BAB I PENDAHULUAN
A. LATA LATAR R BEL BELAK AKAN ANG G Hipertiroid merupakan keadaan atau sindroma klinik karena adanya kelainan-kelainan atau perubahan-perubahan fisiologis dan biokimia yang komple kompleks ks dari dari jaringa jaringan, n, sebaga sebagaii akibat akibat kenaik kenaikan an kadar kadar hormon hormon tiroid tiroid dalam sirkulasi. Penyakit ini disebabkan oleh produksi antibodi terhadap reseptor TSH yang merangsang pembentukan hormon tiroid berlebih. Jumlah penderita penyakit hipertiroid di seluruh dunia pada tahun 1960 diperkirakan 200 juta jiwa. Sebanyak 12 juta di antaranya terdapat di Indonesia. Angka kejadian hipertiroid yang didapat dari beberapa klinik di Indonsia berkisar antara 44,44% — 48,93% dari seluruh penderita dengan penyakit kelenjar gondok. Di AS diperkirakan 0,4% populasi menderita hipertiroid, biasanya sering pada usia di bawah 40 tahun. Distribusi jenis kelamin dan umur pada penyakit hipertiroidi amat bervariasi dari berbagai klinik. Perbandingan wanita dan laki-lakiyang didapat di RSUP Palembang adalah 3,1 : 1, di RSCM Jakarta adalah 6 : 1, di RS. Dr.Soetomo Surabaya 8 : 1 dan di RSHS Bandung 10 :1. Usia paling rawan terkena penyakit ini 20-49 tahun, dan puncak pada 60-69 tahun. B. TUJU TUJUAN AN PENU PENULI LISA SAN N Pembua Pembuatan tan tinjau tinjauan an pustak pustakaa ini bertuj bertujuan uan untuk untuk memper memperdal dalam am pemahaman
mengenai
penyakit
hepatitis
A
serta
mengetahui
penatalaksanaan yang tepat sesuai indikasi.
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI Hipertiroidisme
atau
tirotoksikosis
adalah
manifestasi
klinis
kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. B. KLASIFIKASI a. Goiter Toksik Difusa (Graves Disease) Graves disease adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem kekebalan tubuh dimana zat antibodi menyerang kelenjar tiroid, sehingga menstimulasi kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon tiroid terus menerus. Graves disease lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria, gejalanya dapat timbul pada berbagai usia, terutama pada usia 20 ± 40 tahun. Faktor keturunan juga dapat mempengaruhi terjadinya gangguan pada sistem kekebalan tubuh dimana zat antibodi menyerang sel dalam tubuh itu sendiri. b. Nodular Thyroid Disease Pada kondisi ini biasanya ditandai dengan kelenjar tiroid membesar dan tidak disertai dengan rasa nyeri. Penyebab pastinya belum
diketahui.
Tetapi
umumnya
timbul
seiring
dengan
bertambahnya usia.
2
c. Sub acute Thyroiditis Ditandai dengan rasa nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan inflamasi, dan mengakibatkan produksi hormon tiroid dalam jumlah besar ke dalam darah. Umumnya gejala menghilang setelah beberapa bulan, tetapi bisa timbul lagi pada beberapa orang. d. Postpartum Thyroiditis Timbul pada 5 ± 10% wanita pada 3 ± 6 bulan pertama setelah melahirkan dan terjadi selama 1 -2 bulan. Umumnya kelenjar akan kembali normal secara perlahan-lahan. C. ETIOLOGI Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves, suatu penyakit tiroid autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan hormon yang berlebihan. D. PATOGENESIS Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang menyerupai´ TSH, Biasanya bahan-bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang disebut TSI ( Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor membranyang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan-bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid yang
3
disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior. E. PATOFISIOLOGI Hipertiroid adalah suatu keadaan klinik yang ditimbulkan oleh sekresi berlebihan dari hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Didapatkan pula peningkatan produksi triiodotironin (T3) sebagai hasil meningkatnya konversi tiroksin (T4) di jaringan perifer. Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel kedalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Setiap sel juga meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal. Dengan meningkatnya kadar hormon ini maka metabolisme jaringan, sintesa protein dan lain-lain akan terpengaruh, keadaan ini secara klinis akan terlihat dengan adanya palpitasi, takikardi, fibrilasi atrium, kelemahan, banyak keringat, nafsu makan yang meningkat, berat badan yang menurun. Kadang-kadang gejala klinis yang ada hanya berupa penurunan berat badan, payah jantung, kelemahan otot serta sering buang air besar yang tidak diketahui sebabnya. F. MANIFESTASI KLINIS Pada individu yang lebih muda manifestasi yang umum termasuk palpitasi, kegelisahan, mudah lelah dan diare, banyak keringat, tidak tahan panas, dan senang dingin. Sering terjadi penurunan berat badan jelas,
4
tanpa
penurunan
nafsu
makan.
