SKABIES I.
DEFINISI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, itch, gudig, budukan, dan gatal agogo. (1) II.
EPIDEMIOLOGI
Skabies adalah infestasi kulit manusia disebabkan oleh penetrasi parasit tungau Sarcoptes scabiei var. hominis ke dalam epidermis. Tungau skabies adalah arthropoda kelas Acarina pertama kali diidentifikasi pada tahun 1600-an, tetapi belum dikenal sebagai penyebab erupsi kulit sampai pada tahun 1700-an. Ada yang memperkirakan bahwa lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia terinfeksi dengan tungau skabies. (2) Skabies adalah masalah seluruh dunia dan segala usia, ras dan kelompok sosial ekonomi yang rentan. Faktor lingkungan mempercepat penyebaran meliputi kepadatan penduduk, pengobatan yang terlambat kasus primer, dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kondisi tersebut. Ada variasi yang cukup besar dalam prevalensi, dengan tingkat di beberapa negara berkembang berkisar antara 4% sampai 100% . Insiden yang lebih tinggi terjadi pada daerah dengan kepadatan penduduk, sering berhubungan dengan bencana alam, perang, depresi ekonomi dan tempat pengungsian. Skabies dapat ditularkan langsung melalui kontak pribadi yang dekat, seksual atau lainnya, atau tidak langsung melalui transmisi melalui benda-benda. Prevalensi lebih tinggi pada anak dan pada orang yang aktif secara seksual. Pada umumnya infestasi penyebarannya terjadi antara anggota keluarga dan orang yang dekat.(1) Skabies berkrusta (sebelumnya (sebelumnya disebut skabies Norwegia) ditemukan pada individu dengan sistem kekebalan tubuh yang rentan (misalnya orang tua, orang yang terinfeksi HIV, dan pasien transplantasi) serta mereka yang memiliki fungsi sensorik menurun (seperti pasien dengan kusta atau paraplegia). (2)
1
III.
ETIOLOGI
Sarcoptes
scabiei
termasuk
filum
Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, super family Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabieivar. Hominis. Selain itu terdapat S.scabiei yang lain, misalnya pada kambing dan babi. (1) Secara morfologik merupupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan
bagian
perutnya
rata.
Tungau
ini
translusen, berwarna putih kotor, dan tidak Gambar 1. Sarcoptes scabei
2
bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron,
sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat..(1,2) Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi ( perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari.
IV.
(1,2)
PATOGENESIS
Reaksi alergi yang sensitif terhadap tungau dan produknya memperlihatkan peran yang penting dalam perkembangan lesi dan terhadap timbulnya gatal. Alergi
2
kepekaan terhadap tungau atau produknya tampaknya memainkan peran penting dalam menentukan perkembangan lesi selain terowongan, dan gatal. Namun, urutan kejadian imunologi tidak jelas dan membutuhkan penjelasan lebih lanjut. Bukti menunjukkan bahwa hipersensitivitas baik langsung dan tipe lambat yang terlibat. (3) Uji kulit dengan ekstrak tungau memberikan hasil yang meragukan, meskipun menunjukkan hasil positif pada tes intradermal telah sering diperoleh pada pasien dalam beberapa bulan infeksi skabies. Tingkat IgE yang normal dilaporkan dalam satu seri pasien skabies, tetapi dalam penelitian selanjutnya menunjukkan peningkatan yang signifikan pada banyak individu. Pada dua orang pasien skabies yang disertai gangguan keratinisasi menunjukkan peningkatan kadar eosinofil. Terbentuknya papul dan nodul dihubungkan dengan hipersensitifitas tipe lambat yang didukung oleh perubahan histologis dan dominasi infiltrat limfosit T di kulit. Percobaan untuk menentukan apakah ekstrak Sarcoptes scabiei mempengaruhi sitokin yang di ekspresikan oleh limfosit T menunjukkan peningkatan produksi IL-10, sehingga hal ini dapat memainkan peran dalam menekan proses inflamasi dan respon kekebalan tubuh, dan dengan demikian menunda timbulnya gejala. Pada proses imunologi yang lain, kadar serum IgG dan IgM yang tinggi serta IgA yang rendah, kembali normal setelah
pengobatan.
