POTRET RELIGIUSITAS AKUNTAN PUBLIK DALAM BINGKAI TASAWUF
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta
Oleh
:
NAMA
: Annisa Nur Fitriyah
NIM
: 2013320042
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS 2017
ABSTRACT
Religiosity is the internalisation of Islamic values that created the personal as a muslim. Religiosity is not only in definition perform such prayers, but also when a muslim do daily activities. So, the religiosity is a very important for a muslim in his daily profession as a public accountant. This research motivated by phenomenon how the perfection of Islam in the perspective of the public accountant that is considered secular, because of various cases. This study aims to understanding how the reliousity of muslim as a public accountant. This study is qualitative with Islamic worldview, and using tasawuf akhlaki as a method of research. Interviews done by four informants, who are public accountants in a public accounting firms. These results indicate that the perfection of Islam interpreted diverse by informants such as the clarity, the foundation of professional ethics, the promise to Allah SWT, and the nature of the self. If the conviction was based patienly to the challenges, it will bring varieties of positive behavior when working solely for Allah SWT. The religious behavior is honesty, professionalism, and independence. That is motivated by work environment that consists of muslim partner, culture, the leader, and the size and condition of public accounting firm.
Keywords: Islam, Religiosity, Public Accountant
ABSTRAK
Religiusitas merupakan internalisasi nilai-nilai Islam yang membentuk diri pribadi seorang muslim. Religiusitas tidak terbatas pada melaksanakan praktik beribadah saja, tetapi juga saat seorang muslim melakukan berbagai aktivitas kesehariannya. Oleh karena itu, religiusitas adalah aspek yang sangat penting bagi seorang muslim dalam profesi sehari-harinya sebagai akuntan publik. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena bagaimana kesempurnaan Islam dalam sudut pandang profesi akuntan publik yang selama ini dianggap sekuler, karena berbagai kasus yang terjadi. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami religiusitas seorang muslim dalam menjalankan profesinya sebagai akuntan publik. Penelitian bersifat kualitatif dengan paradigma tauhid, dan menggunakan tasawuf akhlaki sebagai metode penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan kepada empat auditor yang beragama Islam dalam satu kantor akuntan publik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesempurnaan Islam dimaknai beragam oleh informan yakni sebagai kejelasan, sandaran etika profesi, janji kepada Allah SWT, dan hakikat diri. Apabila keyakinan tersebut dilandasi dengan sabar terhadap berbagai tantangan yang dihadapi, maka akan memunculkan berbagai perilaku positif ketika bekerja yang semata-mata karena rasa bertanggungjawab seorang hamba kepada Sang Maha Kuasa. Perilaku religius tercermin dalam kejujuran, profesionalitas, independensi, serta proses penerbitan opini audit yang berusaha mengikuti prosedur audit agar tidak bertentangan dengan aturan Islam. Hal tersebut dapat terjadi apabila didukung oleh unsur lingkungan kerja yakni, rekan kerja sesama muslim, budaya KAP, pimpinan KAP, serta ukuran dan kondisi KAP.
Kata Kunci: Islam, Religiusitas, Akuntan Publik
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas skenario hidup yang amat baik, serta rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Potret Religiusitas Akuntan Publik Dalam Bingkai Tasawuf.” Tidak lupa pula penulis hantarkan shalawat dan salam yang semoga selalu tercurahkan kepada baginda Rasul Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman, aamiin aamiin yaa rabbal alamiin. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menempuh gelar Sarjana Ekonomi (S-1) Program Studi Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta. Selama proses penyelesaian penelitian ini, tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi. Tetapi semua itu dapat teratasi berkat seluruh do’a dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih diantaranya kepada: 1. Bapak Andry Priharta, SE., MM., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta. 2. Ibu Liza Nora, SE., MM., selaku Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta. 3. Ibu Hairul Triwarti, SE., Ak., MM., selaku Wakil Dekan II Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta.
viii
4. Bapak Sulhendri, SE., MSi selaku Wakil Dekan III Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta. 5. Bapak M. Irfan Tarmizi, SE., Ak., MBA., CA selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan selaku Dosen Pembahas pada saat seminar proposal penelitian. Terima kasih atas kritik dan saran yang sangat berharga terhadap penelitian ini. 6. Bapak Dr. M. Nur A Birton, SE., Ak., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas kesabarannya, waktu, tenaga, dan pikiran yang telah diluangkan selama membimbing dan mengarahkan penulis menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih juga atas motivasi dan inspirasinya, semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan dan keberkahan hidup kepada Bapak, aamiin yaa rabbal alamiin. 7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis atas ilmu, kesabaran, dan do’a yang diberikan
selama penulis
mengikuti
pendidikan
di
Universitas
Muhammadiyah Jakarta, semoga Allah SWT membalasnya dengan kesehatan dan keberkahan hidup kepada Bapak/Ibu. Jangan pernah lelah untuk mengajar dan mendidik, kelak kami sukses adalah berkat kebaikanmu. Khususnya kepada Alm. Bapak Darmansyah dan Bapak Sutoyo, terima kasih telah menginspirasi dengan semangat mengajarnya yang sangat tinggi. Semoga Allah SWT selalu melapangkan kubur, mengampuni dosa, dan menempatkan Bapak di surga-Nya, aamiin aamiin yaa rabbal alamiin. 8. Para
staf
dan
karyawan
Fakultas
Ekonomi
dan
Bisnis
Universitas
Muhammadiyah Jakarta, terima kasih telah memudahkan proses perkuliahan penulis.
ix
9. Orang tua penulis, Ayahanda Opan Sopandi dan Ibunda Ratnah. Terima kasih
yang
tak
terhingga
atas
do’a
yang
tidak
pernah
putus,
pengorbanannya, inspirasi dan semangat yang tak pernah letih diberikan kepada penulis. Never be lose before the war! 10. Seluruh
keluarga
besar
atas
do’a
dan
dorongannya
yang
selalu
membangkitkan semangat. 11. Mas Guntur, Mas Sidik, Mas Andi, dan Bapak Deri yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk menjadi informan dalam penelitian ini. Terima kasih, tanpa kalian mungkin penelitian ini tidak akan selesai. 12. Bapak Adrian Muluk dan Penti Nurhidayah yang telah banyak membantu untuk kelancaran dan kemudahan penelitian ini. 13. Ata, Rehan, dan Tikaf, terima kasih atas waktu, tawa, dan canda yang telah diberikan untuk mengatasi kejenuhan penulis selama proses penelitian. 14. Fajri dan keluarga, terima kasih atas speaker dan kabel jack-nya sehingga penulis dapat membuat transkrip wawancara. 15. Bu Nen dan Pak Ajis, serta keluarga besar Laboratorium FEB UMJ yang telah menjadi teman penghilang jenuh di semester-semester akhir perkuliahan. 16. Keluarga besar HIMA AKSI, beraksi! Terima kasih atas ilmu dan rasa kekeluargaannya. 17. Seluruh teman-teman kelas A, konsentrasi Audit, dan angkatan 2013 yang telah mendukung dan menerima penulis dengan sangat baik menjadi bagian dari kalian, terima kasih. 18. Paris, Perancis. Terima kasih atas semangatnya, semoga kita dapat dipertemukan di bulan Februari 2021 ketika musim salju tiba.
x
19. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah mendukung penyelesaian penelitian ini, namun tanpa menghilangkan rasa terima kasih penulis. Semoga seluruh do’a dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis, dibalas oleh Allah SWT dengan senantiasa melimpahkan rahmat dan karuniaNya, dan semoga kelak kita semua dapat berkumpul di surga-Nya, aamiin aamiin yaa rabbal alamiin. Penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penelitian ini, yang tentu berasal dari keterbatasan kemampuan penulis sebagai manusia biasa. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak dalam rangka memperbaiki penelitian ini.Semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan menyadarkan kita semua terutama diri penulis sendiri, bahwa sebagai seorang muslim kita harus menunjukkan bagaimana kesempurnaan dan terangnya Islam dalam kehidupan yang gelap gulita ini. Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta,
2017 Penulis
Annisa Nur Fitriyah
DAFTAR ISI
Hal HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................
ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI...............................................................
iii
PERSETUJUAN TIM PENGUJI .....................................................................
iv
ABSTRACT ................................................................................................
v
ABSTRAK .................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................
vii
DAFTAR ISI ..............................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................
BAB I
BAB II
xv
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ......................................................
1
B. Identifikasi Masalah ............................................................
4
C. Pembatasan Masalah ..........................................................
4
D. Perumusan Masalah ............................................................
5
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian.............................................
5
1. Tujuan Penelitian .........................................................
5
2. Kegunaan Penelitian .....................................................
5
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka ....................................................................
7
xii
1. Agama Islam dan Kehidupan Manusia ............................
7
2. Religiusitas .................................................................. 13 3. Profesi Akuntan Publik .................................................. 19
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Kualitatif ..................................................... 23 B. Paradigma Tauhid Sebagai Paradigma Penelitian ................... 24 C. Tasawuf Akhlaki Sebagai Pendekatan Penelitian .................... 26 D. Situs dan Waktu Penelitian .................................................. 30 E. Proses Penelitian................................................................. 31 F. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data ................................ 32 G. Teknik Analisis Data ............................................................ 34
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Islam Dasar Berprofesi Akuntan Publik Muslim....................... 36 1. Informan 1: Islam Sebuah Kejelasan ............................. 37 2. Informan 2: Islam, Sandaran Etika Profesi...................... 39 3. Informan 3: Islam, Janji Kepada Allah SWT .................... 40 4. Informan 4: Islam Sebuah Hakikat Diri........................... 42 B. Perilaku Religius Akuntan Publik Muslim ................................ 44 1. Informan 1: Kejujuran untuk Allah SWT ........................ 44 2. Informan 2: Profesionalitas pada Allah SWT ................... 47 3. Informan 3: Independensi, Menepati Janji pada Sang Ilahi ............................................................................ 51
xiii
4. Informan 4: Opini Audit Sebagai Habluminallah dan Habluminannas ............................................................ 53 C. Lingkungan Kerja Religius Akuntan Publik Muslim .................. 55 1. Rekan Kerja Sesama Muslim.......................................... 56 2. Budaya Religius dalam Kantor Akuntan Publik................. 57 3. Pimpinan dalam Kantor Akuntan Publik .......................... 59 4. Ukuran dan Kondisi Kantor Akuntan Publik ..................... 61 D. Konsep Religiusitas Akuntan Publik Muslim........................... 62
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................ 67 B. Keterbatasan Penelitian ....................................................... 68 C. Saran................................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Hal Gambar 3.1 Proses Penelitian ..................................................................... 31 Gambar 4.1 Konsep Religiusitas Akuntan Publik Muslim................................. 63
DAFTAR LAMPIRAN
Hal Lampiran 1 Surat Keterangan Riset ............................................................ xvi Lampiran 2 Data Diri Informan.................................................................... xvii Lampiran 3 Transkrip Wawancara ............................................................... xvii Lampiran 4 Catatan Observasi ................................................................... xlii Lampiran 5 Dokumentasi ............................................................................ xlvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Agama merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan manusia (Ahmad, 2014). Salah satunya dikarenakan manusia selalu menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupannya (Nata, 2014:24). Menurut Nasution (1985:9) agama berfungsi sebagai tuntunan bagi hidup manusia. Agama Islam merupakan pedoman hidup yang lengkap yang bersifat permanen dan universal (Mawdudi, 1996). Islam menyediakan Al-qur’an sebagai petunjuk, serta pembeda antara yang benar dan yang batil (Q.S AlBaqarah:185). Islam juga memberikan Nabi Muhammad SAW sebagai contoh teladan akhlak yang baik (Q.S Al-Qalam:4), dan rahmat bagi seluruh alam (Q.S Al-anbiya:107). Dalam agama Islam, petunjuk-petunjuk tersebut bersumber dari Tuhan yang Maha Benar dan Maha Mengetahui (Harahap, 2011). Menurut Nata (2014:54) agama Islam tampil tidak hanya sebagai agama tentang hubungan manusia dengan Allah SWT, tetapi juga hubungan manusia dengan manusia, dan urusan ibadah dengan urusan muamalah. Agama erat kaitannya dengan istilah religiusitas. Menurut Safrilsyah, dkk (2010) religiusitas didefinisikan sebagai nilai-nilai agama yang telah masuk ke dalam diri manusia. Dalam agama, seseorang membutuhkan religiusitas agar peran agama sebagai panduan hidup manusia dapat benarbenar dirasakan. Menurut Ancok dan Suroso (1995), religiusitas memuat 3 (tiga) hal yakni pertama, keberagamaan diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia; kedua, menyangkut ritual beribadah maupun aktivitas
2
lainnya; dan ketiga, hal tersebut ada yang tampak, dan ada pula yang terjadi di dalam hati manusia. Sementara itu Glock dan Stark (1965) dalam Sari, dkk (2012) membagi religiusitas ke dalam beberapa dimensi yaitu, dimensi ideologis (keyakinan), dimensi ritualistik (praktik ibadah), dimensi eksperensial (penghayatan), dimensi intelektual (pengetahuan), dan dimensi konsekuensial (dampak). Dalam Islam, dimensi-dimensi tersebut dapat disejajarkan menjadi akidah, syariah, penghayatan, ilmu, dan akhlak (Nasution, 1985). Menurut Yusuf (2003) dalam Rahmawati (2010) menjelaskan bahwa religiusitas
bukan
timbul
begitu
saja,
melainkan
berkembang
dan
membutuhkan proses. Oleh karena itu, religiusitas dapat dipengaruhi oleh faktor sosial, faktor pengalaman, faktor kebutuhan, dan faktor intelektual (Thouless, 1979). Peran religiusitas sangatlah penting, karena religiusitas dapat berfungsi sebagai kontrol diri, sehingga perilaku seseorang dapat sesuai dengan ajaran agamanya (Kurniawan dan Dwiyanti, 2013). Kemudian, religiusitas di dalam Islam tidak terbatas pada praktek beribadah saja, tetapi juga ketika seorang muslim melakukan berbagai aktivitas hariannya (Prasetyoningrum, 2010). Oleh karena itu, religiusitas juga diperlukan bagi seorang muslim dalam profesi sehari-harinya sebagai akuntan publik. Di sisi lain, profesi akuntan publik kini terbentur dengan maraknya skandal keuangan yang berdampak pada integritas profesi tersebut (Wiratama dan Budhiarta, 2015). Skandal tentang masalah etika, kini menjadi masalah utama dan serius dalam profesi itu. Beberapa diantaranya tercermin dalam PWC yang terlibat dalam kasus Satyam sebuah perusahaan
3
IT terbesar keempat di India (Koran Tempo, 2010), KPMG Indonesia yang melakukan penyuapan pajak untuk kliennya (Hukumonline.com), dan yang paling
terkenal
adalah
bangkrutnya
Enron
yang
turut
membawa
kebangkrutan bagi KAP Arthur Andersen (Majalah Akuntan, 2015: 8). Menurut Azis, dkk (2015) itu adalah akibat selama ini profesi tersebut memisahkan urusan agama dan urusan profesi. Padahal Harahap (2011) menyatakan bahwa etika perlu didasarkan pada moralitas juga agama. Hasil riset Maryani dan Ludigdo (2001) dalam Agoes (2012: 55) menunjukkan bahwa religiusitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku akuntan publik. Kemudian, Dewi (2013) dalam hasil risetnya mendapati bahwa meningkatkan religiusitas dapat berdampak pada penegakan kode etik dalam profesi akuntan publik. Sementara itu, menurut Alteer dan Taher (2015) religiusitas juga memberikan pengaruh secara langsung atas sensitivitas etis seorang auditor. Dalam hasil penelitian lainnya bahkan religiusitas berdampak pada skeptisme profesional seorang akuntan publik (Omer et.al, 2015). Disatu sisi religiusitas berperan penting dalam profesi akuntan publik, mulai dari dampaknya pada kinerja profesional hingga pada etika seorang akuntan publik. Namun keberadaannya justru dipisahkan dari profesi tersebut yang salah satunya kemudian tercermin dalam berbagai skandal yang terjadi. Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti ingin memahami bagaimana religiusitas yang ada dalam profesi akuntan publik melalui pengalaman keagamaan yang dirasakan oleh akuntan publik muslim. Pengalaman keagamaan ini menyangkut kesadaran beragama, praktek beribadah dan
4
penghayatannya ke dalam profesi akuntan publik. Untuk itu, peneliti bermaksud melakukan penelitian yang dituangkan ke dalam judul “Potret Religiusitas Akuntan Publik Dalam Bingkai Tasawuf”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang, maka dapat diidentifikasi sejumlah masalah: pertama, agama merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan manusia karena manusia selalu menghadapi berbagai tantangan dalam hidupnya (Ahmad, 2014 dan Nata, 2014:24). Kedua, Islam merupakan pedoman hidup yang universal yang aturannya berasal dari Tuhan yang Maha Benar dan Maha Mengetahui (Mawdudi, 1996 dan Harahap, 2011). Ketiga, internalisasi nilai-nilai agama (religiusitas) Islam diperlukan oleh seorang muslim dalam berbagai sisi kehidupannya tidak terbatas hanya pada habluminnallah, sehingga peran Islam sebagai tuntunan hidup dapat benar-benar dirasakan. Keempat, religiusitas juga diperlukan bagi seorang muslim yang berprofesi sebagai akuntan publik, walaupun profesi tersebut selama ini memisahkan antara urusan agama dan urusan profesi (Azis dkk, 2015).
C. Pembatasan Masalah Penulis
merasa
perlu
melakukan
pembatasan
masalah
agar
pembahasan penelitian tidak meluas, serta tidak terjadi perbedaan penafsiran diantara para pembaca. Dalam penelitian ini, penulis akan membahas mengenai seperti
apa seseorang yang beragama Islam
merasakan religiusitas dalam profesinya sebagai akuntan publik. Untuk itu,
5
penelitian yang dilakukan dibatasi hanya kepada akuntan publik yang beragama Islam yang selanjutnya disebut akuntan publik muslim.
D. Perumusan Masalah Perumusan masalah dilakukan dengan maksud mempertegas masalahmasalah penelitian, sehingga pemecahan masalah yang dilakukan akan tepat dan dapat mencapai tujuan penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana religiusitas akuntan publik muslim dalam menjalankan profesinya?”.
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami religiusitas seorang muslim dalam menjalankan profesinya sebagai akuntan publik. 2. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis kepada pihak-pihak yang terkait. a. Aspek Teoritis (Keilmuan) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi ilmu pengetahuan tentang religiusitas muslim dan ilmu pengetahuan dalam
profesi
akuntan
publik,
berupa
pengalaman
dan
pengamalan nilai-nilai agama yang dirasakan seorang muslim dalam profesinya sebagai akuntan publik.
6
b. Aspek Praktis (Guna Laksana) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi umat muslim, bagaimana seharusnya peran religiusitas Islam ditempatkan dalam profesinya sebagai akuntan publik.
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Pustaka 1. Agama Islam dan Kehidupan Manusia a. Definisi Agama Islam Agama berasal dari kata din dalam bahasa Arab yang mengandung
arti
menguasai,
menundukkan,
patuh,
hutang,
balasan, dan kebiasaan. Definisi tersebut menjelaskan bahwa dalam agama
terdapat
peraturan-peraturan
yang
harus
dipatuhi.
Kemudian, dengan menjalankan ajaran-ajaran agama, agama tersebut membuat seseorang tunduk dan patuh kepada Tuhan. Kewajiban-kewajiban yang harus dijalankan dalam agama, juga apabila tidak dijalankan akan menjadi hutang baginya. Pendapat lain menyebutkan, agama berasal dari kata religi, dimana kata tersebut berasal dari kata religare (bahasa Latin) yang memiliki arti mengikat. Definisi tersebut menerangkan bahwa ajaran-ajaran agama mempunyai sifat mengikat. Ikatan antar manusia dengan Tuhan
yang
harus
dipegang
dan
dipatuhi
manusia,
serta
memberikan dampak yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari (Nasution, 1985:9-10). Disebutkan pula bahwa din berakar dari bahasa Arab dyn yang bermakna sebagai suatu kesatuan dari keseluruhan yang jelas, seperti apa yang disebut sebagai agama Islam (Al-Attas, 1981:37).
