BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah
Matematika adalah suatu ilmu pengetahuan yang tergolong ilmu dasar yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Terkadang, siswa menganggap Matematika adalah sesosok monster yang menakutkan. Sehingga siswa tersebut akan bersikap pesimis dalam menyelesaikan
masalah
matematika
dan
kurang
termotivasi
untuk
mempelajarinya. Sikap-sikap tersebut tentunya akan memengaruhi hasil yang akan mereka capai dalam belajar. Padahal, Matematika merupakan kunci utama dari pengetahuan-pengetahuan lain yang dipelajari di sekolah. Faktor lain yang mungkin terjadi adalah pendidik yang kurang kreatif dalam menyampaikan materi yang hanya mengandalkan tulisan-tulisannya sehingga aktivitas siswa hanya mencatat saja. Hal ini yang memungkinkan siswa merasa bosan karena materi yang disampaikan selalu monoton. Akibatnya, hasil belajar siswa tidak maksimal. Berdasarkan pernyataan di atas, pengajaran matematika perlu diperbarui, dimana siswa dituntut harus aktif dan dominan dalam kegiatan belajar mengajar dibanding dengan guru. Jadi, sasaran dari pembelajaran matematika adalah siswa diharapkan mampu berpikir logis, kritis dan sistematis. Untuk mengembangkan potensi tersebut maka salah satunya dengan menggunakan stategi pembelajaran kooperatif. Aktivitas pembelajaran kooperatif adalah proses pembelajaran kelompok setiap anggota kelompok akan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama pula. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar siswa dapat berperan aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Siswa yang mempunyai prestasi yang rendah pastinya akan memahami materi yang mereka belum pahami sedangkan siswa yang mempunyai prestasi yang baik akan lebih meningkatkan hasil belajarnya. Sehingga, terjadilah proses take and give antara satu siswa dengan siswa lain.
1
Sesuai dengan uraian di atas, maka peneliti mengadakan penelitian yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar Matematika melalui Strategi Pembelajaran Kooperatif pada Siswa Kelas XI IPA 2 Semester Ganjil MAN 2 Bandarlampung.
Penelitian
ini
dilakukan
untuk
mengetahui
apakah
pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
1.2
Identifikasi Masalah
Dalam pokok bahasan peluang untuk siswa kelas XI Semester Ganjil kebanyakan siswa mengalami kesulitan untuk memahami materi tersebut. Materi peluang ini mengharuskan siswa untuk berpikir logis, inilah kelemahan para siswa untuk memahami materi tersebut sehingga hasil belajar siswa rendah. Kemungkinan lain yang terjadi adalah siswa enggan bertanya kepada guru entah karena malu atau takut mengeluarkan pendapatnya. Hal itu dikarenakan di dalam proses pembelajaran hanya berpusat pada guru sedang yang dilakukan siswa hanya mendengar dan mencatat saja. Jadi diperlukan strategi pembelajaran yang efektif dan efisien agar proses pembelajaran di kelas berjalan dengan lancar, salah satunya adalah dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif. Sehingga di dalam kelas terjadilah diskusi antara satu siswa dengan siswa lainnya yang awalnya tidak aktif kini siswa menjadi aktif.
1.3
Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini hanya akan membahas masalah upaya meningkatkan hasil belajar matematika melalui strategi pembelajaran kooperatif. Dalam penelitian ini indikator meningkatnya hasil belajar siswa dilihat dari proses pembelajaran selama diskusi berlangsung dan meningkatnya hasil belajar siswa dilihat dari tes yang diberikan.
2
1.4
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah: Bagaimana peningkatan hasil belajar matematika siswa menggunakan strategi pembelajaran kooperatif pada pokok bahasan peluang siswa kelas XI IPA 2 Semester Ganjil MAN 2 Bandarlampung?
