PENTINGNYA RAPID HEALTH ASSESSMENT DALAM USAHA MENINGKATKAN STATUS KESEHATAN KORBAN BENCANA
Oleh: Salas Auladi Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
ABSTRAK
Pentingnya Rapid Health Assessment dalam usaha meningkatkan status kesehatan korban bencana diangkat dari fenomena yang terjadi di lapangan, yaitu banyak dilakukannya assessment dengan waktu relatif lama yang seharusnya dilakukan secara cepat. Pembahasan dalam artikel ini didasarkan pada keputusan Menteri Kesehatan RI tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan dan Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi. Selain itu ada beberapa sumber yang digunakan dalam pembuatan artikel ini. Dari hasil pembahasan didapatkan bahwa Rapid Health Assessment penting dilakukan untuk menentukan tindakan yang sesuai dengan kebutuhan dan tepat guna. Dengan dilakukannya Rapid Health Assessment diharapkan dapat menurunkan jumlah korban dan potensi terjadinya wabah. Hal itu bisa dilihat dari hasil assessment yang diperoleh, yaitu kesehatan komunitas korban, ketersediaan dan akses pada makanan, ketersediaan dan akses terhadap air bersih, sanitasi atau kebersihan lingkungan, dan hubungan sosial. Perlu ditekankan lagi bahwa assessment harus dilakukan secara cepat. Importance of Rapid Health Assessment in an effort to improve the health status of disaster victims removed from the phenomenon that occurs in the field, that is a lot to do an assessment with a relatively long time that should be done quickly. The discussion in this article are based on the decision of the Minister of Health of Indonesia concerning the Health Sector Disaster Management Guidelines and Minimum Standards for Disaster Reduction Due to Health Problems and Treatment of Refugees. In addition there are several sources used in the manufacture of this article. The discussion results showed that the Rapid Health Assessment is necessary to determine the appropriate action to the needs and appropriate. By doing the Rapid Health Assessment is expected to reduce the number of victims and potential outbreak. It can be seen from the assessment results obtained, namely the victim community health, availability and access to food, availability of and access to clean water, sanitation or cleanliness of the environment, and social relationships. It should be emphasized again that the assessment must be done quickly. Kata kunci : penanggulangan bencana bidang kesehatan, Rapid Health Assessment, pemerintah. Key words : disaster management in health sector, Rapid Health Assessment, government.
PENDAHULUAN
Bencana alam seakan tidak henti-hentinya menimpa tanah air, sehingga sudah tidak asing lagi bagi kita jika mendengar terjadinya peristiwa gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, kekeringan, longsor, dan lain-lain. Peristiwa bencana tersebut tidak mungkin dihindari, hal yang dapat kita lakukan adalah memperkecil terjadinya korban jiwa, harta maupun lingkungan. Perlu diketahui bahwa bencana yang diikuti dengan pengungsian menimbulkan masalah kesehatan yang sebenarnya diawali oleh masalah bidang/sektor lain. Mencegah terjadinya masalah kesehatan tersebut Rapid Health Assesment dilakukan untuk menilai kondisi kesehatan SDM yang ada di lokasi pengungsian. Namun kegiatan assesment ini harus dilakukan dengan cepat melihat sesaat setelah bencana merupakan kondisi darurat yang membutuhkan tindakan yang taktis dan strategis. Mengingat penanggulangan masalah kesehatan harus segera diberikan baik saat terjadi maupun pasca bencana. Purwo Atmojo yang merupakan salah satu staf Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur menjelaskan “Jangan terlalu ambisius untuk mengumpulkan data karena waktu yang ada sangat terbatas” ketika memberikan pengarahan dalam Bimbingan Tekhnis Dokter dan Perawat dalam Penanggulangan Bencana di Surabaya(28/07/2009). Surabaya(28/07/2009). Namun ada a da beberapa kegiatan tanggap bencana yang tidak selalu harus menunggu hasil RHA terutama kegiatan spesifik yang dapat diperkirakan. Namun pada kenyataannya, banyak lembaga yang menangani masalah penanggulangan bencana itu terlalu lama dalam melakukan assesment yang seharusnya dilakukan secara cepat. Sehingga muncul pernyataan “Sebetulnya assesment itu kebutuhan atau gaya?”, begitulah yang diungkapkan oleh Eyank yang pernah menjabat sebagai Manajer Kebencanaan Eknas Walhi itu(12/03/2009). Di bawah ini terdapat sedikit bahasan yang berkaitan dengan pentingnya sebuah assessment dalam penanggulangan bencana.