8
Islam berasal dari bahasa Arab yakni, Sin, Lam, dan Mim yang berarti damai, suci, patuh dan taat atau tidak pernah membantah. Dalam definisi agama, kata Islam mempunyai arti kepatuhan kepada kehendak dan kemauan Allah SWT, serta taat kepada hukum-Nya. Dengan demikian, agama Islam mengandung arti bahwa hanya dengan kepatuhan kepada kehendak Allah SWT dan tunduk kepada hukum-hukum-Nya, seseorang dapat mencapai kedamaian yang sesungguhnya dan memperoleh kesucian yang abadi (Abdalati, 1983:13). Agama Islam adalah agama yang ajaranajarannya diwahyukan Allah SWT kepada masyarakat melalui Nabi Muhammad SAW sebagai rasul, dan pada hakikatnya Islam membawa ajaran yang berisi berbagai segi kehidupan manusia (Nasution, 1985:24). b. Fungsi Agama Sebelum membahas bagaimana agama berfungsi dalam kehidupan
manusia,
akan
terlebih
dahulu
dijelaskan
alasan
mengapa manusia membutuhkan agama. Ahmad (2014) mengatakan bahwa agama adalah kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan manusia. Nata (2014) menyebutkan beberapa
alasan
membutuhkan
yang
agama,
menjadi
yaitu
fitrah
latar
belakang
manusia,
manusia
kelebihan
dan
kekurangan manusia, serta tantangan manusia. Pertama, manusia membutuhkan agama dikarenakan fitrah manusia itu sendiri. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini memiliki fitrah
beragama
yang
selanjutnya
memerlukan
pembinaan,
9
pengarahan, pengembangan, dan lain sebagainya sebagai bentuk memperkenalkan agama kepadanya (Nata, 2014:23). Kedua, dibalik segala
kelebihan
yang
dimilikinya,
manusia
sesungguhnya
diciptakan berpotensi baik dan buruk. Oleh karena itu, agama diperlukan agar manusia dapat sebisa mungkin selalu berpotensi baik dan menjauhi dari sifat-sifat buruk (Nata, 2014:23-24). Dan ketiga, agama dibutuhkan oleh manusia karena dalam hidupnya manusia
selalu
menghadapi
berbagai
tantangan.
Tantangan
tersebut bagaimanapun bentuknya berusaha menjauhkan manusia dengan
Tuhannya.
Untuk
itu,
agama
dibutuhkan
untuk
mengatasinya dan membentengi manusia (Nata, 2014:24-25). Dibutuhkannya agama oleh manusia sesuai dengan fungsi agama dalam hidup manusia, diantaranya: fungsi edukatif, agama yang secara yuridis menyuruh dan melarang menjadikan hal tersebut membimbing dan mengarahkan penganut agama menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik sesuai ajaran agamanya. Fungsi penyelamat,
dimana
agama
memberikan
keselamatan
yang
mencakup keselamatan dunia dan akhirat. Fungsi pendamaian, yakni agama dapat membuat seseorang lepas dari rasa bersalah dan berdosa sehingga mencapai kedamaian batin. Fungsi social control, muncul ketika ajaran agama dianggap norma oleh pemeluknya yang kemudian terikat batin atas tuntunan ajaran tersebut. Fungsi pemupuk solidaritas, timbul ketika satu sama lain pemeluk agama yang sama merasa dipersatukan dalam satu kesamaan yaitu iman dan kepercayaan. Fungsi transformatif agama
10
yaitu, ketika agama membuat kehidupan seseorang berubah menjadi kehidupan baru yang lebih baik. Fungsi kreatif, agama mendorong pemeluknya bekerja produktif tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk kepentingan orang banyak. Dan fungsi sublimatif adalah semua usaha manusia selama dilakukan dengan niat yang tulus dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama merupakan ibadah (Jalaluddin, 2010:325-327). c. Tipe Manusia Memandang Agama Nottingham (2002:43-55) membagi manusia ke dalam 3 (tiga) tipe dalam memandang agama di kehidupannya: 1) Tipe pertama Setiap anggota masyarakat dalam tipe pertama ini menganut agama yang sama bersama-sama. Sehingga keagamaan itu tidak
terpisah
dan
merupakan
salah
satu
aspek
dari
keseluruhan aktivitas kelompok. Agama menyusup ke dalam berbagai aktivitas kehidupan yang lain selain aktivitas agama itu sendiri seperti ekonomi, politik, sosial, dan lain-lain. Agama dianggap sebagai norma tertinggi yang tidak tertandingi, dan dengan begitu agama memasukkan pengaruhnya ke dalam sistem nilai masyarakat. 2) Tipe kedua Pada tipe kedua, agama adalah nilai yang tetap tinggi dalam kehidupan. Namun, kedudukannya dapat terlihat terpisah dalam kehidupan sehari-hari. Persoalan agama memiliki ranah urusannya tersendiri, begitupun dengan aktivitas bekerja dan
11
aktivitas
lain
selain
agama
dalam
kehidupan.
Nilai-nilai
keagamaan hanya berfokus pada pengintegrasian tingkah laku perorangan. 3) Tipe ketiga Tipe ini ditandai dengan keberadaan teknologi dalam kehidupan yang semakin canggih dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan
manusia.
Pengaruh
perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi menimbulkan masalah kemanusiaan yakni penalaran. Ruang gerak kepercayaan dan pengalaman keagamaan adalah terbatas pada aspek-aspek yang lebih kecil dan bersifat khusus. Tipe ini dikenal dengan istilah sekuler, yaitu memisahkan urusan agama dengan kehidupan dunia. d. Islam Sebagai Pedoman Hidup Manusia Menurut Mawdudi (1996), agama Islam merupakan pedoman hidup yang lengkap yang bersifat permanen dan universal. Konsepsi Islam sangatlah luas
mencakup berbagai
bidang kehidupan
diantaranya agama, ibadah, akidah, ekonomi, pendidikan, sosial, ilmu dan kebudayaan, serta masih banyak lagi lainnya (Nata, 2010:80-94). Menurut Nata, dalam bidang ekonomi misalnya Islam menganjurkan keseimbangan antara dunia dan akhirat. Tidak diperbolehkan hanya mengejar dunia saja kemudian melupakan agama, atau hanya mengejar akhirat saja dan menjauhi kehidupan dunia, sehingga terpisah antara urusan dunia dan urusan agama (sekuleristik). Oleh karena itu, agama Islam tidak hanya mengatur
12
habluminallah tetapi juga habluminannas (Ghozali, 2002, dalam Prasetyoningrum, 2010). Sebagai pedoman hidup yang lengkap, Islam memberikan AlQur’an sebagai pedoman membedakan antara yang benar dan yang batil. Hal ini seperti yang dituangkan dalam Q.S Al-Baqarah ayat 185:
Artinya: “Bulan Ramadlan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan
Al-Qur’an,
sebagai
petunjuk
bagi
manusia
dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil).....” Sementara itu dalam persoalan akhlak, Nabi Muhammad SAW diberikan oleh Islam sebagai contoh teladan akhlak yang baik. Diantaranya dijelaskan dalam Q.S Al-Qalam ayat 4:
Artinya: “Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur.” Dan juga dalam Q.S Al-Anbiya ayat 107:
Artinya: “Dan Kami tidak Mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”
13
2. Religiusitas a. Definisi Religiusitas Religiusitas adalah terjemahan dari kata religiosity (bahasa Inggris). Kata religiosity sendiri berasal dari kata religi (bahasa Latin) yang berarti agama (Astuti, 2008). Oleh karena itu, istilah religiusitas tidak dapat dilepaskan dari agama. Menurut Safrilsyah, dkk (2010) religiusitas diartikan sebagai nilai-nilai agama yang telah masuk ke dalam diri manusia. Sedangkan Ancok dan Suroso (1995:6) mengartikan religiusitas adalah keberagamaan yang diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia yang dapat dilihat oleh mata (tampak) maupun yang tidak tampak yang terjadi dalam hati manusia yang menyangkut ibadah maupun aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan
supranatural.
Mayondhika
(2012)
mendefinisikan
religiusitas sebagai komitmen beragama. Sementara itu, Afiatin (1998) mengatakan bahwa religiusitas tidak hanya seseorang melakukan praktek beribadah saja tetapi juga ketika melakukan aktivitas kehidupan lainnya. Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa religiusitas merupakan internalisasi nilai-nilai agama yang terwujud dalam
berbagai
sisi
kehidupan
pemeluknya
sebagai
bentuk
komitmen atas ajaran agamanya. b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Religiusitas Keberadaan religiusitas dalam pribadi seseorang tidaklah datang begitu saja, melainkan berkembang dan membutuhkan
14
proses (Yusuf, 2003 dalam Rahmawati, 2010). Thouless (1979:1519) menjelaskan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi religiusitas seseorang, diantaranya: 1) Faktor sosial Faktor
sosial
mencakup
seluruh
pengaruh
sosial
dalam
perkembangan religiusitas seseorang, seperti pendidikan dari orang tua, tradisi sosial, serta tekanan dari lingkungan sosial yang berasal dari sikap dan pendapat yang disetujui oleh suatu lingkungan. 2) Faktor pengalaman Maksud dari faktor pengalaman ini adalah bahwa religiusitas berasal dari apa-apa yang selama ini telah dialami oleh seseorang, seperti mengalami konflik moral, mengalami bahwa setiap orang membutuhkan kebaikan, keindahan, dan harmoni dalam hidupnya, serta mengalami akan adanya kehadiran Tuhan. 3) Faktor kebutuhan Bahwa religiusitas seseorang dapat muncul karena adanya kebutuhan akan hal keselamatan, cinta, harga diri, dan persiapan akan datangnya kematian. 4) Faktor intelektual Faktor intelektual terkait dengan kemampuan proses penalaran verbal dan pengetahuan dalam diri seseorang.
15
c. Dimensi Religiusitas Glock dan Stark (1965) dalam Sari, dkk (2012) membagi religiusitas
ke dalam
lima dimensi,
yaitu dimensi ideologis
(keyakinan), dimensi ritualitas (praktek keagamaan), dimensi eksperensial (penghayatan), dimensi intelektual (pengetahuan), dan dimensi konsekuensial (pengamalan). Menurut Ancok dan Suroso (1995:80-82)
dalam
Islam
kelima
dimensi
tersebut
dapat
disejajarkan dengan: 1) Akidah Akidah atau dimensi keyakinan menunjuk pada seberapa tingkat
keyakinan
muslim
terhadap
kebenaran
ajaran
agamanya khususnya yang bersifat fundamental dan dogmatik. Dimensi keyakinan ini menyangkut rukun iman yang 6 (enam) yaitu iman kepada Allah SWT, iman kepada malaikat Allah SWT, iman kepada Nabi/Rasul Allah SWT, iman kepada kitab-kitab Allah SWT, iman kepada hari kiamat, dan iman kepada qadha dan qadar. 2) Syariah Syariah atau dimensi peribatan atau praktek agama merupakan dimensi
yang
mengerjakan
terkait
pada
kegiatan-kegiatan
kepatuhan ritual
yang
muslim disuruh
dalam dan
dianjurkan oleh agamanya. Adapun praktek agama tersebut ialah pelaksanaan shalat, puasa, zakat, haji, membaca AlQur’an, do’a, zikir, ibadah kurban, i’tikaf, dan sebagainya.
16
3) Penghayatan Penghayatan
atau
dimensi
eksperensial
menunjuk
pada
bagaimana muslim merasakan dan mengalami perasaanperasaan dan pengalaman-pengalaman religius. Dalam Islam, dimensi ini terwujud dalam perasaan dekat dengan Allah SWT, perasaan doa-doanya sering terkabul, perasaan bersyukur kepada Allah SWT, perasaan tergetar ketika mendengar adzan atau ayat-ayat Al-Qur’an, dan lain-lain. 4) Ilmu Ilmu atau dimensi pengetahuan merupakan pengetahuan dan pemahaman
muslim
terhadap
ajaran-ajaran
agamanya
terutama ajaran-ajaran pokok yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits. 5) Akhlak Akhlak atau dimensi pengamalan menunjuk pada perilaku muslim yang dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya. Dimensi ini adalah tentang bagaimana individu berelasi dengan urusan dunianya terutama dengan manusia lain (Habluminannas). Akhlak mencerminkan perilaku yang sesuai dengan normanorma
Islam
seperti,
bekerjasama,
suka
menolong,
memaafkan, berperilaku jujur, menjaga amanat, tidak korupsi, tidak mencuri, dan lain-lain. Berdasarkan aspek-aspek tersebut, Islam mengajarkan bahwa seorang muslim tidak boleh berhenti pada hubungannya dengan Allah SWT saja, tetapi juga harus terus mengamalkan apa yang
17
telah diajarkan Islam
ke dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga,
tercipta hubungan yang baik antar manusia dengan manusia, dan manusia dengan makhluk lainnya. d. Pengalaman Religius Pengalaman religius merupakan gabungan antara pengalaman dan religius. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengalaman adalah yang pernah dialami dalam arti dijalani, dirasai, ditanggung, dan sebagainya. Sedangkan, religius dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai sesuatu yang bersifat keagamaan. Oleh karena itu, pengalaman religius adalah yang pernah dialami terkait dengan hal-hal yang bersifat keagamaan. Menurut Bagir (2011) pengalaman religius adalah pengalaman akan kesadaran atas kehadiran yang Ilahi. Dalam hal religiusitas akuntan publik, melalui pengalaman religius dapat diketahui bagaimana nilai-nilai agama dapat masuk, meresap dan kemudian berdampak pada individu dalam profesi tersebut. Pengalaman religius dalam Islam dikenal dengan istilah tasawuf. Kesadaran atas kehadiran Allah SWT dalam berbagai aktivitas sehari-hari umat muslim merupakan ranah pembahasan tasawuf. Tasawuf adalah falsafah hidup yang dimaksudkan untuk meningkatkan jiwa seorang manusia secara moral lewat latihanlatihan praktis tertentu (Buchori, 2012:111). Definisi tasawuf secara istilah sangatlah beragam, namun yang banyak diakui adalah kata shuf yang berarti bulu domba atau wol. Definisi tersebut muncul
18
bahwa berdasarkan sejarah para sufi (sebutan bagi mereka yang melakukan amalan tasawuf) memakai pakaian wol, walaupun tidak setiap kaum sufi memakai pakaian wol (Solihin dan Anwar, 2014:13). Namun, disebutkan dalam literatur lain bahwa kain wol yang dipakai adalah wol kasar, bukan wol halus sebagaimana kain wol sekarang, dan pada masa itu memakai wol kasar adalah simbol kesederhanaan (Amin, 2015:4). Al-Jurairi dalam Solihin dan Anwar (2014:14) memaknai tasawuf sebagai masuk ke dalam segala budi (akhlak) yang mulia dan keluar dari budi pekerti yang rendah. Sementara, Al-Junaidi menjelaskan tasawuf adalah membersihkan hati dari apa saja yang mengganggu perasaan makhluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal (instink) kita, memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan hawa nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian, bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memakai barang yang penting dan terlebih kekal, menaburkan nasihat kepada semua orang, memegang teguh janji dengan Allah SWT dalam hal hakikat, dan mengikuti contoh Rasululullah dalam hal syariat. Munculnya tasawuf diilhami dari pola kehidupan
Nabi
Muhammad
SAW
yang
semasa
hidupnya
sederhana, zuhud, tawadhu’, ridha, dan lain-lain (Buchori, 2012). Solihin dan Anwar (2014) menjelaskan dasar-dasar tasawuf bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits. Al-Qur’an merupakan kitab Allah SWT yang didalamnya terkandung ajaran-ajaran Islam tentang aqidah, syari’ah, dan mu’amalah. Diantara ayat-ayat Al-Qur’an yang
19
berbicara tentang tasawuf diantaranya Q.S At-Tahrim ayat 8 yang artinya “...bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang sebenarbenarnya...”, dan Q.S An-Nisa’ ayat 77 yang artinya “...Katakanlah, kesenangan di dunia ini hanya sementara, dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa...”. Sedangkan, salah satu hadits yang membahas tentang tasawuf adalah H.R Ibnu Majah, Rasulullah SAW bersabda yang artinya “zuhudlah terhadap dunia maka Allah SWT akan mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang ada di tangan orang lain maka mereka akan mencintaimu.” Tasawuf dimaksudkan agar nilai-nilai Islam dapat melekat ke dalam pribadi seorang muslim. Sehingga dalam menjalankan berbagai aktivitasnya, seorang muslim dapat benar-benar lillahi ta’ala. Dalam Amin (2015:22) tasawuf dalam kajian akademik dibagi menjadi tiga bagian yaitu tasawuf akhlaki yang menjadikan akhlak (tingkah laku) sebagai pembahasan utama, tasawuf amali yang membahas tentang cara mendekatkan diri kepada Allah SWT yang dikonotasikan sebagai tarekat, dan tasawuf falsafi yang membahas tasawuf secara filsafat yakni disertai dengan ungkapan-ungkapan dalam bahasa filsafat. 3. Profesi Akuntan Publik a. Peran dan Tanggung Jawab Profesi Akuntan publik merupakan istilah profesi bagi mereka yang bekerja sebagai auditor eksternal. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik menyebutkan bahwa akuntan publik adalah seseorang yang telah memperoleh izin untuk memberikan
20
jasa audit, jasa reviu, jasa asurans, serta jasa lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Jasa yang diberikan oleh akuntan publik tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada auditee saja, tetapi juga kepada masyarakat. Peran dan tanggung jawab seorang akuntan publik sangat kompleks, seringkali terjadi benturan dalam praktiknya. Menurut Nugroho dan Chariri (2012) terdapat dua benturan dalam aktivitas akuntan publik, yaitu tekanan klien dan tekanan masyarakat. Tekanan klien berkaitan dengan keinginan klien atas opini audit yang menguntungkan, dan tekanan atas kepentingan klien ini adalah pada adanya perikatan audit periode berikutnya. Sedangkan, tekanan masyarakat berkaitan dengan tuntutan dari pemakai laporan keuangan kepada akuntan publik agar menjalankan tugasnya sesuai dengan kode etik profesi yang berlaku, dan atas tekanan
masyarakat
akan
berdampak
pada
kredibilitas
dan
integritas profesi akuntan publik. b. Religiusitas Dalam Profesi Akuntan Publik Sebagai manusia yang membutuhkan agama dalam hidupnya, manusia yang berprofesi sebagai akuntan publik pun memerlukan hal yang serupa. Dalam profesi ini religiusitas berperan penting di berbagai aspek dalam profesi. Penegakan kode etik, sikap dan perilaku akuntan publik, hingga kinerja profesionalitasnya tak terlepas dari peran religiusitas di dalamnya. Maryani dan Ludigdo (2001) dalam Agoes (2012:55) dalam risetnya menemukan 9 (sembilan) faktor yang mempengaruhi sikap
21
dan
perilaku
akuntan
organisasional,
publik,
emotional
yaitu
quotient,
religiusitas, lingkungan
pendidikan, keluarga,
pengalaman hidup, imbalan yang diterima, hukum, dan posisi atau kedudukan.
Diantara
berbagai
faktor
tersebut,
religiusitas
merupakan faktor utama yang mempengaruhi sikap dan perilaku akuntan publik. Penegakan kode etik pun tak lepas dari peran religiusitas di dalamnya. Dewi (2013) mengemukakan bahwa salah satu upaya terpenting yang diperlukan akuntan publik dalam kantor akuntan publik (KAP) untuk menegakkan kode etik profesi adalah dengan meningkatkan religiusitas. Upaya tersebut adalah upaya yang utama diantara upaya-upaya penegakan
kode etik
lainnya seperti,
meningkatkan kompetensi, membangun keteladanan bagi pemimpin KAP, mendesain sistem, dan menciptakan kultur etis. Kemudian, Alteer dan Taher (2015) menyebutkan bahwa religiusitas juga berdampak langsung pada pada sensitivitas etis melalui orientasi etika. Bermaksud memahami penyebab dan motif dalam dunia akuntan publik (auditor dan mahasiswa audit) tentang kepekaan terhadap dilema etis dan dalam membuat keputusan etis, memungkinkan kedua faktor individu untuk diungkap yaitu, religiusitas dan orientasi etika. Selain itu, tersirat bahwa religiusitas berdampak pada kualitas audit. Hal tersebut diperoleh setelah Omer et.al (2015) menjelaskan bahwa religiusitas dalam kantor akuntan publik (KAP) memberikan pengaruh terhadap skeptisme profesional para auditornya. Kantor
22
=audit dengan kultur agama yang tinggi akan memberikan opini audit yang lebih akurat terkait dalam memprediksi kebangkrutan.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Kualitatif Penelitian ini adalah tentang apa yang dirasakan dan dialami oleh akuntan publik muslim mengenai bagaimana Islam memainkan peran dan manfaatnya
dalam
kehidupan
manusia.
Penelitian
ini
mencoba
mengeksplorasi lebih dalam tentang seperti apa kesadaran beragama akuntan publik muslim, praktek beribadah yang dilakukan, serta bagaimana agama Islam dihayati oleh muslim dalam kesehariannya menjalankan profesi akuntan publik. Data yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah berupa kata-kata tentang apa yang dialami akuntan publik muslim terkait dengan Islam dalam profesinya. Oleh karena itu, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Creswell (2014:4) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif merupakan metode-metode yang digunakan untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang dianggap oleh sejumlah atau sekelompok orang berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Penelitian kualitatif bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara individu maupun kelompok tentang sikap, perilaku, pandangan, motivasi, perasaan, tindakan, dan sebagainya secara holistik (Moleong, 2015:4-5). Prosedur penelitian kualitatif akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Bogdan dan Taylor, 1975:5 dalam Moleong, 2015:4).