1.5
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah: Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif pada pokok bahasa peluang siswa kelas XII IPA 2 Semester Ganjil MAN 2 Bandarlampung. Dan kegunaan peningkatan tindakan kelas ini adalah: 1. Bagi Siswa Menambah
keaktifan
siswa
dalam
pembelajaran
matematika
dan
menganggap matematika adalah pelajaran yang menyenangkan. 2. Bagi Guru Menambah kualitas dan wawasan dalam pembelajaran matematika dengan melaksanakan pembelajaran kooperatif. 3. Bagi Sekolah Sebagai sumbangan kepada pihak sekolah maupun sekolah lainnya dalam rangka perbaikan proses pembelajaran matematika.
1.6
Ruang Lingkup Penelitian
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di MAN 2 Bandarlampung pada semester ganjil tahun 2012. Dengan menyesuaikan jam pelajaran matematika kelas XI IPA 2 MAN 2 Bandarlampung.
3
Subyek dan Obyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah siswa kela XI IPA 2 MAN 2 Bandarlampung, yaitu 25 siswa yang terdiri dari 15 siswa putri dan 10 siswa putra. Dan obyek penelitian ini adalah peningkatan strategi pembelajaran kooperatif.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS 2.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1
Pengertian Belajar
Belajar merupakan istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan manusia sehari-hari. Karena telah sangat dikenal sekali mengenai belajar, seakan-akan orang telah mengetahui dengan sendirinya apakah yang dimaksud dengan belajar.
Berikut ini pendapat para ahli psikologi dalam memandang Belajar: 1. Skinner (1958) memberikan definisi belajar “Learning is a process progressive behavior adaptation”. Dari definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa belajar itu merupakan suatu proses adaptasi perilaku yang bersifat progresif. Ini berarti bahwa belajar akan mengarah pada keadaan yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Disamping itu belajar juga membutuhkan proses yang berarti belajar membutuhkan waktu untuk mencapai suatu hasil.
2. McGeoch (1956) memberikan definisi belajar “learning is a change in performance as a result of practice. Ini berarti bahwa belajar membawa perubahan dalam performance, yang disebabkan oleh proses latihan.
3. Kimble memberikan definisi belajar “Learning is a relative permanent change in behavioral potentiality occur as a result of reinforced practice. Dalam definisi tersebut terlihat adanya sesuatu hal baru yaitu perubahan yang bersifat permanen, yang disebabkan oleh reinforcement practice.
4. Horgen (1984) memberikan definisi mengenai belajar “learning can be defined as any relatively, permanent change in behavior which occurs as a result of practice or experience” suatu hal yang muncul dalam definisi ini
5
adalah bahwa perilaku sebagai akibat belajar itu disebabkan karena latihan atau pengalaman.
5. Winkel, Belajar adalah semua aktivitas mental atau
psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman.
6. Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata, 1984:252)
belajar
merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya.
Sifat perubahannya relatif permanen, tidak akan kembali kepada keadaan semula. Tidak bisa diterapkan pada perubahan akibat situasi sesaat, seperti perubahan akibat kelelahan, sakit, mabuk, dan sebagainya.
7. Gagne dalam bukunya The Conditions of Learning 1977, belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah.
8. Moh. Surya (1981:32), definisi belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Kesimpulan yang bisa diambil dari kedua pengertian di atas, bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri seseorang.
Dari
beberapa
pengertian
belajar
di
atas
maka
dapat
disimpulkan
bahwa semua aktivitas aktivit as mental atau psikis yang dilakukan oleh ol eh seseorang
6
sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang berbeda antara sesudah belajar dan sebelum belajar.
2.1.2
Konsep Strategi Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiataan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam SPK, yaitu (1) adanya peserta dalam kelompok; (2) adanya aturan kelompok; (3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok; dan (4) adanya tujuan yang harus dicapai. Peserta adalah siswa yang melakukan proses pembelajaran dalam setiap kelompok belajar. Pengelompokkan siswa bisa ditetapkan berdasarkan beberapa pendekatan, diantaranya pengelompokkan yang didasarkan atas minat dan bakat siswa, pengelompokkan yang didasarkan atas latar belakang kemampuan, pengelompokkan yang didasarkan atas campuran baik campuran ditinjau dari minat maupun campuran ditinjau dari kemampuan. Pendekatan apa pun yang digunakan, tujuan pembelajaran haruslah menjadi pertimbangan utama. Aturan kelompok adalah segala sesuatu yang menjadi kesepakatan semua pihak yang terlibat, baik siswa sebagai peserta didik, maupun siswa sebagai anggota kelompok. Misalnya, aturan tentang pembagian tugas setiap anggota kelompok, waktu dan tempat pelaksanaan, dan lain sebagainya. Upaya
belajar
adalah
segala
aktivitas
siswa
untuk
meningkatkan
kemampuannya yang telah dimiliki maupun meningkatkan kemampuan baru, baik kemampuan dalam aspek pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Aktivitas pembelajaran tersebut dilakukan dalam kegiatan kelompok, sehingga antarpeserta dapat saling membelajarkan melalui tukar pikiran, pengalaman, meupun gagasan-gagasan.
