PRINCE ANTASARI, THE HERO FROM BORNEO Awalnya Kesultanan Banjar merupakan kasultanan besar penguasa Kalimantan Selatan. Namun karena tingginya campur tangan penjajah Belanda dalam lingkungan keraton, menyebabkan satu persatu wilayah kekuasaanya berpindah tangan ke Belanda. Hingga hanya Banjarmasin yang tersisa sebagai wilayah Kesultanan Banjar. Initially the Sultanate of Banjar was a great Sultanate ruler of o f South Kalimantan. However, due to high interference of Dutch colonists in the palace, causing one by one region of its territories changed hands to the Netherlands. And finally Banjarmasin remained as the only Sultanate territory of Banjar. Akibat tingginya campur tangan dan perilaku sewenang-wenangan Belanda, membangkitkan kemarahan rakyat untuk menentang. Dalam kondisi seperti ini, Pangeran Antasari ditunjuk sebagai pemimpin rakyat tampil ke depan untuk memimpin perlawanan ini. Due to high interference and arbitrary behavior of the Netherlands, aroused the anger of people to against toward the Netherlands. Under these conditions, Pangeran Antasari was appointed as the leader of the people to come forward to lead this fight. Dalam buku Perang Salib versus Perang Sabil karangan Abdul Qadir Djaelani ditulis, Sejak kecil Pangeran Antasari tidak senang hidup di istana yang penuh intrik dan dominasi kekuasaan Belanda. Ia bersama keluarga lebih memilih hidup di tengah rakyat, belajar agama kepada para ulama, dan hidup dengan berdagang serta bertani.
In the book Crusade versus Holy War wrote by Abdul Qadir Djaelani, stated that, since childhood Pangeran Antasari did not like living in a palace full of intrigue and domination of the Netherlands. He and his family chose to live among the people, studied the religion to the clergy, and living by trading and farming. Pengetahuan dan ketaatan melaksanakan ajaran-ajaran Islam, serta ketabahannya dalam menghadapi setiap tantangan, menyebabkan ia dikenal dan disukai oleh rakyat Kesultanan Banjar. Maka tidak heran jika penunjukan Antasari sebagai pemimpin perlawanan mendapat dukungan penuh dari berbagai elemen rakyat. Bahkan dalam mengobarkan perlawanan kepada penjajah Belanda di tengah masyarakat, Pangeran Antasari yang mendapat dukungan penuh dari Pangeran Hidayat yang menjabat sebagai Sultan Kerajaan Banjar. Semua kekuatan dihimpun untuk menyerang Belanda, mulai dari daerah Barito, Kapuas, Hulu Sungai, Tanah Laut dan daerah lainnya. Hingga ratusan pasukan telah siap bergerak dengan satu komando.
Obtaining knowledge and observance of implementing the teachings of Islam, as well as perseverance in the face of every challenge, led Antasari known and loved by the people of the Sultanate of Banjar. It was no wonder, if the appointment of Antasari as opposition leader got full support of the various elements of the folk. Even in inspiring the resistance to the Dutch colonists in the community, Prince Antasari which received full support from the Prince Hidayat, who served as the Sulthan of Banjar kingdom. All the forces gathered to attack the Netherlands, ranging from the Barito, Kapuas, Hulu Sungai, Tanah Laut and other areas. Up to hundreds of troops were ready to move with one command. Tepatnya tanggal 28 April 1859, Perang Banjar yang dipimpin Pangeran Antasari meletus. Tujuan utama pertempuran adalah untuk menguasai benteng Pengaron yang dipertahankan mati-matian oleh Belanda. Pertempuran di benteng pengaron ini, disambut dengan pertempuran-pertempuran di berbagai medan yang tersebar di Kalimantan Selatan.
Precisely, on April 28, 1859, Banjar war led by Pangeran Antasari erupted. The main goal of the battle was to master the Pengaron fortress that defended desperately by the Netherlands. The battle at the Pengaron fortress was welcomed by the battles in various fields spred in South Kalimantan.
Perang Banjar kemudian disambut dengan pertempuran-pertempuran lain untuk melawan dominasi Belanda di Kalimantan Selatan. Seperti pertempuran mempertahankan benteng Tabanio pada Agustus 1859, pertempuran mempertahankan benteng Gunung Lawak pada september 1859, dan pertempuran mempertahankan kubu pertahanan Munggu Tayur pada Desember 1859.
Banjar war then greeted by other battles against the Dutch domination in South Kalimantan, such as; the battle of defending the Tabanio fortress in August 1859, the battle of defending the Mount Lawak fortress in september 1859, and the battle of defending the Munggu Tayur bastion in December 1859. Sementara itu Pangeran Hidayat makin jelas menentang Belanda dengan memihak kepada perjuangan rakyat yang dipimpin oleh Pangeran Antasari, memaksa penguasa Belanda menuntut supaya Pangeran Hidayat menyerah. Namun hal itu ditolak oleh Pangeran Hidayat hingga akhirnya penguasa kolonial Belanda secara resmi menghapuskan kesultanan Banjar pada tanggal 11 Juni 1860.
