masih tidak responsif maka penyelamat harus berusaha melakukan ventilasi dan ikuti dengan penekanan dada. Setelah 30 kompresi dada lihat jika objek dapat dijangkau, maka keluarkan 1.6
dan jika tidak lanjutkan RJP selama 2 menit 2.9.2 Tenggelam
Prognosis tenggelam tergantung pada lama terbenam dalam air, suhu air dan bagaimana RJP segera dilakukan. RJP dimulai setelah korban dikeluarkan dari air. Mulailah dengan secara aman mengeluarkan korban dari air secepat mungkin. Tidak ada bukti bahwa air bertindak sebagai benda asing obstruktif, 6.7
jangan membuang banyak waktu untuk membuang air dari korban.
Mulai RJP dengan membuka jalan napas dan memberikan dua napas efektif diikuti dengan penekanan dada, jika penolong sendiri, lanjutkan dengan lima siklus (sekitar 2 menit) dari kompresi dan ventilasi sebelum mengaktifkan sistem tanggap darurat dan mendapatkan AED. Jika ada dua orang penolong, penyelamat kedua langsung untuk mengaktifkan sistem tanggap darurat segera
23
dan mendapatkan AED (jika sesuai), sementara penolong yang satu terus melakukan RJP.6.7
Gambar 2.13 Manuver Heimlich pada Anak yang Berdiri
Sumber: Jones KM1
Gambar 2.14 Abdominal Thrust
Sumber: Jones KM1
24
Gambar 2.15 Back Blows pada Bayi Muda
Sumber: Jones KM1
Gambar 2.16 Chest Thrust pada Bayi Muda
Sumber: Jones KM1
2.9.3 Anak yang B utuh Perawatan Khusus
Anak-anak yang butuh perawatan khusus adalah mereka dengan komplikasi akibat kondisi kronik misalnya, obstruksi dari trakeostomi, kegagalan teknologi pendukung (misalnya, malfungsi ventilator) dan progresi dari penyakit yang mendasar. Perawatan sering menjadi rumit karena kurangnya informasi medis, rencana terapi yang komprehensif dan kurangnya keterangan mengenai tatacara resusitasi seperti Do Not Attempt Resuscitation (DNAR) atau Allow Natural Death (AND). Orang tua dan petugas kesehatan dianjurkan untuk menyimpan data informasi medis mengenai anak yang butuh
25
perawatan khusus dirumah, di tempat pelayanan kesehatan dan di tempat penitipan anak.6.7 2.9.4 Ventilasi dengan Trakeostomi atau Stoma
Semua orang yang terlibat dalam
pengasuhan anak dengan
trakeostomi (orang tua, perawat, dan petugas pelayanan kesehatan) harus mengetahui cara menilai patensi jalan napas, membersihkan jalan napas, dan mengganti selang trakeostomi, serta melakukan RJP dengan menggunakan 6.7
jalan napas buatan.
Gunakan selang trakeostomi untuk ventilasi dan pastikan patensi jalan nafas serta ventilasi yang adekuat dengan dada.
memperhatikan pengembangan
Jika selang trakeostomi tidak memberikan ventilasi yang
efektif
bahkan setelah penyedotan (suction), ganti selang trakeostominya. Gunakan teknik ventilasi alternatif seperti bag-mask ventilation apabila dada masih 6.7
tidak mengembang. 2.9.5 Trauma
Prinsip-prinsip resusitasi bantuan
hidup dasar
pada anak dengan
trauma sama dengan anak yang sakit (tanpa trauma), tetapi beberapa aspek harus diperhatikan yaitu ; y
Cegah obstruksi jalan napas akibat fragmen gigi, darah, atau sumbatan lainnya. Jika perlu gunakan suction.
y
Hentikan
semua perdarahan eksternal dengan penekanan.
y
Apabila dicurigai terjadinya trauma servikal,
minimalkan pergerakan
leher dan kepala. Buka dan pertahankan jalan napas dengan jaw thrust dan jangan gerakan kepala. Jika jalan nafas tidak terbuka dengan jaw thrust maka gunakan manuver head tilt- chin lift untuk membuka jalan nafas. Jika ada 2 penolong, yang pertama membuka napas dan yang kedua membatasi gerak tulang leher. y
Jika memungkinkan, bawa anak-anak yang trauma berat ke trauma center dengan keahlian pediatrik.
26
BAB III KESIMPULAN
Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan suatu prosedur emegensi yang penting yang bertujuan untuk mengembalikan sirkulasi dan nafas spontan pada keadaan henti jantung dan henti nafas. Pelatihan yang khusus dan adekuat harus diberikan terutama kepada petugaas kesehatan supaya dapat melakukan RJP dengan efek yang optimal. Ini karena dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa hampir separuh dari kompresi yang diberikan adalah tidak adekuat sehingga darah tidak dialirkan. Pemberian RJP dini dapat meningkatkan angka keberhasilan anak untuk hidup tetapi tidak semua anak mendapatkan RJP kualitas tinggi. Untuk itu perlu pelatihan yang khusus supaya petugas kesehatan dapat mengenali kebutuhan RJP sedini mungkin serta memberikan RJP yang berkualitas tinggi untuk meningkatkan angka keberhasilan RJP.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Jones KM. Advanced Paedriatic Life Support, The Practical Approach. 3rd
Ed.
London. BMJ, 2001: p.3-70. 2.
History
of
CPR,
Highlights
of
the
history
of
CPR,
available
at
th
http//www.google.com on 20 august 2011 rd
3. Mcmillan JA. Oski¶s Pediatrics-Principles and Practice. 3
Ed.
Lippincott
Williams and Wilkins Publishers, 1999. 4. Ludwig S. Resuscitation ± Pediatric Basic and Advanced Life Support. In Fleisher
Textbook of Pediatric
Emergency
th
Medicine. 4
Ed.
Lippincott Williams
and Wilkins Publishers, 2000. 5. Mathers LH. Stabilization of Critically Ill Child. In Nelson Textbook of Pediatrics. 6. Berg MD. Pediatric Basic Life Support. In American Guidelines
for
Cardiopulmonary
Resuscitation
and
Heart
Association
E mergency
2010
th
Cardiovascular Care available at http//www.google.com on 17 August 2011. 7. Kleinman ME. Pediatric Basic and Advanced Life Support In International Consensus on Cardiopulmonary Resuscitation and Care
Science
With
Treatment
Emergency
Recommendations,
Cardiovascular available
at
th
http//www.google.com on 17 august 2011. 8. Gomella LG. Emergencies. In Cinician¶s Pocket Reference. 11th Ed. The McGraw Hill
Companies,2007.
9. American
Heart
Association
Resuscitation (CPR) and
Neonatal
Patients:
(AHA)
E mergency
Guidelines
for
Cardiopulmonary
Cardiovascular Care (ECC) of Pediatric and
Pediatric
Basic
Life
Support,
available
th
http//www.google.com on 17 august 2011. th
10. BLS CPR training guide, available at http//www.google.com on 17 august 2011 11. Wichtigkeit
V.
Advancing Resuscitation, Clinical Background of CPR, available th
at http//www.google.com on 22 august 2011.
28
at