Bab I.
Pendahuluan 1.1.
Latar Belakang Proses perencanaan pembangunan daerah dipengaruhi oleh
dua kondisi, pertama, tekanan yang berasal dari lingkungan dalam negeri maupun luar negeri yang mempengaruhi kebutuhan daerah dalam proses pembangunan perekonomiannya. Kedua, kenyataan bahwa perekonomian daerah dalam suatu negara dipengaruhi oleh setiap sektor secara berbeda-beda, misalkan beberapa daerah mengalami pertumbuhan pada sektor industrinya sedangkan daerah lain mengalami penurunan. Dalam pembangunan
kerangka
menentukan
regional
dan
kebijakan
sektoral
dan
program
diperlukan
adanya
pereneanaan pembangunan yang komprehensif, yang di dalamnya tercakup rencana pengembangan sektor-sektor potensial yang disesuaikan dengan kondisi dan potensi regional di masing-masing daerah. Perekonomian daerah merupakan ekonomi yang lebih terbuka dibandingkan dengan perekonomian negara, dimana pertumbuhan
ekonomi
daerah
memungkinkan
peningkatan
mobilitas tenaga kerja maupun modal menjadi bagian penting bagi terjadinya perbedaan tingkat pertumbuhan daerah. Sementara,
dalam
suatu
perencanaan
pembangunan
ekonomi diperlukan penentuan prioritas kegiatan diantara sektorsektor
perekonomian.
Pada
dasarnya
masing-masing
sektor
tersebut tidak berdiri sendiri namun saling memiliki keterkaitan. Kemajuan suatu sektor tidak akan terlepas dari dukungan yang diberikan
oleh
sektor-sektor
lainnya
sehingga
sebenarnya
keterkaitan antar sektor ini dapat dimanfaatkan untuk memajukan seluruh sektor-sektor yang terdapat dalam perekonomian. Dengan melihat keterkaitan antar sektor dan memperhatikan efisiensi dan efektifitas yang hendak dicapai dalam pembangunan maka sektor yang mempunyai keterkaitan tinggi dengan banyak sektor pada dasarnya merupakan sektor yang perlu mendapatkan perhatian lebih. Hal ini karena jika sektor utama yang mendapatkan perhatian lebih tersebut mengalami pertumbuhan maka sektor yang terkait dengannya akan mengalami pertumbuhan juga. Kota Bekasi yang merupakan sister city dari ibukota Republik Indonesia, DKI Jakarta, merupakan serambi Jawa Barat baik secara geografis maupun ekonomi. Letaknya yang langsung bersebelahan dengan ibukota Negara membuatnya memiliki nilai dan fungsi strategis tersendiri. Dengan pertumbuhan
pertumbuhan ekonomi
ekonomi
propinsi
yang
Jawa
sejalan
Barat,
dengan
manajemen
pembangunan ekonomi Kota Bekasi perlu mendapat perhatian khusus agar tercipta pembangunan yang berkelanjutan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP D) Kota Bekasi Tahun 2005-2025, salah satu arah, tahapan dan prioritas pembangunan Kota Bekasi adalah meningkatnya perekonomian berbasis potensi jasa dan perdangan yang berdaya saing. Untuk mengkaji hal tersebut lebih baik dan terintegralistik, diperlukan suatu alat yang mampu menganalisis dampak dan keterkaitan antarsektor dalam perekonomian.Untuk menganalisis dampak perekonomian suatu daerah atau nasional dan melihat
hubungan & keterkaitan antarsektor perekonomian biasanya digunakan tabel inputoutput atau yang lebih lengkap menggunakan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). Di dalam Tabel I-O, akan terlihat secara gamblang keterkaitan antar satu sektor dengan sektor lainnya. Output suatu sektor akan terlihat jelas digunakan untuk apa saja. Sebagai contoh, output sektor industri makanan sebagian ada yang digunakan sebagai input antara oleh sektor yang lain, lainnya digunakan sebagai final demand, baik untuk konsumsi, maupun untuk ekspor. Proporsi penggunaan output industri makanan ini akan tergambar di dalam Tabel I-O. Pada umumnya, karakteristik model input-output adalah: (1) bersifat statis tergantung pada ketersediaan tabel input-output, (2) sektor ekonomi lebih rinci (disaggregate), (3) model tidak dipengaruhi harga, (4) tidak ada kendala penawaran (demand
driven
model),
(5)
permintaan
input
antara
dan
primer
menggunakan fungsi Leontief, (6) koefisien input tetap (fixed input coefficients), hal ini berarti tidak ada perubahan teknologi dalam proses produksinya, (7) merupakan statistik deskriptif, dan (8) digunakan untuk analisis dampak (West, 1995; Brodjonegoro, 1997; West dan Jackson, 1998; Rey, 2002). Dari karakteristik tersebut, ada beberapa keterbatasan dari tabel input-output yaitu: (1) data hanya tersedia untuk tahun tertentu berdasarkan tabel input-output yang dipublikasikan, (2) analisisnya bersifat statis, (3) sulit melakukan prediksi table inputoutput pada masa yang akan datang, dan (4) tidak ada pengaruh harga (pendekatan penyesuaian output/Marshallian adjustment). Dengan keterbatasan yang ada, khususnya dalam menduga atau
memperbaharui tebel input-output munculah berbagai metode pendugaan tabel input-output yang bersifat non-survei. Tabel I-O juga berguna sebagai petunjuk mengenai sektorsektor yang berpengaruh terkuat terhadap pertumbuhan ekonomi serta
sektor
sektor
yang
peka
terhadap
pertumbuhan
perekonomian. Selain itu, Tabel I-O juga dapat dimanfaatkan untuk menganalisis perubahan harga. Badan
Pusat
Statistik
Kota
Bekasi,
adalah
instansi
pemerintah mempunyai misi untuk menjadi pelopor data statistic terpercaya untuk semua. Untuk memenuhi misi tersebut, BPS Kota Bekasi terus berusaha untuk menyediakan data statistik berkualitas,
dalam
arti
lengkap,
akurat,
yang
mutakhir,
bersinambungan, dan relevan bagi pemerintah dan pengguna data lainnya. Tabel Input Output merupakan salah satu data yang disusun oleh BPS Kota Bekasi untuk keperluan perencanaan pembangunan daerah.
1.2.
Tujuan dan Sasaran Tujuan dari kegiatan ini adalah menyusun tabel Input
Output Kota Bekasi Tahun 2009 beserta model analisisnya yang dapat dipakai sebagai kerangka dasar dalam perencanaan ekonomi makro di Kota bekasi. Dengan disusunnya Tabel I-O Kota Bekasi akan diperoleh gambaran tentang transaksi antar berbagai sektor ekonomi di Kota Bekasi sebagai evaluasi dan perencanaan pembangunan ekonomi di Kota Bekasi. sedangkan sasarannya adalah tersedianya data makro yang dapat digunakan untuk :
a. Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output,
nilai
tambah,
impor,
penerimaan
pajak
dan
penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor ekonomi. b. Untuk menyusun proyeksi variabel-variabel ekonomi makro. c. untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang
dan
jasa,
terutama
dalam
analisis
terhadap
kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya. d. Untuk analisis perubahan harga, yaitu dengan melihat pengaruh
secara
langsung
dan
tidak
langsung
dari
perubahan harga input terhadap output. e. Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Bekasi.
1.3.
Cakupan Penelitian Tabel Input Output Kota Bekasi disajikan dalam dua buku.
Buku pertama berisi Tabel Input Output 40 sektor dan 9 sektor, yang terdiri dari harga pembeli dan harga produsen. Buku kedua berisi konsep dan metodologi penghitungan Tabel Input Output beserta analisis Tabel Input Outputnya. dilengkapi dengan Tabeltabel analisisnya. Penyajian ini dilakukan terpisah mengingat analisis yang dilakukan pada buku dua bersifat khusus, sedangkan Tabel Input-Output itu sendiri dapat digunakan untuk banyak analisis. Data yang disajikan adalah kondisi perekonomian Kota Bekasi Tahun 2009. Tabel Input Output ini dibangun berdasarkan data survey dan data sekunder yang diambil dari dinas/instansi terkait. Dalam
penyusunan table input output ini juga dilakukan beberapa asumsi untuk memenuhi syarat cukup dan perlu pembentukan suatu table input output.
Bab II.
Metodologi 2.1
Metode Penyusunan Tabel I-O merupakan kegiatan yang komplikasi terutama
dalam penggunaan data dari berbagai sumber, sehingga diperlukan langkah-langkah
yang
sistematis.
Langkah-langkah
tersebut
merupakan suatu rangkaian antara yang satu dengan yang lainnya.
Langkah pertama, yang dilakukan dalam penyajian Tabel I-O adalah menyusun klasifikasi sektor. Seluruh kegiatan ekonomi di Jawa Barat dikelompokkan ke dalam sektor-sektor yang mempunyai
kesamaan
dalam
produk
yang
dihasilkan
atau
kesamaan dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Pertimbangan lain adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai peran menonjol dan sangat penting di Jawa Barat dipisahkan sebagai satu sektor tersendiri. Hal ini bertujuan agar dapat diketahui sampai seberapa jauh peranannya dalam keterkaitannya dengan sektor lain.
Langkah kedua, adalah pengumpulan data/informasi dari berbagai sumber, setidak-tidaknya harus cukup memadai untuk menyusun struktur input dari masing-masing sektor sesuai dengan klasifikasi. Pengumpulan data tersebut dilakukan dengan teknik semi survei (semi survey technique), yaitu dengan cara sebagai berikut : a. Memanfaatkan semaksimal mungkin data struktur input sektoral yang telah tersedia. Hasil Sensus Ekonomi, Survei Industri, Survei Struktur Ongkos Produksi Pertanian dan sebagainya dimanfaatkan untuk keperluan ini.
b. Memanfaatkan data sekunder yang tersedia di berbagai instansi baik pemerintah maupun swasta. c. Survei Khusus Input-Output (SKIO) dalam rangka melengkapi data struktur input.
Langkah ketiga, adalah pengolahan data dan penyusunan Tabel I-O yang akan dilakukan dengan cara kombinasi antara pengolahan manual dan komputer, sehingga pada akhirnya terbentuk
secara
lengkap
matriks
Input-Outputnya.
Proses
pengolahan dengan cara rekonsiliasi antar sektor-sektor dilakukan berulang-ulang atau yang dikenal dengan putaran atau cycle, sehingga akhirnya terdapat keseimbangan antara sektor kolom dan sektor
baris. Langkah
ini merupakan
pengecekan
terhadap
konsistensi data dan proses rekonsiliasi kolom dan baris.
Langkah keempat pembuatan tabel-tabel analisis. Tahaptahap kegiatan penyusunan Tabel I-O Jawa Barat Tahun 2000 secara lengkap dapat diikuti pada diagram alir
yang
dimuat
dalam lampiran-I.
2.2
Rencana Tabel Dalam rangkaian kegiatan penyusunan Tabel I-O, akan
dipublikasikan sejumlah tabel pokok, termasuk tabel analisis. Tabeltabel pokok dan tabel analisis dijelaskan sebagai berikut:
2.2.1.
Transaksi Atas Dasar Harga Pembeli dan Harga Produsen Transaksi antar sektor ekonomi yang dinyatakan dalam
satuan moneter (juta rupiah) dapat diukur dalam dua cara, yaitu atas dasar Harga Produsen dan atas dasar Harga Pembeli. Letak
perbedaan antara kedua jenis tabel tersebut adalah karena adanya margin distribusi yang terdiri dari margin perdagangan dan biaya pengangkutan. Transaksi harga produsen merupakan transaksi yang dinilai menurut harga produsen atau harga yang diterima produsen,
belum
termasuk
keuntungan
pedagang
dalam
mendistribusikan barang dan biaya pengangkutan. Berbeda dengan harga podusen, transaksi harga pembeli merupakan harga di tingkat yang dibayar konsumen. Di dalam harga pembeli sudah termasuk keuntungan pedagang dan biaya transpor dari produsen ke konsumen. Dalam tabel atas dasar harga pembeli, margin perdagangan dan biaya pengangkutan tergabung dalam nilai input sektor yang membeli. Sebaliknya
dalam tabel yang dinyatakan atas dasar
harga produsen, semua unsur margin perdagangan dan biaya pengangkutan dipisahkan dari nilai inputnya dan diperlakukan sebagai input dari sektor perdagangan dan pengangkutan bagi masing-masing sektor yang membeli. Dalam kenyataannya, penyusun-an Tabel I-O lebih mudah dilakukan dengan transaksi harga pembeli, namun tabel ini mempunyai kegunaan yang terbatas. Tabel atas dasar harga produsen lebih banyak dibutuhkan karena keunggulannya untuk keperluan analisis. Di samping itu, tabel atas dasar produsen diharapkan dapat memberikan kestabilan pada koefisien input karena hal tersebut tidak dapat dipenuhi dari tabel atas dasar harga pembeli.
2.2.2 Koefisien Input Koefisien input akan menggambarkan struktur biaya (Cost
Structure) dari masing-masing sektor, baik yang tergolong ke dalam biaya antara maupun biaya primer (nilai tambah). Tabel koefisien input dibaca secara vertikal yaitu masingmasing kolom demi kolom. Koefisien memperlihatkan jumlah unit produk berbagai sektor lain yang digunakan sebagai input dalam memproduksi satu unit output sektor tertentu. Koefisien input tersebut masing-masing dihitung dari tabel transaksi (tabel dasar) dengan cara sebagai berikut: Xj = Output domestik sektor j : Xij
= banyaknya output sektor i yang akan digunakan sebagai input oleh sektor j untuk menghasilkan output sebesar Xj
Vhj
;
= besarnya nilai tambah sektor ke j, komponen h.
Sedangkan koefisien tabel/ koefisien input adalah; aij
= koefisien input antara yang berasal dari sektor i terhadap output sektor j.
vhj
=
koefisien nilai tambah sektor j komponen h
terhadap output sektor j Untuk mendapatkan koefisien input antara dan koefisien input primer diperoleh dengan rumus: aij = Xij/Xj;
(i, j = 1, 2, ..., n)
vhj = Vhj/Xj;
(j = 1, 2, …, n; h = 201,202,...,204)
dimana : 201 = upah dan gaji
202 = surplus usaha 203 = penyusutan , dan 204 = pajak tak langsung neto
2.2.3 Matriks Kebalikan (Inverse Matrix)
Matriks kebalikan tabel
I-O merupakan kerangka dasar
untuk berbagai analisis ekonomi. Pada prinsipnya matriks ini merupakan suatu fungsi yang menghubungkan permintaan akhir dengan tingkat produksi. Oleh karena itu, matriks kebalikan ini dapat dipakai untuk menghitung pengaruh perubahan permintaan akhir terhadap berbagai sektor dalam perekonomian. Misalnya jika ditentukan atau ditargetkan jumlah konsumsi atau ekspor suatu sektor maka dengan menggunakan matriks ini dapat dihitung jumlah output semua sektor lain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi atau ekspor tersebut. Ada dua jenis matriks kebalikan yang ditampilkan dalam Tabel I-O. Pertama: adalah matriks kebalikan dengan impor diperlakukan sebagai Exogenous
Variabel (bebas dari yang
lain). Notasi matriks kebalikan dengan Impor diperlakukan sebagai Exogenous Variable adalah (I-Ad)-1 yang diturunkan dari impor secara non-kompetitif. Kedua: adalah impor yang dianggap sebagai Endogenous Variabel, artinya impor setiap sektor dianggap proporsional terhadap tingkat penggunaan dari sektor yang bersangkutan. Notasi matriks kebalikan ini adalah (I-A)-1, yang diturunkan dari tabel transaksi dengan perlakuan impor secara kompetitif.