IgM
dan
deposit
C3
telah
dibuktikan
pada
dermo-
epidermaljunction di area terowongan, dan beredar kompleks imun dalam serum setelah perawatan skabies. Frekuensi antigen leukosit manusia (HLA)-A11 adalah lebih tinggi di antara pasien dengan skabies dibandingkan pada populasi orang norwegia normal.(3) Kelainan kulit yang menyerupai dermatitis tersebut sering terjadi lebih luas dibandingkan lokasi tungau dengan efloresensi dapat berupa papul, nodul, vesikel, urtika dan lainnya. Akibat garukan yang dilakukan oleh pasien dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta hingga terjadinya infeksi sekunder.
(1)
Cara penularan skabies:(1) 1.
Kontak langsung (Kulit dengan kulit, tidur bersama dan hubungan seksual).
2.
Kontak tidak langsung (melalui benda misalnya pakaian handuk, sprei, bantal dan lain - lain) Penularan biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau
kadang – kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var.animalis yang
3
kadang – kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang peliharaan misalnya anjing.
V.
(1)
GEJALA KLINIS
Kelainan klinis pada kulit yan ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabei sangat bervariasi, dapat menyerupai dermatitis
dengan disertai papula, vesikula,
urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbl erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran klinis berupa keluhan subyektif dan obyektif yang spesifik.
Gambar 2. Lokasi penyebaran infeksi 2
Dikenal ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu : 1. Pruritus nocturna Adanya gatal hebat pada malam hari, keadaan ini disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah.
(5)
4
2. Sekelompok orang Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah dalam sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah pemukiman yang padat penduduknya, tungau dapat menular hampir ke seluruh penduduk. Perlu diperhatikan didalam kelompok mungkin akan ditemukan individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier bagi individu lain.(5) 3. Adanya terowongan (kunikulus/kanalikuli) Kelangsungan
hidup
Sarcoptes
scabiei
sangat
bergantung
kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum korneum, oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang memiliki stratum korneum yang relatif lebih longgar dan tipis. Terowongan biasanya berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, berwarna putih abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel. Bila ada infeksi sekunder ruam kuitnya menjadi polimorf (pustule, ekskoriasi dan lain-lain).(5)
Gambar 3. Scabies pada tangan
4. Menemukan Sarcoptes scabiei Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh kemungkinan besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa maupun skibala dan ini merupakan hal yang paling diagnostik. Akan tetapi, kriteria yang keempat ini agak susah ditemukan karena hampir sebagian besar penderita pada umumnya datang dengan lesi yang sangat variatif dan tidak spesifik . (5)
5
Sebuah eritematosa difus dapat terjadi dan merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap antigen tungau. Parapathognomonic lesi adalah terowongan yang tipis, seperti benang, struktur linear
yang panjangnya 1 sampai 10 mm panjang, dan
merupakan terowongan yang disebabkan oleh gerakan dari tungau di stratum korneum. (2) Skabies Norwegian (skabies berkrusta) memiliki bentuk yang ditandai dengan dermatosis berkrusta pada tangan dan kaki, kuku yang distrofik, dan skuama yang generalisata. Bentuk ini sangat menular, tetapi rasa gatalnya sangat sedikit. Tungau dapat ditemukan dalam jumlah sangat besar. Penyakit terdapat pada penderita retardasi mental, kelemahan fisis, gangguan imunologik, dan psikosis (1,2)
VI.
