L abor ator tor i um I lmu lmu K eseha sehata tan n A nak nak
R efleksi K asus
F akulta kultass Ke K edokter ter an Universitas Mulawarman
FEBRILE NEUTROPENIA
Oleh : Riska Putri Dewri (1710029007)
Dosen Pembimbing dr. William S.Tjeng, Sp.A
LAB / SMF ILMU KESEHATAN ANAK Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman RSUD Abdul Wahab Sjahranie 2017
1
LEMBAR PERSETUJUAN
FEBRILE NEUTROPENIA
REFLEKSI KASUS
Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian stase Ilmu Kesehatan Anak
Oleh : Riska Putri Dewri (1710029007)
Pembimbing
dr.William S.Tjeng, Sp.A.
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmatNya penulis dapat menyelesaikan Refleksi Kasus tentang
“Febrile “Febrile
Neutropenia”. Neutropenia”. Refleksi Kasus ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan tutorial klinik ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada : 1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. 2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. 3. dr. Hendra, Sp. A, selaku Kepala Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. 4. dr. William S.Tjeng, Sp. A, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan saran selama penulis menjalani co-assistance di Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak, terutama di divisi Respiratologi, Imunologi, dan Alergi. 5. Dosen-dosen klinik dan preklinik FK Universitas Mulawarman khususnya staf pengajar Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak, terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan kepada penulis. 6. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD AWS/FK Universitas Mulawarman dan semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga penyusun mengharapkan men gharapkan kritik dan saran demi penyempurnan tutorial t utorial klinik ini. Akhir kata, semoga tutorial klinik ini berguna bagi penyusun sendiri dan para pembaca. Samarinda, Desember 2017
Penyusun
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... 1 LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... 2 KATA PENGANTAR ........................................................................................ 3 DAFTAR ISI ....................................................................................................... 5 BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 6
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 6 1.2. Tujuan .......................................................................................................... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 7
2.1. Definisi ........................................................................................................... 7 2.2. Epidemiologi ................................................................................................. 7 2.3. Etiologi ........................................................................................................... 8 2.4. Patofisiologi .................................................................................................. 9 2.5. Manifestasi Klinis ......................................................................................... 10 2.6. Diagnosis ...................................................................................................... 13 2.7. Diagnosis Banding........................................................................................ 14 2.8. Komplikasi ................................................................................................... 15 2.9. Penatalaksanaan ........................................................................................... 16 2.10 Prognosis .................................................................................................... 19 2.11.Pencegahan ................................................................................................. 20 BAB III PENUTUP .......................................................................................... 21 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 22
4
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Penanganan suportif pada pasien kanker dengan pemberian kemoterapi telah mengalami kemajuan dalam dua dekade terakhir. Kontribusi dari kemajuan dari
substansi,
termasuk
pemahaman
patofisiologi
dari
efek
samping,
meningkatnya pengetahuan dan meningkatnya perhatian pada resiko dan ketersediaan dari agen baru terhadap pencegahan dan penanganan efek samping. Efek samping dari penanganan kanker yang sistemik dapat akut, sembuh sendiri, mild, kronik, permanen dan berpotensi mengancam nyawa. Meskipun banyak kemajuan telah terjadi tetapi manajemen berlanjut sepenuhnya terletak pada kemampuan untuk bertoleransi terhadap terapi dan efek terhadap kualitas hidup.1,3,10 Febrile neutropenia merupakan sebuah komplikasi yang sering terjadi pada pasien dengan kanker dan telah diteliti lebih dari 30 tahun. Ini merupakan wilayah kanker dengan progresivitas dalam menggunakan terapi suportif sehingga dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas dari infeksi. Sejumlah besar pasien telah mendapat keuntungan dari terapi anti neoplasma yang spesifik dan bahkan dalam jumlah lebih banyak lagi mendapat keuntungan dari pencegahan infeksi atau dari gejala klinis yang berkurang sebagai hasil dari efektivitas profilaksis atau strategi terapi yang adekuat. 1,3,10 Antibiotik spektrum luas secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas dari komplikasi kemoterapi. Assessment yang cepat dan pemberian antibiotik yang adekuat adalah sebuah hal yang sangat penting. Seorang pasien yang akan dikemoterapi seharusnya tidak menunggu dalam jangka waktu yang lama di UGD untuk assessment. Sebuah sistem secara ideal dapat digunakan untuk identifikasi secara cepat dari pasien yang berpotensi febrile neutropenia.1,6,9,10,14 Neutrofil melindungi dari sejumlah bakteri dan jamur yang patogen. Akan tetapi frekuensi dan keganasan infeksi yang disebabkan oleh organisme ini meningkat pada pasien dengan neutropenia. Pada semua pusat terapi kanker,
5
bakteri gram positif lebih sering terisolasi pasien dengan neutropenia dengan infeksi bakterial yang terdokumentasi daripada bakteri gram negatif. Candida sp dan Aspergillus sp tetap merupakan jamur patogen yang paling sering ditemukan.1,3,10 Kemoterapi dan demam kadangkala berhubungan karena demam juga dapat ditemukan pada pasien yang mendapat kemoterapi dan terapi biologi pada flu-like syndrome. Febris yang berhubungan dengan flu-like syndrome biasanya suhunya mencapai 40 0C dan sering menurun seteleah menggigil. Jadi sangat penting pada pasien yang mendapat terapi biologi harus waspada terhadap demam setelah pemberian terapi.1,2,3,5
1.2
TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada kita sebagai dokter untuk memahami manajemen febrile neutropenia. Sehingga untuk selanjutnya, kita dapat memperoleh penanganan yang tepat.
6
BAB II STATUS PASIEN
Allonamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada 14 Desember 2017. Alloanamnesis diberikan oleh ibu pasien. 2.1.
Anamnesis Identitas Pasien
Nama
: An. NAZ
Usia
: 2 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Alamat
: Samarinda
Anak ke
: 1
Identitas Orangtua
Nama Ayah
: Tn. AW
Usia
: 29 tahun
Pekerjaan
: Swasta
Pendidikan Terakhir : S1 Ayah perkawinan ke : 1 Nama Ibu
: Ny. IS
Usia
: 25 tahun
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir : SMA Ibu perkawinan ke
:1
Tanggal MRS
: 6 Desember 2017
Keluhan Utama
Rencana kemoterapi
7
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang awalnya rencana kemoterapi, setelah menjalani kemoterapi dan mendapat tranfusi Leucogen sebanyak 2x, pasien merasakan demam kira-kira selama 1 minggu, demam yang dirasakan naik turun. Pasien mengaku demam mulai turun sekitar 37,1C setelah mendapatkan injeksi paracetamol tetapi 4 jam kemudian demam kembali. Pasien juga mengeluhkan batuk, pilek dan sariawan sejak 3 hari yang lalu, penurunan nafsu makan dan BAB cair sejak 3 hari yang lalu berwarna kuning kehijauan. Pasien mengkonsumsi vitamin, kurma madu, dan kurvit selama 1 minggu terakhir.