Dua fungsi persamaan yang menggunakan metriks kebalikan tersebut adalah: X
= (I-A)-1(F-M) dan X = (I-Ad)-1Fd dimana:
X I
= matriks output; = matriks identitas;
A
= matriks koefisien input total;
Ad
= matriks koefisien input domestik;
F
= matriks permintaan akhir total;
Fd
= matriks permintaan akhir domestik;
M
= matriks impor. Dengan demikian maka apabila permintaan akhir seperti
konsumsi, investasi ataupun ekspor diketahui atau ditargetkan pada suatu tingkat tertentu, maka output sektor yang diperlukan akan dapat dihitung. Lebih lanjut, suatu hubungan antara permintaan akhir (konsumsi, investasi, ekspor) dengan nilai tambah sektoral juga dapat dibuat dengan menggunakan model persamaan matriks:
V
= BX
dimana: V
= matriks nilai tambah;
B
= matriks diagonal koefi-sien nilai tambah;
X
= matriks output;
Koefisien nilai tambah (Vij ) =
NTB sektor i Output sektor i
Dari X = (I-Ad)-1Fd maka persamaan di atas dapat disubstitusikan menjadi: V = B(I-Ad)-1Fd Dari persamaan ini, apabila permintaan akhir ditargetkan pada jumlah tertentu, maka pengaruhnya terhadap nilai tambah dapat dihitung. Permintaan akhir juga dapat dihubungkan secara kuantitatif dengan besarnya tenaga kerja yang dapat diserap pada masingmasing sektor, yaitu dengan menggunakan model persamaan matriks: L = l X atau L = l (I-Ad)-1Fd dimana: L
=
Matriks Tenaga Kerja Sektoral
l
= Matriks Diagonal Koefisien Tenaga Kerja (TK).
2.2.4 Analisis Lainnya
Untuk
menyusun
kebijakan
kerangka
pembangunan
perekonomian makro sektoral, berbagai analisis dapat diturunkan dari Tabel I-O. Dengan semakin meningkatnya pemanfaatan data I-O, walaupun dengan data yang terbatas, maka penyusunan Tabel I-O dapat dilakukan. Birokrasi yang memahami manfaat Tabel I-O selalu mendorong agar tabel tersebut dipublikasikan yang akan
banyak dimanfaatkan oleh pemerintah, termasuk pemerintah daerah. Ada dua analisis lainnya yang dianggap cukup penting dalam kaitannya dengan perencanaan ekonomi sektoral yaitu: a. Analisis Keterkaitan Dari Tabel I-O terdapat 2 jenis keterkaitan, yaitu keterkaitan kebelakang (backward linkage ratio) dan keterkaitan kedepan (foreward linkage ratio). Keterkaitan kebelakang untuk suatu sektor adalah: Koefisien Tenaga Kerja =
Tenaga Kerja Sektor i Output Sektor i
Keterkaitan kedepan untuk suatu sektor adalah:
a ij = k ij =
x ij Xj x ij Xj
, yang merupakan koefisien input. ,yang merupakan koefisien alokasi output.
Keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan, sangat diperlukan dalam perencanaan pembangunan, baik di pusat maupun di daerah. Pengaruh peningkatan suatu sektor akan terlihat pada sektor-sektor yang mensupply atau menyediakan bahan baku sebagai inputnya. Seberapa besar dampaknya terhadap sektor-sektor yang mensupply tadi disebut sebagai keterkaitan ke belakang. Industri pemintalan benang yang dikembangkan di suatu daerah sehingga
akan
mendorong
pertanian
pemerintah.
Hal
kapas
tersebut
meningkatnya perlu karena
produksi
pula menjadi produksi
kapas,
perhatian
kapas
akan
mensupply industri pemintalan benang yang akan digunakan sebagai bahan baku atas input. Sebaliknya keterkaitan ke depan, merupakan dorongan oleh suatu sektor terhadap penggunaan outputnya oleh sektor lain. Industri pemintalan benang yang diprioritas di atas, akan mendorong pertumbuhan sektor/ industri tekstil, karena benang akan
digunakan/diminta
(demand)
oleh
industri
tekstil.
Bertambahnya permintaan benang oleh industri tekstil tersebut ditunjukkan dalam bentuk rasio. Baik keterkaitan ke belakang mampu keterkaitan ke depan dijelaskan lebih rinci melalui Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan.
b. Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan Daya penyebaran (power of dispersion) dan derajat kepekaan (degree of sensitivity),
merupakan
analisis
lanjutan yaitu dengan menggunakan matriks kebalikan (IAd)-1. Apabila
(I-Ad)-1 setiap selnya diilustrasikan dalam
bentuk matriks, maka dapat dilihat sebagai berikut ini: b11 b 21 . . . bi1 . . . bn1
b12 b22 . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
b1j b2j . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
bi2 . . . bn2
. . . . .
. . . . .
. . . . .
bij . . . bnj
. . . . .
. . . . .
. . . . .
b1n b2n . . . bin . . . bnn
n
∑b
maka daya penyebaran sektor j adalah
ij
, sedangkan
i n
derajat kepekaan sektor ke i adalah
∑b
ij
.
j
Selanjutnya indeks daya penyebaran (αj) dan indeks derajat kepekaan (βi) dapat dirumuskan sebagai berikut:
n
∑b αj =
ij
i
1 ∑ n j
∑b
ij
i
dan n
∑b βi =
ij
i
1 ∑ n i
∑b
. ij
j
Dari rumus ini dapat diartikan jika αj dari sektor j tersebut relatif tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya (>1), maka berarti
pengaruh
permintaan
produk
sektor
j
terhadap
pertumbuhan sektor-sektor lainnya juga tinggi, dan sebaliknya. Selanjutnya jika βi dari sektor i relatif tinggi (>1) dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya, maka berarti permintaan produk sektor lain sangat berpengaruh pada petumbuhan sektor-i. Untuk melihat transaksi antar sektor atau komoditi digunakan kerangka Tabel Input Output yaitu merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi
barang dan jasa serta keterkaitan antar sektor ekonomi suau wilayah dalam suatu waktu tertentu.
Tabel 1.1. Kerangka Umum Tabel Input Output Kota Bekasi 1999
Sektor Produksi
Output
180 1
Input
Permintaan Akhir
.
76
600 301
302
303
304
305
309
310
409
509
1
Input antara
. 76 190
Impor
200 201 202
Input Primer
203 204 205 209
Jumlah Input
210
a. Kuadran I Setiap sel pada kuadran I merupakan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Isian sepanjang baris pada kuadran ini memperlihatkan alokasi
700
output suatu sektor ekonomi yang digunakan sebagai input oleh sektor lainnya dan disebut sebagai permintaan antara. Sedangkan isian-isian sepanjang
kolom nya memperlihatkan penggunaan
input oleh suatu yang berasal dari sektor lainnya dan disebut sebagai input antara. Dalam analisis menggunakan model I-O , Kuadran I memiliki peranan penting karena kuadran inilah yang menunjukkan keterkaitan antar sektor ekonomi dalam melakukan proses produksinya. b. Kuadran II Isian sel-sel pada kuadran II ada dua jenis, yaitu (a) transaksi permintaan akhir dan (b) komponen penyediaan pada masingmasing sektor produksi. Permintaan akhir terdiri dari enam komponen
yaitu
pengeluaran
konsumsi
rumahtangga
(301),
Konsumsi Pemerintah (302), Pembentukan modal tetap bruto (303), Perubahan stok (304), Ekspor barang (305), dan Ekspor jasa (306). Jumlah permintaan (310) merupakan jumlah permintaan antara (180) ditambah dengan permintaan akhir (309). Sedangkan jumlah penyediaan (700) terdiri dari produksi dalam negeri atau output domestik (600), barang dan jasa yang berasal dari impor (409). dan margin perdagangan dan biaya pengangkutan (509). Barang dan jasa impor dirinci atas impor barang dagangan (401), oajak penjualan impor (402), bea masuk (403), dan impor jasa (404). Margin perdagangan dan biaya pengangkutan terdiri dari margin perdagangan besar (501), margin perdagangan eceran (502) dan biaya pengangkutan (503). Dengan demikian isian sepanjang baris pada kuadran II memperlihatkan komposisi permintaan akhir terhadap suatu sektor produksi dan bagaimana komposisi
penyediaanya.
Sedangkan
isian
sepanjang
kolom
menunjukkan distribusi masing-masing komponen permintaan akhir dan penyediaan menurut sektor.
c. Kuadran III Isian di kuadran II terdiri dari sel-sel nilai tambah bruto atau input primer. Nilai tambah bruto (209) terdiri dari upah dan gaji (201), Surplus usaha (202), penyusutan (203), pajak tak langsung (204), dan subsidi (205). Isian sepanjang baris pada kuadran II menunjukkan distribusi penciptaan masing-masing komponennilai tambah bruto menurut sektor. Sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah bruto oleh masing-masing sektor ,menurut komponennya. Dalam banyak analisis, nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh masing-masing sektor pada umumnya dikonversikan ke produk domestik bruto. Untuk keperluan ini maka nilai tambah bruto sektor perdagangan terlebih dahulu harus ditambah dengan pajak penjualan impor (402 dan bea masuk (403). Disamping melalui nilai tambah bruto, produk domestik bruto dapat juga diturunkan dari permintaan akhir, yaitu jumlah seluruh permintaan akhir (309) dikurangi dengan impor barang (401) dan impor jasa (404).
2.3.
Konsep dan definisi
2.3.1.
Definisi Umum
Untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang kegiatankegiatan ekonomi dalam suatu negara atau region dapat dilihat
melalui neraca ekonominya. Sedangkan penyajiannya dapat dibuat dalam berbagai bentuk sesuai dengan tujuan penggunaannya. Dalam bab ini akan diuraikan konsep dan definisi yang digunakan untuk menghitung pendapatan regional. Perhitungan pendapatan regional adalah bentuk perhitungan yang memberikan gambaran menyeluruh mengenai produk barang dan jasa yang ditimbulkan dan digunakan dalam kegiatan ekonomi selama satu periode tertentu, biasanya 1(satu) tahun.
2.3.2.
Konsep Domestik Dan Regional
Dalam
konsep
pendapatan
hanya
digunakan
konsep
“domestik” yang berarti seluruh nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai
kegiatan
ekonomi
disuatu
wilayah
atau
region
Kabupaten/Kota dengan tidak memperhatikan siapa pemilik faktor produksinya. Pengertian " region " disini dapat diartikan sebagai Provinsi atau Kabupaten/Kota dan daerah administrasi yang lebih rendah. Dengan kata lain PDRB dapat menunjukkan kemampuan ekonomi suatu daerah dalam menghimpun pendapatan/balas jasa kepada faktor produksi yang ikut dalam proses di daerah tersebut tanpa memperhatikan kepemilikan atas faktor produksi.
2.3.3.
Produk Domestik Dan Produk Regional
Jika seluruh produk barang dan jasa yang diproduksi di wilayah domestik dengan tidak memperhatikan faktor produksinya berasal, apakah dari luar region atau dimiliki oleh penduduk yang
berasal dari region tersebut, maka merupakan produk domestik region yang bersangkutan. Pendapatan yang timbul karena adanya kegiatan produksi tersebut merupakan pendapatan
domestik. Wilayah domestik
suatu region meliputi wilayah yang berada di dalam batas geografis region tersebut. Kenyataan menunjukkan bahwa terdapat sebagian faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan produksi di suatu region berasal dari region lain dan sebaliknya ada faktor produksi yang dimiliki region tersebut turut dalam proses produksi di region lain. Hal ini menyebabkan nilai produk domestik di suatu region tidak sama dengan pendapatan yang diterima penduduk region tersebut. Adanya arus pendapatan
yang mengalir antar region ini
(termasuk dari/ke luar negeri) yang umumnya berupa upah gaji, bunga, deviden dan keuntungan, menimbulkan perbedaan antara produk domestik dan produk regional. Produk regional adalah produk domestik ditambah pendapatan dari luar region dikurangi pendapatan yang dibayarkan ke luar region tersebut. Jadi produk regional merupakan produk yang ditimbulkan oleh faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk suatu region tanpa memperhatikan dimana terjadinya proses produksi.
2.3.4.
Penduduk
Penduduk suatu region adalah individu atau rumahtangga yang bertempat tinggal tetap di wilayah domestik region tersebut, kecuali :
(1).Awak kapal laut dan pesawat udara luar negeri dan luar region yang kapalnya masuk dok atau singgah di region tersebut. (2). Pegawai
badan
internasional/nasional
yang
bukan
penduduk daerah tersebut untuk melakukan misi selama kurang dari enam bulan. (3). Pengusaha asing dan pengusaha region lainnya yang berada didaerah tersebut kurang dari enam bulan, pegawai perusahaan asing dan pegawai perusahaan region lainnya yang berada di domestik region tersebut kurang dari enam bulan. (4). Pekerja musiman yang bekerja dan bertempat tinggal di domestik region tersebut dan tujuannya hanya sebagai pekerja musiman. Anggota diplomatik dan konsulat yang ditempatkan di domestik region tersebut. (5). Wisatawan asing dan wisatawan domestik region lain yang tinggal di domestik region tersebut kurang dari enam bulan dan bertujuan berlibur,
berobat,
untuk bertamasya atau
beribadah,
kunjungan
keluarga,
pertandingan olah raga nasional atau internasional, konferensi atau pertemuan rapat lainnya dan kunjungan dalam rangka belajar atau melakukan penelitian. Orang-orang
yang
tersebut
di
atas
dianggap
sebagai
penduduk dari negara atau region dimana dia tinggal. Data penduduk yang digunakan dalam penghitungan PDRB adalah data penduduk terbaru berdasarkan hasil Registrasi Penduduk dan Angka Proyeksi Penduduk Kabupaten Ciamis.
2.3.5.
Barang Dan Jasa
Barang dan jasa diproduksi untuk dikonsumsi, barang adalah produksi yang berbentuk fisik sedangkan jasa adalah produksi yang tidak berbentuk fisik. Barang dan jasa diproduksi melalui suatu proses produksi atas peran serta faktor produksi yang terdiri dari tanah, tenaga kerja, modal dan wiraswasta. Proses produksi didefinisikan sebagai suatu proses yang menciptakan atau menambah nilai kegunaan atau manfaat baru (secara umum disebut nilai tambah). Pada dasarnya barang dan jasa digunakan sebagai bahan dan alat, baik yang digunakan oleh rumahtangga maupun produsen. Disebut sebagai bahan, apabila habis sekali pakai dalam proses produksi dan disebut sebagai alat, apabila dapat dipakai berkali-kali dalam proses produksi. Seluruh jasa pada umumnya habis sekali pakai dalam proses produksi maupun konsumsi. Barang yang diproduksi/digunakan dapat dibedakan antara barang tahan lama dan barang tidak tahan lama. Barang dan jasa menurut penggunaannya dibedakan sebagai berikut : (1). Barang dan jasa untuk permintaan antara yaitu barang dan jasa yang digunakan sebagai biaya antara di dalam proses produksi. (2).
Barang dan jasa untuk permintaan akhir yaitu barang dan jasa yang digunakan untuk permintaan akhir, antara lain digunakan sebagai barang konsumsi, barang modal dan ekspor.
2.3.6.
