EVALUASI FITOKIMIA SIMPLISIA TUMBUHAN OBAT
I.
BAHAN Nama Simplisia
: Rhei radix
Nam Namaa Tumb Tumbuh uhan an : Rheum officinale(Kelembak)
II. PROSE ROSEDU DUR R Golongan
Prosedur
senyawa Serbu erbuk k
simpl impliisia sia
diba dibasa saka kan n
deng dengan an
amm ammoni onia,
kemudian kemudian ditambahkan ditambahkan kloroform, kloroform, digerus digerus kuat-kuat. kuat-kuat. Lapisan kloroform dipipet sambil disaring, kemudian kedalamnya ditambahkan asam klorida 2 N. campuran dikocok kuat-kuat hingga terdapat dua lapisan. Lapisan asam dipipet, kemudian dibagi menjadi 3 bagian: Kepa Kepada da Alkaloid
bagi bagian an
1
dita ditamb mbah ahka kan n
pere pereak aksi si
Maye Mayer. r.
Terj Terjad adin inya ya endap endapan an atau atau keker kekeruha uhan n atau atau endap endapan an berwarna putih, berarti dalam simplisia kemungkinan terkandung alkaloid. Kapada bagian 2 ditambahkan pereaksi Dragendrorff. Terj Terjad adin inya ya endap endapan an atau atau keker kekeruha uhan n diam diamat ati. i. Bila Bila terj terjadi adi keker kekeruah uahan an atau atau enda endapan pan berwa berwarn rnaa jing jingga ga kuni kuning ng,,
bera berarrti
dal dalam
simpl impliisia sia
kem kemungk ungkiinan nan
terkandung alkaloid. Senyawa Polifenolat
Bagian 3 digunakan sebagai blanko. Sejumlah kecil serbuk simplisia dalam tabung reaksi dipanaskan di atas penangas air, kemudian disaring.
Kepada filtrate ditambahkan larutan pereaksi besi (III) klorida. Adanya senyawa fenolat ditandai dengan terjadinya warna hijau-biru hitam hingga hitam. Sejumlah kecil serbuk simplisia dalam tabung reaksi dipanaskan di atas penangas air, kemudian disaring. Tanin
Kepada filtrate ditambahkan larutan gelatin 1%. Adanya senyawa tannin ditandai dengan terjadinya endapan berwarna putih. Sejumlah kecil serbuk simplisia dalam tabung reaksi dicampur dengan serbuk magnesium dan asam klorida 2N. Campuran dipanaskan di atas tangas air, lalu
Flavonoid
disaring.
Kepada
filtrate
dalam
tabung
reaksi
ditambahkan amil alcohol, lalu dikocok kuat-kuat. Adanya flavonoid ditandai dengan terbentuknya warna kuning hingga merah yang dapat ditarik oleh amil alcohol. Serbuk simplisia digerus dengan eter, kemudian dipipet sambil disaring. Filtrate ditempatkan dalam cawan
Monoterpenoid
penguap, kemudian dibiarkan menguap hingga kering.
dan
Kepada hasil pengeringan filtrate ditambahakan larutan
Seskuiterpenoid
vanillin 10% dalam asam sulfat pekat. Terjadinya warna-warna menunjukan adanya senyawa mono dan
Steroid dan
sesquiterpenoid. Serbuk simplisia digerus dengan eter, kemudian dipipet
Triterpenoid
sambil disaring. Filtrate ditempatkan dalam cawan penguap,
kemudian
dibiarkan
menguap
hingga
pengeringan filtrate ditambahkan pereaksi Liebermann Burchard. Terjadinya warna ungu menunjukan adanya senyawa triterpenoid sedangkan warna hijau biru
menunjukan adanya senyawa steroid.
Sejumlah kecil serbuk simplisia dalam tabung reaksi dipanaskan di atas tangas air, kemudian disaring. Senyawa Kuinon
Kepada filtrate ditambahkan larutan KOH 5%. Adanya senyawa kuinon ditandai dengan terjadinya warna kuning hingga merah. Sejumlah kecil serbuk simplisia dalam tabung reaksi dipanaskan di atas tangas air, kemudian disaring. Filtrate dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
Senyawa Saponin
dikocok kuat secara vertical selama sekitar 5 menit. Terbentuknya busa yang mantap dan tidak hilang selama 30 menit dengan tinggi busa minimal 1 cm menunjukan adanya saponin.
