BAB 1 MODEL PERILAKU ORGANISASI
Menurut Duncan (Thoha, 2005), perilaku organisasi adalah suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu kelompok tertentu. Menurut Duncan dalam Thoha (2007:5) hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam suatu perilaku organisasi adalah sebagai berikut: a) Studi perilaku organisasi termasuk didalamnya bagian-bagian yang relevan dari semua ilmu tingkah laku yang berusaha menjelaskan b) Tindakan-tindakan manusia didalam organisasi. c) Perilaku organisasi sebagaiman suatu disiplin ilmu mengenai bahwa individu dipengaruhi oleh bagaimana pekerjaan diatur adan siapa yang bertanggung jawab untuk pelaksanaannya. d) Walaupun dikenal adanya keunikan pada individu, namun perilaku organisasi masih memusatkan pada kebutuhan manajer untuk menjamin bahwa keseluruhan tugas pekerjaan yang bisa dijalankan. Menurut Larry L. Cummings (Thoha, 2005), perbedaan dari perilaku organisasi dengan disiplin ilmu lain yang erat hubungannya dengan ilmu perilaku adalah sebagai berikut:
1. Perbedaan antara perilaku organisasi dengan psikologi organisasi , antara lain: psikologi organisasi membatasi konstruksi penjelasannya pada tingkat psikologi saja, akan tetapi perilaku organisasi konstruksi penjelasannya berasal dari multi disiplin. Kesamaan keduanya ialah kedua bidang tersebut menjelskan perilaku orang-orang di dalam suatu organisasi. 2. Perbedaan antara perilaku organisasi dengan teori organisasi didasarkan pada dua perbedaan antaranya unit analisisnya dan pusat variabel tak bebas. Perilaku organisasi dirumuskan sebagai suatu studi dari tingkah laku individu dan kelompok di dalam suatu organisasi dan penerapan dari ilmu pengetahuan tertentu. Teori organisasi adalah studi tentang susunan, proses, dan hasil-hasil dari organisasi itu sendiri. 3. Perbedaan antara perilaku organisasi dengan personnel dan human resources adalah, bahwa perilaku organisasi lebih menekankan pada orientasi konsep, sedangkan personnel dan human resources (P&HR) menekankan pada teknik dan teknologi. Variabel-variabel tak bebas, seperti misalnya tingkah laku dan reaksi-reaksi yang efektif dalam organisasi, seringkali muncul pada keduanya. P&HR nampaknya berada pada permukaan antara organisasi dan individu dengan menekankan pada pengembangan dan pelaksanaan sistem pengangkatan, pengembangan, dan motivasi dari individuindividu di dalam suatu organisasi.
1
Menurut Davis dan Newstorm (1985), ada empat model perilaku organisasi yang menunjukkan evolusi pemikiran dan perilaku pada bagian manajemen dan manajer.
Empat model atau kerangka kerja organisasi adalah:
1. Otokratis – Dasar dari model ini adalah kekuatan dengan orientasi manajerial otoritas. Para karyawan pada gilirannya berorientasi terhadap ketaatan dan ketergantungan pada bos. Kebutuhan karyawan yang terpenuhi adalah subsisten. Hasil kinerja minimal. 2. Kustodian – Dasar dari model ini adalah sumber daya ekonomi dengan orientasi manajerial uang. Para karyawan pada gilirannya berorientasi pada keamanan dan manfaat dan ketergantungan pada organisasi. Kebutuhan karyawan yang terpenuhi adalah keamanan. Hasil kinerja adalah kerjasama pasif. 3. Mendukung – Dasar dari model ini adalah kepemimpinan dengan orientasi manajerial dukungan. Para karyawan pada gilirannya berorientasi terhadap prestasi kerja dan partisipasi. Kebutuhan karyawan yang terpenuhi adalah status dan pengakuan. Hasil kinerja terbangun drive. 4. Kolegial – Dasar dari model ini adalah kemitraan dengan orientasi manajerial kerja sama tim. Para karyawan pada gilirannya berorientasi ke arah perilaku yang bertanggung jawab dan disiplin diri. Kebutuhan karyawan yang terpenuhi adalah aktualisasi diri. Hasil kinerja adalah antusiasme moderat.
Indik (Soedijanto, 1980) menyatakan bahwa untuk menganalisis suatu organisasi sebagai suatu sistem sosial dapat dilakukan dengan menganalisis komponen: (1) taksonomi (sistem) organisasi; (2) struktur organisasi; (3) proses organisasi; dan (4) individu yang terlibat dalam organisasi. Menurut Ginting (Rosa, 2001), agar organisasi sebagai suatu sistem sosial dapat bergerak dinamis maka diperlukan aspek kepemimpinan yang berkaitan dengan keempat komponen lainnya. Komponen kepemimpinan memiliki peranan yang lebih spesifik dan menjadi lebih kompleks apabila organisasi menjadi lebih formal. Seluruh
komponen organisasi, yaitu kepemimpinan dan empat komponen lainnya saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan organisasi dan terdiri atas beberapa variabel yang dapat mempengaruhi tingkat dinamika organisasi. Prilaku organisasi adalah telaah tentang pribadi dan dinamika kelompok dan konteks organisasi, serta sifat organisasi itu sendiri. Setiap kali orang berinteraksi dalam organisasi, banyak faktor yang ikut bermain. Studi organisasi berusaha untuk memahami dan menyusun model-model dari faktor-faktor ini. Seperti halnya dengan semua ilmu sosial, perilaku organisasi berusaha untuk mengontrol, memprediksikan, dan menjelaskan. Namun ada sejumlah kontroversi 2
mengenai dampak etis dari pemusatan perhatian terhadap perilaku pekerja. Karena itu, perilaku organisasi (dan studi yang berdekatan dengannya, yaitupsikologi industri) kadangkadang dituduh telah menjadi alat ilmiah bagi pihak yang berkuasa. Terlepas dari tuduhantuduhan itu, Perilaku Organisasi dapat memainkan peranan penting dalamperkembangan organisasidan keberhasilan kerja, yang diantaranya membahas tentang Kepribadian dan Emosi, kedua hal tersebut sangat berkaitan erat dengan prilaku organisasi. Kepribadian dan emosi akan mempengaruhi individu didalam sebuah organisasi. Maka dari itu sangat diperlukan seseorang untuk tahu dan mengerti apa itu kepribadian dan emosi baik dari segi pengertian, ciri – ciri, dll. Dengan penguasaan materi tentang Kepribadian dan Emosi ini diharapkan setiap individu akan bisa menempatkan dirinya didalam sebuah organisasi setelah menguasai materi tersebut. Keberhasilan sebuah organisasi sangat ditentukan oleh setiap individu di dalamnya.
Model Dasar Perilaku Organisasi
DASAR-DASAR PERILAKU KELOMPOK
1. STRUKTUR KERJA 2. TIM KERJA 3. KOMUNIKAASI 4. KEPEMIMPINAN 5. KEKUASAAN DAN POLITIK 6. MANAJEMEN KONFLIK
3
ORGANISASI
adalah sekumpulan orang yang mengadakan pembagian pekerjaan yang dikoordinasikan untuk mencapai tujuan bersama. MANAJEMEN
Yaitu suatu Proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efektif dan efisien dengan dan atau melalui orang lain. MANAJER
adalah anggota organisasi yang memadukan dan mengkoordinasikan pekerjaan orang lain dalam mencapai sasaran. KERJA OPERASIONAL
Pekerjaan dilakukan untuk mencapai hasil melalui usaha sendiri dan bukan melalui orang lain. KERJA SUPERVISI.
Usaha merencanakan, mengkoordinir, mengarahkan dan mengendalikan, bertujuan untuk mencapai hasil melalui orang lain.
4
POAC
Kompetensi yang harus dimiliki seorang Manajer
1. Conceptual, Kemampuan mental untuk menganalisa / mendiagnosa situasi 2. Human, Kemampuan bekerja sama, memahami dan memotivasi orang lain, secara perorangan maupun dalam kelompok 3. Technical, Kemampuan menerapkan pengetahuan dan keterampilan khusus
GENERALISASI PERILAKU
1. Pekerja bahagia – pekerja produktif 2. Orang akan produktif jika atasan ramah, dipercayai bisa diajak kerja sama 3. Semua orang menginginkan pekerjaan yang menantang 4. Orang harus diancam agar bekerja bagus 5. Kelompok yang efektif adalah kelompok yang tidak punya konflik
5
LEVEL DALAM ORGANISASI
Apakah definisi dari Kepribadian dan emosi, ciri – ciri, dimensi emosi, serta pengaruhnya terhadap prilaku dalam organisasi ? A. Pengertian Kepribadian
Kepribadian menurutpsikologi Berdasarkan penjelasan Gordon Allport tersebut kita dapat melihat bahwa kepribadian sebagai suatu organisasi (berbagai aspek psikis dan fisik) yang merupakan suatu struktur dan sekaligus proses. Jadi, kepribadian merupakan sesuatu yang dapat berubah. Secara eksplisit Allport menyebutkan, kepribadian secara teratur tumbuh dan mengalami perubahan. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan olehGordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya . Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider (1964) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan6
kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan. Kepribadian merupakan pola khas seseorang dalam berpikir, merasakan dan berperilaku yang relatif stabil dan dapat diperkirakan (Dorland, 2002). Kepribadian juga merupakan jumlah total kecenderungan bawaan atau herediter
dengan berbagai pengaruh dari lingkungan serta pendidikan, yang membentuk kondisi kejiwaan seseorang dan mempengaruhi sikapnya terhadap kehidupan (Weller, 2005). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepribadian meliputi segala corak perilaku dan sifat yang khas dan dapat diperkirakan pada diri seseorang, yang digunakan untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap rangsangan, sehingga corak tingkah lakunya itu merupakan satu kesatuan fungsional yang khas bagi individu itu.
Kepribadian menurut pengertian sehari-hari
Disamping itu kepribadian sering diartikan dengan ciri-ciri yang menonjol pada diri individu, seperti kepada orang yang pemalu dikenakan atribut “berkepribadian pemalu”. Kepada orang supel diberikan atribut “berkepribadian supel” dan kepada orang yang plinplan, pengecut, dan semacamnya diberikan atribut “tidak punya kepribadian”. I.
Faktor Penentu Kepribadian Faktor keturunan
Keturunan merujuk pada faktorgenetis seorang individu. Tinggi fisik, bentuk wajah, gender, temperamen, komposisi otot dan refleks, tingkatenergi dan irama biologis adalah karakteristik yang pada umumnya dianggap, entah sepenuhnya atau secara substansial, dipengaruhi oleh siapaorang tua dari individu tersebut, yaitu komposisi biologis, psikologis, dan psikologis bawaan dari individu. Terdapat tiga dasar penelitian yang berbeda yang memberikan sejumlah kredibilitas terhadap argumen bahwa faktor keturunan memiliki peran penting dalam menentukan kepribadian seseorang. Dasar pertama berfokus pada penyokong genetis dari perilaku dan temperamen anakanak. Dasar kedua berfokus pada anak-anak kembar yang dipisahkan sejak lahir. Dasar ketiga meneliti konsistensi kepuasan kerja dari waktu ke waktu dan dalam berbagai situasi. Penelitian terhadap anak-anak memberikan dukungan yang kuat terhadap pengaruh dari faktor keturunan. Bukti menunjukkan bahwa sifat-sifat seperti perasaanmalu, rasa takut, dan agresif dapat dikaitkan dengan karakteristik genetis bawaan. Temuan ini mengemukakan bahwa beberapa sifat kepribadian mungkin dihasilkan dari kode genetis sama yang memperanguhi faktor-faktor seperti tinggi badan dan warna rambut.
7
Para peneliti telah mempelajari lebih dari 100 pasangan kembar identik yang dipisahkan sejak lahir dan dibesarkan secara terpisah. Ternyata peneliti menemukan kesamaan untuk hampir setiap ciri perilaku, ini menandakan bahwa bagian variasi yang signifikan di antara anak-anak kembar ternyata terkait dengan faktor genetis. Penelitian ini juga memberi kesan bahwa lingkungan pengasuhan tidak begitu memengaruhi perkembangan kepribadian atau dengan kata lain, kepribadian dari seorang kembar identik yang dibesarkan di keluarga yang berbeda ternyata lebih mirip dengan pasangan kembarnya dibandingkan kepribadian seorang kembar identik dengan saudara-saudara kandungnya yang dibesarkan bersama-sama.
Faktor lingkungan
Faktor lain yang memberi pengaruh cukup besar terhadap pembentukan karakter adalah lingkungan dimana seseorang tumbuh dan dibesarkan norma dalam keluarga, teman, dankelompok sosial, dan pengaruh-pengaruh lain yang seorang manusia dapat alami. Faktor lingkungan ini memiliki peran dalam membentuk kepribadian seseorang. Sebagai contoh, budaya membentuknorma, sikap, dan nilai yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan menghasilkan konsistensi seiring berjalannya waktu sehingga ideologi yang secara intens berakar di suatu kultur mungkin hanya memiliki sedikit pengaruh pada kultur yang lain. Misalnya, orang orang Amerika Utara memiliki semangat ketekunan, keberhasilan, kompetisi, kebebasan, dan etika kerja Protestan yang terus tertanam dalam diri mereka melaluibuku, sistem sekolah, keluarga, dan teman, sehingga orang-orang tersebut cenderung ambisius dan agresif bila dibandingkan dengan individu yang dibesarkan dalam budaya yang menekankan hidup bersama individu lain, kerja sama, serta memprioritaskan keluarga daripada pekerjaan dan karier. II.
Ciri – ciri Kepribadian
Semakin konsisten karakteristik individu dan semakin sering terjadi dalam berbagai situasi, maka semakin penting ciri-ciri itu untuk menggambarkan individu. 1. Pencarian awal atas ciri-ciri primer : Ada 16 ciri-ciri yang dianggap sebagai sumber perilaku yang konstan dan mantap yaitu : pendiam– ramah, kurang cerdas – lebih cerdas, dipengaruhi oleh perasaan – stabil secara emosional, penurut– dominan, serius – tak kenal susah, bijaksana– berhati-hati, malu-malu – suka bertualang, keras – sensitif, percaya – curiga, praktis – imaginatif, jujur – lihai, yakin – ragu-ragu, konservatif, suka
8
bereksperimen, tergantung kelompok – mandiri, tak terkendali – terkendali, santai – tegang. 2. The Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) : adalah salah satu kerangka kerja kepribadian dengan 100 pertanyaan yang menanyakan kepada orang bagaimana mereka biasanya bertindak atau merasa dalam situasi tertentu. Individu pada akhirnya akan diklasifikasikan sebagai ekstrovet (E) dan intovert (I), sensing (S) atau intuitif (N), berpikir (T) atau merasa (F), dan memahami (P) atau menilai (J). Hasilnya nanti akan dirangkai seperti misalnya INTJ dalah kaum visioner, ESTJ adalah pengorganisasi, ENTP adalah pengagas, dllnya. 3. Model lima besar : adalah 5 dimensi dasar hasil riset terbaru yang melandasi semua ciri dan meliputi sebagian besar variasi yang signifikan dalam kepribadian manusia, yaitu : a) Ekstraversi : mencakup tingkat kesenangan seseorang akan hubungan. Orang yang ekstravert akan cenderung suka berkelompok, tegas, dan mampu bersosialisasi. Kaum introvert cenderung pendiam, malu-malu, dan tenang. b) Kemampuan untuk bersepakat : merujuk pada kecennderungan untuk tunduk pada orang lain. Orang yang skornya tinggi akan kooperatif, hangat, dan percaya. Sedangkan yang rendah akan dingin, tidak mampu bersepakat, dan antagonistik. c) Sifat mendengarkan suara hati : merupakan ukuran dari keandalan. Orang yang peka terhadap suara hati akan bertanggung jawab, terorganisir, dapat dipercaya, dan gigih. Sedangkan yang sebaliknya akan mudah bingung, tidak terorganisir, dan tidak handal. d) Stabilitas emosional : merujuk pada kemampuan untuk bertahan terhadap stress. Orang yang skornya tinggi akan cenderung tenang, percaya diri, dan aman. Yang sebalinya akan cenderung gelisah, cemas, gugup, tertekan, dan tidak aman. e) Keterbukaan terhadap pengalaman : merujuk pada kisaran minat individual dan kekaguman terhadap hal baru. Orang yang terbuka akan kreatif, ingin tahu, dan sensitif secara artistik. Sedangkan yang sebaliknya akan konvensional dan menemukan kenyamanan dalam keakraban. Penelitian atas kredibilitas Lima Besar ini menghasilkan sejumlah besar bukti bahwa individu yang dapat dipercaya, andal, hati-hati, teliti, mampu membuat rencana, terorganisasi, kerja keras, gigih, dan berorientasi pada prestasi cenderung memilki jabatan yang lebih tinggi dalam sebagian besar atau semua kedudukan. III.
Kepribadian Utama Yang Mempengaruhi Prilaku Organisasi
Evaluasi inti diri
9
Evaluasi inti diri adalah tingkat di mana individu menyukai atau tidak menyukai diri mereka sendiri, apakah mereka menganggap diri mereka cakap dan efektif, dan apakah mereka merasa memegang kendali atau tidak berdaya atas lingkungan mereka. Evaluasi inti diri seorang individu ditentukan oleh dua elemen utama: harga diri dan lokus kendali. Harga diri didefinisikan sebagai tingkat menyukai diri sendiri dan tingkat sampai mana individu menganggap diri mereka berharga atau tidak berharga sebagai seorang manusia. Machiavellianisme
Machiavellianisme adalah tingkat di mana seorang individu pragmatis, mempertahankan jarak emosional, dan yakin bahwa hasil lebih penting daripada proses. Karakteristik kepribadian Machiavellianisme berasal dari nama Niccolo Machiavelli, penulis pada abad keenam belas yang menulis tentang cara mendapatkan dan menggunakan kekuasaan. Narsisisme
Narsisme adalah kecenderungan menjadi arogan, mempunyai rasa kepentingan diri yang berlebihan, membutuhkan pengakuan berlebih, dan mengutamakan diri sendiri. Sebuah penelitian mengungkap bahwa ketika individu narsisis berpikir mereka adalah pemimpin yang lebih baik bila dibandingkan dengan rekan-rekan mereka, atasan mereka sebenarnya menilai mereka sebagai pemimpin yang lebih buruk. Individu narsisis seringkali ingin mendapatkan pengakuan dari individu lain dan penguatan atas keunggulan mereka sehingga individu narsisis cenderung memandang rendah dnegan berbicara kasar kepada individu yang mengancam mereka. Individu narsisis juga cenderung egoisdan eksploitif, dan acap kali memanfaatkan sikap yang dimiliki individu lain untuk keuntungannya. Pemantauan diri
Pemantauan diri adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan perilakunya dengan faktor situasional eksternal. Individu dengan tingkat pemantauan diri yang tinggi menunjukkan kemampuan yang sangat baik dalam menyesuaikan perilaku dengan faktorfaktor situasional eksternal. Bukti menunjukkan bahwa individu dengan tingkat pemantauan diri yang tinggi cenderung lebih memerhatikan perilaku individu lain dan pandai menyesuaikan diri bila dibandingkan dengan individu yang memiliki tingkat pemantauan diri yang rendah.