Penilaian
Barang dan jasa yang dihasilkan oleh produsen dinilai atas dasar harga produsen. Harga produsen adalah suatu tingkat harga yang
diterima
oleh
produsen
yang
terjadi
pada
transaksi
pertama.Harga produsen meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan oleh produsen untuk memproduksi barang dan jasa termasuk keuntungan normal dan pajak tidak langsung neto. Harga produsen tidak termasuk margin perdagangan dan biaya pengangkutan, karena margin perdagangan dan biaya pengangkutan merupakan output dari kegiatan perdagangan, penyaluran dan pengangkutan yang menghubungkan produsen dengan konsumen. Untuk pemakai/konsumen, barang dan jasa yang digunakan dinilai atas dasar harga pembeli yakni harga barang dan jasa sampai di tempat pembeli. Harga pembeli ini termasuk margin perdagangan dan biaya pengangkutan yang dilakukan oleh pihak lain dan tidak termasuk biaya pengangkutan yang dilakukan oleh pembeli. Produksi yang berbentuk jasa, harga produsen sama dengan harga pembeli karena jasa diproduksi dan langsung di konsumsi pada saat yang sama.
2.3.7.
Output
Output adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit dalam satu periode waktu tertentu. Output meliputi:
(1). Barang
dan
jasa
yang
diproduksi
untuk
tujuan
dijual. Barang dan jasa yang diproduksi selama satu periode sebagian dijual pada periode yang sama dan sebagian
dikonsumsi sendiri atau
diberikan
kepada
pegawainya. Sisanya merupakan stok produsen dalam bentuk barang jadi atau setengah jadi. Barang setengah jadi meliputi barang yang ada dalam proses pembuatan atau perakitan. Barang setengah jadi sektor konstruksi termasuk dalam output barang jadi sektor
tersebut
dan
langsung
dimasukkan
sebagai
pembentukan modal tetap bruto. Pertambahan nilai dari kayu dan tanaman yang tumbuh, tidak termasuk dalam perhitungan output karena belum dianggap sebagai komoditi. Output dari sektor yang memproduksi barang untuk dipasarkan selama satu periode
tertentu,
tidak
sama
dengan
penerimaan
penjualan pada periode tersebut. Barang yang siap dijual pada satu periode sebagian diperoleh dari stok periode sebelumnya. Sebaliknya, jika barang yang diproduksi pada periode tersebut tidak seluruhnya terjual pada periode yang sama maka sebagian merupakan stok untuk dijual pada periode selanjutnya. (2). Barang sisa dan produk ikutan. Barang sisa dan produk ikutan adalah barang yang dihasilkan bersama-sama dengan produksi utama misalnya jerami
padi, klobot
jagung, sisa guntingan kaleng, plastik dan sebagainya. (3). Margin penjualan barang bekas. Barang bekas adalah barang yang telah digunakan sebagai konsumsi. Untuk penjualan barang modal bekas, nilai yang dimasukkan ke
dalam penghitungan output adalah selisih nilai penjualan dengan nilai buku barang tersebut. Yang dimaksud dengan nilai buku adalah nilai barang tersebut setelah disusutkan. (4). Margin perdagangan dan biaya lainnya dalam pemindahan hak atas tanah, hak usaha, hak sewa, hak paten dan sebagainya (5). Bunga
yang
termasuk
dalam nilai penjualan secara
kredit. (6). Imputasi biaya atas pelayanan bank dan lembaga keuangan
lainnya. Imputasi
biaya
atas
pelayanan
(imputed service charge) bank dan lembaga keuangan lainnya adalah merupakan selisih bunga yang
diterima
dikurangi bunga yang dibayar. (7). Sewa
untuk
gedung,
peralatan
dan
barang-barang
lainnya. Imputasi sewa untuk bangunan tempat tinggal milik sendiri termasuk di dalam perincian ini.
Sewa
tanah pertanian dan tanah untuk penggunaan lainnya tidak termasuk dalam perincian ini tetapi dipisah sebagai bagian
dari
pendapatan
atas
kepemilikan
(properti
income) memisahkan antara sewa tanah dengan sewa bangunan yang pembayarannya tergabung, ditentukan sewa yang mempunyai proporsi paling besar. (8). Barang dan jasa yang diproduksi untuk digunakan sendiri. Barang dan jasa yang diproduksi untuk digunakan sendiri meliputi
barang
dan
pembentukan modal.
jasa
untuk
konsumsi
dan
2.3.8.
Biaya Antara
Biaya antara terdiri dari barang tidak tahan lama dan jasa yang digunakan di dalam proses produksi. Barang tidak tahan lama adalah barang yang mempunyai perkiraan umur penggunaan kurang dari satu tahun. Kenyataannya muncul masalah dalam membedakan
biaya
antara
dengan
balas
jasa
pegawai,
pengeluaran konsumsi rumahtangga dan pembentukan modal tetap bruto. Contohnya, suatu perusahaan mencatat barang dan jasa yang diberikan kepada pegawai
sebagai biaya antara, seharusnya
pengeluaran ini dimasukkan ke dalam balas jasa pegawai. Pengeluaran pegawai untuk barang dan jasa sebagai suatu kewajiban berdasarkan perjanjian kerja, diperlakukan sebagai biaya antara. Contohnya, pembelian peralatan kerja buruh-buruh tambang seperti lampu dan bahan peledak atau peralatan kerja buruh tani atas dasar suatu kontrak.
2.3.9.
Nilai Tambah
Nilai tambah bruto merupakan produk dari proses produksi yang terdiri dari komponen : (a). Upah dan gaji (b). Penyusutan barang modal tetap, (c). Pajak tidak langsung neto. (d). Surplus
Jika penyusutan dikeluarkan dari nilai tambah bruto maka diperoleh nilai tambah neto. Nilai tambah bruto merupakan output dikurangi dengan biaya antara.
2.4.
Asumsi dan Keterbatasan Dalam suatu model input output yang bersifat terbuka dan
statis, transaksi-transaksi yang digunakan dalam penyusunan tabel IO harus memenuhi tiga asumsi dasar, yaitu : a. Asumsi homogenitas, yang mensyaratkan bahwa tiap sektor memproduksi suatu output tunggal dengan struktur input tunggal dan bahwa tidak ada substitusi otomatis antara berbagai sektor. b. Asumsi proporsionalitas, yang mensyarakan bahwa dalam proses produksi, hubungan antara input dnegan output merupakan fungsi linier yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik atau turun sebanding dengan kenaikan atau penurunan output sektor tersebut. c. Asumsi adivitas, yaitu asumsi yang menyebutkan bahwa efek total pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah. Ini berarti di luar sistem input output semua pengaruh dari luar diabaikan.
Dengan adanya asumsi-asumsi tersebut, tabel input output memiliki keterbatasan antara lain : karena rasio input-output tetap konstan
sepanjang
periode
analisis,
produsen
tidak
dapat
menyesuaikan perubahan-perubahan inputnya atau mengubah proses produksi. Hubungan yang tetap ini berarti menunjukkan bahwa apabila input suatu setor diduakalipatkan maka outputnya akan dua kali juga. Asumsi semacam ini menolak adanya pengaruh perubahan teknologi ataupaun produktivitas yang berarti perubahan kuantitas
dan harga input sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga output. Itulah sebabnya mengapa tabel input-output hanya dapat digunakan dalam perencanaan pembangunan tidak lebih dari 3-5 tahun karena dalam kurun waktu tersebut, telah banyak terjadi perubahan
dalam
proses
produksi.
Walaupun
mengandung
keterbatasan, model I-O tetap merupakan alat analisis ekonomi yang lengkap dan komprhensip.
2.5.
Jenis-jenis Tabel Transaksi
Tabel I-O terdiri dari 4 (empat) kuadran. Tiga kuadran pertama merupakan tabel dasar yang dalam sistem input output dikenal sebagai tabel transaksi. Dengan demikian, tabel transaksi adalah tabel yang menggambarkan besarnya nilai transaksi barang dan jasa antar sektor-sektr ekonomi. Tabel transaksi atau tabel dasar ini dapat digunakan untuk melakukan analisis deskriptif seperti analisis struktur perekonomian regional, nilai tambah sektoral, pola distribusi barang dan jasa, struktur konsumsi dan pembentukan modal tetap bruto, struktur ekspor dan impor dan sebagainya. Tabel transaksi yang biasa disajikan dalam tabel I-O terdiri atas transaksi atas dasar harga pembeli, transaksi atas dasar harga produsen, transaksti total dan transaksi domestik. Berikut ini adalah keterangan dari jenis tabel transaksi dalam tabel input output : 1. Tabel Transaksi Atas Dasar Harga Pembeli Tabel transaksi atas dasar harga pembeli adalah tabel transaksi yang menggambarkan nilai transaksi barang dan jasa antar sektor ekonomi yang dinyatakan atas dasar harga
pembeli. Artinya dalam tabel transaksi ini unsur margin perdagangan dan biaya pengangkutan masih tergabung dalam nilai input bagi sektor yang membelinya. Dalam penyusunan tabel I-O biasanya tabel transaksi yang pertama kali disusun adalah tabel transaksi atas dasar harga pembeli. 2. Tabel Transaksi Atas Dasar Harga Produsen Tabel transaksi atas dasar harga produsen adalah tabel transaksi yang menggambarkan nilai transaksi barang dan jasa antar sektor ekonomi yang dinyatakan atas dasar harga produsen. Artinya dalam tabel transaksi ini unsur margin perdagangan dan biaya pengangkutan telah dipisahkan sebagai input yang dibeli dari sektor perdagangan dan pengangkutan.
Dengan
mengeluarkan
unsur
margin
perdagangan dan biaya pengankutan dari tabel transaksi atas dasar harga pembeli diperoleh tabel transaksi atas dasar harga produsen. 3. Transaksi Total Tabel
transaksi
total
adalah
tabel
transaksi
yang
menggambarkan besarnya nilai transaksi barang dan jasa, baik yang berasal dari produksi dalam negeri maupun impor antar sektor ekonomi. Artinya dalam tabel transaksi ini nilai transaksi input antara (kuadran I) antar sektor ekonomi mencakup transaksi barang dan jasa produksi dalam negeri dan impor. Pada tabel transaksi ini tergambar informasi mengenai
nilai
impor
menurut
sektor
ekonomi
yang
ditujukan yang ditujukan vektor kolom di kuadran II (kuadran permintaan akhir). Penyajian tabel transaksi total pada dasarnya sama dengan penyajian tabel transaksi baik atas dasar harga pembeli maupun atas dasar harga produsen.
4. Transaksi Domestik Tabel transaksi domestik adalah tabel transaksi yang menggambarkan besarnya nilai transaksi barang dan jasa antar sektor ekonomi yang hanya berasal dari produksi dalam
negeri.
Tabel
transaksi
ini
diperoleh
dengan
memisahkan nilai transaksi barang dan jasa yang berasal dari impor baik transaksi antara maupun permintaan akhir dari tabel transaksi total. Jumlah impor masing-masing kolom disajikan sebagai vektor baris tersendiri. Data pada vektor baris ini sekaligus menunjukkan rincian barang dan jasa menurut sektor yang menggunakan barang dan jasa tersebut. Penyajian tabel I-O dengan memunculkan impor sebagai vektor baris disebut juga sebagai tabel I-O dengan perlakuan impor tidak bersaing (non-competitive import
model).
Bab III.
Klasifikasi Sektor dan Sumber Data Penyusunan klasifikasi sektor merupakan kerangka dasar dalam penyajian penyusunan Tabel I-O dan sangat berpengaruh dalam menentukan tahap-tahap kegiatan selanjutnya. Klasifikasi sektor bertujuan untuk mengelompokkan kegiatan ekonomi yang sangat beraneka ragam kedalam satuan-satuan produksi yang sedapat mungkin menghasilkan output yang homogen. Kriteria yang diperhatikan dalam mengelompokkan kegiatan ekonomi menjadi sektor-sektor adalah: 1. Satuan-satuan
kegiatan
ekonomi
dikelompokkan
menurut
kesamaan dalam susunan inputnya, sekalipun penggunaan outputnya dapat berbeda. Sebaliknya kegiatan ekonomi yang menghasilkan output dengan penggunaan yang sama, tetapi susunan inputnya berlainan, maka kegiatan-kegiatan tersebut tidak
dapat
dikelompokkan
pengelompokan
ini
disebut
kedalam sebagai
satu
sektor.
Cara
Pengelompokan
Horizontal. 2. Satuan-satuan kegiatan ekonomi yang menghasilkan beberapa macam barang dan jasa, sekalipun jumlah output masingmasing jenis barang dan jasa dapat berubah-ubah dalam proporsi yang sama, dapat dikelompokkan dalam satu sektor. Hal ini terjadi pada kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan
menurut tahap-tahap yang berurutan dalam proses produksi, seperti
pembersihan
pertenunan,
kapas,
pencelupan
dan
pembuatan pencetakan
benang tekstil.
tenun, Cara
pengelompokan ini disebut Pengelompokan Vertikal. Dalam rangka pengelompokan satuan kegiatan ekonomi dalam
Tabel I-O, klasifikasi lapangan usaha yang tersusun
berdasarkan ISIC (International Standard of Industrial Classification
for All Economic Activities) telah dimanfaatkan dalam menyusun klasifikasi sektor untuk Tabel I-O Jawa Barat. Klasifikasi tersebut juga dimanfaatkan untuk mengadakan identifikasi jenis barang dan jasa yang merupakan produk utama (characteristic product) dari sektor-sektor. Tabel I-O Kota Bekasi 2000, sebagian besar menggunakan dua konsep satuan ekonomi, yaitu atas dasar satuan kelompok komoditi dan atas dasar satuan aktivitas. Oleh karena itu pengukuran output sektoral yang didasarkan pada satuan aktivitas, sebenarnya terdiri dari satu atau sekelompok komoditi atau aktivitas jenis. Untuk sektor pertanian dan pertambangan, karena pangkal tolak penyusunan klasifikasi lapangan usaha terutama didasarkan pada konsep satuan kelompok komoditi, maka dalam garis besarnya susunan klasifikasi sektor tersebut adalah identik dengan klasifikasi komoditi. Untuk sektor-sektor industri pengolahan, pemilihan mengenai jenis barang yang dicakup dalam suatu sektor bersumber pada laporan statistik perusahaan-perusahaan industri, yang mengelompokkan berdasarkan atas konsep satuan aktivitas. Untuk sektor-sektor lainnya, kecuali sektor pemerintahan, dasar pengelompokkan komoditi yang digunakan sesuai dengan kegiatan sektor yang bersangkutan seperti pada sektor-sektor
bangunan, perdagangan, pengangkutan dan sebagainya. Sektor pemerintahan dasarnya adalah konsep
satuan kelembagaan.
Untuk barang-barang ekspor dan impor sekalipun klasifikasi yang tersedia disusun untuk keperluan penyusunan Tabel I-O akan digunakan konversi Harmonise System dengan HS/I-O, sebagai jembatannya. Klasifikasi
sektor
tidak
saja
mempermudah
proses
penyusunan Tabel I-O, tetapi juga berguna untuk tujuan-tujuan analisis, sebab dampak suatu sektor terhadap perkembangan ekonomi regional atau sebaliknya, tidak akan dapat diketahui kalau sektor tersebut tidak berdiri sendiri dalam klasifikasinya. Di samping itu, melalui klasifikasi sektor dapat dipelajari jenis-jenis barang, skala prioritas, peranannya, teknologi pembuatan dan kegunaannya.