Pembesaran
tiroid,
tanda-tanda
tirotoksikosis pada mata, dan takikardi ringan umumnya terjadi. Kelemahan oto tdan berkurangnya massa otot dapat sangat berat sehingga pasien tidak dapat berdiri dari kursi tanpa bantuan. Pada anak-anak terdapat pertumbuhan cepat dengan pematangan tulang yang lebih cepat. Pada pasien diatas 60 tahun, manifestasi kardiovaskuler dan miopati sering lebih menonjol. Keluhan yang paling menonjol adalah palpitasi, dispneu d`effort , tremor, nervous dan penurunan berat badan Penderita hipertiroidisme memiliki bola mata yang menonjol yang disebut dengan eksoftalmus, yang disebabkan oleh edema daerah retroorbita dan degenerasi otot-otot ekstraokuli. Penyebabnya juga diduga akibat
proses
autoimun.
Eksoftalmus
berat
dapat
menyebabkan
teregangnya N. Optikus sehingga penglihatan akan rusak. Eksoftalmus sering menyebabkan mata tidak bisa menutup sempurna sehingga permukaan epithel menjadi kering dan sering terinfeksi dan menimbulkan ulkus kornea. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses
metabolisme
yang
menyimpang
ini,
terkadang
penderita
hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang
5
abnormal. Nadi yang takikardi atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler. Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar. Pada beberapa kasus ditemukan payah jantung, sedangkan tandatanda kelainan tiroid sebagai penyebab hanya sedikit. Payah jantung yang tidak dapat diterangkan pada umur pertengahan harus dipikirkan hipertiroidisme, terutama bila ditemukan juga curah jantung yang tinggi atau atrium fibrilasi yang tidak dapat diterangkan. Pada usia lanjut ada baiknya dilakukan pemeriksaan rutin secara berkala kadar tiroksin dalam darah untuk mendapatkan hipertiroidisme dengan gejala klinik justru kebalikan dari gejala-gejala klasik seperti pasien tampak tenang, apatis, depresi dan struma yang kecil. G. PENEGAKAN DIAGNOSIS Gambaran klinik hipertiroidi dapat ringan dengan keluhan-keluhan yang sulit dibedakan dari reaksi kecemasan, tetapi dapat berat sampai mengancam jiwa penderita karena timbulnya hiperpireksia, gangguan sirkulasi dan kolaps. Keluhan utama biasanya berupa salah satu dari meningkatnya nervositas, dada berdebar atau kelelahan. Penegakan diagnosis pada penyakit ini telah dikerjakan dengan indeks Wayne dan New Castle yang didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan teliti. Berikut ini adalah 2 tabel yang berisi indeks Wayne dan indeks New Castle.