10
Kepribadian tipe A
Kepribadian tipe A adalah keterlibatan secara agresif dalam perjuangan terus-menerus untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih sedikit dan melawan upaya-upaya yang menentang dari orang atau hal lain. Dalam kultur Amerika Utara, karakteristik ini cenderung dihargai dan dikaitkan secara positif dengan ambisi dan perolehan barang-barang material yang berhasil. Karakteristik tipe A adalah: a. selalu bergerak, berjalan, dan makan cepat; b. merasa tidak sabaran; c. berusaha keras untuk melakukan atau memikirkan dua hal pada saat yang bersamaan; d. tidak dapat menikmati waktu luang; e. terobsesi dengan angka-angka, mengukur keberhasilan dalam bentuk jumlah hal yang bisa mereka peroleh. kepribadian tipe B
kepribadian tipe B adalah individu yang tidak agresif, yakni orang yang kurang memiliki hasrat untuk memperoleh sesuatu yang banyak dalam waktu yang cepat. Karakteristik tipe B adalah: a. Tidak pernah menderita rasa akan pentingya waktu b. Tidak merasakan perlunya memperagakan atau membahas prestasi mereka kecuali diminta c. Bermain untuk kesenangan dan kesantaian, bukannya untuk memperaggakan keunggulan mereka d. Dapat santai tanpa rasa salah Kepribadian proaktif
Kepribadian proaktif adalah sikap yang cenderung oportunis, berinisiatif, berani bertindak, dan tekun hingga berhasil mencapai perubahan yang berarti. Pribadi proaktif menciptakan perubahan positif daalam lingkungan tanpa memedulikan batasan atau halangan. Kepribadian Dan Budaya Nasional
Tidak ada tipe kepribadian umum untuk satu negara tertentu. Namun budaya suatu negara mempengaruhi karakteristik yang dominan dari penduduknya, Ini dapat dilihat dengan memperhatikan lokus kendali dan kepribadian tipe A. Misalnya saja, dalam budaya seperti Amerika Utara, orang percaya bahwa mereka dapat mendominasi lingkungan mereka, sebaliknya dengan orang-orang di Timur Tengah. Hal ini menyebabkan proporsi orang-orang 11
internal dalam angkatan kerja Amerika lebih besar daripada angkatan kerja Arab saudi dan Iran. Sedangkan kepribadian tipe A akan paling banyak di negara-negara kapitalis, misalnya Amerika dan Kanada, dimana prestasi dan keberhasilan material sangat dihargai. Sementara dinegara seperti Swedia dan Prancis tidak. Mencapai Kecocokan Kepribadian
Kecocokan orang dengan pekerjaan adalah mencocokkan enam tipe kepribadian dan mengemukakan bahwa kecocokkan antara tipe kepribadian dan lingkungan kedudukan menentukan kepuasan dan keluar masuknya karyawan. Teori ini dikemukakan olehJohn Holland, tipe-tipenya antara lain : a. Realistis : menyukai kegiatan fisik yang menuntut ketrampilan, kekuatan, dan koordinasi. Karakternya adalah pemalu, tahan, stabil, mudah menyesuaikan diri, dan praktis. b. Investigatif : menyukai kegiatan yang mencakup pemikiran, pengorganisasian, dan pemahaman. Karakternya adalah analitis, asli, ingin tahu, dan independen. c. Sosial : menyukai kegiatan yang mencakup membantu dan mengembangkan yang lain. Karakternya adalah mampu bergaul, bersahabat, kooperatif, dan memahami. d. Konvensional : menyukai kegiatan yang diatur dengan peraturan, jelas, dan tidak bersifat mendua. Karakternya adalah mudahmenyesuaikan diri, efisien, praktis, tidak imaginatif, tidak luwes. e. Enterprising : menyukai kegiatan verbal dimana ada peluang untuk mempengaruhi yang lai dan mendapatkan kekuasaan. Karakternya adalah percaya diri, ambisi, energetik, dan mendominasi. f. Artistik : menyukai kegiatan yang bersifat mendua dan tidak sistematik, yang memungkinkan ekspresi yang kreatif. Karakternya adalah imaginatif, tidak teratur, idealistis, emosional, dan tidak praktis. Teori ini mengatakan bahwa kepuasan paling tinggi berarti keluar masuknya karyawan paling rendah bila kepribadian dan kedudukan/jenis pekerjaannya sesuai.
Kecocokan organisasi-orang : yaitu bahwa orang meninggalkan pekerjaan yang tidak cocok dengan kepribadiannya. B. Pengertian Emosi 12
Berkaitan dengan emosi, ada 3 hal yang terjalin erat satu sama lain, yaitu pengaruh (affect), emosi, dan suasana hati (mood). Pengaruh meliputi kisaran luas perasaan yang dialami orang, merupakan satu konsep yang meliputi baik emosi maupun suasana hati. Akhirnya, suasana hati adalah perasaan yang cenderung menjadi kirang intens dibandingkan emosi, dan yang kekurangan stimulus kontekstual. Emosi adalah reaksi terhadap suatu objek, bukan suatu sifat. Sedangkan suasana hati tidak dikaitkan dengan suatu objek. Emosi dapat berubah menjadi suasana hati bila kita kehilangan fokus pada objek yang kontekstual. Berkaitan dengan perilaku organisasi, satu istilah yang terkait adalah tenaga kerja emosional, yang terjadi apabila karyawan mengekspresikan secara organisasional emosi yang diinginkannya selama transaksi antar pribadi. Dulunya konsep ini dikembangkan berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan jasa, namun dewasa ini konsep tersebut telah menjadi relevan dengan hampir setiap pekerjaan. Dalam tuntutannya, karyawan perlu membedakan antara emosi yang dirasakan dengan emosi yang ditunjukkan agar tidak terjadi dilema. Istilah emosi menurut Daniel Goleman (1995), seorang pakar kecerdasan emosional, yang diambil dari Oxford English Dictionary memaknai emosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa emosi merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecendrungan untuk bertindak. Menurut Chaplin (1989) dalam Dictionary of psychology, emosi adalah sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku. Chaplin (1989) membedakan emosi dengan perasaan, parasaan (feelings) adalah pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun oleh bermacam-macam keadaan jasmaniah. Menurut Crow & Crow (1958) , emosi adalah “an emotion, is an affective experience that accompanies generalized inner adjustment and mental and physiological stirredup states in the individual, and that shows it self in his evert behaviour”. Jadi, emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Menurut Hurlock (1990), individu yang dikatakan matang emosinya yaitu: a. Dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial. Individu yang emosinya matang mampu mengontrol ekspresi emosi yang tidak dapat diterima secara social atau membebaskan diri dari energi fisik dan mental yang tertahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial.
13
b. Pemahaman diri. Individu yang matang, belajar memahami seberapa banyak kontrol yang dibutuhkannya untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarakat c. Menggunakan kemampuan kritis mental. Individu yang matang berusaha menilai situasi secara kritis sebelum meresponnya, kemudian memutuskan bagaimana cara bereaksi terhadap situasi tersebut Kematangan emosi (Wolman dalam Puspitasari, 2002) dapat didefinisikan sebagai kondisi yang ditandai oleh perkembangan emosi dan pemunculan perilaku yang tepat sesuai dengan usia dewasa dari pada bertingkahlaku seperti anak-anak. Semakin bertambah usia individu diharapkan dapat melihat segala sesuatunya secara obyektif, mampu membedakan perasaan dan kenyataan, serta bertindak atas dasar fakta dari pada perasaan. Menurut Kartono (1988) kematangan emosi sebagai kedewasaan dari segi emosional dalam artian individu tidak lagi terombang ambing oleh motif kekanak- kanakan. Chaplin (2001) menambahkan emosional maturity adalah suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosi dan karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional yang tidak pantas. Smith (1995) mendefinisikan kematangan emosi menghubungkan dengan karakteristik orang yang berkepribadian matang. Orang yang demikian mampu mengekspresikan rasa cinta
dan takutnya secara cepat dan spontan. Sedangkan pribadi yang tidak matang memiliki kebiasaan menghambat perasaan- perasaannya. Sehingga dapat dikatakan pribadi yang matang dapat mengarahkan energi emosi ke aktivitas-aktivitas yang sifatnya kreatif dan produktif. Senada dengan pendapat di atas Covey (dalam Puspitasari, 2002) mengemukakan bahwa kematangan emosi adalah kemampuan untuk mengekspresikan perasaan yang ada dalam diri secara yakin dan berani, diimbangi dengan pertimbangan-pertimbangan akan perasaan dan keyakinan individu lain. Menurut pandangan Skinner (1977) esensi kematangan emosi melibatkan kontrol emosi yang berarti bahwa seseorang mampu memelihara perasaannya, dapat meredam emosinya, meredam balas dendam dalam kegelisahannya, tidak dapat mengubah moodnya, tidak mudah berubah pendirian. Kematangan emosi juga dapat dikatakan sebagai proses belajar untuk mengembangkan cinta secara sempurna dan luas dimana hal itu menjadikan reaksi pilihan individu sehingga secara otomatis dapat mengubah emosi-emosi yang ada dalam diri manusia(Hwarmstrong, 2005). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu respons terhadap suatu perangsang yang menyebabkan perubahan fisiologis disertai perasaan yang kuat dan biasanya mengandung kemungkinan untuk meletus.
14
a. Dimensi emosi
Emosi ada beberapa jenis berdasarkan : 1. Varietas : riset mengidentifikasikan enam emosi yang universal, yaitu kemarahan, ketakutan, kesedihan, kegembiraan, kejijikan, dan kejutan. Enam emosi ini dapat dikonseptualisasikan sebagai terus ada sepanjang satu kontinuum, dimana semakin dekat jarak dua emosi apapun pada kontinuum tersebut akan semakin membingungkan orang. Contohnya adalah kebahagiaan dan kejutan sering dikacaukan, sementara kebahagiaan dan kemuakan jarang sekali. 2. Intensitas : ekspresi yang berbeda dari intensitas emosi yang sama bisa disebabkan dari kepribadian ataupun tuntutan ditempat kerja. Ada orang yang terkendali, tidak pernah memperlihatkan rasa marah, namun ada pula yang sebaliknya. Tentu saja hal ini harus disesuaikan dengan pekerjaan. Presenter misalnya, harus menunjukkan intensitas emosi yang sesuai dengan acara yang dibawakannya. 3. Frekuensi dan durasi : frekuensi dan durasi yang diperlukan untuk tenaga kerja emosional juga harus disesuaikan dengan kemampuan frekuensi dan durasi yang dimiliki karyawan. b. Jenis kelamin dan emosi
Bukti menunjukkan bahwa perbedaan antara pria dan wanita dalam hal emosi adalah bila menyangkut reaksi emosional dan kemampuan untuk membaca orang lain. Wanita menunjukkan ungkapan emosi yang lebih besar daripada pria, mengalami emosi secara lebih hebat, lebih nyaman dalammengungkapkan emosi, lebih baik dalam membaca petunjukpetunjuk non-verbal dan paralinguistik, dan lebih sering menampilkan ekspresi dari emosi yang positif maupun negatif, kecuali kemarahan.
Batasan-batasan eksternal terhadap emosi,ada 2 yaitu: 1. Pengaruh organisasional, menyesuaikan dengan perangkat emosional yang dicari organisasi.
2. Pengaruh budaya, menyesuaikan dengan norma-norma budaya di negara setempat.
15
BAB 2 FONDASI PERILAKU INDIVIDU Manusia adalah makhluk yang unik. Setiap individu berbeda antara satu dengan yang lain. Perbedaan ini akan menyebabkan individu-individupun berperilaku tidak seragam. Mungkin seorang individu akan berperilaku menyebalkan sementara individu yang lain berperilaku ramah. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seorang individu, terutama perilaku individu di dalamsebuah organisasi: 1. Karakteristik biografis Yaitu karakteristik pribadi seperti umur, jenis kelamin, dan status kawin yang objektif dan mudah diperoleh dari rekaman pribadi. a. Umur (age) 1. Turnover: semakin tua seseorang, kecil kemungkinanberhenti dari pekerjaan 2. Kemangkiran: semakin tua seseorang tingkat kemangkiran rendah pada kondisi absen dapat dihindari. Absen tinggi pada absen pada kondisi absen tidak dapat dihindari (mis: kondisi kesehatan) 3. Produktivitas: Tidak ada hubungan usia dengan kinerja. Kesimpulan yang wajar, tuntutan dari banyak pekerjaan bahkan pekerjaan dengan persyaratan kerja tangan yang berat tidak cukup ekstrem untuk kemerosotan keterampilan jasmani apapun yang disebabkan oleh usia sehingga berdampak pada produktivitas. 4. Kepuasan: tergantung pada karyawan profesional atau tidak profesional. Jika kedua tipe ini dipisah, maka kepuasan cenderung terus menerus meningkat diantara profesional dengan bertambahnya usia mereka, sedang yang non profesional kepuasan merosot selama usia setengah baya dan kemudian naik lagi pada tahun yang terakhir/belakangan. b. Jenis kelamin (gender) 1. Turnover: tidak ada bukti konsisten, sebagian menyatakan wanita lebih tinggi turnover (keluar) sebagian lain menyatakan tidak ada bukti. 2. Kemangkiran: tidak ada bukti konsisten, beberapa riset mengemukakan wanita mempunyai tingkat keluar lebih tinggi, namun yang lain menyatakan tidak ada perbedaan. Yang paling logis adalah riset yang menempatkan tangung jawab
16
rumah tangga dan keluarga pada wanita, wanita lebih sering cuti akibat urusan anak dan rumah tangga. 3. Produktivitas: Tidak ada beda yang nyata dan konsisten antara pria dan wanita dalam kemampuan memecahkan masalah, keterampilan analitis, dorongan kmpetitit, motivasi, sosiabilitas, atau kemampuan belajar. Sementara studi psikologis menemukan bahwa wanita lebih bersedia mematuhi otoritas, dan bahwa pria lebih agresif dan lebih besar kemungkinan daripada wanita dalam memiliki pengharapan sukses. 4. Kepuasan: Tidak ada bukti konsisten tentang kepuasan kerja pria dan wanita. c. Status perkawinan, terhadap: 1. Turnover: karyawan yang menikah lebih rendah tingkat keluar/pergantiannya 2. Kemangkiran: karyawan yang menikah lebih rendah absensinya 3. Produktivitas: tidak cukup bukti/tidak konsisten 4. Kepuasan: karyawan yang menikah lebih puas dengan pekerjaannya. d. Banyak tanggungan, terhadap: 1. Turnover: tidak konsisten 2. Kemangkiran: semakin banyak anak semakin banyak absen, terutama wanita 3. Produktivitas: tidak cukup bukti 4. Kepuasan: semakin banyak anak semakin tinggi kepuasan. e. Lama bekerja, terhadap: 1. Turnover: seorang yang telah lama bekerja memiliki keinginan keluar yang rendah. 2. Kemangkiran: seorang yang telah lama bekerja memiliki tingkat absen yang rendah. 3. Produktivitas: lama bekerja tidak menentukan produktivitas 4. Kepuasan: seorang yang telah lama bekerja memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi. 2. Kemampuan Kemampuan merupakan kapasitas seorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan individu dibedakan menjadi 2: 1). Kemampuan Fisik: Stamina, kecekatan, kekuatan 2). Kemampuan Intelejensi (Intelegencee Quotient/IQ): kemahiran berhitung, pemahaman verbal, kecepatan perseptual, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi ruang, ingatan. 17
Beberapa penelitian belakangan menemukan bahwa kemampuan manusia sebenarnya masih ada dua macam lagi, yakni: 1). Kemampuan Emosional (Emotional Question/EQ): penghargaan diri, emosional kesadaran diri, ketegasan, kebebasan, aktualisasi diri; empati, pertanggungjawaban sosial, hubungan interpersonal; tes kenyataan, flexibilitas, pemecahan masalah; daya tahan stress, kontrol impuls (gerak hati); optimisme, kebahagiaan. 2). Kemampuan Spritual (Spritual Question/SQ): Mental Building, Personal Strength, Social Strength. . 3. Kepribadian Merupakan cara individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. kepribadian terbentuk dari faktor keturunan, juga lingkungan (budaya, norma keluarga dan pengaruh lainnya), dan juga situasi. ciri dari kepribadian adalah : merupakan karakteristik yang bertahan, yang membedakan perilaku seorang individu, seperti sifat malu, agresif, mengalah, malas, ambisius, setia. Sejarah awal kepribadian:
a). Ilmu wajah (pshiognomi) b). Ilmu perbintangan (astronomi) c). Ilmu tulisan (grafologi) Struktur kepribadian (Psikoanalitis Segmund Freud):
a). Das Es (Id): Aspek biologis: pengharapan yang ingin cepat dipuaskan ditunjukkan lewat libido dan agresi. b). Das Ich (Ego): Aspek psikologis: menggunakan aspek logika dengan prinsip realitas. Menghubungkan keinginan id ke dunia luar untuk mendapatkan pemuasan kebutuhan, dan mempertimbangkan apakah dapat memuaskan atau tidak c). Das ueber Ich (Superego): Aspek Sosial: memandang norma apakah sesuatu itu benar atau salah. Sumber Terbentuknya Kepribadian :
a). Genetis (keturunan) b). Lingkungan 4. Proses belajar (pembelajaran) 1) Belajar adalah setiap perubahan yang relatif permanen dari perilaku yang terjadi sebagai hasil pengalaman. 2) Komponen dari definisi belajar di atas: - Belajar menghasilkan perubahan - Perubahan yang terjadi dari belajar harus bersifat permanen 18
3). Teori Pembelajaran
teori classical conditioning . Teori ini menjelaskan bahwa seseorang akan memberikan tanggapan terhadap sebuah stimulus tertentu karena belajar, padahal sebelumnya individu tersebut tidak memberikan respon apa-apa terhadap stimulus tersebut. Respon terhadap stimulus timbul karena individu dikondisikan untuk bereaksi dengan pembiasaan secara terus menerus. Pengkondisian klasik pada hakikatnya, mempelajari respon terkondisi yang melibatkan pembinaan ikatan antara rangsangan tak tekondisi, dengan menggunakan rangsangan berpasangan yang satu memaksa dan yang lain berpasangan, rangsangan netral menjadi rangsangan terkondisi dan yang lain meneruskan rangsangan-rangsangan tak terkondisi. Teori operant conditioning menjelaskan bahwa individu akan berperilaku dengan mempertimbangkan akibat-akibat yang akan ditimbulkan apabila perilaku tersebut ditampilkan oleh individu. Pada teori ini pembelajaran dihubungkan dengan keinginan untuk memperoleh sesuatu sebagai konsekuensi dari setiap tindakan. Seseorang berperilaku tertentu untuk menuju pada perolehan ganjaran (reward) dan atau untuk menghindari suatu hukuman (punishment). Pengkondisian operat merupakan tipe pengkondisian perilaku sukarela yang diharapkan untuk mendapatkan hadiah atau mencegah hukuman. Kecenderungan untuk mengurangi perilaku ini dipengaruhi oleh ada tidaknya penguatan yang dihadirkan oleh konsekuensi-konsekuensi perilaku tersebut. Oleh karena itu penguatan perilaku tertentu akan meningkatkan perilaku itu untuk diulangi. Hadiah akan lebih efektif jika segera diberikan menyusul respon yang diinginkan, disamping itu, perilaku yang tidak diberikan penghargaan akan lebih kecil kemungkinan untuk diulang. Teori pembelajaran sosial (social learning) menjelaskan bahwa seorang individu akan mempelajari akan mempelajari perilaku orang lain untuk kemudian dia tiru. Individu belajar melalui pengamatan dan pengalaman langsung. Di sini faktor-faktor lingkungan sangat kuat mempengaruhi perilaku individu. Teori pembelajaran sosial, dimana manusia dapat belajar melalui pengamatana dan pengalaman langsung. Pengaruh model ini merupakan inti dari pembelajaran sosial, dalam pembelajaran sosial ditemukan empat model proses yang mempengaruhi individu dalam menentukan keberhasilan program yaitu: Proses perhatian
Orang akan belajar dari model tertentu jika hanya untuk mengenali dan menaruh perhatian pada pitur penting yang menentukan, kita sangat terpengaruh oleh model-model yang menarik, muncul berulang-ulang yang serupa menurut pikiran. Proses retensi Pengaruh model tertentu akan berpengaruh pada bertapa baiknya individu mengingat tindakan model itu setelah model itu tidak ada lagi. Proses repreduksi motor Setelah seseorang melihat perilaku baru dengan mengganti model itu, pengamatan itu akan berubah menjadi perbuatan, maka proses ini akan memperlihatkan bahwa individu itu akan memperlihatkan model itu. 19
Proses penguatan Individu-individu akan termotivasi untuk memperlihatkan perilaku model tertentu jika disediakan rangsangan tertentu atau mendapatkan hadiah. Perilaku yang dikuatkan melalui mekanisme positif akan lebih banyak mendapatkan perhatian, dipelajari lebih baik, danlebih sering dilakukan.
5. Persepsi
Merupakan suatu proses dengan mana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungannya. distorsi persepsi (penyimpangan persepsi) : persepsi selektif, orang-orang yang secara selektif menafsirkan apa yang mereka saksikan berdasarkan kepentingan, latar belakang, pengalaman, dan sikap. efek halo, menarik suatu kesan umum mengenai individu berdasarkan suatu karakteristik tunggal (kesan pertama) efek kontras, evaluasi dari karakteristik seseorang yang dipengaruhi oleh perbandingan dengan orang lain yang baru dijumpai, yang berperingkat lebih tinggi atau lebih rendah pada karakteristik yang sama. proyeksi, menghubungkan karakteristik pribadinya terhadap karakteristik pribadi orang lain. stereotype, menilai seseorang atas dasar persepsi kita terhadap kelompok dari orang tersebut (menggeneralisasikan) 6. Sikap Sikap atau attitude diartikan sebagai pernyataan evaluatif atau penilaian terhadap suatu objek, orang atau peristiwa. Sikap (attitude) berbeda dari perilaku (behaviour). Sikap masih berupa penilaian abstrak. Penilaian tersebut menjadi kongkrit dalam perilaku. Misal kita mempunyai sikap bahwa korupsi itu tidak baik, penilaian kita tersebut menjadi nyata ketika kita mewujudkan sikap tersebut de dalam perilaku tidak melakukan korupsi. Robbins dan Judge (2008) mengungkapkan ada tiga komponen yang membangun sikap
atau attitude yaitu : Komponen kognitif (cognitive component), komponen ini merupakan komponen inti dari sikap (attitude) yang berupa penjelasan atau kepercayaan (belief) tentang suatu hal. Komponen afektif (affective component), merupakan komponen sikap (attitude) yang bersifat emosional atau bagaimana seseroang merasakansesuatu hal. Seperti apakah ia merasa senang atau merasa tidak senang. Komponen Perilaku (behavioral component), yaitu intensi yang berperilaku tertentu terhadap seseorang atau suatu hal yang didasarkan pada keyakinan (kognitif) dan perasaan (affektif) yang dimiliki individu terhadap seseorang atau suatu hal tersebut.