Riwayat Penyakit Dahulu
DBD + Anemia usia 9 bulan Leukimia usia 1 tahun
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga lainnya yang memiliki keluhan serupa. Tidak ada riwayat alergi di keluarga.
Riwayat Sosio-ekonomi
1. Pasien tinggal bersama bapak, ibu, dan adiknya. 2. Rumah terbuat dari beton, terdapat 1 ruang tamu, 1 kamar tidur, 1 dapur, kamar mandi dengan wc di dalam rumah. Ventilasi cukup. 3. Jarak rumah satu dengan yang lainnya dekat. 4. Sumber air minum : air yang dimasak. Sumber air untuk MCK : air PDAM. 5. Listrik dari PLN.
Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak :
Berat badan lahir
: 2300 gram
Panjang badan lahir
: 48 cm
Berat badan sekarang
: 12 kg
8
Tinggi badan sekarang
: 85 cm
Gigi keluar
: 11 bulan
Tersenyum
: lupa
Miring
: 1 bulan
Tengkurap
: 3 bulan
Duduk
: lupa
Merangkak
: 8 bulan
Berdiri
: lupa
Berjalan
: 17 bulan
Berbicara 2 suku kata
: 10 bulan
Makan dan minum anak
ASI
: lahir sampai 2 tahun
Susu sapi/ buatan
: sejak 2 tahun
Jenis susu
: Dancow, sekarang SGM
Takaran
: -
Bubur susu
: -
Tim saring
: +
Buah
: +
Lauk dan makan padat
: +
Pemeliharaan Prenatal
Periksa di
: Dokter
Penyakit Kehamilan
: -
Obat-obatan yang sering diminum
: vitamin dan tablet Fe
Riwayat Kelahiran :
Lahir di
: Klinik
Persalinan ditolong oleh
: Bidan
Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan 1 minggu Jenis partus
: Spontan
Pemeliharaan postnatal :
Periksa di
: Dokter, Bidan, Puskesmas
9
Keadaan anak
: Baik
Keluarga berencana
: Ya (suntik dan pil)
Riwayat Imunisasi Dasar
Lengkap
2.2.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 14 Desember 2017
Keadaan umum : Sakit sedang Kesadaran
: GCS E4V5M6
Tanda-tanda vital
Frekuensi Nadi
: 93 x/menit, regular, kuat angkat
Frekuensi Nafas
: 24 x/menit, regular
Suhu
: 37,4oC, aksiler
Tekanan Darah
: 100/70 mmHg
Status gizi
:
Berat badan
: 12 kg
Tinggi Badan
: 85 cm
Regio Kepala/Leher
1. Bentuk kepala normal, rambut berwarna hitam 2. Ubun-ubun besar cekung (-),ubun-ubun besar cembung (-) 3. Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), mata cowong (-/-), sklera ikterik (-/-), sianosis (-), pembesaran kelenjar getah bening (-), pupil anisokor (-), kulit ikterik (-), tampak pucat (+) 4. Pernapasasan cuping hidung (-) 5. Mulut berselaput putih (-)
10
Regio Thorax Paru-paru
1. Inspeksi
: Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris, retraksi intercosta (-)
2. Palpasi
: Pergerakan dada simetris, raba fremitus simetris
3. Perkusi
: Sonor pada seluruh lapang paru
4. Auskultasi
: Suara napas simetris, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
1. Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak
2. Palpasi
: Ictus cordis teraba pada midclavicula line ICS V sinistra
3. Perkusi
: Batas jantung kanan : parasternal line dekstra, Batas jantung kiri : midclavicula line ICS V sinistra
4. Auskultasi
: S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Regio Abdomen
1. Inspeksi
: kontur datar
2. Auskultasi
: Peristaltik (+) kesan normal
3. Perkusi
: Distribusi timpani di keempat kuadran abdomen, shifting dulness (-)
4. Palpasi
:
Soefl,
defans
muskular
(-),
hepatomegali
(-),
splenomegali (-), nyeri tekan (-)
Regio Ekstremitas
1. Inspeksi
: Edema (-), deformitas (-), petekie (+), ikterik (-), spoon nails (-), bintik kehitaman pada kulit ekstremitas bawah (+)
2. Palpasi
: Akral hangat, edema (-), nyeri tekan (-), refleks fisiologis normal, refleks patologis (-)
2.3.
Pemeriksaan Penunjang Darah lengkap: (06/12/2017)
11
Leukosit
: 2.640
Eritrosit
: 318
Hb
: 8.6
Ht
: 24.5
Trombosit
: 40.000
(08/12/2017)
Leukosit
: 2.260
Eritrosit
: 3.71
Hb
: 10.4
Ht
: 29.8
Trombosit
: 165.000
(12/12/2017)
Leukosit
: 0.720
Eritrosit
: 3.42
Hb
: 9.4
Ht
: 28.3
Trombosit
: 230.000
Kimia Darah (12/12/17)
SGOT
: 25
SGPT
: 18
(14/12/17)
Leukosit
: 0.620
Eritrosit
: 3.54
Hb
: 9.5
Ht
: 29.9
Trombosit
: 199.000
(16/12/17)
Leukosit
: 0.300
Eritrosit
: 2.99
Hb
: 8.2
Ht
: 23.6
12
Trombosit
2.4.
: 73.000
Diagnosis
ALL L2 + Febrile Neutropenia
2.5.
Penatalaksanaan
IVFD D5 1/4 NS 1350/24 jam CTM Salbutamol Nystatin 3x1 Inj. Leucogen 5mg/KgBB (2x1) Inj. Cefotaxime 1x800mg Zinc 1x1 tab Gentamicin 2x30mg
13
2.6.