Meanwhile, Prince Hidayat more clearly against the Dutch with the favor of the people’s struggle led by Prince Antasari, forcing the Dutch authorities demanded the surrender of Prince Hidayat. But it was rejected by Prince Hidayat and forced Dutch colonial formally abolished the Sultanate of Banjar on June 11, 1860. Perlawanan semakin meluas, kepala-kepala daerah dan para ulama ikut memberontak, memperkuat barisan pejuang Pangeran Antasari bersama-sama Pangeran Hidayat. Tetapi karena persenjataan pasukan Belanda lebih lengkap dan modern, pasukan Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayat terus terdesak serta s emakin lemah posisinya.
The resistance increasingly widespread, regional heads and religious leaders would participate in the rebellion, strengthening the ranks of Prince Antasari and Prince Hidayat fighters. But for a more complete and modern arsenal of Dutch troops, Prince Antasari and Prince Hidayat’s troops kept pressed and fell in a weak position. Setelah memimpin pertempuran selama hampir tiga tahun, ditambah kondisi kesehatan yang terus menurun, akhirnya Pangeran Hidayat menyerah kepada Belanda tahun 1861. Dan dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Sebagai gantinya, perjuangan umat Islam Banjar dipimpin sepenuhnya oleh pangeran Antasari. Baik sebagai pemimpin rakyat, maupun sebagai pewaris kesultanan Banjar.
After leading the battle for nearly three years, plus a health condition which continues to weaken, Prince Hidayat finally surrendered to the Dutch in 1861 and exiled to Cianjur, West Java. Instead, the struggle of Muslims Banjar led entirely by Prince Antasari. Well as the leader of the people, as well as the heir to the Sultanate of Banjar. Sebagai pemimpin perjuangan umat Islam tertinggi di Kalimantan Selatan, maka pada tanggal 14 Maret 1862, bertepatan dengan 13 Ramadhan 1278 Hijriah, Pangeran Antasari mulai menyerukan perlawanan kepada Belanda dengan mengajak seluruh elemen masyarakat berpegang teguh kepada keyakinan 'Hidup dan mati hanya untuk Allah SWT'.
As the highest leader of Muslims struggle in South Kalimantan, then on March 14, 1862, Prince Antasari started calling for resistance to the Netherlands by persuading all sectors of society to cling firmly on the belief ‘Life and death is only for Allah’. Karena sikap Pangeran Antasari yang menjunjung tinggi agama Islam, seluruh rakyat, pejuang, para alim ulama dan bangsawan-bangsawan Banjar dengan suara bulat mengangkat Pangeran Antasari menjadi Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin. Suatu gelar yang juga pernah disandang oleh Rasullulah SAW.
Because of Prince Antasari’s attitude that upheld the Islamic religion, all people, fighters, the clergy and Banjar nobles unanimously appointed Prince Antasari to be Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin. Pengangkatan ini sekaligus menempatkan Pangeran Antasari secara resmi memangku jabatan sebagai kepala pemerintahan, panglima perang dan pemimpin tertinggi agama Islam. Pertempuran yang berkecamuk makin sengit dan berlangsung di berbagai medan, antara pasukan Khalifatul Mukminin dengan pasukan Belanda.
This appointment once put Prince Antasari officially took office as head of government, warlord and the supreme leader of the Islamic religion. The battle between Prince Antasari’s forces and Dutch troops took place in various fields. Namun karena pasukan Belanda mendapatkan sokongan bala bantuan dari Batavia dan persenjataan modern, akhirnya pasukan Pangeran Antasari berhasil dipukul mundur hingga memaksa memindahkan benteng pertahanannya di hulu Sungai Teweh.
However, since the Dutch troops receive reinforcements from Batavia support and modern weaponry, finally Prince Antasari forces successfully repelled until forced to move defenses in the river upstream Teweh. Perlawanan terus ditunjukkan oleh pasukan Pangeran Antasari hingga akhirnya Pangeran Antasari meninggal pada 11 Oktober 1862, setelah sakit komplikasi yang dideritanya. Selepas kepergiannya, perjuangan melawan penjajah di Kesultanan Banjar dipimpin oleh Gusti Muhammad Seman, Gusti Muhammad Said dan teman dekat pangeran.
The resistance continued to be demonstrated by the Prince Antasari troops until finally Prince Antasari died on October 11, 1862, after he suffered from an illness complications. After his death, the struggle against the invaders in the Sultanate of Banjar led by Gusti Muhammad Seman, Gusti Muhammad Said and close friends of the prince. http://www.merdeka.com/ramadan/pangeran-antasari-pemilik-gelar-setingkat-nabi.html