20
Tiga komponen sikap tersebut memberikan pemahaman bahwa sikap individu dibentuk oleh kognisi dalam menggunakan rasio yang dikombinasikan dengan kekuatan emosi yang akan mendorong seseorang individu untuk menunjukkan perilaku tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap bisa menjadi prediktor bagi perilaku. Kita bisa memprediksi kira-kira perilaku apa yang akan ditunjukkan oleh seorang individu dengan mengetahui sikap yang dianutnya. Tetapi ada kalanya, muncul ketidaksesuaian antara sikap yang dianut dan perilaku yang ditampilkan, sehingga menimbulkan kondisi yang disebut sebagai cognitive dissonance. Cognitive dissonance adalah suatu kondisi ketika terjadi ketidaksamaan antara sikap dan perilaku. Artinya perilaku yang ditampilkan individu tidak sesuai dengan sikap yang dianutnya. Akibatnya muncul kegelisahan di dalam diri individu. Untuk perilakunya agar sesuai dengan sikapnya atau mengubah sikapnya agar sesuai dengan perilakunya. Tetapi ada kalanya sikap baru tercipta setelah kita menampilkan perilaku tertentu. Di sini perilaku mucul terlebih dahulu baru kemudian sikap yang digunakan sebagai pengesahan terhadap perilaku yang telah dilakukan. Misalkan, seorang mahasiswa berbuat curang dengan berperilaku mencontek ketika ujian karena tidak belajar, perilakunya tersebut kemudian disahkan oleh sikap yang muncul belakangan, misalnya mencontek karena kepepet bukan perbuatan yang tercela. Kondisi ini disebut sebagai self percetion theory yaitu sikap (attitud) digunakan justru untuk menjustifikasi perilaku (behaviour) yang telah dilakukan. Di dalam perilaku organisasi, terdapat tiga jenis sikap yang sering dipelajari dan diteliti, yiaut kepuasan kerja (job satisfaction), yang merujuk pada sikap seseorang terhadap pekerjaannya, keterlibatan kerja (job involvement) yang merupakan ukuran sejauh mana seseorang secara psikologis memihak pekerjaannya dan menggunakan pekerjaannya sebagai ukuran harga diri, dan komitmen organisasi (organizational commitment) yang merupakan sikap sejauh mana seorang individu berniat memelihara keanggotaan di dalam sebuah organisasi. 7. Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) Kepuasan kerja atau job satisfaction sendiri diartikan sebagai sikap (attitude) individu terhadap pekerjaannya. Seseorang yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi akan memiliki sikap (attitude) yang positif terhadap pekerjaannya. Begitu pula sebaliknya, orang yang tidak puas (kepuasan kerjanya rendah) akan memiliki sikap yang negatif terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja seseorang biasanya diukkur dengan menggunakan pendekatan summation score. Pendekatan ini mencoba mengukur kepuasan kerja seorang individu dilihat dari enam elemen kunci pekerjaan yaitu : pekerjaan saat ini (nature of curren job), atasan atau penyelia (supervisor), teman sekerja ( co workers), gaji yang diperoleh, kesempatan promosi dan pekerjaan secara umum. Individu diminta merespon keenam hal tersebut apakah ia merasa puas (satisfied) ataukah merasa tidak puas (dissatistied) terhadapnya. Respon-respon tersebut kemudian dijumlahkan untuk mengetahui tingkat kepuasan kerja secara keseluruhan. 21
Kepuasan kerja ini, menurut Robbins memiliki pengaruh dan dampak-dampak terhadap tingkat produktivitas, tingkat absensi dan tingkat turnover. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa organisasi dengan karyawan yang merasa puas akan lebih efektif dibandingkan dengan organisasi di mana karyawannya memiliki kepuasan kerja yang rendah. Begitu pula dengan tingkat absensi, pekerja yang memiliki kepuasan kerja yang rendah akan memiliki tingkat absensi yang tinggi dibandingkan dengan pekerja yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi. Selain itu kepuasan kerja juga memberikan dampak terhadap tingkat turnover meskipun pengaruh ini hanya berlaku bagi pekerja dengan kinerja yang rendah (poor performance) dan tidak terlalu memberikan dampak terhadap pekerja dengan kinerja yang bagus (superior performance). Determinan Kepuasan Kerja Lingkuangan kerja Merupakan faktor yang berkaitan dengan hubungan antara seseorang dengan rekan kerjanya maupun atasannya, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya. Seseorang menginginkan lingkungan kerja yang nyaman untuk memudahkan mereka dalam mengerjakan tugasnya. Studi-studi mengemukakan bahwa seseorang lebih menyukai keadaan fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur, cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain juga dapa mempengaruhi kepuasan kerja dan berdampak pada kinerja. Bagi kebanyakan orang, kerja juga mengisi kebutuhan sosial. Oleh karena itu, mempunyai rekan sekerja yang ramah dan menyenangkan dapat menciptakan kepuasan kerja yang tinggi. Atasan/Gaya Kepemimpinan Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan kerja. Atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya. Hubungan funsional mencerminkan sejauh mana atasan membantu karyawannya tersebut. Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika kedua jenis hubungan bersifat positif. Misalnya atasan yang menghargai pendapat, ide-ide, dan saran karyawannya sehingga dapat meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja mereka. Sifat Pekerjaan (job content) dan Aktivitas Kerja Menikmati pekerjaan itu sendiri hampir selalu merupakan segi yang paling berkaitan
erat dengan pelatihan, tingkat kepuasan yang tinggi keselurahan. Pekerjaansebagian menarikbesar yang memberikan variasi, kerja kemerdekaan, dansecara kendali dapat memuaskan individu. Dengan kata lain, seorang individu lebih menyukai pekerjaan yang menantang dan mengembankan semangat kerja daripada pekerjaan yang dapat diramalkan dan rutin. Benefit Benefit dalam hal ini adalah manfaat atau keuntungan yang didapat seseorang saat menjadi anggota suatu organisasi, berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Ketika seseorang menganggap bahwa dengan mengikut organisasi tersebut akan mendatangkan banyak manfaat bagi dirinya, maka kepuasan kerja mereka akan meningkat.
Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja ( job dissatisfaction) 22
Ada beberapa respon yang diberikan oleh individu apabila ia merasakan ketidakpuasan di tempat kerjanya. Individu memutuskan untuk keluar dari organisasi (exit) Mencoba memperbaiki keadaan di dalam organisasi (voice) Secara pasif menunggu perubahan kondisi organisasi (loyalty) Mengabaikan kondisi yang ada di dalam organisasi (neglect)
PERILAKU INDIVIDUAL DALAM ORGANISASI
perilaku manusia sangat berbeda antara satu dengan lainnya. Perilaku itu sendiri adalah suatu fungsi dari interaksi antara seseorang individu dengan lingkungannya. Ditilik dari sifatnya, perbedaan perilaku manusia itu disebabkan karena kemampuan, kebutuhan, cara berpikir untuk menentukan pilihan perilaku, pengalaman, dan reaksi affektifnya berbeda satu sama lain. Pendekatan yang sering dipergunakan untuk memahami perilaku manusia adalah; pendekatan kognitif, reinforcement, dan psikoanalitis. Berikut penjelasan ketiga pendekatan tersebut dilihat dari; penekanannya, penyebab timbulnya perilaku, prosesnya, kepentingan masa lalu di dalam menentukan perilaku, tingkat kesadaran, dan data yang dipergunakan. 1. Penekanan. Pendekatan kognitif menekankan mental internal seperti berpikir dan menimbang. Penafsiran individu tentang lingkungan dipertimbangkan lebih penting dari lingkungan itu sendiri. Pendekatan penguatan (reinforcement) menekankan pada peranan lingkungan dalam perilaku manusia. Lingkungan dipandang sebagai suatu sumber stimuli yang dapat menghasilkan dan memperkuat respon perilaku. Pendekatan psikoanalitis menekankan peranan sistem personalitas di dalam menentukan sesuatu perilaku. Lingkungan dipertimbangkan sepanjang hanya sebagai ego yang
berinteraksi dengannya untuk memuaskan keinginan. 2. Penyebab Timbulnya Perilaku Pendekatan kognitif, perilaku dikatakan timbul dari ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian pada struktur kognitif, yang dapat dihasilkan dari persepsi tentang lingkungan. Pendekatan reinforcement menyatakan bahwa perilaku itu ditentukan oleh stimuli lingkungan baik sebelum terjadinya perilaku maupun sebagai hasil dari perilaku. Menurut pendekatan psikoanalitis, perilaku itu ditimbulkan oleh tegangan (tensions) yang dihasilkan oleh tidak tercapainya keinginan.
23
3. Proses. Pendekatan kognitif menyatakan bahwa kognisi (pengetahuan dan pengalaman) adalah proses mental, yang saling menyempurnakan dengan struktur kognisi yang ada. Dan akibat ketidak sesuaian (inconsistency) dalam struktur menghasilkan perilaku yang dapat mengurangi ketidak sesuaian tersebut. Pendekatan reinforcement, lingkungan yang beraksi dalam diri individu mengundang respon yang ditentukan oleh sejarah. Sifat dari reaksi lingkungan pada respon tersebut
menentukan kecenderungan perilaku masa mendatang. Dalam pendekatan psikoanalitis, keinginan dan harapan dihasilkan dalam Id kemudian diproses oleh Ego dibawah pengamatan Superego. 4. Kepentingan Masa lalu dalam menentukan Perilaku. Pendekatan kognitif tidak memperhitungkan masa lalu (ahistoric). Pengalaman masa lalu hanya menentukan pada struktur kognitif, dan perilaku adalah suatu fungsi dari pernyataan masa sekarang dari sistem kognitif seseorang, tanpa memperhatikan proses masuknya dalam sistem. Teori reinforcement bersifat historic. Suatu respon seseorang pada suatu stimulus tertentu adalah menjadi suatu fungsi dari sejarah lingkungannya. Menurut pendekatan psikoanalitis, masa lalu seseorang dapat menjadikan suatu penentu yang relatif penting bagi perilakunya. Kekuatan yang relatif dari Id, Ego dan Superego ditentukan oleh interaksi dan pengembangannya dimasa lalu. 5. Tingkat dari Kesadaran. Dalam pendekatan kognitif memang ada aneka ragam tingkatan kesadaran, tetapi dalam kegiatan mental yang sadar seperti mengetahui, berpikir dan memahami, dipertimbangkan sangat penting. Dalam teori reinforcement, tidak ada perbedaan antara sadar dan tidak. Biasanya aktifitas mental dipertimbangkan menjadi bentuk lain dari perilaku dan tidak dihubungkan dengan kasus kekuasaan apapun. Aktifitas mental seperti berpikir dan berperasaan dapat saja diikuti dengan perilaku yang terbuka, tetapi bukan berarti bahwa berpikir dan berperasaan dapat menyebabkan terjadinya perilaku terbuka. Pendekatan psikoanalitis hampir sebagian besar aktifitas mental adalah tidak sadar. Aktifitas tidak sadar dari Id dan Superego secara luas menentukan perilaku. 6. Data. Dalam pendekatan kognitif, data atas sikap, nilai, pengertian dan pengharapan pada dasarnya dikumpulkan lewat survey dan kuestioner. Pendekatan reinforcement mengukur stimuli lingkungan dan respon materi atau fisik yang dapat diamati, lewat observasi langsung atau dengan pertolongan sarana teknologi.
24
Pendekatan psikoanalitis menggunakan data ekspresi dari keinginan, harapan, dan bukti penekanan dan bloking dari keinginan tersebut lewat analisa mimpi, asosiasi bebas, teknik proyektif, dan hipnotis.
25
BAB III PERSEPSI DAN PEMBUATAN KEPUTUSAN INDIVIDUAL A. Apa Itu Persepsi Persepsi (perception) adalah proses di mana individu mengatur dan menginterprestasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungkan mereka. Namun, apa yang diterima seseorang pada dasarnya bisa berbeda dari realitas objektif. Walaupun seharusnya tidak perlu ada, perbedaan tersebut sering timbul. Sebagai contoh, sesuatu yang mungkin bila semua karyawan dalam sebuah perusahaan menganggapnya sebagai tempat kerja yang baik-kondisi kerja yang menyenangkan, penugasan kerja yang menarik, bayaran yang bagus, tunjangan yang sangat bagus. 1. Proses Pembuatan Keputusan yang Rasional Kita sering berpikir bahwa pembuat keputusan yang paling baik adalah yangrasional. Artinya, pembuat keputusan tersebut membuat pilihan-pilihan yang konsisten dan maksimalkan nilai dalam batasan-batasan tertentu. 2. Model Rasional Enam langkah dalam pembuatan keputusan yang rasional;
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mendefinisikan masalah Mengidentifikasikan kriteria keputusan Menimbang kriteria tersebut Mengembangkan alternatif Mengevaluasi alternatif-alternatif yang ada Memilih alternatif terbaik 3. Asumsi-asumsi dari Model Tersebut Model pembuatan keputusan rasional meliputi beberapa asumsi;
1.
Kejelasan masalah. Masalahnya tidak jelas dan tidak ambigu. Pembuatan keputusan dianggap
informasi lengkap sehubungan dengan dituasi keputusan. 2. memiliki Pilihan-pilihan yangyang diketahui . Pembuat keputusan dianggap bisa mengidentifikasikan semua kriteria yang relevan dan bisa menyebutkan semua alternatif yang mungkin. 3. Pilihan-pilihan yang jelas. Rasionalitas mengasumsikan bahwa berbagai kriteria dan alternatif bisa dinilai dan ditimbang untuk mencerinkan kepentingan mereka. 4. Tidak ada batasan waktu dan biaya. Pembuat keputusan yang rasional bisa mendapatkan informasi lengkap tentang kriteria-kriteria dan alternatif karena diasumsikan bahwa tidak ada batasan waktu atau biaya. 5. Hasil maksimum. Pembuat keputusan yang rasional akan memilih alternatif yang menghasilkan nilai tertinggi.
26
4. Meningkatkan Kreativitas dalam Pembuatan Keputusan Kreativitas yaitu, kemampuan menciptakan ide-ide baru yang bermanfaat. Ini adalah ide-ide yang berbeda dari apa yang telah dilakukan sebelumnya tetapi sesuai untuk masalah tersebut atau peluang yang dihadirkan. Mengapa kreativitas sangat penting dalam pembuatan keputusan? Kreativitas memungkinkan pembuat keputusan untuk menilai dan memahami masalah dengan lebih mendalam, termasuk melihat masalah-masalah yang tidak bisa dilihat oleh individu lain. Pengambilan keputusan rasional membutuhkan kreativitas. Yakni, menggabungkan gagasan dalam satu cara yang unik atau untuk membuat asosiasi- asosiasi daintara gagasangagasan.
Potensial Kreatif
Kebanyakan orang mempunyai potensial kreatif yang dapat mereka gunakan bila dikonfrontasikan dengan sebuah masalah dalam pengambilan keputusan. Namun untuk melepaskan potensial itu, mereka harus keluar dari kebiasaan psikologis yang kebiasaan dari kita terlibat di dalamnya dan beajar bagaimana berpikir tentang satu masalah dengan cara yang berlainan.
Metode Untuk Merangsang Kreativitas Individual
Tindakan yang sederhana dapat sangat berpengaruh untuk menginstruksi seseorang menjadi kreatif dan menghindari pendekatan yang jelas terhadap satu masalah mengahasilkan gagasan yang lebih unik. Metode ini dinamakan instruksi langsung.
Penyusunan atribut
Dalam metode ini, pengambilan keputusan mengisolasikan karakteristik dari alternatif tradisional. Setiap atribut utama dari alternatif selanjutnyapada gilirannya dipertimbangkan dan diubah dalam setiap cara yang mungkin. Tidak ada gagasan yang di tolak, betapa pun tampaknya lucu. Kreatifitas juga dapat dirangsang oleh praktik pemikiran lateral atau zig-zag. Dengan pemikiran lateral, para individu menekankan pemikiran yang tidak menekankan pada satu pola melainkan pada penyetrukturan pola. Pemikiran itu tidak harus tepat setiap langkah. Pemikiran itu secara sengaja menggunakan informasi yang acak atau tidak relevan guna membawa satu cara baru untuk melihat suatu masalah. 5. Potensi yang Kreatif Sebagian besar individu memiliki potensial kreatif yang bisa mereka gunakan ketika berhadapan dengan masalah pembuatan keputusan. Tetapi untuk mengeluarkan potensial tersebut, mereka harus keluar dari pola psikologis yang kita miliki dan belajar melihat sebuah masalah dalam cara-cara yang berbeda. 6. Tiga Komponen Model Kreativitas
27
Berdasarkan sejumlah penelitian yang ekstensif, model ini mengemukakan bahwa kreativitas individual pada dasarnya membutuhkan;
1.
Keahlian Adalah dasar untuk setiap pekerjaan kreatif. Misalnya, lirik lagu Eminem, banyak yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman masa kecilnya. 2. keterampilan berpikir kreatif, dan Hal ini mencakup karakteristik kepribadian yang berhubungan dengan kreativitas, kemampuan untuk menggunakan analogi, serta bakat untuk melihat sesuatu yang sudah lazim dari sudut pandang berbeda. 3. motivasi tugas intrinsik Motivasi adalah keinginan untuk mengerjakan sesuatu karena hal tersebut menarik, rumit, mengasyikkan, memuaskan, atau menantang secara pribadi. Komponen motivasional ini mengubah potensial kreativitas menjadi ide-ide kreatif yang aktual. 7. Keputusan Dalam Organisasi Dibuat a. Rasionalitas yang Dibatasi b. Bias dan Kesalahan Umum *Penyimpangan-penyimpangan yang paling umum, antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Bias Kepercayaan Diri yang Berlebih(Overconfidence Bias) Bias Jangkar Bias Konfirmasi Bias Ketersediaan Bias Representatif Peningkatan komitmen Kesalahan yang Tidak Disengaja Kutukan Pemenang Bias Peninjauan c. Intuisi Adalah sebuah proses tidak sadar yang berasal dari pengalaman yang disaring. Proses ini tidak terlalu terlepas dari analisis rasional. Sebaliknya, keduanya saling melengkapi, dan yang penting, intuisi bisa menjadi suatu kekuatan yang sangat kuat dalam pembuatan keputusan. Contoh, penelitian tentang permainan catur memberikan sebuah ilustrasi yang sangat baik tentang cara kerja intuisi. Kapankah individu cenderung menggunakan pembuatan keputusan intuisif?
1. 2. 3. 4. 5.
Ketika terdapat tingkat ketidakpastian yang tinggi Ketika hanya terdapat sedkit teladan yang bisa digunakan Ketika variabel-variabel kurang bisa diprediksi secara ilmiah Ketika fakta-fakta dibatasi Ketika fakta-fakta tidak menunjukan jalan dengan jelas 28
6. 7.