PEMBAHASAN
Rapid Health Assesment (Penilaian Cepat Kesehatan) merupakan suatu rangkaian siklus manajemen kesehatan pada situasi bencana yang harus dilakukan sesaat setelah terjadi bencana dan dilakukan secara cepat. Assessment dapat dilakukan dengan pengamatan visual dengan cara melakukan observasi lapangan di daerah bencana dan sekitarnya, wawancara, mengkaji data atau informasi yang ada baik (primer atau sekunder), sekunder), survei cepat maupun melalui pencatatan lainnya. lainnya. Rapid Health Assesment (RHA) dilakukan untuk menentukan tindakan dan bantuan yang diperlukan. Dengan adanya RHA ini diharapkan tindakan dan bantuan dapat terdistribusi dengan cepat dan tepat. Bahkan Menteri Kesehatan RI telah mengeluarkan keputusan Nomor: 145/MENKES/SK/I/2007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan yang salah satu isinya sebagai berikut: ”2. Saat Bencana b. Tingkat Provinsi
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan kegiatan: 1) Melapor kepada Gubernur dan menginformasikan kepada PPK Depkes tentang terjadinya bencana atau adanya pengungsi. 2) Mengaktifkan Pusdalops penanggulangan Bencana tingkat Provinsi. 3) Berkoordinasi dengan Depkes dalam hal ini PPK, bila ada kebutuhan bantuan obat dan perbekalan kesehatan. Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan menggunakan buku pedoman pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan. 4) Berkoordinasi dengan Rumah Sakit Provinsi untuk mempersiapkan menerima rujukan dari lokasi bencana atau tempat penampungan pengungsi. Bila diperlukan, menugaskan Rumah Sakit Provinsi untuk mengirimkan tenaga ahli kesehatan ke lokasi bencana atau tempat penampungan pengungsi. 5) Berkoordinasi dengan Rumah Sakit rujukan (RS Pendidikan) di luar Provinsi untuk meminta bantuan dan menerima rujukan pasien. 6) Berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk melakukan “Rapid Health Assessment” atau evaluasi pelaksanaan upaya kesehatan. 7) Memobilisasi tenaga kesehatan untuk tugas perbantuan ke daerah bencana. 8) Berkoordinasi dengan sektor terkait untuk penanggulangan bencana. 9) Menuju lokasi terjadinya bencana atau t empat penampungan pengungsi. 10) Apabila kejadian melampaui batas wilayah, maka sebagai koordinator penanggulangan bencana nasional adalah Sekjen Depkes. Direktur Rumah Sakit Provinsi melakukan kegiatan: 1) Mengadakan koordinasi dengan Rumah Sakit Kabupaten/Kota untuk mengoptimalkan sistem rujukan. 2) Menyiapkan instalasi gawat darurat dan instalasi rawat inap untuk menerima penderita rujukan dan melakukan pengaturan jalur e vakuasi. 3) Mengajukan kebutuhan obat dan peralatan lain yang diperlukan. 4) Mengirimkan tenaga dan peralatan ke lokasi bencana bila diperlukan. c. Tingkat Kabupaten/Kota Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setelah menerima berita tentang terjadinya bencana dari Kecamatan, melakukan kegiatan: 1) Berkoordinasi dengan anggota Satlak PB dalam penanggulangan bencana. 2) Mengaktifkan Pusdalops Penanggulangan Bencana Tingkat Kabupaten/Kota. 3) Berkoordinasi dengan RS Kabupaten/Kota termasuk RS Swasta Rumkit TNI dan POLRI untuk mempersiapkan penerimaan penderita yang dirujuk dari lokasi bencana dan tempat penampungan pengungsi. 4) Menyiapkan dan mengirim tenaga kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan ke lokasi bencana. 5) Menghubungi Puskesmas di sekitar lokasi bencana untuk mengirimkan dokter, perawat dan peralatan yang diperlukan termasuk ambulans ke lokasi bencana. 6) Melakukan Penilaian Kesehatan Cepat Terpadu ( Integrated Rapid Health ). Assessment ). 7) Melakukan penanggulangan gizi darurat. 8) Memberikan imunisasi campak di tempat pengungsian bagi anak-anak dibawah usia 15 tahun. 9) Melakukan surveilans epidemiologi terhadap penyakit potensial wabah, pengendalian vektor serta pengawasan kualitas air dan lingkungan. 10) Apabila kejadian bencana melampaui batas wilayah Kabupaten/Kota, maka sebagai penanggung jawab adalah Kepala Dinas K esehatan Provinsi. Direktur Rumah Sakit Kabupaten/Kota melakukan kegiatan: 1) Menghubungi lokasi bencana untuk mempersiapkan instalasi gawat darurat dan ruang perawatan untuk menerima rujukan penderita dari lokasi bencana dan tempat penampungan pengungsi. 2) Menyiapkan instalasi gawat darurat dan instalasi rawat inap untuk menerima rujukan penderita dari lokasi bencana atau tempat penampungan pengungsi dan melakukan pangaturan jalur evakuasi.