III.
DATA PENGAMATAN Sampel: Sonchi Folium 1. Tes Alkaloid Perlakuan Serbuk simplisia + ammonia +
Pengamatan
kloroform → lap. Kloroform dipipet
Terdapat dua lapisan
+ HCl 2N Lap. Asam + pereaksi Meyer Lap. Asam + pereaksi Dragendorff
Larutan jernih Larutan warna merah bata tidak ada endapan
Hasil
-
2. Tes Senyawa Polifenolat, Tanin, dan Kuinon Perlakuan Simplisia dipanaskan
→
Pengamatan Larutan biru
Hasil (+) mengandung
disaring, filtrate + pereaksi
hitam
polifenolat
Larutan tetap
(-) Tidak
kuning oranye
mengandung tanin
→
Larutan warna
(+)
disaring, filtrate + KOH 5% Simplisia dipanaskan
merah ungu Busa persisten
Mengandung kuinon
besi (III) klorida Simplisia dipanaskan
→
disaring, filtrate + gelatin 1% Simplisia
Simplisia
dipanaskan
dipanaskan
→
selama 20 menit
disaring, filtrate dikocok kuat selama 5 menit
dan setelah
(+)mengandung saponin
penambahan asam
3. Tes Monoterpen dan Seskuiterpenoid Ekstrak
Perlakuan simplisia diuapkan
Pengamatan
Hasil
Terbentuk warna merah
+
+
vanillin 10% dalam asam sulfat pekat
4. Tes Flavonoid Perlakuan Simplisia + serbuk Mg + HCl 2N Camp. Dipanaskan Simplisia dipanaskan → disaring, filtrate + amil alcohol, dikocok kuat-kuat
Pengamatan
Hasil
Larutan warna kuning tertarik oleh amil
+
alkohol
5. Tes Steroid dan Triterpenoid Perlakuan
Pengamatan
Hasil
Lapisan kering ekstrak etanol + dietil eter
Tidak ada warna
+ pereaksi L-B I.
yang terjadi
-
DISKUSI DAN PEMBAHASAN Untuk identifikasi kandungan senyawa-senyawa kimia yang terkandung
dalam simplisia tanaman obat dilakukan evaluasi fitokimia yang menggunakan prinsip perubahan warna yang terjadi setelah ditambahkan pereaksi. Simplisia tanaman obat yang diuji adalah Rhei radix atau akar kelembak. Untuk mengetahui adanya senyawa alkaloid dalam tanaman yang diidentifikasi, maka tanaman tersebut perlu direaksikan dengan suatu pereaksi yang mengandung logam berat. Hal yang pertama kali dilakukan adalah serbuk simplisia dibasakan dengan amonia 10 %. Hal ini dilakukan untuk membentuk alkaloid bentuk basa yang bersifat nonpolar. Setelah itu ditambahkan kloroform dengan tujuan untuk melarutkan alkaloid karena pada umumnya basa bebas alkaloid tidak larut dalam pelarut organik. Kemudian simplisia yang telah ditambahkan kloroform digerus kuatkuat agar semakin banyak alkaloid yang keluar dari simplisia. Lapisan kloroform kemudian dipipet sambil disaring sehingga yang diperoleh hanya berupa zat-zat yang larut dalam kloroform dan diharapkan banyak mengandung alkaloid. Setelah itu ke dalamnya ditambahkan HCl 2 N. Penambahan HCl ini dimaksudkan untuk membentuk garam pertama, dimana apabila direaksikan dengan suatu asam akan membentuk garam dan ini merupakan dasar untuk identifikasi alkaloid. Campuran tersebut dikocok kuat-kuat hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan asam yang terbentuk dipipet, kemudian dibagi menjadi 3 bagian. Filtrat bagian I ditambahkan dengan pereaksi Mayer yang mengandung kalium ioda dan raksa (II) klorida. Apabila terjadi kekeruhan atau endapan putih menunjukkan adanya alkaloid. Dari hasil percobaan terlihat bahwa setelah filtrat tersebut ditambahkan pereaksi Mayer tidak terbentuk endapan putih. Hal tersebut menunjukkan bahwa simplisia tidak mengandung senyawa alkaloid. Filtrat bagian II ditambahkan pereaksi Dragendorff yang di dalamnya terkandung Bismuth subnitrat,