7
Aspek tujuan dimaksudkan untuk memberikan arah perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Melalui tujuan yang jelas, setiap anggota kelompok dapat memahami sasaran setiap kegiatan belajar. Salah satu strategi dari model pembelajaran kelompok adalah strategi pembelajaran kooperatif (cooperative learning) (SPK). SPK merupakan strategi pembelajaran kelompok yang akhir-akhir ini menjadi perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk digunakan. Pembelajaran
kooperatif
merupakan
model
pembelajaran
dengan
menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggungjawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok. Setiap individu akan saling membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga tiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok. SPK mempunyai dua komponen utama, yaitu komponen tugas kooperatif (cooperative task) dan komponen struktur insentif kooperatif (cooperative incentive
structure).
Tugas
kooperatif
berkaitan
dengan
hal
yang
menyebabkan anggota bekerja sama dalam menyelesaikan tugas kelompok; sedangkan
struktur
insentif
kooperatif
merupakan
salah
satu
yang
membangkitkan motivasi individu untuk bekerja sama mencapai tujuan kelompok. Struktur insentif dianggap sebagai keunikan dari pembelajaran kooperatif, karena melalui struktur insentif setiap anggota kelompok bekerja
8
keras untuk belajar, mendorong dan memotivasi anggota lain menguasai materi pelajaran, sehingga mencapai tujuan kelompok. Jadi, hal yang menarik dari SPK adalah adanya harapan selain memiliki dampak pembelajaran, yaitu berupa peningkatan prestasi peserta didik (student archievement) juga mempunyai dampak pengiring seperti relasi sosial, penerimaan terhadap peserta didik yang dianggap lemah, harga diri, norma
akademik,
penghargaan
terhadap
waktu,
dan
suka
memberi
pertolongan pada yang lain. Strategi pembelajaran ini bisa digunakan manakala:
Guru menekankan pentingnya usaha kolektif disamping usaha
individual dalam belajar.
Jika guru menghendaki seluruh siswa (bukan hanya siswa yang pintar
saja) untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar.
Jika guru ingin menanamkan, bahwa siswa dapat belajar dari teman
yang lain, dan belajar dari bantuan orang lain.
Jika
guru
menghendaki
untuk
mengembangkan
kemampuan
komunikasi siswa sebagai bagian dari isi kurikulum.
Jika guru menghendaki meningkatnya motivasi siswa dan menambah
tingkat partisipasi mereka.
Jika guru menghendaki berkembangnya kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah dan menemukan berbagai solusi pemecahan.
2.1.3
Karakteristik dan Prinsip-prinsip SPK
Pembelajaraan kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaaan
9
materi tersebut. Adanya kerja sama inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif. Slavin, Abrani dan Chambers (1996) berpendapat bahwa belajar melalui kooperatif dapat dijelaskan dari beberapai perspektif, yait perspektif motivasi, perspektif sosial, perspektif perkembangan kognitif, dan perspektif elaborasi kognitif. Perspektif motivasi artinya bahwa penghargaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok akan saling membantu. Dengan demikian, keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah keberhasilan kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota kelompok untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya. Perspektif sosial artinya bahwa melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan. Bekerja secara tim dengan mengevaluasi keberhasilan sendiri oleh kelompok, merupakan iklim yang bagus, dimana setiap anggota kelompok menginginkan semuanya memperoleh keberhasilan. Perspektif perkembangan kognitif artinya bahwa dengan adanya interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi. Elaborasi kognitif, artinya bahwa setiap siswa akan berusaha untuk memahami dam menimba informasi untuk menambah pengetahuan
kognitifnya.
