PSIKOLOGI KOMUNITAS
Kebanyakan pekerjaan intervensi terkait prevensi di paruh kedua abad 20 berutang desain, kesuksesan, dan penerimaan yang diperolehnya pada psikologi komunitas. Psikologi komunitas sendiri menggeluti aspek-aspek psikologi dari berbagai system sosial. Prevensi sudah lama menjadi jantung psikologi komunitas. Prevensi dimaksudkan untuk mengeliminasi kebutuhan akan pelayanan klinis dan bukan hanya menangani masalah setelah masalah itu berkembang. Tiga prinsip umum yang saling melengkapi berkonvergensi dan menentukan pengaruh psikologi komunitas pada psikologi klinis (Nietzel, Speltz, Mc Caule y, dan Bernstein, 1998). Psikologi klinis yang pertama kali diprakarsai sangat jauh dari pandangan bahwa perilaku semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor biologis dan faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu. Sebaliknya, psikologi komunitas menggunakan pendektan ekologis untuk memahami perkembangan dan pencegahan berbagai kesulitan psikologis. Pendekatan ini berarti mencari interaksi di antara berbagai karakteristik individual dan aspek-aspek ekonomi, kultural, sosial, dan fisik di lingkungan ketika berusaha memahami peran relatif dari berbagai faktor risiko dan protektif. Pendekatan ini memungkinkan adanya penelaahan tentang kecocokan antara orang itu dan lingkungannya, dan memungkinkan dilakukannya perluasan ke variable-variabel selain variable-variabel psikologis dalam merancang program prevensi dan intervensi. Prinsip umum yang kedua dari psikologi komunitas adalah ide bahwa kegiatan intervensi dan prevensi mestinya berlangsung di lingkungan tempat orang-orang tinggal, bekerja, dan bersekolah di masyarakat. Konsekuensinya, Konsekuensin ya, kegiata prevensi dan terapeutik sebaiknya diberikan di rumah, di sekolah, di tempat kerja, atau bahkan di media massa. Aspek psikologi komunitas membentuk fondasi untuk banyak upaya pencegahan di masa awal erkembangannya dulu. Tetapi seiring dengan perjalanan waktu, dalam perkembangan teknologi-teknologi prevensi baru, aspek ini telah ditinggalkan. Terakhir, prinsip pokok psikologi komunitas lain yang terkait adalah pendapat bahwa kegiatan intervensi dan prevensi kesehatan mental mestinya bukan hanya diarahkan pada perubahan berorietasi orang per pe r orang. Sebaliknya, kegiatan ke giatan itu mestinya bertujuan menciptakan m enciptakan perubahan sistem sosial. Pendekatan untuk menciptakan perubahan dan membebaskan penderitaan manusia 1
ini tidak mengabaikan kebutuhkan-kebutuhan individual dan tidak mengelakkan tugas memberikan pelayanan pada individu-individu. Sebaliknya, pendekatan pemberian bantuan ini melihat perubahan sistemis sebagai cara yang paling efisien dan paling lestari untuk membebaskan manusia dar berbagai macam kesulitan dan meningkatkan kemungkinan mereka untuk meraih sukses. KOMUNITAS
Kepedulian terhadap isu-isu komunitas telah ada sejak awal kemunculan psikologi. John Dewey berbicara tentang “Psychology and Social Practice” dalam pidato kepresidenan untuk APA pada 1899. Tetapi, baru pada akhir 1960-an psikologi mengembangkan interes yang jelas, dan speciality di bidang psikologi komunitas dan divisi khusus dibentuk di APA, dan jurnal-jurnal baru pun bermunculan. Apa yang Dimaksud Komunitas?
Ada banyak cara untuk mengkonseptualkan komunitas. Salah satunya adalah menekankan pada kepentingan dan perjuangan yang sama dan keamanan serta dukungan yang saling diberikan oleh anggota-anggotanya satu sama lain. Cara lainnya adaah dengan menekankan pada faktor-faktor sosial demografis, tempat yang sama dari sekelompok orang yang tinggal dan saling berinteraksi satu sama lain. Cara pengonseptualisasikan yang ketiga adalah dengan mengkaitkannya pada jaringan komunikasi di antara orang-orang, dimanapun mereka tinggal. Konseptualisasi yang keempat adalah menekankan pada struktur dan interaksi organisasional. Disini kami mendefinisikan komunitas sebagai tempat yang diakui memiliki identitas terpisah oleh orangorang yang ada di dalamnya dan yang ada di dekatnya, yang memiliki berbagai pelayanan dan persediaan yag komperhensif untuk melayani sebagian besar kebutuhan dasar manusia, dan terdiri atas kelompok-kelompok dan organisasi-organisasi yang terorganisasi secara longgar. Bagaimana seorang psikolog mempelajari sebuah komunitas? Psikologi mempunyai cara-cara untuk mengobservasi, mengases, dan mengevaluasi berbagai kebutuhan dan masalah manusia di wilayah tertentu. Sebagai contoh, salah seorang penulis buku ini dan beberapa rekan sejawatnya mengembangkan pendekatan awal ke pemahaman tentang komunitas pedesaan, termasuk menggunakan checklist dan rating scales (Nettekoven dan Sundberg, 1985).