24
B. Paradigma Tauhid Sebagai Paradigma Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah memahami bagaimana Islam dijadikan dasar dalam keseharian seorang akuntan publik muslim yang juga merupakan seorang khalifah Allah SWT. Penelitian ini menggunakan paradigma Tauhid, karena agama Islamlah yang menjadi dasar atau pedoman perilaku bagi akuntan publik muslim. Sementara itu, apa itu paradigma Tauhid dalam penelitian akan dijelaskan berikut ini. Paradigma adalah kepercayaan, perasaan, dan apa-apa yang terdapat dalam pikiran orang yang berfungsi sebagai motor bagi keberlangsungan dan perubahan sosial dan moral (Mulawarman, 2010). Sedangkan menurut Neuman (2000) dalam Paranoan (2015) paradigma merupakan sekumpulan asumsi, konsep, preposisi yang secara logis dianut oleh seseorang maupun sekelompok orang dan mengarahkan cara berpikir. Mulawarman (2010) menyebutkan setidaknya ada 5 (lima) paradigma yang selama ini digunakan dalam penelitian ilmu akuntansi. Kelima paradigma tersebut yakni paradigma positif, paradigma interpretif, paradigma kritis, paradigma postmodernisme, dan paradigma religius atau paradigma Islam atau paradigma Tauhid. Dalam penelitian ini, paradigma yang digunakan adalah paradigma Tauhid. Zarkasyi (2005) dalam Mulawarman (2010) menyebut paradigma Tauhid sebagai paradigma Islam yang dikenal dalam beberapa istilah yaitu Islami Nazariyat (Islamic Vision), Al-Mabda’ Al-Islami (Islamic Principle), Al Tasawwur Al-Islami (Islamic Vision), dan Ru’yatul Islam Lil Wujud (Islamic Worldview). Istilah pertama berasal dari Maulana Al-Maududi, Islami Nazariyat adalah pandangan hidup yang dimulai dari konsep keesaan Tuhan (Shahadah) yang berimplikasi pada keseluruhan kegiatan kehidupan manusia
25
di dunia. Istilah kedua dikemukakan oleh Syaikh Atif Al-Zain, Al-Mabda’ AlIslami merupakan kesatuan iman dan akal. Istilah ketiga dari Sayyid Qutb, Al-Tasawwur Al-Islami memiliki arti yaitu akumulasi keyakinan asasi yang terbentuk dalam pikiran dan hati setiap muslim yang memberi gambaran khusus tentang wujud dan apa-apa yang terdapat di balik itu. Kemudian istilah terakhir berasal dari Seyyed Naquib Al-Attas, Ru’yatul Islam Lil Wujud adalah pandangan Islam tentang realitas dan kebenaran yang nampak oleh mata hati kita dan yang menjelaskan tentang hakikat wujud. Menurut Mulawarman
(2010),
paradigma dalam
Islam
disebut
paradigma Tauhid, karena berujung pada tauhid yakni pengesaan Allah SWT. Tauhid adalah konsep utama dalam Islam, yang menjadi pengikat ketentuan-ketentuan dan etika manusia dalam melaksanakan aktivitas duniawi. Dalam paradigma Tauhid, tujuan manusia adalah pengabdian kepada Allah SWT dalam bentuk selalu menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Pandangan hidup muslim tentang realitas dan kebenaran serta hakikat wujud terakumulasi dalam alam pikiran yang kemudian memancar dalam seluruh
aktifitas
kehidupan
umat
muslim.
Paradigma
dalam
Islam
menjangkau hakikat dan kebenaran tentang alam semesta dan selalu berujung pada kebenaran mutlak (al-haqq) yaitu Allah SWT. Hal tersebut kemudian dipertegas salah satunya dalam Q.S Adz-Dzariyat ayat 56 yang artinya “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”, dan dalam Q.S Ya Sin ayat 61 yang artinya “dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus.”.
26
Dengan paradigma yang berlandaskan pada Allah SWT, manusia sebagai
khalifah
Allah
SWT
di
muka
bumi
mempunyai
kewajiban
menciptakan masyarakat Ilahiah dan harmonis (Mulawarman, 2010).
C. Tasawuf Akhlaki Sebagai Pendekatan Penelitian Penelitian ini meneliti tentang bagaimana Islam dijadikan pedoman perilaku bagi seorang muslim yang berprofesi sebagai akuntan publik. Islam sebagai agama yang lengkap dan sempurna bagaimana berperan mengelola dan memperbaiki akhlak akuntan publik muslim, karena selama ini profesi tersebut tersandung oleh berbagai skandal. Akuntan publik muslim dalam mengatasi hal tersebut, menjadikan Allah SWT sebagai alasan utama dalam sikap dan perilaku yang ia lakukan dalam menjalankan keseharian dalam profesi. Oleh karena itu pendekatan penelitian yang digunakan adalah tasawuf akhlaki. Tasawuf akhlaki merupakan ajaran tasawuf yang secara khusus membahas tentang akhlak sebagai tujuan utama seorang muslim mendekatkan diri kepada Allah SWT. Untuk lebih jelasnya apa itu tasawuf akhlaki, akan dijelaskan sebagai berikut. Tasawuf akhlaki adalah ajaran tasawuf yang membahas tentang kesempurnaan dan kesucian jiwa yang diformulasikan pada pengaturan sikap mental dan pendisiplinan tingkah laku secara ketat, guna mencapai kebahagiaan yang optimal (Amin, 2015: 22). Dalam tasawuf akhlaki, sistem pembinaan akhlak disusun menjadi (Amin, 2015: 212-221): 1. Takhalli Takhalli berarti mengosongkan diri dari akhlak tercela. Ketergantungan akan kenikmatan duniawi merupakan salah satu akhlak tercela yang paling banyak menimbulkan akhlak tercela lainnya. Hal ini dapat diatasi
27
dengan jalan menjauhkan diri dari kemaksiatan dalam segala bentuk dan berusaha melenyapkan dorongan hawa nafsu. 2. Tahalli Setelah dilakukan pengosongan diri dari akhlak tercela, selanjutnya adalah tahalli. Tahalli merupakan upaya menghiasi diri dengan akhlak terpuji. Tahalli juga dapat berarti menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan perbuatan baik. Manusia berusaha agar dalam setiap gerak perilakunya selalu berjalan sesuai ketentuan agama, baik yang bersifat luar seperti sholat, puasa, dan sebagainya, maupun yang bersifat dalam yaitu iman, ketaatan, dan kecintaan pada Allah SWT. Manusia yang mampu mengosongkan hatinya dari sifat-sifat tercela (takhalli) dan mengisinya dengan sifat-sifat terpuji (tahalli) akan menjalankan perbuatan dan tindakan kesehariannya berdasarkan niat ikhlas dan mencari keridhaan Allah SWT semata. Adapun perbuatan baik itu diantaranya: a. Taubat Taubat pada tingkatan terendah menyangkut dosa yang dilakukan anggota badan. Pada tingkatan menengah, taubat menyangkut pangkal dosa-dosa seperti dengki, sombong, dan riya’. Pada tingkatan yang lebih tinggi, taubat menyangkut usaha menjauhkan bujukan setan dan menyandarkan jiwa akan rasa bersalah. Dan taubat pada tingkatan terakhir berarti penyesalan atas kelengahan pikiran dalam mengingat Allah SWT.
28
b. Khauf dan Raja’ Khauf adalah rasa cemas dan takut. Perasaan takut seorang hamba semata-mata kepada Allah SWT. Sementara raja’ adalah berharap atau optimis. Perasaan hati yang senang karena menaati sesuatu yang diinginkan dan disenangi. c. Zuhud Zuhud adalah ketidaktertarikan pada dunia atau harta benda. Tingkatan pertama dalam zuhud adalah menjauhkan diri dari dunia ini agar terhindar dari hukuman di akhirat. Tingkatan kedua adalah menjauhi dunia dengan menimbang imbalan akhirat. Kemudian tingkatan ketiga adalah maqam tertinggi yaitu, mengucilkan dunia bukan karena takut atau karena berharap, tetapi karena cinta kepada Allah SWT. d. Fakir Fakir bermakna tidak menuntut lebih banyak dan merasa puas dengan apa yang sudah dimiliki sehingga tidak meminta sesuatu yang lain. Sikap fakir penting dimikili oleh seseorang yang sedang berjalan menuju Allah SWT. Ini dilakukan karena kecenderungan terlalu banyak harta mungkin akan membuat manusia dekat pada kejahatan atau minimal membuat jiwa tertambat pada selain Allah SWT. e. Sabar Sabar merupakan kemampuan seseorang dalam mengendalikan dirinya terhadap sesuatu yang terjadi, baik yang disenangi maupun yang dibenci.
Sikap sabar
akan
membuat seseorang tidak
29
tergoyahkan, tidak berubah bagaimanapun beratnya tantangan yang dihadapi, dan tidak kenal menyerah. Sikap sabar dalam diri seseorang dilandasi dengan anggapan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah kehendak Allah SWT. Sabar berarti konsisten dalam melaksanakan semua perintah, dan merupakan respon dari keyakinan yang dipertahankan. Apabila seseorang telah yakin bahwa jalan yang ditempuh benar, maka ia akan teguh dalam pendiriannya walaupun menghadapi tantangan. f.
Ridha Ridha adalah menerima dengan rasa puas terhadap apa yang dianugerahkan Allah SWT. Seseorang yang ridha mampu melihat hikmah dan kebaikan di balik cobaan yang diberikan Allah dan tidak berburuk sangka terhadap segala ketentuan-Nya.
g. Muraqabah Muraqabah adalah mawas diri atau introspeksi. Seorang sufi sadar bahwa Allah selalu memandangnya. Oleh karena itu, seorang sufi selalu muraqabah yakni siap dan siaga setiap saat untuk meneliti keadaan sendiri. 3. Tajalli Tajalli ialah hilangnya hijab dari sifat-sifat kemanusiaan, jelasnya nur yang sebelumnya ghaib, dan fananya segala sesuatu ketika tampaknya. Agar hasil dari takhalli dan tahalli tidak berkurang, maka rasa ketuhanan perlu dihayati lagi. Kebiasaan yang dilakukan dengan kesadaran dan rasa cinta dengan sendirinya akan menumbuhkan rasa rindu kepada Allah SWT.
30
D. Situs dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan kepada akuntan publik yang bekerja di KAP X. KAP X merupakan sebuah Kantor Akuntan Publik dengan seluruh akuntan publiknya beragama Islam, yang berlokasi di Jakarta Pusat. Lama waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 1 bulan.
31
E. Proses Penelitian Berikut adalah proses penelitian yang digambarkan dalam sebuah flowchart: Gambar 3.1 Proses Penelitian Muslim dalam profesinya sebagai akuntan publik.
Untuk memahami bagaimana religiusitas yang ada dalam profesi akuntan publik melalui pengalaman keagamaan akuntan publik muslim.
Proses penelitian:
Konsep religiusitas dalam Islam
Pendekatan tasawuf akhlaki
Mengumpulkan data melalui wawancara dan observasi kepada informan, serta melakukan dokumentasi.
Analisis data: 1) Reduksi data 2) Data display 3) Verifikasi data
Mengungkap religiusitas berdasarkan apa yang dialami sebagai akuntan publik yang beragama Islam
Hasil penelitian
Kesimpulan
32
F. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data 1. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah
sumber
data
yang
langsung
memberikan
data
kepada
pengumpul data, dan data ini merupakan data yang pertama kali dicatat dan dikumpulkan oleh peneliti tanpa melalui pihak lain (Sugiyono, 2015: 225 dan Sanusi, 2011: 104). Dalam penelitian ini, sumber data diperoleh dari jawaban dan perilaku seorang muslim atas refleksi nilai-nilai agama Islam terkait dengan profesinya sebagai akuntan publik. 2. Teknik Pengumpulan Data Tujuan utama penelitian adalah mendapatkan data. Untuk itu, teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian (Sugiono, 2015: 224). Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini, yaitu: a. Observasi Observasi dilakukan dengan maksud untuk mempelajari tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut (Marshall, 1995 dalam Sugiyono, 2015: 226). Penelitian ini menggunakan observasi partisipasi pasif. Dalam observasi partisipasi pasif, peneliti datang di tempat kegiatan orang yang diamati, namun tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut (Sugiyono, 2015: 227). Dalam penelitian ini, peneliti datang ke kantor akuntan publik yang menjadi kantor atau tempat bekerja dari informan, namun peneliti tidak terlibat dalam kegiatan yang dilakukan informan.
33
Peneliti
melakukan
observasi
dengan
tujuan
mendapatkan
gambaran tentang bagaimana informan sebagai akuntan publik muslim dalam bekerja. b. Wawancara Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi
dan
ide
melalui
tanya
jawab,
sehingga
dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Esterberg, 2000 dalam Sugiyono, 2015: 231). Melalui wawancara, peneliti dapat mengetahui
hal-hal
dari
responden
secara
lebih
mendalam
(Sugiyono, 2015: 231). Penelitian ini menggunakan jenis wawancara semiterstruktur dan wawancara dilakukan kepada 4 (empat) informan. Wawancara dilakukan
terhadap informan sekaligus
terus membuka dan
menggali topik-topik religiusitas yang dapat digali lebih lanjut selama proses wawancara berlangsung, sehingga tidak bergantung pada pertanyaan-pertanyaan wawancara penelitian yang telah disusun penulis. Namun tidak serta merta membuat wawancara keluar dari topik utama penelitian. c. Dokumentasi Keberadaan dokumentasi akan mendukung hasil wawancara dan observasi untuk dapat lebih dipercaya. Dokumentasi dapat berbentuk foto, tulisan, peraturan, kebijakan, dan sebagainya yang menggambarkan tindakan, kepercayaan, dan pengalaman subjek penelitian (Bogdan, 1982 dan Moleong, 2015: 240). Dokumentasi
34
dalam penelitian ini berupa catatan observasi, transkrip wawancara, dan juga dokumentasi berupa foto. Catatan observasi berisi informasi mengenai situs penelitian, informan, dan temuan-temuan di lapangan selama observasi dilakukan. Sementara transkrip wawancara merupakan konversi hasil wawancara yang dilakukan dengan informan menggunakan alat perekam atau recorder,
ke dalam teks percakapan antara
peneliti dan informan. Sedangkan dokumentasi berupa foto dalam penelitian ini memperlihatkan bagaimana situasi selama penelitian berlangsung, mulai dari situasi situs penelitian dan suasana bekerja, serta identitas informan.
G. Teknik Analisis Data Sugiyono (2015: 246) mengemukakan analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan mulai saat pengumpulan data berlangsung, hingga pengumpulan data selesai dilakukan dalam periode tertentu. Proses analisis data secara keseluruhan melibatkan usaha memaknai data yang berupa teks atau gambar (Creswell, 2014). Analisis data dilakukan agar data yang didapat selama proses penelitian dapat menjadi informasi yang bermanfaat dan mudah dipahami. Penelitian ini menerapkan 3 (tiga) aktivitas analisis data yang mengutip aktivitas analisis data menurut Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiyono (2015: 246), yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Data reduction (reduksi data) adalah mereduksi data yang berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya (Sugiyono, 2015: 247). Reduksi data
35
dilakukan dengan memilah-milah hasil wawancara dengan informan untuk menentukan tema dan pola hal-hal pokok tentang religiusitas akuntan publik muslim. Tujuan reduksi data adalah untuk memahami internalisasi nilai-nilai Islam dalam diri seorang muslim yang berprofesi sebagai akuntan publik berdasarkan pengalaman langsung yang dirasakan. Data memahami
display apa
(penyajian
yang
terjadi
data) dan
dilakukan
untuk
merencanakan
mempermudah
kerja
selanjutnya
berdasarkan apa yang telah dipahami. Miles dan Huberman (1984) dalam (Sugiyono, 2015: 249) menjelaskan penyajian data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Namun umumnya berupa teks yang bersifat naratif. Penyajian data dalam penelitian ini adalah dengan menampilkan apa yang dialami oleh informan sebagai akuntan publik muslim tentang keberadaan religiusitas melalui teks yang bersifat naratif. Setelah reduksi data dan penyajian data, maka dilakukanlah penarikan kesimpulan dan verifikasi (Conclusion drawing/verification). Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat untuk mendukung tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila telah didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten, maka kesimpulan yang dikemukakan adalah kesimpulan yang kredibel (Sugiyono, 2015: 252).
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil
penelitian
akan
diuraikan
dalam
bentuk
cerita
berdasarkan
pengalaman para informan yang terbagi ke dalam 4 (empat) sub bab. Sub bab pertama dengan judul “Islam Dasar Berprofesi Akuntan Publik Muslim”, akan menceritakan pengalaman bagaimana peran Islam dimaknai oleh masing-masing diri informan sebagai akuntan publik muslim. Kemudian sub bab kedua berjudul “Perilaku Religius Akuntan Publik Muslim”, akan menceritakan seperti apa perilaku profesi yang religius muncul dari masing-masing informan. Sub bab ketiga dengan judul “Lingkungan Kerja Religius Akuntan Publik Muslim”, membahas berbagai faktor turunan lingkungan kerja yang mendorong akuntan publik meningkatkan atau mempertahankan keyakinannya terhadap Islam dalam lingkup pekerjaan. Sementara sub bab terakhir yang berjudul “Konsep Religius Akuntan Publik Muslim”, akan menguraikan bagaimana konsep religiusitas yang dapat tergambar sebagaimana hasil analisa atas wawancara dan observasi yang telah dijabarkan dalam sub bab sebelumnya. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah hasil penelitian.
A. Islam Dasar Berprofesi Akuntan Publik Muslim Islam merupakan agama yang lengkap dan sempurna. Sempurnanya Islam memunculkan berbagai makna yang beragam dalam kehidupan setiap umatnya. Dalam kehidupan sebagai akuntan publik muslim, berikut akan diceritakan bagaimana setiap diri memaknai kesempurnaan Islam.
37
1. Informan 1: Islam Sebuah Kejelasan Sebagai seorang akuntan publik, Islam dimaknai sebagai sebuah kejelasan. Makna tersebut muncul atas apa yang dirasakan dan dialami oleh informan pertama bernama Guntur (bukan nama sebenarnya). Guntur adalah seorang auditor dengan pengalaman kerja selama 2 tahun, dan saat ini dirinya menjabat sebagai seorang Supervisor. Kejelasan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami dan merasa dibimbing, dituntun, diarahkan dan sebagainya dalam arti diberikan pedoman yang jelas, serta memahami dan mengerti apa yang akan dan sedang dilakukannya. Islam baginya merupakan aspek penting dalam kehidupan, yang mengaturnya tidak hanya mengenai urusan makan, tetapi hingga urusannya dalam bekerja:
“Kalo sebagai muslim tuh sangat penting, sangat penting karena pekerjaan ini tidak terlepas dari Islam. Karena Islam itu mengatur seluruh aspek kehidupan. Dari kita makan, minum, ke kamar mandi, berpolitik, berbudaya, apalagi bekerja gitu kan..” Sebagai akuntan publik muslim, ia memaknai Islam sebagai petunjuk arah kehidupan yang tidak hanya menyuruhnya, tetapi juga memberikannya pedoman, agar langkahnya dalam bekerja sesuai dengan aturan-aturan Islam. Islam mengaturnya melalui aturan tentang halal dan haram, yakni apa yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam Islam. Dengan mengetahui halal dan haram dalam bekerja, ia merasa bahwa Islam memberikannya arah sebagai sebuah kejelasan ketika ia bekerja. Berikut penuturannya:
38
“..Islam mengatur halal dan haramnya dalam beribadah, dalam bekerja, dalam muamalat. Makanya dalam seorang auditor pun, itu sangat penting aspek keislaman itu.” Kunci utama dalam Islam adalah ketaatan pada Allah SWT, yang menyangkut melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Islam mengarahkan dan mengatur bagaimana ia tetap bisa taat pada Allah, dalam jalur bekerja sebagai akuntan publik. Islam mengatur hukum dan bagaimana bekerja yang diperbolehkan yakni mubah, selama tidak ada unsur-unsur yang mengharamkan pekerjaan tersebut. Melihat dan memahami aturan-aturan yang disediakan oleh Islam, Guntur merasakan bahwa profesi yang dijalani saat ini dapat sesuai dengan hukum dan permintaan Islam, selama sesuai dengan aturan Islam yang telah ditetapkan. Seperti yang ia katakan:
“..bekerja itu kan harus sesuai dengan apa yang diajarkan.” “..seperti auditor, berarti hukum bekerja sebagai audit itu mubah, boleh. Kenapa? karena kita menggunakan jasa memeriksa laporan keuangan. Sudah sesuai kah dengan peraturan SAK yang telah dibuat oleh IAI atau IAPI? Udah sesuai belum? oh udah sesuai.. Berarti kita tidak menyalahi aturan yang dilaksanakan.” Baginya, menjalankan
profesi sesuai
dengan
aturan
Islam
merupakan cara untuk menggapai ridho Allah SWT melalui jalur profesi. Ia meyakini, bahwa ridho Allah SWT hanya dapat digapai apabila ia dapat mentaati dan menjauhi larangan dari Allah SWT. Berikut penuturannya:
“Kita tidak tau ya, sebenarnya Allah itu ridho-Nya seperti apa? karena itu kan hak prerogatif Allah, bagaimana melihat ridho-Nya. Tapi yang jelas, untuk menggapai itu minimal kita mengikuti apa perintah Allah dan menjauhi apa larangan Allah.”