dan raksa (II) klorida. Apabila pada simplisia terbentuk endapan jingga coklat maka hal tersebut menunjukkan adanya alkaloid. Dari hasil percobaan yang diamati pada simplisia setelah ditambahkan pereaksi Dragendorff tidak terjadi endapan jingga coklat, maka dari hasil tersebut dipastikan bahwa pada simplisia tidak terkandung senyawa alkaloid. Sedangkan filtrat bagian III yang telah dipisahkan digunakan sebagai blanko, yaitu sebagai kontrol negatif reaksi golongan ini. Pada simplisia yang mengandung alkaloid dengan logam berat akan membentuk garam ganda dan dapat membentuk kompleks yang tidak larut dengan pasangan elektron bebas dari nitrogen yang akan mengendap. Untuk membuktikan apabila terjadi endapan yang terbentuk berasal dari alkaloid yang terkandung pada simplisia merupakan senyawa alkaloid, maka simplisia yang telah direaksikan ditambahkan beberapa tetes etanol. Apabila endapan pada simplisia tidak larut maka simplisia tersebut kemungkinan mengandung senyawa alkaloid. Namun sebaliknya jika endapan yang tebentuk setelah ditambahkan tetesan etanol menjadi larut maka simplisia tersebut tidak mengandung alkaloid. Hal ini disebabkan karena rumus struktur umum alkaloid mengandung nitrogen. Prosedur kedua yang dilakukan adalah uji untuk menentukan ada tidaknya senyawa polifenolat yang terkandung pada simplisia Serbuk simplisia dalam jumlah kecil dimasukkan dalam tabung reaksi yang kemudian dipanaskan dan disaring. Pemanasan ini dilakukan dilakukan untuk memudahkan pelarutan zat yang akan diuji, yaitu senaywa polifenolat yang bersifat polar sehingga dengan dilakukannya pemanasan air sebagai pelarut akan bertambah kepolarannya dan zat-zat yang bersifat non polar tidak akan ikut terlarut di dalamnya. Filtrat kemudian ditambahkan larutan FeCl3. Hasilnya ialah larutan yang tadinya berwarna kuning berubah menjadi larutan berwarna biru-hitam. Terbentuknya larutan yang berwarna biru-hitam maka simplisia tersebut mengandung senyawa polifenolat. Perubahan warna tersebut terjadi karena gugus fenol dapat memberikan warna biru-hitam yang terbentuk dari fenolat dengan larutan pereaksi FeCl3.
Sebenarnya pada skrining menggunakan FeCl3 bisa berlaku juga pada tanin, namun untuk membedakannya antar polifenolat dengan tanin yaitu dengan ditambahkannya larutan gelatin. Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah uji untuk menentukan ada tidaknya senyawa tanin yang terkandung pada simplisia. Proses skrining tannin ini didasarkan atas kemampuan tannin membentuk kopolimer mantap dengan protein yang tidak larut air sehingga terbentuklah endapan putih. Pada uji tanin, simplisia tumbuhan dipanaskan di atas penangas air dalam tabung reaksi. Proses pemanasan ini dilakukan untuk menarik zat aktif yang terkandung dalam tumbuhan Dalam hal ini protein yang digunakan adalah gelatin 1%. Jika terbentuk endapan yang berwarna putih maka diperkirakan simplisia tersebut mengandung senyawa tanin. Perubahan warna tersebut terjadi karena tanin telah terkondensasi dengan pemanasan yang kemudian jika direaksikan dengan gelatin 1 % akan menyebabkan beberapa ikatan karbon penghubung satu flavon pada tanin akan terputus dan dibebaskanlah monomer-monomernya sehingga akan terbentuk endapan. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa setelah ditambahkan larutan pereaksi gelatin 1 % ke dalam tabung reaksi tidak terjadi endapan putih. Hal ini menunjukkan bahwa pada simplisia tidak terkandung senyawa tanin. Hal selanjutnya yang dilakukan adalah identifikasi flavonoid. Serbuk simplisia mula-mula direaksikan dengan serbuk magnesium dalam tabung reaksi kecil dan dicampur dengan HCl 2 N. Pada saat pencampuran ketiga bahan ini terbentuk gelembung-gelembung menyerupai busa. Ini merupakan hasil reaksi dari serbuk magnesium dan HCl yang menghasilkan gas H2 melalui persamaan reaksi Mg + 2 HCl
MgCl2 + H2
Campuran ini kemudian dipanaskan di atas penangas air selama 30 menit lalu disaring. Pemanasan dimaksudkan untuk memberikan energi untuk proses reduksi flavonoid oleh gas H2 yang telah dihasilkan sebelumnya. Hasil reaksi reduksi ini membuat flavonoid dapat ditarik oleh amil alkohol.