Ketika hanya digunakan sikit data analitis Ketika terdapat beberapa solusi alternatif masuk akal yang bisa dipilih, di mana setiap solusi memiliki penjelasan yang baik 8. Ketika waktu yang ada sangat terbatas dan terdapat tekanan untuk membuat keputusan yang tepat. 8. Perbedaan-Perbedaan Individual Perbedaan-perbedaan individual yang menyebabkan penyimpangan dari model rasional: a) Kepribadian Belum ada banyak penelitian tentang kepribadian dan pembuatan keputusan. Satu alasan yang tepat adalah sebagian besar peneliti yang melakukan penelitian pembuatan keputusan tidak dilatih untuk menyelidiki kepribadian. Namun, penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kepribadian benar-benar mempengaruhi pembuatan keputusan. Penelitian tersebut mempertimbangkan sifat berhati-hati dan harga diri. Pertama, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa segi-segi tertentu dari sifat berhati-hati sebenarnya memiliki pengaruh yang berlawanan terhadap peningkatan komitmen. Pada umumnya, individu yang berorientasi pada pencapaian tidak menyukai kegagalan, jadi mereka meningkatkan komitmen mereka dengan harapan bisa mencegah kegagalan. Namun individu yang patuh cenderung melakukan apa yang menurut mereka terbaik bagi organisasi. Individu yang berjuang mendapatkan pencapaian terlihat lebih rentan dengan bias peninjauan kembali, mungkin karena mereka memiliki kebutuhan yang lebih besar untuk membenarkan kelayakan tindakan-tindakan mereka. Akhirnya, individu dengan harga diri tinggi tampak lebih rentan terhadap bias pemikiran diri sendiri. Karena individu yang mempunyai harga diri tinggi sangat termotivasi untuk mempertahankan harga diri mereka sehingga mereka menggunakan bias pemikiran diri sendiri untuk mempertahankannya. Artinya, mereka menyalahkan individu lain atas kegagalan mereka dan mendapatkan pujian atas keberhasilankeberhasilan mereka. b) Gender Baru-baru ini, penelitian mengenai renungan memberikan wawasan untuk perbedaanperbedaan gender dalam pembuatan keputusan. Secara keseluruhan, bukti menunjukkan bahwa wanita lebih sering menganalisis keputusan dibandingkan pria. Renungan merajuk pada pemikiran mendetail. Terkait pembuatan keputusan, renungan berarti memikirkan berbagai masalah, dan wanita pada umumnya lebih berkemungkinan terlibat dalam renungan dibandingkan dengan pria. Alasan mengapa wanita lebih sering merenung daripada pria tidak begitu jelas. Beberapa teori telah dikemukakan. Satu pandangan adalah orang tua lebih mendorong dan menguatkan 29
ungkapan kesedihan dan kegelisahan dalam diri anak perempuan daripada dalam diri anak laki-laki. Teori lain adalah wanita lebih mendasarkan harga diri dan kesejahteraan mereka pada apa yang dipikirkan oleh individu lain tentang diri mereka bila dibandingkan dengan pria. Teori ketiga adalah wanita lebih empati dan lebih dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa dalam kehidupan individu lain, sehingga mereka memiliki lebih banyak hal untuk direnungkan. c) Batasan-batasan Organisasional Organisasi dapat membatasi para pembuat keputusan, yang menciptakan berbagai penyimpangan dari model rasional. Misalnya, manajer menentukan keputusan mereka untuk mencerminkan evaluasi kinerja organisasi dan sistem penghargaan, mematuhi peraturanperaturan formal organisasi, dan memenuhi batasan-batasan waktu yang telah ditentukan. d) Evaluasi Kerja Dalam membuat keputusan, para manajer sangat dipengaruhi oleh kriteria-kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi mereka. Apabila seorang manajer devisi yakin bahwa pabrikpabrik manufaktur yang berada di bawah tanggung jawabnya beroprasi dengan sangat baik ketika ia tidak mendengar apa pun yang negatif, seharusnya kita tidak terkejut untuk mengetahui bahwa para manajer pekerja pabriknya menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk memastikan bahwa informasi negatif tidak sampai ke atas devisi. e) Sistem Penghargaan Sistem penghargaan organisasi memengaruhi para pembuat keputusan dengan cara menyatakan mereka pilihan-pilihan yang lebih baik menurut hasil pribadi. Sebagai contoh, apabila organsasi memberikan keengganan risiko, para manajer cenderung membuat keputusan-keputusa yang konservatif. f) Peraturan Formal David Gonzales, Merupakan batasan-batasan yang dihadapinya dalam pekerjaan “Saya memiliki kebiasaan dan peraturan yang meliputi hampir semua keputusan yang saya buat dari cara membuat burrito sampai beberapa sering saya harus membersihkan toilet. Pekerjaan saya tidak memberi banyak kebebasan pilihan. Situasi David tidaklah unik, semua organisasi, kecuali organisasi-organisasi terkecil, membuat peraturan, kebijaksanaan, prosedur, dan aturan-aturan formal lain untuk menstandardisasi perilaku anggota-anggota mereka.
g) Batasan Waktu yang Ditentukan oleh sistem Organisasi menentukan batas waktu untuk berbagai keputusan. Sebagai contoh, anggaran departemen harus diselesaikan pada hari jumat depan, atau laporan tentang perkembangan produk baru harus siap untuk ditinjau oleh komite eksklusif di awal bulan. h) Peristiwa Historis Keputusan tidak dibuat dalam ruang hampa, hal ini memiliki konteks pada kenyataannya, keputusan-keputusan individual digolongkan secara lebih akurat sebagai poinpoin dalam aliran keputusan. Sebagai contoh, keputusan yang mungkin anda buat setelah 30
bertemu „TN. Atau Nn Tepat‟ menjadi lebih rumit bila anda telah menikah bila dibandingkan dengan ketika anda masih lajang. i) Perbedaan-perbedaan Kultural Model rasional tidak mengakui perbedaan-perbedaan kultural. Tetapi orang-orang Indonesia misalnya tidak perlu membuat keputusan dalam cara yang sama seperti orang-orang Australia membuat keputusan. Oleh karena itu, kita harus mengakui bahwa latar belakang kultural dari pembuat keputusan dapat berpengaruh signifikan terhadap seleksi masalah, kedalaman analisis, kepentingan yang diberikan untuk logika dan rasionalitas. Kulutur misalnya, berbeda-beda berdasarkan orientasi waktu, kepentingan rasionalitas, keyakinan terhadap kemampuan individu untuk menyelesaikan masalah dan pilihan untuk membuat keputusan kolektif 9. Etika dalam Pembuatan Keputusan Tidak ada diskusi kontenporer mengenai pembuatan keputusan yang lengkap tanpa keterlibatan etika, karena pertimbangan-pertimbangan etis merupakan sebuah kriteria penting dalam pembuatan keputusan organisasional. Tentu saja hal ini menjadi semakin nyata pada zaman sekarang dibandingkan waktu-waktu sebelumnya.
Tiga Kriteria Keputusan Etis
Kriteria utilitarian, di mana keputusan dibuat semata-mata berdasarkan hasil atau konsekuensinya. Tujuan utilitarianisme adalah memberikan kebaikan terbesar untuk jumlah terbanyak. Misalnya, dengan memaksimalkan laba, seorang eksekutif bisnis bisa memperlihatkan bahwa ia mendapatkan kebaikan terbesar untuk jumlah terbanyak 2. Kriteria etis, merupakan terfokus pada hak. Hal ini memungkinkan individu membuat keputusan-keputusan yang konsisten dengan kemerdekaan dan hak fundamental 3. Kriteria keadilan, kriteria ini mengharuskan individu untuk menentukan dan menjalankan peraturan-peraturan dengan baik dan adil sehingga terdapat distribusi laba dan biaya secara adil. 1.
Etika dan Kultur Nasional
Apa yang dianggap sebagai sebuah keputusan yang beretika di Cina belum tentu sama di Kanada. Alasannya adalah tidak ada standar-standar etika yang global. Perbandingan antara Asia dan Barat memberikan sebuah ilustrasi karena penyuapan sudah biasa di negara-negara seperti Cina, orang Kanada yang bekerja di Cina mungkin menghadapi delima: haruskah saya memberi uang suap untuk mendapatkan bisnis jika penyuapan merupakan suatu hal yang diterima dalam kultur negara tersebut. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Perilaku Pengambilan-Keputusan Etis 1) Tahap-tahap perkembangan moral Adalah suatu penilaian dari kapasitas seseorang untuk menimbang secara moral. Makin tinggi perkembangan moral seseorang, makin kurang bergantung ia pada pengaruh-pengaruh luar dan, dari situ , akan makin cenderung untuk berperilaku etis.
31
2) Tempat kedudukan kendali Karakteristik kepribadian yang mengukur sejauh mana orang meyakini bahwa mereka bertanggung jawab untuk peristiwa-peristiwa dalam hidup mereka. 3) Lingkungan organisasional Merujuk pada persepsi karyawan mengenai pengharapan organisasional. Apakah organisasi itu mendorong perilaku yang etis atau tidak.
Ringkasan dan Implikasi untuk Manajer
Persepsi
Individu berperilaku tidak didasarkan pada lingkungan eksternal mereka tetapi lebih pada apa yang mereka lihat atau yakini. Dasar untuk perilaku adalah persepsi karyawan mengenai suatu situasi apakah seorang manajer merencanakan dan mengatur pekerjaan para karyawan dengan berhasil dan benar-benar membantu mereka menyusun kerja mereka dengan lebih efisien dan efektif.
10. Pembuatan Keputusan Individual Individu-individu berpikir dan membuat pertimbangan sebelum mereka bertindak. Oleh karena itu, pemahaman mengenai bagaimana individu membuat keputusan dapat bermanfaat dalam menjelaskan dan memprediksi perilaku mereka. Apa yang bisa dilakukan manajer untuk memperbaiki pembuatan keputusan mereka? Terdapat empat saran, antara lain: 1. Menganalisis situasi, sesuaikan pendekatan pembuatan keputusan dengan kultur nasional dimana anda beroperasi dan dengan kriteria yang dievaluasi dan dihargai oleh organisasi anda. 2. Waspadalah akan bias, kemudian berusahalah meminimalisasi pengaruh hal ini. 3. Kombinasikan analisis rasional dengan intuisi. Ini bukan pendekatan-pendekatan yang bertentangan dengan pembuat keputusan. Dengan menggunakan keduanya, anda bisa benarbenar meningkatkan efektivitas pembuatan keputusan. Ketika mendapatkan pengalaman manajerial, anda seharusnya merasa lebih percaya diri dalam menempatkan proses-proses intuitif anda di atas analisis rasional. 4. Berusahalah untuk meningkatkan kreativitas anda . Secara terbuka, carilah solusi-solusi baru untuk menyelesaikan berbagai masalah, berusahalah melihat masalah-masalah dalam cara-cara baru, dan gunakan analogi. Selain itu, berusahalah menghilangkan rintangan-rintangan kerja dan organisasional yang mungkin menghalangi kreativitas anda. 11. Hubungan Antara Persepsi dan Pembuatan Keputusan Individual Para individu dalam organisasi membuat keputusan (decision), artinya mereka membuat pilihan-pilihan dari dua alternatif atau lebih. Pembuatan keputusan individual merupakan satu bagian penting dari perilaku organisasi. Tetapi, bagaimana para individu dalam organisasi
32
membuat berbagai keputusan dan kualitas dari pilihan-pilihan akhir mereka sangat dipengaruhi oleh persepsi-persepsi mereka. Pembuatan keputusan muncul sebagai reaksi atas sebuah masalah. Artinya, ada ketidaksesuaian antara perkara saat ini dan keadaan yang diinginkan, yang membutuhkan pertimbangan untuk membuat beberapa tindakan alternatif. Kesadaran bahwa terdapat sebuah masalah dan bahwa sebuah keputusan harus dibuat, merupakan persoalan penginterpretasian. Setiap keputusan membutuhkan interpretasi dan evaluasi informasi. Biasanya, data diperoleh dari banyak sumber dan data-data tersebut harus disaring, diproses, dan diinterpretasikan. Pada akhirnya, dari seluruh proses keputusan, seringkali muncul berbagai penyimpangan penginterpretasian yang berpotensi mempengaruhi analisis dan kesimpulan.
33
BAB IV Teori Motivasi, Nilai, Sikap, dan Kepuasan Kerja A. Motivasi Motivasiadalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan. Sejarah Teori Motivasi
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarkiteori kebutuhan milik Abraham Maslow.Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu:
fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, kebutuhan fisik lainnya),
dan
rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional), sosial (rasa kasih sayang, penerimaan, dan persahabatan),
kepemilikan,
penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan aktualisasi diri (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri). Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah sedangkan kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas. Perbedaan antara kedua tingkat tersebut adalah dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara eksternal.
34
Menurut maslow, jika seorang pimpinan ingin memotivasi seseorang, maka ia perlu memahami sedang berada pada anak tangga manakah posisi bawahan dan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu atau kebutuhan dia atas tingkat itu. Teori kebutuhan Maslow telah menerima pengakuan luas di antaramanajer pelaksana karena teori ini logis secara intuitif. Namun, penelitian tidak memperkuat teori ini dan Maslow tidak memberikan bukti empiris dan beberapa penelitian yang berusaha mengesahkan teori ini tidak menemukan pendukung yang kuat. Teori Motivasi X dan Y
Teori ini dikemukakan oleh Douglas McGregor yang menyatakan bahwa dua pandangan yang jelas berbeda mengenai manusia, pada dasarnya satu negatif (teori X) yang mengandaikan bahwa kebutuhan order rendah mendominasi individu, dan satu lagi positif (teori Y) bahwa kebutuhan order tinggi mendominasi individu. Douglas McGregor menemukan teori X dan teori Y setelah mengkaji cara para manajer berhubungan dengan para karyawan. Kesimpulan yang didapatkan adalah pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka
terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut. Ada empat asumsi yang dimiliki manajer dalam teori X
Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya. Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan. Karyawan akan mengindari tanggung jawab dan mencari perintah formal, di mana ini adalah asumsi ketiga. Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikitambisi.
Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai sifatmanusia dalam teori X, ada pula empat asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y
Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya istirahat atau bermain. Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan. Karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari, dan bertanggungjawab. *Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisimanajemen.
35
Teori Motivasi - Higiene
Dikemukakan oleh psikolog Frederick Herzberg, yang mengembangkan teori kepuasan yang disebut teori dua faktor tentang motivasi. Dua faktor itu dinamakan faktor yang membuat orang merasa tidak puas atau faktorfaktor motivator iklim baik atau ekstrinsik-intrinsik tergantung dari orang yang membahas teori tersebut. Faktor-faktor dari rangkaian ini disebut pemuas atau motivator yang meliputi:
Prestasi (achievement) Pengakuan (recognition) Tanggung Jawab (responsibility) Kemajuan (advancement) Pekerjaan itu sendiri (the work itself) Kemungkinan berkembang (the possibility of growth)
Teori Motivasi Kebutuhan McClelland
Teori kebutuhan McClelland dikembangkan oleh David McClelland dan teman-temannya. Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang didefinisikan sebagai berikut:
Kebutuhan Prestasi (achievement)
Dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil
Kebutuhan Kekuasaan (power)
Kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.
Kebutuhan Afiliasi (pertalian)
Keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab. Teori Motivasi Harapan - Victor Vroom
Teori harapan adalah kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwatindakan tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap individu tersebut. Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantarkan ke suatu penilaian kinerja yang baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional, seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan tersebut.
36
Teori Motivasi Keadilan
Teori keadilan adalah teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil pekerjaan mereka dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain, dan kemudian merespons untuk menghilangkan ketidakadilan. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang dimotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara adil dalam pekerjaan. Individu bekerja untuk mendapat tukaran imbalan dari organisasi. Reinforcement theory
Teori motivasi ini tidak menggunakan konsep suatu motif atau proses motivasi. Sebaliknya teori ini menjelaskan bagaimana konsekuensi perilaku dimasa yang lalu mempengaruhi tindakan di masa yang akan datang dalam proses pembelajaran. Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu, maka akan banyak menentukan kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. Teori evaluasi kognitif
Teori evaluasi kognitif adalah teori yang menyatakan bahwa pemberian penghargaanpenghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya memuaskan secara intrinsik cenderung mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan. Teori evaluasi kognitif telah diteliti secara eksensif dan ada banyak studi yang mendukung. Teori penentuan tujuan
Teori penentuan tujuan adalah teori yang mengemukakan bahwa niat untuk mencapai tujuan merupakan sumber motivasi kerja yang utama. Artinya, tujuan memberitahu seorang karyawan apa yang harus dilakukan dan berapa banyak usaha yang harus dikeluarkan. Teori penguatan
Teori penguatan adalah teori di mana perilaku merupakan sebuah fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya jadi teori tersebut mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan. Area motivasi manusia
Empat area utama motivasi manusia adalah makanan,cinta, seks, dan pencapaian. Tujuan-tujuan yang mendasari motivasi ditentukan sendiri oleh individu yang melakukannya, individu dianggap tergerak untuk mencapai tujuan karena motivasi intrinsik (keinginan beraktivitas atau meraih pencapaian tertentu semata-mata demi kesenangan atau kepuasan dari melakukan aktivitas tersebut), atau karena motivasiekstrinsik, yakni keinginan untuk mengejar 37
suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan eksternal. disamping itu terdapat pula fsktor yang lain yang mendukung diantaranya ialah faktor internal yang datang dari dalam diri orang itu sendiri. Variabel-Variabel Motivasi
Kerlinger, N. Fred dan Elazar J. Pedhazur (1987) dalam Cut Zurnali (2004) menyatakan bahwa variabel motivasi terdiri dari: (1) Motif atas kebutuhan dari pekerjaan (Motive); (2) Pengharapan atas lingkungan kerja (Expectation); (3) Kebutuhan atas imbalan (Insentive). Hal ini juga sesuai dengan yang di kemukakan Atkinson (William G Scott, 1962: 83), memandang bahwa motivasi adalah merupakan hasil penjumlahan dari fungsi-fungsi motive, harapan dan insentif (Atkinson views motivation strengh in the form of an equattion-motivation = f (motive + expectancy + incentive). Jadi, mengacu pada pendapat-pendapat para ahli di atas, Cut Zurnali (2004) mengemukakan bahwa motivasi karyawan dipengaruhi oleh motif, harapan dan insentif yang diinginkan. Dalam banyak penelitian di bidang manajemen, administrasi, dan psikologi, variabel-variabel motivasi ini sering digunakan. Berikut akan dijelaskan masing-masing variabel motivasi tersebut. Motif
Menurut Cut Zurnali (2004), motif adalah faktor-faktor yang menyebabkan individu bertingkah laku atau bersikap tertentu. Jadi dicoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti kebutuhan apa yang dicoba dipuaskan oleh seseorang? Apa yang menyebabkan mereka melakukan sesuatu pekerjaan atau aktivitas. Ini berarti bahwa setiap individu mempunyai kebutuhan yang ada di dalam dirinya (inner needs) yang menyebabkan mereka didorong, ditekan atau dimotivasi untuk memenuhinya. Kebutuhan tertentu yang mereka rasakan akan menentukan tindakan yang mereka lakukan. Lebih lanjut Cut Zurnali mengutip pendapatFremout E. kast dan james E. Rosenzweig (1970) yang mendefinisikan motive sebagai : a motive what prompts a person to act in a certain way or at least develop appropensity for speccific behavior. The urge to action can tauched off by an external stimulus, or it can be internally generated in individual thought processes. Jadi motive adalah suatu dorongan yang datang dari dalam diri seseorang untuk melakukan atau sedikitnya adalah suatu kecenderungan menyumbangkan perbuatan atau tingkah laku tertentu. William G Scott (1962: 82) menerangkan tentang motive adalah kebutuhan yang belum terpuaskan yang mendorong individu untuk mencapai tujuan tertentu. Secara lengkap motiv menurut Scott motive are unsatiesfied need which prompt an individual toward the accomplishment of aplicable goals. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan, motive adalah dorongan yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan perbuatan guna memenuhi 38
kepuasannya yang belum terpuaskan. Selain itu, Maslow sebagaimana diungkap pada halaman sebelumnya membagi kebutuhan manusia ke dalam beberapa hirarki, yakni kebutuhankebutuhan fisik, keselamatan dan keamanan, sosial, penghargaan atau prestise dan kebutuhan aktualisasi diri. Harapan
Mengacu pada pendapat Victor Vroom, Cut Zurnali (2004) mengemukakan bahwa ekspektasi adalah adanya kekuatan dari kecenderungan untuk bekerja secara benar tergantung pada kekuatan dari pengharapan bahwa kerja akan diikuti dengan pemberian jaminan, fasilitas dan lingkungan atau outcome yang menarik. RL. Kahn dan NC Mo rce (1951: 264) secara singkat mengemukakan pendapatan mereka tentang expectation, yakni Expectation which is the probability that the act will obtain the goal. Jadi harapan adalah merupakan kemungkinan bahwa dengan perbuatan akan mencapai tujuan. Arthur levingson dalam buku Vilfredo Pareto (1953: 178) menyatakan : The individual is influenced in his action by two major sources of role expectation the formal demands made by the company as spalled out in the job, and the informal expectation forces make behavioral demans on the individual attemps to structure the social situation and the devine his place in it.