39
Itu artinya, ketika ia menjalankan profesi ini maka harus sesuai dengan jalan yang telah ditetapkan oleh Islam. Islam pun menyediakan suri tauladan yang baik bagi umatnya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Guntur dalam penuturannya berikut ini:
“Apa yang diajarkan Islam itu, sesuai tuntutan Nabi kita, Nabi Muhammad SAW. Jadi, apa yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari itu, ya sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh rasul gitu, kalo bisa.” Dengan dimaknainya Islam sebagai sebuah kejelasan dalam menjalankan profesi sebagai akuntan publik muslim, ia merasakan bahwa Islam memberikannya sebuah pedoman dan arah yang jelas. Apabila betul-betul mengikuti aturan Islam, maka ia dapat menggapai ridho Allah SWT melalui profesinya saat ini. 2. Informan 2: Islam, Sandaran Etika Profesi Islam dimaknai sebagai sandaran etika profesi oleh Sidik (bukan nama
sebenarnya).
Sidik
merupakan
seorang
auditor
dengan
pengalaman kerja selama 2 tahun, dan dirinya saat ini menjabat sebagai seorang Supervisor. Sebagai akuntan publik muslim, Sidik merasakan bahwa Islam merupakan aspek yang sangat diperlukan, dan tidak terpisahkan dari profesinya. Ia memaknai Islam, sebagai sebuah sandaran etika profesi. Oleh karena itu, dalam mengimplementasikan etika-etika yang ada pada profesinya, ia sesuaikan dengan bagaimana Islam mengaturnya. Seperti yang ia katakan:
“Kan di auditor itu kan, ada kaya etika. Etika itu kan norma-norma yang baik harus dimasukin. Nah di norma-norma yang baik itu
40
kan, kita masukin tentang agama kita. Kaya kita harus bekerja secara profesional, kita harus jujur. Etika profesi merupakan norma-norma yang mengatur dan menjadi dasar dalam berprofesi. Sebagai muslim, dirinya menyandarkan norma-norma profesinya pada nilai-nilai Islam. Dengan demikian, apa yang dikerjakannya semata-mata merupakan bentuk ketaatannya pada Sang Maha Kuasa dalam profesinya. Sidik sadar betul, bahwa ia diciptakan hanya untuk beribadah. Oleh karena itu, berprofesi sebagai seorang akuntan publik pun harus menjadi ibadah, bukan hanya sekedar mencari uang untuk kebutuhan dunia. Jika dalam bekerja didasarkan pada niat beribadah kepada Allah SWT, maka bekerjanya pun harus sesuai dengan syariat agama. Menyandarkan
etika
profesi
pada
Islam
sejak
awal,
kemudian
membuatnya kembali pada nilai-nilai bagaimana Islam menjadi solusi, ketika ia dihadapi pada sebuah permasalahan ketika bekerja:
“Ya kalo kita bekerja harus sesuai dengan ajaran agama. Kalo ada masalah, ya harus dikembalikan ke ajaran yang diajarkan agama seperti apa.” Sidik menjadikan Islam sebagai sandaran etika profesinya, agar dalam bekerja pun dirinya dapat sesuai dengan syariat agama. Ia meyakini, bahwa semata-mata dirinya harus mengabdi pada Allah SWT. Dalam hal ini, pada koridor profesi yang ia jalani yakni akuntan publik. 3. Informan 3: Islam, Janji Kepada Allah SWT Makna Islam sebagai sebuah janji kepada Allah SWT, berasal dari informan ketiga yang bernama Andi (bukan nama sebenarnya).
41
Andi merupakan auditor dengan pengalaman bekerja selama 7 tahun. Dirinya saat ini diberi amanah sebagai seorang Audit Manager. Baginya, Islam adalah aspek yang penting. Tidak hanya pada profesinya saja, tetapi juga pada setiap sisi kehidupannya. Islam dimaknai tidak hanya sebagai penanda atau identitas yang melekat pada dirinya. Islam juga bukan hanya sebuah keharusan menyandarkan aturan-aturan profesi akuntan publik pada agama, karena rasa keterpaksaan. Bagi Andi, Islam adalah bagaimana seharusnya. Menepati janji kepada Allah SWT, semata-mata untuk mengabdi dan beribadah. Berikut ungkapannya:
“Karena kita kan sudah bersyahadat kan dalam Islam.” Melandasi profesi pada Islam sebagai seorang akuntan publik muslim merupakan sebuah bentuk menepati janji kepada Allah SWT. Karena dirinya di dunia ini tidaklah ada begitu saja, melainkan sudah menjadi takdir dan ketetapan Allah. Sehingga tidak menjadi kewajiban yang membebani, tetapi sudah seharusnya karena telah berjanji. Andi merasa bahwa dirinya sudah bersyahadat, yang artinya sudah mengucapkan sebuah ikrar bahwa akan masuk sepenuhnya ke dalam Islam. Oleh karena itu, ia merasa perlu menjunjung tinggi nilainilai Islam selama dirinya menjalani profesi akuntan publik. Nilai-nilai Islam yang ia junjung tinggi sebagai dasar dirinya berprofesi, bersumber dari rukun Islam dan rukun Iman, serta Al-Qur’an dan Hadits. Berikut penuturannya:
42
“Terus kita mempunyai rukun iman, rukun Islam, yang harus tetap kita jaga. Terus apalagi kan, kita berpedoman pada AlQur’an dan Hadits.” Andi meyakini, bahwa segala aspek hidup ini tidaklah lepas dari hanya beribadah dan semata-mata karena Allah SWT. Baginya, kehidupan dunia hanyalah sementara, maka jangan disia-siakan dan harus dijalankan sesuai yang Allah SWT perintahkan. Dirinya yakin, bahwa ada kehidupan akhirat yang abadi sebagaimana yang Allah SWT janjikan melalui Al-Qur’an dan Hadits. Berdasarkan apa yang dirasakan dan dialami oleh Andi, sudah seharusnya seorang akuntan publik muslim mendasarkan profesi tersebut pada Islam. Bukan atas alasan keharusan dengan rasa beban dan keterpaksaan. Tetapi, karena memang kehidupan dunia seorang muslim yang diyakini Andi semata-mata adalah untuk menunaikan janji kepada Sang Ilahi, yang telah terucap dalam syahadat demi menggapai kebahagiaan dalam kehidupan abadi di akhirat kelak. 4. Informan 4: Islam Sebuah Hakikat Diri Makna Islam lainnya adalah sebuah hakikat diri. Makna ini muncul atas apa yang dialami oleh Deri (bukan nama sebenarnya). Saat ini ia diberi amanah jabatan sebagai seorang Partner. Deri merasakan bahwa Islam adalah hal yang sangat penting. Seluruh kehidupannya tidak terlepas dari Islam, terlebih dalam profesinya sebagai seorang auditor. Walaupun dirinya mengatakan bahwa tidak secara khusus merasakan bagaimana Islam mengatur dan mencontohkannya tentang audit secara teknis, tetapi baginya Islam adalah aspek diri yang sangat penting bagi seorang auditor. Ia meyakini
43
bahwa, filosofis Islam atas nilai-nilai ia anut sebagai seorang akuntan publik sangatlah penting membimbingnya ketika bekerja. Berikut penuturannya:
“..spesifik dengan ini, dengan diri pribadi.” “..landasan filosofisnya terhadap nilai-nilai. Value-value yang kita anut sebagai manusia yang berprofesi sebagai auditor itu lah, yang diatur dalam Islam.” Menurutnya, pentingnya Islam bukan pada profesinya tetapi lebih kepada
dirinya.
Karena sebagai
muslim,
diri
tersebut
haruslah
berlandaskan pada nilai-nilai Islam. Sementara profesinya, berlandaskan pada nilai-nilai etika profesi yang ada. Etika profesi yang keberadaannya digunakan sebagai arah untuk mengatur dan menjadi landasan dalam bersikap profesional, ia yakini sudah diciptakan dengan maksud sebaik mungkin. Oleh karena itu, ia merasakan bahwa dengan patuh saja pada etika profesi, sudah cukup untuk dirinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Berikut penjelasannya:
“..ya sebenarnya, etika profesi aja udah memadai ko gitu kan. Dalam konteks, kalo kita ngikutin patuh aja sama etika, itu kan ga bertentangan sama nilai-nilai Islam.” Namun, ia mengakui bahwa sebagai akuntan publik muslim, haruslah berbeda. Dirinya tidak hanya harus bertanggung jawab pada sesama manusia, melainkan yang jauh lebih penting adalah pada Sang Maha Pencipta, Allah SWT. Oleh karena itu dalam berprofesi, antara urusan pekerjaan dan urusan agama haruslah berjalan beriringan,
44
dikerjakan keduanya secara bertanggung jawab, tanpa boleh ada yang ditinggalkan:
“Ya beda lah. Kalo dia orang muslim, dia harus mikir tuh jam berapa nih dia harus jalan nih harusnya. Jam berapa saya mau jalan, berapa jam saya ke kantor klien, misalnya sholat dzuhur dimana.” Makna Islam sebagai sebuah hakikat diri, penting untuk menjadi landasan dan petunjuk jalan seorang Deri dalam berprofesi. Hal tersebut membuatnya sadar, bahwa menjadi seorang akuntan publik muslim tidak hanya sekedar bertanggung jawab pada sesama manusia. Namun, terdapat pertanggungjawaban lain yang Maha Tinggi, yakni Allah SWT.
B. Perilaku Religius Akuntan Publik Muslim Keyakinan hati sejak awal bahwa Islam adalah dasar berprofesi yang penting bagi akuntan publik muslim, kemudian membuat para informan sadar bahwa hidup ini hanya untuk Allah SWT. Dalam profesinya, kesadaran tersebut memunculkan berbagai perilaku positif ketika bekerja. Mulai dari hal sederhana yakni rasa keharusan untuk tidak datang terlambat ke kantor, hingga penegakan kode etik yakni independensi. Untuk lebih jelasnya, berikut uraiannya. 1. Informan 1: Kejujuran untuk Allah SWT Perilaku religius yakni sebuah kejujuran untuk Allah SWT merupakan perilaku yang berasal dari Guntur. Mengimplementasikan kejujuran merupakan dampak atas keyakinan sejak awal, bahwa Islam tidak boleh dilepaskan dari profesi yang ia jalankan. Kejujurannya dalam
45
profesi, berupa mengungkapkan temuan audit di lapangan ada adanya, semata-mata karena rasa takut kepada Allah SWT. Pengungkapan sebuah temuan yang ditemukan ketika audit lapangan dilakukan, merupakan hal yang krusial dalam pekerjaan ini. Temuan tersebut lah yang kemudian menjadi dasar ataupun bukti kuat, bagi seorang Partner dalam memutuskan opini apa yang layak dikeluarkan untuk auditee. Temuan juga mencerminkan bagaimana penilaian atas kondisi perusahaan. Jika sebuah temuan tidak dapat diungkapkan secara jujur oleh seorang auditor, tidak dapat dipungkiri bahwa nantinya opini yang dikeluarkan tidak akan mencerminkan kondisi auditee yang sebenarnya. Oleh karena itu, ketika menjadi auditor dan menemukan sebuah temuan di lapangan, kejujuran merupakan nilai-nilai yang harus dipegang teguh. Auditor dituntut untuk dapat jujur, dan memberikan penilaian secara objektif dengan harapan penilaiannya akan relevan terhadap keputusan yang akan diambil oleh stakeholders. Dalam melakukan audit, Guntur mengakui bahwa ketika dirinya menjadikan Islam sebagai dasar utamanya, maka dalam bekerja ia akan lebih jujur, lebih apa adanya terhadap temuan yang ada di lapangan. Berikut ungkapannya:
“..lebih jujur, lebih ke apa adanya. Jadi kita membuat sesuatu tuh, ya sesuai dengan prosedur gitu.” Sebagai orang lapangan yang tahu betul bagaimana kondisi auditee, ia harus mengungkapkan apa yang terjadi di lapangan apa adanya, tanpa ditutup-tutupi. Hal itu dilakukannya, karena ia sadar
46
bahwa dirinya bekerja bukan hanya dalam pengawasan manusia, tetapi diawasi oleh Sang Maha Mengawasi yakni Allah SWT. Berikut penuturannya:
“Karena pertama, itu risiko. Risiko pekerjaan sebagai akuntan publik, namanya bakal tercoreng gitu. Dan kita bakal diperiksa oleh BPK, OJK atau oleh auditor bank. Tapi yang lebih penting lagi, kita bakal diperiksa dan dimintai pertanggungjawaban setiap apa yang diperbuat oleh kita. Kaya kita berpakaian, kalo pakaiannya tidak sesuai dengan syariat? kan kita akan dimintai pertanggungjawaban, kan diperintahkan.” Dirinya juga mengakui, bahwa tidak mudah mengungkapkan temuan di lapangan apa adanya. Seringkali, klien memberikan tekanan pada dirinya untuk tidak mengungkapkan temuan apa adanya, walaupun tidak ada penambahan fee dari yang seharusnya. Tujuannya sederhana, karena klien cenderung tidak ingin kondisi buruknya diketahui orang lain. Ia berpendapat bahwa audit merupakan sebuah proses. Jadi, sebetulnya ada beberapa hal keinginan klien yang dapat dijadikan celah bagi auditor untuk dapat lebih memahami bagaimana kondisi klien yang sebenarnya.
Karena tidak
semua klien
yang diauditnya adalah
perusahaan go public, yang informasinya dapat diakses dengan mudah. Mayoritas kliennya adalah perusahaan-perusahaan keluarga, dengan karakteristik informasi perusahaan yang tertutup. Oleh karena itu, Guntur cenderung mengikuti dahulu kemana arah kemauan klien, untuk memudahkan dirinya memahami kondisi klien yang sebenarnya. Berikut penjelasannya:
47
“Kalo yang saya audit sih dibilang melanggar ya gimana ya. Kan kalo ketika minta pendapat itu kan, beda ya. Kalo saya sih, maunya klien gimana, ya gitu diikutin aja dulu.” “Kan sebuah proses kan, diikutin aja dulu. Nah, tapi nanti diending-nya kita benerin. Jadi, itu salah satu strategi si auditor di luar prosedur, untuk mengungkapkan data-data yang ada dalam klien itu. Kan klien pun ga semuanya go public. Kan ada klien yang istilahnya punya pribadi, atau ya punya keluarga. Nah itu macemmacem deh permintaannya.” “Tetapi kita sebagai auditor, memberitahu sesuai dengan prosedur. Kan prosedur audit kan jelas, ya kita lakuin itu, seperti itu.” Pada akhirnya, ia tidak akan mengikuti kemauan klien yang melanggar prosedur audit. Dirinya sebisa mungkin tetap mengikuti prosedur audit, salah satunya dengan jujur apa adanya terhadap temuan di lapangan. Walaupun kejujurannya mendapatkan berbagai tekanan dari klien, ia tidak tergoyahkan. Tetap semaksimal mungkin menegakkan perintah Allah SWT, semata-mata agar ia dapat menggapai ridho Ilahi melalui sebuah profesi. 2. Informan 2: Profesionalitas pada Allah SWT Perilaku religius yakni profesionalitas pada Allah SWT merupakan apa yang dialami oleh Sidik. Makna Islam sebagai sandaran etika yang diyakini sejak awal, betul-betul ia implementasikan. Hal tersebut ia tunjukkan saat bagaimana ia bekerja, sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Islam. Berikut penuturannya:
“Ya kita harus ngerjain kaya gini. Kita harus mengerjakannya secara profesional. Profesional kan termasuk dalam agama, kita harus melakukan hal itu secara profesional. Itu kan ada haditsnya, kalo ga salah tentang profesionalitas.
48
Dalam bekerja, ia harus sesuai dengan apa yang diajarkan Islam, yakni profesionalitas. Profesionalitas ditunjukkan, salah satunya dengan datang ke kantor tepat waktu. Ia meyakini bahwa jika ia datang terlambat, maka ia telah mencurangi waktu, serta akad atau janji pada atasan. Menurutnya, bekerja yang tidak sesuai dengan Islam berarti ia pun telah mencurangi akad atau janjinya pada Allah SWT. Berikut penjelasannya:
“Jadi, semacam kalo kita telat bekerja. Kalo kita telat, berarti kan kita mencurangi waktu yang kita akad diawal kita berangkat jam berapa-jam berapa. Kalo kita telat kan, berarti bayaran yang kita terima kan ga sesuai dengan waktu yang kita beri.” “Yaudah kita berangkatnya awal, tepat waktu. Kalo ada halangan kita bilang, gitu.” Apa yang diucapkannya selama wawancara, benar-benar ia buktikan. Selama obervasi, Sidik memang tidak pernah datang terlambat. Ia selalu datang sekitar pukul 08.30 WIB s.d 08.45 WIB, sementara office hours adalah jam 09.00 WIB. Sidik datang ke kantor tepat waktu, bukan semata-mata takut dimarahi oleh atasan. Tetapi merupakan bentuk tanggungjawabnya pada pekerjaan, dan kewajiban melaksanakan perintah Allah SWT. Ia pun menuturkan bahwa rasa tanggungjawabnya tersebut, merupakan dampak dari praktik beribadah yang ia laksanakan. Ia yakin bahwa, dengan sadar akan tanggung jawab dan kewajiban melaksanakan perintah Sang Ilahi, ia pun akan sadar pada tanggungjawabnya dengan sesama manusia.