Follow up
HARI/TANGGAL
14 Desember 2017
PEMERIKSAAN
PLANNING
S: demam (+), sariawan, batuk (+), P: pilek (+), muntah (-), tidak mau - CTM 1,2 makan
- Salbutamol
O: komposmentis, BB: 12 kg,
- Inj. Leucogen 5mg/KgBB
Nadi: 92 x/mnt, RR: 22x/mnt, TD: 90/60 mmHg, T:37,8ºC anemis (-/), ikterik (-/-) vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-), abdomen soefl, distensi (-), bising usus (+) N, ekstremitas akral hangat, Hb: 9,5; Leukosit
0,620;
Trombosit:
199.000 A: ALL L2+ Febrile Neutropenia 15 Desember 2017
S: demam (+), batuk (+), pilek (+), P: muntah (-), mau minum tidak mau - CTM 1,2 makan,
- Salbutamol
O: komposmentis, BB: 12 kg,
- Nystatin 3x1ml
Nadi: 90 x/mnt, RR: 24 x/mnt, TD: 100/70 mmHg, T: 37,1ºC anemis (/-), ikterik (-/-) vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-), abdomen soefl, distensi (-), bising usus (+) N, ekstremitas akral hangat A: ALL L2 + Febrile Neutropenia 16 Desember 2017
S: Demam (-), sariawan (+), BAB P: cair kuning kehijauan
14
- CTM 1,2
O: komposmentis, BB: 12 kg, - Salbutamol Nadi: 103 x/mnt, RR: 24 x/mnt, - Nystatin 3x1ml TD:
90/60 mmHg, T: 37,1ºC
anemis (-/-), ikterik (-/-) vesikuler, wheezing
(-/-),
ronkhi
(-/-),
abdomen soefl, distensi (-), bising usus
(+)
N,
ekstremitas
akral
hangat A: ALL L2 + Febrile Neutropenia 18 Desember 2017
S: Demam (+), sariawan (+), BAB P : cair kuning kehijauan O: komposmentis, BB: 12 kg, Nadi: 96 x/mnt, RR: 22 x/mnt, TD: 90/60 mmHg, T: 37,3ºC anemis (-/), ikterik (-/-) vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-), abdomen soefl, distensi (-), bising usus (+) N, ekstremitas akral hangat A: ALL L2 + Febrile Neutropenia
15
- CTM 1,2 - Salbutamol - Nystatin 3x1ml - Inj. Cefotaxime 1x800mg - Zinc 1x1 tab - Gentamicin 2x30mg
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1
DEFINISI
Febrile neutropenia (FN) adalah suatu keadaan pasien ketika suhu tubuhnya melalui temperatur oral mencapai >38,5 oC atau >38,0oC selama 2 jam dan jumlah hitung neutrofil <500 sel/mm 3 atau <1000 sel/mm3 yang diprediksi akan menurun sampai <500 sel/mm 3. Febrile neutropenia merupakan suatu perkembangan
dari
demam,
sering
disertai
tanda-tanda
infeksi,
seperti
neutropenia, dengan jumlah hitung abnormal rendah dari granulosit neutrofil (tipe sel darah putih).1,3,4,5,6,10,11 Neutrofil merupakan salah satu dari tipe dari sel darah putih. Ada lima tipe sel darah putih, yaitu neutrofil, basofil, eosinofil, limfosit dan monosit. Beberapa sel darah putih disebut granulosit, yang dipenuhi oleh granul-granul yang tiap kantong kecil mengandung enzim. Neutrofil, eosinofil dan basofil merupakan granulosit-granulosit yang merupakan bagian dari inisiasi sistem imun. Mereka tidak merespon secara eksklusif terhadap antigen spesifik, sama halnya dengan limfosit-B dan limfosit-T. Neutrofil mengandung enzim yang membantu sel membunuh dan mengolah mikroorganisme yang dikenal dengan fagosit. Neutrofil yang matur memiliki nukleus yang bersegmen-segmen. Sedangkan neutrofil yang immature memiliki nukleus yang berpita. Neutrofil diproduksi di sumsum tulang dan dilepaskan ke saluran darah. Neutrofil memiliki waktu hidup selama 3 hari.1,3,10 White blood cell count (WBC) sejumlah seldarah putih dalam 1 volume darah. Jarak normal WBC bervariasi antara 4300 dan 10800 sel per mikroliter atau milimeter kubik. WBC sama halnya dengan jumlah hitung leukosit dan dapat dengan satuan Internasional Unit 4,3 x 10 9 sampai 10,8 x 10 9 sel per liter. Jumlah persentase dari tipe-tipe sel darah putih yang berbeda dari WBC disebut WBC differential. Absolute Neutrofil Count (ANC) ditentukan dari produk WBC dan fraksi neutrofil terhadap sel darah putih disebut sebagai analisis
differensial
WBC. Sebagai contoh, jika WBC 10000 per mikroliter dan sebanyak 70% adalah
16
neutrofil, maka jumlah ANC adalah 7000 per mikroliter. Jika ANC kurang dari 1500 per mikroliter, maka disebut sebagai neutropenia. Adapun klasifikasi neutropenia.3,10 1. Mild, jika jarak jumlah ANC dari 1000-1500/ mikroLiter 2. Moderate, jika ANC 500-1000/ mikroLiter 3. Severe, jika ANC kurang dari 500/ mikroLiter Hasil
neutropenia
merupakan
meningkatnya
kerentanan
terhadap
terjadinya infeksi bakteri. Derajat resiko terjadinya neutropenia tergantung dari penyebab dan kegawatan dari neutropenia, kondisi medis pasien, ada atau tidaknya pemeriksaan sumsum tulang dan cadangan dari produksi neutrofil. Infeksi yang paling sering terjadi disebabkan oleh bakteri yang tempat normalnya adalah di kulit. (Stphylococcus Aureus) atau dari traktus gastrointestinal dan traktus urinarius. Infeksi jamur juga sering terjadi pada pasien dengan neutropenia. Infeksi terbatas di daerah mulut, genital dan kulit atau dapat menyebar lewat saluran darah sampai ke paru ata u organ lain.10 Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya neutropenia pada pasien dengan kanker dalam pengobatan dengan kemoterapi, yaitu : 3,4,5 1. Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan sumsum tulang tidak dapat bekerja dengan baik menyebabkan menurunnya produksi neutrofil 2. Kanker mempengaruhi sumsum tulang secara langsung, termasuk leukimia, limfoma dan myeloma atau metastase dari kanker 3. Radioterapi juga mempengaruhi sumsum tulang terutama bila mengenai beberapa temapat di tubuh, atau pelvis, abdomen, kaki dan dada Pada 50% kasus dimana infeksi sudah terdeteksi, bakteremia dapat terjadi sebanyak 20% dari semua kasusnya. Febris neutropenia merupakan sebuah kedaruratan medis. Penggunaan antibiotik yang broad spektrum secara signifikan mengurangi morbiditas dan mortalitas dari komplikasi kemoterapi. Penegakkan
17