Dengan merumuskan beberapa pendapat para ahli,Cut Zurnali (2004) menyatakan bahwa terdapat dua sumber besar yang dapat mempengaruhi kelakuan individu, yaitu : sumber-sumber harapan yang berkenaan dengan peranannya antara lain, tuntutan formal dari pihak pekerjaan yang terperinci dalam tugas yang seharusnya dilakukan. Dan tuntutan informal yang dituntut oleh kelompok-kelompok yang ditemui individu dalam lingkungan kerja. Di samping itu, menurutWiliam G Scott (1962: 105) , addtionally, as could be anticipated, the groups themselves can be axpected to interact, effecting the others expectations. Ternyata kelompok karyawan sendiri dapat juga mempengaruhi harapan-harapan yang akan dicapainya. Dan dengan adanya keyakinan atau pengharapan untuk sukses dapat memotivasi seseorang untuk mewujudkan atau menggerakkan usahanya (Gary Dessler, 1983: 66). Selanjutnya Vroom yang secara khusus memformulasikan teori expectancy mengajukan 3 (tiga) konsep konsep dasar, yaitu : (1) Valence atau kadar keinginan seseorang; (2) Instrumentality atau alat perantara; (3) Expectacy atau keyakinan untuk mewujudkan keinginan itu sendiri (Gary Dessler, 1983: 66). Insentif
Dalam kaitannya dengan insentif (incentive), Cut Zurnali mengacu pada pendapat Robert Dubin (1988) yang menyatakan bahwa pada dasarnya incentive itu adalah peransang, tepatnya pendapat Dubin adalah incentive are the inducement placed the course of an going activities, keeping activities toward directed one goal rather than another. Arti pendapat itu kurang lebih, insentif adalah perangsang yang menjadikan sebab berlangsungnya kegiatan, 39
memelihara kegiatan agar mengarah langsung kepada satu tujuan yang lebih baik dari yang lain. Morris S. Viteles (1973: 76) merumuskan insentif sebagai keadaan yang membangkitkan kekuatan dinamis individu, atau persiapan-persiapan dari pada keadaan yang mengantarkan dengan harapan dapat mempengaruhi atau merubah sikap atau tingkah laku orang-orang. Secara lebih lengkap Viteles menyatakan : incentive are situasions which function in arousing dynamis forces in the individual, or managements of conditions introduced with the expectation of influencing or altering the behavior of people. Menurut Cut Zurnali, pendapat yang mengemukakan bahwa insentif adalah suatu perangsang atau daya tarik yang sengaja diberikan kepada karyawan dengan tujuan agar karyawan ikut membangun, memelihara dan mempertebal serta mengarahkan sikap atau tingkah laku mereka kepada satu tujuan yang akan dicapai perusahaan. Joseph Tiffin (1985: 267) mengatakan bahwa pemnberian insentif sangat diperlukan terutama apabila karyawan tidak banyak mengetahui tentang hal apa yang akan dilakukannya. Berikut secara lengkap diuraikan pendapat Tiffin: ordinary speaking, people will not learn very much about anything unless they are motivated to do so, that is, unless they are supplied with an adequate incentive. Maknanya bahwa seseorang tidak banyak mengetahui tentang sesuatu hal, apabila mereka tidak didorong untuk melakukan pekerjaan yang demikian itu, yaitu apabila mereka tidak dibekali dengan insentif secara cukup. B. Nilai
Nilai berhubungan erat dengan sikap, dalam arti bahwa nilai itu dapat digunakan sebagai suatu cara mengorganisasi sejumlah sikap. Menurut Gibson et al. (1986) pengertian nilai didefinisikan sebagai kumpulan dari perasaan senang dan tidak senang, pandangan, keharusan, kecenderungan dalam diri orang, pendapat yang rasional dan tidak rasional, prasangka dan pola asosiasi yang menentukan pandangan seseorang tentang dunia. Sedangkan nilai menurut Robbin (2001) yaitu keyakinan-keyakinan dasar bahwa suatu modus perilaku atau keadaan akhir dari eksistensi yang khas lebih disukai secara pribadi atau sosial dibandingkan suatu modus perilaku atau keadaan akhir eksistensi yang berlawanan. Nilai mengandung suatu unsur pertimbangan dalam arti nilai mengemban gagasangagasan seorang individu mengenai apa yang benar, baik atau diinginkan. Nilai sangat pening untuk mempelajari perilaku keorganisasian, karena nilai meletakkan dasar untuk memahami sikap dan motivasi serta karena nilai mempengaruhi persepsi kita.Nilai yang kita anut sebagin besar ditentukan oleh faktor genetik. Jadi nilai-nilai dari orang tua memainkan suatu bagian yang penting dalam menjelaskan akan bagaimana nilai-nilai kita. Selanjutnya nilai-nilai ditentukan oleh budaya, guru, teman dan juga pengaruh lingkungan. Nilai-nilai yang dianut seseorang itu tidaklah tetap tetapi apabila nilai-nilai yang dianut seseorang tersebut berubah, maka perubahan itu sangat lambat. Sebagian besar nilai yang kita anut dibangun dalam usia dini (bisa melalui orangtua, guru, teman dan lain-lain). Banyak hal tentang apa yang benar dan
40
salah dirumuskan dari pandangan yang dikemukakan oleh orangtua kita. Ketika menjadi dewasa dan dihadapkan pada sistem nilai lain, mungkin nilai yang kita punya bisa berubah. Menarik untuk disimak bahwa nilai relatif stabil dan abadi. Hal ini merupakan hasil dari komponen genetik dan cara bagaimana nilai tersebut dipelajari. Penanaman nilai dari orangtua selalu memberitahukan mana perilaku yang diinginkan dan perilaku yang tidak diinginkan. Pembelajaran nilai yang mutlak atau hitam putih inilah, bila digabung dengan suatu yang cukup banyak dari faktor genetik yang kurang lebih menjami kestabilan dan keabadian nilai-nilai tersebut. Pentingnya Nilai
Nilai penting untuk mempelajari perilaku organisasi karena nilai menjadi dasar untuk memahami sikap dan motivasi serta karena nilai mempengaruhi persepsi kita. Individuindividu memasuki organisasi dengan gagasan yang dikonsepkan sebelumnya mengenai apa yang seharusnya dan tidak seharusnya. Sistem nilai adalah hirarki yang didasarkan pada pemeringkatan nilai-nilai pribadi berdasarkan intensitas nilai tersebut. Tipe Nilai
Di dalam mengelompokkan nilai maka terdapat 2 (dua) pendekatan/ tipe adalah sebagai berikut :
Nilai Terminal
Diartikan merujuk pada keadaan akhir eksistensi yang sangat diinginkan. Nilai terminal merupakan tujuan yang ingin dicapai seseorang selama hidupnya. Contoh dari nilai terminal menurut Rokeach dalam Robbin (2001) adalah :
Suatu hidup nyaman (hidup makmur) Suatu hidup yang menggairahkan (hidup aktif, merangsang) Rasa berprestasi (kontribusi lama) Suatu dunia damai (bebas dari perang dan konflik)
Suatu dunia yang indah (keindahan alam dan seni) Kesamaan (persaudaraan, kesempatan yang sama untuk semua) Keamanan keluarga (merawat orang lain) Kemerdekaan (ketidakbergantungan, pilihan bebas) Kebahagiaan (kepuasan) Harmoni batin (bebas dari konflik batin) Kesenangan (hidup santai dan dapat dinikmati) Dll
Nilai Instrumental
41
Yaitu merujuk kemodus perilaku yang lebih disukai atau diinginkan atau cara untuk mencapai nilai-nilai terminal. Contoh dari nilai instrumental masih menurut Rokeach dalam Robbin (2001) adalah :
Ambisius (kerja keras, bercita-cita tinggi) Berpikiran luas (berpikiran terbuka) Kapabel (mampu, efektif) Riang (senang, gembira) Bersih (rapi, teratur) Berani (tegak mempertahankan keyakinan) Memaafkan (bersedia mengampuni orang yang dicintai) Membantu (bekerja untuk kesejahteraan orang lain) Jujur (tulus, tidak bohong) Membantu (bekerja untuk kesejahteraan orang lain) Memaafkan ( bersedia mengampuni orang lain) Dll
Nilai-nilai Antar Kebudayaan
Kerangkapaling Kerja banyak Hofstede untuk Mengemukakan Pengkajian Kaebudayaan. salahkayawan satu pendekatan dirujuk. bahwa paraMerupakan manajer dan berbeda-beda berdasarkan lima dimensi nilai budaya nasional. Nilai-nilai tersebut adalah :
Jarak kekuasaan. Merupakan atribut kebudayaan nasional yang menggambarkan tingkat penerimaan masyarakat akan kekuasaan dalam instutusi atau organisasi yang didistribusikan secara tidak merata. Individualisme vesus Kolektivisme. Individualisme adalah tingkat dimana orang-orang di sebuah negara lebih suka bertindak sebagai indiviidu dibandingkan sebagai anggota kelompok. Kolektivisme ekuivalen dengan individualisme yang rendah. Kuantitas kehidupan versus kualitas kehidupan. Kuantitas kehidupan adalah sampai tingkat mana nilai-nilai seperti keberanian, perolehan uang dan barang materi serta persaingan itu mendominasi. Kualitas kehidupan adalah sampai tingkat mana orang menghargai hubungan dan memperlihatkan kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain. Penghindaran ketidakpastian. Atribut kebudayaan nasional yang menggambarkan tingkat di mana masyarakat nerasa terancam oleh keadaan yang tidak menentu atau bermakna ganda dan mencoba menghindari keadaan tesebut. Orientasi jangka panjang versus jangka pendek.
42
Orang-orang yang hidup dalam kebudayaan dengan orientasi jangka panjang melihat ke masa depan dan menghargai penghematan dan ketekunan. Orang yang berorientasi jangka pendek menghargai masa lampau dan masa kini, dan meneankan pada tradisi dan pemenuhan kewajiban sosial C. Sikap Menurut Mitchell (1982) para ilmuwan sosial umumnya sependapat bahwa sikap dapat dipandang sebagai predisposisi untuk bereaksi dengan cara yang menyenangkan atau tidak terhadap obyek, orang, konsep atau apa saja. Ada beberapa asumsi penting yang menjadi dasar dari definisi diatas. Pertama, sikap berhubungan dengan perilaku. Berdasarkan sikapnya terhadap sesuatu, seseorang cenderung untuk berperilaku tertentu. Kedua, sikap terikat erat dengan perasaan orang dengan suatu obyek. Sedangkan ketiga, sikap adalah konstruk yang bersifat hipotesis, artinya konsekuensinya dapat diamati, akan tetapi sikap itu sendiri tidak dapat diamati. Pendapat yang lain menurut Gibson et al. (1986) mendefinisikan sikap adalah kesiapsiapan mental, yang diorganisasi lewat pengalaman, yang mempunyai pengaruh tertentu kepada tanggapan seseorang terhadap orang, obyek dan situasi yang berhubungan dengannya. Definisi mengenai sikap ini mempunyai pengaruh tertentu pada manajer. Pertama, sikap menentukan kecenderungan terhadap interpersonal segi tertentu seseorang dari dunia Kedua, sikap memberikan dasar emosional orang bagi hubungan danini. pengenalannya terhadap orang lain. Ketiga, sikap diorganisasi dan dekat dengan inti kepribadian. Pengertian sikap menurut Robbin (2001) adalah pernyataan atau pertimbangan evaluatif (baik yang menguntungkan atau tidak menguntungkan) mengenai obyek, orang atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu. Bila ada pegawai mengatakan ”saya menyukai pekerjaan saya” maka pegawai terseb ut mengungkapkan sikapnya tentang pekerjaannya. Sikap tidak sama dengan nilai tetapi keduanya saling berhubungan. Hal ini dapat dilihat pada 3 (tiga) komponen dalam sikap yaitu : 1. Pengertian (cognition) 2. Keharuan (affect) 3. Perilaku (behavior) Sumber Sikap
Ada banyak sumber dari pembentukan sikap. Sikap dibentuk dari orang tua, guru dan anggota kelompok rekan sekerja, masyarakat dan pengalaman pekerjaan sebelumnya. Pengalaman waktu kecil membantu menciptakan sikap individu. Sikap anak muda biasanya sesuai dengan sikap orang tua mereka. Apabila anak-anak mencapai umur sepuluh tahun, mereka mulai lebih kuat dipengaruhi oleh teman sejawat. Kelompok teman sebaya mampu mempengaruhi sikap karena orang ingin diterima oleh orang lain. Anak-anak belasan tahun
43
mencari persetujuan dengan sama-sama memiliki sikap yang serupa atau dengan merubah sikap untuk mengikuti sikap kelompok. Orang belajar dan mengetahui sikap lewat pengalaman kerja. Mereka mengembangkan sikap terhadap faktor-faktor seperti persamaan upah, evaluasi prestasi, kemampuan manajemen, rancangan kerja dan keanggotaan kelompok kerja. Tipe Sikap
Berbicara tipe sikap, maka terdapat 3 (tiga) tipe sikap. Tipe sikap tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kepuasan kerja Yaitu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja, sebaliknya seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap perkerjaan tersebut. 2. Keterlibatan kerja Adalah mengukur derajat sejau mana atau sampai tingkat mana seseorang memihak pada pekerjaannya, berpartisipasi aktif didalamnya dan menganggap kinerjanya penting bagi harga diri. Pegawai dengan tingkat keterlibatan kerja yang tinggi dengan kuat memihak pada jenis kerja yang dilakukan dan benar-benar peduli dengan jenis kerja tersebut. Tingkat keterlibatan kerja yang tinggi telah ditemukan berkaitan dengan kemangkiran yang lebih rendah dan tingkat permohonan berhenti yang lebih rendah. 3. Komitmen pada organisasi Adalah suatu keadaan atau sampai sejauh mana seorang pegawai memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuannya, dan berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut. Seperti pada keterlibatan kerja bahwa komitmen pada organisasi memperlihatkan hubungan yang negatif antara kemangkiran dan tingkat keluar masuknya pegawai. Sikap dan Konsistensi
Orang berusaha keras mempertahankan konsistensi antara komponen-komponen dari sikap yaitu kognisi, afek dan perilaku. Tetapi seringkali komponen-komponen tersebut saling bertentangan dan tidak konsisten. Apabila hal ini terjadi, maka timbullah keadaan yag tidak seimbang. Ketegangan yang terjadi dari keadaan semacam itu hanya akan berkurang apabila tercapai sesuatu bentuk konsistensi.
44
Istilah disonansi kognitif berarti suatu inkonsistensi (ketidakkonsistenan) lebih jelasnya menurut Robbin (2001) adalah ketidaksesuaian antara dua sikap atau lebih atau antara perilaku dan sikap. Sedangkan menurut Gibson et al. (1986) istilah disonansi kognitif adalah menguraikan suatu situasi apabila terjadi ketidaksesuaian antara komponen kognitif dan komponen perilaku dari sikap. Disonansi kognitif mempunyai pengaruh penting dalam organisasi. Pertama, disonansi kognitif membentuk menjelaskan pilihan yang diambil oleh orang apabila komponenkomponen itu tidak konsisten. Kedua, teori disonansi kognitif dapat membantu meramalkan kecenderungan orang merubah sikapnya. Hasrat untuk mengurangi disonansi akan ditentukan oleh pentingnya unsur-unsur yang menciptakan disonansi tersebut, derajat pengaruh yang diyakini dipunyai oleh individu terhadap unsur-unsur tersebut dan ganjaran yang mungkin tersangkut dalam disonansi. D. Kepuasan Kerja
Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan. Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yag diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima (Robbin, 2003:78). Greenberg dan Baron (2003:148) mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai sikap positif atau negatif yang dilakukan individu terhadap pekerjaan mereka. Selain itu Gibson (2000:106) menyatakan kepuasan kerja sebagai sikap yang dimiliki para pekerja tentang pekerjaan mereka. Hal itu merupakan hasil dari persepsi mereka tentang pekerjaan. Kepuasan kerja merupakan respon afektif atau emosional terhadap berbagai segi atau aspek pekerjaan seseorang sehingga kepuasan kerja bukan merupakan konsep tunggal. Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek lainnya. Kepuasan Kerja merupakan sikap (positif) tenaga kerja terhadap pekerjaannya, yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Penilaian tersebut dapat dilakukan terhadap salah satu pekerjaannya, penilaian dilakukan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah satu nilai-nilai penting dalam pekerjaan. Karyawan yang puas lebih menyukai situasi kerjanya daripada tidak menyukainya. Locke mencatat bahwa perasaan-perasaan yang berhubungan dengan kepuasan dan ketidakpuasan kerja cenderung mencerminkan penaksiran dari tenaga kerja tentang 45
pengalaman-pengalaman kerja pada waktu sekarang dan lampau daripada harapan-harapan untuk masa depan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat dua unsur penting dalam kepuasan kerja, yaitu nilai-nilai pekerjaan dan kebutuhan-kebutuhan dasar. Nilai-nilai pekerjaan merupakan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan tugas pekerjaan. Yang ingin dicapai ialah nilai-nilai pekerjaan yang dianggap penting oleh individu. Dikatakan selanjutnya bahwa nilai-nilai pekerjaan harus sesuai atau membantu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan hasil dari tenaga kerja yang berkaitan dengan motivasi kerja. Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi seorang individu adalah jumlah dari kepuasan kerja (dari setiap aspek pekerjaan) dikalikan dengan derajat pentingnya aspek pekerjaan bagi individu. Menurut Locke seorang individu akan merasa puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya merupakan sesuatu yang bersifat pribadi, yaitu tergantung bagaimana ia mempersepsikan adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginan-keinginannya dengan hasil keluarannya (yang didapatnya). Sehingga dapat disimpulkan pengertian kepuasan kerja adalah sikap yang positif dari tenaga kerja meliputi perasaan dan tingkah laku terhadap pekerjaannya melalui penilaian salah satu pekerjaan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah satu nilai-nilai penting pekerjaan. Teori Kepuasan Kerja
Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap suatu pekerjaan daripada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Ada beberapa teori tentang kepuasan kerja yaitu: Two Factor Theory
Teori ini menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda yaitu motivators dan hygiene factors. Pada teori ini ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi disekitar pekerjaan (seperti kondisi kerja, upah, keamanan, kualitas pengawasan dan hubungan dengan orang lain) dan bukan dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor mencegah reaksi negatif dinamakan sebagai hygiene atau maintainance factors. Sebaliknya kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung daripadanya seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk pengembangan diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi dinamakan motivators. Value Theory 46
Menurut teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, akan semakin puas dan sebaliknya. Kunci menuju kepuasan pada teori ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dengan yang diinginkan seseorang. Semakiin besar perbedaan, semakin rendah kepuasan orang. Penyebab Kepuasan Kerja
Ada lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja (Kreitner dan Kinicki :225) yaitu sebagai berikut : 1. Pemenuhan kebutuhan (Need fulfillment)
Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya. 2. Perbedaan (Discrepancies)
Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh individu dari pekerjaannya. Bila harapan lebih besar dari apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya individu akan puas bila menerima manfaat diatas harapan. 3. Pencapaian nilai (Value attainment)
Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting. 4.
Keadilan (Equity)
Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. 5.
Komponen genetik (Genetic components)
Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini menyiratkan perbedaan sifat individu mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja disampng karakteristik lingkungan pekerjaan. Selain penyebab kepuasan kerja, ada juga faktor penentu kepuasan kerja. Diantaranya adalah gaji, kondisi kerja dan hubungan kerja (atasan dan rekan kerja). a. Gaji/Upah
Menurut Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja dan bagaimana gaji diberikan. Selain untuk pemenuhan kebutuhan dasar, uang juga merupakan simbol dari pencapaian (achievement), keberhasilan dan pengakuan/penghargaan. 47
Berdasarkan teori keadilan Adams, orang yang menerima gaji yang dipersepsikan terlalu kecil atau terlalu besar akan mengalami ketidakpuasan. Jika gaji dipersepsikan adil berdasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu maka akan ada kepuasan kerja. Jika dianggap gajinya terlalu rendah, pekerja akan merasa tidak puas. Tapi jika gaji dirasakan tinggi atau sesuai dengan harapan, pekerja tidak lagi tidak puas, artinya tidak ada dampak pada motivasi kerjanya. Gaji atau imbalan akan mempunyai dampak terhadap motivasi kerja seseorang jika besarnya imbalan disesuaikan dengan tinggi prestasi kerjanya. b. Kondisi kerja yang menunjang
Bekerja dalam ruangan atau tempat kerja yang tidak menyenangkan (uncomfortable) akan menurunkan semangat untuk bekerja. Oleh karena itu perusahaan harus membuat kondisi kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga kebutuhan-kebutuhan fisik terpenuhi dan menimbulkan kepuasan kerja. c. Hubungan Kerja
Hubungan dengan rekan kerja Ada tenaga kerja yang dalam menjalankan pekerjaannya memperoleh masukan dari tenaga kerja lain (dalam bentuk tertentu). Keluarannya (barang yang setengah jadi) menjadi masukan untuk tenaga kerja lainnya. Misalnya pekerja konveksi. Hubungan antar pekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak yang berbentuk fungsional. Kepuasan kerja yang ada timbul karena mereka dalam jumlah tertentu berada dalam satu ruangan kerja sehingga dapat berkomunikasi. Bersifat kepuasan kerja yang tidak menyebabkan peningkatan motivasi kerja. Dalam kelompok kerja dimana para pekerjanya harus bekerja sebagai satu tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhankebutuhan tingkat tinggi mereka seperti harga diri, aktualisasi diri dapat dipenuhi dan mempunyai dampak pada motivasi kerja mereka.