49
“Kalo aku sih mandangnya kalo kita beribadah, kita punya semacam benteng. Apa namanya, kita punya kaya semacam benteng. Kita sholat nih, masa kita ngerjain pekerjaan kaya orang yang ga pernah ibadah. Kita puasa nih, masa ngerjain pekerjaan kaya ga pernah puasa. Jadi ya gitu aja. Kalo kita sholat kita ibadah itu, kalo aku liatnya kaya benteng. Peringatan buat diri sendiri aja.” “Kan kita udah ibadah nih. Kita kalo mau ngelakuin hal-hal yang ga sesuai, hal-hal yang buruklah, itu kan kita sudah kebenteng sama ibadah yang kita lakuin. Masa orang sholat ngelakuin kaya gitu. Kan kita udah puasa, masa kita juga ngelakuin kaya gitu, ngelakuin hal-hal buruk kaya gitu.” Selain datang tepat waktu, perilaku religius lainnya yakni ditunjukkan dalam mengerjakan laporan audit. Laporan audit merupakan laporan yang harus dibuat berdasarkan temuan yang ada di lapangan, serta prosedur yang telah diselesaikan dan dimaksimalkan. Maksimalnya prosedur yang ditempuh, dikarenakan dalam membuat laporan audit harus didasarkan pada bukti. Bukti yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan hanya didapat apabila prosedur audit telah maksimal dilakukan. Sidik menjelaskan, salah satu cara memaksimalkan prosedur audit misalnya saat melakukan audit saldo kas, yakni dengan melakukan cash opname dan meminta detail pengeluaran kas pada pengelola kas di perusahaan auditee. Cara lainnya yakni ketika melakukan audit saldo bank, dengan melakukan konfirmasi pada bank bersangkutan atas saldo yang tertera dalam rekening koran auditee. Pelaksanaan prosedur audit secara maksimal, juga menentukan opini apa yang nanti akan diterbitkan. Jika memang tidak ada nilai material yang ditemukan, maka opini wajar bisa saja diterbitkan. Namun, jika terdapat temuan dan nilainya material, maka itu cukup
50
untuk melakukan penilaian bahwa akun tersebut bermasalah sebagai bahan pertimbangan nantinya dalam penetapan opini audit. Sayangnya,
keberadaan
temuan
audit
akibat
dari
dimaksimalkannya prosedur audit, seringkali membuat klien keberatan. Tetapi, karena dirinya sejak awal menyandarkan etika profesi pada Islam, maka ia tetap menunjukkan sikap profesionalnya sesuai ajaran Islam. Sementara dalam mengatasi sikap kliennya, ia berusaha menjelaskan apa adanya bahwa hal tersebut harus ia lakukan agar audit dapat berjalan sesuai prosedur, klien pun akhirnya mengerti. Bagaimanapun juga, Sidik berusaha bekerja secara profesional dengan melakukan audit sesuai prosedur yang berlaku. Menurutnya ada pertanggungjawaban yang penting sebagai seorang auditor kepada pihak-pihak yang bersangkutan terkait kredibilitas hasil audit. Selain itu, ia merasa bahwa jika prosedur audit tidak dijalankan secara maksimal, maka ia menilai dirinya tidak profesional. Walaupun ia meragukan apakah dirinya akan berdosa, jika ia tidak profesional. Seperti dalam ungkapan berikut:
“Aku ga tau. Kalo menurut ku sih, ga profesional aja. Kalo dosa apa engga, ga tau juga.” Namun, ia telah meyakini sejak awal bahwa bekerja secara profesional adalah bekerja sesuai dengan yang diajarkan Islam. Dengan demikian, ketika ia tidak profesional, maka ia tidak sesuai dengan nilainilai Islam. Sidik juga meyakini bahwa, ada yang berbeda ketika menjadi seorang akuntan publik muslim. Pertanggungjawaban hasil audit tidak
51
hanya pada sesama manusia (stakeholders), tetapi juga pada Sang Maha Kuasa, Allah SWT. 3. Informan 3: Independensi, Menepati Janji pada Sang Ilahi Independensi merupakan perilaku religius yang dialami oleh Andi. Keteguhannya menegakkan kode etik adalah bentuk menepati janjinya pada Sang Ilahi. Sebagai akuntan publik muslim, ia merasakan bahwa ketaatannya menjalankan perintah Allah SWT membuat dirinya dapat disiplin dalam profesi. Sejak awal keyakinannya sudah teguh, bahwa melandaskan profesinya pada Islam semata-mata karena ia telah berjanji pada Allah SWT. Hal tersebut kemudian ia implementasikan dalam menegakkan salah satu kode etik yakni, independensi. Independensi adalah suatu kondisi, sikap, perilaku, bahkan hati yang
harus
dimiliki
oleh
setiap
auditor
terhadap
klien
dalam
menjalankan tugas auditnya. Independensi berarti seorang auditor tidak boleh memiliki keberpihakan pada klien. Walaupun pekerjaan auditor memang ditugasi dan dibiayai oleh klien, tetapi auditor harus bersikap netral terhadap kondisi klien yang diaudit. Auditor tidak diperbolehkan memihak atau menutup-nutupi kondisi klien. Disiplin dalam menjunjung tinggi independensi adalah dampak dari ketaatannya saat disiplin menjalankan ibadah. Andi meyakini bahwa ketika ia dapat disiplin dengan aturan yang dibuat oleh Sang Maha Kuasa dan Maha Pencipta, maka ia juga akan disiplin pada aturan yang dibuat oleh makhluk ciptaan-Nya yakni manusia. Berikut penuturannya:
“Independensi itu kan tidak memihak ke salah satu dari klien yang kita audit, maupun yang berkepentingan dengan klien. Nah, dengan kita mempunyai tingkat kepercayaan dan tingkat
52
kedisiplinan beribadah yang baik, ya insya Allah itu tidak akan memihak dari salah satu. Yaitu independensi, kita tetap ditengahtengah dari pihak klien dan pihak yang berkepentingan. Itu yang memperkuat independensi saya.”
Namun, penegakkan independensi kenyatannya tidaklah mudah. Adanya pressure dari dua pihak berkepentingan dalam bentuk dua permintaan yang berbeda yang hanya menguntungkan salah satu pihak, serta
berbagai
penawaran
menggiurkan
apabila
Andi
berhasil
meloloskan permintaan tersebut, membuat penegakkan independensi kian sulit.
“..yang kejadian di saya itu ya independensi. Ya sebenarnya sih cukup berat juga, karena dari satu sisi klien dari satu sisi pihak yang berkepentingan, dan kita harus berada di posisi itu. Ya insya Allah, dengan tingkat kedisiplinan kita, ketaatan kita terhadap beribadah, bisa mempengaruhi independensi kita sebagai auditor. Karena pasti ada pressure.” “Ya pressure-nya ‘tolong dong ini laporan disesuain, dengan yang kita mau’, terkadang seperti itu. Kalo dari pihak yang berkepentingan, misalnya pemegang saham tapi yang minoritas ‘tolong dong akun ini dihapus’. Jadi, kegiatan-kegiatan transaksi akun-akun yang masuk ke pribadi minta dihapus tuh, bisa terjadi.” “Kalo menawarkan sih, menawarkan pasti bagus-bagus dong. Yang satu pihak klien, yang satu pihak berkepentingan.” “Nah kita sesuaikan dulu standarnya, terus kita selesaikan secara kekeluargaan, musyawarah. Itu diajarkan juga kan dalam agama, gitu.” Pada posisi ini, pengalaman Andi memberikan sebuah pelajaran. Penegakkan kode etik sebuah profesi tidak hanya bisa mengandalkan keahlian seorang profesional, dalam hal ini auditor. Tetapi juga mengandalkan kesadaran diri seorang manusia, bahwa ia hanyalah
53
makhluk biasa yang diciptakan tidak lain untuk mengabdi pada Allah SWT. Keteguhannya sejak awal bahwa syahadat adalah sebuah janji yang harus ditepati dan dijunjung tinggi salah satunya dengan masuk ke dalam Islam sepenuhnya. Andi berusaha menyadarkan dirinya, bahwa profesi tidaklah boleh lepas dari peran dan kendali agama, kendali Sang Ilahi. 4. Informan 4: Opini Audit Sebagai Habluminallah dan Habluminannas Perilaku religius profesional seorang akuntan publik muslim yang terakhir, berasal dari Deri. Jabatannya sebagai seorang Partner, membawa amanah untuk dapat menerbitkan opini audit yang dapat menjaga habluminallah dan habluminannas. Sebagai
seorang
Partner,
ia
bertanggungjawab
atas
keberlangsungan hidup dan seluruh aktivitas proses audit dalam sebuah kantor akuntan publik. Namun, tanggung jawab utamanya terletak pada penerbitan opini audit. Dalam proses penerbitan opini audit itulah, yang kemudian memunculkan perilaku religius. Ia sebisa mungkin berusaha untuk tidak bertentangan dengan etika profesi, sebagaimana yang ia yakini sejak awal bahwa ia tidak ingin bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Deri sejak awal telah yakin, bahwa dalam menjalankan profesinya ia harus sesuai dengan etika profesi yang berlaku agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, selama proses penerbitan opini, ia semaksimal mungkin patuh pada aturan audit yang berlaku.
54
Penerbitan opini audit wajar, harus memenuhi tiga unsur dan seluruhnya harus dipenuhi. Unsur tersebut adalah kesesuaian dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dijalankannya prosedur audit, dan keberadaan bukti-bukti audit yang memadai. Jika Deri menerbitkan opini audit wajar tanpa pengecualian atau wajar, maka ia harus memiliki keyakinan dipenuhinya ketiga unsur tersebut. Proses
penerbitan
opini
audit
wajar,
tidak
semulus
yang
dibayangkan. Deri mengakui bahwa tidaklah mudah menerbitkan opini tersebut. Selain karena ketiga unsur harus dipenuhi dan diyakini, kenyataannya tidak semua klien dapat menerima sebuah hasil audit. Ia juga mengakui bahwa dirinya selama ini memang menghindari menerbitkan opini tidak wajar. Ia berusaha semaksimal mungkin dalam memaksimalkan prosedur audit yang berlaku, dan diskusi dengan klien atas temuan audit. Deri meyakini bahwa audit merupakan sebuah verifikasi, sehingga tidak serta-merta menyatakan klien salah dan menerbitkan opini tidak wajar jika menemukan sebuah temuan. Ia mengatasinya dengan melakukan sebuah proses diskusi dengan klien atas temuan tersebut. Proses diskusi dilakukan sebagai cara untuk meminta penjelasan dan konfirmasi lebih lanjut dari klien mengenai temuan. Jika temuan tersebut benar, maka klien harus melalukan adjustment agar sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Berikut penjelasannya: “Jadi, ya selama ini saya menghindari ngasih opini yang tidak wajar dengan artian, kita harus diskusiin dulu sebelum menghasilkan opini. Hasil perhitungan audit kita seperti apa. Sehingga bisa diberikan opini, wajar tanpa pengecualian ataupun wajar dengan pengecualian.”
55
“..kan kalo kita audit itu kan, sebenarnya kita mau melakukan verifikasi. Kemudian ada temuan di lapangan, nah kita diskusikan hasil temuan itu. Ini loh, ini ga sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Jadi, kalau biasanya klien itu bertanya kan ‘gimana yang sesuai?’, kan gitu. Ya kita kasih solusinya, ‘Bapak harus melakukan adjustment seperti ini di laporan keuangannya’. Nah, selama ini sih kliennya masih bisa terima adjustment itu.” Pengalaman Deri merefleksikan sebuah pertanggungjawaban seorang muslim, bahwa dalam kehidupan sesama manusia tidak boleh merusak habluminallah dan habluminannas. Proses penerbitan opini audit melalui sebuah pendekatan diskusi, menjelaskan bahwa tidak bisa juga menyalahkan klien ketika ada temuan, melainkan melakukan konfirmasi terlebih dahulu. Sementara itu yang terpenting, tidak boleh juga melanggar perintah Allah SWT. Keyakinannya sejak awal bahwa dengan menegakkan kode etik adalah cukup untuk tidak melanggar aturan Islam, maka hubungannya dengan Allah SWT dalam profesinya sebagai akuntan publik tidak ingin ia rusak dengan melanggar ketentuan dan kode etik profesi yang berlaku.
C. Lingkungan Kerja Religius Akuntan Publik Muslim Para informan merasakan bahwa faktor lingkungan kerja yakni kantor akuntan publik (KAP) sangat berdampak dalam mempertahankan perilaku religius dan keyakinannya terhadap kesempurnaan Islam. Bagi informan yang memang telah baik perilaku religius dan keyakinannya terhadap Islam, akan memudahkan dirinya lebih nyaman untuk dapat menularkan virus Islam apabila lingkungan kerjanya memungkinkan. Sementara, bagi informan yang merasa membutuhkan dorongan dalam menambah keyakinannya terhadap Islam, serta perilaku religiusnya juga akan lebih senang jika ia dikelilingi oleh
56
lingkungan kerja yang seluruhnya beragama Islam dan dapat mengakomodir kebutuhannya. Untuk lebih jelasnya bagaimana lingkungan kerja religius adalah faktor penting bagi religiusitas akuntan publik muslim, berikut adalah uraiannya berdasarkan apa yang dirasakan dan dialami oleh para informan. 1. Rekan Kerja Sesama Muslim Rekan kerja merupakan orang atau sekelompok orang yang terkait dengan lingkungan tempat bekerja. Dalam penelitian ini, terindikasi bahwa rekan kerja adalah salah satu faktor turunan dari faktor lingkungan kerja, yang mempengaruhi atau membentuk religiusitas akuntan publik muslim. Indikasi adanya keterkaitan antara rekan kerja dengan
religiusitas
diri
akuntan
publik muslim,
ditemukan
dari
pengakuan beberapa informan yang menunjukkan bahwa apa yang mereka lakukan terkait dengan ibadah ataupun perilaku religius dikarenakan rekan kerjanya pun turut mendukung dirinya melakukan hal tersebut, seperti yang dialami oleh Guntur. Berdasarkan pengalaman Guntur selama dirinya menjadi akuntan publik muslim di tempatnya bekerja saat ini, bahwa teman-teman yang seagama akan memudahkan dirinya untuk tetap taat menjalankan kewajiban beribadah disela-sela pekerjaannya. Berikut ungkapannya:
“Alhamdulillah. Makanya kenapa saya jadi auditor, terutama disini. Karena disini, alhamdulillah temen-temennya muslim semua. Terus yang kedua, mereka mau gitu ketika diajak sesuatu ibadah yang sunnah atau sesuatu yang wajib mau bareng-bareng. Ayu gitu, misalnya sholat berjama’ah, mau. Diajak ayu sholat di masjid, ternyata sekarang mulai sedikit-sedikit mau.” Selain kemudahan dalam menjalankan ibadah sebagai auditor, keberadaan rekan kerja yang seagama membuat dirinya dan sesama
57
auditor lainnya dalam KAP tersebut menjadi saling mengingatkan satu sama lain, bahwa setiap pekerjaannya harus selalu didasari dan sesuai dengan nilai-nilai Islam, jangan sampai menentang aturan Allah SWT tentang bekerja dalam Islam. Berikut pengakuannya:
“Iya disini saling ngingetin, jangan kaya gitu. Kaya ada suatu hal yang menyimpang dari prosedur audit.” Apa yang dirasakan oleh Guntur pun, juga dirasakan dan dialami oleh Deri. Menurutnya, keberadaan rekan kerja sesama muslim yang memiliki pemahaman Islam yang baik, mendorong dirinya untuk dapat mengerjakan
ibadah
sholat
berjama’ah
tepat
waktu
disela-sela
kesibukan pekerjaan. Seperti yang ia katakan:
“Kebetulan, ada Guntur juga yang termasuk kuat pemahamannya terhadap Islam. Erik juga bagus juga tuh, karena anak pesantren juga. Jadi, ada yang saling mendukung gitu.” Berdasarkan pengakuan dan pengalaman dari para informan, rekan kerja merupakan faktor yang mendorong sikap atau perilaku religius saat mereka bekerja. Hal tersebut menjelaskan bahwa pada objek penelitian ini yakni akuntan publik muslim, religiusitas diri akuntan publik dapat terbentuk karena didorong oleh rekan kerja disekitarnya. Sebagai sesama muslim, mereka dapat saling mengingatkan dan mempengaruhi satu sama lain untuk tetap mengingat Allah SWT dan taat pada nilai-nilai Islam dalam profesi akuntan publik. 2. Budaya Religius dalam Kantor Akuntan Publik Pada penelitian ini juga ditemukan, bahwa budaya religius yang terbentuk dalam KAP turut menjadi faktor religiusitas diri akuntan publik
58
muslim yang ada di dalamnya. Ada dua budaya religius yang ditemukan berdasarkan hasil observasi dan wawancara pengalaman masing-masing informan, yakni budaya berhenti bekerja untuk menyegerakan sholat berjama’ah di masjid tepat waktu, dan keberadaan kegiatan keagamaan di KAP tersebut. Budaya pertama dirasakan oleh seluruh informan. Kebiasaan ini ditemukan saat peneliti melakukan observasi terhadap keempat informan. Berdasarkan hasil observasi, peneliti menemukan bahwa kemauan untuk dapat sholat berjama’ah tepat waktu tidak hanya didorong dari rasa kewajiban diri pribadi sebagai akuntan publik muslim kepada Allah SWT, tetapi juga karena terbentuk oleh lingkungan kerja. Peneliti mengamati bahwa ketika adzan berkumandang para informan langsung berhenti bekerja dan menyegerakan sholat berjama’ah di masjid. Selama observasi dilakukan, ditemukan bahwa sudah menjadi kebiasaan ketika adzan berkumandang, para informan langsung berhenti bekerja, baik yang sedang mempersiapkan report, maupun yang tengah melakukan telaah atas temuan dan data auditee, untuk kemudian berangkat bersama-sama ke masjid terdekat kantor untuk melakukan sholat berjama’ah. Hasil observasi pun juga dikonfirmasi melalui pengakuan Guntur ketika diwawancara, berikut penuturannya:
“Dulu biasanya kita sering jama’ah di tempat sholat yang dibelakang, kalo sekarang jama’ahnya di masjid.” Sama halnya dengan Guntur, Sidik pun mengakui bahwa kebiasaan sholat berjama’ah tepat waktu yang terbentuk dalam KAP, turut mendorongnya untuk tetap dapat menjalankan praktik ibadah
59
dengan baik ketika bekerja, jadi tidak ada yang ia tinggalkan apakah itu bekerja maupun melaksanakan perintah Allah SWT yakni sholat. Berikut penuturannya:
“Jadi auditor disini, sholat ga terganggu sih, baik-baik aja. Yang kita lakukan sholat jama’ah, kaya biasa. Sholat tepat waktu, insya Allah.” Sementara mendapati
Andi
bahwa
dan
mereka
Deri
berdasarkan
sebisa
mungkin
observasi, untuk
peneliti
tetap
sholat
berjama’ah, walaupun kadang terlambat (tidak sampai 5 menit) akibat terlalu
menikmati
pekerjaannya.
Tetapi
mereka
tetap
tidak
meninggalkan sholat berjama’ah. Ketika mereka ngeh bahwa waktu sholat ternyata telah tiba, keduanya buru-buru mempersiapkan diri untuk sholat berjama’ah. Mereka tidak memilih untuk sholat sendiri saja di kantor, selain karena mereka merasa bahwa sholat berjama’ah di masjid adalah kewajiban seorang laki-laki muslim, tetapi juga karena sudah terbiasa akibat budaya yang ada di lingkungan kerja tersebut. 3. Pimpinan dalam Kantor Akuntan Publik Hasil
penelitian
juga
menunjukkan
bahwa
pimpinan
KAP
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi religiusitas informan. Religiusitas seorang akuntan publik muslim, memang merupakan sebuah kewajiban seorang muslim. Namun, pengalaman salah satu informan yakni Sidik, bahwa dalam profesinya faktor pimpinan mempengaruhi religiusitasnya. Ia merasakan bahwa, ketika dirinya bekerja dalam lingkungan Islam yang baik, dan memiliki pimpinan KAP dengan nilai-
60
nilai Islam yang baik, maka akan menginspirasinya untuk selalu menjaga Islam saat ia bekerja. Berikut ungkapannya:
“Kalo itu, saya ngikutin yang sering dibicarakan pak Deri. Jadi, kan ada perintah bersembahyanglah, setelah itu bertebaranlah di muka bumi untuk bekerja. Nah, saya ngikutin itu.” Tidak hanya dirasakan oleh Sidik, hal tersebut juga dialami oleh Guntur. Berkaitan dengan keberadaan budaya kajian ba’da maghrib (lihat catatan observasi), ia mengakui bahwa kajian tersebut ia lakukan tergantung dari ketersediaan waktu yang dimiliki oleh pimpinan KAP. Keberadaan kajian tersebut dirasakan Guntur, semakin menunjukkan tidak adanya keterpisahan antara agama dan profesinya sebagai akuntan publik. Namun, seperti yang ia akui dalam wawancara bahwa dilakukannya kegiatan kajian tersebut juga tidak akan berjalan, jika tidak dipimpin oleh pimpinan KAP yang ia sebut dengan istilah ‘bos’:
“Kalo disini biasanya ada kajian, kalo abis maghrib. Karena berhubung si bosnya lagi sibuk, jadi agak kurang.” Peneliti sempat menanyakan saat berbincang ringan dengan Guntur disela-sela jam istirahatnya, mengapa tidak ia saja yang mengajak teman-teman yang lain, serta menjadi pengisi kajian ketika bosnya tersebut tidak sedang berada di kantor. Namun, ia menunjukkan rasa tidak enak, karena ia merasa bukan siapa-siapa dan bosnya lebih pantas untuk memimpin kajian tersebut. Selain itu, ia pun merasa tidak cukup yakin, dengan ilmu yang ia miliki. Berdasarkan apa yang dirasakan oleh kedua informan yakni Sidik dan Guntur, bahwa sosok pimpinan KAP mempengaruhi religiusitas yang
61
ada dalam diri kedua informan tersebut. Walaupun keduanya sadar, bahwa apapun itu yang berhubungan dengan Islam adalah sudah kewajiban dari seorang muslim, tetapi hasil wawancara dan observasi menunjukkan bagaimana sosok pemimpin KAP berdampak pada religiusitas
para
karyawannya.