2
Pendekatan ini didasarkan pada sebuah “windshield survey” yang dilaksanakan dengan menjelajahi berbagai wilayah komunitas itu, melihat karakteristik fisik yang merefleksikan atau mempengaruhi perilaku, dan kemudian melakukan observasi di berbagai setting interaksi komunitas, wawancara dengan para informan, dan mencari informasi dari visitor centers, surat kabar, dan catatan perpustakaan. Melalui tinjauan yang luas terhadap komunitas itu, psikolog selanjutnya bisa bekerja dengan lembaga-lembaga atau program-program terkait. Berbagai Subsistem Komunitas
Di komunitas-komunitas Amerika, ada banyak jenis organisasi (atau subsistem, kalau kita melihat komunitas sebagai sebuah sistem) human care. Apa sajakah itu?, misalnya Community Clock , yang menunjukkan banyaknya lembaga dan pelayanan yang sesuai dengan tahap-tahap kehidupan. Ketika orang-orang melalui periode-periode perkembangan atau krisis-krisis kehidupan yang dapat diprediksi, maka hubungan-hubungan baru dengan berbagai komponen komunitas terbangun dan hubungan-hubungan lama ditinggalkan. Kiasifikasi lain dari lembagalembaga pemberi bantuan komunitas adalah official services (pelayanan resmi, misalnya: pelayanan perlindungan anak rumah sakit mental pemerintah), nongovernmental organizations (NGO) (organisasi nonpemerintah, yang di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan lembaga swadaya masyara-kat [LSM], misalnya: lembaga-lembaga swasta, sesbagian berupa lembaga berorientasi laba dan sebagian lainnya lembaga nirlaba), dan pelayanan -pelayanan alternatif yang lebih informal atau alamiah. Gottlieb dan Schroter (1978) mengklasifikasikan yang terakhir ini menjadi self-help-group (kelompok-kelompok swadaya masyarakat), seperti Alcoholics Anonymous, community caregivers seperti para profesional kesehatan nonmental (misalnya, guru dan pendeta), dan social intimates (seperti sahabat atau anggota keluarga). Menertibkan komunitas pemberi-bantuan dan praktisi pribadi yang begitu kompleks telah menjadi tugas utama para pekerja kesehatan dan kesehatan mental. Psikolog yang menangani sistem-sistem komunitas, khususnya entitas-entitas resmi, memiliki masalah yang sama. Ada beberapa level pemerintahan yang terlibat, masing-masing dengan mandat, tujuan, dan insentif yang berbeda. Entitas-entitas administratif dan mandat-mandat legal saling bersilangan dan saling tumpang tindih. Berbagai subsistem pemberi bantuan sering kali dirancang tanpa tujuan yang jelas atau tidak jarang dirancang atas perintah federal yang nun jauh di sana, karena terdapat peluang pendanaan yang penting. Program-program sering bersaing satu sama lain atau 3
bersaing demi mendapatkan klien-klien yang diinginkan dan mencari-cari alasan untuk menghindari orang-orang yang tidak diinginkan karena ciri-ciri perilakunya atau karena kemiskinannya. Biasanya, proses-proses komunitas mencocokkan orang yang membutuhkan bantuan dengan sub-sistem pemberi bantuan yang tepat. Orang-orang dengan perilaku psikotik akut pada umumnya menjadi pasien-pasien psikiatrik. Mereka yang melakukan tindak kejahatan berat pada umumnya menjadi narapidana. Tetapi, di sejumlah kasus terjadi ambiguitas ketika perubahan demografik yang cepat melampaui kecepatan perubahan pola pelayanan. Sebagai contoh, remaja yang bermasalah atau menimbulkan masalah semakin banyak menjadi perhatian. Orang-orang muda ini menunjukkan elemen-elemen dari banyak klasifikasi, sehingga segala yang terjadi mungkin lebih bergantung pada subsistem di mana ia berada daripada kasusnya secara individual. Contoh Amos di Boks 15-5 memberikan sebagian gambaran tentang begitu kompleksnya interaksi antara isu-isu perilaku, mandat hukum, dan kejadian-kejadian yang terjadi