Dengan
demikian,
karakteristik
strategi
pembelajaran kooperatif dijelaskan di bawah ini. a.
Pembelajaran Secara Tim Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Semua anggota tim (anggota kelompok)
harus
pembelajaran.
saling
Untuk
membantu
itulah,
kriteria
untuk
mencapai
keberhasilan
tujuan
pembelajaran
ditentukan oleh keberhasilan tim.
10
Setiap kelompok bersifat heterogen. Artinya, kelompok terdiri atas anggota yang memiliki kemampuan akademik, jenis kelamin, dan latar belakang sosial yang berbeda. Hal ini dimaksudkan agar setiap anggota kelompok dapat saling memberikan pengalaman, saling memberi dan menerima, sehingga diharapkan setiap anggota dapat memberikan kontribusi terhadap keberhasilan kelompok. b.
Didasarkan pada Manajemen Kooperatif Manajemen
mempunyai
empat
fungsi
pokok,
yaitu
fungsi
perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol. Demikian juga dalam pembelajaran kooperatif. Fungsi perencanaan menunjukkan
bahwa
pembelajaran
kooperatif
memerlukan
perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan secara efektif, misalnya tujuan apa yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk mencapai tujuan itu dan lain
sebagainya.
pembelajaran
Fungsi
kooperatif
pelaksanaan harus
menunjukkan
dilaksanakan
sesuai
bahwa dengan
perencanaan, malalui langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan termasuk ketentuan-ketentuan yang sudah disepakati bersama.
Fungsi
organisasi
menunjukkan
bahwa
pembelajaran
kooperatif adalah pekerjaan bersama antar setiap anggota kelompok, oleh sebab itu perlu diatur tugas dan tanggung jawab setiap anggota kelompok. Fungsi kontrol menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes maupun nontes. c.
Kemauan untuk Bekerja Sama Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif. Setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing-
11
masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu. Misalnya, yang pintar perlu membantu yang kurang pintar. d.
Keterampilan Bekerja Sama Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain. Siswa perlu dibantu
mengatasi
berbagai
hambatan
dalam
berinteraksi
dan
berkomunikasi, sehingga setiap siswa dapat menyampaikan ide, mengemukakan
pendapat,
dan
memberikan
kontribusi
kepada
keberhasilan kelompok.
Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif, seperti dijelaskan di bawah ini. a.
Prinsip Ketergantungan Positif (Positif Interdependence) Untuk terciptanya kelompok kerja yang efektif, setiap anggota kelompok masing-masing perlu membagi tugas sesuai dengan tujuan kelompoknya.
Tugas
tersebut
tentu
saja
disesuaikan
dengan
kemampuan setiap anggota kelompok. Inilah hakikat ketergantungan positif, artinya tugas kelompok tidak mungkin bisa diselesaikan manakala ada anggota yang tidak bisa menyelesaikan tugasnya, dan semua ini memerlukan kerja sama yang baik dari masing-masing anggota kelompok. Anggota kelompok yang mempunyai kemampuan lebih, diharapkan mau dan mampu membantu temannya untuk menyelesaikan tugasnya. b.
Tanggung Jawab Perseorangan (Individual Accountability) Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai
12
dengan tugasnya. Setiap anggota harus memberikan yang terbaik untuk keberhasilan kelompoknya. Untuk mencapai hal tersebut, guru perlu memberikan penilaian terhadap individu dan juga kelompok. Penilaian individu bisa berbeda, akan tetapi penilaian kelompok harus sama. c.
Interaksi Tatap Muka (Face to Face Promotion Interaction) Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling membelajarkan. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok
untuk
memanfaatkan
bekerja
kelebihan
sama,
menghargai
masing-masing
setiap
anggota,
perbedaan,
dan
mengisi
kekurangan masing-masing. Kelompok belajar kooperatif dibentuk secara heterogen, yang berasal dari budaya, latar belakang sosial, dan kemampuan akademik yang berbeda. Perbedaan semacam ini akan menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya antar anggota kelompok. d.