Bahkan
klasifikasi
yang
lebih
rinci
akan
memungkinkan pengenalan anatomi fisik yang lebih mendalam. Konversi dari suatu sistem ke sistem yang lainnya, kebanyakan juga menggunakan klasifikasi. Dalam Tabel I-O Kota Bekasi 2009, beberapa kriteria dasar penyusunan klasifikasi sektor, yaitu lengkap, jelas dan tanggap. Lengkap; artinya dapat mencakup seluruh komoditi/kegiatan yang ada di Kota Bekasi, baik yang menyangkut produksi regional maupun impor dari luar regional. Jelas artinya; tidak ada penafsiran ganda ataupun keraguan terhadap ruang lingkup dan cakupan komoditi pada masing-masing sektor. Tanggap maksudnya; dapat dijadikan alat yang komprehensip bagi para perencana/ pembuat keputusan, khususnya untuk komoditi-komoditi yang dianggap kunci/unggulan di Jawa Barat.
3.1
Pertanian, Peternakan, Kehu-tanan dan Perikanan Kegiatan pertanian, peternakan, perikanan terdiri dari sektor 01 sampai dengan sektor 04. Untuk lebih rinci, ruang lingkup dan sumber datanya diuraikan sebagai berikut;
3.1.1 Ruang Lingkup dan Definisi Kegiatan yang dilakukan di sektor-sektor ini meliputi pengolahan lahan untuk bercocok tanam, memelihara ternak dan
unggas,
pemotongan
hewan,
penebangan
kayu,
pengambilan hasil hutan lainnya, perburuan serta usaha memelihara dan menangkap berbagai jenis ikan. Termasuk pula dalam sektor ini secara
sederhana,
kegiatan pengolahan yang dilakukan
yang
masih
menggunakan
peralatan-
peralatan tradisional. Komoditi-komoditi
yang
dihasilkan
dari
usaha-usaha
becocok tanam baik yang diusahakan oleh rakyat maupun oleh perkebunan besar antara lain: padi, jagung, ketela pohon, umbi-umbian lainnya, kacang tanah, kedelei, kacang-kacangan, sayur-sayuran, buah-buahan, karet, tebu, kelapa, kopi, dan rempah-rempah. Hasil-hasil dari usaha peternakan antara lain: anak dan pertambahan berat ternak yang dipelihara seperti sapi, kerbau, babi, kuda, kambing, domba, dan hasil-hasil peternakan seperti telur, susu, bulu dan kotoran hewan. Hasilhasil dari kehutanan antara lain: semua jenis kayu tebangan, tanaman hasil penghijauan dan hasil hutan lainnya seperti damar, rotan dan kemuju, termasuk juga kayu/bambu dari kebun. Hasil dari perburuan seperti: daging, kulit dan sebagainya. Hasil-hasil dari perikanan berupa semua jenis ikan
yang ditangkap di laut, sawah, kolam, keramba, tambak dan tempat-tempat perairan umum lainnya. Khusus untuk kegiatan pengolahan sederhana meliputi penumbukan padi, pembuatan gaplek, dan sagu, kopra, minyak nabati rakyat, gula merah, pengupasan dan pembersihan kopi, pengirisan tembakau serta penggaraman dan pengeringan ikan. Tidak
termasuk
dalam
kegiatan
sektor
pertanian,
melainkan masuk dalam sektor industri.
3.1.2 Sumber Data dan Metode Estimasi Data produksi padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah dan kedelei diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Bekasi yang berkerja sama dengan Dinas Perekonomian Rakyat Kota Bekasi. Data sayur-sayuran dan buah-buahan diperoleh dari Dinas Perekonomian Rakyat Kota Bekasi. Data produksi beras tumbuk dihitung berdasarkan persentase yang diperoleh dari survei susut pasca panen padi. Survei tersebut selain mengumpulkan data susut padi/gabah sesudah panenan, termasuk juga data penumbukan padi. Tanaman
perkebunan
dibedakan
atas
tanaman
perkebunan besar dan tanaman perkebunan rakyat. Data produksi tanaman perkebunan besar dan perkebunan rakyat diperoleh dari Dinas Perekonomian Rakyat Kota Bekasi. Produksi peternakan menurut konsep adalah pertambahan hewan
dan
hasil-hasil
peternakan.
Pertambahan
hewan
meliputi anak dan pembesarannya yang diasumsikan sama dengan pemotongan, ditambah selisih populasi (akhir tahun– awal tahun) dan ekspor neto hewan hidup. Data pemotongan
populasi dan keluar masuk hewan diperoleh dari Dinas Perekonomian Rakyat Kota Bekasi, termasuk juga hasil-hasil peternakan berupa telur dan susu murni. Data harga yang digunakan untuk menilai produksi pertanian diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Bekasi. Jenis data tersebut antara lain harga perdagangan besar, harga eceran, harga produsen, harga ekspor impor. Yang diperlukan untuk menilai produksi adalah harga produsen, yaitu tingkat harga yang tidak termasuk margin perdagangan dan biaya pengangkutan. Dari survei khusus yang dilakukan BPS, diperoleh besarnya margin perdagangan, biaya transportasi termasuk persentase barang-barang yang diperdagangkan (marketed surplus). Dalam menghitung produksi kegiatan pertanian terdapat 3 jenis produksi; yaitu produksi utama, produksi ikutan dan sampingan. Produksi utama adalah hasil yang paling banyak dalam kuantitas, nilai atau terpenting dibandingkan dengan hasil lainnya. Produksi ikutan adalah hasil yang selalu terbentuk secara otomatis dengan produksi utama, sedangkan produksi sampingan adalah hasil-hasil selain produksi utama dan ikutan. Nilai produksi atau output merupakan perkalian kuantitas pada produksi dengan harga produsen. Nilai produksi ikutan dan sampingan merupakan bagian dari output suatu sektor dan pada umumnya dihitung berdasarkan persentase tertentu terhadap produksi utama. Sebagai contoh, gabah merupakan produksi utama dan merang produksi ikutannya. Nilai merang dihitung
berdasarkan
persentase
terhadap
nilai
gabah.
Persentase mengenai produksi ikutan dan sampingan diperoleh dari survei khusus.
Susunan input yang terdiri dari input antara dan input primer dihitung berdasarkan hasil berbagai survei, antara lain Survei Pertanian dan Survei Khusus Input-Output (SKIO).
3.2
Pertambangan dan Penggalian Kegiatan pertambangan dan penggalian di dalam Tabel I-O terdapat di sektor 5. Kota Bekasi sebenarnya tidak memiliki usaha pertambangan dan penggalian, namun sesuai prinsip Tabel I-O yang menganut perekonomian tertutup, maka sektor ini timbul karena input yang digunakan berasal dari sektor pertambangan dan penggalian.
3.2.1 Ruang Lingkup dan Definisi Pertambangan
dan
penggalian,
mencakup
seluruh
kegiatan usaha penambangan, penggalian dan penggaraman rakyat. Pada dasarnya kegiatan usaha sektor ini dimaksudkan untuk memperoleh segala macam barang tambang, mineral dan barang galian berbentuk padat, cair dan gas, baik yang terdapat dalam maupun di permukaan bumi. Sifat dan pengusahaan benda-benda tersebut adalah untuk menciptakan nilai guna dari barang tambang dan galian tersebut sehingga memungkinkan untuk dimanfaatkan, diproses lebih lanjut, dijual pada pihak lain, ataupun di ekspor ke luar negeri. Barang tambang yang diperoleh dari dalam bumi antara lain: batu bara, pasir besi, bijih; timah, nikel, tembaga, bauksit, mangan, emas, dan perak, minyak bumi, gas bumi, jodium, belerang dan posfor. Barang-barang galian antara lain; batu, pasir pasir, kapur, tanah liat, kaolin dan garam. Kegiatan ini tidak
mencakup usaha pengilangan gas bumi menjadi gas alam cair (Liquid Natural Gas, LNG), karena kegiatan pengolahan tersebut dimasukkan di sektor industri pengolahan. Untuk pengolahan lanjutan seperti pemecahan, peleburan dan pemurnian dari barang tambang dan galian, serta penelitian, penyiapan sarana pertambangan dan pemurnian air minum tidak dimasukkan dalam sektor ini.
3.2.2 Sumber Data dan Metode Estimasi Data
penggunaan
input
yang
berasal
dari
sektor
pertambangan dan penggalian berasal dari survey industry tahunan dan SKIO 2009. Data harga diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Bekasi yang melakkukan Survei Harga Konsumen dan Survei Harga Produsen.
3.3
Industri Pengolahan Kegiatan Industri Pengolahan meliputi sektor 6 sampai dengan 14. Klasifikasi industri pengolahan ini ditampilkan lebih rinci; agar dapat terlihat struktur input dan peranannya terhadap sektor lain di Kota Bekasi.
3.3.1 Ruang Lingkup dan Definisi Sektor
industri
pengolahan
meliputi
semua
kegiatan
produksi yang bertujuan meningkatkan mutu barang dan jasa. Proses produksi dapat dilakukan secara mekanis, kimiawi atupun
proses
lainnya
dengan
menggunakan
alat-alat
sederhana dan mesin-mesin. Proses tersebut dapat dilakukan oleh perusahaan industri, perusahaan pertanian, pertambangan atau perusahaan lainnya. Jasa-jasa yang sifatnya menunjang sektor
industri
seperti
jasa
maklon,
perbaikan
dan
pemeliharaan mesin-mesin, kapal, kereta api, dan pesawat terbang juga termasuk dalam sektor ini. Yang dimaksud dengan perbaikan disini adalah perbaikan barang modal yang dilakukan oleh perusahaan sendiri atau oleh pihak lain. Tetapi perbaikan mesin-mesin milik rumahtangga dan kendaraan bermotor tidak dicakup dalam sektor ini, melainkan dalam sektor jasa-jasa.
3.3.2 Sumber Data dan Metode Estimasi Data yang digunakan penyusunan
struktur
dalam penghitungan output dan
input
sektor
industri
pengolahan
didasarkan pada hasil Survei Tahunan Industri Besar/Sedang, dan
Survei
Industri
Kecil
dan
Kerajinan
Rumahtangga.
Penghitungan output dan penyusunan struktur input dibedakan atas industri besar/sedang di satu pihak; dan industri kecil dan kerajinan rumahtangga dipihak lain. Untuk komoditi yang mempunyai klasifikasi industri yang sama, baik output maupun inputnya dikelompokkan menjadi 1 sektor sesuai dengan klasifikasi I-O 2009 Kota Bekasi. Penyusunan output persektor industri besar dan sedang dilakukan dengan cara mengidentifikasikan jenis-jenis produksi yang
kemudian
dipindahkan
keluar
(transfer
out)
dan
dipindahkan kedalam (transfer in) sesuai sektor masingmasing.
Jika
suatu
industri
mempunyai
produksi
yang
karakteristiknya berbeda dengan industri itu, maka produksi
tersebut
dipindahkan
ke
industri
lain
yang
sama
karakteristiknya dengan produksi itu. Dengan demikian bagi industri yang outputnya dipindahkan, maka susunan inputnya pun harus dipindahkan mengikuti outputnya. Data output industri kecil dan kerajinan rumahtangga tahun 2009 diperoleh dari hasil estimasi berdasarkan Survei Khusus Input Output di Kota Bekasi
dan laporan dari Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kota Bekasi.
3.4
Listrik Gas dan Air Minum Kegiatan Listrik, Gas dan air Minum terdiri dari sektor 15 sampai dengan 16. Uraian lebih rinci mengenai kegiatannya adalah sebagai berikut;
3.4.1 Ruang Lingkup dan Metode Estimasi Sektor listrik meliputi kegiatan pembangkitan dan distribusi tenaga listrik baik yang diselenggarakan oleh PLN maupun non PLN. Termasuk pula tenaga listrik yang bersumber dari produksi
sampingan
pertambangan,
perusahaan-perusahaan
industri
dan
sektor
lain.,
perkebunan, kecuali
yang
dibangkitkan untuk digunakan oleh sektor itu sendiri. Yang dimaksud dengan produksi listrik adalah jumlah kwh tenaga listrik yang dibangkitkan dan meliputi tenaga listrik yang terjual, digunakan sendiri, dan susut dalam transmisi/distribusi. Sektor
air
minum
mencakup
kegiatan
pembersihan,
pemurnian dan proses kimiawi lainnya untuk menghasilkan air
bersih,
termasuk
penyalurannya
melalui
pipa
baik
ke
rumahtangga maupun ke sektor lain sebagai konsumen.
3.4.2 Sumber Data dan Metode Estimasi Data yang digunakan dalam perkiraan output dan susunan input diperoleh dari Survei Khusus Input Output (SKIO) dan survei tahunan yang meliputi listrik PLN, listrik non PLN, dan PDAM .
3.5
Bangunan Kegiatan sektor Bangunan/ Konstruksi adalah sektor 17. Ruang lingkup, metode estimasi dan sumber data diuraikan sebagai berikut;
3.5.1 Ruang Lingkup dan Metode Estimasi Sektor bangunan mencakup kegiatan konstruksi yang dilakukan baik oleh kontraktor umum, yaitu perusahaan yang melakukan pekerjaan konstruksi untuk pihak lain maupun kontraktor
khusus yaitu
unit
usaha dan
individu
yang
melakukan kegiatan pembangunan untuk dipakai sendiri seperti misalnya kantor pemerintah, kantor swasta, rumahtangga dan unit-unit perusahaan bukan perusahaan bangunan. Konstruksi mencakup kegiatan pembuatan, pembangunan, pemasangan dan perbaikan berat maupun ringan seperti bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, pekerjaan umum untuk pertanian, jalan, jembatan dan pelabuhan, bangunan dan instalasi listrik, gas, air minum dan komunikasi serta bangunan lainnya.
Bangunan tempat tinggal mencakup rumah dan gedung atau bangunan fisik lainnya yang digunakan untuk tempat tinggal oleh rumahtangga. Bangunan bukan tempat tinggal meliputi: hotel, sekolah, rumah sakit, pusat pertokoan, perkantoran dan pusat perdagangan, industri atau pabrik, gudang, bangunan tempat pemeliharaan hewan ternak dan unggas, tempat ibadah, gedung kesenian dan olahraga serta bangunan bukan tempat tinggal lainnya. Pekerjaan umum untuk pertanian meliputi pembuatan kolam pemeliharaan ikan, bagan/pencetakan tanah sawah, pembukaan hutan, irigasi dan sejenisnya. Pekerjaan umum untuk jalan, jembatan dan pelabuhan diantaranya mencakup pembuatan sarana jalan dan jembatan untuk angkutan jalan raya maupun kereta api, pelabuhan laut dan udara, dermaga, landasan pesawat terbang, tempat parkir, trotoar dan sejenisnya. Bangunan dan instalasi listrik, gas, air minum dan komunikasi diantaranya adalah instalasi transmisi dan distribusi listrik, gas, air minum dan jaringan komunikasi. Bangunan yang digolongkan bangunan lainnya beberapa diantaranya adalah taman kota, terowongan, waduk, banjir kanal, sanitasi, lapangan olahraga, dan tempat rekreasi serta bangunan sipil lainnya termasuk peningkatan mutu tanah melalui pengeringan. Konsep output sektor bangunan adalah nilai pekerjaan yang telah dilakukan selama tahun 2009, tanpa melihat apakah bangunan tersebut sudah selesai seluruhnya atau belum pada tahun tersebut. Nilai instalasi listrik, pengatur udara (AC) instalasi air dan barang-barang lain yang
telah dipasang
sebelum bangunan tersebut ditempati/digunakan, dicakup pula
di dalam output bangunan. Akan tetapi nilai tanah tempat berdiri bangunan tidak termasuk ke dalam nilai bangunan.