secara kebetulan. Simak bagaimana perbedaan di antara desain-desain intervensi tersebut. Dalam kehidupan nyata di AS dan beberapa negara lainnya, sikap rasial dan status sosial-ekonomi dapat membatasi tindakan yang akan terjadi. Psikoterapi, atau bentuk penanganan lainnya, akan jauh lebih mungkin terjadi bila Amos adalah orangkulit putih, dari kelas menengah. Penahanan, probation, atau pengurungan, menjadi skenario yang lebih mungkin baginya bila ia orang Afri'ka-Amerika atau orang Latin, dan miskin. Bagian buruk dari rangkaian cerita ini adalah banyak di antaranya yang sesuai dengan kenyataannya. Bagian yang masih memberikan ruang adalah beberapa sistem sekarang menjadi lebih sensitif terhadap masalah-masalah semacam itu. Mereka juga semakin terfokus untuk lebih banyak saling bekerja sama. Mereka menyadari bahwa hasil yang positif, dan bukan proses yang lebih disukai, adalah yang harus menjadi tujuannya. Semakin banyak penggunaan data dan penekanan pada praktik-praktik terbaikakan menjanjikan hasil akhir yang lebih baik. Fungsi
Psikologi Komunitas dibahas sebagai “Kesehatan Masyarakat” dalam disiplin ilmu kedokteran dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Psikologi Komunitas juga merupakan subbagian dalam Psikologi Sosial, Sosiologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya.Tapi dalam hal ini Psikologi Komunitas akan diuraikan sebagai suatu kegiatan yang berkaitan dengan memberi bantuan kepada orang lain dalam hal gangguan emosional, penysuaian diri dan masalah-masalah psikologis lainnya. 4
Dalam pendekatan psikologi klinis, treatment diberikan kepada seseorang atau kelompok yang mengalami gangguan atau yang memiliki masalah dan klien menerima treatment tersebut. Kenyataannya seringkali sulit untuk memastikan siapa yang memerlukan terapi atau bantuan psikologis. Dilihat dari pandanan sosiokultual, lingkungan sosio kltural dan interaksinya dengan subjek atau sekelompok subjeklah penyebab munculnya gangguan jiwa, hal ini dikarenakan tuntutan sosial kepada subjek untuk mengikuti kondisi yang berlaku misalnya norma sosial, dan lainnya. Banyak perubahan-perubahan dalam tatanan masyarakat sekarang ini yang menyebabkan banyaknya muncul gejala-gejala sosial seperti kemiskinan, kekumuhan, polusi udara, pengungsian penduduk bahkan bencana alam sangat memungkinkan munculnya ancaman gangguan-gangguan psikologis terutama dalam hal gangguan emosional. Kondisi ini membutuhkan suatu pendekatan yang tidak menggunakan cara tradisional dari psikologi klinis, tetapi membutuhkan sutau pendekatan menyeluruh yakni pendekatan komunitas. Psikologi komunitas pada dasarnya terkait dengan hubungan antar sistem sosial, kesejahteraan dan kesehatan individu dalam kaitan dengan masyarakat. Psikologi komunitas didefinisikan sebagai sutau pendekatan kepada kesehatan mental yang menekankan pada peran daya lingkunan dalam menciptakan masalah atau mengurangi masalah. Psikologi komunitas berfokus pada arah permasalahan kesehatan mental dan sosial yang dikembangkan melalui intervensi juga riset dengan seting mencakup masyarakat dan komunitas pribadi. Tujuan
Area psikologi komunitas terbentuk pada membantu atau meningkatkan kemampuan individu yang powerless terhadap komunitas sosialnya misalnya kalangan minoritas, dan kemampuan individu untuk dapat mengambil kendali atas lingkungan dan kehidupan mereka.Hal ini sangat diperlukan
karena
pada
gilirannya,
akan
membantu
perkembangan
individu
dalam
mengembangkan psychological sense of community. Psikologi komunitas memiliki berbagai pendekatan kearah pe rubahan sistem sosial : 1. Mengenalkan pertumbuhan dan pengembangan individu dan mencegah munculnya suatu permasalahan kesehatan mental dan sosial.
