Febuari 2016
Jurnal Arsitektur
ISSN: 2338-7912
scale Sustainability City Architecture Landscape Environment
“EXPERIENCE AND STRATEGIC IN DEVELOPING GREEN VILLAGE IN JAKARTA" Uras Siahaan PENANGANAN REVITALISASI KOTA - KOTA TUA – FATAHILLAH (JAKARTA) – INDONESIA DAN ALEXANDERPLATZ (BERLIN) - JERMAN OLEH MASING - MASING PEMERINTAH Sri Pare Eni PENGKAJIAN PATOLOGI BANGUNAN (STUDI KASUS : REVITALISASI KOTA TUA JAKARTA) James Rilatupa REFLEKSI APLIKASI ARSITEKTUR BIOLOGIS PADA RUMAH TRADISIONAL DI INDONESIA ( Studi Kasus: Rumah Tradisional Flores, Mbaru Niang ) Fanny Siahaan TATA KELOLA RUANG TERBUKA HIJAU SETU MANGGA BOLONG – SEBAGAI KAWASAN WISATA DI JAKARTA SELATAN (Studi Kasus di Kawasan Perkampungan Budaya Betawi) Sitti Wardiningsih
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Volume 3 Nomor 2 Halaman 383 ‐ 457
SCALE ISSN: 2338 - 7912 Volume 3, No. 2 , Februari 2016
SUSUNAN REDAKSI
Pelindung
:Dekan FakultasTeknik, UKI
PenanggungJawab
:Ketua Program Studi Arsitektur, FT - UKI
Ketua Redaksi
:Prof. Dr.Ing. Uras Siahaan, Lic. rer.reg.
Anggota Redaksi
:Prof. Dr.Ing. Sri Pare Eni, Lic. rer. Reg. Ir. Sahala Simatupang, MT. Fanny Siahaan, ST., MT.
Mitra Bestari
:Prof. Dr. Ing. Uras Siahaan, Lrr. Prof. Dr. Ing. Sri Pare Eni, Lrr. Dr. James Rilatupa, MSc.
Desain Sampul
:Ir. Sahala Simatupang, MT.
Sekretaris dan Sirkulasi :Fanny Siahaan, ST., MT. Hartini Alamat Redaksi
:Sekretariat Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jalan Mayjen. Sutoyo, Cawang. Jakarta 13630
Email
:
[email protected]
i
SCALE ISSN: 2338 - 7912 Volume 3, No. 2 , Februari 2016
DAFTAR ISI Susunan Redaksi…...……………………...……………………………………………...........i Daftar Isi…………………………...………………………………………………...……...........ii Editorial............……………………..……………………………………………………...........iii
1.
“EXPERIENCE AND STRATEGIC IN DEVELOPING GREEN VILLAGE IN JAKARTA" Uras Siaahan..................................................................................................383-396
2.
PENANGANAN REVITALISASI KOTA - KOTA TUA – FATAHILLAH (JAKARTA) – INDONESIA DAN ALEXANDERPLATZ (BERLIN) - JERMAN OLEH MASING MASING PEMERINTAH Sri Pare Eni ……........................…………………………………......................397-413
3.
PENGKAJIAN PATOLOGI BANGUNAN (STUDI KASUS : REVITALISASI KOTA TUA JAKARTA) James Rilatupa.......…….................................................................................414-425
4.
REFLEKSI APLIKASI ARSITEKTUR BIOLOGIS PADA RUMAH TRADISIONAL DI INDONESIA (Studi Kasus: Rumah Tradisional Flores, Mbaru Niang) Fanny Siahaan................................................................................................426-443
5.
TATA KELOLA RUANG TERBUKA HIJAU SETU MANGGA BOLONG – SEBAGAI KAWASAN WISATA DI JAKARTA SELATAN (Studi Kasus di Kawasan Perkampungan Budaya Betawi) Sitti Wardiningsih............................................................................................444-456
Petunjuk Penulisan Naskah………………………………………………………….......457
ii
SCALE ISSN: 2338 - 7912 Volume 3, No. 2 , Februari 2016
EDITORIAL
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas anugrah-Nya, jurnal SCALE Vol. 3.No.2, ini dapat diterbitkan. Edisi ini berisikan lima artikel dari hasil penelitian para staf pengajar baik dari Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik UKI maupun staff pengajar dari luar UKI. Adapun redaksi berharap bahwa jurnal ini dapat menjadi wadah bagi para pemerhati dunia arsitektur untuk dapat menuangkan buah pikirannya dalam bentuk tulisan sehingga dapat memperkaya wawasan dalam bidang arsitektur. Dalam kedapannya, redaksi berharap jurnal SCALE ini dapat lebih baik dan bermanfaat bagi para pembacanya. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak terkait atas segala bantuan, perhatian dan kerjasamanya .
Syalom,
Redaksi SCALE
iii
SCALE ISSN : 2338 - 7912 Volume 3 No. 2, Februari 2016
REFLEKSI APLIKASI ARSITEKTUR BIOLOGIS PADA RUMAH TRADISIONAL DI INDONESIA ( Studi Kasus: Rumah Tradisional Flores, Mbaru Niang ) Fanny Siahaan Staff Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Kristen Indonesia Kampus UKI, Mayjen Sutoyo, Cawang, Jakarta
[email protected] ABSTRACT Indonesia as the archipelago has many traditional house with a wealth of uniqueness. It's uniqueness of each according to its geographical location, where one of them is the traditional house Mbaru Niang. Mbaru Niang is a traditional house situated in the village of custom Wae Rebo, Manggarai district, West of Flores, East Nusa Tenggara. Mbaru Niang is a cone-shaped stage House has five floors with different functions at each floor. The House that has a wood-frame construction, all of the building materials made of biologist materials obtained from the natural surroundings. The building was influenced strongly by the environment and its residents, which is aligned with the principles of biological architecture. Especially at the traditional House of Mbaru Niang, found there are aspects which is the application of biological architecture that will be identified in this study. Environment and human (residents) is an important indicators will be identified and is the causative factors. These factors cause further analyzed in order to find out the impact on buildings that form the biological architecture application on traditional house building The Mbaru Niang. Key words: Idetification, aplication, biiological architecture, traditional house of The Mbaru Niang ABSTRAK Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki banyak kekayaan rumah tradisional dengan keunikan - keunikannya masing - masing sesuai letak geografisnya, dimana salah satunya adalah rumah tradisional Mbaru Niang. Mbaru Niang merupakan rumah tradisional yang berlokasi di kampung adat Wae Rebo, di kecamatan Manggarai, Flores Barat, Nusa Tenggara Timur. Mbaru Niang merupakan rumah panggung berbentuk kerucut yang memiliki lima lantai dengan fungsi yang berbeda ditiap - tiap lantainya. Rumah yang memiliki konstruksi rangka kayu ini, semua material - material bangunannya terbuat dari material - material bilogis yang diperoleh dari alam sekitarnya. Bangunan ini dipengaruhi kuat oleh lingkungan dan penghuni-nya, dimana hal ini selaras dengan prinsip arsitektur biologis. Arsitektur Biologis pada dasarnya adalah arsitektur yang sesuai dengan penghuni dan iklim setempat. Khususnya pada rumah tradisional Mbaru Niang , didapati terdapat aspek - aspek yang merupakan penerapan arsitektur biologis yang akan didentifikasi dalam penelitian ini. Lingkungan dan manusia (penghuni) merupakan indikator - indikator penting yang akan diidentifikasikan dan merupakan faktor - faktor penyebab. Faktor - faktor penyebab ini selanjutnya dianalisa untuk dapat mengetahui dampak - dampaknya pada bangunan yang berupa aplikasi arsitektur biologis pada bangunan rumah tradisional Mbaru Niang. Kata Kunci: Identifikasi, aplikasi, arsitektur biologis, rumah tradisional Mbaru Niang
426
SCALE ISSN : 2338 - 7912 Volume 3 No. 2, Februari 2016
1.
PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki beberapa keistimewaan baik secara geografis maupun kebudayaan. Banyaknya suku di Indonesia melahirkan banyak pula kebudayaan yang berpengaruh pada arsitektur rumah tradisional-nya. Selain pengaruh dari budaya, pengaruh lain yang tidak kalah pentingnya adalah pengaruh dari aspek lingkungan dimana ia berada. Letak geografis dengan keistimewaan lingkungannya masing – masing menjadi tantangan yang dijawab dengan arif oleh nenek moyang kita dalam merancang rumah tradisional-nya serta mengelolah lingkungan-nya. Bangunan tradisional memiliki karakteristik yang spesifik, bergantung pada ketersediaan bahan bangunan, penguasaan teknologi dan struktur, dan dikerjakan secara gotong royong (Prijotomo, 2010). Dengan demikian bangunan tradisional bukanlah produk barang jadi, namun sangat dipengaruhi peran pemakai, masyarakat, dan perencana (Silas, 1986). Kearifan lokal para leluhur kita sampai sekarang masih dapat ditemukan pada rumah – rumah tradisional di Indonesia, khususnya pada rumah tradisional Mbaru Niang di Flores. Sikap leluhur kita yang sangat menghargai alam melahirkan kesadaran bahwa setiap kegiatan manusia demi kelangsungan hidupnya dapat berpengaruh terhadap lingkungannya. Tanpa disadari para pendahulu kita telah menerapkan arsitektur biologis pada rumah tradisionalnya. Kesadaran untuk menjaga lingkungan tersebut menjadi sangat penting di masa sekarang ini mengingat daya dukung lingkungan yang semakin lama semakin menurun akibat aktivitas pembangunan. Penelitian ini memiliki bertujuan, untuk mengetahui parameter - parameter konsep Arsitektur Biologis dan penerapan konsep Arsitektur Biologis pada rumah tradisional di Indonesia , dengan studi kasus rumah tradisional Flores "Mbaru Niang". Penelitian ini dibatasi pada aspek Arsitektur Biologis yang ada pada bangunan Rumah Tradisional Flores ” Mbaru Niang” yang terdapat di kampung Wae Rebo. 2. 2.1.
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Tentang Arsitektur Biologis Istilah arsitektur biologis diperkenalkan oleh beberapa ahli bangunan, antara lain: Prof. Mag. Arch, Peter Schmid, Rudolf Doernach dan Ir. Heinz Frick. Arsitektur biologis berarti ilmu penghubung antara manusia dan lingkungannya secara keseluruhan. Arsitektur biologis mempelajari pengetahuan tentang hubungan integral antara manusia dan lingkungan hidup. Menurut Heinz Frick, arsitektur biologis juga merupakan arsitektur yang sesuai dengan penghuni dan iklim setempat. Pada arsitektur biologis, perencanaan tidak lagi bertolak dari rencana ke konstruksi dan akhirnya ke bahan bangunan, melainkan bahan bangunan menentukan konstruksi yang optimal dan konstruksi mempengaruhi bentuk (Heinz Frick, 1994). Hal ini seperti yang terlihat pada gambar 1. Bahan Konstruksi Bentuk Bangunan Gambar 1. Skema Sistem Perencanaan Arsitektur Biologis (Sumber: Frick, Heinz, 1994)
Pada arsitektur biologis terdapat beberapa karakteristik, antara lain sebagai berikut (Fanny, 2015): Umumnya diaplikasikan pada bangunan tradisional, seperti: rumah maupun bangunan tradisional Umumnya merupakan bangunan sederhana Memanfaatkan bahan bangunan lokal setempat Umumnya merupakan genius local masyarakat setempat terutama dalam hal teknologi dan disain 427
SCALE ISSN : 2338 - 7912 Volume 3 No. 2, Februari 2016
Memiliki tiga indikator utama yang sangat mempengaruhi, yaitu: lingkungan, manusia / penghuni dan bangunan itu sendiri Dari karakteristik – karakteristik diatas terdapat sebuah karakteristik yang menarik, yaitu bahwa arsitektur biologis umumnya merupakan hasil genius local masyarakat setempat dimana dengan menggunakan bahan – bahan bangunan yang diperoleh dari wilayah sekitarnya masyarakat tersebut mampu menciptakan konstruksi yang sesuai dalam rangka membuat disain rumah ataupun bangunan tradsional. Dalam memahami arsitektur biologis, maka terlebih dahulu memahaminya dari beberapa indikator yang terkandung pada arsitektur biologis. Indikator - indikator tersebut adalah: 1. Lingkungan, yang memiliki variabel – variabel sebagai berikut: a. Iklim dan suhu b. Site / tapak c. Vegetasi d. Tanah e. Air 2. Bangunan dengan variabel – variabel sebagai berikut: a. Denah b. Bahan / material bangunan c. Konstruksi bangunan 3. Manusia / penghuni dengan variabel – variabel sebagai berikut: a. Kebutuhan dasar manusia / penghuni b. Kebiasaan penghuni / kebudayaan / adat istiadat c. Mata pencaharian Dengan memahami indikator - indikator maupun variabel - variabel diatas maka akan memudahkan dalam melakukan Identifikasi arsitektur biologis secara sistematik. Setiap indikator lingkungan, indikator bangunan dan indikator manusia saling memiliki hubungan timbal balik dalam arsitektur biologis, seperti skema yang terlihat pada gambar 2. Hal ini dapat dijelaskan secara sederhana bahwa bangunan dimana ia berada otomatis dipengaruhi oleh lingkungannya, sebaliknya lingkungan akan terpengaruh oleh bangunan - bangunan yang terdapat didalamnya. Selain pengaruh lingkungan terdapat juga pengaruh dari kebudayaan / adat istiadat serta mata pencaharian penghuninya. Aplikasi arsitektur biologis ternyata telah dimulai sejak dahulu, dimana dapat ditemukan pada rumah – rumah tradisional di berbagai negara seperti yang terdapat di Indonesia khususnya rumah tradisional Flores “Mbaru Niang” yang akan menjadi obyek penelitian ini. LINGKUNGAN
BANGUNAN
PENGHUNI
Gambar 2. Skematik hubungan (Pengaruh) indikator - indikator pada Arsitektur Biologis (Sumber: Siahaan, Fanny, 2014)
2.2
Tinjauan Tentang Mbaru Niang di Flores Berdasarkan penelitian arsitektur tradisional Nusa Tenggara Timur, diketahui bahwa dalam membangun bangunan tradisional didasari atas pengetahuan tidak tertulis dan bersifat local genius. Oleh karena itu pelestarian bangunan tradisional menjadi sangat spesifik (BPTPT Denpasar, 2008). Pada kabupaten Manggarai, terdapat beberapa kampung yang masih mempertahankan rumah tradisional Manggarai; bangunan panggung berlantai lima, yaitu: Kampung Wae Rebo, Todo, dan Ruteng Pu'u. 428
SCALE ISSN : 2338 - 7912 Volume 3 No. 2, Februari 2016
Ketiga kampung ini memiliki beberapa perbedaan pada rumah tradisionalnya dan diantara ketiganya kampung Wae rebo merupakan kampung yang paling ter-isolasi dari pengaruh luar. Letaknya yang masih di pedalaman dan belum dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor membuat kampung ini masih terjaga keasliannya baik dari segi arsitektur-nya maupun adat - istiadatnya. .