3.5.2 Sumber Data dan Metode Estimasi Perkiraan
output
sektor
bangunan
didasarkan
pada
pendekatan arus barang (Commodity Flow Approach) yaitu suatu metode pendugaan output berdasarkan input yang diperoleh dari sektor lain. Seperti diketahui bahwa input dapat dibedakan atas dua macam yaitu input antara dan primer yang jumlahnya sama dengan output. Input antara sektor ini berupa bahan bangunan maupun bukan bahan bangunan misalnya biaya pemasangan dan biaya administrasi atau bahan-bahan lainnya. Untuk pendugaan input antara, dapat dibedakan dua sumber yaitu untuk input yang di impor dan input dari produksi dalam negeri. Sumber data yang digunakan adalah Statistik Impor,
Statistik
Industri
Besar
dan
Sedang,
Statistik
Pertambangan dan Statistik Pertanian yang diperoleh dari BPS. Selanjutnya biaya administrasi, input primer dan distribusi jenis output bangunan didasarkan pada Survei Khusus Input-Output (SKIO) sektor konstruksi 2009 serta dari Tabel Input-Output Jawa Barat tahun 2003 Tabel Input-Output Indonesia 2005.
3.6
Perdagangan, Restoran, dan Perhotelan Kegiatan perdagangan, restoran dan perhotelan dalam klasifikasi
Tabel I-O Jawa Barat terdiri dari sektor 18
sampai dengan 20
3.6.1 Ruang Lingkup dan Definisi Kegiatan perdagangan meliputi pengumpulan barang dari produsen dan mendistribusikannya kepada konsumen tanpa merubah bentuk barang tersebut. Termasuk juga kegiatan pengumpulan barang dari pelabuhan impor dan dipasarkan kepada konsumen. Usaha perdagangan besar, pada umumnya melayani pedagang (besar dan kecil), perusahaan yang akan memproduksi barang serta konsumen bukan rumahtangga lainnya.
Perdagangan
eceran,
pada
umumnya
melayani
konsumen rumahtangga. Barang-barang yang diperdagangkan meliputi produksi dalam negeri maupun impor, kecuali barang tidak bergerak seperti tanah, sumber-sumber alam dan bangunan. kegiatan yang dilakukan oleh broker, makelar, komisioner, agen dan sejenisnya sepanjang masih bersifat perdagangan termasuk pula disini. Kegiatan restoran pada umumnya menyediakan makanan dan minuman jadi yang dapat dinikmati langsung ditempat penjualan; meliputi restoran, bar, warung makan, usaha-usaha jasa boga dan sejenisnya. Penyediaan makanan dan minuman yang bersifat menunjang usaha utama tidak dimasukkan sebagai kegiatan restoran, misalnya kegiatan penyediaan makanan dan minuman pada perhotelan, pada angkutan penumpang dengan kapal laut, dan pesawat udara. Kegiatan perhotelan meliputi usaha penyediaan akomodasi untuk umum berupa tempat penginapan untuk jangka waktu relatif singkat. Pengusahaan bungalow, villa, flat, dan tempat peristirahatan lainnya yang dimiliki oleh perusahaan atau
instansi untuk para anggota dan pegawainya, tidak termasuk dalam kegiatan ini.
3.6.2 Sumber Data dan Metode Estimasi Sumber
data
untuk
penyusunan
struktur
input
perdagangan adalah hasil Survei Khusus Input Output (SKIO) yang dilaksanakan di Kota Bekasi. Sedangkan sumber data perhotelan adalah dari Buku Statistik Tingkat Penghunian Kamar Hotel yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik. Data rata-rata
tarif
per
malam-kamar
dan
struktur
inputnya
diperoleh dari hasil SKIO 2009. Output perdagangan besar dan eceran masing-masing dihitung berdasarkan pendekatan arus barang (comodity flow
approach), yaitu dengan menjumlahkan margin perdagangan yang timbul dari seluruh barang yang diperdagangkan di dalam negeri. Barang-barang yang diperdagangkan berasal dari sektor pertanian, industri, pertambangan & penggalian dan yang berasal dari impor. Rasio margin perdagangan besar
dan
eceran, baik terhadap nilai produksi masing-masing sektor maupun terhadap nilai impor, diperoleh dari rasio margin Tabel I-O Indonesia 2005. Output restoran
dihitung berdasarkan
konsumsi rumahtangga diluar rumah yang diperoleh dari hasil Susenas 2009, sedangkan output perhotelan bersumber dari hasil perkalian antara jumlah malam kamar dengan rata-rata tarif per malam kamar. Struktur input perdagangan, restoran dan perhotelan, masing-masing diperoleh dari perkalian antara koefisien input dari SKIO dengan nilai outputnya.
3.7
Pengangkutan dan Komunikasi Kegiatan pengangkutan dan komunikasi meliputi kode baris dan kolom 21 sampai dengan 24. Secara rinci ruang lingkup dan definisi adalah sebagai berikut;
3.7.1 Ruang Lingkup dan Definisi Usaha ini meliputi kegiatan angkutan, jasa penunjang angkutan dan komunikasi. Kegiatan pengangkutan umumnya mengangkut barang dan penumpang dari satu tempat ke tempat lainnya atas dasar suatu pembayaran. Sektor-sektor ini terdiri dari angkutan kereta api; angkutan jalan raya untuk penumpang seperti bus, taksi, becak, dan dokar maupun angkutan barang seperti truk dan pedati; angkutan laut seperti pelayaran samudera, pelayaran nusantara, pelayaran lokal dan pelayaran rakyat; serta angkutan udara. Semua jenis angkutan tersebut
digunakan
untuk
mengangkut
penumpang
dan
barang. Jasa penunjang angkutan dan pergudangan umumnya bertujuan membantu dan memperlancar kegiatan angkutan, terdiri dari jasa-jasa terminal, pelabuhan bongkar muat, keagenan,
ekspedisi,
jalan
tol,
pergudangan
dan
jasa
pergudangan lainnya. Sewa menyewa alat-alat angkutan baik dengan atau tanpa pengemudi termasuk pula dalam kegiatan ini. Angkutan penyeberangan yang dioperasikan oleh Perumka dimasukkan dalam sektor angkutan air. Kegiatan komunikasi meliputi usaha jasa pos dan giro seperti kegiatan pengiriman surat, paket, wesel dan sebagainya, telegram dan sebagainya.
3.7.2 Sumber Data dan Metode Estimasi Data yang digunakan untuk penyusunan output dan input angkutan kereta api diperoleh dari ikhtisar laporan keuangan PT. Kereta Api Indonesia di Stasiun Bekasi dan Kranji
yang
berupa jumlah kilometer penumpang dan ton barang sebagai alokatornya. Output dan struktur input angkutan jalan raya disusun
dengan
menggunakan
data
statistik
kendaraan
bermotor dari Dinas Perhubungan Kota Bekasi dan hasil pengolahan SKIO. Data yang digunakan untuk penyusunan output dan struktur input komunikasi diperoleh dari laporan tahunan dan ihtisar rugi/laba PT Pos Indonesia dan PT Telkom. Output angkutan kereta api diperoleh dari penjumlahan pendapatan dari angkutan barang dan penumpang, bea stasiun dan pendapatan lainnya. Output angkutan jalan raya diperoleh dari perkalian antara jumlah kendaraan menurut jenisnya dengan masing-masing rata-rata output per kendaraan. Output jasa penunjang angkutan bersumber dari perkalian antara masing-masing indikator produksi seperti : jumlah kendaraan, kapal, pesawat yang dilayani dengan tarif atau rata-rata biaya yang dikeluarkan masing-masing angkutan. Sedangkan output jalan tol adalah total pendapatan dari karcis jalan tol dan jembatan tol. Struktur input untuk angkutan kereta api, angkutan udara dan komunikasi diolah dari data laporan tahunan masingmasing perusahaan. Angkutan jalan raya, angkutan laut serta jasa penunjang angkutan didasarkan atas koefisien input SKIO 2009 dan laporan tahunan perusahaan-perusahaan yang beroperasi dalam bidang yang bersangkutan.
3.8
Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Kegiatan bank dan lembaga keuangan lainnya meliputi sektor 25 sampai 29, sedangkan ruang lingkupnya diuraikan sebagai berikut;
3.8.1 Ruang Lingkup dan Definisi Kegiatan bank dan lembaga keuangan lainnya meliputi: 1. Usaha jasa perbankan dan moneter seperti bank sentral, bank umum, bank pembangunan, bank devisa, bank tabungan, dan Badan Perekreditan Rakyat (BPR) baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta. Kegiatan ini mencakup antara lain penerimaan dan pemberian pinjaman, penyertaan modal usaha pemberian jaminan bank, pembelian dan penjualan surat-surat berharga, jasa penyimpanan barang berharga dan sebagainya. 2. Usaha jasa keuangan lainnya seperti lumbung desa, koperasi simpan pinjam, pedagang valuta asing serta jasa pasar modal. 3. Usaha jasa asuransi, baik asuransi jiwa maupun asuransi bukan jiwa; termasuk asuransi sosial yang dikelola oleh Perum TASPEN, Perum ASABRI, Perum ASTEK, dan sejenisnya. 4. Usaha persewaan bangunan dan tanah, baik yang menyangkut bangunan tempat tinggal maupun bukan tempat tinggal seperti perkantoran, pertokoan serta usaha persewaan tanah persil. 5. Usaha jasa perusahaan seperti pengacara, notaris, akuntan, arsitektur, konsultan teknik, konsultan pajak, jasa pengadaan
tenaga kerja, pengolahan data, periklanan, pemetaan, riset, dan pemasaran,
sewa
menyewa
mesin
dan
peralatan
dan
sebagainya. Output dari jasa perbankan meliputi penerimaan provisi dan komisi, penerimaan neto transaksi devisa, pendapatan operasional lainnya, serta imputasi jasa pelayanan bank. Output dari pedagang valuta asing merupakan selisih antara penjualan dengan pembelian mata uang, sedangkan output asuransi merupakan selisih antara penerimaan premi dan klaim ditambah dengan pendapatan dari penyertaan modal usaha serta pendapatan lainnya. Output dari kegiatan-kegiatan lainnya pada umumnya merupakan nilai dari jasa yang diberikan pada pihak lain.
3.8.2 Sumber Data dan Metode Estimasi Data perbankan diperoleh dari Bank Indonesia, sedangkan data asuransi diperoleh dari Laporan Keuangan Perasuransian, Direktorat Keuangan Departemen Keuangan. Data untuk persewaan bangunan tempat tinggal diduga berdasarkan hasil SUSENAS 2009, sedangkan struktur inputnya dari SKIO. Data jasa perusahaan diperoleh dari direktori perusahaan
untuk
jumlah perusahaan serta SKIO 2009 untuk struktur inputnya. Output kegiatan lainnya di luar perbankan bersumber dari; a. Pegadaian diperoleh dari Laporan Tahunan Perum Pegadaian tahun 2009 (Dirjen Moneter Dalam Negeri, Departemen Keuangan); b. Lembaga Keuangan bukan Bank dari direktorat Lembaga Keuangan, Departemen Keuangan;
c. Output koperasi simpan pinjam didapat dengan mengalikan jumlah koperasi simpan pinjam dengan rata-rata output per koperasi , d. Output dari kegiatan asuransi merupakan rekapitulasi dari asuransi
jiwa,
asuransi
sosial,
dan
reasuransi.
Output
persewaan bangunan tempat tinggal diperoleh dari perkalian antara pengeluaran rumahtangga untuk sewa rumah, pajak dan biaya pemeliharaan rumah perkapita dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Output jasa perusahaan lainnya secara keseluruhan diperoleh dari perkalian antara jumlah perusahaan dengan rata-rata output perperusahaan. Struktur input untuk perbankan dan asuransi diperoleh dari pengolahan terhadap data yang berasal dari sumber masingmasing, sedangkan struktur input untuk kegiatan-kegiatan lainnya umumnya diperoleh dari SKIO 2009.
3.9
Jasa-jasa Kegiatan yang termasuk jasa-jasa meliputi sektor 30 sampai dengan sektor 40. Untuk lebih jelasnya sebagai berikut;
3.9.1 Ruang Lingkup dan Definisi Jasa-jasa tersebut meliputi kegiatan-kegiatan seperti di bawah ini: 1. Jasa pemerintahan umum dan pertahanan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah;
2. Jasa kemasyarakatan yang meliputi jasa pendidikan, kesehatan, palang merah, panti asuhan, panti wreda, rumah ibadat dan sebagainya; 3. Jasa hiburan dan rekreasi yang meliputi kegiatan produksi dan distribusi film, baik film komersial dan reproduksi film video, maupun film dokumenter untuk kepentingan pemerintah; jasa bioskop dan panggung hiburan, studio radio, perpustakaan, musium, kebun binatang, gedung olahraga, kolam renang, klab malam, taman hiburan, dan sebagainya. Studio televisi dan stasiun pemancar yang dikelola oleh TVRI dimasukkan ke dalam jasa pemerintahan umum dan pertahanan. 4. Jasa perbengkelan, yang meliputi bengkel kendaraan baik bermotor maupun tidak bermotor, reparasi TV, radio, lemari es, kamera, alat musik, barang-barang dari kulit dan sebagainya. 5. Jasa perorangan dan rumahtangga adalah jasa yang berkaitan erat dengan kepentingan perorangan dan rumahtangga seperti tukang cukur, tukang jahit, binatu, salon kecantikan, pembantu rumahtangga, pengasuh bayi dan sebagainya.
3.9.2 Sumber Data dan Metode Estimasi Data yang digunakan untuk penyusunan output dan struktur input kegiatan jasa, diperoleh dari beberapa sumber. Kegiatan
pemerintahan
dan
pertahanan
dari
Direktorat
Anggaran, Departemen Keuangan untuk pemerintah pusat serta daftar K I, K II dan K III yang disajikan oleh BPS untuk pemerintah daerah. Indikator produksi jasa kemasyarakatan, bersumber dari Susenas 2009, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta beberapa sumber
lainnya. Struktur input, sebagian besar didasarkan pada hasil SKIO 2009. Indikator produksi untuk jasa hiburan dan rekreasi dari statistik bioskop, Dinas Pariwisata, dan sumber lainnya, sedangkan struktur inputnya dari SKIO 2009. Indikator jasa produksi jasa perbengkelan, jasa perorangan dan rumahtangga didasarkan atas jumlah tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja dihitung
berdasarkan
pertumbuhan
tenaga kerja Sensus
Penduduk 1990 - SUPAS 1995. Struktur input sektor jasa perbengkelan, jasa perorangan dan rumahtangga disusun berdasarkan hasil SKIO 2009. Output kegiatan pemerintahan adalah semua belanja pusat dan daerah, baik
berasal dari belanja rutin maupun dari
belanja pembangunan serta penyusutan barang modal. Output jasa kemasyarakatan diperoleh dari perkalian antara masingmasing indikator produksinya seperti jumlah murid menurut tingkatan, jumlah anak yang diasuh, jumlah orang lanjut usia yang dirawat dengan masing-masing rata-rata outputnya. Output bioskop diperoleh dari perkalian antara jumlah tempat duduk dengan rata-rata output per tempat duduk. Output panggung kesenian didasarkan atas pembagian antara pajak tontonan yang diterima pemerintah dengan rasio pajak tontonan, kemudian dikurangi dengan output bioskop. Output jasa hiburan dan rekreasi lainnya pada umumnya di dasarkan atas perkalian antara jumlah perusahaan dan jumlah tenaga kerja masing-masing dengan rata-rata outputnya. Output untuk jasa perbengkelan serta jasa perorangan dan rumahtangga diperoleh dari perkalian antara masing-masing jumlah tenaga kerja dengan rata-rata output per tenaga kerja. Output jasa pembantu
rumahtangga,
pengasuh
bayi
dan
sejenisnya
diperoleh dari perkalian antara pengeluaran perkapita untuk pembantu rumahtangga dengan jumlah penduduk. Struktur input untuk kegiatan jasa-jasa pada umumnya didasarkan atas SKIO 2000 yang dilengkapi dengan beberapa data tambahan yang berasal dari sumber lainnya.