5
2. Membuat suatu format intervensi yang sesuai dan cepat pada saat mana intervensi tersebut sangat diperlukan. 3. Memungkinkan mereka yang telah bermasalah untuk hidup dengan baik dan mendapat sokongan dar komnitasnya dan lebih baik lagi tingal pada tempat yang dapat menerima kondisinya dan dia akan mendapatkan dukungan Sebagai contoh, psikologi komunitas mungkin dapat memberi intervensi terhadap individu dengan cara : 1. Menciptakan dan mengevaluasi arah kebijakan dan program yang membantu masyarakat mengontrol tekanan ayang muncul dari aspek dan lingkungan organisatoris yang memunculkan permasalahan. 2. Menilai kebutuhan suatu masyarakat dan memberi arahan anggotanya bagaimana cara mengenali suatu masalah yang masih permulaan dan menghadapi permasalahan yang sudah muncul dan besar. 3. Belajar dan menerapkan jalan yang lebih efektif dan menyesuaikan dengan populasi untuk hidup secara lebih produktif dalam tedensi masyarakat. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pendekatan komunitas : 1. Pendekatan Komunitas menekankan kepada efek dari dukungan sosial dan tekanan sosial masyarakat serta tindakan preventif dan self-help. 2. Pemberdayaan lokal dan pentingnya keanekaragaman dan relatifitas budaya. 3. Menekankan kepada masyarakat, kekmampuan dan kekuatan pribadi sebagai counter terhadap penyakit dan kelemahan. 4. Perspektif komunitas menekankan pada fungsi riset tidak hanya sebagai pengembangan teori tetapi juga untuk kebijakan dan evaluasi program analisis, dan kehadirannya secara impliait dan berharga bagi pengembangan kesejahteraan masyarakat dan juga ilmu pengetahuan.
6
Hasil Karya Para Psikolog Komunitas
Psikologi komunitas sebagai sebuah kekuatan yang terorganisasi di bentuk sebagai hasil konferensi 1965 di Swampscott, di dekat Boston (Bennet, dkk, 1966). Menurut Zax dan Specter (1974), psikologi adalah “sebuah pendekatan ke masalah-masalah perilaku manusia yang menekankan pada kontribusi kekuatan-kekuatan lingkungan terhadap perkembangan masalahmasalah itu maupun potensi kontribusi yang mungkin diberikan untuk mengurangi penggunaan kekuatan-kekuatan ini “. Pendekatan ini membutuhkan sebuah visi yang luas. Orang-orang yang berusaha mempengaruhi promosi kesehatan mental dan prevensi psikopatologi di berbagai komunitas harus memiliki interes pada masa depan yang senantiasa berubah. Tren-tren dalam populasi, kesehatan public, perawatan medis, dan teknologi secara material sangat memengaruhi kualitas hidup dan pola-pola stressor sehingga program-program kesehatan mental berjangka panjang harus direncanakan dengan mempertimbangkan kekuatan-kekuatan yang senantiasa berubah ini (Sundberg, 1985). Sejak Swampscott, jurnal-jurnal dan program-program pelatihan telah mengelaborasi berbagai metode dan konsep khusus, dan psikologi komunitas sekara telah menjadi sebuah bidang keahlian khusus yang terpisah. Psikologi komunitas sering menemukan perkara yang sama dengan para pekerja sosial, perawat kesehatan publik, dan dokter. Psikolog komunitas menekankan bahwa mereka tidak hanya peduli terhadap kesehatan mental komunitas, meskipun memang benar bahwa ada banyak tumpang tindih antara psikologi komunitas dan kesehatan mental komunitas. Ciri untama psikolog komunitas adalah penggunaan pengeahuanpsikologis dan dedikasi mereka pada metode-metode empiris untuk mengukur efektivitas hasil. Dalam hal ini mereka mirip dengan psikologi klinis. Kadang-kadang psikolog yang berpraktik pribadi dikatakan berada “di tengah masyarakat”. Mereka pada umumnya berfungsi sebagai perpanjangan tangan dari rujukan medis dan jaringan pembayaran asuransi sehingga memiliki fungsi dan filosofi yang cukup berbeda dengan psikolog komunitas, yang pada umumnya lebih tertarik pada program-program daripada penanganan dan pembayaran individual.