Partisipasi dan Komunikasi (Participation Communication) Untuk dapat melakukan partisipasi dan komunikasi, siswa perlu dibekali dengan kemampuan-kemampuan berkomunikasi. Misalnya, cara menyatakan ketidaksetujuan atau cara menyanggah pendapat orang lain secara santun, tidak memojokkan; cara menyampaikan gagasan dan ide-ide yang dianggapnya baik dan berguna. Keterampilan berkomunikasi memang memerlukan waktu. Siswa tak mungkin dapat menguasainya dalam waktu sekejap. Oleh sebab itu, guru perlu terus melatih dan melatih, sampai pada akhirnya setiap siswa memiliki kemampuan untuk menjadi komunikator yang baik.
13
2.1.4
Prosedur Pembelajaran Kooperatif
Prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu: (1) penjelasan materi; (2) belajar dalam kelompok; (3) penilaian; dan (4) pengakuan tim. 1.
Penjelasan Materi Tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama dalam tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran. Pada tahap ini guru memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang harus dikuasai yang selanjutnya siswa akan memperdalam materi dalam pembelajaran kelompok (tim). Pada tahap ini guru dapat menggunakan metode ceramah, tukar pendapat, dan tanya
jawab,
bahkan
kalau
perlu
guru
dapat
menggunakan
demonstrasi. Di samping itu, guru juga dapat menggunakan barbagai media pembelajaran agar proses penyampaian dapat lebih menarik siswa. 2.
Belajar dalam Kelompok Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok-pokok materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada kelompoknya
masing-masing
yang
telah
dibentuk
sebelumnya.
Pengelompokkan dalam SPK bersifat heterogen, artinya kelompok dibentuk berdasarkan perbedaan-perbedaan setiap anggotanya, baik perbedaan gender, latar belakang agama, sosial-ekonomi, dan etnik, serta perbedaan kemampuan akademik. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok pembelajaran biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang berkemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang (Anita Lie, 2005). Selanjutnya, Lie menjelaskan beberapa alasan lebih disukainya pengelompokkan heterogen. Pertama, kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar (peer tutoring) dan
14
saling mendukung. Kedua, kelompok ini meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, agama, etnis, dan gender. Terakhir, kelompok heterogen memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi, guru mendapatkan satu asisten untuk setiap tiga orang. Melalui pembelajaran dalam tim siswa didorong untuk melakukan tukar-menukar (sharing) informasi dan pendapat,
mendiskusikan
permasalahan
secara
bersama,
membandingkan jawaban mereka, dan mengoreksi hal-hal yang kurang tepat. 3.
Penilaian Penilaian dalam SPK bisa dilakukan dengan tes atau kuis. Tes atau kuis dilakukan baik secara individual maupun secara kelompok. Tes individual nantinya akan memberikan informasi kemampuan setiap siswa; dan tes kelompok akan memberikan informasi kemampuan setiap kelompok. Hasil akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap anggota kelompok.
4.
Pengakuan Tim Pengakuan tim (team recognition) adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah. Pengakuan dan pemberian penghargaan tersebut diharapkan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi dan juga
membangkitkan membangkitkan
motivasi
tim
lain
untuk
lebih
mampu
meningkatkan prestasi mereka.
2.1.5
Keunggulan SPK
Keunggulan pembelajaran pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi pembelajaran diantaranya:
15
a.
Melalui SPK siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
b.
SPK dapat mngembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
c.
SPK dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
d.
SPK dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
e.
SPK merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi
akademik
sekaligus
kemampuan
sosial,
termasuk
mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah. f.
Melalui SPK dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.
g.
SPK dapat meningkatkan meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil).
h.
Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.