Hubungan dengan atasan Kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah tenggang rasa (consideration). Hubungan fungsional mencerminkan sejauhmana atasan membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa, misalnya keduanya mempunyai pandangan hidup yang sama. Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika kedua jenis hubungan adalah positif. Atasan yang memiliki ciri pemimpin yang transformasional, maka tenaga kerja akan meningkat motivasinya dan sekaligus dapat merasa puas dengan pekerjaannya. 48
Korelasi Kepuasan Kerja
Hubungan antara kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat positif atau negatif. Kekuatan hubungan mepunyai rentang dari lemah dampai kuat. Hubungan yang kuat menunjukkan bahwa atasan dapat mempengaruhi dengan signifikan variabel lainnya dengan meningkatkan kepuasan kerja (Kreitner dan Kinicki,2001:226). Beberapa korelasi kepuasan kerja sebagai berikut : 1. Motivasi
Antara motivasi dan kepuasan kerja terdapat hubungan yang positif dan signifikan. Karena kepuasan dengan pengawasan/supervisi juga mempunyai korelasi signifikan dengan motivasi, atasan/manajer disarankan mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka mempengaruhi kepuasan pekerja sehingga mereka secara potensial dapat meningkatkan motivasi pekerja melalui berbagai usaha untuk meningkatkan kepuasan kerja. 2. Pelibatan Kerja
Hal ini menunjukkan kenyataan dimana individu secara pribadi dilibatkan dengan peran kerjanya. Karena pelibatan kerja mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja, dan peran atasan/manajer perlu didorong memperkuat lingkungan kerja yang memuaskan untuk meingkatkan keterlibatan kerja pekerja. 3. Organizational citizenship behavior
Merupakan perilaku pekerja di luar dari apa yang menjadi tugasnya. 4. Organizational commitment
Mencerminkan tingkatan dimana individu mengidentifikasi dengan organisasi dan mempunyai komitmen terhadap tujuannya. Antara komitmen organisasi dengan kepuasan terdapat hubungan yang sifnifikan dan kuat, karena meningkatnya kepuasan kerja akan menimbulkan tingkat komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya komitmen yang lebih tinggi dapat meningkatkan produktivitas kerja. 5. Ketidakhadiran (Absenteisme) Antara ketidakhadiran dan kepuasan terdapat korelasi negatif yang kuat. Dengan kata lain apabila kepuasan meningkat, ketidakhadiran akan turun. 6. Perputaran (Turnover)
Hubungan antara perputaran dengan kepuasan adalah negatif. Dimana perputaran dapat mengganggu kontinuitas organisasi dan mahal sehingga diharapkan atasan/manajer dapat meningkatkan kepuasan kerja dengan mengurangi perputaran. 49
7. Perasaan stres
Antara perasaan stres dengan kepuasan kerja menunjukkan hubungan negatif dimana dengan meningkatnya kepuasan kerja akan mengurangi dampak negatif stres. 8. Prestasi kerja/kinerja
Terdapat hubungan positif rendah antara kepuasan dan prestasi kerja. Sementara itu menurut Gibson (2000:110) menggambarkan hubungan timbal balik antara kepuasan dan kinerja. Di satu sisi dikatakan kepuasan kerja menyebabkan peningkatan kinerja sehingga pekerja yang puas akan lebih produktif. Di sisi lain terjadi kepuasan kerja disebabkan oleh adanya kinerja atau prestasi kerja sehingga pekerja yang lebih produktif akan mendapatkan kepuasan. Mengukur Kepuasan Kerja
Pengukuran kepuasan kerja ternyata sangat bervariasi, baik dari segi analisa statistik maupun dari segi pengumpulan datanya. Informasi yang didapat dari kepuasan kerja ini biasanya melalui tanya jawab secara perorangan, dengan angket maupun dengan pertemuan kelompok kerja (Riggio:2005). Dalam semua kasus, kepuasan kerja diukur dengan kuesioner laporan diri yang diisi oleh karyawan. Pengukuran kepuasan kerja dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, yaitu kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global, kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan, dan sebagai fungsi kebutuhan yang terpenuhkan. 1. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global
Konsep ini merupakan konsep satu dimensi, semacam ringkasan psikologi dari semua aspek pekerjaan yang disukai atau tidak disukai dari suatu jabatan. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner satu pertanyaan (soal). Cara ini memiliki sejumlah kelebihan, diantaranya adalah tidak ada biaya pengembangan dan dapat dimengerti oleh mereka yang ditanyai. Selain itu cara ini cepat, mudah diadministrasikan dan diberi nilai. Kuesioner satu pertanyaan menyediakan ruang yang cukup banyak bagi penafsiran pribadi dari pertanyaan yang diajukan. Responden akan menjawab berdasarkan gaji, sifat pekerjaan, iklim sosial organisasi, dan sebagainya . 2. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan
Konsep ini menggunakan konsep facet (permukaan) atau komponen, yang menganggap bahwa kepuasan karyawan dengan berbagai aspek situasi kerja yang berbeda dapat bervariasi secara bebas dan harus diukur secara terpisah. Diantara konsep facet yang dapat diperiksa adalah beban kerja, keamanan kerja, kompetensi, kondisi kerja, status dan prestise kerja. Kecocokan rekan kerja, kebijaksanaan penilaian perusahaan, praktek manejemen, hubungan atasan-bawahan, otonomi dan tanggung jawab jabatan, kesempatan untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan, serta kesempatan untuk pertumbuhan dan pengembangan. 50
3. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai kebutuhan yang terpenuhkan
Yaitu suatu pendekatan terhadap pengukuran kepuasan kerja yang tidak menggunakan asumsi bahwa semua orang memiliki perasaan yang sama mengenai aspek tertentu dari situasi kerja, pendekatan ini dikembangkan oleh Porter. Kuesioner Porter didasarkan pada pendekatan teori kebutuhan akan kepuasan kerja. Kuesioner ini terdiri dari 15 pertanyaan yang berkaitan dengan kebutuhan akan rasa aman, penghargaan, otonomi, sosial, dan aktualisasi diri. Berdasarkan kebutuhan dan persepsi orang itu sendiri mengenai jabatannya, tiap responden menjawab tiga pertanyaan mengenai masing-masing pertanyaan: (1) Berapa yang ada sekarang? (2) Berapa seharusnya? (3) Bagaimana pentingnya hal ini bagi saya?. Berdasarkan tanggapan terhadap pertanyaan mengenai pemenuhan kebutuhan kerja tersebut, kepuasan kerja diukur dengan perbedaan antara “Berapa yang ada sekarang?” dan “Berapa yang seharusnya?”, semakin kecil perbedaan, maka semakin besar kepuasannya. Nilai yang terpisah dihitung untuk masing-masing dari lima kategori kebutuhan. Pertanyaan “Bagaimana pentingnya hal ini bagi saya?” memb erikan kepada penyilid ukuran kekuatan relatif dari masing-masing kebutuhan bagi tiap responden. Sementara itu menurut Robbins (Wibowo:2007) ada dua pendekatan yang digunakan untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu :
Single Global Rating yaitu meminta individu merespon atas suatu pertanyaan seperti; dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puas anda dengan pekerjaan anda? Individu bisa menjawab puas dan tidak puas. Summation Scorenyaitu dengan mengidentifikasi elemen kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang maing-masing elemen. Faktor spesifik yang diperhitngkan adalah sifat pekerjaan, supervisi, upah, kesempatan promosi dan hubungan dengan rekan kerja.
Pendapat lain, Greenberg dan Baron menunjukkan tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu :
Rating Scale dan Kuesioner
Dengan metode ini orang menjawab pertanyaan dari kuesioner yang menggunakan rating scales sehingga mereka melaporkan reaksi mereka pada pekerjaan mereka.
Critical incidents
Individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka yang dirasaka terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk mengungkap tema yang mendasari. Sebagai contoh misalnya apabila banyak pekerja yang menyebutkan
51
situasi pekerjaan dimana mereka mendapatkan perlakuan kurang baik oleh supervisor atau sebaliknya.
Interviews
Dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja dapat diketahui sikap mereka secara langsung dan dapat mengembangkan lebih dalam dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur. Pengaruh Kepuasan Kerja 1. Terhadap Produktivitas
Orang berpendapat bahwa produktivitas dapat dinaikkan dengan meningkatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja mungkin merpakan akibat dari produktivitas atau sebaliknya. Produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa apa yang telah dicapai perusahaan sesuai dengan apa yang mereka terima (gaji/upah) yaitu adil dan wajar serta diasosiasikan dengan performa kerja yang unggul. Dengan kata lain bahwa performansi kerja menunjukkan tingkat kepuasan kerja seorang pekerja, karena perusahaan dapat mengetahui aspek-aspek pekerjaan dari tingkat keberhasilan yang diharapkan. 2. Ketidakhadiran (Absenteisme)
Menurut Porter dan Steers, ketidakhadiran sifatnya lebih spontan dan kurang mencerminkan ketidakpuasan kerja. Tidak adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan ketidakhadiran. Karena ada dua faktor dalam perilaku hadir yaitu motivasi untuk hadir dan kemampuan untuk hadir. Sementara itu menurut Wibowo (2007:312) antara kepuasan dan ketidakhadiran / kemangkiran menunjukkan korelasi negatif. Sebagai contoh perusahaan memberikan cuti sakit atau cuti kerja dengan bebas tanpa sanksi atau denda termasuk kepada pekerja yang sangat puas. 3. Keluarnya Pekerja (Turnover)
Sedangkan berhenti atau keluar dari pekerjaan mempunyai akibat ekonomis yang besar, maka besar kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuasan kerja. Menurut Robbins (1998), ketidakpuasan kerja pada pekerja dapat diungkapkan dalam berbagai cara misalnya selain dengan meninggalkan pekerjaan, mengeluh, membangkang, mencuri barang milik perusahaan/organisasi, menghindari sebagian tanggung jawab pekerjaan mereka dan lainnya. 4. Respon terhadap Ketidakpuasan Kerja
Ada empat cara tenaga kerja mengungkapkan ketidakpuasan Robbins (2003): 52
Keluar (Exit) yaitu meninggalkan pekerjaan termasuk mencari pekerjaan lain. Menyuarakan (Voice) yaitu memberikan saran perbaikan dan mendiskusikan masalah dengan atasan untuk memperbaiki kondisi. Mengabaikan (Neglect) yaitu sikap dengan membiarkan keadaan menjadi lebih buruk seperti sering absen atau semakin sering membuat kesalahan. Kesetiaan (loyality) yaitu menunggu secara pasif samapi kondisi menjadi lebih baik termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar.
Meningkatkan Kepuasan Kerja
Greenberg dan Baron (2003:159) memberikan saran untuk mencegah ketidakpuasan dan meningkatkan kepuasan dengan cara sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
Membuat pekerjaan yang menyenangkan Orang dibayar dengan jujur Mempertemukan orang dengan pekerjaan yang cocok dengan minatnya. Menghindari kebosanan dan pekerjaan beruang-ulang
Sedangkan menurut Riggio, peningkatan kerja dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
Melakukan perubahan struktur kerja Melakukan perubahan struktur pembayaran Pemberian jadwal kerja yang fleksibel Mengadakan program yang mendukung
53
BAB V DASAR - DASAR PERILAKU KELOMPOK
MENDIFINISIKAN DAN MENGKLASIFIKSIKAN KELOMPOK Sebuah kelompok didefinisikan sebagai dua indifidu atau lebih, yang berinteraksi dan saling bergantung, bergabung untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Kelompok dapat berupa kelompok formal atau informal. Kelompok formal (formal group) adalah kelompok-kelompok yang didefinisikan oleh struktur organisasi, dengan penentuan tugas berdasarkan penunjukan penugasan kerja. Dalam kelompok-kelompok formal, perilaku yang harus dianut oleh seseorang ditetapkan dan diarahkan menuju tujuan-tujuan orgnaisasi. Sebalikntakelompok informal(informal group) adalh perhimpunan yang tidak terstruktur secara formal maupun secara organisasional. Adalah mungkin untuk lebih lanjut memasukkan kelompok-kelompok ke dalam subklasifikasi kelompok komando,tugas,kepentigan,atau persahabatan. Kelompok komando ditentukan oleh grafik organisasi, kelompok tersebut terdiri atas individu-individu yang melapor secara langsung kepada seorang manajer. Kelompok tugas, juga ditentukan secara organisioanal, mewakili mereka yaitu berkerja bersama-sama untuk menyelesaikan sesuatu pekerjaan. Tetapi, batasan-batasan sebuah kelompok tugas tidak terbatas secara hierarkis pada atasan langsungnya.
Orang yang mungkin tergantung dalam kelompok komando atau kelompok tugas yang sama ataupun yang tidak, dapat berkerja sama untuk mencapai sebuah tujuan yang menjadi kepentingan masing-masing orang.hal ino disebut sebagaikelompok kepentingan. Kelompok-kelompok sering sekali berkembang karena anggota-anggotanya secara individual mempunyai satu atau lebih karakteristik yang sama. Kita menamakan formasi ini kelompok persahabatan. TAHAP-TAHAP PENGEMBANGNA KELOMPOK Tahap pertama, pembentukan (forming), memiliki karaktteristik besarnya ketidakpastian atas tujuan, sturktur, dan kepemimpinan kelompok tersebut. Tahap ini selesai ketika para anggotanya mulai menganggap diri mereka sebagai bagian dari kelompok. Tahap timbulnya konflik (storming stage) adalah satu dari konflik intrakelompok. Para anggotanya menerima keberadaan kelompok tersebut, tetapi terdpat penolakan terhadap batasan-batasan yang diterapkan kelompok tersebut terhadap satu individu. 54
Tahap ketiga adalah tahap dimana hubungan yang dekat terbentuk dan kelompok tersebut menunjukan kekohesifan. Dalam tahap ini terdapat sebuah rasa yang kuat akan identitas kelompok dan persahabatan. Tahap normalisasi( norming stage)ini selesai ketika stuktur kelompok tersebut menjadi solid dan kelompok lebih mengasimilasi serangkain ekspetasi umum defenisi yang benar atas perilaku anggota. Tahap keempat adalah berkinerja (performing). Pada titik ini stuktur telah sepenuhnya fungsional dan diterima. Untuk kelompok-kelompok kerja yang permanen, berkerja adalah tahap terakhir dalam perkembangan mereka. Tetapi, untuk komisi, tim, angkatan tugas sementa, dan kelompok-kelompok serupa yang mempunyai tugas yang terbatas untuk dilakukan, terdapat tahap pembubaran (adjourning stage). HAL-HAL YANG MEMBENTUK PERILAKU KELOMPOK 1. Norma Semua kelompok telah menetapkan norma, yakni standar-standar yang dapat diterima atas perilaku yang dianut bersama oleh anggota kelompok. Norma memberitahu apa yang harus dan tidak harus dilakukan di bawah keadaan-keadaan tertentu. Norma kelompok memberi tekanan dan mempengaruhi perilaku individu.
a. Norma kelas sebuah umum kelompok kerja seperti sidik jari individu masing-masing Norma memilki keunikan. Tetapi terdapat sejumlah norma kelas umum yang tamapk dalam kebanyakan kelompok kerja. b. Konformitas Penyesuaian perilaku seseorang agar selaras dengan norma-norma kelompok Terjadi karena keinginan seseorang untuk diterima oleh kelompok Konformitas merupakan tekanan kelompok pada anggotanya untuk merubah perilaku. c. Perilaku Mneyimpang di Tempat Kerja Perilaku disengaja yang melanggar norma-norma organisasional Individu lebih mungkin melakukan penyimpangan pada saat bekerja secara berkelompok. 2. Status Status adalah sebuah posisi atau pangkat yang didefinisikan secara sosial yang diberikan kepada kelompok atau anggota kelompok oleh orang lain, mereap dalam setiap masyarakat. Meskipun telah ada banyak usaha, kita hanya mendapat sedikit kemajuan munuju sebuah masyarakat tanap kelas. 3. Ukuran Apakah ukuran dalam sebuah kelompok memengaruhi perilaku kelompok secara keseluruhan ? jawaban atas pertanyaan ini pastinya adalah ya, tetapi pengaruhnya bergantung pada variabel yang anda liat. 4. Kekohesifan 55
Kelompok-kelompok berada dalam kekohesifan mereka, yaitu, tingkat dimana para anggotanya saling tertarik dan termotivasi untuk tinggal dalam kelompok tersebut. Kekohesifan penting karena berhubungan dengan produktivitas kelompok.
PENGAMBILAN KEPUTUSAN KELOMPOK Keyakinan bahwa dua kepala lebih baik dari pada satu yang diperlihhatkan sistem juri telah lama diterima sebagai komponen dasar dari sistem hukum Amerika Utara dan banyak negara lain. Keunggulan pengambilan keputusan kelompok : kelompok dapat menghasilkan informasi dan pengetahuan yang lebih lengkap. Dengan menjumlahkan sumber-sumber daya dari bebrapa individu, kelompok membawa lebih banyak masukan ke dalam proses pengambilan keputusan. Selain masukan yang lebih banyak, kelompok dapat membawa heterogenitas ke dalam prose pengambilan keputusan. Mereka menawarkan semakin meningkatnya keragaman pandangan.
Hal ini membuka kesempatan terhadap lebih banyak pendekatan dan alternatif untuk dipertimbangkan. Akhirnya, kelompok dapat meningkatkanpenerimaan atas sebuah solusi. Banyak keputusan gagal setelah pilihan terakhir dibuat karena orang-orang tidak menerima solusi tersebut. Anggota kelompok yang berpartisipasi dalm mengambil sebuah keputusan kemungkinan akan mendukung keputusan tersebut dengan antusias dan mendorong orang lain untuk menerimanya. Kelemahan pengambilan keputusan kelompok : selain dari kelebihan-kelebihan yang telah diketahui, keputusan kelompok memilki kekurangan-kekurangan. Keputusan kelompok lebih memakan waktu karena kelompok-kelompok biasanya membutuhkan waktu lebih banyak untuk mencapai sebuah solusi dibandingkan dengan bila seseorang individu yang mengambil keputusan tersebut.
Terdapat tekanan-tekanan konformitas dalam kelompok . Keinginan para anggota kelompok untuk diterima dan dianggap sebgai aset di dalam kelompok tersebut dapat berakibat menghentikan perbedaan pendapat yang ada. Diskusi-diskusi kelompok dapatdidominasi oleh satu atau sedikit anggota. Efektivitas dan efesiensi . Apakah kelompok akan lebih efektif dari pada individu bergantung pada kriteria yang anda gunakan untuk mendefinisikan efektifitas. Terkait dengan akurasi, keputusan kelompok biasanya lebih akurat dibandingkan keputusan dari rata-rata individu dalam sebuah kelompok tetapi kurang akurat dibandingkan penilaian dari anggota kelompok yang paling akurat.
56
Jika efektifitas keputusan didefinisikan dalam hal kecepatan,individual lebih unggul. Jika kreativitas penting, kelompok cenderung lebih efektif dibandingkan individual. Jika efektifitas berarti tingkat penerimaan atau solusi akhit yang dicapai, sekali lagi kelompok lebih efektif dibandingkan individual. TEKNIK-TEKNIK PENGAMBILAN KEPUTUSAN Bentuk pengambilan keputusan kelompok yang umum terjadi di dalamkelompok yang berinteraksi. Dalam kelompok ini, para anggota bertemu secara tatap muka dan mengandalakan interaksi verbal maupun nonverbal untuk dapat saling berkomunikasi. Tetapi seperti yang ditampilkan oleh diskusi kita mengenai pemikiran kelompok, kelompok yang berinteraksi sering kali melakukan sensor terhadap diri mereka sendiri dan menekankan anggota-anggota individual maupun konformitas pendapat. Tukar pikiran dimaksudkan untuk mengatasi tekanan pada konformitas dalam kelompok yang berinteraksi yang memperlambat perkembagan alternatif-alternatif kreatif. Hal ini dilakukan dengan memnafaatkan sebuah proses pembangitan ide secara khusus mendorong semua alternatif apa pun sambil menahan kritik atas alternatif-altrenatif tersebut. Teknik nominal kelompok melarang diskusi atau komunikasi antarpersoanl selama
proses pengambilan keputusan, hal itulah yang dimaksud denga nominal. Para anggota kelompok semuanya hadir, seperti di sebuah pertemuan komisi tradisional, tetapi para anggota beropersasi secara independen. Pendekatan teknik dalam pengambilan keputusan kelompok meyatukan teknik kelompok nominal denga teknologi komputer yang cangih. Teknik ini disebut kelompok dengan bantuan komputer ataupertemuan dengan media elektronik.