7
Konsultasi dan Prevensi. Selain penelitian, konsultasi dan prevensi merupakan kegiatan psikolog komunitas. Konsultasi sering melibatkan tindakan mengorganisasikan dan menawarkan lokakarya-lokakarya pelatihan bagi kelompok-kelompok masyarakat. Bencana di masyarakat. Tiap tahun, beberapa bencana alam seperti angina topan, banjir, dan gempa bumi, menewaskan atau mencederai orang-orang dan menyebabkan dirupsi yang sangat besar dalam kehiduan mereka. Organisasi-organisasi seperti Red Cross memberi bantuan segera. Selain kerusakan fisik, selalu ada efek-efek psikologis. Psikolog komunitas telah meneliti bagaimana cara masyarakat yang sedang tertimpa bencana berskala besar. Setelah tertimpa bencana, orang-orang tampaknya melewati beberapa fase yang dapat diprediksi. Selama minggu pertama atau kedua pasca bencana, orang-orang tampaknya berada pada fase heroik. Mereka terlibat tindakan-tindakan impresif untuk menyelamatkan nyawa dan meminimalkan kehilangan. Ada perasaan alturisme dan perasaan sebagai anggota masyarakat yang sama. Setelah satu atau dua minggu pascabencana sampai 3 bulan sampai 6 bulan kemudian, fase bulan madu melibatkan atensi dari media, kunjungan dari para politisi, dan para perasaan memiliki pengalaman yang sama diantara korban, terutama di tengah pekerjaan rekonstruksi seperti membersihkan reruntuhan atau membangun kembali rumah-rumah. Sebuah iklim yang mengantisipasi kedatangan bantuan dari pejabat-pejabat di uar sana pun terbangun. Selanjutnya masuk fase kekecewaan, mulai beberapa bulan sampai satu tahun. Keterpecahan semangat yang semula berkobar-kobar terasa menyakitkan. Penundaan, kegagalan, dan kekecewaan terhadap bantuan resmi menjadi fokus kemarahan, kebencian, dan kepahitan. Di fase trakhir, rekonstruksi, orang berhenti menengok ke belakang dan orang-orang berniat melanjutkan hidupnya secara bebas dan mandiri. Masalah-masalah dan urutan yang serupa juga terjadi pada bencana yang diakibatkan oleh manusia., seperti akibat perang, penembakan masal, kecelakaan yang mengakibatkan polusi lingkungan berat. Masalah-masalh terkait bencana yang penting bagi psikologi komunitas dapat dibagi menjadi beberapa kategori. Kategori pertama, ada beberapa masalah dasar dalam kehidupan sehari-hari, termasuk interfensi pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder. Kategori kedua, reaksi-reaksi penyesuaian yang dapat dibagi menjadi reaksi awal (seperti shock, panic, dan bingung) dan 8
beraneka raga sindroma afektif (seperti pengingkaran yang maladaptive, kecemasan, depresi, survivor guilt). Kategori ketiga dan yang paling serius yaitu berbagai masalah kesehatan mental dan penyakit, juga dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Semakin memburuk konflik-konflik rumah tangga mungkin melibatkan penganiayaan terhadap asangan atau anak, dan semakin memburuk kondisi-kondisi kronis yang sudah ada sebelumnya dapat memunculkan kembali, misalnya, skizofenia, manik-depresi, atau alkoholisme. Individu yang mengalami kejadian tragis dapat mengalami post-traumatic stress disorder (PTSD) (gangguan stress pasca trauma) yang mungkin tidak terlihat untuk jangka waktu yang lama. Beberapa psikolog dan pekerja kesehatan mental lainnya mengembangkan berbagai program untuk dilembagakan segera setelah bencana untuk orang-orang yang berkemungkinan mengembangkan
PTSD.
Mitchell
dan
rekan-rekan
sejawatnya
mengembangkan
dan
mengevaluasi metode intervensi Critical Incident Stress Debriefing (CISD) untuk menghadapi bencana segera setelah bencana tersebut terjadi. Mungkin inilah intervensi kelompok yang paling luas digunakan. Debriefing itu mencakup diskusi tentang kejadian traumatic itu dengan orangorang yang pernah mengalaminya dan berbagai metode coping. Metode ini juga sangat membantu para relawan. Dampak Bencana terhadap Aspek Kesehatan Mental
Bencana atau disaster dapat berpengaruh terhadap aspek psikologis. Banyak korban bencana yang kehilangan harta benda, tempat tinggal, bahkan sanak saudara. Tentunya tidak mudah untuk menerima semua kerugian yang ada akibat bencana dengan lapang dada dan perasaan ikhlas. Beban berat yang harus ditanggung oleh para korban bencana dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan mental, terutama bagi orang-orang dengan kemampuan manajemen stress yang kurang baik. Penting bagi kita, terutama calon tenaga kesehatan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh bencana terhadap aspek kesehatan mental. Berikut mengenai dampak bencana terhadap aspek kesehatan mental dan penanganannya. Respon terhadap bencana meliputi : -Respon emosi dan kognitif -Respon fisiologis 9
-Respon tingkah laku Orang dengan kemampuan manajemen stress yang buruk nantinya dapat berlanjut menjadi gangguan mental, sedangkan kemampuan manajemen stress yang baik serta adanya dukungan sosial dari orang sekitar dapat membuat orang tersebut mampu melewati situasi berat pasca bencana dengan baik.