diagnosis yang cepat dan pemberian antibiotik yang akurat merupakan hal yang sangat penting. Pasien kemoterapi seharusnya tidak menunggu dalam waktu yang lama di ruang gawat darurat hanya untuk penegakkan diagnosis. 3 Pasien dengan keganasan hematologik memiliki risiko yang tinggi terjadi neutropenia. Febris neutropenia merupakan kegawatdaruratan onkologi yang mengancam nyawa yang perlu intervensi antibiotik segera dan evaluasi sepsis. Pasien yang pernah mengalami febris neutropenia setelah kemoterapi, maka akan menjadi risiko tinggi dan seharusnya mendapat CSF (Colony-Stimulating Factor) selama siklus kemoterapi kecuali dosis kemoterapi dikurangi. Bagaimanapuan juga CSF tidak menunjukkan keuntungan dalam menghilangkan penyakit atau keselamatan nyawa.3,4 Hubungan antara neutropenia dan frekuensi dan beratnya infeksi pertama kali ditemukan oleh Bodey dkk 40 tahun yang lalu. Pasien dengan febris neutropenia dapat menumbuhkembangkan dengan cepat infeksi dan komorbid yang serius, sehingga diperlukan terapi antimikroba yang agresif dan suportif, termasuk monitoring yang ketat di rumah sakit. Telah lama diketahui bahwa tidak semua
pasien
dengan
neutropenia
memiliki
risiko
yang
sama
untuk
mengembangkan infeksi yang serius dan/atau komplikasinya. Kemampuan untuk mengetahui episode febris onset awal saat ini sangat terbatas, yang akhirnya mengarah pada kebijakan pemberian terapi antimikroba empiris pada semua pasien dengan febris neutropenia.3 Sindrom “febris neutropenia” telah berkembang dan menjadi sangat mungkin untuk mengidentifikasi pasien risiko rendah dengan keakuratan onset dari episode febris. Kemajuan dari perawatan suportif, termasuk perkembangan obat dan sistem antar telah membuat tenaga medis untuk memikirkan kembali bahwa bukan hanya kemampuan terapi antimikroba empiris saja yang diberikan pada pasien (regimen kombinasi atau monoterapi) dengan febris neutropenia, tapi jalur pemberian obat (parenteral, oral) dan tempat terapi (rumah sakit, rumah) juga perlu diperhatikan.1
18
3.1.1
Pola Demam
Demam sejak lama sangat berhubungan dengan keganasan dan tetap menjadi masalah yang sering terjadi pada pasien dengan kanker. Dengan datangnya terapi sitotoksik, demam pada pasien dengan kanker telah sangat berhubungan dengan infeksi, terutama ketika pasien dengan granulositopenia. Karena demam dapat merupakan satu-satunya gejala infeksi pada pasien dengan neutropenia, tampaknya mengharuskan serial diagnostik dan terapi secara empiris (tanpa mengetahui secara pasti penyebab infeksi). Pendekatan ini berbeda dengan yang biasanya direkomendasikan pada pasien dengan demam tanpa neutropenia. Pertama, sangat penting untuk memutuskan demam yang disebabkan oleh infeksi atau yang lainnya. Kedua, lokasi infeksi dan patogenesis dicari dengan menggunakan teknik mikrobiologi. Ketiga, jika pemeriksaan klinik dan pemeriksaan mikrobiologi yang tepat tersedia, maka pilihan terapi rasional dapat dibuat. Tergantung dari keadaan penyakit akut, langkah diagnostik ini dapat dipercepat, dan kadang-kadang terapi yang hanya dengan perkiraan diberikan pada pasien tanpa neutropenia.3 Jika pemeriksaan untuk diagnostik adalah negatif dan demam tetap ada lebih dari 7 hari, dapat disebut sebagai fever unknown origin (FUO). Pola demam ini biasanya tidak penting untu membuat penyebab diagnosis. Pada pasien dengan kanker, seperti pada pasien yang tidak terdapat keganasan, demam biasanya merupakan konsekuensi dari infeksi. Demam, bagaimanapun juga dapat disebabkan oleh kanker itu sendiri tumor dengan nekrosis, perdarahan, atau pirogen, tapi hal itu semua penyebab paling rendah daripada infeksi. Demam sering dianggap sebagai FUO karena hubungan penyebab langsung antara tumor dan demam tidak jelas.3,12 Pada infeksi yang disebabkan oleh jamur terdokumentasi sekitar 5% pasien neutropenia sebagai penyebab inisial dari episode demam, jumlah itu tidak berubah banyak selama beberapa tahun. Infeksi bakteri dan jamur dapat tumbuh bersama pada pasien neutropenia dan infeksi jamur dapat lebih banyak dan lebih sulit terdata daripada infeksi jamur. Manifestasi infeksi jamur masih tetap ada walapun dilakukan eradikasi terhadap bakteri dengan antibiotik. Telah banyak digunakan amfoterisin B pada pasien dengan granulositopenia dengan demam
19
beberapa hari walaupun dengan pemberian terapi antimikroba dan tidak terdapat bakteremia. Neutropenia terus ada, resiko infeksi jamur meningkat, banyak pasien demam dengan neutropenia disebabkan oleh infeksi jamur. 2,3,6,8 Infeksi virus jarang ditemukan pada pasien dengan neutropenia tanpa imunosupresan setelah transplantasi sumsum tulang. Virus Herpes Simpleks merupakan
pengecualian
karena
menyebabkan
demam
di
awal
setelah
transplantasi. Biasanya pada episode demam pertama, oleh karena itu pada pusat kesehatan yang melakukan transplantasi sumsum tulang diberikan aciklovir profilaksis untuk mencegah infeksi HSV. Aciklovir juga dapat mencegah cytomegalovirus (CMV), walaupun obat yang paling tepat adalah gansiklovir. Cytomegalovirus dapat menyebabkan infeksi, manifestasi yang paling sering dalah pneumonitis interstitial difus. Manifestasi ini biasa terjadi ketika pasien sudah tidak demam lagi tapi masih terjadi imunosupresi yang berat. Demam pada pasien ini biasanya berhubungan dengan gejala pulmoner, dan merupakan sebuah indikasi untuk Bronchoalveolar Lavage (BAL) dan terapi berikutnya setelah pemeriksaan lainnya. Pada banyak pusat kesehatan penanganan pasien dengan transplantasi sumsum tulang, telah menjadi suatu hal yang lazim dilakukan BAL setelah 30 hari setelah transplantasi bahkan pada pasien asimptomatik. Deteksi yang sensitif untuk infeksi CMV dan Pneumocystis Carinii Pneumonia (PCP) telah maju oleh karena penggunaan polymerase chain reaction (PCR) dan pencarian CMV antigenemia, meskipun pemeriksaan BAL merupakan teknik yang paling sensitif. Jika pemeriksaan BAL tidak tersedia atau layak, CMV, P. Carinii harus diberikan gansiklovir pada keduanya dan cotrimoxazole pada pasien dengan imunocompromised dan defek pulmo yang luas. 2,3,8,
Tabel 1. Mikrobiologi Natural pada Febrile Neutropenia
I
III
V
XI
145/453 (32%)
141/582 (24%)
213/749 (28%)
227/958 (23%)
gram
103 (71%)
83 (59%)
78 (37%)
61 (26%)
gram
42 (29%)
58 (41%)
135 (63%)
138 (74%)
Bakteremia/episode tanpa demam Bakteremia negatif Bakteremia
20
positif
Sumber : Supportive Care in Cancer, A Handbook for Oncologists 3.1.2
Demam oleh Kanker