Gambar 3. Peta Flores (Sumber: National Geographic, 2006)
Kampung Kombo sebagai kampung binaan Wae Rebo Keadaan geografis dan keunikan budaya Wae Rebo membuat masyarakatnya berbeda dengan masyarakat lain, bahkan dengan masyarakat sekitar. Daur hidup masyarakat kampung ini terbilang unik karena keteguhan masyarakat untuk selalu melestarikan lingkunganya serta menjaga adat istidat setempat dari perkembangan sekitarnya. Perkembangan zaman membuat warga Wae Rebo merasa harus membina sebuah desa. Oleh karena itu sebagian masyarakat Wae Rebo dibagi tempatnya dengan kampung baru yang disebut kampung Kombo (Lihat gambar 4.). Dengan demikian keasliaan lingkungan kampung Wae Rebo tetap dapat dipertahankan. Wae Rebo dan Kombo sering disebut sebagai kampung kembar. Kampung Kombo kebanyakan dipenuhi oleh kaum muda. Aktifitas sekolah dan sebagian besar kegiatan kaum muda berada di kampung Kombo dan sekitarnya. Kampung Wae Rebo
Kampung Kombo Gambar 4. Peta lokasi kampung Wae Rebo dan kampung Kombo (Sumber : http://waerebopower.com/about.php)
2.3.
Arsitektur Rumah Tradisional Mbaru Niang Desa Wae Rebo merupakan salah satu kampung adat yang berada di Flores Barat yang masih mempertahankan bentuk asli rumah tradisional berbentuk kerucut. Dalam kompleks perkampungan adat tersebut, terdapat tujuh rumah Mbaru Niang yang membentuk formasi setengah lingkaran, terletak dibagian datar dataran tinggi dengan view yang dikelilingi oleh pegunungan (Lihat gambar 5.).
429
SCALE ISSN : 2338 - 7912 Volume 3 No. 2, Februari 2016
Gambar 5. Kompleks kampung adat Wae Rebo (Sumber:http://travel.kompas.com/read/2013/09/30/1624108/Melestarikan.Kearifan.Wae.R ebo)
Terdapat beberapa karakter - karakter yang menonjol dari fisik bangunan rumah tradisional ini , yaitu sebagai berikut ( Lihat pada gambar 6.): Bentuk massa bangunan kerucut dengan denah yang berbentuk lingkaran Dalam satu tapak terdapat tujuh rumah dengan semua pintu rumah menghadap ke batu Compang yang ada dihalaman rumah Merupakan rumah panggung bertingkat lima lantai dengan ketinggian sampai dengan 15 m Pada satu rumah dihuni oleh enam sampai dengan delapan keluarga, yang ditandai dengan jumlah kamar yang ada Setiap lantai mempunyai fungsi yang berbeda - beda sesuai kebutuhan penghuni-nya Semua material bangunan merupakan material lokal setempat yang juga merupakan material alami / biologis, seperti: kayu, bambu, rotan, ijuk, dan sebagainya Konstruksi bangunan merupakan konstruksi rangka kayu dengan sambungannya merupakan sambungan ikat dan jepit. Penerapan material - material alami/lokal
Hekang Kode Lempa Rae
Massa bangunan berbentuk kerucut
Lentar Lobo
Denah berbentuk lingkaran Terdiri dari lima lantai dengan fungsi yang berbeda
Tenda Kolong Merupakan Rumah Panggung
Disain dan bentuknya merupakan adaptasi dari lingkungan, kepercayaan, kebudayaan serta mata pencaharian penghuninya
Gambar 6. Karakter fisik rumah tradisional Mbaru Niang (Sumber: Lad, Jateen, 2013
3.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode analisis konten kualitatif (qualitative contente analyse) yang merupakan metode analisis dengan integrasi yang lebih mendalam secara koseptual (Bungin, 2004). 3.1.
3.2.
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data diperoleh dari : Data Sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber, antara lain: Buku – buku yang terkait dengan penelitian Jurnal – jurnal yang terkait dengan penelitian Internet: e-book, website, on-line journal
Metode Analisa Data Analisa data dilakukan dengan tahap diskripsi data, mencari kecenderungan berdasarkan data - data untuk mencari signifikasi, serta relevansinya. Selanjutnya 430
SCALE ISSN : 2338 - 7912 Volume 3 No. 2, Februari 2016
terhadap semua data yang diperoleh, dilakukan identifikasi terhadap indikator - indikator arsitektur biologis yang kemudian dianalisa aplikasi arsitektur biologis pada rumah tradisional Mbaru Niang melalui variabel - variabel pada masing - masing indikator tersebut. Pada gambar 7. digambarkan kerangka konseptual pada penelitian ini dimana arsitektur biologis dapat di identifikasikan melalui indikator - indikatornya yaitu: lingkungan, penghuni dan bangunan. Lingkungan dan penghuni / manusia merupakan penyebab yang menghasilkan dampak pada bangunan dalam hal ini adalah rumah tradisional Mbaru Niang. Masing - masing penyebab ini (lingkungan dan penghuni / manusia) dapat diuraikan atas variabel - variabel, seperti yang terlihat pada gambar 15. Identifikasi dilakukan terhadap penyebab - penyebab tersebut yang kemudian diikuti analisa, sehingga diperoleh dampak yang merupakan aplikasi pada bangunan yang dalam hal ini rumah tradisional Mbaru Niang. IDENTIFIKASI
ANALISA
PENYEBAB
LINGKUNGAN
DAMPAK
Iklim dan Suhu Site / Tapak Vegetasi Tanah Air
ARSITEKTUR BIOKOGIS
Denah
IDENTIFIKASI APLIKASI
BANGUNAN
Material/bahan Bangunan Konstruksi Bangunan
PENGHUNI
Kebutuhan Dasar Adat Istiadat / Kebudayaan Mata Pencaharian
Gambar 7. Kerangka konseptual Arsitektur Biologis (Sumber: Siahaan, Fanny, 2015)
4. 4.1.