Fase-fase Respon Komunitas terkait Bencana
Predisaster => normal, dengan atau tanpa warning, bisa ada persiapan. Impact / inventory => perhatian muncul, ada semangat menata kembali=> sementara merasa tertekan atau bingung atas kejadian bencana ini, tapi kemudian dengan cepat akan pulih dan fokus pada perlindungan untuk dirinya dan orang-orang terdekatnya. Emosi yang muncul berupa ketakutan, tidak berdaya, kehilangan, dislokasi dan kemudian merasa bertanggung jawab untuk melakukan sesuatu yang lebih (fase inventory) kemudian terjadi setelah bencana, dimana muncul gambaran awal kondisi individu dan masyarakat. Heroik => pada fase pertama dan berikutnya, orang merasa terpanggil untuk melakukan aksi heroik seperti menyelamatkan nyawa dan harta orang lain. Altruism (perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri) menonjol. Bersedia membantu orang lain untuk bertahan dan pulih. Honeymoon => biasanya 1 mingggu – 6 bln setelah bencana. Untuk yang terkena langsung biasanya ada strong sense akan bahaya lain, situasi katastropik. Komunitas biasanya ada kohesi dan kerjasama untuk pulih. Bantuan biasanya sudah berjalan lancar, ada harapan yang tinggi untuk cepat pulih. Emosi yang muncul biasanya rasa syukur dan harapan-harapan. Disillusionment => biasanya 2 bulan – 2 tahun. Realita pemulihan sudah ditetapkan. Orangorang akan merasa kecewa, frustasi, marah, benci dan kesal jika terjadi kemunduran dan janji bantuan tidak terpenuhi, terlalu sedikit atau terlambat. Lembaga bantuan dan relawan mulai hilang, kelompok masyarakat lokal mulai melemah. Mereka yang paling terkena dampaknya akan sadar bahwa banyak hal yang harus dilakukan sendiri dan kehidupan mereka tidak selalu sama. Perasaan kebersamaan akan mulai hilang karena mulai fokus pada membangun kembali
10
kehidupannya sendiri dan mengatasi masalah individual. Emosi berupa keraguan, kehilangan, kesedihan dan isolasi. Reconstruction => biasanya berlangsung selama bertahun-tahun. Mereka yg bertahan fokus pada membangun kembali rumahnya, bisnis, ladang dan kehidupannya. Muncul bangunan-bangunan baru, perkembangan program-program baru, dan rencana meningkatkan kepercayaan dan kebanggan masyarakat dan kemampuan individu untuk membangun kembali. Namun proses ini ada pasang surutnya, misal ada peristiwa-peristiwa lain yang memicu reaksi emosional atau kemajuan yg tertunda. Dampak Psikologis akibat bencana dikategorikan menjadi tiga, yaitu : 1.
Distres psikologis ringan
Cemas, panik, terlalu waspada ; terjadi natural recovery dalam hitungan hari/minggu, tidak butuh intervensi spesifik ; tampak pada sebagian besar survivor 2.
Distres psikologis sedang
Cemas menyeluruh, menarik diri, gangguan emosi ; natural recovery dalam waktu yg relatif lebih lama ; dapat berkembang menjadi gangguan mental dan tingkah laku yang berat ; butuh dukungan psikososial untuk natural recovery 3.
Gangguan tingkah laku dan mental yang berat
Gangguan mental karena trauma atau stress seperti PTSD, depresi, cemas menyeluruh, fobia, dan gangguan disosiasi ; jika tidak dilakukan intervensi sistemik akan mudah menyebar ; butuh dukungan mental dan penanganan oleh mental health professional Dalam menangani dampak bencana terhadap aspek kesehatan mental diperlukan dua intervensi utama, yaitu : •
Intervensi Sosial
Tersedianya akses terhadap informasi yang bisa dipercaya dan terus menerus mengenai bencana dan upaya-upaya yang berkaitan, memelihara budaya dan acara-acara keagamaan seperti upacara pemakaman, tersedianya akses sekolah dan aktivitas rekreasi normal untuk anak-anak dan 11
remaja, partisipasi dalam komunitas untuk orang dewasa dan remaja, keterlibatan jaringan sosial untuk orang yg terisolasi seperti anak yatim piatu, bersatunya kembali keluarga yang terpisah, shelter dan organisasi komunitas untuk yang tidak punya tempat tinggal, keterlibatan komunitas dalam kegiatan keagamaan dan fasilitas masyarakat lainnya. •
Intervensi Psikologis dan Psikiatrik
Terpenuhinya akses untuk pertolongan pertama psikologis pada pelayanan kesehatan dan di komunitas untuk orang-orang yang mengalami distress mental akut, tersedianya pelayanan untuk keluhan psikiatrik di sistem pelayanan kesehatan primer, penanganan yang berkelanjutan untuk individu dengan gangguan psikiatrik yang sudah ada sebelumnya, pemberhentian medikasi tibatiba harus dihindari, perlu dibuat perencanaan untuk intervensi psikologis berbasis komunitas pasca bencana.