DIAGNOSIS
Diagnosis skabies terletak sebagian besar pada riwayat pasien dan pemeriksaan pasien, serta pada riwayat keluarga dan orang yang dekat. Diagnosis pasti tergantung pada identifikasi tungau, telur, fragmen cangkang, atau pelet tungau. Beberapa sampel kulit dangkal harus diperoleh dari lesi khususnya, liang atau papula dan vesikula yang kemudian dicongkel dari lateral di kulit dengan pisau, berhati-hati untuk menghindari perdarahan. Spesimen dapat diperiksa dengan mikroskop cahaya bawah daya yang rendah. Kalium hidroksida tidak boleh digunakan, karena dapat melarutkan tungau. Oleh karena jumlah tungau rendah dalam kasus-kasus skabies klasik, teknik ini sangat tergantung pemeriksa. Kegagalan untuk menemukan tungau biasa terjadi dan tidak mengesampingkan diagnosis skabies. Selain itu tungau juga dapat didapatkan dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar. Cara lain juga dapat dibuat dengan melakukan biopsy irisan yaitu lesi dijepit dengan 2 jari kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diidentifikasi dengan mikroskop cahaya. Cara terakhir yaitu dengan melakukan biopsy eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan H.E.
VII.
(1)
DIAGNOSIS BANDING
Karakteristik yang menunjukkan liang hanya dimiliki oleh Skabies. Skabies dari hewan peliharaan menginduksi ruam gatal pada manusia tetapi ini tidak memiliki liang. Diagnosa banding scabies adalah lesi urtikaria papular yang excoriated papula, dalam kelompok, terutama pada kaki, onset akhir eczema, atopik urtikaria kolinergik, lichen planus, neurotik exco-riations dan dermatitis herpetiformis memiliki fitur khas
6
mereka sendiri. Fibreglass juga dapat menyebabkan epidemi gatal. (4) Ada pendapat yang mengatakan penyakit scabies in merupakan the great imitator karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal. Sebagai diagnose banding ialah : pruriog, pedikulosis korporis, dermatitis, dan lain-lain. (1)
VIII. PENATALAKSANAAN
Cara pengobatannya ialah seluruh anggota keluarga harus diobati (termasuk penderita yang hiposensitasi). (1) Penderita dianjurkan untuk menjaga kebersihan dengan mandi secara teratur, seluruh pakaian, sprei, dan handuk yang digunakan harus dicuci secara teratur bila perlu direndam dengan air panas. Begitu pula dengan selurh anggota keluarga yang berisiko tinggi utnuk tertular agar ikut menjaga kebersihan dan untuk sementara menghindari kontak langsung. (5)
Syarat obat yang ideal ialah : (1) 1.
Harus efektif terhadap semua stadium tungau.
2.
Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik.
3.
Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian.
4.
Mudah diperoleh dan harganya murah.
Ada banyak cara pengobatan secara khusus pada pengobatan skabies dapat berupa topikal maupun oral antara lain : a.
Permethrin Permethrin merupakan sintesa dari pyrethtoid , sifat skabisidnya sangat
baik. obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan skabies karena efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan akibat salah dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorbsi dan cepat dimetabolisme di kulit dan deksresikan di urin. Tersedia dalam bentuk krim 5 % dosis tunggal digunakan selama 8-12 jam, digunakan malam hari sekali dalam 1 minggu selama 2 minggu, apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu. Permethrin tidak dapat diberikan pada bayi yang kurang dari 2 bulan, wanita
7
hamil, dan ibu menyusui. Efek samping jarang ditemukan berupa rasa terbakar, perih, dan gatal. Beberapa studi menunjukkan tingkat keberhasilan permetrin lebih tinggi dari lindane dan crotamiton. Kelemahannya merupakan obat topikal yang mahal.(5) b.
Presipitat Sulfur 2-10% Presipitat sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan,
sejak 25 M. Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%) dan umumnya salep konsentrasi 6% lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam tiga hari berturut-turut. Keuntungan penggunaan obat ini adalah harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi massal.(5) Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hidrogen sulfida dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germisid dan fungisid. Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan kadangkadang menimbulkan iritasi. (5) c.
Benzyl benzoate Benzyl benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil
yang
merupakan bahan sintesis balsam peru. Benzyl benzoate bersifat neurotoksik pada tungau skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzyl benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima. Efek samping dari benzyl benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan skrotum karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzyl benzoate lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies. Di
8
negara-negara berkembang dimana sumber daya yang terbatas, benzyl benzoate digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai alternatif yang lebih murah.(5) d.