3) 4)
Menghubungi RS Provinsi tentang kemungkinan adanya penderita yang akan dirujuk. Menyiapkan dan mengirimkan tenaga dan perlatan kesehatan ke lokasi bencana bila diperlukan.
d. Tingkat Kecamatan Kepala Puskesmas di lokasi bencana melakukan kegiatan: 1) Beserta staf menuju lokasi bencana dengan membawa peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan triase dan memberikan pert olongan pertama. 2) Melaporkan kepada Kadinkes Kabupaten/Kota tentang terjadinya bencana. 3) Melakukan Initial Rapid Health Assessment (Penilaian Cepat Masalah Kesehatan Awal). 4) Menyerahkan tanggung jawab pada Kadinkes Kabupaten/Kota apabila telah tiba di lokasi. 5) Apabila kejadian bencana melampaui batas wilayah kecamatan, maka sebagai penanggung jawab adalah Kepala Dinas Kesehatan Ka bupaten/Kota. Kepala Puskesmas di sekitar lokasi bencana melakukan kegiatan: 1) Mengirimkan tenaga dan perbekalan kesehatan serta ambulans/alat transportasi lainnya ke lokasi bencana dan tempat penampungan pengungsi. 2) Membantu melaksanakan perawatan dan evakuasi korban serta pelayanan kesehatan pengungsi.”
Dari penggalan Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan di atas bisa kita lihat bahwa Rapid Health Assessment dibagi menjadi dua yaitu: a. Initial Rapid Health Assessment (Penilaian Masalah Kesehatan Awal) yang dalam hal ini dilakukan oleh petugas kesehatan tingkat kecamatan dibawah tanggung jawab Kepala Puskesmas setempat. Ini dilakukan untuk menetukan jenis bantuan awal yang dibutuhkan segera. b. Integrated Rapid Health Assessment (Penilaian Masalah Kesehatan Terpadu) menindaklanjuti assessment awal dan mendata kebutuhan para korban di shelter pengungsian. Dengan adanya assessment terpadu ini kita dapat melakukan penanggulangan gizi, memberikan imunisasi, melakukan surveilans epidemiologi terhadap penyakit potensial sehingga kejadian penyakit di lokasi bencana dapat dikontrol. Data-data yang dikumpulkan antara lain luas area geografi yang terkena bencana, status sarana transportasi, komunikasi, listrik, ketersediaan air bersih, pangan, fasilitas sanitasi dan kondisi tempat pengungsian. Selain itu perlu juga diketahui mengenai perkiraan jumlah korban (meninggal maupun luka), kondisi SDM kesehatan yang ada di lokasi, perkiraan jumlah pengungsi, endemisitas penyakit menular setempat, kondisi penyakit pe nyakit potensial KLB & kecenderungannya, ke cenderungannya, kondisi lingkungan (sebagai ‘ risk factors’) dan jenis bantuan awal yang diperlukan segera. Pengumpulan data tersebut dapat dipergunakan untuk mengukur besarnya masalah yang berkaitan dengan kesehatan akibat bencana maupun mengidentifikasi kebutuhan untuk penanggulangan bencana tersebut. Silvia Fanggidae dalam Draft#3 Manual Manajemen dan Sistem Penanganan Kondisi Darurat ( Emergency Management Manual ) menguraikan beberapa informasi yang perlu diketahui dalam sebuah assessment , antara lain: ”a. Informasi tentang Kondisi Darurat Bencana apa yang terjadi dan apa penyebabnya. •
•
•
Apa saja masalah utama yang ada se karang dan seberapa mendesak masalah tersebut harus ditangani. Untuk memahami masalah utama yang ada ini, perlu melihat dampak bencana terhadap: - Kesehatan komunitas korban: fisik maupun em osional. Kesehatan fisik menyangkut ketersediaan dan akses komunitas terhadap infrastruktur kesehatan, tenaga ahli kesehatan (medis maupun paramedis, termasuk tenaga kesehatan tradisional), pelayanan kesehatan, obat-obatan (produk kimia maupun obat tradisional), serta penyakit menular baik yang mulai terjadi maupun resiko yang ada. Masalah emosional menyangkut berbagai fenomena gangguan mental dalam berbagai tingkatan dari yang ringan sampai yang berat, yang mungkin