ANALISA Identifikasi Faktor Penyebab Seperti yang telah dijelaskan pada bab - bab sebelumnya bahwa arsitektur biologis merupakan arsitektur yang sesuai dengan lingkungan serta penghuninya. Berdasarkan penjelasan ini maka bangunan sebagai produk akhir arsitektur haruslah mempertimbangkan unsur lingkungan dan manusia (penghuni) dalam perancangannya. Lingkungan dan manusia (penghuni) merupakan indikator - indikator penting yang akan diidentifikasikan dan merupakan faktor - faktor penyebab ( Lihat tabel 1.). Faktor - faktor penyebab ini selanjutnya dianalisa untuk dapat mengetahui dampak dampaknya pada bangunan yang berupa aplikasi arsitektur biologis pada bangunan rumah tradisional Mbaru Niang. 4.2.
Identifikasi Rumah Tradisional Mbaru Niang Bangunan dalam hal ini rumah tradisional Mbaru Niang merupakan dampak dari pengaruh lingkungan dan penghuni-nya. Identifikasi terhadap bangunan ini ditujukan untuk dapat mendiskripsikan fisik rumah tradisional tersebut sehingga nantinya dapat diketahui dampak dari lingkungan dan penghuni pada rumah tradisional ini sesuai dengan penerapan arsitektur biologis. Identifikasi dapat dilihat pada tabel 1. 431
SCALE ISSN : 2338 - 7912 Volume 3 No. 2, Februari 2016
N O.
INDIKATOR / VARIABEL
IDENTIFIKASI
LINGKUNGAN 1.
Suhu dan Iklim
Suhu udara rata - rata luar berada pada angka 18C - 24C. Memiliki iklim tropis dengan dua musim yang berbeda, yaitu: musim kering (April - Oktober) musim basah (November - Maret) Wilayah ini memiliki kelembaban 58 - 95%, Kecepatan angin 20 km/jam
M
2.
Tapak / Site
3.
Vegetasi
4.
Tanah
5.
Air
Mb baar u ruN Niia n Gambar 8. Kondisi geografis Bat ang site/kampung Wae Rebo u Tapak B Gambar 9. Asumsi Lay Out (Sumber: g Co (Sumber: Siahaan, Fanny , 2015) http://waerebopower.com/about.php) amp ang t Barat Berlokasi di Kabupaten Manggarai, tepatnya Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai, Flores Berada pada dasar lembah pada dataran tinggi pegunungan, dimana sebagian site-nya dikelilingi oleh hutan u tropis yang lebat dan pegunungan - pegunungan vulkanik yang ketinggiannya mencapai 2400 m diatas permukaan laut serta hutan (Lihat gambar 8.) C Posisi tapak berada pada hamparan rumput dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1200 m2 diatas level laut Tapaknya berada pada kontur yang rata, sehingga kampung ini terlihat seperti jurang ditengah o pegunungan yang menganga (Lihat gambar Lihat gambar 8.) Tapak disekitarnya cenderung sangat berkontur, namun untuk tapak dimana kampung m Wae Rebo berada terletak pada hamparan berumput yang cenderung datar (Lihat gambar 8.) p Khususnya pada sekitar kampung Wae Rebo, banyak ditumbuhi oleh tanaman ladang, seperti: kopi, cengkeh, jagung, sirih, temulawak, vanilli a Tanaman buah - buahan dan sayur - sayuran seperti: jeruk dan markisa. Tapaknya diselimuti oleh hamparan rumput (Lihat gambar 5 & 8) n Dikelilingi oleh hutan yang lebat dengan banyak variasi tanaman unik serta pepohonan g Berada pada daerah pegunungan vulkanik menjadikan tanah di willayah kampung ini cenderung subur dan
mudah ditanami beragam tanaman Kondisi tanah yang cenderung lembab Terdapat sumber - sumber air dari sungai - sungai yang mengalir disekitar kampung Wae Rebo Sungai yang terdekat dengan kampung ini adalah sungai Wae Lomba yang merupakan bagian dari perjalanan memasuki kampung ini.
PENGHUNI 1.
Kebutuhan dasar
2.
Adat istiadat / kebudayaan
Kebutuhan / kegiatan dasar penghuni seperti: makan, tidur, istirahat, memasak, mandi dan bersosialisasi (bertamu dan melakukan pertemuan adat).
Memeluk agama Katolik namun memiliki keyakinan animisme Memegang teguh dan melestarikan kebudayaan/ adat istiadat-nya Sangat menghormati para leluhurnya dengan ritual - ritualnya Berpandangan bahwa tanah, hutan termaksud vegetasinya memiliki emosi dan perasaan sehingga harus dihargai dan diberi ritual khusus dalam mengelolahnya Banyak prinsip - prinsip atau sikap hidup yang dituangkan dalam penataan lingkungan maupun disain rumah tradisionalnya Karakter masyarakatnya: rendah hati, kekeluargaan, hidup harmonis dan bersatu. Beberapa upacara adat yang rutin diadakan oleh masyarakat setempat, antara lain: Upacara Caci, sering disebut tarian atau permainan kekeluargaan, persahabatan dan seni yang merupakan bagian penting dalam perayaan tahun baru. Merupakan permainan cambuk dimana para lelaki bertarung dengan cambuk sering sampai mengeluarkan darah. Hal ini dianggap sebagai perlambang sifat sportif, keperkasaan, keberanian dan sebagai daya tarik bagi perempuan. Upacara adat Kasawiang, yang digelar saat perubahan cuaca akibat pergerakan angin dari Timur ke Barat. Upacara Penti atau tahun baru, yang jamak digelar pada bulan November. 3. Mata Pekerjaan dominan, yaitu: Berkebun. Kopi, cengkeh, temulawak, jahe, sirih dan tanaman buah – buahan serta pencaharian sayur – sayuran merupakan tanaman yang dihasilkan dari perkebunan masyarakat setempat . Pekerjaan lainnya, yaitu: bertenun, tukang, guru dan pemandu wisata. BANGUNAN ( MBARU NIANG ) 1. Disain Disain bangunan berbentuk kerucut dengan jumlah lantai 5 lantai dan ketinggian bangunan mencapai 15 m bangunan / (Lihat gambar 6.) Organisasi Rumah panggung dengan atap hampir menyentuh tanah ruang
432
SCALE ISSN : 2338 - 7912 Volume 3 No. 2, Februari 2016
2.
Material / bahan bangunan (Lihat tabel 3.)
3.