Pemimpin
sebagai
sosok
yang
berpengaruh dalam sebuah lingkungan, memberikan efek penting atas arah lingkungan tersebut dan nilai-nilai apa yang dianut didalamnya. Pimpinan KAP yang beragama Islam terhadap unsur diri akuntan publik, kantor, dan profesi secara luas akan memberikan pengaruh, menggiring, dan mengurung para karyawannya dengan nilai-nilai Islam ke segala bentuk aktivitas yang ada dalam KAP tersebut. 4. Ukuran dan Kondisi Kantor Akuntan Publik Selain ketiga faktor turunan lingkungan kerja yakni rekan kerja, budaya
KAP,
dan
pimpinan
KAP
sebagaimana
telah
dijelaskan
sebelumnya, faktor terakhir yang ditemukan dalam penelitian ini adalah ukuran dan kondisi KAP. Kecenderungan KAP yang tidak terlalu besar akan memudahkan penularan, pengaturan, dan pengurungan nilai-nilai yang dianut dan diyakini dalam KAP tersebut. Hal itu terjadi, ketika melekatkan pentingnya nilai-nilai Islam dalam berprofesi sebagai akuntan publik muslim. Peneliti melihat bahwa kondisi dan suasana KAP yang menjadi situs penelitian, tidak terlalu besar. Jumlah auditor yang berada dalam KAP tersebut tidak banyak, yakni terdapat 3 Junior Auditor, 2 Supervisor, 1 Audit Manager, dan 1 Partner. Sementara ukuran ruangan kantor pun tidak terlalu besar, juga didukung oleh posisi
62
atau letak meja yang menggambarkan kumpulan kecil sebuah kantor (lihat lampiran dokumentasi). Luas tidaknya sebuah lingkungan, akan menentukan bagaimana budaya maupun suasana Islam tersebar dalam lingkungan tersebut. Semakin luas sebuah lingkungan, akan semakin banyak titik-titik yang perlu diperkuat nilai-nilai Islamnya, sehingga Islam tetap berada di setiap titik dan kemudian menjalar keseluruh sudut lingkungan, lalu lingkungan tersebut sesak dengan nilai-nilai Islam. Hal ini menunjukkan, akan ada banyak titik yang perlu dikendalikan untuk memastikan bahwa nilai-nilai Islam tetap konsekuen pada titik tersebut. Usaha yang harus dikeluarkan oleh setiap anggota lingkungan dalam menjaga nilai-nilai Islam tetap kokoh dan utuh, akan semakin berat. Sebaliknya, semakin sempit lingkup sebuah lingkungan, kecenderungannya akan semakin mudah dalam mengatur dan memastikan nilai-nilai Islam tetap ada. Berdasarkan observasi penelitian dan analisa, maka terlihat bahwa ukuran dan kondisi KAP juga berdampak pada religiusitas diri akuntan publik muslim didalamnya. Ukuran KAP yang tidak terlalu besar, memudahkan pimpinan KAP mengatur keberadaan nilai-nilai Islam, dan memudahkan para karyawan didalamnya dalam menularkan semangat kerja Islam dan mengingatkan bahwa Allah SWT selalu mengawasi setiap apa yang mereka kerjakan.
D. Konsep Religiusitas Akuntan Publik Muslim Analisa terhadap hasil wawancara dan observasi yang telah tertuang dalam sub bab sebelumnya, menghasilkan sebuah konsep religiusitas akuntan publik muslim yang dilandasi dengan sabar (lihat gambar 4.1).
63
Gambar 4.1 Konsep Religiusitas Akuntan Publik Muslim Rekan Kerja Sesama Muslim
1 Sandaran Etika Profesi
4 Hakikat Diri
Budaya KAP
2 Janji Pada Sang Ilahi
Perilaku Religius Sabar 3 Islam Sebuah Kejelasan
Pimpinan KAP
Ukuran dan Kondisi KAP Konsep religiusitas akuntan
publik
muslim, merupakan sebuah
gambaran bagaimana keberlangsungan religiusitas dalam profesi akuntan publik bagi seorang muslim: 1. Perilaku religius Perilaku religius merupakan perilaku positif dalam bekerja yang didasari pada rasa bertanggungjawab seorang hamba kepada Allah SWT. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, perilaku religius informan tercermin dalam 4 (empat) hal yakni kejujuran dalam mengungkapkan
temuan
di
lapangan,
profesionalitas
dalam
menjalankan pekerjaan yang tercermin dalam bentuk datang ke kantor tepat waktu dan penyelesaian laporan audit secara profesional, independensi
yakni
ketidakberpihakan
atau
netral,
dan
proses
64
penerbitan opini audit yang dilakukan dengan tidak melanggar prosedur audit, agar tidak melanggar aturan Islam. 2. Sabar sebagai landasan keyakinan dan perilaku religius Sabar berarti dapat menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan Islam (Mujieb, dkk, 2009). Sabar merupakan keadaan jiwa yang kokoh, stabil, dan konsekuen dalam pendirian. Jiwa yang sabar tidak akan tergoyahkan dan pendiriannya tidak berubah, bagaimanapun berat tantangan yang dihadapi (Solihin dan Anwar, 2014). Amin (2015) menjelaskan bahwa sabar berarti konsisten dalam melaksanakan semua perintah Allah SWT, dan merupakan respon dari keyakinan yang dipertahankan. Disebutkan dalam Hawwa (1998) bahwa sabar adalah separuh iman, karena iman pasti disertai kesabaran. Sabar merupakan landasan perilaku religius para informan atas keyakinannya sejak awal terhadap kesempurnaan Islam. Pertama, sabar sebagai sikap konsisten Sidik atas sebuah keyakinan bahwa jalan Islam adalah jalan yang benar dan diyakini sebagai sandaran etika profesi, memunculkan perilaku religius yakni profesionalitas. Keyakinan Sidik bahwa Islam adalah jalan yang tepat, secara konsisten terlihat dari bagaimana ia mengimplementasikannya dalam bentuk datang ke kantor tepat waktu dan pengerjaan laporan audit secara profesional. Dirinya sabar dengan teguh pada pendirian Islam sebagai sandaran etika profesi, yang ditunjukkannya dalam profesionalitas. Kedua, sikap mental sabar ditunjukkan oleh Andi dengan keyakinannya bahwa melandaskan profesi pada Islam semata-mata adalah menepati janjinya kepada Allah SWT, dan perilaku religiusnya
65
yakni independensi. Sikap independensinya muncul karena, ia sabar terhadap berbagai tekanan klien yang dihadapi. Tekanan klien untuk tidak menaati prosedur audit demi keuntungan pribadi semata, disertai berbagai tawaran jika dapat meloloskan permintaan klien, tidak sertamerta membuat keteguhan hati Andi terhadap Islam runtuh seketika. Ia sabar dengan konsekuen, pendiriannya tidak berubah dan tidak tergoyahkan atas Islam yang diyakininya sejak awal. Ia tetap teguh dengan sikap independensi, karena ia ingin menepati janjinya kepada Allah SWT yang telah terucap dalam bentuk syahadat. Ketiga, sabar yang muncul dari dalam diri Guntur merupakan refleksi atas keyakinan bahwa Islam adalah sebuah kejelasan, dan perilaku religius yakni kejujuran. Sikap mental sabar, ia tunjukkan saat ia dapat konsisten pada pendiriannya bahwa Islam yang memberinya kejelasan adalah sebuah kebenaran. Perintah Allah SWT tidak hanya ia yakini bahwa hal tersebut dapat menuntunnya ke jalan yang lurus yang diridhoi Allah SWT, tetapi juga ia implementasikan dalam bentuk kejujurannya menghadapi berbagai temuan audit. Tekanan yang datang dari klien sebagai sebuah rintangan, tidak menghalanginya untuk teguh pada pendiriannya terhadap Islam. Keempat, sabar merupakan landasan Deri atas keyakinannya bahwa Islam adalah hakikat diri yang penting bagi seorang muslim, dan perilaku religiusnya dalam proses penerbitan opini audit. Posisinya sebagai seorang Partner sangat strategis dalam proses penerbitan opini audit. Diskusi yang selalu ia lakukan terhadap setiap kliennya terkait opini audit yang akan diterbitkan adalah sikap sabarnya. Ia bisa saja
66
tidak amanah dengan tidak memperhatikan perintah Allah SWT dalam Islam yang diyakininya sebagai hakikat diri yang penting. Namun ia sabar dengan berusaha semaksimal mungkin menerbitkan opini audit sesuai dengan prosedur yang berlaku yang menurutnya tidak melanggar aturan Islam. 3. Lingkungan kerja religius Perilaku religius yang berasal dari keyakinan terhadap Islam dengan dilandasi sikap mental sabar, hanya akan terwujud jika dan hanya jika dikelilingi oleh lingkungan kerja yang religius. Lingkungan tersebut terdiri dari unsur rekan kerja yang sesama muslim, budaya yang berlaku di KAP, sosok dan gaya kepemimpinan pimpinan KAP, serta ukuran dan kondisi KAP. Seluruh unsur tersebut merupakan unsur yang mendorong para informan senantiasa mengingat Allah SWT ketika bekerja. Nilai-nilai Islam yang sebetulnya telah ada dalam diri para informan, akan semakin terjaga dan berkembang apabila didorong atau dimotivasi oleh unsur tersebut. Dengan demikian, mereka tetap dapat menjalankan ibadah dunia dan ibadah akhirat berjalan bersamaan, tanpa ada salah satu yang dikorbankan. Mereka pun dapat tetap taat kepada Sang Maha Kuasa dalam hal profesinya sebagai akuntan publik.
67
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah dilakukan pembahasan dan analisa terhadap hasil wawancara dan observasi mengenai bagaimana religiusitas akuntan publik muslim, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut. Pertama, religiusitas akuntan publik muslim adalah sebuah keyakinan terhadap Islam yang memunculkan berbagai perilaku positif ketika bekerja, karena dilandasi oleh sikap mental sabar, serta didorong oleh lingkungan kerja religius. Keyakinan bahwa Islam adalah landasan yang penting bagi seorang muslim dalam berprofesi sebagai akuntan publik, dimaknai beragam oleh para informan yakni sebagai sebuah kejelasan, sandaran etika profesi, janji kepada Allah SWT, dan hakikat diri seorang muslim. Keyakinan tersebut apabila dilandasi oleh sabar, maka akan memunculkan perilaku positif saat bekerja yakni kejujuran dalam mengungkapkan temuan di lapangan, profesionalitas, independensi, dan rasa tanggung jawab dalam proses penerbitan opini audit yang dilakukan secara maksimal agar tidak melanggar prosedur audit dan aturan Islam. Kedua, hal tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Faktor lingkungan kerja yang sarat dengan nilai-nilai Islam dengan berbagai unsur di dalamnya yakni rekan kerja, budaya KAP, pimpinan KAP, serta ukuran dan kondisi KAP, menjadi faktor penting yang menjaga keyakinan para informan terhadap Islam. Walaupun ketaatan pada Ilahi adalah soal kewajiban diri, tetapi dalam hal pekerjaan, lingkungan kerja turut mendorong dan menjaga ketaatan
68
para informan terhadap Islam. Dengan kondisi yang demikian, mereka dapat tetap taat pada perintah Allah SWT dalam wujud sebuah profesi.
B. Keterbatasan Penelitian Tidak ada sebuah penelitian yang sempurna, sehingga penelitian ini pun memiliki beberapa keterbatasan. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah peneliti tidak dapat sepenuhnya mengikuti kegiatan informan ketika informan melakukan audit di klien (di lapangan). Hal itu dikarenakan, peneliti memiliki akses yang terbatas, karena tidak sembarang orang dapat mengikuti proses pemeriksaan di klien. Hanya yang memiliki surat tugas audit saja yang dapat mengikuti proses pemeriksaan tersebut. Sehingga tidak banyak informasi yang didapat secara langsung, mengenai bagaimana sisi religiusitas informan saat melakukan proses pemeriksaan di lapangan.
C. Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menyarankan beberapa hal agar menjadi pertimbangan dan perhatian bersama: 1. Akuntan Publik Muslim Sebagai seorang muslim yang berprofesi harus menunjukkan bagaimana kesempurnaan Islam. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara saling menguatkan dan mengingatkan antar sesama muslim, bahwa Allah SWT selalu mengawasi setiap perilaku hambanya. Dengan demikian diharapkan akan muncul rasa mawas diri, yang dapat meminimalisir tindakan tercela dalam profesi akuntan publik.
69
2. Kantor Akuntan Publik Sebagai unsur yang sangat penting dalam membentuk kualitas pribadi para auditor yang ada di dalamnya, diharapkan dapat menjaga nilai-nilai Islam pada pekerjaan dengan memperbanyak kegiatan keagamaan,
dan
membiasakan
berhenti
bekerja
ketika
adzan
berkumandang untuk segera sholat berjama’ah sebagaimana yang dilakukan oleh kantor akuntan publik yang menjadi situs penelitian. Hal tersebut sangat positif, dan diharapkan dapat menjadi benteng sebagai pengingat diri ketika menghadapi berbagai tekanan pekerjaan. Tidak hanya itu, kantor akuntan publik juga diharapkan dapat menjadi wadah yang mengingatkan bahwa mengejar unsur duniawi adalah untuk kepentingan akhirat sebagai kehidupan yang kekal. 3. Penelitian Tasawuf Berikutnya Bagi peneliti yang menjadikan tasawuf sebagai pendekatan penelitian, diharapkan dapat lebih dalam dan lebih banyak lagi aspek tasawuf yang digali tidak hanya konsep sabar. Agar penelitian dapat lebih mendalam, peneliti dapat melakukan magang untuk menjalin kedekatan yang natural dengan informan. Sehingga, informasi yang didapat akan lebih banyak, serta aspek tasawuf yang diteliti akan dapat dalam. 4. Penelitian Akuntan Publik Berbasis Islam Hasil penelitian sebagai dasar informasi untuk membuat suatu kebijakan
diharapkan
dapat
lebih
diperhatikan.
Topik
penelitian
mengenai akuntan publik berbasis agama Islam diharapkan dapat lebih banyak lagi diangkat. Sehingga, data mengenai bagaimana pentingnya
70
Islam dalam profesi ini dapat lebih beragam dan semakin banyak referensi sebagai informasi dasar untuk membuat sebuah regulasi. 5. Stakeholder seperti, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) Sebagai stakeholder pembuat kebijakan untuk mengatasi berbagai problematika yang ada, diharapkan tidak hanya mengutamakan unsurunsur teknis dalam pelaksanaan audit sebagai solusi masalah tersebut. Mulailah merubah pola pikir dan sudut pandang, bahwa agama Islam dapat menjadi solusi dalam mengatasi berbagai persoalan moral, etika, dan sebagainya yang kini membelit profesi akuntan publik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdalati, Hammudah, 1983, Islam Suatu Kepastian, Media Da’wah, Jakarta Pusat. Adi Nugroho, dan Anis Chariri, 2012, Studi Fenomenologi Tentang Peran Akuntan Dalam Masyarakat: “Melayani Kepentingan Publik atau Kepentingan Klien?”, E-journal Undip, Vol. 1, No. 1, 1-8. Aji Dedi Mulawarman, 2010, Integrasi Paradigma Akuntansi: Refleksi atas Pendekatan Sosiologi Dalam Ilmu Akuntansi, Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Vol. 1, No. 1, April 2010. Al-Attas, Syed Muhammad Al-Naquib, 1981, Islam dan Sekularisme, Pustaka, Bandung. Alteer, Ahmed Mohamed, dan Mesbah Mohamed Ben Taher, 2015, Religiosity and Ethical Decision Sensitivity in Auditing Profession, Journal of Economics and Business Studies, No. 1, June 2015. Ari Kristin Prasetyoningrum, 2010, Analisis Pengaruh Faktor Ekonomi dan Religiusitas Terhadap Persepsi Supervisor dan Manajer Mengenai Independensi Dewan Pengawas Syariah, Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam, Nomor II, Edisi II, November, 2010. Azhari Mayondhika, 2012, Skripsi: Hubungan Antara Komitmen Beragama dan Kesediaan Berkorban Untuk Agama, Universitas Indonesia, Depok Bagir, Haidar, 2011, Pengalaman Religius, Kanz Philosophia Journal of Philosophy and Mysticism, Vol.1 , No.1, Agustus-November 2011. Creswell, John W, 2014, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Dea Devita Murti, dan M. Nur A Birton, 2016, Sepasang Sayap Akuntabilitas Keuangan Pondok Pesantren Modern, Konferensi Ilmiah Akuntansi (KIA) IV. Departemen Agama RI, 2010, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah, Dipenogoro, Bandung. Didin Saefuddin Buchori, 2012, Metodologi Studi Islam, Serat Alam Media, Tangerang Selatan. Djamaludin Ancok, dan Fuad Nashori Suroso, 1995, Psikologi Islam: Solusi Atas Problem-problem Psikologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Dwi Rahmawati, 2010, Skripsi: Perbedaan Tingkat Religiusitas Pada Mahasiswa Fakultas Keagamaan dan Non Keagamaan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Fajar Kurniawan, dan Retno Dwiyanti, 2013, Hubungan Religiusitas Dengan Kontrol Diri Pada Anggota Intelkam Polres Cilacap, Psycho Idea, Tahun 11, No.1, ISSN:1693-1076. Harun Nasution, 1985, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Universitas Indonesia Press, Jakarta. Hawwa, Sa’id bin Muhammad Daib, 1998, Menyucikan Jiwa: Konsep Tazkiyatun Nafs Terpadu, Robbani Press, Jakarta. http://kbbi.web.id http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol3732/font-size1colorff0000bskandal-penyuapan-pajakbfontbr-kantor-akuntan-kpmgindonesia-digugat-di-as, tanggal 25 Maret 2016. https://quran.com/ Jalaluddin, 2010, Psikologi Agama, Rajawali Pers, Jakarta. Koran Tempo, Judul Artikel: “Kasus India’s Enron Mulai Diadili”, Rabu, 3 November 2010. Lexy J Moleong, 2015, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung. Listya Kanda Dewi, 2013, Akuntan Publik Dalam Penegakan Kode Etik Profesi, Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Universitas Brawijaya, Vol. 1, No. 2. M. Abdul Mujieb, Ahmad Ismail, dan Syafi’ah, 2009, Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali, Hikmah, Jakarta Selatan. M. Solihin, dan Rosihon Anwar, 2014, Ilmu Tasawuf, Pustaka Setia, Bandung. Majalah Akuntan: Akuntan Penyebab Krisis?, Agustus-September 2015: 8. Maryati, dan M. Irfan Tarmizi, 2015, Pemahaman dan Persepsi Etis Akuntan Pajak Tentang Tax Avoidance dan Tax Evasion, Simposium Nasional Akuntansi (SNA) 18. Mawdudi, Syed Abul A’ Ala, 1996, Islamic Way Of Life, King Fahd National Library. Nata, Abuddin, 2014, Metodologi Studi Islam, Rajawali Pers, Jakarta. Natalia Paranoan, 2015, Riset Non Positistik Akuntansi Dalam Tiga Paradigma: Interpretif, Kritis, dan Posmodernisme, Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis, Vol. 10, No. 1, Januari 2015.
Nottingham, Elizabeth K, 2002, Agama dan Masyarakat Suatu Pengantar Sosiologi Agama, Rajagrafindo Persada, Jakarta. Nur Ahmad, 2014, Konseling Agama: Terapi Terhadap Pengidap Penyakit Manusia Modern, Jurnal Bimbingan Konseling Islam, Vol. 5, No. 1, Juni 2014. Nur Alimin Azis, Yenni Mangoting, dan Novrida Qudsi Lutfillah, 2015, Memaknai Independensi Auditor Dengan Keindahan Nilai-nilai Kearifan Lokal Siri’Na Pacce, Jurnal Akuntansi Multiparadigma (JAMAL), Vo. 6, No. 1, 1-174, ISSN:2086-7603, e-ISSN:2089-5879 Omer, Thomas C, Nathan Y. Sharp, dan Dechun Wang, 2015, The Impact of Religion on the Going Concern Reporting Decisions of Local Audit Practice Offices, Journal of Business Ethics, No. 2759403. Safrilsyah, Rozumah Baharudin, dan Nurdeng Duraseh, Religiusitas Dalam Perspektif Islam: Suatu Kajian Psikologi Agama, Substantia, Vol. 12, No. 2, Oktober, 2010. Samsul Munir Amin, 2015, Ilmu Tasawuf, Amzah, Jakarta. Sari Astuti, 2008, Skripsi: Hubungan Antara Religiusitas dan Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Yang Beragama Islam, Universitas Sumatera Utara, Medan. Sofyan S. Harahap, 2011, Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam, Salemba Empat, Jakarta. Sukrisno Agoes, 2012, Auditing, Salemba Empat, Jakarta. Thouless, Robert H, 1979, An Introduction to the Psychology of Religion, 3rd Edition, Cambridge University Press, USA. Tina Afiatin, 1998, Religiusitas Remaja: Studi Tentang Kehidupan Beragama Di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal Psikologi, No. 1, 55-64. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2001 tentang Akuntan Publik William Jeffersen Wiratama, dan Ketut Budhiarta, 2015, Pengaruh Independensi, Pengalaman Kerja, Due Professional Care dan Akuntabilitas Terhadap Kualitas Audit, E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 10.1, 91-106, ISSN:2302-8578. Yunita Sari RD, Akbar Fajri S, dan Tanfidz Syuriansyah, 2012, Religiusitas Pada Hijabers Community Bandung, Jurnal Psikologi Prosiding SnaPP2012: Sosial, Ekonomi, Humaniora.