3.10 Tenaga Kerja
3.10.1
Ruang Lingkup dan Definisi Tenaga kerja yang dimaksudkan dalam Tabel I-O 2000
adalah jumlah tenaga kerja yang bekerja selama satu tahun (man-year) di masing-masing sektor, baik sebagai pekerja penuh (full-time) maupun pekerja sampingan. Jumlah tenaga kerja untuk seluruh kegiatan produksi mulai dari sektor 01 sampai dengan 40 sama dengan jumlah tenaga kerja, yaitu orang yang bekerja minimal satu jam selama seminggu yang lalu, termasuk juga pencari kerja yang sudah pernah bekerja.
3.10.2
Sumber Data dan Metode Estimasi Data yang digunakan dalam estimasi tenaga kerja pada
dasarnya terdiri dari data tenaga kerja menurut sektor dan lapangan usaha. Tenaga kerja menurut sektor diperoleh dari masing-masing sektor seperti yang telah dijelaskan pada uraian sektoral, sedangkan data jumlah tenaga kerja menurut lapangan usaha diperoleh dari Susenas 2009. Berdasarkan data-data diatas maka tenaga kerja masingmasing sektor disusun sebagai berikut.
1. Menghitung jumlah tenaga kerja pertengahan tahun 2009 berdasarkan Susenas 2009. 2. Mendistribusikan jumlah tenaga kerja ke masing-masing sektor dengan menggunakan alokator ekuivalen tenaga kerja, kecuali beberapa sektor yang mempunyai data jumlah tenaga kerja yang lengkap. Alokator ekuivalen tenaga kerja itu diperoleh dari nilai upah dan gaji dibagi dengan rata-rata upah dan gaji masing-masing sektor. 3. Menyusun jumlah tenaga kerja menurut klasifikasi 9 sektor.
3.11 Permintaan Akhir Permintaan akhir atau Final Demand terdiri dari komponenkomponen pengeluaran konsumsi; rumahtangga, pemerintah, lembaga
sosial
nonprofit,
pembentukan
modal
tetap,
perubahan stok dan ekspor.
3.11.1
Pengeluaran Konsumsi Ru-mahtangga
3.11.2.1Ruang Lingkup dan Definisi Yang dimaksud dengan konsumsi rumahtangga adalah pengeluaran konsumsi rumahtangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung (private non profit institutions) selama satu tahun. Pengeluaran tersebut meliputi konsumsi barang dan jasa, baik yang diperoleh dari pihak lain maupun yang dihasilkan sendiri, dikurangi nilai neto penjualan barang bekas dan barang sisa. Di samping itu, konsumsi rumahtangga
tersebut bukan hanya konsumsi yang dilakukan di dalam region Kota Bekasi, tetapi juga termasuk konsumsi yang dilakukan di luar region Kota Bekasi. Untuk menjaga konsistensi data perlu didefinisikan bahwa konsumsi yang dilakukan di luar region Kota Bekasi oleh penduduk Jawa Barat, dianggap sebagai konsumsi yang bersumber dari barang impor, sebaliknya konsumsi oleh penduduk luar di dalam region Kota Bekasi dianggap sebagai ekspor. Di samping itu, pembelian atau pembuatan rumah tempat tinggal yang
baru, tidak dimasukkan
sebagai konsumsi
rumahtangga melainkan dialokasikan ke pembentukan modal sektor usaha bangunan tanah (real estate). Sebaliknya rumah tinggal yang ditempati sendiri oleh pemiliknya, imputasi nilai rumahnya dihitung sebagai imputasi dari output sektor usaha bangunan dan tanah sedangkan nilai sewa rumah tersebut dimasukkan kedalam pengeluaran konsumsi rumahtangga untuk tempat tinggal. Bila rumahtangga melakukan perbaikan maka diperlakukan sebagai input antara dari sektor perbaikan sektor bangunan.
3.11.1.2
Sumber Data dan Metode Estimasi
Data dasar yang dipakai untuk mengestimasi konsumsi rumahtangga adalah hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2009 berupa konsumsi perkapita terhadap berbagai barang dan jasa. Untuk memperoleh total konsumsi digunakan jumlah penduduk tahun 2009 sebagai pengali. Harga eceran tersebut diperoleh dari BPS. Khusus untuk komoditi makanan, data Susenas yang digunakan untuk mengestimasi konsumsi
adalah jumlah kuantum sehingga untuk mendapatkan nilai konsumsi digunakan harga eceran. Penilaian barang dan jasa untuk konsumsi rumahtangga ini adalah berdasarkan harga pembelian oleh rumahtangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, yang nilainya sama dengan nilai harga eceran sektor perdagangan.
3.11.2
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
3.11.2.1
Ruang Lingkup dan Definisi
Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup pengeluaran pemerintah pusat dan daerah, termasuk semua pengeluaran untuk kepentingan angkatan bersenjata, kecuali yang sifatnya pembentukan modal. Total pengeluaran pemerintah meliputi belanja pegawai, belanja barang, belanja perjalanan dinas, biaya pemeliharaan dan perbaikan serta belanja rutin lainnya. Yang dimaksud dengan belanja pegawai disini meliputi seluruh pengeluaran untuk upah dan gaji baik berbentuk uang maupun barang. Termasuk juga disini belanja pensiun, uang lembur, honorarium, lauk pauk dan belanja pegawai lainnya. Yang dimaksud dengan belanja barang dan belanja rutin lainnya adalah semua pengeluaran untuk biaya kantor seperti pembelian alat-alat tulis, pembayaran listrik, telepon, air dan gas, serta bahan-bahan, alat-alat dan barang-barang lainnya. Termasuk juga disini biaya-biaya pemeliharaan gedung kantor, kendaraan, barang inventarisasi dan lain-lain.
3.11.2.2
Sumber Data dan Metode Estimasi
Pengeluaran rutin pemerintah pusat datanya bersumber dari Departemen Keuangan berupa realisasi belanja rutin Pemerintah Pusat yang diperinci menurut mata anggaran. Pengeluaran rutin Pemerintah Daerah dari pengolahan daftar isian keuangan pemerintah daerah yang dikumpulkan oleh BPS/KS setiap tahun.
3.11.3
Pembentukan Modal Tetap
3.11.3.1 Ruang Lingkup dan Definisi Pembentukan modal tetap meliputi pengadaan, pembuatan dan pembelian barang-barang modal baru, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri dan barang modal bekas dari luar
negeri.
Pembentukan
modal
tetap
mencakup
juga
perbaikan berat yang dilakukan terhadap barang-barang modal. Pembentukan modal tetap dapat dibedakan menurut bentuknya, yang terdiri dari:
1. Bangunan/konstruksi; 2. Mesin-mesin dan alat-alat perlengkapan : -
Yang bersumber dari impor;
-
Produksi dalam negeri;
3. Pengeluaran untuk pengembangan dan pembukaan tanah, pengembangan dan perluasan areal tanah, termasuk hutan dan daerah pertambangan serta penanaman dan peremajaan pohon tanaman keras; 4. Pembelian ternak yang khusus dipelihara untuk keperluan pembiakan,
untuk
memperoleh
susu,
bulu,
tenaga
dan
sebagainya, tetapi tidak termasuk ternak yang akan dipotong. 5. Margin perdagangan dan biaya lain yang berkenaan dengan pemindahan hak milik dalam transaksi jual beli tanah, sumber mineral, hak pengusahaan hutan, hak paten, hak cipta dan barang-barang modal bekas.
3.11.3.2
Sumber Data dan Metode Estimasi
Metode yang dipakai dalam perkiraan pembentukan modal tetap,
adalah
pendekatan
arus
barang,
yaitu
melalui
penyediaan barang-barang modal, baik yang berasal dari produksi dalam negeri maupun impor.
Nilai pembentukan modal berupa bangunan, diperoleh dari output sektor bangunan yang telah dihitung sebagai output sektor bangunan yang akan menjadi pembentukan modal. Datanya ini diperoleh dari sumber yang sama dengan yang digunakan sektor bangunan. Data pembentukan modal berupa mesin-mesin dan alat-alat perlengkapan bersumber pada Statistik Impor yang disajikan BPS, dan Statistik Industri Besar dan Sedang hasil dan Survei Tahunan Industri.
3.11.4
Perubahan Stok
3.11.4.1 Ruang Lingkup dan Definisi Yang dimaksud dengan peru-bahan stok adalah selisih antara nilai stok barang pada akhir tahun dengan nilai stok pada awal tahun, yang dapat dirinci sebagai berikut : 1. Perubahan stok barang jadi dan setengah jadi yang disimpan oleh produsen, termasuk perubahan jumlah ternak dan unggas, dan barang-barang strategis yang disimpan pemerintah; 2. Perubahan stok bahan mentah dan bahan baku yang belum digunakan oleh produsen; 3. Perubahan stok di sektor perdagangan, yang terdiri dari barangbarang dagangan yang belum terjual oleh pedagang besar dan pengecer.
3.11.4.2
Sumber Data dan Metode Estimasi
Data perubahan stok bersumber dari proses rekonsiliasi, yaitu suatu nilai selisih antara alokasi penggunaan (Demand) output dengan jumlah penyediaannya (Supply) oleh masingmasing sektor.
3.12 Ekspor dan Impor Dalam Tabel I-O Kota Bekasi 2009, transaksi ekspor dan impor meliputi barang dan jasa termasuk juga barang-barang yang diperdagangkan antar propinsi. Transaksi ekspor (freight
on board /fob) dinyatakan dalam sektor ekspor barang dan dengan kode sektor 305, dan
transaksi
impor (cif) dengan
kode sektor 409. Secara rinci sumber data metode estimasi diuraikan sebagai berikut;
3.12.1
Sumber Data dan Metode Estimasi
Untuk memperkirakan nilai ekspor dan impor barang dan jasa digunakan beberapa jenis data yang diperoleh dari buku Statistik Perdagangan Luar Negeri terbitan BPS, Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia publikasi BI, Buku Tahunan Statistik
Pertambangan
Indonesia
publikasi
Departemen
pertambangan dan Energi, Statistik Bongkar Muat dan dari sumber data lainnya. Metode estimasinya akan dijelaskan seperti dibawah ini.
3.12.2 Ekspor Barang Perkiraan nilai ekspor barang menggunakan data statistik perdagangan luar negeri BPS. Nilai ekspor barang yang tersedia adalah nilai nilai ekspor barang yang diolah dengan metode “carry over”. Untuk kebutuhan penyusunan Tabel I-O Kota Bekasi 2009, nilai ekspor barang yang perlu disesuaikan
diolah dengan metode carry over
(adjust) untuk memperoleh nilai ekspor
barang yang aktual, yaitu nilai ekspor barang yang terjadi pada tahun 2009. Nilai ekspor barang dengan menurut kode HS
(Harmonise System) direklasifikasi sesuai dengan klasifikasi Tabel I-O Kota Bekasi 2009. Data pendukung juga digunakan dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Bekasi.
3.12.3 Ekspor Jasa Nilai ekspor jasa diperkirakan dengan menggunakan data dari buku Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia publikasi BI. Nilai ekspor jasa tidak tersedia secara terpisah, tetapi masih tergabung dengan nilai impor jasa. Untuk memperkirakan nilai ekspor jasa, berbagai keterangan dikumpulkan dari BI, diantaranya
bahwa
komponen
ekspor
jasa
meliputi
penggunaan fasilitas jasa yang disediakan oleh penduduk Indonesia yaitu jasa perjalanan dan periwisata, jasa asuransi pada komunikasi, jasa perusahaan, serta jasa-jasa lainnya.
3.12.4 Impor Barang Perkiraan nilai impor barang menggunakan data Statistik Perdagangan Luar Negeri yang diolah oleh BPS dengan metode
carry over seperti halnya ekspor barang. Penyesuaian dari hasil pengolahan carry over perlu disesuaikan untuk memperoleh nilai impor barang aktual, yaitu nilai impor barang yang terjadi selama tahun 2009. Nilai impor barang direklasifikasikan dari
Harmonise System (HS) ke klasifikasi I-O tahun 2009.
3.12.5 Impor Jasa Nilai impor jasa diperkirakan dengan menggunakan dari data dengan ekspor jasa, yaitu Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Pendekatan dan metode penghitungan, sama seperti yang dipakai pada ekspor jasa.
3.13. Margin Perdagangan dan Biaya Transportasi Margin perdagangan dan biaya transportasi adalah selisih antara nilai transaksi pada tingkat harga konsumen atau pembeli dengan tingkat harga produsen. Oleh kerena itu, selisih nilai transaksi tersebut mencakup: 1. Keuntungan pedagang, baik pedagang besar maupun pedagang eceran; 2. Biaya tranportasi dalam menyalurkan barang dari produsen ke tangan pembeli akhir. Pengertian
dan
perlakuan
margin
perdagangan
dan
biaya
transportasi akan lebih mudah dijelaskan dengan menggunakan ilustrasi sebagai berikut: a. Tabel Transaksi Atas Dasar Harga Pembeli
1 2 3 4 5
1
2
3
4
5
F
T
X
1
10
80
5
5
0
145
45
200
2
20
50
10
5
15
275
75
300
3
5
35
5
10
5
40
0
100
4
0
0
0
0
0
0
-100
100
5
5
15
5
5
5
15
-20
70
B
40
180
25
25
25
475
0
770
V
160
120
75
75
45
X
200
300
100
100
70
= = = = =
sektor pertanian sektor industry sektor jasa sektor perdagangan sektor angkutan
B= V= X= F= T=
Total input antara Nilai tambah Output permintaan akhir margin perdagangan dan biaya tranportasi
b. Matriks Margin Perdagangan dan Biaya Transportasi
1
2
3
4
5
F
T
1
2
14
1
2
0
26
45
2
3
8
2
1
3
58
75
3
0
0
0
0
0
0
0
4
-14
-17
-2
-2
-2
-73
-100
5
-1
-5
-1
-1
-1
-11
-20
0
0
0
0
0
0
0
c. Tabel Transaksi Atas Dasar Harga Produsen
1
2
3
4
5
F
T
X
1
8
66
4
3
0
119
0
200
2
17
42
8
4
15
217
0
300
3
5
35
5
10
5
40
0
100
4
4
17
2
2
0
73
0
100
5
6
20
6
6
5
26
0
70
B
40
180
25
25
25
475
0
770
V
160
120
75
75
45
X
200
300
100
100
70
Pada tabel transaksi atas dasar harga pembeli, transaksi yang terjadi pada permintaan antara maupun permintaan akhir, dinilai atas dasar harga pembeli yang berarti di dalamnya sudah termasuk margin perdagangan dan biaya tranportasi. Oleh karena itu dalam struktur input masing-masing sektor, tidak ada yang berasal dari sektor perdagangan dan sektor pengangkutan. Kalau ada hanya mencakup biaya angkutan
penumpang dan barang-barang pindahan (bukan barang dagangan). Selanjutnya, karena nilai transaksi sudah termasuk margin, maka total margin harus diletakkan pada kolom khusus (kolom T) dan diperhitungkan sebagai bagian dari supply bersama dengan output, agar tetap terjadi keseimbangan pada masingmasing baris. Sebaliknya pada tabel transaksi atas dasar harga produsen semua nilai transaksi tidak termasuk lagi margin perdagangan dan biaya transportasi. Tetapi karena total input antara masing-masing kolom harus tetap sama, maka nilai margin ini diperlukan sebagian sebagai input yang berasal dari sektor angkutan. Karena nilai transaksi tidak lagi termasuk margin,
maka
total
margin
di
sepanjang
kolom
T
penimbangnya juga harus nol. Dalam pengumpulan data harga maupun penyusunan struktur input sektor-sektor produksi, transaksi harga pembeli umumnya
lebih
mudah
diperoleh
dibandingkan
dengan
transaksi pada harga produsen. Oleh karena itu dalam praktek penyusunan Tabel I-O, tabel transaksi atas dasar harga pembeli disusun lebih awal, sedangkan tabel transaksi atas dasar harga produsen justru diturunkan dari tabel transaksi atas dasar harga pembeli dengan menggunakan matriks margin per-dagangan dan biaya transportasi. Perkiraan terhadap margin ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan arus barang (comodity flow approach), yaitu untuk setiap komoditi yang diperdagangkan diteliti besarnya rasio margin perdagangan besar, margin perdagangan eceran dan biaya transportasi terhadap harga produsennya.