Konstruksi bangunan
Terdapat satu buah pintu masuk dengan beberapa jendela – jendela kecil Dalam satu rumah, dapat dihuni 6 s.d. 8 keluarga Organisasi ruang sebagai berikut: Lantai satu disebut Tenda merupakan tempat tinggal dimana pada lantai ini dapat dibagi atas dua zoning, yaitu: Lutur merupakan zoning public yang digunakan sebagai tempat untuk bertamu, mengadakan pertemuan adat dan Nolang yang merupakan zoning privat, berfungsi sebagai ruang tidur. Lantai ini memiliki diameter ± 11 m. Lantai dua berupa Loteng atau disebut Lobo sebagai tempat menyimpan bahan makanan dan barangbarang sehari-hari. Lantai ini memiliki diameter ± 9 m. Lantai tiga disebut Lentar untuk menyimpan benih-benih tanaman pangan. Lantai ini memiliki diameter ± 6 m. Lantai empat disebut Lempa Rae untuk tempat menyimpan stok pangan apabila terjadi kekeringan. Lantai ini memiliki diameter ± 3 . Lantai lima disebut Hekang Kode khusus untuk tempat sesajian persembahan kepada leluhur. Lantai ini memiliki diameter ± 1,8 m. Material bangunan merupakan material biologis, yang terdiri dari: Pondasi Kolom menerus samapi ke dalam tanah sedalam 2 m yang juga berfungsi sebagai pondasi yang terbuat dari bilah kayu worok. Kolom dan balok Kolok dan balok terbuat dari kayu worok. Lantai Plat lantai terbuat dari kayu kenti. Rangka atap Rangka atap terbuat dari batang – batang bambu Penutup atap Penutup atap terbuat dari anyaman daun lontar yang ditutup ijuk. Sambungan Sambungan masih menggunakan metode sambungan ikat dengan material rotan dan ijuk. Konstruksi bangunan merupakan struktur rangka kayu bertingkat lima lantai, dengan komponen sebagai berikut: Pondasi Kolom kayu menerus sampai ke dalam tanah sedalam 2 m yang juga berfungsi sebagai pondasi. Kolom dan balok Kolom utama disebut kolom bongkok dibuat dengan sistem jepit dan sambungan ikat. Kolom dibuat dari lantai pertama menerus samapai ke lantai terakhir. Disamping kolom bongkok terdapat beberapakolom struktur lainnya. Balok dibuat dua arah sebagai penopang plat lantai. Lantai Merupakan plat lantai kayu yang didudukung oleh balok – balok. Pada pinggiran plat lantai yang, diberi pinggiran berupa kumpulan rotan dalam satu ikatan, ukurannya sangat besar dan panjangnya disesuaikan dengan keliling denah yang berbentuk lingkaran. Rangka atap Rangka atap merupakan batang – batang bambu yang disanggah oleh plat lantai yang ber-denah lingkaran dan direkatkan dengan sambuangan ikat dari rotan. Penutup atap Penutup atap disanggah oleh rangka atap (batang – batang bambu), merupakan anyaman – anyaman daun lontar yang ditutup ijuk, yang mengelilingi rangka atap dengan sambungan ikat dari rotan. Sambungan Sambungan masih menggunakan metode sambungan ikat dengan material rotan dan ijuk.
Tabel 1. Tabel identifikasi terhadap indikator - indikator beserta masing- masing variabelnya (Sumber: Siahaan, Fanny, 2015)
4.3.
Analisa Dampak Pada Rumah Tradisional Mbaru Niang Pengaruh dari lingkungan dan manusia (penghuni) otomatis akan berdampak pada bangunan. Dampak tersebutlah yang nantinya akan dianalisa pada bangunan, dalam hal ini rumah tradisional Mbaru Niang yang menjadi objek penelitian kali ini. 4.3.1.
Dampak Pada Bangunan Kondisi lingkungan serta penghuni dimana sebuah bangunan berada, akan sangat berpengaruh terhadap bangunan tersebut. Hal ini juga yang terjadi pada rumah tradisional Mbaru Niang. Pengaruh - pengaruh tersebut akan berdampak pada bangunan itu sendiri, seperti apa yang dipahami pada arsitektur biologis bahwa, arsitektur (bangunan) harus memiliki kesesuaian dengan lingkungan dan penghuninya. Dalam menganalisa dampak pada bangunan (Mbaru Niang), maka dapat ditinjau dari beberapa unsur, yaitu sebagai berikut: a Organisasi Ruang dan Denah Organisasi ruang pada rumah tradisional ini terbilang unik jika dibandingkan dengan rumah tradisional lainnya. Seperti yang sempat dipaparkan sebelumnya bahwa 433
SCALE ISSN : 2338 - 7912 Volume 3 No. 2, Februari 2016
disain arsitektur rumah tradisional ini yang dilatarbelakangi dari kebutuhan penghuni akan berbagai aktivitas, seperti yang terlihat pada tabel 2. Pada gambar 10. dijelaskan bahwa masyarakat Wae Rebo memiliki kebutuhan ruang yang dapat dikelompokkan atas beberapa kelompok aktivitas, yaitu: mata pencaharian, agama dan kepercayaan, kebudayaan disamping aktivitas - aktivitas dasar manusia. Dijelaskan pula bahwa setiap fungsi - fungsi yang tersusun secara vertikal serta saling memiliki hubungan dengan kualitas yang berbeda - beda namun terintegrasi secara fisik maupun fungsional. Kegiatan Bertenun Bertamu Melakukan upacara / pertemuan adat Tidur Masak Menyimpan bahan makanan & barang sehari-hari Menyimpan benih tanaman pangan Menyimpan persediaan makanan jika terjadi kekeringan Mempersembahkan sesajian kepada leluhur
Ruang Kolong Lutur Nolang Labo Lentur Lempa Rae Hekang Kode
Lantai Lt. Kolong 1 1 1 1 2 3 4 5
Zoning S.Publik Publik Publik Privat Servis Servis Servis Servis Privat
Tabel 2. Tabel Kegiatan Penghuni dan kebutuhan Ruang ( Sumber: Siahaan, Fanny, 2014)
Penerapan Vertical Multi-Used Secara Sederhana Pada Rumah Tradisional Mbaru Niang Rumah panggung ini memiliki ketinggian sampai dengan 15 m dengan lima jumlah lantai yang mana, tiap lantai dapat didiskripsikan sebagai berikut: 1. Lantai satu disebut Tenda merupakan tempat tinggal dimana pada lantai ini dapat dibagi atas dua zoning, yaitu: Lutur merupakan zoning public yang digunakan sebagai tempat untuk bertamu, mengadakan pertemuan adat dan Nolang yang merupakan zoning privat, berfungsi sebagai ruang tidur. Lantai ini memiliki diameter ± 11 m. 2. Lantai dua berupa Loteng atau disebut Lobo sebagai tempat menyimpan bahan makanan dan barang-barang sehari-hari. Lantai ini memiliki diameter ± 9 m. 3. Lantai tiga disebut Lentar untuk menyimpan benih-benih tanaman pangan. Lantai ini memiliki diameter ± 6 m. 4. Lantai empat disebut Lempa Rae untuk tempat menyimpan stok pangan apabila terjadi kekeringan. Lantai ini memiliki diameter ± 3 m. 5. Lantai lima disebut Hekang Kode khusus untuk tempat sesajian persembahan kepada leluhur. Lantai ini memiliki diameter ± 1,8 m. b.
Material Bangunan Material bangunan merupakan material lokal yang diperoleh dari wilayah sekitar. Lokasi Wae Rebo yang dikelilingi hutan tropis yang lebat menghasilkan kayu, rotan maupun bambu yang digunakan sebagai material - material utama bangunan. selain itu juga terdapat material - material lain yang diperoleh dari sekitarnya seperti daun lontar dan ijuk (Lihat tabel 3.) Pemilihan material - material yang diaplikasikan beserta metodenya menunjukkan kemampuan penguasan teknologi di masanya dan merupakan genius local masyarakat setempat. Hal ini menunjukkan penerapan arsitektur biologis pada bangunan ini. c.