6
a. Indeks Wayne : Gejala Sesak nafas
skor 1
Palpitasi Mudah lelah Senang hawa panas Senang hawa dingin
2 2 -5 5
Keringat berlebihan Gugup
3 2
Nafsu makan meningkat Nafsu makan turun Berat badan naik Berat badan turun
3
tanda Pembesaran pada tiroid Bruit pada tiroid Eksoftalmus Retraksi palpebral Palpebral terlambat Hiperkinesis Telapak tangan lembab Nadi < 80x/menit
-3 Nadi > 90x/menit -3 Fibrilasi atrial 1 Tabel 1. Indeks Wayne
ada 3
Tidak ada -3
2 2 2 4
-2
2 1
-2
-3 3 4
-2
Hasil skor: <11 = eutiroid 11-18 = normal >18 = hipertiroid
b. Indeks New Castle No 1
Item Onset
2
Psychology precipitant
3
Frequent checking
4
Kecemasan yang berlebihan
5
Peningkatan nafsu makan
Derajat 15-24 tahun 25-34 tahun 35-44 tahun 45-54 tahun >55 tahun Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak
Skor 0 4 8 12 16 -5 0 -3 0 -3 0 5 0 7
6
Goiter
Ada Tidak Bruit tiroid Ada Tidak Eksoftalmus Ada Tidak Retraksi palpebra Ada Tidak Hiperkinesis Ada Tidak Tremor pada jari Ada Tidak Nadi >90 x/menit 80-90 x/menit <80 x/menit Tabel 2. Indeks New Castle
7 8 9 10 11 12
3 0 18 0 9 0 2 0 4 0 7 0 16 8 0
Skor: Eutiroid : -11 sampai +23 Kemungkinan hipertiroid : +24 sampai +39 Pasti hipertiroid : +40 sampai +80 H. PENATALAKSANAAN 1. Non farmakologis a. Istirahat Pasien harus beristirahat apabila hipertiroid yang dialami dalam keadaan berat. Hal ini dimaksudkan supaya metabolisme pasien tidak makin meningkat. b. Diet Diet tinggi protein dan tinggi kalori harus diberikan supaya keseimbangan nutrisi pada pasien tetap terjaga. c. Informasi
8
Informasikan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang diderita pasien. Sebaiknya pasien juga paham mengenai kondisi kesehatan pasien saat ini dan yang akan datang. 2. Farmakologis a.
Obat antitiroid. Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah thionamide, yodium, lithium, perchlorat danthiocyanat. Obat yang sering dipakai dari golongan thionamide adalah propylthiouracyl (PTU), 1 - methyl - 2 mercaptoimidazole (methimazole, tapazole, MMI), carbimazole. Obat ini bekerja menghambat sintesis hormon tetapi tidak
menghambat
sekresinya,
yaitudengan
menghambat
terbentuknya monoiodotyrosine (MIT) dan diiodotyrosine (DIT), serta menghambat coupling diiodotyrosine sehingga menjadi hormon yang aktif. PTU juga menghambat perubahan T4 menjadi T3 di jaringan tepi, serta harganya lebih murah sehingga pada saat ini PTU dianggap sebagai obat pilihan. Dosis obat antitiroid dimulai dengan 300 ± 600 mg perhari untuk PTU atau 30 ± 60 mg per hariuntuk MMI/carbimazole, terbagi setiap 8 atau 12 jam atau sebagai dosis tunggal setiap 24 jam. Dalam satu penelitian dilaporkan bahwa pemberian PTU atau carbimazole dosis tinggi akan memberi remisi yang lebih besar. Efek samping ringan berupa kelainan kulit misalnya gatalgatal, skin rash dapatditanggulangi dengan pemberian anti histamin
9
tanpa perlu penghentian pengobatan. Dosisyang sangat tinggi dapat menyebabkan hilangnya indera pengecap, cholestatic jaundicedan kadang-kadang agranulositosis (0,2 - 0,7%), kemungkinan ini lebih besar pada penderita umur di atas 40 tahun yang menggunakan dosis besar. b. Yodium Pemberian yodium akan menghambat sintesa hormon secara akut tetapi dalam masa 3minggu efeknya akan menghilang karena adanya escape mechanism dari kelenjar yang bersangkutan, sehingga
meski
sekresi
terhambat
sintesa
tetap
ada.