Data harga yang digunakan untuk menyusun ketiga rasio ini adalah: a. Harga
Produsen,
Konsumen.
Data
Harga ini
Perdagangan
dikumpulkan
BPS
Besar
dan
Harga
bertujuan
untuk
penyusunan indeks harga; b. Satuan nilai barang (unit value), khususnya untuk barangbarang ekspor, impor dan produksi industri dalam negeri.
Bab IV.
Analisis Tabel I-O Kota Bekasi Ada dua analisis yang dapat diterapkan pada Tabel Input Output Kota Bekasi 2009, yaitu analisis deskriptif dan analisis dampak yang digunakan untuk melihat dampak kebutuhan dan penciptaan tenaga kerja. Analisis deskriptif sendiri terdiri dari analisis struktur penawaran dan permintaan, struktur output, struktur nilai tambah, dan struktur permintaan akhir.
4.1. Analisis Deskriptif 4.1.1. Struktur Penawaran dan Permintaan Pada periode tertentu, jumlah seluruh permintaan terhadap barang dan jasa di Kota Bekasi akan mencapai jumlah tertentu. Jumlah permintaan tersebut akan digunakan oleh sektor produksi dalam rangka kegiatan produksinya, yang disebut permintaan antara. Permintaan tersebut juga digunakan untuk memenuhi konsumsi akhir domestic (konsumsi yang dilakukan rumah tangga dalam region Kota Bekasi, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto dan perubahan stok). Selebihnya, digunakan untuk ekspor (baik luar negeri maupun antar Kota/Kab). Perekonomian
bisa
dilihat
dari
sisi
penawaran
dan
permintaan (demand and supply). Bila dilihat dari sisi penawaran,
barang dan jasa yang ditawarkan di suatu daerah bias berasala dari produksi domestik (produksi daerah tersebut), bias juga berasal dari produksi luar daerah tersebut atau bahkan dari luar negeri (impor). Berdasarkan pengamatan terhadap struktur pemintaan dan penawaran
pada
setiap
sektor,
dapat
dilihat
sektor
yang
merupakan produsen utama untuk suatu produk tertentu. Tabel
4.1
menggambarkan
struktur
permintaan
dan
permintaan menurut sektor ekonomi di Kota Bekasi Tahun 2009. Terlihat bahwa secara total, dari sisi penawaran, perekonomian Kota
Bekasi
hanya
mampu
menyediakan
16,41
kebutuhannya sedangkan sisanya sebesar 83,59
persen
persen harus
diimpor dari daerah atau negara lain. Sektor yang memiliki ketergantungan impor yang terbesar adalah sektor industri serta sektor listrik. Permintaan yang tinggi terjadi di sektor angkutan dan komunikasi, kemudian tertinggi kedua adalah sektor listrik, gas dan air. Sedangkan output terbesar tercipta di sektor angkutan dan komunikasi, diikuti oleh sektor industry.
Tabel 4.1 Struktur Permintaan dan Penawaran Menurut Sektor Ekonomi Kota Bekasi 2009
Sektor
JML
Jumlah Permintaan Antara
Permintaan akhir
Jumlah Permintaan
Impor
Jumlah Output
Jumlah Penyediaan
180
309
310
409
600
700
1
1,130,442.99 2.79%
5,852,415.80 1.47%
6,982,858.78 1.59%
6,392,859.59 1.74%
412,193.37 0.57%
6,805,052.96 1.55%
2
685,721.05 1.69%
46.48 0.00%
685,767.54 0.16%
667,210.29 0.18%
0.00%
667,210.29 0.15%
3
12,839,041.59 31.70%
333,028,030.51 83.66%
345,867,072.10 78.86%
314,991,535.06 85.92%
22,114,617.27 30.72%
337,106,152.33 76.86%
4
12,127,926.63 29.94%
5,567,896.93 1.40%
17,695,823.56 4.03%
15,242,080.81 4.16%
2,029,811.85 2.82%
17,271,892.66 3.94%
5
360,179.34 0.89%
1,023,959.18 0.26%
1,384,138.51 0.32%
437,206.04 0.12%
1,833,504.64 2.55%
2,270,710.68 0.52%
6
1,381,868.18 3.41%
27,527,649.78 6.92%
28,909,517.96 6.59%
3,260,532.15 0.89%
25,899,373.94 35.98%
29,159,906.10 6.65%
7
1,022,487.08 2.52%
11,212,490.23 2.82%
12,234,977.31 2.79%
6,948,518.01 1.90%
5,093,198.84 7.08%
12,041,716.85 2.75%
8
7,226,962.44 17.84%
2,828,775.48 0.71%
10,055,737.91 2.29%
6,382,748.03 1.74%
5,239,950.84 7.28%
11,622,698.86 2.65%
9
3,731,257.10 9.21%
11,023,596.94 2.77%
14,754,854.04 3.36%
12,266,783.50 3.35%
9,358,623.50 13.00%
21,625,407.00 4.93%
40,505,886.40
398,064,861.32
438,570,747.72
366,589,473.46
71,981,274.26
438,570,747.72
Selanjutnya permintaan akhir yang terjadi adalah 90,67 persen dari total permintaan dan sektor yang memiliki permintaan akhir terbesar adalah sektor industri (78,86%) dan sektor angkutan dan komunikasi. Deskripsi selanjutnya adalah deskripsi struktur nilai tambah dan permintaan akhir. Tabel menyajikan nilai struktur nilai tambah dan permintaan akhir menurut komponen pembentuknya.
Seperti yang tertera pada Tabel 4.2 , ternyata porsi yang diterima untuk upah dan gaji relatif rendah yaitu sebesar 26,76 persen dibandingkan surplus usaha yang 67,43 persen. Padahal upah dan gaji merupakan satu-satunya komponen nilai tambah yang bisa langsung diterima oleh pekerja sedangkan surplus usaha belum tentu dapat langsung dinikmati oleh masyarakat khususnya pekerja karena surplus usaha tersebut sebagian ada yang tersimpan atau ditanam di perusahaan dalam bentuk laba yang ditahan. Tabel 4.2 Struktur Nilai Tambah dan Permintaan Akhir Struktur Nilai Tambah 201 Upah dan Gaji 202 Surplus Usaha 203 Penyusutan 204 Pajak Tak Langsung Jumlah Permintaan Akhir Pengeluaran Konsumsi 301 Rumah Tangga Pengeluaran 302 Pemerintah Pembentukan Modal 303 Tetap Bruto 304 Perubahan Stok 305 Ekspor Jumlah
Nilai
Distribusi
8,421,531.84 21,225,292.87 1,134,023.03 694,541.90 31,475,389.65
26.76% 67.43% 3.60% 2.21% 100.00%
23,753,802.08
5.97%
1,600,704.33
0.40%
3,667,983.41
0.92%
1,900,659.79 367,141,711.71 398,064,861.32
0.48% 92.23% 100.00%
Berdasarkan struktur permintaan akhir, dapat disimpulkan bahwa Kota Bekasi merupakan Kota Pengekspor, karena 92,23 persen dari permintaan akhir berasal dari ekspor. Namun nilai
impor terhadap permintaan akhir juga sangat tinggi, yaitu sebesar 92,09 persen.
4.1.2. Struktur Output Output merupakan nilai produksi (baik barang ataupun jasa) yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi di suatu daerah. Oleh karena itu, dengan menelaah besarnya output yang diciptakan oleh masing-masing sektor, berarti akan diketahui pula sektor-sektor mana yang mampu memberikan sumbangan yang besar dalam membentuk output secara keseluruhan di daerah tersebut. Tabel 4.3 berikut menunjukkan sektor-sektor ekonomi yang memiliki output terbesar di Kota Bekasi tahun 2009. Tabel 4.3 Sepuluh Sektor Terbesar Menurut Peringkat Output Di Kota Bekasi Tahun 2009 Urutan (1) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kode Sektor (2) 18 7 31 22 6 27 13 8 15 9
Sektor
Output (3)
Perdagangan Ind. Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki Jasa Pendidikan Pemerintah Angkutan Jalan Raya Ind. Makanan dan Minuman Jasa Perusahaan Ind. Alat Angk. Mesin & Peralatannya Ind. Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya Listrik Ind. Kertas dan Barang Cetakan Lainnya JUMLAH
(4) 23,901,068.86 8,578,230.48 6,001,204.66 4,325,087.18 3,628,556.41 3,307,109.10 2,233,404.45 2,102,461.57 1,985,528.34 1,984,258.43 13,934,366.56 71,981,276.05
Distribusi (5) 33.20 11.92 8.34 6.01 5.04 4.59 3.10 2.92 2.76 2.76 19.36 100.00
Berdasarkan klasifikasi 40 sektor ekonomi di Kota Bekasi, terlihat bahwa lima sektor terbesar menurut peringkat outputnya berturut-turut
adalah
sebagaik
berikut,
sektor
perdagangan
mempunyai output sebesar 23.901.058,85 juta rupiah atau memberikan andil sebesar 33,20 persen dari seluruh output yang diciptakan di Kota Bekasi. Sektor industry tekstil barang kulit dan alas kaki memberikan output sebesar 8.578.230,48 juta atau memberikan kontribusi sebesar 11,92 persen terhadap seluruh output yang tercipta di Kota Bekasi. Sektor berikutnya adalah jasa pendidikan pemerintah, angkutan jalan raya dan industry makanan dan minuman. Sektor-sektor tersebut, bila dilihat dari segi outputnya bisa merupakan leading sektor di Kota Bekasi.
4.1.3. Struktur Nilai Tambah Bruto Nilai Tambah Bruto adalah balas jasa terhadap factor produksi yang tercipta karena adanya kegiatan produksi. Dalam Tabel I-O, nilai tambah ini dirinci menurut upah dan gaji, surplus usaha (sewa, bunga dan keuntungan), penyusutan dan pajak tak langsung neto. Besarnya nilai tambah di tiap-tiap sektor ditentukan oleh besarnya output (nilai produksi) yang dihasilkan dan jumlah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Oleh sebab itu, suatu sektor yang memiliki output yang besar belum tentu memiliki nilai tambah yang juga besar, karena masih tergantung pula pada seberapa besar biaya produksinya.. Tabel 4.4 memperlihatkan sepuluh sektor terbesar di Kota Bekasi menurut peringkat nilai tambah. Sektor perdagangan
merupakan sektor terbesar dalam penciptaan nilai tambah yaitu mencapai 8.387.342,39 juta rupiah atau mempunyai kontribusi sebesar 26,55 persen. Berikutnya adalah industry tekstil barang kulit dan alas kaki sebesar 14,54 persen, industry makanan dan minuman sebesar 6,89 persen, angkutan jalan raya (6,81%), industry alat angkutan mesin dan peralatannya (6,08&). Selebihnya memiliki kontribusi dibawah 5 persen. Tabel 4.4. Sepuluh Sektor Terbesar Menurut Peringkat Nilai Tambah Bruto Di Kota Bekasi Tahun 2009 Urutan (1) 1 2
Kode Sektor (2) 18 7
3 4 5
6 22 13
6
8
7 8 9 10
20 12 17 9
Sektor
NTB
(3) Perdagangan Ind. Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki Ind. Makanan dan Minuman Angkutan Jalan Raya Ind. Alat Angk. Mesin & Peralatannya Ind. Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya Restoran Ind. Logam Dasar Besi & Baja Bangunan Ind. Kertas dan Barang Cetakan Lainnya JUMLAH
(4) 8,387,342.39 4,575,352.03
(5) 26.65 14.54
2,168,347.87 2,143,294.93 1,915,273.23
6.89 6.81 6.08
1,310,411.24
4.16
1,215,493.13 1,200,365.99 1,146,303.07 1,066,838.45
3.86 3.81 3.64 3.39
6,346,367.32 31,475,389.65
Distribusi
20.16 100.00
4.1.4. Struktur Permintaan Akhir Barang dan jasa selain digunakan oleh sektor produksi dalam rangka proses produksi (memenuhi permintaan antara) juga digunakan untuk memenuhi permintaan oleh konsumen akhir, seperti untuk konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan
pembentukan
modal,
ekspor
serta
perubahan
stok.
Dalam
terminology I-O, penggunaan barang dan jasa untuk konsumen akhir
seperti
disebutkan
di
atas,
biasa
dikatakan
sebagai
permintaan akhir. Dalam tabel I-O suatu daerah, permntaan akhir dirinci menurut komponennya, yaitu konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, ekspor.