Konstruksi Bangunan Rumah tradisional Mbaru Niang masih mempertahankan keasliaan bentuknya. Teknologi yang masih sangat sederhana sebagai cerminan local genius masyarakat setempat yang diperoleh dari nenek moyang-nya dan diwariskan ke generasi - generasi berikutnya. Sambungan menggunakan sistem ikatan (Lihat tabel 4.) yang 434
SCALE ISSN : 2338 - 7912 Volume 3 No. 2, Februari 2016
merupakan sambungan hidup tidak sambungan paku yang merupakan sambungan mati. Hal ini diindikasikan akan berpengaruh terhadap elastisitas lentur bangunan jika terjadi gempa (Domenig, 1980). Kekayaan alam setempat akan vegetasi, seperti: kayu dan bambu menghasilkan bangunan dengan struktur rangka kayu (Lihat tabel 4.). Kelompok Kegiatan
KEBUTUHAN DASAR ( Tidur, makan, dsb.)
MATA PENCAHARIAN
Wadah / Ruang
Penyusunan Vertikal
Nolang
Lt. 1
Labo
Lt. 2
Lempa Rae
Lt. 4
Lentar
Lt. 3
Kolong
Rumah
Rumah Tradisional MBARU NIANG
Lt. Kolong
KEPERCAYAAN
KEBUDAYAAN
Hekang Kode
Lt. 5
Lutur
Lt. 1
Gambar 10. Skema Kelompok Kegiatan Beserta Ruang - Ruangnya Pada Rumah Tradisional Mbaru Niang (Sumber: Siahaan, Fanny, 2014) No
KOMPONEN
MATERIAL
KETERANGAN
Struktur Bawah 1.
Pondasi
Merupakan bilah batang kayu Worok yang ditanam ke tanah sedalam 200 cm
Material lokal setempat
Plat lantai Balok Pondasi Gambar 11. Sistem pondasi tiang (Sumber: Antar, 2011)
Struktur Atas 1.
Kolom
Kayu Worok ( lihat gambar 11.)
Material lokal setempat
2.
Balok
Kayu Kenti ( Lihat gambar 11.)
Material lokal setempat
3.
Plat lantai / lantai
Kayu Kenti ( Lihat gambar 11.)
Material lokal setempat
435
SCALE ISSN : 2338 - 7912 Volume 3 No. 2, Februari 2016
4.
Sistem sambungan
Material lokal setempat
Sistem ikatan: tali rotan dan tali ijuk
Gambar 12. Sistem ikatan ijuk ( Sumber: BPTPT DPS, 2009)
Gambar 13. Sistem ikatan rotan (Sumber: Antar, 2011)
5.
Rangka atap
Bambu (Lihat gambar 14.)
Material lokal setempat
6.
Penutup atap
Anyaman daun lontar yang ditutup dengan ijuk Lihat gambar 14.)
Material lokal setempat
Gambar 14. Material penutup atap yang berupa anyaman daun lontar dan ijuk (Sumber: Antar, 2011)
Tabel 3. Tabel material komponen - komponen struktur pada rumah tradisional Mbaru Niang (Sumber: Siahaan, Fanny, 2015)
NO.
1.
ASPEK
KARAKTER BANGUNAN
Jenis teknologi struktur dan konstruksi
Rangka batang ( lihat gambar 15.) Konstruksi kolom dan balok ( lihat gambar 16.)
Gambar 15. Struktur rangka kayu Mbaru Niang (Sumber: Tan, Ferry, 2011)
2.
Karakter sambungan
Sambungan ikat dengan banyak modifikasi ikatan ( lihat gambar 16.)
Gambar 16. Detail salah satu sambungan ikat (Sumber: Tan, Ferry, 2011)
3.
Bahan bangunan digunakan
yang
4.
Upper structure dan lower structure
Kolom: kayu worok ( lihat gambar 17.) Balok : kayu kenti, yang bersifat lentur dan tidak getas Penutup atap: anyaman daun lontar yang ditutup ijuk ( lihat gambar 14.) Upper structure: struktur rangka ( Lihat gambar 15.) Lower structure: Tanpa pondasi , kolom tertanam ± 200 cm didalam tanah ( lihat gambar 17.)
436
SCALE ISSN : 2338 - 7912 Volume 3 No. 2, Februari 2016
Gambar 17. Kolom yang tertancap ke tanah sampai dengan 2M (Sumber: Lad, Jaten, 2013)
5.
Konstruksi dinding
Gambar 18. Ditail kolom dengan sistem jepit dan sambungan simpul ikatan ( Sumber: Hartanto, Robin, 2011)
Hanya terdapat pada bagian pintu masuk ( Lihat gambar 19.)
Gambar 19. Dinding hanya terdapat pada pintu masuk (Sumber: http://langlangnegeri.wordpress.com/2012/06/29/wae-rebo-tetapbertahan/)
Tabel 4. Tabel Karakter Asli Rumah Tradisional Mbaru Niang (Sumber: Siahaan, Fanny, 2015)
Dari analisa bangunan, yang terdiri dari denah dan organisasi ruang; konstruksi bangunan; material bangunan maka dapat dianalisa aplikasi arsitektur biologis yang terjadi pada bangunan rumah tradisional Mbaru Niang, seperti yang tertera pada tabel 5.
437
SCALE ISSN : 2338 - 7912 Volume 3 No. 2, Februari 2016 NO.
INDIKATOR / VARIABEL
LINGKUNGAN 1. Suhu dan Iklim
IDENTIFIKASI
DAMPAK (PADA RUMAH TRADISIONAL)
Suhu udara rata - rata luar berada pada angka 18C - 24C. Memiliki iklim tropis dengan dua musim yang berbeda, yaitu: musim kering (April - Oktober) musim basah (November Maret) Wilayah ini memiliki kelembaban 58% - 95%, Kecepatan angin 20 km/jam.
Bentuk massa bangunan kerucut mampu menahan gerakan angin yang kencang dan membuat bangunan menjadi lebih aerodinamis
Material penutup atap sekaligus berfungsi sebagai dinding bangunan dan kulit bangunan memberi kemampuan pada bangunan untuk bertahan pada suhu Suhu 18C -24C Bentuk rumah panggung untuk menghindari lantai menjadi lembab akibat karakter tanah yang lembab
Gambar 20. Analisa dampak lingkungan pada bangunan ( Sumber: Nyoman, Leonardus, 2012 )
Bahan penutup atap berupa nyaman daun lontar yang ditutup oleh ijuk
Bahan penutup atap memiliki kemampuan menyerap panas yang besar ( absortance ) dan kemampuan transmisi panas ( transmittance ) yang rendah. Panas dari luar tidak langsung memanaskan udara ruangan, tetapi tertahan oleh atap ( Suwardana, dkk.).
Gambar 21. Bahan penutup atap rumah tradisional Mbaru Niang ( Sumber: http://www.apakabardunia.com/2012/10/mbaru-niang-rumah-adat-terunik-milik.html )
2.