57
BAB VI KOMUNIKASI
Arti Komunikasi
Secara sederhana disebut jika ada dua orang atau lebih bertemu, maka secara cepat tau lambat mereka akan memulai berbicara atau memberikan tanda-tanda untuk mengetahui kehadiran orang lain. Hal semacam ini di sebuttransaction stimulus , sedangkan orang yang kemudian berkata atau mengerjakan sesuatu berkenaan dengan stimulasi dinamakan transaction response dan kedua transaksi ini sebelumnya harus aada sebelum komunikasi terjadi. Apalagi jika dua orang atau lebih berada dalam satu organisasi dengan sendirinya berlangsung proses komunikasi. Chesster I. Barnard menekankan, komunikasi menempati posisi sentral dalam organisasi, sebab struktur organisasi, perluasan organisasi dan lingkup organisasi di tentukan oleh teknik-teknik komunikasi (Myers dan Myers, 1983). Pandangan kaum ilmuwan komunikasi menganggap komunikasi sebagai kekuatan dominan di dalam kehidupan organisasi. Komunikasi merupakan inti organisasi, tanpa komunikasi tidak akan terdapat aktivitas organisasi. Bahkan di beberapa buku perilaku organisasi memandang komunikasi sebagai bagian dari proses dalam organisasi. Di dalam proses organisasi yang terpenting adalah kemampuan manajer dalam berkomunikasi terutama untuk mendapatkan semua informasi yang di butuhkan untuk membuat keputusan. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secaralisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi denganbahasa nonverbal
58
Banyak vaiasi dalam mendefinisikan komunikasi, antara lain :
Communication is the transmission of “message” from one person (refered to as the „resource”) to one moe other persons (receivers). Bittle, 1982 Communication as the transmission of information through a hierarchichal structure (Myers dan Myers, 1982) Komunikasi adalah pertukaran informasi dan pengiriman arti yang merupakan hal pokok bagi system sosial atau organisasi Komunikasi adalah penyampaian segala macam perasaan, sikap dan kehendak, baik langsung dan tidak langsung, sadar maupun tidak sadar. (Jaques) Komunikasi adalah proses pemindahan informasi dan pengertian antara dua orang atau lebih, dimana masing - masing berusaha untuk memberi arti pada pesan yang dikirim melalui suatu media. Komunikasi adalah suatu proses dalam mana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan menggunakaninformasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain. Komunikasi adalah suatu proses penyampaianinformasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi nonverbal.
Sejarah komunikasi
Komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin communis yang berarti sama.
Communico, communication atau communicare yang berarti membuat sama ( make to common). Secara sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan. Oleh sebab itu, komunikasi bergantung pada kemampuan kita untuk dapat memahami satu dengan yang lainnya ( communication depends on our ability to understand one another). Pada awalnya, komunikasi digunakan untuk mengungkapkan kebutuhan organis.Sinyalsinyal kimiawi pada organisme awal digunakan untuk reproduksi. Seiring dengan evolusi kehidupan, maka sinyal-sinyal kimiawi primitif yang digunakan dalam berkomunikasi juga ikut berevolusi dan membuka peluang terjadinya perilaku yang lebih rumit seperti tarian kawin pada ikan.. 59
Manusia berkomunikasi untuk membagi pengetahuan dan pengalaman. Bentuk umum komunikasi manusia termasuk bahasa sinyal, bicara, tulisan, gerakan, dan penyiaran. Komunikasi dapat berupa interaktif, komunikasi, transaktif, komunikasi bertujuan, atau komunikasi tak bertujuan. Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompokorang dapat dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi, komunikasi hanya akan efektif apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan tersebut. Walaupun komunikasi sudah dipelajari sejak lama dan termasuk “barang antik”, topik ini menjadi penting khususnya pada abad 20 karena pertumbuhan komunikasi digambarkan sebagai “penemuan yang revolusioner”, hal ini dikarenakan peningkatan teknologi komunikasi yang pesat seperti radio. Televisi, telepon, satelit dan jaringan komuter seiring dengan industrialisasi bidang usaha yang besar dan politik yang mendunia. Komunikasi dalam tingkat akademi mungkin telah memiliki departemen sendiri dimana komunikasi dibagi-bagi menjadi komunikasi masa, komunikasi bagi pembawa acara, humas dan lainnya. Namun subyeknya akan tetap. Pekerjaan dalam komunikasi mencerminkan keberagaman komunikasi itu sendiri.
Fungsi Komunikasi
Mengontrol perilaku anggota.
Membantu pekembangan motivasi mengenai apa yang harus dilakukan.
Bentuk ungkapan emosional.
Menyediakan informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan.
Bentuk Komunikasi
Oral Communication (Komunikasi secara Lisan)
Written communication (Komunikasi secara tertulis)
Non Verbal Communication (Komunikasi secara tidak Lisan)
Proses Komunikasi
Secara singkat dapat di kemukakan tentang proses komunikasi dan elemen-elemennya dalam pernyataan : siapa melakukan aksi (sumber pesan atau pengirimin yang disebut sender), apa yang disampaikan (pesan atau messages), melalui apa pesan disampaikan (saluran atau channel), kepada siapa pesan ditujukan (penerima pesan atau receivers), serta bagaimana reaksi penerima terhadap pesan (umpan balik ataufeedback). 60
Adakalanya maksud pesan tidak sesuai dengan yang di inginkan. Hal tersebut terjadi tidak saja karena kejelesan symbol-simbol pesan, interprestasi atas pesan yang tidak korek dan ketidaksesuain saluran yang digunakan, tetapi juga bisa terjadi karena ada gangguan atau kegaduhan(noise) dari lingkungan. Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar adalah: komunikasi bisa berlangsung dengan baik. Menurut Laswell komponen-komponen komunikasi
Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain. Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain. Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan. dalam komunikasi antar-pribadi (tatap muka) saluran dapat berupa udara yang mengalirkan getaran nada/suara. Penerima atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang disampaikannya. Aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana komunikasi itu akan dijalankan ("Protokol")
5 Sumber khusus gangguan (Noise) dalam Komunikasi :
Pyshical distractions (gangguan fisik)
Semantic problems (masalah-masalah semantik)
Cultural differences (diferensi kultural)
The absence of feedback (ketiadaan umpan balik) 61
Status effect (efek status) Pentingnya Komunikasi dalam Organisasi
Dunia manajer adalah dunia kata-kata, sebab kira-kira 78% dari waktu manajer digunakan untuk melakukan interaksi verbal (komunikasi dengan orang lain dan hanya 22% bekerja di meja. Oleh karena itu proses komunikasi dalam organisasi dalah vital untuk pencapaian tujuan atau sasaran organisasi. Paling tidak komunikasi sangat mempemgaruhi setiap pekerjaan individual dalam organisasi dalam satu atau lain cara. Dengan kata lain, keefektifan system komunikasi-cara dalam mana hal itu dikekola mempunyai dampak signifikan terhadap keefektifan organisasi keseluruhan. Komunikasi mempunyai sejumlah pengaruh baik terhadap tipe saran, tugas keorganisasian dan maintenance. Dengan respek terhadap sasarn tugas (produktivitas), tanpa beberapa sarana untuk komunikasi ke bawah ( downward communication), para pekerja tidak akan mengetahui apa yang harus dikerjakan atau apa pekerjaan yang mereka terima dan kapan serta bagaimana mengerjakan pekerjaannya. Sebaliknya tanpa adanya proses komunikasi ke atas (upward communication), pimpinan tidak akan mempunyai informasi yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang harus dikatakan untuk dikerjakan karyawan untuk masa yang akan dating. Apabila masalah-masalah keoorganisasian meningkat, kasusnya banyak di identifikasi sebagai akibat komunikasi yang jelek, sebab komunikasi adalah sumber informasi yang digunakan oleh manajer di dalam pembuatan keputusan yang berpengaruh terhadap organisasi. Di samping itu, komunikasi juga merupakan kegiatan yang penting dalam proses kepemimpinan, sebab untuk menggerakkan atau mempengaruhi bawahan akan efektif jika dilakukan melalui komunikasi. Aktivitas komunikasi yang dilakukan oleh pimpinan dalam organisasi antara lain bertujuan untuk :
Meningkatkan hubungan kerja dan kerja sama yang baik antarindividu dan antarunit organisasi atau departemen Mengetahui sedini mungkin masalah-masalah yang timbul di dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan dari masing-masing unit organisasi
Mengurangi aspek negative dari timbulnya konflik maupun frustasi
Mendorong semangat kerja
Komunikasi yang dilakukan secara interpersonal interpersonal ( communication) serta berlangsung secara dua arah ( two way communication) akan menciptakan interaksi yang positif antara pimpinan dengan bawahan sehingga masing-masing pihak dapat melakukan penyesuain diri secara timbale balik ( mutual adaption) dalam tingkat strong emotion.
Sistem Komunikasi 62
Jaringan Komunikasi
Jika jaringan komunikasi diartikan sebagai proses interaksi dan penyampaian informasi, maka proses interaksi tersebut berlangsung dalm suatu jaringan kerja komunikasi (communication network) yang dapat terjadi melalui struktur formal atau proses informal. Hakikat jaringan kerja komunikasi adalah suatu pola-pola saluran komunikasi dari pesanpesan ke dan dari, atau di antara suatu kelompok khusus dari orang-orang. Jenis jaringan komunikasi seperti dalam bagan berikut pada hakikatya dapat di golongkan atas :
Terpusat
Tersebar
Sekuensial
Resiprokal
Jaringan Kerja Komunikasi
Model Wheel atau Star Model Chain
Chain l
Model Y atau Yoke
Model Circle
Model All-Channel
Arus Komunikasi
Oleh karena saluran komunikasi formal ditetapkan melalui hirarkhi oragnisasi dan wewenang, maka arus informasi (information flow) dalam proses komunikasi akan bervariasi antara : Komunikasi Vertikal (vertical communication) merupakan komunikasi dari atas atau superior ke bawah atau subordinasi dan sebaliknya
Downward Communication (komunikasi dari bawah ke atas) merupakan komunikasi dimana arus informasi dalam organisasi mengalir dari superior ke supervisor hingga ke subordinasi atau dari orang pada jenjang hirarkhi 63
yang paling tinggi ke jenjang yang paling rendah. Dengan demikian, melalui komunikasi dari bawah ke atas, pimpinan dapat mengetahui laporan, tanggapan, saran, dan pengaduan dari bawahannya, sehingga suatu keputusan atau kebijaksanaan secara relative lebih tepat dapat diambil dalam upaya mencapai tujuan yang dittetapkan. Dan bagaimana pun juga komunikasi vertical yang lancer, terbuka dan saling mengisi merupakan cerminan dari sikap kepemimpinan demokratis atau partisipatif.
Upward Communication (komunikasi dari atas ke bawah) menggambarkan arus informasi dari bawah ke atas atau dari subordinasi ke supervisor hingga ke superior menurut jenjang hirarkhi organisasi dan wewenang. Melalui komunikasi dari atas ke bawah, pimpinan memberikan instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, informasi kepada bawahan.
Komunikasi Horizontal (hirozontal communication) yaitu proses komunikasi yang menunjukkan arus informasi di antara orang-orang sejawat (peers) pada tingkat hirarkhi yang sama dalam organisasi. Misalany anatara manajer dan manajer, anatar supervisor dan supervisor dan antara karyawan dengan karyawan atau lebih luas lagi antara departemen dengan departemen dalam tingkat hirarkhi yang sama. Komunikasi Diagonal (diagonak communication), proses komunikasi di mana arus informasi mengalir di antara orang pada tingkat hirarkhi organisasi yang tidak sama. Atau interaksi antardepartemental atau orang dalam tingkat hirarkhi yang berbeda. Ini sering terjadi pada kasus departemen lini dan staf , di mana mungkin staf atau salah satu dari departemen lini mempunyai otoritas fungsional.
Komunikasi Formal dan Komunikasi Informal Komunikasi formal cenderung memperlihatkan komunikasi tugas, komunikasi antara atasan-atasan, atasan bawahan atau antara bawahan-bawahan sesuai dengan otoritas. Dengan kata lain, saluran komunikasi formal mengikuti jenjang komando yang estabilish melalui suatu hirarkhi otoritas organisasi. Oleh karena saluran komunikasi formal diakui sebagai sesuatu yang resmi (official) dan otoritatif, hal tersebut cenderung merupakan tipikal dari komunikasi tertulis. Komunikasi formal digunakan untuk semua pesan-pesan resmi, termasuk pengarahan, prosedur, kebiajakan, keputusan, memorandum, instruksi kerja dll. Saluran kominikasi informal ada di luar saluran komunikasi formal dan tidak menurut hirarkhi organisasi dan otoritas. Akan tetapi saluran komunikasi informal ini tidak direncanakan oleh superior. Istilah yang sering digunakan untuk bentuk saluran
64
komunikasi informal ialah the grapevine (selentingan). Grapevine dapat menjadi sumber informasi factual meskipun konotasinya merupakan informasi yang tidak akurat.
Hambatan Komunikasi Efektif
Paling sedikit terdapat 5 sumber khusus sebagai gangguan (noise) yang menghambat proses komunikasi yang efektif (Schermerchorn),1986), yaitu :
Gangguan fisik
Masalah-masalah semantic
Diferensi cultural
Ketiadaan umpan balik
Efek status
Oleh karena proses komunikasi merupakan proses transmisi dan tranferisasi pesan yang disusun dalam symbol-simbol (bahasa), maka seringkali proses komunikasi menjadi terganggu karena tiap individu, kelompok atau organisasi menggunakan kata-kata dengan cara yang berbeda-beda. Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang menunjukkan mekanisme umpan balik (feedback mechanism). Jika proses komunikasi menunjukkan tidak mendatangkan atau menghasilkan umpan balik hal itu menjadi pertanda adanya hambatan atau gangguan dalam proses komunikasi, sebab umpan balik member saluran bagi tanggapan penerima yang memungkinkan komunikator dapat menentukan apakah pesannya telah diterima dan apakah menghasilkan tanggapan yang diinginkan. Biasanya umpan balik langsung dimungkinkan ada dalam komunikasi dua arah (two communication), sedangkan dalam komunikasi satu arah (one way communication) tidak ada umpan balik dari penerima kepada pengirim. Oleh sebab itu untuk menciptakan komunikasi yang efektif, perlu dilaukan tindakatindakan berikut (Gibson, dkk, 1984) :
Mengadakan tindak langsung
Mengatur arus informasi
Memanfaatkan umpan balik
Penghayatan
Pengulangan 65
Mendorong saling mempercayai
Penetapan waktu secara efektif
Menyederhanakan bahasa
Mendengarkan secara efektif
Memanfaatkan selentingan
Model-model komunikasi
Dari berbagai model komunikasi yang sudah ada, di sini akan dibahas tiga model paling utama, serta akan dibicarakan pendekatan yang mendasarinya dan bagaimana komunikasi dikonseptualisasikan dalam perkembangannya. Model Komunikasi Linear
Model komunikasi ini dikemukakan olehClaude Shannon dan Warren Weaver pada tahun 1949 dalam buku The Mathematical of Communication . Mereka mendeskripsikan komunikasi sebagai proses linear karena tertarik pada teknologi radio dan telepon dan ingin mengembangkan suatu model yang dapat menjelaskan bagaimana informasi melewati berbagai saluran (channel). Hasilnya adalah konseptualisasi dari komunikasi linear linear ( communication model). Pendekatan ini terdiri atas beberapa elemen kunci: sumber ( source), pesan (message) dan penerima (receiver). Model linear berasumsi bahwa seseorang hanyalah pengirim atau penerima. Tentu saja hal ini merupakan pandangan yang sangat sempit terhadap partisipanpartisipan dalam proses komunikasi.
Model Interaksional
Model interaksional dikembangkan oleh Wilbur Schramm pada tahun 1954 yang menekankan pada proses komunikasi dua arah di antara para komunikator. Dengan kata lain, komunikasi berlangsung dua arah: dari pengirim dan kepada penerima dan dari penerima kepada pengirim. Proses melingkar ini menunjukkan bahwa komunikasi selalu berlangsung. Para peserta komunikasi menurut model interaksional adalah orang-orang yang mengembangkan potensi manusiawinya melalui interaksi sosial, tepatnya melalui pengambilan peran orang lain. Patut dicatat bahwa model ini menempatkan sumber dan penerima mempunyai kedudukan yang sederajat. Satu elemen yang penting bagi model interkasional adalah umpan balik (feedback), atau tanggapan terhadap suatu pesan.
Model transaksional
Model komunikasi transaksional dikembangkan oleh Barnlund pada tahun 1970. Model ini menggarisbawahi pengiriman dan penerimaan pesan yang berlangsung secara terusmenerus dalam sebuah episode komunikasi. Komunikasi bersifat transaksional adalah proses kooperatif: pengirim dan penerima sama-sama bertanggungjawab terhadap dampak dan efektivitas komunikasi yang terjadi. Model transaksional berasumsi bahwa saat kita terus66
menerus mengirimkan dan menerima pesan, kita berurusan baik dengan elemen verbal dan nonverbal. Dengan kata lain, peserta komunikasi (komunikator) melalukan proses negosiasi makna.
Komunikasi ke atas yang Kurang lengkap PENYEBAB
Bawahan terlalu ambisius - Bawahan tdk mempercayai atasan - Bawahan merasa tdk aman CARA MENGATASI
- Cari informasi dari sumber lain - Kembangkan hubungansaling percaya
Komunikasi ke bawah yang Kurang Lengkap PENYEBAB
- Pimpinan over estimate dalam cara penyampaiannya. - Pengawasan yang terlampau ketat CARA MENGATASI
- Tingkatkan komunikasi lisan - Tingkatkan kepercayaan terhadap bawahan.
Tujuan Komunikasi oleh Pimpinan dalam organisasi :
Meningkatkan hubungan kerja dan kerja sama yang baik antar individu dan antar unit organisasi atau departemen. Mengetahui sedini mungkin masalah-masalah yang timbul di dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan dari masing-masing unit organisasi
Mengurangi aspek negatif dari timbulnya konflik maupun frustasi
Mendorong semangat kerja. 67
Agar komunikasi efektif (Gibson, dkk, 1984):
Mengadakan tindak langsung
Mengatur arus informasi
Memanfaatkan umpan balik
Penghayatan
Pengulangan
Mendorong saling mempercayai
Penetapan waktu secara efektif
Menyederhanakan bahasa
Mendengarkan secara efektif
Memanfaatkan selentingan
Faktor yang mempengaruhi komunikasi Faktor yang mempengaruhi komunikasi diantaranya :
Latar belakang budaya.
Interpretasi suatu pesan akan terbentuk dari pola pikir seseorang melalui kebiasaannya, sehingga semakin sama latar belakang budaya antara komunikator dengan komunikan maka komunikasi semakin efektif.
Ikatan kelompok atau group Nilai-nilai yang dianut oleh suatu kelompok sangat mempengaruhi cara mengamati
pesan.[
Harapan
Harapan mempengaruhi penerimaan pesan sehingga dapat menerima pesan sesuai dengan yang diharapkan.
Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan akan semakin kompleks sudut pandang dalam menyikapi isi pesan yang disampaikan.
Situasi
Perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan/situasi.
68
BAB VII Kepemimpinan
Pengertian Kepemimpinan Dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam organisasi.
Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar supaya mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu(Thoha, 1983:123). Sedangkan menurut Robbins (2002:163) Kepemimpian adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Sedangkan menurut Ngalim Purwanto (1991:26) Kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk didalamnya kewibawaan untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa. •
Tipe - tipe kepemimpinan
#Tipe Otokratik Semua ilmuan yang berusaha memahami segi kepemimpinan otokratik mengatakan bahwa pemimpin yang tergolong otokratik dipandang sebagai karakteritik yang negatif.Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter akan menujukan sikap yang menonjolkan “keakuannya”, antara lain dalam bentuk : 1. Kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka. 2. Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahannya. 3. Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan.
Gaya kepemimpinan yang dipergunakan pemimpin yang otokratik antara lain: 1. Menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya. 2. Dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuannya. 3. Bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi. 69
4. Menggunakan pendekatan punitif dalamhal terhadinya penyimpangan oleh bawahan.
#Tipe Paternalistik Tipe pemimpin paternalistik hanya terdapat di lingkungan masyarakat yang bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat agraris. Salah satu ciri utama masuarakat tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggiota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan. Pemimpin seperti ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan masyarakat. Biasanya tiokoh-toko adat, para ulama dan guru. Pemimpin ini sangat mengembangkan sikap kebersamaan. #Tipe Kharismatik
Tidak banyak hal yang dapat disimak dari literatur yang ada tentang kriteria kepemimpinan yang kharismatik. Memang ada karakteristiknya yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar. Tegasnya seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi. #Tipe Laissez Faire Pemimpin ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota dan pemimpin tidak terlalu sering intervensi. Teori Kepemimpinan
Kajian Teori Kepemimpinan pada hakekatnya untuk menjawab : a. Why Individual become leaders ? b. Why Leaders are more effective than others ?