Neoplasma dilaporkan sebagai penyebab tersering timbulnya demam pada pasien kanker, bagaimanapun juga kanker itu sendiri tidak selalu menjadi sumber penyebab demam. Neutropenia dan obstruksi merupakan faktor yang terpenting berhubungan dengan kanker dan terapi yang dapat menyebabkan infeksi dan secara tidak langsung bertanggungjawab terhadap kanker yang menyebabkan demam.3,12 Demam yang disebabkan langsung oleh tumor itu sendiri sebenarnya jarang ditemukan pada pasien neutropenia usia muda dengan leukemia dan limfoma. Pada penelitian yang sama 25% demam terjadi pada pasien tumor padat nongranulositopenia. Pada dua penelitian terdahulu, melaporkan FUO yang memanjang pada 83 pasien kanker, yang kebanyakan tanpa neutropenia. Sekitar 50% febrile disebabkan oleh infeksi. Pada pasien dengan limfoma, tumor bertanggungjawab terhadap febrile yang memanjang sebanyak 69% dengan 17% pada pasien dengan leukimia dan biasanya terjadi neutropenia.3,12
Tabel 2. Episode Febrile Non Infeksius yang disebabkan oleh Kanker
18/26 (69%)
Limfoma Hodgkin’s disease
12/18
Non Hodgkin limfoma
6/8 5/29 (17%)
Leukimia Limfositik akut
3/7
Granulositik akut
2/13
Limfositik kronik
0/4
Granulositik kronik
0/5 13/28 (46%)
Tumor solid Payudara
7/12 (58%)
Kepala leher
2/5
Paru
0/4
21
Ginekologi
2/3
Rhabdomiasarkoma
1/1
Melanoma
0/1
Ginjal
1/1
Prostat
0/1
Sumber : Supportive Care in Cancer, A Handbook for Oncologists
Berbagai tumor solid dapat menyebabkan FUO, jumlah setiap kategori kecil dan tidak ada kesimpulan yang bisa dibuat. Meskipun begitu, demam yang disebabkan oleh tumor ditemukan 7 dari 12 pasien kanker payudara dan hanya 2 dari 9 dengan tumor di paru atau kepala leher. Sebuah ciri yang menyolok dari pasien dengan demam neoplastik adalah ekstensi dan agresivitas dari tumor. Semua limfoma tampak viseral dan atau nodul baru. Semua kasus leukemia adalah relaps. Tumor solid metastase luas dan sering berhubungan dengan keterlibatan ekstensi ke hepar. Keterlibatan hepar sebagai penyebab demam neoplastik telah dilaporkan dahulu, bagaimanapun juga mekanismenya tidak diketahui.3 Bagaimana
cara
limfoma,
renal
carcinoma
dan
beberapa
tumor
menyebabkan demam tidaklah jelas. Meskipun sering disebutkan inflamasi dan nekrosis pada tumor bertanggungjawab terhadap pireksia pada kebanyakan pasien dengan demam neoplastik. Tampaknya sebuah penjelasan tampak ti dak valid pada banyak pasien. Pada kasus ini demam dimediasi oleh sitokin yang sama sebagai pireksia yang lain. Produksi pirogen endogen (interleukin-1) telah dicurigai pada pasien demam dengan Hodgkin’s Disease, namun bagaiman dan cara substansi ini diproduksi masih belum terjawab. 3 Sangat sulit untuk menentukan demam disebabkan oleh neoplasia. Karakteristik klinik mungkin berguna untuk membedakan antara infeksius dan demam neoplastik, pasien yang terinfeksi sering sakit atau bahkan toksik, dengan menggigil, takikardi, dan kemungkinan hipotensi. Pada kasus demam yang berhubungan dengan neoplasia, menggigil dan takikardi sangat minimal terjadi, pasien mungkin merasa baik dan menjadi tidak waspada terhadap pireksia, yang
22
sering intermiten. Bagaimanapun juga kriteria ini tidak cukup untuk menegakkan diagnosis.3 Meskipun diagnosis infeksi melalui pemeriksaan mikrobiologi mengalami kemajuan, tetap membutuhkan waktu dan banyak pasien febrile dengan kanker terutama jika disertai neutropenia, mendapatkan terapi empiris pada infeksi yang tersembunyi, selagi pemeriksaan mikrobiologi sedang dilakukan. 3 Tabel 3. Penyebab demam pada origin yang tidak diketahui
1961
1973
1982
1984
1992
(n=100)
(n=80)
(n=105)
(n=133)
(n=100)
Infeksi
36
34
30
31
23
Neoplasma
20
19
31
18
7
Penyakit
17
10
10
14
21
Drug-related
1
1
0
0
3
Factitious
3
3
3
4
3
Lain-lain
15
9
8
10
17
Tidak
9
25
16
22
26
multisistem
ada
diagnosis
Sumber : Supportive Care in Cancer, A Handbook for Oncologists
3.1.3
Non neoplastik Non infeksius menyebabkan demam pada pasien
kanker
Spektrum FUO tidak berubah signifikan selama lebih dari 40 tahun. Selain ifksi dan neoplasma , yang merupakan penyebab tersering FUO, penyakit multisistem (Sistemik Lupus Eritematosus, Stil l’s disease, arteritis temporal dan vasculitides, penyakit granulomatosa) terhitung 10-20% kasus pada beberapa studi. Demam yang disebabkan obat dan pireksia faktitius dilaporkan 1-3% dan 35% kasus.3,12 Perkembangan kemoterapi merupakan sebuah langkah yang tepat untuk melawan kanker. Kebanyakan regimen kemoterapi menimbulkan beberapa derajat
23
myelosupresi, mengarah kepada dua komplikasi yang paling umum terjadi yang berhubungan dengan kemoterapi, seperti perdarahan karena trombositopenia dan infeksi sekunder karena neutropenia. Perkiraan sekitar 15-50% pasien dengan tumor padat dan > 80% pasien dengan keganasan hematologi akan menimbulkan sedikitnya satu episode demam. Pada penelitian dengan otopsi menunjukkan bahwa pasien dengan keganasan hematologi, infeksi merupakan penyebab kematian yang paling sering. Infeksi ini sering tidak diketahui dan tidak diobati, sehingga menghilangkan keuntungan dari terapi antineoplasma. 1 3.1.4
Biologi c R esponse Modifi ers Pembedahan, kemoterapi dan radioterapi merupakan tiga cara yang paling
sering dipakai untuk penatalaksanaa kanker. Bioterapi atau penggunaan biologic response modifiers (BMRs) merupakan modalitas terapi tradisional keempat untuk penatalaksanaan kanker. BMRs bekerja dengan berbagai variasi untuk memodifikasi respon imun agar sel kanker menjadi rusak, mati dicegah agar tidak membelah. Ketegori ini termasuk antibodi, sitokin, atau substansi lain yang dapt menstimulasi sistem imun (faktor pertumbuhan hemopostic), yang akhir-akhir ini melesat perkembangannya untuk mengikutsertakan terapi gen dan agen imunomodulating, seperti vaksin. 7
Biologic response modifiers dapat :7 1. Memiliki antitumor yang bekerja langsung atau membantu sel kanker menjadi mudah dikenal sebagai benda asing sehingga host sistem imun dapat membunuh sel kanker. 2. Menyimpan, menambah, memodulasi host sistem imun seperti menghambat infeksi virus dan mengaktivasi natural killer dan sel limfosit-activating killer . 3. Membantu kemampuan normal host ntuk memperbaiki atau mengganti sel yang rusak (dirusak oleh kemoterapi atau radioterapi) 4. Interfensi dengan differensiasi sel tumor, transformasi atau metastase