3.
Tapak / Site
Vegetasi
Berada pada dasar lembah pada dataran tinggi pegunungan, dimana sebagian site-nya dikelilingi oleh hutan tropis yang lebat dan pegunungan - pegunungan vulkanik yang ketinggiannya mencapai 2400 m diatas permukaan laut serta hutan
Berlokasi ditapak yang dikelilingi hutan tropis yang lebat yang kaya kan berbagai variasi vegetasi, seperti:pohon - pohon besar yang menghasilkan kayu, rotan, bambu dan sebagainya
Disain rumah tradisional ini berbentuk rumah panggung untuk menghindari dari serangan binatang buas yang ada didalam hutan maupun pegunungan (Lihat gambar 22.) Bentuk rumah yang kerucut berespon baik dengan angin pegunungan yang cenderung kencang (Lihat gambar 20.)
Rumah tradisional Mbaru Niang menerapkan konstruksi rangka kayu yang dibangun sepenuhnya dengan menggunakan material - material lokal yang diperoleh dari sekitarnya, yaitu hutan tropis lebat yang mengelilinginya, yang membuat wilayah ini kaya akan kayu, rotan dan bambu. Material - material bangunan bersifat biologis serta diperoleh dari hutan dan pegunungan setempat, seperti: kayu, bambu, rotan, daun lontar, dan lain - lain
438
SCALE ISSN : 2338 - 7912 Volume 3 No. 2, Februari 2016
Rumah tradisional Mbaru Niang menerapkan konstruksi rangka kayu yang dibangun sepenuhnya dengan menggunakan material - material lokal yang bersifat biologis serta diperoleh dari hutan, seperti: kayu, bambu, rotan, dan lain - lain
Gambar 22. Struktur rangka kayu pada rumah tradisional Mbaru Niang ( Sumber: Lad, Jateen, 2011)
Gambar 23. Anyaman daun lontar yang merupakan material lokal setempat ( Sumber: Tan, Ferry, 2011)
Kayu Kenti
Rotan Kayu Worok Gambar 24. Material kayu dan rotan merupakan material lokal setempat (Sumber: Antar, 2011)
4.
Tanah
Tanah disekitarnya cenderung Sejalan dengan kondisi suhu dan iklim-nya maka tanah di lokasi ini cenderung lembab
Disain berbentuk rumah panggung untuk menghindari tanah yang lembab (Lihat gambar 22 & 24.)
5.
Air
Disekitar kampung Wae Rebo terdapat beberapa sungai dan sungai yang terdekat dengan kampung ini adalah sungai Wae Lomba yang merupakan bagian dari perjalanan memasuki kampung ini.
Masyarakat lokal Wae Rebo belum mengenal sistem sanitasi sehingga pada disain rumah Mbaru Niang belum terdapat kamar mandi atau bak cuci piring.Untuk kebutuhan air bersih diperoleh dari sungai.
Gambar 25. Sungai Wae Lomba, sebagai sungai yang terdekat dan sekaligus bagian dari perjalanan memasuki Wae Rebo ( Sumber: Nyoman, Leonardus; Anggo, Martinus, 2010 )
PENGHUNI 1. Kebutuhan dasar
Kebutuhan / kegiatan dasar, seperti: Makan, memasak Tidur, istirahat, Bersosialisasi (bertamu dan melakukan pertemuan adat) Kebutuhan lainnya, seperti: Mencari nafkah ( berkebun, bertenun)
Setiap kegiatan - kegiatan tersebut melahirkan ruang -ruang baik yang bersifat indoor yang merupakan ruang ruang utama dan ruang - ruang outdoor ( Lihat tabel 2 dan gambar 10.)
439
SCALE ISSN : 2338 - 7912 Volume 3 No. 2, Februari 2016
Lantai dasar disebut tenda yang merupakan ruang utama tempat tinggal, terbagi dua zoning, yaitu: Nolang (area privat), berupa kamar - kamar sebagai wadah beristirahat / tidur, dimana setiap kamar dilengkapi dengan hapo (tungku) untuk memasak
3
5 4
1 2 1
Gambar 26. Denah lantai dasar ( Sumber: Rumah Asuh, 2012 )
Lutur (area publik) sebagai wadah untuk bersosialisasi (bertamu, melakukan acara keagamaan / adat)
Keterangan: 1 Pintu masuk 2 Lutur (Publik) 3 Nolang (Privat) 4 Tiang Bokong 5 Tungku Utama
Gambar 27. Hapo merupakan area untuk memasak dengan tungku sederhana ( Sumber: Agung, Yuniadhi, 2013 )
Gambar 28. Upacara adat dilaksanakan pada pelataran rumah ( Sumber: Antar, Yori, 2011 )
2.
Adat istiadat / kebudayaan
Memeluk agama Katolik namun memiliki keyakinan animisme Sangat menghormati para leluhurnya dengan ritual - ritualnya Banyak prinsip - prinsip atau sikap hidup yang dituangkan dalam penataan lingkungan maupun disain rumah tradisionalnya Karakter masyarakatnya: rendah hati, kekeluargaan, hidup harmonis dan bersatu
Lantai teratas yang bernama Hekang Kode, merupakan ruang pemujaan kepada leluhur. Penempatannya pada lantai teratas / tertinggi sebagai simbol penghormatan kepada leluhur (Lihat gambar 6, 10 & tabel 2..)
Dalam Satu rumah adat terdapat 6 s.d.8 keluarga yang mendiami kamar masing - masing dan semua kamar menghadap tiang Bokong, yang berada di tengah rumah sebagai pelambang persatuan, kekeluargaan, keharmonisan dan persamaan hak (Lihat gambar 26.) Sesuai dengan keyakinan setempat bahwa jumlah rumah dalam kampung ini harus berjumlah tujuh rumah. Ketujuh bangunan tersebut membentuk formasi setengah lingkaran dan semua rumah harus menghadap batu Compang sebagai perlambang persatuan (Lihat gambar 29. )
Memegang teguh dan melestarikan kebudayaan/ adat istiadat-nya
Upacara - upacara keagamaan / adat yang bersifat indoor dilaksanakan didalam rumah pada area publik, yang
440
SCALE ISSN : 2338 - 7912 Volume 3 No. 2, Februari 2016
3.