Setelah dipanaskan selama30 menit, campuran dalam tabung reaksi ini kemudian disaring . Filtrat yang diperoleh kemudan ditambahkan amil alkohol. Warna yang terbentuk adalah kuning dan warna ini dapat ditarik oleh amil alkohol yang menandakan bahwa Rhei radix mengandung flavonoid. Prosedur
selanjutnya
yang
digunakan
adalah
pengujian
senyawa
monoterpenoid dan sesquiterpenoid yang kemungkinan terkandung dalam simplisia. Serbuk simplisia yang digerus dalam mortir lalu ditambahkan eter dalam ruang terbuka, untuk menghindari uap eter yang dapat memberikan efek hipnotik terhadap yang menghirupnya. Setelah itu dikeringkan dan tambahkan vanillin 10% dalam H2SO4 pekat. Hasilnya adalah larutan menghasilkan warna-warna yaitu merah. Ini menunjukkan bahwa simplisia terdapat metabolit sekunder golongan mono dan sesquiterpenoid. Senyawa monoterpenoid dan seskuiterpenoid, merupakan salah satu kandungan dalam minyak atsiri yang bersifat mudah menguap. Senyawa ini dapat diketahui keberadaanya dengan terbentuknya warna-warna setelah penambahan pereaksi anisaldehid-asam sulfat atau vanillin-asam sulfat terhadap sample yang telah disari dengan eter yang kemudian disaring dan diuapkan sari eternya. Pada tahap ini, dengan
adanya penambahan vanillin-asam
sulfat,
reaksinya
positif
dengan
dihasilkannya warna-warna seperti, merah, coklat kemudian ungu. Untuk skrining fiokimia ini ada tahap penggerusan simplisia, yang dimaksudkan untuk merusak dinding sel-sel tumbuhan serta untuk memperluas kontak permukaan antara simplisia dengan cairan penyari, sehingga proses penarikan komponen zat kimia yang terkadung dalam simplisia dapat lebih maksimal. Karena pada umumnya proses penyarian akan bertambah baik bila luas permukaan simplisia yang bersentuhan dengan cairan penyari makin luas. Namun demikian, penggerusan simplisia juga tidak boleh terlalu halus karena proses penyarian dipengaruhi pula oleh sifat fisikokimia simplisia itu sendiri. Lagipula simplisia yang terlalu halus akan berakibat : ruang antar serbuk simplisia berkurang sehingga cairan tidak dapat tembus dan hal ini dapat mempersulit penyaringan karena butir-buir halus membentuk
suspensi yang sulit dipisahkan dengan cairan penyari serta dapat juga mengakibatkan dinding sel pecah sehingga zat yang tidak diinginkan ikut dalam penyarian. Prosedur awal yang sama seperti pada identifikasi mono dan sesquiterpenoid juga dilakukan untuk identifikasi steroid dan triterpenoid, hanya terdapat perbedaan pada penambahan pereaksi. Langkah pertama serbuk simplisia digerus dengan eter untuk melarutkan steroid dan triterpenoid yang diperkirakan terkandung pada simplisia. Penggerusan ini dilakukan agar simplisia bersifat lunak yaitu untuk memecah sel-sel dengan tujuan untuk membantu pelarut agar dapat menarik senyawa yang akan diuji. Kemudian filtrat dipipet dan disaring. Penyaringan dilakukan dengan meletakkan sejumlah kapas di atas simplisia yang telah digerus dengan eter untuk mempermudah proses penyaringan. Hasil penyaringan tersebut (filtrat) ditempatkan dalam cawan penguap, kemudian dibiarkan menguap hingga kering. Setelah kering, ke dalam residu diteteskan larutan pereaksi Liebermann Burchard. Hasil yang positif ditunjukkan secara spesifik, terjadinya warna ungu pada filtrat menunjukkan adanya senyawa golongan triterpenoid, sedangkan apabila terbentuk warna biru hijau maka hal itu menunjukkan bahwa pada simplisia terkandung senyawa golongan steroid. Senyawa dari