2.2
Kerangka Berpikir
Upaya yang diperlukan untuk mendorong siswa aktif dalam kegiatan belajar di kelas selalu bergantung pada guru. Keaktifan siswa belum berkembang selama proses pembelajaran yang berdampak pada hasil belajar siswa masih
16
rendah dalam mempelajari materi peluang. Hal ini yang menjadi indikator perlunya upaya untuk membantu siswa agar dapat mempelajari materi peluang dengan lebih baik sesuai dengan tujuan pembelajaran. Penerapan pembelajaran
model
kooperatif lebih mendorong kemandirian, keaktifan dan
tanggung jawab dalam diri siswa. Dalam pembelajaran ini siswa lebih banyak berperan
selama
kegiatan
berlangsung.
Melalui
penerapan
model
pembelajaran kooperatif ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi peluang kelas XI IPA 2 MAN 2 Bandarlampung.
2.3
Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah: Peningkatan strategi pembelajaran koopertif dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi peluang kelas XI IPA 2 MAN 2 Bandarlampung.
17
BAB III METODE PENELITIAN 3.1
Metode Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut di atas, penulis menggunakan metode analisis data secara kuantitatif. Dalam melakukan analisi data dan menarik kesimpulan akhir, penulis menggunakan rumus statistik dan uji hipotesis.
3.2
Variabel Penelitian
Variabel bebas : penerapan strategi pembelajaran kooperatif Variabel terikat : hasil belajar siswa
3.3
Populasi dan Sampel 3.3.1
Populasi
Berdasarkan penelitian di atas, peneliti mengambil populasi pada kelas XI IPA 2 MAN 2 Bandarlampung yang terdiri dari 25 siswa yaitu 15 siswa putri dan 10 siswa putra. 3.3.2
Sampel
Peneliti menggunakan Sampel Random Sederhana (Sample Random Sampling). Proses pengambilan sampel dilakukan dengan memberi kesempatan yang sama pada setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel. Jadi disini proses memilih sejumlah sampel n dari populasi N yang dilakukan secara random. Ada 2 cara yang dikenal yaitu menggunakan Cointoss atau Random Numbers. Bila jumlah populasi sedikit, bisa dilakukan dengan cara mengundi "Cointoss". Keuntungan menggunakan cara penarikan sampel ini, bahwa prosedur estimasi
mudah
dan
sederhana.
Sedangkan
kerugiannya
akan
membutuhkan daftar seluruh anggota populasi.
18
3.3.3
Teknik Sampling
Banyaknya populasi ada 25 siswa dan peneliti menginginkan banyaknya sampel 5 siswa. Setelah subjek diberi nomor, yaitu nomor 1 sampai 25, maka sampel random kita lakukan dengan salah satu cara demikian: Undian (untung-untungan) Pada kertas kecil-kecil peneliti tuliskan nomor subjek, satu nomor untuk untuk setiap kertas. Kemudian kertas ini digulung. Dengan tanpa prasangka, peneliti mengambil 5 gulungan kertas, sehingga nomornomor yang tertera pada gulungan kertas yang terambil itulah yang merupakan nomor subjek sampel penelitian. 3.4
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: 1.
Observasi Dalam penelitian ini terdapat dua pedoman observasi yaitu observasi hasil belajar siswa dan observasi pelaksanaan pembelajaran kooperatif. Observasi hasil belajar siswa difokuskan pada pengamatan keaktifan siswa selama proses pembelajaran pada materi peluang. Sedangkan observasi pelaksanaan pembelajaran kooperatif difokuskan pada aktivitas guru maupun siswa selama proses pembelajaran. Dan pengamatan yang belum terdapat pada pedoman observasi dituliskan pada lembar catatan lapangan.
2.
Angket Angket dibagikan dan diisi oleh siswa yang fungsinya untuk mengetahui
respon
siswa
terhadap
pelaksanaan
pembelajaran
matematika dengan penerapan strategi pembelajaran kooperatif. 3.
Wawancara Wawancara dilakukan dengan cara bertanya kepada guru dan siswa mengenai
proses
pembelajaran
dengan
menggunakan
strategi
pembelajaran kooperatif. 4.
Tes Tes digunakan berupa kuis individu yang fungsinya untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa setelah mempelajari materi peluang dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif.
5.
Dokumentasi
19
Dokumentasi diperoleh dari hasil kuis siswa, lembar observasi, lembar wawancara, catatan lapangan, daftar kelompok siswa, dan foto-foto selama proses pembelajaran.