24
Sitokin merupakan substansi yang dilepaskan dari aktivasi limfosit dan termasuk interferon (IFNs), interleukin (ILs), faktor tumor nekrosis (TNF), dan colony-stimulating factor (CSFs). BRMs yang lain adalah monoklonal antibodi ((MoAbs atau Mabs) dan vaksin. Interferon berlangsung secara natural di dalam tubuh dan tempat sitokin pertamakali diteliti. Interferon dapat dipecah menjadi dua, yaitu : 7 1. Tipe 1 : mengikat reseptor sel permukaan pada sel efektor. IFNs tipe 1 termasuk IFN-α dan IFN-β mengikat sel reseptor dengan sel efektor 2. Tipe 2 : IFN γ mengikat sel permukaan reseptor Interferon
pada
kedua
tipe
membantu
meregulasi
sistem
imun
meningkatkan kemampuan untuk menyerang mikroorganisme dan menghentikan proliferasi sel tapi setiap grup interferon memiliki fungsi spesifik.7 IFN-α distimulasi oleh sel kanker dan virus. Aktifitas antiviral memiliki lebih besar daripada aktifitas antiproliferasi. Ada 20 subtipe IFN-α. IFN-β juga distimulasi oleh virus, memiliki antivirus yang sama kekuatannya antiproliferasi dan efek antiimunomodulator. Ada 20 subtipe IFN-β. IFN γ distimulasi oleh cellmediated immune response dan IL-2., dilepaskan dari aktivasi Limfosit T dan natural killer cell . IFN α 2a digunakan untuk terapi hairy-cell leukimia, AIDS berhubungan dengan sarkoma kapossi, leukimia myelogen kronik, hepatitis C kronis dan malignant melanoma dengan terapi adjuvant. IFN- α 2b untuk condyloma aquiminata, hepatitis B dan C, leukimia hairy-cell , melanoma maligna resiko tinggi, AIDS yang berhubungan dengan sarkoma kaposi. Efek samping yang paling sering terjadi adalah flu like sindrom, anoreksia dan fatique. 7 Faktor
yang
menstimulasi
koloni
termasuk
faktor
pertumbuhan
hematopoetik. Mereka terjadi secara natural di tubuh dan membantu elemen sel darah imatur menjadi matur, sel darah putih efektif, sel darah merah dan platelet. Fungsi faktor pertumbuhan dibolehkan untuk meningkatkan dosis kemoterapi yang diberikan secara benar. Filgastrim, atau faktor menstimulasi granulositkoloni (G-CFS) terbukti dapat mencegah infeksi yang disebabkan oleh febrile neutropenia setelah pemberian kemoterapi yang mensupresi sumsum tulang. Ini
25
disebut profilaksis primer dan dimulai setelah siklus pertama kemoterapi. Profilaksis sekunder adalah ketika faktor pertumbuhan digunakan untuk mencegah rekurensi febrile neutropenia pada pasien yang tidak menggunakan faktor pertumbuhan di waktu lampau dan terapi ini digunakan ketika faktor pertumbuhan digunakan pada waktu neutropenia atau pasien dengan febrile neutropenia resiko tinggi, seperti dengan sindrom sepsis, pneumonia, atau infeksi jamur (Barbour dan Crawford, 2007) 7 Dalam rangka untuk menyediakan petunjuk dan rekomendasi untuk evidence-based practice, American Society of Clinical Oncology (ASCO) menerbitkan petunjuk fungsi dari faktor menstimulasi koloni. Pada tahun 2006, rekomendasi ASCO terbaru untuk kegunaan faktor pertumbuhan sel darah putih menciptakan pedoman berbasis evidence based . Pedoman tersebut menekankan terhadap reduksi febrile neutropenia bahwa sebuah hasil klinis yang penting membenarkan kegunaan dari CSFs tanpa memperhatikan imbas dari faktor yang lain, ketika resiko dari febrile neutropenia 20% atau lebih dan tidak ada regimen antikanker yang efektif yang sama dengan ketiadaan CSFs. Sebagai contoh, regimen antikanker payudara yang biasa digunakan dengan 20% atau dengan insiden febrile neutropenia yang lebih besar adalah adriamycin dan cytoxan diikuti oleh taxol. Faktor-faktor pasien dan komorbid juga meningkatkan resiko dari febrile neutropenia, termasuk riwayat neutropenia yang gawat dengan kemoterapi yang sama, kemoterapi dahulu yang panjang, status gizi yang kurang usia lebih dari 65 tahun, tumor yang menyebar ke sumsum tulang, luka terbuka, dan penyakit hati. 1,3,9 Pedoman NCCN tahun 2010 menyarankan pasien dengan tumor yang padat atau keganasan nonmyeloid harus dievaluasi r esiko febrile neutropenia pada kemoterapi siklus pertama dahulu, regimen kemoterapi (dosis tinggi, dosis pekat dan dosis standar), faktor resiko pasien (usia 65 tahun atau lebih, riwayat neutropenia), tujuan terapi (menyembuhkan, kontrol, paliatif). Jika resiko febrile neutropenia tinggi (>20%), CSF merupakan profilaksis yang harus digunakan. Jika resiko intermediet (10-20%), pertimbangkan CSF. Dan jika resiko rendah (<10%) CSF tidak boleh digunakan. Pada siklus pertama kemoterapi dan siklus
26
berikutnya, jika terjadi febrile neutropenia atau terjadi neutropenia dengan kadar terbatas, dan G-CSF digunakan pada siklus pertama, maka pertimbangkan pengurangan dosis atau perubahan regimen terapi. Jika G-CSF tidak digunakan pada siklus pertama, pertimbangkan profilaksis sekunder dengan CSF. Jika tidak ada febrile atau terjadi neutropenia dalam kadar rendah, maka nilai kembali setelah setiap siklus terapi berikutnya. Febrile neutropenia adalah keadaan bila suhu tubuh ≥ 38,3 oC (101oF) per oral atau ≥ 38oC (100oF) lebih dari 1 jam. Sedangkan neutropenia adalah < 500 neutrofil/mm 3dengan penurunan ≤ 500 sel/mm3 lebih dari 48 jam. 4,5 Pedoman NCCN tahun 2010 merekomendasikan penggunaan CSF pada pasien dengan febrile neutropenia, jika pasien sebelumnya mendapatkan G-CSF (contoh: pilgastrim atau sargamostrim), maka lanjutkan pemberian G-CSF. Jika pasien mendapatkan profilaksis pilgastrim, maka jangan diberi tambahan G-CSF lagi. Jika pasien tidak mendapatkan profilaksis CSF dan mempunyai resiko untuk terjadi komplikasi infeksi (contoh: sindrom sepsis, usia > 65 tahun, neutropenia berat dengan ANC < 100 /mm 3, neutropenia yang diharapkan terjadi lebih dari 10 hari ke depan, pneumonia, infeksi jamur invasif, dirawat karena demam, riwayat febrile neutropenia sebelumnya, dan infeksi lainnya), maka pertimbagkan pemberian G-CSF.4 3.2.
EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi
pasien
dengan
neutropenia
dan
infeksi
mengalami
perubahan secara periodik dan sering karena faktor geografi dan institusi kesehatan. Perkiraan setengah dari pasien dengan demam dan neutropenia akan mengalami episode demam yang tidak dapat dijelaskan, yang merupakan infeksi secara klinis tapi tanpa temuan infeksi pada pemeriksaan mikrobiologi dan serologi. Perkiraan 20-30% infeksi akan terdokumentasi. 1 3.3.
INSIDEN
Febris neutropenia terjadi pada 10-50% pasien setelah kemoterapi dengan tumor yang padat. Dan lebih dari 80% setelah kemoterapi pada pasien dengan keganasan hematologi. Perkiraan 30% pasien dengan regimen kemoterapi
27
kombinasi, dapat terjadi jumlah hitung neutrofil yang absolut rendah (<500 sel/mm3) atau febris neutropenia selama kemoterapi yang pertama. Infeksi terjadi 20-40% pada pasien dengan febris neutropenia; infeksi yang sering timbul dapat merupakan infeksi di aliran darah, infeksi gastrointestinal, penumonia, infeksi kulit. Bakteremia terjadi 10-25% pasien. Mortalitas pada pasien dengan tumor yang padat dengan febris neutropenia sekitar 5%. Rata-rata 1% pasien yang risiko rendah. Mortalitas meningkat pada pasien dengan keganasan hematologi sekitar 11%. Mortalitas pasien dengan infeksi gram negatif sekitar 18% dan infeksi gram positif sekitar 5%.1,3,6 3.4.
ETIOLOGI
Febrile neutropenia dapat timbul dari semua bentuk neutropenia. Tapi pada umumnya dikenal sebagai komplikasi dari kemoterapi ketika terjadi myelosuppresif (supresi sumsum tulang untuk memproduksi sel darah). Faktorfaktor seperti tipe kanker, defisit imunologi, durasi neutropenia, rusaknya kulit karena pembedahan, pemakaian kateter, mukositis karena agen sitotoksik, umur, defisiensi nutrisi, komorbid seperti COPD atau diabetes, dapat merupakan faktorfaktor penyebab yang dapat digunakan untuk penentuan kriteria risiko rendah, intermediet atau tinggi. Pencegahan, diagnosis, dan penatalaksanaan komplikasi infeksi yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor diatas. 2,9
Tabel 3. Etiologi Infeksi pada Pasien dengan Kanker Faktor
Defek
Tipe infeksi Malignansi
Leukimia akut
Neutropenia
Bakteri, jamur, virus
Defek kualitatif Leukimia limfositik kronik
Imunitas humoral
Multipel myeloma
Streptococcus pneumoniae Haemofilus influenza Neiseriae meningitidis
Limfoma Hodgkin
Imunitas seluler
Limfoma non Hodgkin
28
Viral, fungal
Penatalaksanaan
Kemoterapi myelosupresif
Radiasi
Neutropenia
Bakteri, jamur, virus
Barier mukosa berubah
Kolonisasi gram negatif
Neutropenia
Bakteri, jamur, virus
Integritas kulit berubah
Kolonisasi gram negatif
Barier mukosa berubah Kortikosteroid
Imunosupresi
Bakteri, jamur, virus Pneumocistis jirovecii
Transplantasi sumsum tulang
Neutropenia
Bakteri, jamur, virus
Imunosupresi
Citomegalovirus Pneumocistis jirovecii
Malnutrisi kalori-protein
Imunosupresi
Splenektomi
Imunitas humoral
Streptococcus pneumoniae Haemofilus influenza Neiseriae meningitidis
Nosokomial
Tunnel central venous
Integritas kulit berubah
catheter, presedur invasif
Staphylococcus koagulase negatif Staphylococcus aureus
Makanan
Tanah, material organik
Kolonisasi organisme
E. coli, Salmonella, Listeria,
eksogen
Campylobacter jejuni
Spora jamur udara
Aspergillus
Sumber : Cancer symptom management 3.5.
MASCC Risk Index
The Multinational Association for Supportive Care in Cancer (MASCC) Risk Index dapat digunakan untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko rendah (skor ≥ 21) untuk komplikasi berat febrile neutropenia (kematian, masuk ICU, komplikasi jantung, gagal nafas, gagal ginjal, hipotensi, perdarahan atau komplikasi medis yang berat lainnya). Skor tersebut dibuat untuk menyeleksi pasien untuk pemberian terapi yang nyaman atau efektifitas biaya. 4,5
29
3.6.
PEMERIKSAAN KLINIS
Anamnesis yang lengkap tentang gejala yang baru, terpapar infeksi dan tipe kanker. Pemeriksaan yang lengkap dengan perhatian khusus terhadap : 4,5 1. Status kardiovaskular untuk gejala dari dehidrasi dan sepsis 2. Traktus respiratorius atas untuk otitis media dan sinusitis 3. Orofaring untuk abses gigi dan mukositis 4. Traktus respiratorius bawah untuk gejala dari pneumosistis jirovesi (PCP) pneumonia (batuk, takipneu, hipoksia, infiltrat interstitial pada rontgent thorak) 5. Abdomen untuk gejala dari Colitis clostridium difficle (seluruh perut teraba supel) dan typhlitis (tenderness pada caecum) 6. Kulit untuk selulitis atau lesi vesikular 7. Perineum dan perianal untuk fissura anal, selulitis atau abses 8. Central venous access device (CVAD) untuk infeksi dari saluran 9. Gejala anemia atau trombositopenia Gejala respiratori : 1. Rontgent thorak (mungkin tidak ada perubahan selama neutropenia) 2. Swab tenggorokan jika trombositopenia 3. Pemeriksaan sputum pada anak-anak yang lebih besar Diare : 1. Pemeriksaan tinja dan virus 2. Pemeriksaan tinja untuk toksin Clostridium difficile jika menggunakan antibiotik Kulit, CVAD, atau lesi mulut : 1. Swab bakteri 2. Swab virus dari lesi vesikular dan ulkus di mulut untuk virus PCR CNS :
30
1. CT-Scan otak dan pungsi lumbal mungkin dapat diindikasikan jika terdapat gejala baru dari CNS 2. Koreksi dari trombositopenia dan atau koagulopati dapat terjadi pada pungsi lumbal
3.7.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium yang lengkap harus dilakukan. Adapun pemeriksaan laboratorium yang harus diperiksa :1 1. Leukosit 2. Transaminase, bilirubin dan alkalin phospatase 3. Elektrolit 4. Kreatinin dan urea 5. Kultur darah : aerob dan anaerob 6. Urinalisis dan kultur urin 7. Sputum 8. Pungsi lumbal dan cairan serebrospinal Pemeriksaan radiologi : rontgent thorak tetap harus dilakukan meskipun tidak ada gejala klinis dari paru. Infiltrat di paru tidak akan terbentuk sampai neutropenia mulai pulih. CT Scan thorak belum dapat menunjukkan hasil yang memuaskan bila tidak terdapat abnormalitas gejala klinis paru, namun dapat dipertimbangkan bila terdapat gejala klinis yang abnormal tapi rontgent thorak normal.1,9
3.8.