LAMPIRAN 1 SURAT KETERANGAN RISET
LAMPIRAN 2 DATA DIRI INFORMAN
DATA DIRI INFORMAN
Informan 1 Nama Pengalaman Jabatan
: Guntur : 2 Tahun : Supervisor
Informan 2 Nama Pengalaman Jabatan
: Sidik : 2 Tahun : Supervisor
Informan 3 Nama Pengalaman Jabatan
: Andi : 7 Tahun : Audit Manager
Informan 4 Nama Pengalaman Jabatan
: Deri :: Partner
LAMPIRAN 3 TRANSKRIP WAWANCARA
TRANSKRIP WAWANCARA
Informan 1 Nama Samaran Pengalaman Jabatan
: Guntur : 2 Tahun : Supervisor
Wawancara 1 Tanggal Jam
: Senin, 26 Desember 2016 : 13.31 WIB
Annisa
Guntur Annisa Guntur Annisa Guntur
Annisa Guntur Annisa Guntur
Annisa Guntur
Annisa Guntur
: Assalamualaikum mas. Terima kasih, sudah bersedia jadi informan saya. Langsung aja ya mas, dulunya konsentrasi kuliahnya apa mas? : Saya jurusannya akuntansi keuangan. : Terus, mas udah berapa lama jadi auditor? : Sekarang sudah 2 tahun, dari 2014 bulan Oktober. : Suka duka nya, sejauh ini 2 tahun menjadi auditor itu enak ga mas? : Emmm. Ya menurut saya enak gitu kan, karena bukan pekerjaan rutinitas setiap hari yang ga ada endingnya gitu. Kalo ini ada endingnya gitu, kalo auditor. Ketika kita lapangan sudah selesai, ya sudah kita ganti laporan yang baru, atau klien yang baru. Tetapi ketika pekerjaan lain kan seperti contoh akuntansi, sampai kapanpun ya ga ada selesainya itu mah. 31 desember udah harus mulai lagi nanti 1 januari nya bikin laporan keuangan. : Kalo boleh tau, jabatan mas nya di KAP ini apa? : Supervisor. : Itu tugasnya apa aja mas? : Tugasnya ya pertama ya, pegang satu akun atau satu perusahaan lah gitu. Ya nanti dibantu sama junior-junior auditor dalam ke lapangannya. : Menjadi Supervisor mas, tantangannya apa aja sih mas? : Tantangannya ya, kita harus lebih bekerja sama gitu. Karena kita punya rekan tim ya dalam mengerjakan satu laporan ini. Jadi, kita perlu saling berkoordinasi gitu sama yang dibawah kita. : Sering turun ketemu klien juga ga? : Sering, hampir semuanya ikut turun. Karena sebelumnya saya pekerja lapangan.
Annisa
Guntur
Annisa Guntur
Annisa Guntur Annisa Guntur
Annisa Guntur
Annisa
Guntur
: Nah, selama menjadi auditor dan bertemu klien, ada yang suka aneh gitu ga mas kliennya? maksudnya tantangannya itu gimana? : Macem-macem klien nya tuh. Pertama, ada yang suka gitu diaudit, ada yang ga suka saat diaudit. Karena kan audit ini kan tuntutan perusahaan, bukan seorang yang ingin di audit itu kan. Makanya kadang-kadang ada yang bete, ada yang acuh tak acuh gitu ketika proses auditnya. : Mereka tuh betenya kenapa mas? : Karena menambah pekerjaan mereka. Pekerjaan mereka biasanya menginput urusan perusahaan, tapi ini dia harus menyiapkan data-data untuk kebutuhan auditor untuk diperiksa. Itu kan membutuhkan waktu yang ekstra dalam pekerjaan dia. : Terus, masnya muslim agamanya Islam.. : Alhamdulillah ana muslim. : Selama menjadi auditor yang beragama Islam nih mas, seberapa penting agama buat mas nya terkait sama profesi ini? : Kalo sebagai muslim tuh sangat penting, sangat penting karena pekerjaan ini tidak terlepas dari Islam. Karena Islam itu mengatur seluruh aspek kehidupan. Dari kita makan, minum, ke kamar mandi, berpolitik, berbudaya, apalagi bekerja gitu kan, dan bekerja itu kan harus sesuai dengan apa yang diajarkan. Jadi pentingnya Islam itu, karena Islam mengatur halal dan haramnya dalam beribadah, dalam bekerja, dalam muamalat. Makanya dalam seorang auditor pun, itu sangat penting aspek keislaman itu. : Secara spesifik, apa aja mas? Tadi itu kan secara Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Profesi auditor itu sendiri? : Spesifiknya ya, kita dalam bekerja itu harus ya jujur aja gitu lebih jujur, lebih ke apa adanya. Kalo memang, jadi kita membuat sesuatu tuh ya sesuai dengan prosedur gitu. Misalnya memang ada sesuatu yang tidak sesuai dengan prosedur, nah itu bisa dibicarakan lagi sama si kliennya, gimana? kalo dari kita seperti ini gitu kan. Nanti pemangku kebijakan kan bukan di seorang auditor, tetapi di seorang yang signing atau penandatangan yaitu akuntan publiknya itu. Kalo kita ya auditor bekerja sebagai pekerja aja, nanti kan keputusan pengambil keputusan dalam pengambilan opini kan bukanlah diauditor, auditor hanya bekerja aja. : Tadi mas sudah jelaskan bahwa menjadi auditor diperlukan kejujuran, dan kejujuran itu diajarkan dalam Islam. Kalo seandainya Islam itu tidak dijadikan landasan bagi seorang auditor, apa yang terjadi? : Ya gini. Sebenarnya bukan aspek jujur aja ya, tapi dasar. Ketika
Annisa
:
Guntur
:
Annisa
:
Guntur
:
Annisa
:
Guntur
:
Annisa
:
Guntur
:
dasarnya dia mencari keridhoan Allah SWT dalam bekerja dan mencari nafkah yang halal otomatis prosesnya pun akan sesuai gitu. Jadi, jujur tuh udah bagian dari Islam. Dan mas sendiri jadi auditor karena melihat aspek itu juga, atau gimana? Engga. Ya saya sebagai auditor pertama, karena ga sengaja diajak bekerja. Setelah jadi auditor itu kan melihat, melihat pekerjaan-pekerjaan yang ada di sebuah perusahaan itu, nah itu banyak tekanan, banyak yang istilahnya membuat mendorong kita sebagai pekerja tuh malah jadi tidak jujur gitu. Membuat laporan keuangan untuk pajak beda, untuk internal beda, untuk ini beda gitu kan. Nah itu tidak bisa kita pungkiri, memang banyak perusahaan-perusahaan yang seperti itu. Karena laporan keuangan itu, hasil laporan keuangan itu untuk kepentingan si pembaca, ya seperti itu gitu. Kalo nyambungnya sama auditor, auditor hanya membuat sebuah opini apakah laporan yang disajikan oleh si klien ini sudah sesuai belum dengan standar akuntansi keuangan. Bisa itu berupa PSAK atau bisa berupa itu ETAP. Sejauh ini, selama mas jadi auditor disini terkait praktek beribadah beragama itu seperti apa? Alhamdulillah. Makanya kenapa saya jadi auditor, terutama disini. Karena disini, alhamdulillah temen-temennya muslim semua. Terus yang kedua, mereka mau gitu ketika diajak sesuatu ibadah yang sunnah atau sesuatu yang wajib mau bareng-bareng. Ayu gitu, misalnya sholat berjama’ah, mau. Diajak ayu sholat di masjid, ternyata sekarang mulai sedikit-sedikit mau. Jadi tambah betah aja gitu kan. Nah memang maaf, sebelum-sebelumnya ada aga pemisahan antara agama dan pekerjaan. Tapi kan sedikit demi sedikit itu diperbaiki, dengan menambahnya wawasan kita terhadap agama dalam hal risiko-risiko juga dalam pekerjaan. Kenapa mas melakukan itu? Karena merasa tanggung jawab, atau karena terbentuk dari lingkungan-lingkungan juga? Itu sebuah kewajiban kita sebagai seorang muslim, ya harus sholat gitu kan ibadah terutama. Ibadah itu kan banyak. Bekerja itu ibadah, menolong orang itu ibadah. Tetapi tidak semua itu ibadah, seperti menolong orang untuk menuangkan minuman keras. Jadi, ibadah itu sesuatu yang diperintahkan oleh suatu zat yang maha benar. Baik belum tentu benar. Tapi kalo benar insya Allah, pasti baik. Praktik beribadah yang mas lakukan selama menjadi auditor, apa aja mas? Kalo disini biasanya ada kajian, kalo abis maghrib. Karena berhubung si bosnya lagi sibuk, jadi agak kurang. Biasanya ada
Annisa
:
Guntur
:
Annisa
:
Guntur
:
Annisa Guntur
: :
Annisa
:
Guntur
:
Annisa Guntur
: :
Annisa
:
Guntur
:
setiap abis maghrib, baca Al-Qur’an dengan artinya dikaji artinya berdasarkan tafsir. Terus saya juga tadi liat, pas adzan dzuhur yang cowok itu langsung sholat bareng-bareng ke masjid. Emang budayanya kaya gitu saling ngingetin satu sama lain, atau gimana? Itu sih baru dimulai 1 atau 2 bulan ini. Dulu biasanya kita sering jama’ah di tempat sholat yang dibelakang, kalo sekarang jama’ahnya di masjid. Saya juga denger mas, kalo disini saling ngingetin satu sama lain. Ga ada pemisahan antara agama dan pekerjaan. Iya disini saling ngingetin, jangan kaya gitu. Kaya ada suatu hal yang menyimpang dari prosedur audit. Misalnya mas? Misalnya, si klien mintanya begini nih ada pesanan gitu kan, gabisa gitu kaya gitu. Kita saling ngingetin, jangan. Karena pertama, itu risiko. Risiko pekerjaan sebagai akuntan publik namanya bakal tercoreng gitu. Dan kita bakal diperiksa oleh BPK, OJK atau oleh auditor bank. Tapi yang lebih penting lagi, kita bakal diperiksa dan dimintai pertanggungjawaban setiap apa yang diperbuat oleh kita. Kaya kita berpakaian, kalo pakaian nya tidak sesuai dengan syariat, kan kita akan dimintai pertanggung jawaban, kan diperintahkan. Apa manfaatnya? Dampaknya melakukan praktik beragama terhadap profesi mas nya? Seperti sholat berjama’ah yang tadi mas nya bilang. Pertama gini, ketika kita sering berjama’ah di masjid otomatis kan bekerja pun jadi jama’ah, saling mengingatkan. Itu kan fungsi sholat berjama’ah untuk menjalin kedekatan, ukhuwah, saling mengingatkan. Otomatis dalam beribadah seperti itu, nanti berdampak baik dengan pekerjaan kita. Emang ada hal-hal buruk yang sering saya lakukan, pertama tidur. Karena gatau ya dalam 2 bulan ini saya sering ketiduran. Ya sekitar jam 9 jam 10 tidur, ya 20 menit, 10 menit gitu kan. Tergantung, bisa 2 kali 3 kali tidur. Tapi karena pekerjaan ini dituntut oleh namanya waktu penyelesaian, dan hasil. Bukan.. Proses mas? Proses tetep, maksudnya ada targetnya gitu kan. Makanya beda sama seorang accounting dimana hasil harus ada, pekerjaan ada terus tuh. Gimana seharusnya seorang muslim menempatkan agama dalam profesi auditor, mas? Ketika kita mengejar materi, otomatis kadang-kadang ga memikirkan namanya halal haram. Tetapi kalo kita
Annisa Guntur Annisa
: : :
Guntur
:
Annisa
:
Guntur
:
Annisa Guntur
: :
Annisa
:
Wawancara 2 Tanggal Jam Annisa
Guntur
mendahulukan agama, kita akan melihat aspek itu. Kalo dikasih besar ya Alhamdulillah, kalo dikasih kecil ya syukur-syukurin. Tapi pernah ga ditawarin, maksudnya nih klien maunya abcdefg. Ada. Ditawarin apa nih? Maksudnya, saya maunya gini gini gini kalo misalnya kamu berani ngelolosin apa yang saya mau. Engga sih. Meskipun dia minta, tapi ga ada penambahan uang. ‘Nanti saya kasih deh segini’, engga. Tapi mas Guntur turutin permintaan dia ga? Ada atau tanpa ada itu dari mereka? Jika permintaannya itu melanggar. Kalo yang saya audit sih dibilang melanggar ya gimana ya, kan kalo ketika minta pendapat itu kan beda ya. Kalo saya sih, maunya klien gimana, ya gitu diikutin aja dulu. Terus? Kan sebuah proses kan, diikutin aja dulu. Nah tapi nanti diendingnya kita benerin, jadi itu salah satu strategi si auditor di luar prosedur untuk mengungkapkan data-data yang ada dalam klien itu. Kan klien pun ga semuanya go public, kan ada klien yang istilahnya punya pribadi, atau ya punya keluarga. Nah itu macem-macem deh permintaannya, tetapi kita sebagai auditor memberitahu sesuai dengan prosedur. Kan prosedur audit kan jelas, ya kita lakuin itu, seperti itu. Oke cukup. Terima kasih mas. Wassalamualaikum
: Selasa, 3 Januari 2017 : 13.11 WIB
: Kemarin kan mas Guntur bilang, kalo bekerja itu kan harus sesuai dengan apa yang diajarkan dalam Islam. Nah yang diajarkan dalam Islam itu seperti apa mas? : Apa yang diajarkan Islam itu, sesuai tuntutan Nabi kita, Nabi Muhammad SAW. Jadi, apa yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari itu, ya sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh rasul gitu, kalo bisa. Karena tiada lagi suri tauladan kita yang harus patut kita tauladani yaitu beliau, rasulullah Nabi Muhammad SAW. Nah, yang Islam ajarkan itu bagaimana kita taat kepada Allah dalam hal larangannya dan perintahnya seperti itu. Contoh, ketika kita diperintahkan untuk berpuasa pada bulan puasa, kan itu ada ayatnya. Berarti kita diperintahkan sesuai dengan Al-Qur’an dong, contoh ayat 183 dalam Al-Baqarah. Hai
Annisa
Guntur
orang-orang yang beriman diperintahkan oleh kamu untuk berpuasa atau diwajibkan oleh kamu untuk berpuasa. Tetapi di ayat sebelumnya ada di ayat 178, kita itu dihadapkan dengan ayat yang artinya, hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu untuk melakukan qishas atau hukuman balas atas sesuatu yang dilakukannya. Contoh, ketika orang mencuri ya harus dipotong tangannya. Ketika orang itu membunuh, itu berarti harus dibunuh lagi, tetapi kenapa yang 183 ini dilaksanakan tetapi 178 ini tidak dilaksanakan pada saat ini? Berarti kan kita meyakini sebagian isi Al-Qur’an, tetapi tidak meyakini sebagian yang lain, itu masih banyak hal-hal yang lain. Seperti beribadah, kita diperintahkan untuk sholat, puasa, zakat, sedekah kita lakukan, tetapi ketika perihal riba gitu kan yang menyangkut larangan Allah, pacaran, mendekati zinah, tetapi kita masih melakukannya gitu. Berarti apa, tidak menaati apa yang diperintahkan oleh Allah gitu kan. Bukan berarti saya mengatakan saya orang yang benar, tetapi pengalaman. Ternyata apa yang dilarang oleh Allah tuh untuk kebaikan kita juga, banyak ayat yang memerintahkan sesuatu, tetapi lebih banyak lagi yang melarang akan sesautu. : Kalo contohnya sendiri mas, dalam bekerja menjadi auditor? Atas apa yang mas nya alami, larangan dan perintahnya yang tadi mas nya udah jelasin itu. : Hukum bekerja itu kan mubah. Hukum asal bekerja itu kan mubah, asal tidak ada unsur-unsur yang mengharamkannya. Contoh, kita bekerja sebagai pekerja pabrik sepatu, tugas kita mengesol sepatu atau mengelem sepatu itu boleh. Nah, tapi ketika kita bekerja di pabrik bir jelas-jelas ga boleh, kenapa? karena produknya haram. Jelas-jelas produknya haram berarti kita mengiyakan produk tersebut di konsumsi oleh khalayak banyak, sedangkan Islam mengajarkan bahwa khamar itu haram gitu kan. Nah sama seperti auditor, berarti hukum bekerja sebagai audit itu mubah, boleh. Kenapa? karena kita menggunakan jasa memeriksa laporan keuangan. Sudah sesuai kah dengan peraturan SAK yang telah dibuat oleh IAI atau IAPI? Udah sesuai belum? oh udah sesuai.. Berarti kita tidak menyalahi aturan yang dilaksanakan. Tetapi ketika kita ada seperti contoh, kita mengetahui ada kesalahan didalam perusahaan, perusahaan itu nyogok kita lah gitu yaudah bagusin aja nih saya kasih sekian asal laporan seperti ini tapi jangan dikasih tau ya, jangan diungkapin. Nah berarti itu kan menyalahi aturan, orang yang menyogok dan disogok hukumnya haram, dalam bekerja pun seperti itu.
Annisa
Guntur
Annisa Guntur
Annisa Guntur
Annisa Guntur
Annisa Guntur
: Terus yang diwawancara kemarin itu kan mas nya bilang, yang penting dasar utamanya itu mencari keridhoan Allah SWT. Nah ridho itu seperti apa ketika mas nya menjalankan profesi ini? : Ridho itu, apa yang membuat Allah ridho berarti kan... Kita tidak tau ya, sebenarnya Allah itu ridhonya seperti apa? karena itu kan hak prerogatif Allah, bagaimana melihat ridhonya. Tapi yang jelas, untuk menggapai itu minimal kita mengikuti apa perintah Allah dan menjauhi apa larangan Allah. Ridho itu disitu. Ketika Allah meridhoi seorang istri, berarti ridho darimana? dari suami. Ridhonya anak di siapa? di orang tua, seperti itu. Jadi ridho itu keikhlasan, gitu lah pokoknya. Ridho itu sesuatu yang hak seseorang menyukai atau memberikan hadiah atau bonus, atas senang. Coba ketika si Annisa ini, seperti saya informan. Ketika saya (informan) ridho, berarti apa yang ditanyakan pasti saya jawab atas keridhoan saya, keikhlasan saya. : Nah contohnya seperti apa sih mas, ridho ketika mas berprofesi sebagai auditor? : Kalo ridhonya auditor ya gini. Ketika kita sudah bekerja sesuai aturan, ya kita dibayar atau digaji sesuai apa kerjakan kita, ya kita ridho. : Seberapa penting sih mas, ketika mas ridho dalam menjalankan profesi mas nya ini? : Pentingnya ketika kita dalam bekerja, berarti kita lebih giat lagi, lebih tanggung jawab atas pekerjaan kita. Kalo kita nya ga ridho berarti kita males-malesan, atau asal-asalan bekerja nya. : Kalo mas nya sendiri, giat dan tanggung jawabnya itu kaya gimana contohnya? : Ya tergantung apa yang dibutuhkan. Ketika kita dibutuhkan laporan harus selesai tanggal sekian, berarti kita harus selesaikan tanggal sekian. Meskipun prosesnya aga lama, tapi yang penting prosedurnya dilaksanakan. Contoh, kita diberi waktu 2 bulan, kita sudah melakukan prosedur itu dalam waktu 1 bulan, misalnya kita ada waktu di setiap hari itu kita bisa nyantai dulu ga full gitu kan. Tapi target sama prosedur itu udah sesuai, jadi berarti ga masalah dong. Jadi bukan dihitung males-malesan. Karena apa? ketika kita melakukan audit, itu kan ada waktu kosong juga maksudnya itu ada waktu pending data, datanya pending, kita mau ngapain lagi. Disitulah kita istirahat, nyantai. : Pending data tuh maksudnya apa mas? : Ya jadi apa yang kita minta ke perusahaan, tetapi belum diberikan oleh perusahaan itu. Jadi pending datanya, harusnya kita ngerjain itu. Tapi kan belum dapet nih, kita mau ngerjain apa. Jadi di sela-sela kosong itu, kalo di kantor ya bisa meremmerem dikit.