dapat terlihat dalam penilaian kondisi. - Ketersediaan dan akses komunitas terhadap sumber penghasilan, dari segi jumlah, mutu dan keberlanjutannya. keberlanjutannya. - Ketersediaan dan akses komunitas pada makanan pada saat itu maupun dalam jangka waktu tertentu ke depan. Ketersediaan dan akses terhadap makanan ini dapat dirinci menjadi makanan pokok (sumber karbohidrat) serta makanan yang mengandung zat nutrisi lain yang dibutuhkan tubuh manusia untuk bisa hidup dan beraktifitas secara normal. - Ketersediaan dan akses komunitas terhadap air bersih: jumlah dan kualitas. - Sanitasi atau kebersihan lingkungan yang dapat mempengaruhi tingkat resiko penyebaran penyakit menular. - Kualitas dan jumlah penampungan. - Hubungan sosial: antar pengungsi maupun antara pengungsi dengan masyarakat lokal di sekitar penampungan korban. - Lingkungan: dampak bencana dan pengungsian terhadap kualitas lingkungan hidup, dalam hal ini apakah terjadi degradasi lingkungan yang signifikan dan berbahaya bagi kehidupan selanjutnya. Skala dampak bencana - Berapa banyak orang yang terkena dampak saat itu, berapa besar kelompok rentan yang ada dan berapa yang beresiko berdasarkan penilaian terhadap kemungkinan perkembangan masalah? - Seberapa luas wilayah yang ter kena dampak bencana tersebut.”
Selain itu dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 1357/MENKES/SK/XII/2001 tentang Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi dijelaskan bahwa pelayanan kesehatan masyarakat korban bencana didasarkan pada penilaian situasi awal serta data informasi kesehatan berkelanjutan, berfungsi untuk mencegah pertambahan/menurunkan tingkat kematian dan jatuhnya korban akibat penyakit melalui pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan. Penilaian situasi awal yang dimaksudkan dalam keputusan Menteri Kesehatan RI tersebut merupakan hasil dari Initial Rapid Health Assessment yang sudah dijelaskan di atas. Begitu juga Integrarted Rapid Health Assessment yang disebutkan dalam keputusan di atas sebagai data informasi kesehatan berkelanjutan.
PENUTUP
Dari uraian di atas dapat diambil beberapa hal penting berkenaan dengan dilakukannya Rapid Health Assessment , antara lain: a. Rapid Health Assessment berfungsi untuk mencegah/menurunkan jatuhnya korban dan terjadinya wabah akibat penyakit menular.
b. Rapid Health Assessment terbagi menjadi dua, yaitu assessment awal dan assessment terpadu atau lanjutan. c. Data yang harus diperoleh dalam sebuah assessment khususnya di bidang kesehatan antara lain kesehatan komunitas korban, ketersediaan dan akses pada makanan, ketersediaan dan akses terhadap air bersih, sanitasi atau kebersihan lingkungan, dan hubungan sosial. d. Rapid Health Assessment penting dilakukan untuk menentukan tindakan yang sesuai dengan kebutuhan dan tepat guna. Mengingat penanggulangan bencana bidang kesehatan harus segera diberikan baik saat terjadi bencana maupun pasca bencana maka tindakan Rapid Heath Assessment harus dilakukan secara cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Fanggidae, Silvia dkk. 2002. Draft#3 Manual Manajemen dan Sistem Penanganan Kondisi Darurat (Emergency Management Manual). Forum Kesiapan dan Penanganan Bencana (FKPB) Kupang. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 1357/MENKES/SK/XII/2001 tentang Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 145/MENKES/SK/I/2007 tentang Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan. http://bencanaekologis.blogspot.com/. Memobilisasi Sumberdaya Lokal dalam Kerja – Kerja Respon dan Bantuan Darurat . http://pascaunsoed.files.wordpress.com/2008/05/vi-artikel-ilmiah.pdf. http://www.surabaya-ehealth.org/comment/reply/13078/.