TERAPI
Pada umumnya pasien dengan febris neutropenia diterapi dengan antibiotik empiris sampai jumlah hitung neutrofil membaik (jumlah hitung neutrofil > 500/mm 3 dan demam mereda. Jika jumlah hitung neutrofil tidak naik, pengobatan mungkin dapat dilanjutkan selama 2 minggu atau lebih. Jika terjadi berulang atau demam yang menetap maka antijamur harus diberikan.4,5,13,14
31
Berikut langkah-langkah dalam penanganan terhadap pasien yang diduga mengalami febrile neutropenia :13,14
Cek suhu badan, tekanan darah, nadi, pernafasan dan saturation oksigen (sebaiknya di lakukan secara manual)
Beritahu team medisnya
Kultur darah baik secara peripheral atau dari CVDA sebelum memberikan anti-piretik)
Pemeriksaan darah FBC and UEC
Urinalisis dan sampel sputum
Swab pada CVAD atau dari luka jika ada
Rontgent thorak
Obat antipiretik seperti paracetamol
Monitor vital sign 2-4 jam sekali atau sesuai dengan kondisi pasien
Monitor keseimbangan cairan tubuh
Antibiotik setelah pengambilan Kultur ( Cefepime 2 g BD and Gentamycin 3 mg/kg/hari)
32
BAB IV ANALISA KASUS
3.1
F ebril Neutropenia
3.1.1 Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik Teori
Fakta
Di Amerika, diagnosis ALL diperkirakan
Pasien adalah seorang anak
2.400 anak dibawah usia 15 tahun dengan
laki-laki usia 12 tahun
insiden puncak pada usia 2-3 tahun dan lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan disemua usia.3
Manifestasi awal ALL biasanya tidak
Keluhan yang dialami pasien: 1. Nyeri Perut
spesifik dan relatif singkat. Anoreksia,
2. Pucat
kelelahan, malaise, dan irritabilitas
3. Demam
seringkali muncul, sebagai suatu intermitten, demam derajat rendah. Nyeri tulang atau nyeri sendi (jarang), terutama
4. Batuk dan Pilek 5. Nafsu Makan Menurun
di ekstremitas bawah. Pasien sering mengalami riwayat infeksi saluran pernapasan atas 1-2 bulan sebelumnya. Ketika penyakit semakin mengalami perkembangan, tanda dan gejala kegagalan sumsum tulang menjadi lebih jelas dengan kejadian pucat, lelah, intoleransi saat latihan, luka memar atau epistaksis, juga demam yang disebabkan oleh infeksi atau penyakit.
Fakta dan teori Sesuai
33
3.1.2
Pemeriksaan Penunjang
Teori Pemeriksaan Bone Marrow Puncture
Fakta Pemeriksaan Bone Marrow
Puncture (BMP):
(BMP):
sel-sel kecil dengan nukleus kromatin
1. Acute Lymphoblastic Leukemia
homogen, bentuk nukleus reguler, nukleolus
(ALL) subtipe L1
kecil atau tidak ada nukleolus, sitoplasma sedikit, dan basofilia ringan sampai sedang
Fakta dan teori sesuai
3.1.3
Penatalaksanaan
Teori Kemoterapi pada pasien ALL mencakup 4
Fakta Pada pasien ini setelah ditegakkan diagnosis ALL – L1 melalui
fase, yakni:
pemeriksaan BMP, selanjutnya pasien
1. Fase induksi remisi
menjalani kemoterapi dengan
2. Fase konsolidasi (intensifikasi)
menggunakan protokol RSUD AWS
3. Fase profilaksis SSP
Sjahranie Samarinda untuk ALL.
4. Fase maintenance
Fakta dan teori sesuai
34
BAB V KESIMPULAN
Febrile neutropenia (FN) adalah suatu keadaan pasien ketika suhu tubuhnya melalui temperatur oral mencapai >38,5 oC atau >38,0oC selama 2 jam dan jumlah hitung neutrofil <500 sel/mm 3 atau <1000 sel/mm3 yang diprediksi akan menurun sampai <500 sel/mm 3. Febrile neutropenia merupakan suatu perkembangan neutropenia.
dari
demam,
sering
disertai
tanda-tanda
infeksi,
seperti
Neutrofil merupakan salah satu dari tipe dari sel darah putih. Ada
lima tipe sel darah putih, yaitu neutrofil, basofil, eosinofil, limfosit dan monosit. Neutrofil, eosinofil dan basofil merupakan granulosit-granulosit yang merupakan bagian dari inisiasi sistem imun. Demam sejak lama sangat berhubungan dengan keganasan dan tetap menjadi masalah yang sering terjadi pada pasien dengan kanker. Febris neutropenia terjadi pada 10-50% pasien setelah kemoterapi dengan tumor yang padat. Dan lebih dari 80% setelah kemoterapi pada pasien dengan keganasan hematologi. Perkiraan 30% pasien dengan regimen kemoterapi kombinasi.Infeksi terjadi 20-40% pada pasien dengan febris neutropenia; infeksi yang
sering
timbul
dapat
merupakan
infeksi
di
aliran
darah,
infeksi
gastrointestinal, penumonia, infeksi kulit. Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan : rontgent thorak, swab tenggorokan jika trombositopenia dan pemeriksaan sputum pada anak-anak yang lebih besar, pemeriksaan tinja dan virus, pemeriksaan tinja untuk toksin Clostridium difficile jika menggunakan antibiotik, swab bakteri, swab virus dari lesi vesikular dan ulkus di mulut untuk virus PCR, CT-Scan otak dan pungsi lumbal mungkin dapat diindikasikan jika terdapat gejala baru dari CNS, koreksi dari trombositopenia dan atau koagulopati dapat dilakukan dengan pungsi lumbal. Berikut langkah-langkah dalam penanganan terhadap pasien yang diduga mengalami febrile neutropenia : cek suhu badan, tekanan darah, nadi, pernafasan dan saturation oksigen (sebaiknya di lakukan secara manual), beritahu team medisnya, kultur darah baik secara peripheral atau dari CVDA sebelum memberikan anti-piretik), pemeriksaan darah FBC and UEC, urinalisis dan
35
sampel sputum, swab pada CVAD atau dari luka jika ada, rontgent thorak, obat antipiretik seperti paracetamol, monitor vital sign 2-4 jam sekali atau sesuai dengan kondisi pasien, monitor keseimbangan cairan tubuh, dan antibiotik setelah pengambilan Kultur ( Cefepime 2 g BD and Gentamycin 3 mg/kg/hari).
36