Dengan
demikian,
apabila
perubahan stok dan jumlah
masing-masing
komponen permintaan akhir tersebut dikurangi dengan jumlah impornya, maka akan sama dengan jumlah penggunaan akhir barang dan jasa yang berasal dari factor produksi domestic atau dalam statistic pendapatan regional biasa disebut PDRB menurut penggunaannya. Tabel 4.5. Komposisi Permintaan Akhir Menurut Komponennya di Kota Bekasi Tahun 2009 Kode
301 302 303 304 305 309 409
Nama Sektor
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Stok Ekspor Jumlah Permintaan Akhir Impor PDRB
Nilai
23,753,802.08 1,600,704.33 3,667,983.41 1,900,659.79 367,141,711.71 398,064,861.32 (366,589,473.46) 31,475,387.86
Distribusi terhadap Permintaan Akhir 5.97% 0.40% 0.92% 0.48% 92.23% 100.00% -92.09%
Distribusi Terhadap PDRB*) 75.47% 5.09% 11.65% 6.04% 1.75% (net ekspor)
Pada Tabel 4.5 disajikan struktur permintaan akhir menurut komponennya. Berdasarkan struktur permintaan akhirnya terhadap PDRB, terlihat bahwa konsumsi rumah tangga menghabiskan 75,47
persen dari seluruh nilai tambah yang diciptakan di Kota Bekasi. Hal ini sering disebut consumption driven, atau perekonomian yang dipicu dari konsumsi. Selanjutnya adalah pembentukan modal tetap bruto yang sering disamakan dengan investasi, menyumbang 11,65 persen dari pembentukan nilai tambah di Kota Bekasi. Berikutnya adalah perubahan stok (6,04%), pengeluaran pemerintah (5,09%) dan net ekspor (1,75%)
4.2. Analisis Dampak 4.2.1. Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan Untuk melihat seberapa jauh tingat keterkaitan antar sektor, dari table input output dapat diturunkan besaran forward linkage (hubungan ke depan) dan backward linkage (hubungan ke belakang). Forward linkage atau biasa juga disebut derajat kepekaan adalah hubungan dengan penjualan barang jadi, sedangkan backward linkage atau biasa juga disebut daya penyebaran adalah hubungan dengan bahan mentah atau bahan baku. Dari daya penyebaran dan derajat kepekaan ini diturunkan indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan. Sektor yang mempunyai indeks daya penyebaran yang lebih besar dari 1 berarti daya penyebarannya berada di atas rata-rata daya penyebaran keseluruhan, demikian pula dengan sektor yang mempunyai indeks derajat kepekaan yang lebih besar dari 1. Dari hasil perhitungan indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan atas dasar harga produsen pada perekonomian Kota Bekasi terlihat pada table berikut bahwa sektor listrik
mempunyai indeks derajat kepekaan
tertinggi, ini berarti sektor
listrik mempunyai indikasi bahwa sektor tersebut mempunyai keterkaitan ke depan atau daya dorong yang cukup kuat dibandingkan sektor lainnya. Sementara itu, Indeks Derajat Penyebaran tertinggi adalah jasa pendidikan pemerintah. Sektor jasa pendidikan pemerintah memiliki keterkaitan ke belakang yang cukup kuat dibanding sektor lainya, walaupu nilainya tidak mencapai 1. Tabel 4.6 Sepuluh Indeks Daya Penyebaran dan Indeks Derajat Kepekaan Kota Bekasi 2009 Atas Dasar Harga Produsen Indeks Derajat Kepekaan (Forward Linkage)
Urutan
Kode Sektor
1
15
Listrik
6.1129
31
Jasa Pendidikan Pemerintah
0.0010
2
8
Ind. Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya
3.0098
27
Jasa Perusahaan
0.0010
3
5
Pertambangan dan penggalian
1.9529
35
Hiburan dan Rekreasi
0.0010
4
29
Jasa Perusahaan
1.5736
33
0.0010
5
36
1.5450
39
6
10
1.4042
34
Jasa Pendidikan Swasta Perorangan dan Rumah Tangga Jasa Kesehatan Swasta
7
39
1.0634
37
Salon
0.0008
1.0011
21
Angkutan Rel
0.0008
0.9275 0.9198
18
Perdagangan
15
Listrik
0.0008 0.0008
Sektor
8
6
9
14
Jasa Reparasi Kendaraan Ind. Kimia, Karet, Plastik Perorangan dan Rumah Tangga Ind. Makanan dan Minuman Ind. Barang lainnya
10
28
Sewa Bangunan
Kode Sektor
Indeks Daya Penyebaran (Backward Linkage)
Sektor
Bila dihitung atas dasar harga produsen, sektor listrik merupakan sektor dengan Indeks derajat kepekaan tertinggi, sedangkan
sektor
jasa
penyebaran tertinggi.
perusahaan
memiliki
indeks
derajat
0.0009 0.0009
Tabel 4.7 Indeks Daya Penyebaran dan Indeks Derajat Kepekaan Kota Bekasi 2009 Atas Dasar Harga Pembeli
Urutan
1
Kode Sektor
2
15 8
3
10
4
5
5
29
6
6
7
39
8 9
14 9
10
37
Sektor
Listrik Ind. Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya Ind. Kimia, Karet, Plastik Pertambangan
Indeks Derajat Kepekaan (Forward Linkage) 7.11201 3.41341
Kode Sektor 27 35
Sektor
Indeks Daya Penyebaran (Backward Linkage) 0.001034 0.001021
1.73701
31
1.63231
39
Jasa Perusahaan
1.33319
33
Ind. Makanan dan Minuman Perorangan dan Rumah Tangga Ind. Barang lainnya Ind. Kertas dan Barang Cetakan Salon
1.12055
34
1.07747
37
Jasa Perusahaan Hiburan dan Rekreasi Jasa Pendidikan Pemerintah Perorangan dan Rumah Tangga Jasa Pendidikan Swasta Jasa Kesehatan Swasta Salon
1.00305 0.96297
21 18
Angkutan Rel Perdagangan
0.000810 0.000775
0.91376
15
Listrik
0.000770
Baik dihitung atas dasar harga pembeli maupun atas dasar harga produsen, sektor listrik memiliki indeks daya kepekaan tertinggi. Hubungan derajat kepekaan sektor listrik dengan sektor lainnya tergambar pada tabel 4.7 Sektor listrik, berhubungan langsung dengan sektor listrik itu sendiri, kemudian sektor hiburan dan rekreasi, jasa pendidikan swasta, jasa pendidikan pemerintah dan jasa perusahaan. Bila dilihat hubungan tersebut, terlihat bahwa sektor listrik sangat berpengaruh terhadap sektor jasa.
0.001002 0.000991 0.000970 0.000859 0.000837
Tabel 4.8 Sepuluh Sektor Terbesar Yang Dipengaruhi Oleh Sektor Listrik Berdasarkan Tabel I-O Kota Bekasi 2009 Urutan (1)
Kode Sektor
Sektor
Koefisien
(3)
(4)
(2) 1
15 Listrik
1.32
2
35 Hiburan dan Rekreasi
0.90
3
33 Jasa Pendidikan Swasta
0.84
4
31 Jasa Pendidikan Pemerintah
0.78
5
27 Jasa Perusahaan
0.75
6
34 Jasa Kesehatan Swasta
0.74
7
21 Angkutan Rel
0.67
8
19 Hotel
0.44
9
14 Ind. Barang lainnya
0.37
20 Restoran
0.34
10
4.2.2. Dampak Output Terhadap Permintaan Akhir Analisis
dampak
output
memperlihatkan
pembentukan
output sektoral yang dipengaruhi oleh permintaan akhir. Analisis ini memberikan gambaran perubahan tentang perubahan output yang akan terjadi pada setiap sektor. Dasar penghitungan yang digunakan untuk melihat dampak permintaan akhir adalah invers matriks Leontief (I-A)-1. Dengan mengalikan invers matriks leotief dengan matriks koefisien output diperoleh tabel 4.9. Tabel 4.9 memperlihatkan pembentukan output sektoral yang dipengaruhi oleh permintaan akhir. Misalnya, konsumsi rumah
tangga (301) yang mempengaruhi pembentukan total output sektoral
adalah
sebesar
47.965.685
juta
rupiah.
Konsumsi
pemerintah (302) yang mempengaruhi pembentukan total output sektoral adalah 3.958.048 juta rupiah. Pembentukan Modal Tetap (303) yang mempengaruhi pembentukan total output sektoral adalah 7.800.492 juta rupiah. Sedangkan ekspor (304) yang mempengaruhi pembentukan total output sektoral adalah sebesar 3.819.385 juta rupiah dan impor (409) yang dipengaruhi oleh total output sektoral adalah sebesar 662.541.210 juta rupiah. Tabel 4.9 Dampak Output Terhadap Permintaan Akhir (Tabel I-O, 9x9) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
301 3,251,565 1,552,828 21,385,737 8,691,542 673,458 2,900,022 1,033,340 4,372,344 4,104,850 47,965,685
302 38,790 196,844 746,820 1,129,285 209,958 49,899 18,435 527,851 1,040,165 3,958,048
303 150,009 344,679 2,850,492 1,858,611 480,991 172,881 39,991 279,673 1,623,165 7,800,492
304 82,202 245,111 1,595,763 1,545,723 7,007 109,299 20,426 103,562 110,292 3,819,385
305 26,607,999 13,487,057 460,228,361 62,715,729 1,607,670 39,245,592 14,672,476 23,340,531 21,491,186 663,396,601
409 29,156,717 16,487,041 456,754,732 77,995,848 2,215,590 16,787,057 10,531,765 25,843,818 26,768,643 662,541,210
Jumlah 30,130,566 15,826,519 486,807,174 75,940,891 2,979,083 42,477,693 15,784,667 28,623,961 28,369,659 726,940,211
4.2.3. Dampak Nilai Tambah Terhadap Permintaan Akhir Analisis dampak nilai tambah bruto (NTB) memberikan petunjuk
mengenai
pembentukan
nilai
tambah
bruto
yang
dipengaruhi oleh perubahan permintaan akhir. Nilai Tambah Bruto (NTB) adalah input primer yang merupakan bagian dari input secara keseluruhan. Sesuai dengan asumsi dalam penyusunan tabel I-O, maka hubungan antara NTB dengan output bersifat linier. Artinya kenaikan dan penurunan
output akan diikuti secara proporsional oleh kenaikan dan penurunan NTB. Dasar penghitungan yang digunakan untuk melihat dampak permintaan akhir adalah invers matriks Leontief (I-A)-1. Dengan mengalikan invers matriks leotief dengan matriks koefisien nilai tambah diperoleh tabel 4.10. Berdasarkan tabel 4.10 dapat dilihat bahwa penciptaan NTB di sektor 1 yang dipengaruhi oleh konsumsi rumah tangga (301) adalah sebesar 2.143.925 juta, konsumsi pemerintah (302) 25.576 juta rupiah, dan seterusnya. Jumlah pada setiap kolom menunjukkan pengaruh dari masing-masing komponen permintaan akhir terhadap proses penciptaan NTB di masing-masing sektor perekonomian. Tabel 4.10. Nilai Tambah Bruto Yang Dipengaruhi Oleh Masing-masing Komponen Permintaan Akhir (Tabel I-O, 9x9) Sektor
301
302
303
304
305
409
Jumlah
1
2,143,925
25,576
98,909
54,200
17,544,030
19,224,531
19,866,640
2
-
-
-
-
-
-
-
3
13,054,132
455,869
1,739,977
974,075
280,929,378
278,809,029
297,153,430
4
2,923,756
379,881
625,220
519,967
21,097,000
26,237,093
25,545,824
5
421,044
131,265
300,714
4,380
1,005,112
1,385,182
1,862,516
6
1,079,496
18,574
64,353
40,685
14,608,672
6,248,768
15,811,780
7
542,997
9,687
21,014
10,733
7,710,062
5,534,210
8,294,493
8
1,001,085
120,856
64,034
23,711
5,344,013
5,917,162
6,553,699
9
1,034,539
262,151
409,084
27,797
5,416,389
6,746,458
7,149,959
JML
22,200,974
1,403,860
3,323,305
1,655,549
353,654,655
350,102,433
382,238,343
4.2.4. Dampak Tenaga Kerja Terhadap Permintaan Akhir Seperti halnya dengan tabel-tabel analisis yang telah dibahas, dasar penghitungan yang digunakan untuk melihat dampak permintaan akhir adalah invers matriks Leontief (I-A)-1.
Tabel 4.11. Kebutuhan Tenaga Kerja Yang Dipengaruhi Masing-masing Komponen Permintaan Akhir (Tabel I-O, 9x9) Sektor
301
302
303
304
305
409
1
249,943
2,982
11,531
6,319
2,045,317
2,241,233
2
159,757
20,252
35,461
25,217
1,387,567
1,696,210
3
486,999
17,007
64,912
36,339
10,480,378
10,401,276
4
31,468
4,089
6,729
5,596
227,066
282,388
5
6,645
2,072
4,746
69
15,863
21,861
6
90,382
1,555
5,388
3,406
1,223,125
523,184
7
38,561
688
1,492
762
547,536
393,016
8
56,929
6,873
3,641
1,348
303,900
336,493
9
112,167
28,423
44,354
3,014
587,259
731,469
1,232,852
83,939
178,255
82,071
16,818,010
16,627,130
JML
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa penyerapan tenaga kerja yang dipengaruhi oleh konsumsi rumah tangga (301) adalah sebesar 1.232.852 orang yang terdiri dari tenaga kerja di sektor 1 (pertanian) adalah 249.943 orang, sektor 2 (pertambangan dan penggalian) adalah 159.757 orang, sektor 3 (industry) adalah 486.999 orang, sektor 4 (listrik gas dan air minum) adalah 31.468 orang, sektor 5 (bangunan) adalah 6.645 orang, sektor 6
(angkutan dan komunikasi) 90.382 orang, sektor 7 (perdagangan, hotel dan restoran) 38,561 orang, sektor 8 (bank, sewa bangunan, jasa perusahaan) 56.929 orang dan sektor 9 (jasa) 112.167 orang. Secara total, penyerapan tenaga kerja yang dipengaruhi oleh konsumsi rumah tangga adalah sebesar 1.232.852 orang.
Bab V.
Penutup Berdasarkan pengamatan terhadap struktur pemintaan dan penawaran
pada
setiap
sektor,
dapat
dilihat
sektor
yang
merupakan produsen utama untuk suatu produk tertentu. Secara total, dari sisi penawaran, perekonomian Kota Bekasi hanya
mampu
menyediakan
16,41
sedangkan sisanya sebesar 83,59
persen
kebutuhannya
persen harus diimpor dari
daerah atau negara lain. Sektor yang memiliki ketergantungan impor yang terbesar adalah sektor industri serta sektor listrik. Permintaan yang tinggi terjadi di sektor angkutan dan komunikasi, kemudian tertinggi kedua adalah sektor listrik, gas dan air. Sedangkan output terbesar tercipta di sektor angkutan dan komunikasi, diikuti oleh sektor industry. Sementara itu, porsi yang diterima untuk upah dan gaji relatif
rendah yaitu sebesar 26,76 persen dibandingkan surplus
usaha yang 67,43 persen. Berdasarkan klasifikasi 40 sektor ekonomi di Kota Bekasi, terlihat bahwa lima sektor terbesar menurut peringkat outputnya berturut-turut adalah sebagai berikut, sektor perdagangan, sektor industry tekstil barang kulit dan alas kaki sektor jasa pendidikan pemerintah, sektor angkutan jalan raya dan sektor industry makanan dan minuman.
Sektor perdagangan merupakan sektor terbesar dalam penciptaan nilai tambah yaitu mencapai 8.387.342,39 juta rupiah atau mempunyai kontribusi sebesar 26,55 persen. Berdasarkan struktur permintaan akhirnya terhadap PDRB, terlihat bahwa konsumsi rumah tangga menghabiskan 75,47 persen dari seluruh nilai tambah yang diciptakan di Kota Bekasi. Hal ini sering disebut consumption driven, atau perekonomian yang dipicu dari konsumsi. Selanjutnya, baik dihitung atas dasar harga pembeli maupun atas dasar harga produsen, sektor listrik memiliki indeks daya kepekaan tertinggi. Hubungan derajat kepekaan sektor listrik dengan sektor lainnya tergambar pada tabel 4.7 Sektor listrik, berhubungan langsung dengan sektor listrik itu sendiri, kemudian sektor hiburan dan rekreasi, jasa pendidikan swasta, jasa pendidikan pemerintah dan jasa perusahaan. Bila dilihat hubungan tersebut, terlihat bahwa sektor listrik sangat berpengaruh terhadap sektor jasa. Sementara itu, untuk menentukan leading sektor di Kota Bekasi agak menyulitkan, mengingat nilai derajat kepekaan setiap sektor tidak ada yang lebih dari 1.
Namun dapat diindikasikan
bahwa sektor listrik bisa menjadi leading sektor mengingat perekonomian Kota Bekasi yang bersifat driven consumption.