12
Analisis Jurnal
Dalam suatu keadaan yang tidak diinginkan, maka perlu adanya penyesuaian yang sangat tepat untuk mengatasi ketidaknyamanan yang akan ditimbulkan oleh keadaan tersebut. Terlebih, hal ini melibatkan banyak orang yang mengalami kejadian yang sama dan dalam satu wilayah yang luas. Hal yang sering terjadi, namun tidak diingini. Bencana alam gempa. Gempa bumi merupakan pergerakan (bergesernya) lapisan batu bumi yang berasal dari dasar atau bawah permukaan bumi yang menyebabkan guncangan. Tak jarang, gempa bumi ini mengakibatkan banyaknya kerugian yang dialami oleh manusia, baik itu secara fisik (sandang, pangan, papan), terlebih secara psikis (trauma, fobia). Pada saat terjadi gempa bumi maupun pada pasca kejadian, tak jarang pihak terkait hanya memberikan bantuan pada individu-individu yang menjadi korban. Tentu hal tersebut tidak bisa dikatakan salah. Namun, lebih dari itu, terkadang bantuan dalam jangka panjang sering terlupakan. Hal ini bisa jadi disebabkan karena kekurang pahaman akan hal tersebut. Padahal, bantuan atau tindakan dalam jangka panjanglah yang akan sangat membantu korban, baik itu secara individu, maupun kelompok yang berada di wilayah atau daerah yang terkena gempa. Dengan demikian, perlu adanya pencerdasan terhadap pihak terkait dalam menanggulangi bencana gempa, terutama untuk pertolongan atau bantuan dalam jangka panjang. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pemanfaatan kelompok atau komunitas yang terdapat pada daerah yang terkena gempa. Mengapa harus komunitas ?, karena pada dasarnya, komunitas yaang terdapat pada suatu daerah memiliki ” frame” yang sema, sehingga akan lebih mudah untuk membangun kembali keadaan setelah terjadinya atau pasca gempa. Hal-hal seperti demikian dibahas dalam psikologi komunitas. Psikologi komunitas terkait dengan hubungan antar sistem sosial, kesejahteraan dan kesehatan individu dalam kaitan dengan masyarakat. Karena itulah juga, diharapkan seseorang harus mempunyai komunitasnya yaitu untuk saling berinteraksi satu sama lain. Ketika bencana alam datang, hal yang harus diperhatikan tidak hanya sandang, pangan, dan papan saja tetapi perhatikan psikologis dari para korban juga, karena yang lebih penting adalah keadaan mereka saat itu. Fungsi komunitas sendiri bagi mereka seharusnya adalah memperkuat interaksi sosial. Selain itu, bahwa sebenarnya komunitas itu sendiri bisa jadi pelindung bagi seseorang untuk menghadapi situasi apapun 13
dengan pemikiran positif. Ini ditentukan oleh seberapa mampukah suatu sistem sosial tersebut mengatur dirinya untuk meningkatkan kapasitas
untuk belajar dari bencana yang lalu dan
mengurangi faktor-faktor risiko. Maka dari itu mengapa perlu adanya suatu komunitas untuk bangkit dari situasi yang menekan atau traumatis dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia dan daya adaptasi untuk mengoptimalisasikan fungsi dan keberlanjutan suatu komunitas (Paton, Millar, & Johnston, 2001; Vale & Campanella, 2005; ESCAP, 2008). Dikatakan pula dalam buku Sunberg yaitu salah satu prinsip yang mendasari psikologi komunitas adalah bahwa individu dan masyarakat saling bergantung. Untuk memahami dan untuk meningkatkan kehidupan orang lain itu adalah Essential, bahwa kita mempertimbangkan berbagai system atau tingkat analisis (Bronfen-Brenner, 1979;. Daltonetal, 2001). Adapun, psikologi komunitas memiliki tiga prinsip umum (Sundberg, ). Prinsip yang pertama adalah psikologi komunitas menggunakan pendekatan ekologis untuk memahami perkembangan dan pencegahan berbagai gangguan psikologis. Pendekatan ini berarti
mencari interaksi di