3.5
Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan adalah reduksi data yaitu kegiatan pemilihan data, penyederhanaan data serta transformasi data kasar dari hasil catatan lapangan. Penyajian data berupa sekumpulan informasi dalam bentuk tes naratif yang disusun, diatur dan diringkas sehingga mudah dipahami. Hal ini dilakukan secara bertahap kemudian dilakukan penyimpulan dengan cara diskusi bersama mitra kolaborasi. Untuk menjamin pemantapan dan kebenaran data yang dikumpulkan dan dicatat dalam penelitian digunakan triangulasi. Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada (Sugiyono, 2005:83). 1.
Analisis Hasil Belajar Siswa Hasil tes siswa dianalisis untuk menentukan peningkatan ketuntasan siswa, nilai individu, skor kelompok dan penghargaan kelompok.
a.
Peningkatan ketuntasan mengikuti ketentuan sekolah bahwa ”siswa dinyatakan lulus dalam setiap tes jika nilai yang diperoleh ≥ 60 dengan nilai maksimal 100”. Maka dalam penelitian ini juga menggunakan
ketentuan
yang
ditetapkan
sekolah,
untuk
menentukan persen (%) ketuntasan siswa dengan menggunakan perhitungan persen (%) ketuntasan yaitu sebagai berikut: Rumus: Persen (%) ketuntasan =
b.
x 100%
Peningkatan prestasi siswa juga dilihat dari hasil belajar jangka pendeknya yang ditunjukkan dengan kenaikan nilai rata-rata tes pada setiap siklus. Dari data perolehan skor untuk setiap tes, ratarata nilai siswa dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut : rumus i 25
x x
i
i 1
n
Dengan x = nilai siswa; n = jumlah siswa c.
Peningkatan
nilai
individu
siswa
diperoleh
dengan
membandingkan skor dasar siswa
20
(rata-rata nilai tes siswa sebelumnya) dengan nilai kuis sekarang. Aturan pemberian skor peningkatan individu mengikuti aturan dalam Slavin (1995:80). Menurut Slavin (1995:80) salah satu cara perhitungan dalam penentuan nilai perkembangan siswa sebagai berikut: Langkah 1 : menetapkan skor dasar Setiap siswa diberikan skor dasar berdasarkan skor kuis sebelumnya. Langkah 2 : menentukan skor kuis terkini Siswa memperoleh skor dari kuis yang berkaitan dengan materi terkini. Langkah 3 : menghitung skor perkembangan Setiap siswa memperoleh poin peningkatan individu yang besarnya dihitung dari selisih skor sekarangdan skor dasar. Poin tersebut ditentukan dengan menggunakan skala berikut: Tabel 1 Kriteria Poin Perkembangan Kriteria
Nilai Perkembangan
Lebih dari 10 poindi bawah
5 poin
skor dasar 10 poin hingga 1 poin di bawah
10 poin
skor dasar Skor dasar hingga 10 poin di
20 poin
atas skor dasar Lebih dari 10 poin di atas skor
30 poin
dasar Pekerjaan
sempurna
tanpa
30 poin
memperhatikan skor dasar
d.
Perolehan penghargaan kelompok dengan melihat jumlah rata-rata skor tiap kelompok. Aturan perolehan penghargaan kelompok mengikuti aturan dalam Mohamad Nur (2005:36). Menurut Mohamad Nur (2005:36) ada tiga tingkat penghargaan yang diberikan berdasarkan skor tim rata-rata. Ketiga tingkat adalah sebagai berikut: Tabel 2 Kriteria Penghargaan Kelompok Kriteria (Rata-rata tim)
Penghargaan
15
Tim Baik
20
Tim Hebat
25
Tim Super
21
DAFTAR PUSTAKA
Sanjaya,
Wina.(2006). Strategi
Pembelajaran
Berorientasi
Standar
Proses
Pendidikan.Bandung: Kencana Prenada Media Group
Suharsimi, Arikunto.(2010). Prosedur Penelitian.Yogyakarta: Rineka Cipta Pusat Bahasa Depdiknas.(2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka
22