Lindane (Gamma benzene heksaklorida) Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah
insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat tungau. Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau, lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses. (5) Lindane tersedia dalam bentuk krim, losion, gel, tidak berbau dan tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau losion. Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain s elain 1%.(5) Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas sistem saraf pusat, kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan pansitopenia. (5) e.
Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine) Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau
losion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam, kemudian dicuci setelah aplikasi kedua. Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka panjang.(5)
9
Beberapa ahli beranggapan bahwa krim ini tidak direkomendasikan terhadap skabies karena kurangnya efikasi dan data penunjang tentang tingkat keracunan terhadap obat tersebut. Crotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak kecil. (5) f.
Ivermectin Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces
avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotik makrolid, namun tidak mempunyai aktifitas sebagai antibiotik, diketahui aktif melawan ekto dan endo parasit. Digunakan secara meluas pada pengobatan hewan, mamalia, pada manusia digunakan untuk pengobatan penyakit filaria terutama oncocerciasis. Diberikan secara oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk skabies. Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun. Juga dilaporkan secara khusus tentang formulasi ivermectin topikal efektif untuk mengobati skabies. Efek samping yang sering adalah kontak dermatitis dan toxicepidermal necrolysis.(5) g.
Monosulfiran Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus ditambahkan
2-3 bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari. (5) h.
Malathion Malathion 0,5% adalah dengan dasar air digunakan selama 24 jam,
pemberian berikutnya beberapa hari kemudian. Namun saat ini tidak lagi direkomendasikan karena berpotensi memberikan efek samping yang sangat tinggi.(5) c. Penatalaksanaan skabies berkrusta
Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun skabies berkrusta berespon lebih lambat dan umumnya membutuhkan beberapa pengobatan dengan skabisid. Kulit yang diobati meliputi kepala, wajah, kecuali sekitar mata, hidung, mulut dan khusus dibawah kuku jari tangan dan jari kaki diikuti dengan penggunaan sikat di bagian bawah ujung kuku. Pengobatan diawali dengan krim
10
permethrin dan jika dibutuhkan diikuti dengan lindane dan sulfur. Mungkin sangat membantu bila sebelum terapi dengan skabisid diobati dengan keratolitik. (5) d.
Penatalaksanaan skabies nodular
Skabies nodular merupakan salah satu karakteristik skabies yang kronik mengenai beberapa bagian tubuh seperti genitalia pria dan aksilla . Skabies seperti ini ditangani dengan anti skabitik disertai dengan pemberian steroid. e.
(5)
Pengobatan terhadap komplikasi
Pada infeksi bakteri sekunder dapat digunakan antibiotik oral khususnya eritromisin.(5) f.
Pengobatan simptomatik
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal yang secara karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan anti skabies yang adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan aplikasi pelumas atau emolien pada lesi yang kurang aktif mungkin sangat membantu, dan pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1% untuk mengurangi keluhan. (5) IX.
PENCEGAHAN
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan skabies, orang-orang yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran skabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung tungau skabies yang masih dalam periode inkubasi asimptomatik.(2) Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan dengan udara panas karena tungau skabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet dan kain pelapis lainnya juga harus dibersihkan ( vacuum cleaner ).(2)
11
X.
PROGNOSIS
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta syarat pengobatan dan menghilangkan factor predisposisi (antara lain hygiene), maka penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik. (1)
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Handoko, Ronny P. 2010. “Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin”. Jakarta : FK UI. p.122-125 2. Wolf, Goldsmith, Katz, Gilchrest, Paller, Leffel. 2008. “ Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine”. Seventh Edition. The McGraw-Hili Companies, United States of America. p.2029-2032 3. Burns DA. Diseases caused by arthropods and other noxious animals. In: Rook’s textbook of dermatology. 8th ed. United kingdom. Willey-blackwell; 2010. p. 38.36 – 38.38. 4. Hunter,John.Savin,John.Dahl,Mark. 2002.Clinical Dermatology 3 rd Edition.Blackwell. p.228-231 5. Amiruddin, Muh. Dali. 2003. “Ilmu Penyakit Kulit”. Makassar : FK Unhas. p.5-10
13