pereaksi
Liebermann Burchard memliliki
kemampuan
untuk
membentuk suatu senyawa yang memiliki gugus kromofor. Hasil pengamatan menunjukkan reaksi yang negatif, yaitu setelah ditambahkan larutan pereaksi Liebermann Burchard
ke dalam residu tidak terbentuk warna. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pada simplisia tidak terkandung senyawa metabolit sekunder golongan steroid. Prosedur selanjutnya adalah uji untuk mengidentifikasi adanya senyawa kuinon pada simplisia. Sejumlah kecil serbuk simplisia dalam tabung reaksi ditambahkan beberapa tetes aquadest. Kemudian tabung reaksi tersebut dipanaskan di atas penangas air selama beberapa menit, seetelah itu filtrat disaring. Setelah disaring, ke dalam filtrat ditambahkan larutan KOH 5 % dimana hasil reaksi yang terjadi yaitu filtrat berwarna coklat. Hal ini disebabkan karena pada reaksi ini terjadi oksidasi senyawa dengan inti aromatik monosiklik dan polisiklik sehingga akan terbentuk
senyawa dengan berat molekul tinggi. Selain itu perubahan warna ini juga dapat terjadi karena sifat kimia dari kuinon yang cenderung untuk menambahkan nukleofil. Kuinon merupakan senyawa yang memiliki kromofor. Hasil yang positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna kuning hingga merah yang menunjukkan adanya senyawa golongan kuinon pada simplisia. Dari hasil pengamatan terbentuk warna merah keunguan yang menunjukkan bahwa pada simplisia ini terkandung adanya senyawa golongan kuinon. Prosedur terakhir yang dilakukan adalah uji untuk mengidentifikasi adanya senyawa saponin yang diperkirakan terdapat pada simplisia. Sejumlah kecil serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan air sedikit dan kemudian dipanaskan lalu disaring. Filtrat dibiarkan mendingin dahulu. Setelah dingin, filtrat dikocok kuat-kuat ± 30 detik secara vertikal, kemudian busa akan tetap persisten bila ditambahkan asam. Pada percobaan ini timbul busa yang persisten. Hal ini menunjukan bahwa pada Rhei radix terdapat senyawa saponin.
VII. Kesimpulan Pada simplisia kelembak ( Rhei radix) ini mengandung golongan senyawa : -
Senyawa Polifenolat
-
Saponin
-
Mono & Sesquiterpenoid
-
Flavonoid
-
Kuinon
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. RHEUM OFFICINALE BAILL. http://www.warintek.ristek.go.id. , diakses tanggal 6 Maret 2009
Davidson, R.L. 1980. Handbook of Water Soluble Gums ang Resins. McGraw-Hill Book Co. New York. Harborne,J.B.1984. Metode Fitokimia. Penerbit ITB Press:Bandung. Manitto.1992. Biosintesis Produk Alam. Penerjemah Koensoemardya. Penerbit IKIP press:Semarang Markham,K R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung : ITB Petersen, M.D. . 2005. Rheum Officinale. http:// www.henriettesherbal.com. , diakses tanggal 6 Maret 2009