antara berbagai aspek-aspek ekonomi, cultural, social, dan fisik lingkungan. Prinsip umum yang kedua yaitu gagasan bahwa kegiatan intervensi dan prevensi berlangsung di lingkungan tempat individu tinggal, bekerja atau bersekolah. Prinsip yang terakhir adalah pendapat bahwa kegiatan intervensi dan prevensi kessehatan mental seharusnya bukan hanya diarahkan pada perubahan berorientasi orang per orang namun berfokus pada level komunitas. Karena, ketika bencana terjadi maupun pasca bencana yang mengalami kehancuran adalah komunitas. Sebagaimana Economic and Social Commision for Asia and Pasific (2008) menganggap penting untuk fokus pada komunitas dibandingkan kemampuan individu dalam kondisi bencana tak terduga seperti misalnya dalam bencana gempa bumi ini. Karena, komunitas memiliki kamampuan lebih baik dibandingkan individu untuk membuat keputusan dalam kondisi tertekan. Dikatakan dalam jurnal yang kami temuka bahwa jika suatu komunitas dapat bertahan dari gangguan atau tekanan, maka kualitas dan sumber daya yang ada di dalam komunitas tersebut dapat mencegah penurunan fungsi komunitas tersebut. Bahwa ternyata komunitas itu penting bagi kesejahteraan sosial mereka untuk mencegah adanya permasalahan kesehatan mental. Untuk itu dalam buku sunberg, ada beberapa rekomendasi untuk komunitas supaya dapat mencegah gangguan mental:
14
1. Lebih baik adanya penelitian fenomena kesehatan mental 2. Definisi diperluas dari yang mungkin menyediakan layanan kesehatan mental 3. Pelayanan kesehatan mental harus tersedia di masyarakat 4. Kesadaran harus dipupuk sejak awal bahwa penyakit mental dapat berasal dari faktorfaktor sosial 5. Pemerintah federal harus mendukung rekomendasi ini secara finansial Selain itu, Cowen mengusulkan praktik-praktik studi lapangan dari psikologi komunitas, yaitu: (a) kompetensi yang melibatkan keterampilan praktis, komunikasi, dan keterampilanketerampilan sosial; (b) resiliensi, kemampuan suatu komunitas untuk bangkit dari situasi yang menekan; (c) modifikasi sistem sosial: dan (d) pemberdayaan individu. Terkait gempa yang terjadi di DIY dan Jawa Tengah, dapat dibagi menjadi beberapa kategori. Pertama, timbulnya beberapa masalah dasar dalam kehidupan sehari-hari, termasuk pemenuhan kebutuhan primer berupa sandang (pakaian), pangan (makanan), fasilitas kesehatan, dan kebutuhan-kebutuhan sekunder seperti transportasi, dan mata pencaharian atau pekerjaan (Sundberg, ). Pasalnya, pasca terjadinya gempa sendi-sendi perekonomian rakyat menjadi lumpuh dan banyak juga korban yang kehilangan tempat tinggal mereka. Kategori yang kedua yaitu reaksi-reaksi penyesuaian yang dapat dibagi menjadi reaksi awal seperti shock, panik, dan bingung serta beberapa jenis sindroma afektif seperti kecemasan, dan depresi. Kategori yang ketiga, sekaligus permasalahan yang paling serius, yaitu berbagai masalah kesehatan mental. Kehilangan orang-orang yang dicintai dan kehilangan tempat tinggal menimbulkan tekanan psikologis pada korban yang dapat menyebabkan munculnya post traumatic stress disorder (PTSD) pasca gempa. Disini, peneliti sendiri lebih menekankan pada resiliensi atau sejauh mana kemampuan komunitas pada daerah tersebut bisa bangkit dari situasi yang menekan (gempa). Bahwa adanya suatu komunitas diharapkan dapat memberikan kontribusi lebih terhadap para korban gempa yang tidak hanya kehilangan harta, namun tergoncangnya jiwa mereka. Pada akhirnya, resilensi komunitas ini akan menentukan, sejauh mana masyarakat akan kembali bangkit dari keterpurukan yang diakibatkan oleh gempa. Sederhananya, bahwa penyesuaian masyarakat pasca gempa erat kaitannya dengan resilensi komunitas yang terdapat pada daerah tersebut. Dikatakan semakin tinggi resiliensi komunitas di suatu wilayah, maka semakin tinggi pula penyesuaian 15
wilayah tersebut secara jangka panjang, yang ditandai dari kedamaian, optimisme masa depan, juga dukungan dan partisipasi sosial masyarakat pasca gempa. Meskipun demikian, adanya dukungan pemerintah ataupun pihak terkait mengenai permasalahan gempa ini adalah sangat penting, mengingat tidak akan terjadi suatu resilensi pada suatu komunitas, tanpa adanya dukungan dari pihak terkait.
16