Dalam hubungan ini dapat dikemukakan beberapa teori kepemimpinan sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli. A. Teori Timbulnya Kepemimpinan
70
Di antara berbagai teori yang menjelaskan sebab-sebab timbulnya kepemimpinan terdapat tiga teori yang menonjol, yaitu : 1. Teori Keturunan (Heriditary Theory) 2. Teori Kejiwaan (Psychological Theory) 3. Teori Lingkungan (Ecological Theory) Masing – masing teori dapat dikemukakan secara singkat : 1. Teori Keturunan
Inti daripada teori ini, ialah : a. Leaders are born not made. b. Seorang pemimpin menjadi pemimpin karena bakat – bakat yang dimiliki sejak dalam kandungan. c. Seorang pemimpin lahir karena memamng ditakdirkan. Dalam situasi apapun tetap muncul menjadi pemimpin karena bakat-bakatnya. 2. Teori Kejiwaan. a. Leaders are made and not born.
b. Merupakan ataupemimpin lawan dari teori keturunan. c. Setiap orangkebalikan bias menjadi melalui proses pendidikan dan pengalaman yang cukup. 3. Teori Ekologis a. Timbul sebagai reaksi terhadap teori genetis dan teori social. b. Seseorang hanya akan berhasil menjadi seorang pemimpin, apabila pada waktu ahir telah memiliki bakat, dan bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui proses pendidikan yang teratur dan pengalaman. c. Teori ini memanfaatkan segi-segi positif teori genetis dan teori social. d. Teori yang mendekati kebenaran.
B. Teori Kepemimpinan Berdasarkan Sifat
Di tinjau dari segi sejarah, pemimpin atau kepemimpinan lahir sejak nenek moyang, sejak terjadinya hubungan kerjasama atau usaha bersama antara manusia yang satu dengan dengan manusia yang lain untuk menjapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Jadi kepemimpinan lahir bersama – sama timbulnya peradaban manusia. • Machiavelli
71
Ia terkenal tentang nasehatnya mengenai kebijaksanaan yang harus dimiliki oleh seorang Perdana Mentri, yaitu antara lain harus mempunyai keahlian dalam : a. Upacara – upacara ritual, kebaktian keagamaan b. Peratuaran dan perundang – undangan c. Pemindahan dan pengangkutan d. Pemberian honorium/pembayaran dan kepangkatan e. Upacara – upacara dan adat kebiasaan. f. Pemindahan pegawai untuk menhindarkan kegagalan g. Bertani dan pekerjaan lainnya. • Empuh Prapanca
dengan bukunya yang terkenal Negara Kertagama menyebut 15 sifat yang baik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yaitu: a. Wijana, sikap bijaksana b. Mantri wira, sebagai pembela negara sejati c. Wicaksaning naya, bijaksana dalam arti melihat masa lalu, kemampuan analisa, mengambil keputusan dengan cepat dan tepat. d. Matanggwan, mendapat kepercayaan yang tinggi dari yang dipimpinnya. e. Satya bakti haprabu, setia dan bakati kepada atasan (loyalitas). f. Wakjana, pandai berpidato dan berdiplomasi. g. Sajjawopasama, tidak sombong, rendah hati, manusiawi. h. Dhirrottsaha, bersifat rajin sungguh- sungguh kreatif dan penuh inisiatif. i. Tan-lalana, bersifat gembira, periang. j. Disyacitra, Jujur terbuka. k. Tancatrisan, tidak egoistis. l. Masihi Samastha Bhuwana, bersifat penyayang, cinta alam. m. Ginong Pratidina, tekun menegakkan kebenaran. n. Sumantri, sebagai abdi negara yang baik. o. Ansyaken musuh, mampuh memusnakan setiap lawan. • Ajaran Hasta Brata.
Hasta Bhrata (delapan pedoman pilihan) yang terdapat dalam kitab Ramayana berisi sifat - sifat positif sebagai pedoman bagi setiap pemimpin adalah : a. Sifat matahari (surya) Yaitu: - Menerangi dunia dan memberi kehidupan pada semua mahluk. - Menjadi penerang selurah rakyat. - Jujur dan rajin bekerja sehingga negara aman dan sentosa. b. Sifat bulan (candra) yaitu: - Memberi penerangan terhadap rakyat yang sedang dalam kegelapan (kesulitan) - Menerangkan perasaan dan melindungi rakyat sehingga terasa tentram untuk menjalankan 72
tugas masing- masing. c. Sifat Bintang (kartika) yaitu: - Menjadi pusat pandangan sumber susila dan budaya, dan menjadi suri tauladan d. Sifat Awan yaitu : - Dapat menciptakan kewibawaan - Tindakan mendorong agar rakyat tetap taat. e. Sifat Bumi yaitu: - Ucapanya sederhana. - Teguh, dan kokoh pendiriannya. f. Sifat Samudera,yaitu: - mempunyai pandangan yang luas - membuat rakyat seia sekata. g. Sifat Api (Agni) yaitu: - Menghukum siapa saja yang bersalah tanpa pandang bulu. h. Sifat Angin (Bayu) yaitu : - terbuka dan tidak ragu – ragu terhadap semua masalah. - Bersikap adil terhadap siapa pun. • The Traits and abilities Theory
yang dikemukakan oleh stogdill dengan menekan pada kwalitas individu dan terdapat relevansi yang erat antara sifat dan kepemimpinan (capacity, status, participation, responsibility,achievement). C. Teori Kepemimpinan Berdasarkan Tingkah Laku
Dengan memusatkan pada ciri-ciri dan gaya yang dimiliki oleh setiap pemimpin yang bersangkutan, mereka yakin akan berhasil dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya. Sehingga gaya dan ciri-ciri tersebut akan menimbulkan berbagai tipe. • •
Ada beberapa tipe kepemimpinan.
Tipe Otoriter
Tipe ini mempunyai sifat-sifat: a. Semua kebijaksanaan ditentukan oleh pemimpin b. Organisasi dianggap milik pribadi pemimpin c. Segala tugas dan pelaksanaannya ditentukan oleh pemimpin . d. Kurang ada partisipasi dari bawahan . e. Tidak menerima kritik, saran dan pendapat bawahan . 2. Tipe Demokratis
73
Tipe ini mempunyai sifat-sifat: a. Semua kebijaksanaan dan keputusan dilakukan sebagai hasil diskusi dan musyawarah . b. Kebijaksanaan yang akan dating ditentukan melalui musyawarah dan diskusi. c. Anggota kelompok, bebas bekerjasama dengan anggota yang lain, dan berbagai tugas diserahkan kepada kelompok . d. Kritik dan pujian bersifat objektif dan berdasarkan fakta-fakta . e. Pemimpin ikut berpartisipasi dalam kegiatan sebagai anggota biasa . f. Mengutamakan kerjasama . 3. Tipe Semuanya Tipe ini mempunyai sifat-sifat: a. Kebebasan diberikan sepenuhnya kepada kelompok atau perseorangan di dalam pengambilan kebijaksanaan maupun keputusan . b. Pemimpin tidak terlibat dalam musyawarah kerja . c. Kerjasama antara anggota tanpa campur tangan pemimpin . d. Tidak ada kritik, pujian atau usaha mengatur kegiatan pemimpin . Di samping ketiga gaya kepemimpinan diatas Sondang P.Siagian, MPA.,Ph.D. mengemukakan tipe pemimpin yang lain, ialah: 4. Tipe Militeristis Tipe ini mempunyai sifat-sifat: a. Lebih sering mempergunakan perintah terhadap bawahan . b. Perintah terhadap bawahan sangat tergantung pada pangkat dan jabatan . c. Menyenangi hal-hal yang bersifat formal . d. Sukar menerima kritik . e. Menggemari berbagai upacara . 5. Tipe Paternalistik Tipe ini mempunyai sifat-sifat: a. Bersikap melindungi bawahan . b. Bawahan dianggap manusia yang belum dewasa . c. Jarang ada kesempatan pada bawahan untuk mengambil inisiatif . d. Bersikap maha tahu . 6. Tipe Karismatis Tipe ini mempunyai sifat-sifat: a. Mempunyai daya tarik yang besar, oleh karenanya mempunyai pengikut yang besar .
74
b. Daya tarik yang besar tersebut kemungkinan disebabkan adanya kekuatan gaib (supernature) . Disamping teori yang telah dikemukakan diatas, ada teori lain yang Dikemukakan oleh W.J. Reddin dalam artikelnya yang berjudul “What Kind of Manager”. Ada tiga pola dasar yang dapat dipakai untuk menentukan watak atau tipe seorang pemimpin. Ketiga pola dasar tersebut : 1. Berorientasi tugas (task orientation). 2. Berorientasi pada hubungan kerja (Relationship orientation). 3. Berorientasi pada hasil (effectiveness orientation). Berdasarkan sedikit banyaknya orientasi atau penekanan ketiga hal diatas pada diri seorang pemimpin akan dapat ditentukan delapan tipe pemimpin masing-masing ialah: 1. Deserter 2. Bureaucrat 3. Missionary 4. Developer 5. Autocrat 6. autocrat 7. Benevolent Compromiser 8. Executive Ciri ciri pemimpin dan kepemimpinan yang ideal antara lain : •
Pengetahuan umum yang luas, semakin tinggi kedudukan seseorang dalam hirarki kepemimpinan organisasi, ia semakin dituntut untuk mampu berpikir dan bertindak secara generalis.
•
Kemampuan Bertumbuh dan Berkembang
•
Sikap yang Inkuisitif atau rasa ingin tahu, merupakan suatu sikap yang mencerminkan dua hal: pertama, tidak merasa puas dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki; kedua, kemauan dan keinginan untuk mencari dan menemukan hal-hal baru.
•
Kemampuan Analitik, efektifitas kepemimpinan seseorang tidak lagi pada kemampuannya melaksanakan kegiatan yang bersifat teknis operasional, melainkan pada kemampuannya untuk berpikir. Cara dan kemampuan berpikir yang diperlukan dalah yang integralistik, strategik dan berorientasi pada pemecahan masalah.
•
Daya Ingat yang Kuat, pemimpin harus mempunyai kemampuan inteletual yang berada di atas kemampuan rata-rata orang-orang yang dipimpinnya, salah satu bentuk kemampuan intelektual adalah daya ingat yang kuat.
•
Kapasitas Integratif, pemimpin harus menjadi seorang integrator dan memiliki pandangan holistik mengenai orgainasi. 75
•
Keterampilan Berkomunikasi secara Efektif, fungsi komunikasi dalam organisasi antara lain : fungsi motivasi, fungsi ekspresi emosi, fungsi penyampaian informasi dan fungsi pengawasan.
•
Keterampilan Mendidik, memiliki kemampuan menggunakan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan bawahan, mengubah sikap dan perilakunya dan meningkatkan dedikasinya kepada organisasi.
•
Rasionalitas, semakin tinggi kedudukan manajerial seseorang semakin besar pula tuntutan kepadanya untuk membuktikan kemampuannya untuk berpikir. Hasil pemikiran itu akan terasa dampaknya tidak hanya dalam organisasi, akan tetapi juga dalam hubungan organisasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan di luar organisasi tersebut.
•
Objektivitas, pemimpin diharapkan dan bahkan dituntut berperan sebagai bapak dan penasehat bagi para bawahannya. Salah satu kunci keberhasilan seorang pemimpin dalam mengemudikan organisasi terletak pada kemampuannya bertindak secara objektif.
•
Pragmatisme, dalam kehidupan organisasional, sikap yang pragmatis biasanya terwujud dalam bentuk sebagai berikut : pertama, kemampuan menentukan tujuan dan sasaran yang tujuan beradadan dalam jangkauan untuk mencapainya yang Kedua, berarti menetapkan sasaran yang kemampuan realistik tanpa melupakan idealisme. menerima kenyataan apabila dalam perjalanan hidup tidak selalu meraih hasil yang diharapkan.
•
Kemampuan Menentukan Prioritas, biasanya yang menjadi titik tolak strategik organisasional adalah “SWOT”.
•
Kemampuan Membedakan hal yang Urgen dan yang Penting
•
Naluri yang Tepat, kekampuannya untuk memilih waktu yang tepat untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
•
Rasa Kohesi yang tinggi, :senasib sepenanggungan”, keterikan satu sama lain.
•
Rasa Relevansi yang tinggi, pemimpin tersebut mampu berpikir dan bertindak sehingga hal-hal yang dikerjakannya mempunyai relevansi tinggi dan langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi.
•
Keteladanan,s seseorang yang dinilai pantas dijadikan sebagai panutan dan teladan dalam sikap, tindak-tanduk dan perilaku.
•
Menjadi Pendengar yang Baik
•
Adaptabilitas, kepemimpinan selalu bersifat situasional, kondisonal, temporal dan spatial.
76
•
Fleksibilitas, mampu melakukan perubahan dalam cara berpikir, cara bertindak, sikap dan perilaku agar sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi tertentu yang dihadapi tanpa mengorbankan prinsip-prinsip hidup yang dianut oleh seseorang.
•
Ketegasan
•
Keberanian
•
Orientasi Masa Depan
•
Sikap yang Antisipatif dan Proaktif
The Carrot Principle. Menurutnya berikut inilah hal-hal yang mendasari kepemimpinan yang efektf.
Mari kita mulai saja: Pertama: Penentuan tujuan.
Seorang pemimpin harus memastikan dari awal bahwa semua anggota teamnya memahami maksud dan tujuan organisasi. Apa visi dan misi organisasi harus sudah terinternalisasi di diri masing-masing anggota. Inilah salah satu alasan kenapa banyak di dinding-dinding kantor perusahaan kita jumpai figura bertuliskan Visi, Misi, dan Kebijakan Mutu perusahaan tersebut. Karena top management menginginkan semua yang terlibat di organisasinya tahu arah dan tujuan organisasinya. Team tidak akan kehilangan arah dalam memacu roda organisasi dengan adanya fase penentuan tujuan ini di awal. Inilah fase mendasar dalam organisasi, dan pemimpin efektif terbiasa melaksanakannya. Kedua: Komunikasi.
Semua kebijakan, keputusan, informasi atau berita apapun yang dibuat oleh top management terkait kebaikan perusahaan harus dikomunikasikan dengan baik kepada semua anggota team. Banyak media yang bisa digunakan untuk menyampaikannya. Pemimpin biasa dalam mengomunikasikan sesuatu kepada teamnya tentu sudah terbiasa menggunakan media email, notes, memo dinas, chat-group, atau internal communication tools lainnya. Dan bagi pemimpin efektif, media-media itu saja tidak cukup. Ada banyak alasan dari pemimpin efektif, kenapa media itu saja tidak cukup. Salah satunya adalah, tidak semua karyawan dalam teamnya mau membaca. Membaca pun, belum tentu semua mendapat pemahaman yang sama. Karena itu pemimpin efektif akan membuat cara komunikasi yang lebih „intim‟. Man-to-man communication. Dia akan temui langsung teamnya, dan memastikan setiap anggota teamnya memahami apa yang dikomunikasikannya tersebut. Ketiga: Kepercayaan.
Komunikasi yang efektif didasari dengan adanya saling percaya antara pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi tersebut; dalam hal ini antara leader dengan bawahannya. Penentuan arah tujuan organisasi sudah dibuat, kemudian dikomunikasikan dan 77
komunikasinya dibangun di atas kepercayaan. Bagaimana mungkin bawahan bisa menerima dan mengikuti instruksi atasan bila bawahannya tidak „percaya‟ kepada leadernya. Prinsip ini sangat dipahami oleh pemimpin efektif. Keempat: Akuntabilitas (Pertanggungjawaban)
Dasar keempat adalah pertanggungjawaban atau akuntabilitas. Banyak pemimpin yang akhirnya gagal menjalankan beberapa proyek karena melalaikan dasar ini. Hal ini tidak dimaksudkan untuk mencari siapa yang bersalah atas kegagalan organisasi, tapi ditujukan untuk menuntut pertanggungjawaban dari semua orang yang terlibat dalam organisasi tersebut. Prinsip ini memunculkan kaidah check-list; monitoring. Semua karyawan atau bawahan merasa diawasi sehingga setiap saat mereka terpacu untuk memberikan yang terbaik. Kalaupun suatu saat mereka „bisa saja‟ merasa tidak diawasi, kinerjanya tetap bisa mengutamakan yang terbaik karena mereka juga akan mempertanggungjawabkan pekerjaannya tersebut kepada atasannya di akhir pekerjaan / proyek.
78
REFERENSI Davis, Keith., dan John W. Newstrom. (1995). Perilaku Dalam Organisasi . Edisi Ketujuh. Terjemahan. Jakarta : Erlangga. Thoha, M. (2005). Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Agustian, Ginanjar (2001). ESQ: Kecerdasan Emosi dan Spritual. Jakarta: Penerbit Arga. Gibson, James L, John M. Ivancevich, James Donnely, JR. Organisasi dan Manajemen: Perilaku, Struktur, Proses. Alih Bahasa: Djoerban Wahid.Erlangga. Jakarta. Mathis, Robert L. dan Jackson, Susan John H. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Alih Bahasa: Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira Hie. Salemba Empat. Jakarta. Robbins, Stephen P. 1996, Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi (Jilid 1) . Alih Bahasa: Dr. Hadyana Pujaatmaka, Penerbit Prenhallindo, Jakarta. Stein, Steven J dan Book, Howard E. 2002. Ledakan EQ: 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional
Meraih Sukses. Alih Bahasa: Trinanda Rainy dan Yudhi Murtanto, Penerbit Kaifa, Bandung. Dewi Hanggraeni “Perilaku Organisasi (Teori, Kasus, dan Analisis)”. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2011 P. Robbins, Stephen, “Perilaku Organisasi”,Prentice Hall, 2001, Jilid 1 Bab 5 Silalahi Ulbert, 2007, Studi tentang Ilmu Administrasi, Bandung, Sinar Baru Pemimpin Yang Memimpin ,Penulis Eka Darmaputera ,Penerbit Gradienmediatama Rosa E. (2001). Analisis Organisasi dan Kepemimpinan pada Organisasi Instalasi Penelitian Pengkajian Teknlogi Pertanian Padang . Bogor: Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan Institut Pertanian Bogor. Armansyah, 2002, Intelegency Quotient, Emotional Quotient, dan Spiritual Quotient dalam Membentuk Perilaku Kerja, Jurnal Manajemen & Bisnis, Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Vol. 02 No. 01, April. Herry Tjahjono “Culture based Leadership”. Kompas Gramedia. 2010 Agus, Auladingsih, I Mas “Makalah Perilaku Individu” Leksana TH “Nilai-Nilai Dasar Fondasi Organisasi”.www.sscnco.com
79
http://arhieword.wordpress.com/2012/04/05/makalah-perilaku-organisasi-kepribadian-danemosi/ http://ellopedia.blogspot.com/2010/09/model-dasar-perilaku-organisasi.html http://lukmancoroners.blogspot.com/2010/04/perilaku-individu-dalam-organisasi.html http://nukhanku.blogspot.com/2011/01/persepsi-dan-pengambilan-keputusan.html http://choirima.blogspot.com/2012/04/persepsi-dan-pembuatan-keputusan.html http://queenaya-84.blogspot.com/2012/03/persepsi-dan-pembuatan-keputusan.html http://www.anneahira.com/motivasi-teori-motivasi.htm http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi http://efendikaris.blogspot.com/2012/01/nilai-sikap-dan-kepuasan-kerja.html http://valmband.multiply.com/journal/item/1 http://id.wikipedia.org/wiki/Kepuasan_Kerja http://accountingcenter.wordpress.com/2010/01/28/nilai-sikap-dan-kepuasan-kerja/ http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi
http://hutantropis.com/gaya-kepemimpinan-dalam-organisasi http://armandjexo.blogspot.com/2012/04/kepemimpinan-dalam-organisasi-jelaskan.html http://faturrozifirman.blogspot.com/2012/01/kepemimpinan-dalam-organisasi.html
80
DAFTAR ISI
BAB 1 MODEL PERILAKU ORGANISASI .......................................................................................................... 1 BAB 2 FONDASI PERILAKU INDIVIDU .......................................................................................................... 16 BAB III PERSEPSI DAN PEMBUATAN KEPUTUSAN INDIVIDUAL ................................................................... 26 BAB IV TEORI MOTIVASI, NILAI, SIKAP DAN KEPUASAN KERJA ................................................................... 34 BAB V DASAR-DASAR PERILAKU KELOMPOK .............................................................................................. 54 BAB VI KOMUNIKASI ................................................................................................................................... 58 BAB VII KEPEMIMPINAN ............................................................................................................................. 69 REFERENSI ................................................................................................................................................... 79
81