Akibatnyaterjadipenimbunan hormon dan pada saat yodium dihentikan menghebat.
timbul
sekresi
Pengobatan
berlebihan
dengan
dangejala
yodium
(MJ)
hipertiroidi digunakan
untuk memperoleh efek yang cepat seperti pada krisis tiroid atau untuk persiapan operasi.Sebagai persiapan operasi, biasanya diguna-kan
dalam
bentuk
kombinasi.
Dosis
yangdiberikan
biasanya 15 mg per hari dengan dosis terbagi yang diberikan 2 minggu sebelum dilakukan pembedahan. c. Penyekat beta blocker Terjadinya keluhan dan gejala hipertiroidi diakibatkan oleh adanya
hipersensitivitas
padasistim
simpatis.
Meningkatnya
rangsangan sistem simpatis ini diduga akibat meningkatnya kepekaan reseptor terhadap katekolamin. Penggunaan obat-obatan golongan simpatolitik diperkirakan akan menghambat pengaruh
10
hati.
Reserpin,
merupakan
obat
guanetidin yang
dan
masih
penyekat beta digunakan.
(propranolol)
Berbeda
dengan
reserpin/guanetidin, propranolol lebih efektif terutama dalam kasus-kasus yang berat. Di samping pengaruh pada reseptor beta, propranolol dapat menghambat konversi T4 ke T3 di perifer. Bila obat tersebut dihentikan, maka dalam waktu ± 4 - 6 jam hipertiroid dapat kembali lagi. d. Ablasi kelenjar gondok Indikasi utama untuk melakukan tindakan pembedahan adalah mereka yang berusia muda dan gagal atau alergi terhadap obat-obat antitiroid. Tindakan pembedahan berupa tiroidektomi subtotal juga dianjurkan pada penderita dengan keadaan yang tidak mungkin diberi pengobatan dengan I (wanita hamil atau yang merencanakan kehamilan dalamwaktu dekat). Indikasi lain adalah mereka yang sulit dievaluasi pengobatannya, penderitayang keteraturannya minum obat tidak terjamin atau mereka dengan struma yang sangat besar dan mereka yang ingin cepat eutiroid atau bila strumanya diduga mengalami keganasan, dan alasan kosmetik. Untuk persiapan pembedahan dapat diberikan kombinasi antara thionamid, yodium atau propanolol guna mencapai keadaan eutiroid. I.
PROGNOSIS
11
Hipertiroid yang disebabkan oleh goiter multinodular toksik dan toksik adenoma bersifat permanen dan biasanya terjadi pada orang dewasa. Setelah kenormalan fungsi tiroid tercapai dengan obat-obat antitiroid, direkomendasikan untuk menggunakan iodin radioaktif sebagai terapi definitifnya. Pertumbuhan hormon tiroid kemungkinan akan terus bertambah perlahan-lahan selama diterapi dengan obat-obat antitiroid. Namun prognosisnya akan jauh lebih baik setelah diterapi dengan iodin radioaktif.
12
BAB III KESIMPULAN
Penyakit ini disebabkan oleh produksi antibodi terhadap reseptor TSH, yang merangsang pembentukan hormon tiroid berlebih. Tirotoksikosis berat dapat menyebabkan dekompensasi, thyroid storm, ditandai demam, takikardia, hipertensi, kelainan gastrointestinal dan neurologis yang dapat diikuti gagal jantung kongestif, hipotensi dan renjatan dengan akibat fatal. Dalam penanganannya, perlu memonitor pengaruh terapi pada kadar hormon tiroid, sehingga terapi sendiri bukan merupakan faktor presipitasi kelainan tiroid lebih lanjut.
13
DAFTAR PUSTAKA
Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam edisi 13. Jakarta EGC 2000;5:2144-2151 Sjamsuhidayat R, De jong W. Sistem endokrin. Jakarta EGC 2005:2:683-695 Sudoyo AW. 2007. Buku ajar penyakit dalam jilid II edisi IV. Jakarta Pusat Sutjahjo, Ari et al . 2007. Penyakit Kelenjar Gondok. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Airlangga Surabaya : Airlangga University Press.
14