Mata pencaharian
Beberapa upacara adat yang rutin diadakan oleh masyarakat setempat, antara lain: Upacara Caci, sering disebut tarian atau permainan kekeluargaan, persahabatan dan seni yang merupakan bagian penting dalam perayaan tahun baru. Merupakan permainan cambuk dimana para lelaki bertarung dengan cambuk sering sampai mengeluarkan darah. Hal ini dianggap sebagai perlambang sifat sportif, keperkasaan, keberanian dan sebagai daya tarik bagi perempuan. Upacara adat Kasawiang, yang digelar saat perubahan cuaca akibat pergerakan angin dari Timur ke Barat Upacara Penti atau tahun baru, yang jamak digelar pada bulan November Pekerjaan dominan, yaitu: Berkebun. Kopi, cengkeh, temulawak, jahe, sirih dan tanaman buah – buahan serta sayur – sayuran merupakan tanaman yang dihasilkan dari perbunan masyarakat setempat.
disebut Lutur (Lihat gambar 27.) Upacara - upacara keagamaan / adat yang bersifat outdoor dilaksanakan pada lapangan / halaman di depan rumah (lihat gambar 28.) Batu compang selain sebagai tempat untuk bercengkrama antar masyarakat juga sebagai alatar dalam pelaksanaan upacara adat
Batu Compang yang terletak di halaman rumah sebagai tempat masyarakat bercengkrama dan juga digunakan sebagai altar untuk upacara adat / keagamaan
Gambar 29. Setiap Mbaru Niang harus menghadap batu Compang (Sumber: Nyoman, Leonardus; Anggo, Martinus, 2010)
Pekerjaan lainnya, yaitu: bertenun, tukang, guru dan pemandu wisata
Kegiatan bertenun yang umumnya dilakukan para ibu di kolong (Rumah panggung)
Mengeringkan dan menumbuk kopi dilakukan di halaman rumah
Sumber: http://www.femina.co.id/waktu.senggang/jalanjalan/waerebo.kampung.arsitektur .nusantara/006/003/51 Gambar 30. Ruang - ruang yang berhubungan dengan mata pencaharian (Sumber: Siahaan, Fanny, 2015)
Bertenun dilakukan pada kolong rumah yang umumnya dilakukan oleh para ibu (Lihat gambar 30), sedangkan pekerjaan profesi guru berlokasi di luar kampung karena pada kampung ini tidak ada fasilitas sekolah dan cukup jarang Untuk berkebun dan kegiatan pendukungnya, dilakukan pada lahan disekitar rumah (Lihat gambar 30). Pemandu wisata adalah profesi yang terbilang baru karena dilakoni setelah wisatawan berdatangan ke kampung ini
Tabel 5. Tabel Analisa Aplikasi Arsitektur Biologis pada rumah tradisional Mbaru Niang (Sumber: Siahaan, Fanny, 2015)
441
SCALE ISSN : 2338 - 7912 Volume 3 No. 2, Februari 2016
Pada tabel 5. dijelaskan bagaimana aplikasi Arsitektur Biologis pada rumah tradisional Mbaru Niang dimana aplikasi tersebut dianalisa dari beberapa indikator, yaitu lingkungan beserta variabel - variabelnya dan penghuni beserta variabel - variabelnya. Dari analisa tersebut terlihat bagaimana lingkungan dan penghuni memberi dampak / pengaruh pada bangunan, yang dalam hal ini adalah rumah tradisional Mbaru Niang. Dapat dikatakan bahwa bangunan disesuaikan dengan lingkungan dan penghuninya, dimana hal ini menunjukkan penerapan arsitektur biologis didalamnya. 5.
KESIMPULAN Berdasarkan identifikasi dan analisa yang telah dilakukan pada bab - bab sebelumnya dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu sebagai berikut: 1. Parameter - parameter konsep Arsitektur Biologis adalah sebagai berikut: Arsitektur biologis merupakan Arsitektur (bangunan) yang sesuai dengan lingkungan dan penghuni-nya Arsitektur biologis memiliki tiga indikator utama, yaitu sebagai berikut: o Lingkungan, yang memiliki variabel – variabel sebagai berikut: Iklim dan suhu Site / tapak Vegetasi Tanah Air o Bangunan dengan variabel – variabel sebagai berikut: Denah Bahan / material bangunan Konstruksi bangunan o Manusia / penghuni dengan variabel – variabel sebagai berikut: Kebutuhan dasar manusia / penghuni Kebiasaan penghuni / kebudayaan / adat istiadat Mata pencaharian 2. Penerapan arsitektur biologis dapat terlihat jelas pada rumah tradisional Mbaru Niang, yaitu pada denah / organisasi ruang, material - material bangunan dan konstruksi bangunan. 3. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada ilmu arsitektur terkait dengan pengetahuan arsitektur biologis dan sekaligus kepada perancang ( arsitek ) dalam mendisain bangunan yang ramah lingkungan dan sesuai dengan kebutuhan penghuni. DAFTAR PUSTAKA Antar, Yori. (2011). Pengalaman Membangun Waerebo, Denpasar. Asdhiana, Made. ( 2013). "http://travel.kompas.com/read/2013/10/12/0837379/Wae.Rebo.Kearifan.yang.Me mpesona " Balai Pengembangan Teknologi Pembangunan Tradisional. (2008). Laporan Akhir Penelitian Desa - Desa di NTT, Balilitbang Kementerian pekerjaan Umum Balai Pengembangan Teknologi Pembangunan Tradisional. (2009). Laporan Akhir Penelitian Desa - Desa Tradisional di Provinsi Bali, NTB dan NTT, Balilitbang Kementerian pekerjaan Umum Bungin, Burhan. (2004). Metodelogi Penelitian Kualitatif - Aktualisasi Metodelogis ke Arah Ragam varian kontemporer, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Damayanti, Suprijanto, (2012). Penguasaan Teknogi Struktur dan Konstruksi Bangunan Tradisional Manggarai sebagai Kunci Keberhasilan dan Upaya Pelestariannya, Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia, Vol.1, No.1 Juli 2012, p. 75 -85 442
SCALE ISSN : 2338 - 7912 Volume 3 No. 2, Februari 2016
Domenig, Gaudenz. (1980). Arsitektur Primitif yang Tahan Gempa Frick, H.(1994). Arsitektur dan Lingkungan. Kanisius. Jogjakarta Frick, H. Suskiyatno, B.(2011). Dasar - Dasar Arsitektur Ekologis, Kanisisus. Penerbit ITB Koran Arsitektur.(2012)."http://archiholic99danoes.blogspot.com/2012/03/rumah-kerucutkampung-adat-wae-rebo.html" Lad, Jateen. (2013). Preservation of The Mbaru Niang, On Site Review Report Nyoman, Leonardus ; Anggo, Martinus (2010). http://baltyra.com/2010/05/20/a-journeyto-wae-rebo-traditional-village/ Leonardus, Nyoman. (2012 ).http://www.indonesia.travel/en/photoessay/details/post/51 National Geographic Indonesia. (Desember 2008). Ekologi dan Budaya Flores Barat Prijotomo, Joseph. (1997). Materi Kuliah Arsitektur Nusantara, Pasca Sarjana FTSP, ITS Surabaya Prijotomo. (2010). Konservasi Lingkungan Bina Nusantara, Denpasar Setianingsih,D.(2013)."http://travel.kompas.com/read/2013/09/30/1624108/Melestarikan. Kearifan.Wae.Rebo". Silas, Johan. (1986). Pengertian Pembangunan, Jurnal Pemukiman, Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan PU, Departemen PU Sulistiana,N.(2013)."http://perjalanannyoman.blogspot.com/2013/12/mbaru-niang-danhangatnya kehidupan.html" Suwantara, I Ketut, dkk. (2011). Kinerja Selubung Bangunan - Bangunan Tradisional Terhadap kenyamanan Termal Hunian, Studi Lapangan Pada Musim Hujan. PPIS Prosiding, Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Standarisasi 2011, Yogyakarta UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
443