Annisa Guntur Annisa Guntur
Annisa
Guntur
Annisa Guntur
Annisa Guntur Annisa
Guntur Annisa
: Di wawancara kemarin itu juga mas nya bilang, jujur itu bagian dari Islam. Bagaimana sih mas, jujur dalam Islam? : Jujur itu ya mengatakan yang sebenarnya meskipun itu pahit. : Terus kalo di profesi mas sendiri, jujur itu seperti apa? : Jujur ya, kita memberikan masukan atau sesuatu yang salah ya sebenarnya. Berarti kan kita jujur sama klien. Contoh, pak ini sepertinya salah deh ga seperti ini, pak ini sepertinya ga sesuai pak. Berarti itu kan jujur. Kalo kita cari enaknya, ah diemin aja. Berarti kan kita ga jujur sama orang itu. Terus misalnya, kita jujur sama atasan kita, pak perusahaan ini seperti ini ini ini. Kita sekedar menyampaikan apa yang kita temukan, itu jujur. Yang ga jujur tuh, kita sembunyi-sembunyi kan. : Terus kemarin mas nya juga bilang ‘sedikit-sedikit tuh praktik beragama nya mulai diperbaiki, dengan menambah wawasan agama dalam hal risiko pekerjaan’. Memangnya, menjadi auditor itu risikonya apa aja sih mas, sampai mas nya itu berpikir agama itu penting di profesi ini? : Risiko di auditor itu lebih ke kehati-hatian dalam melaksanakan pembuatan laporan keuangan. Kita sebagai orang yang dilapangan tuh, harus mengungkapkan apa yang terjadi di lapangan. Tetapi risiko lebih tingginya di si penandatangan laporan tersebut, karena kan nanti dia yang akan mempertanggungjawabkan yang lebih besar ke pihak yang lebih tinggi. Kalo risiko di auditornya, sebenarnya risikonya bukan cuma risiko dikecurangan saja tapi risiko dipekerjaan. Contoh, ketika kita diperiksa oleh OJK, BPK, Depkeu. Ketika kita melakukan kesalahan prosedur dan itu yang kita lupa lakukan, nah itu risikonya, kita bisa dipidanakan. Ketika itu memang didasarkan benar-benar kesalahan dan fatal. Itu risikonya disitu, jadi risiko pekerjaan ini bisa pidana juga. : Kesalahan prosedur itu maksudnya seperti apa ya mas? : Ya harusnya ada prosedur yang kita lakukan, tidak kita lakukan atau tidak kita laksanakan, atau kita tidak mengerti apa prosedur itu padahal itu fatal. : Seperti apa mas contohnya? : Pengambilan sampel misalnya. Kita ngambil sampel, asal ngambil-ngambil aja, tanpa ada dasarnya, kan itu salah. : Mengenai wawancara kemarin mas tentang pertanggungjawaban. Maksudnya mas disini nih, dimintai pertanggungjawabannya sama Allah ya? : Iya. : Nah itu gimana mas, bagaimana pertanggungjawaban itu mas laksanakan?
Guntur
Annisa Guntur
Annisa Guntur
: Kalo namanya pertanggungjawaban kan, kita harus taat, ikuti aturannya Allah. Contoh sebagaimana perempuan, bagaimana diperintahkan oleh Al-ahzab ayat 59. Hai nabi muhammad perintahkan kepada istri-istri mu, anak-anak perempuan mu, dan istri-istri tetangga mu untuk menutup aurat dari atas sampai bawah kurungan hijab. An-nisaa ayat 31 juga kan, tutupilah khimar mu atau kerudung mu sampe menutupi dada. Terus ada hadits rasul pun, bagian mana aja yang dikatakan aurat perempuan yaitu ini (telapak tangan) dan ini (wajah). Kalo lakilaki, dibawah pusar sampe kebawah lutut. Berarti, taat itu kan bagian dari pertanggungjawaban. Kenapa kita bertanggung jawab? Contoh, kita dikasih uang 100ribu untuk melakukan bersih-bersih ruangan, otomatis bentuk tanggung jawab kita ngebersihin ruangan kan. Sama seperti Allah memberikan kita rejeki, umur panjang, kesehatan. Apalagi tuh Ar-rahman, nikmat Tuhan mu yang mana yang kamu dustakan. Semua udah diberikan tetapi kenapa kita disuruh taat aja ga mau. Coba dikasih ga bisa nafas 1 menit, gimana? padahal tabung oksigen kan mahal ya dikasih gratis aja kadang-kadang ga mau bersyukur gitu. : Berarti kalo di profesi ini, bentuk taat mas nya itu mengikuti prosedur ketika bekerja, seperti itu? : Iya. Hukum bekerja itu kan mubah, berarti kita mengikuti akad saat kita bekerja. Asal pekerjaan kita tidak mengandung unsurunsur keharaman yang saya bilang tadi. : Akad itu gimana mas? : Kontrak awal. Namanya akad itu apa, ijab sama qabul yang ijab mengatakan yang qabul mengiyakan. Ketika kita bermuamalat dengan seseorang urusan manusia dengan manusia, berarti kita harus berakad bermuamalat. Ketika kita berdagang, ketika kita hutang piutang itu kita harus ada akadnya. Berakad itu kan perjanjian, perjanjian antara kedua belah pihak. Nah makanya kan Islam itu mengajarkan, mengatur. Islam kan artinya agama yang diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad untuk mengatur urusan manusia dengan Tuhannya yaitu Allah, urusan manusia dengan manusia ya manusia dengan sesamanya, urusan manusia dengan dirinya sendiri. Jadi semua itu udah diatur. Bagaimana Islam mengatur urusan manusia dengan Allah dalam hal ibadah dan akidah, manusia dengan manusia urusan muamalat, ya berdagang, bersosialisasi, berpolitik, ekonomi gitu kan, manusia dengan dirinya sendiri, makan, minum, berpakaian. Makanlah dari makanan yang halal, carilah dari sumber-sumber yang halal, pakailah pakaian yang diperintahkan. Berarti kan
Annisa Guntur
Islam itu sempurna, mengatur dirinya sendiri, diri dengan orang lain, dan diri itu sama Allah. : Berakad nya itu, ketika mas nya bekerja jadi auditor itu gimana? : Akadnya seperti ini, kamu digaji sekian untuk melaksanakan pekerjaan ini ini ini. Berarti sebagai qobul nya, iya saya sepakat.
Informan 2 Nama Samaran Pengalaman Jabatan
: Sidik : 2 Tahun : Supervisor
Wawancara 1 Tanggal Jam
: Senin, 26 Desember 2016 : 16.35 WIB
Annisa
Sidik Annisa Sidik Annisa Sidik Annisa Sidik
Annisa Sidik
Annisa Sidik
Annisa Sidik Annisa Sidik Annisa Sidik
: Assalamualaikum, terima kasih mas udah bersedia jadi informan untuk penelitian saya. Jadi penelitian saya ini tentang sejauh mana agama Islam dijadikan pedoman profesi bagi auditor yang agamanya muslim. Sejauh mana kalian memandang seberapa penting Islam di profesi kalian. : Oke. : Sebelumnya, udah berapa lama mas jadi auditor? : 2 tahun : Kenapa mas nya memilih jadi auditor? : Pekerjaan pertama yang ditawarkan ke aku, auditor. : Suka duka nya menjadi auditor, gimana mas? : Em.. Ga terlalu mikirin sih suka duka nya, jalanin aja. Tapi kalo aku sih, enaknya jadi auditor tuh bisa jalan-jalan. Dukanya, paling jam yang di kantor jadi ga nentu. Jadi kadang bisa pulang lama, jam 11, jam 12 juga pernah. : Mas jabatan dalam profesinya apa? Terus tugasnya apa? : Jabatan ku Supervisor. Tugasnya? Pegang akun satu atau dua, terus kalo kita kesulitan, terus delegasiin ke temen-temen junior Terus mereview tugas mereka. Terus aku kasih ke Manager atau Partner. : Tantangan jadi auditor sejauh ini, apa aja mas? : Ga ada. Apa ya? Mungkin kalo jadi auditor, kemampuan yang diperluin, kita ga boleh kalah sama klien. Jadi kita tetep harus belajar terus. : Terus, mas nya Islam? Alhamdulillah.. : Islam, alhamdulillah. : Jadi seorang auditor yang muslim selama ini, melihat agama Islam itu perlu ga? : Kalo agama sih pasti penting, pasti perlu. : Kenapa mas? Berdasarkan apa yang mas nya alami selama ini. : Kan di auditor itu kan, ada kaya etika. Etika itu kan norma-norma yang baik harus dimasukin. Nah di norma-norma yang baik itu kan, kita masukin tentang agama kita. Kaya kita harus bekerja secara profesional, kita harus jujur.
Annisa Sidik
Annisa Sidik Annisa Sidik
Annisa Sidik
Annisa Sidik
Annisa
Sidik
Annisa Sidik
: Terus praktek beragamanya selama jadi auditor? : Ya kita harus ngerjain kaya gini, kita harus mengerjakannya secara profesional. Profesional kan termasuk dalam agama, kita harus melakukan hal itu secara profesional. Itu kan ada haditsnya, kalo ga salah tentang profesionalitas. : Terus kalo saya simpulkan, mas nya merasa bekerja itu adalah ibadah? : Iya dong. : Kenapa mas? : Kalo itu, saya ngikutin yang sering dibicarakan pak Deri. Jadi, kan ada perintah bersembahyanglah, setelah itu bertebaranlah di muka bumi untuk bekerja. Nah, saya ngikutin itu. Jadi kalo kita bekerja, ya harus beribadah. Jadi kalo kita bekerja itu beribadah, jadi harus profesional, harus jujur, dan lain-lain. : Sholatnya selama menjadi auditor mas, itu gimana? : Jadi auditor disini, sholat ga terganggu sih, baik-baik aja. Yang kita lakukan sholat jama’ah, kaya biasa. Sholat tepat waktu, insya Allah. : Dan itu penting? : Penting. Kan, kalo kita kadang dipikir-pikir bekerja itu cuma buat isi waktu nunggu sholat. Jadi, dari shubuh ke dzuhur buat nunggu waktu sholat berikutnya kita kerja. Nunggu dzuhur ke ashar, kita kerja. Jadi kerja itu buat ya nunggu waktu sholat aja. Jadi ya, kalo aku mikirnya gitu. Kerja itu buat nunggu waktu sholat. : Apa manfaatnya buat mas nya sebagai auditor? Mas Sidik ngerasa kerja itu ibadah, sholat itu penting. Apa dampaknya ke profesi mas nya? : Kalo aku sih mandangnya, kalo kita beribadah kita punya semacam benteng. Apa namanya, kita punya kaya semacam benteng. Kita sholat nih, masa kita ngerjain pekerjaan kaya orang yang ga pernah ibadah. Kita puasa nih, masa ngerjain pekerjaan kaya ga pernah puasa. Jadi ya gitu aja. Kalo kita sholat kita ibadah itu, kalo aku liatnya kaya benteng. Peringatan buat diri sendiri aja. : Pernah ngalamin sendiri kalo itu jadi benteng? : Ya itu caranya, emang gitu. Jadi semacam, kalo kita telat bekerja. Kalo kita telat, berarti kan kita mencurangi waktu yang kita akad di awal kita berangkat jam berapa-jam berapa. Kalo kita telat kan, berarti bayaran yang kita terima kan ga sesuai dengan waktu yang kita beri. Jadi kalo kita lihat, kita sholat masa kita curang dalam waktu, kan ga mungkin. Yaudah kita berangkatnya awal, tepat waktu. Kalo ada halangan kita bilang, gitu.
Annisa Sidik
Annisa
Sidik
: Sejauh itu mas perlu merasa bertanggung jawab, kaya gitu? : Iya, itu kan tanggung jawab kita sebagai seorang muslim juga kan. Kita harus ngingatin ke orang-orang kalo muslim itu gini loh. Muslim itu ada yang kaya gini, gitu. : Mas nya sebagai seorang muslim, memandang agama kan penting tadi mas nya bilang. Seperti apa seharusnya seorang muslim menempatkan agama dalam profesinya? Apakah sesuatu yang penting kah, atau sesuatu yang harus dipisahkan kah. : Ya kalo kita bekerja harus sesuai dengan ajaran agama. Kalo ada masalah, ya harus dikembalikan ke ajaran yang diajarkan agama seperti apa.
Wawancara 2 Tanggal Jam Annisa Sidik Annisa Sidik Annisa Sidik Annisa Sidik
Annisa Sidik
Annisa Sidik
: Kamis, 5 Januari 2017 : 12.28 WIB
: Assalamualaikum mas. Jadi ini lanjutan wawancara yang kemarin mas. Langsung aja ya mas. : Waalaikumsalam. Oke. : Wawancara kemarin kan, mas Sidik bilang kalo di profesi auditor kan ada etika. Bagaimana etika itu mas? : Dalam bekerja harus jujur, harus disiplin, dan profesional itu kan masuk etika semua. Norma-norma yang baik kan. : Terus mas Sidik juga bilang, kalo kita bekerja itu ya harus beribadah. Beribadah itu maksudnya gimana mas? : Kalo kerjanya ya harus sesuai dengan syariat agama, harus sejalan dengan beribadahnya. : Boleh dicontohkan ga mas? : Kan didalam Islam, kan harus juga kita junjung kejujuran juga kan. Terus dalam Islam, juga kita junjung profesionalisme juga. Di dalam Islam, juga kita harus junjung disiplin juga kan. : Profesional, jujur, juga disiplin dalam Islam itu seperti apa mas? : Profesional, kita ngelakuin semaksimal mungkin. Jujur, kita ya berarti ga ngulur-ngulur waktu buat ngerjain laporan. Kita ngelakuin semaksimal mungkin, itu kan bisa dianggap profesional bisa dianggap jujur juga pada pekerjaan. : Terus mas nya implementasiin profesional, jujur, disiplin dalam Islam yang tadi itu gimana mas? : Profesional ya kita ngerjain pekerjaan semaksimal mungkin sedetail mungkin.
Annisa Sidik
: Mas nya juga di wawancara sebelumnya bilang, ketika beribadah itu akan jadi benteng. Benteng seperti apa mas? : Jadi kalo kita mau ngelakuin.. Kan kita udah ibadah nih, kita kalo mau ngelakuin hal-hal yang ga sesuai, hal-hal yang buruk lah, itu kan kita sudah ke benteng sama ibadah yang kita lakuin. Mas orang sholat ngelakuin kaya gitu. Kan kita udah puasa, masa kita juga ngelakuin kaya gitu, ngelakuin hal-hal buruk kaya gitu.
Wawancara 3 (Wawancara dilakukan melalui aplikasi whatsapp atas permintaan informan) Tanggal : Minggu, 8 Januari 2017 Jam : 16.00 WIB
Annisa Sidik Annisa Sidik Annisa Sidik
Annisa Sidik Annisa Sidik
Annisa Sidik Annisa
: Assalamualaikum mas Sidik, saya mau lanjut wawancara yang kemarin. : Oke. : Mas Sidik bilang, salah satu yang mas maksud bekerja sambil beribadah itu mengerjakan laporan. Itu laporan apa mas? : Laporan audit. Jadi, kalo kita buat laporan kan harus bener, sesuai yang udah kita temuin di lapangan. : Emang laporan audit dibuatnya kapan mas? : Ya kalo udah selesai semua prosedurnya. Sebenernya kan laporan itu dari klien, terus kita meriksa isi laporannya. Kalo udah selesai kita periksa, kita buat tuh laporan yang opini. Itu biasanya 2-3 bulan. : Oalah jadi proses auditnya 2 bulan, dan itu baru mas buat ketika prosedur auditnya udah ditempuh ya? : Ya kan dari prosedur itu kita bisa dapet bukti mastiin laporan itu bener. Jadi, prosedur itu dimaksimalin. : Boleh dicontohin ga mas salah satu prosedurnya seperti apa. : Kalo untuk akun kas dan bank kita ngelakuin cash opname. Terus, minta detail pengeluaran cash dari pengelola cashnya. Terus untuk bank, kita minta rekening koran buat semua bank. Terus kita lakuin konfirmasi ke bank yang bersangkutan, nilainya bener apa engga, gitu. : Kalo nilainya bener mas? : Kalo nilainya udah bener, berarti kita bisa kasih opini mereka wajar. : Kalo nilainya ga bener?
Sidik
Annisa Sidik Annisa Sidik Annisa Sidik Annisa Sidik
Annisa Sidik Annisa Sidik Annisa Sidik Annisa Sidik Annisa Sidik
: Kalo ga bener, ya selama ga material sih ga masalah. Tapi, kalo nilainya material salahnya, ya bisa kita katakan akun itu bermasalah. : Terus kalo akun nya dikatakan bermasalah. Klien gimana mas, keberatan ga dia? : Biasanya keberatan, tapi kita kan bisa kasih mereka bukti-bukti kalo memang ada masalah. : Respon klien pas udah dikasih bukti gimana mas? : Ya biasanya nerima. : Sebisa mungkin, berarti mas Sidik tetap ikutin aturan ya prosedur auditnya? : Iya, amannya gitu.. : Emang ada yang ga aman mas? : Ya kalo ga ngikutin prosedur. Kita kalo ada pemeriksaan dari pihak luar ke kita, nanti ga bisa dipertanggungjawabkan hasilhasilnya. : Oh iya ya, dosa juga ya mas. : Aku ga tau. Kalo menurut ku sih, ga profesional aja. Kalo dosa apa engga, ga tau juga. : Dipertanggungjawabkan ke siapa mas? : Yang meriksa kita. Kan kalo KAP itu ada pemeriksaan dari IAPI, kalo ga dari pajak. : Oh gitu.. IAPI periksa KAP terkait apa mas? : Belum tau detailnya, belum pernah soalnya. : Oh gitu mas, ternyata tanggung jawabnya besar juga ya jadi auditor tuh. : Iya. Semua pekerjaan kan punya tanggung jawab masingmasing juga. : Oke deh mas Sidik. Terima kasih atas waktunya. Assalamualaikum. : Oke.
Informan 3 Nama Samaran Pengalaman Jabatan
: Andi : 7 Tahun : Audit Manager
Wawancara 1 Tanggal Jam
: Senin, 26 Desember 2016 : 17.03 WIB
Annisa Andi Annisa Andi Annisa Andi
Annisa Andi
Annisa
Andi Annisa Andi
: Assalamualaikum mas. Terima kasih, udah bersedia memberikan waktunya untuk menjadi informan dalam penelitian saya. : Oke. : Langsung aja ya mas. Mas nya udah berapa lama jadi auditor? : Kalo untuk pengalaman saya sendiri sih 7 tahun, tapi freelancenya itu 2 tahun. : Kalo jabatan dan tugas mas Andi atas jabatan itu apa, boleh diceritain mas? : Sebagai Audit Manager. Tugasnya adalah mereview dari tim supervisor-supervisornya yang mereka hasilkan dari draft audit yang mereka siapkan. Terus kita review kembali, apakah sudah sesuai dengan standar-standarnya. : Jadi Audit Manager, tantangannya apa aja mas? : Emm.. planning kita, harus sesuai dengan apa yang kita sepakati dalam perikatan audit, itu yang menantang. Jadi, apakah planningnya sesuai dengan yang di perikatan audit. Karena itu kan tingkat kepercayaan customer ke kita. Kalo kita tidak sesuai dengan perikatan audit, disitu kan ada waktu proses audit dan standar umumnya. Planning-nya harus tepat. Kedua, kan kita audit ga di satu klien aja, tapi di berbagai klien. Dan itu kan harus kita atur timing-nya, bagaimana. Itu kan jarak waktunya tipis ya, antara perikatan audit dan proses audit. Sedangkan kliennya ga cuma satu dengan perikatan di waktu yang sama. : Kalo untuk agama itu sendiri mas, di profesi auditor berdasarkan apa yang mas nya tadi alami tentang tantangan-tantangannya itu. Sebagai seorang muslim, perlu ga sih mas? : Secara profesi maupun apapun, menurut ku perlu. : Kenapa, berdasarkan pengalaman mas andi? : Kalo buat saya sih perlu, dan sangat diperlukan. Karena kita kan sudah bersyahadat kan dalam Islam. Terus kita mempunyai rukun iman, rukun Islam, yang harus tetap kita jaga. Terus apalagi kan, kita berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadits. Kehidupan ini sementara, di Al-Qur’an dan Hadits menjanjikan kehidupan yang abadi.
Annisa Andi
Annisa Andi
Annisa Andi
Annisa Andi
Annisa Andi
: Mendapatkan inspirasi bahwa agama itu penting, dari siapa? Lingkungan kerja kah? : Kalo untuk itu, pasti keluarga ya. Faktor utama, keluarga ya. Dari kita kecil kan, sudah dibangun dasarnya. Kalo lingkungan itu kan hanya beradaptasi. Kalo beradaptasi di keluarga sudah cukup sangat kuat, ya insya Allah sebagai seorang yang berprofesi sebagai auditor. : Praktek-praktek keagamaan selama mas nya jadi auditor, berdasarkan apa yang mas andi rasakan itu apa aja? : Praktek yang pasti yang wajib ya, sholat 5 waktu. Terus kalo untuk setiap akhir bulan kita dapat penghasilan, kita harus menyisakan bayar zakat maal. : Apa dampak ke profesi mas andi? : Ya sebenarnya, karena sudah kewajiban ya. Sebenarnya sih ga berdampak signifikan ya ke profesi. Maksudnya ya memang sudah kewajiban kita sebagai umat Islam. Jadi ya nilai kejujuran itu kan berdasarkan diri kita, dan tentang kedisiplinan kita untuk melaksanakan kewajiban yang diperintahkan-Nya itu kan udah kewajiban setiap.. Jadi ya kalo untuk ke profesi ya, bagiku ya dijalankan dengan pondasi keislaman yang cukup bagus, insya Allah pun profesinya akan berdampak positif. : Tapi pernah mengalami itu mas? : Iya, contohnya ke independensi. Independensi itu kan tidak memihak ke salah satu dari klien yang kita audit, maupun yang berkepentingan dengan klien. Nah, dengan kita mempunyai tingkat kepercayaan dan tingkat kedisiplinan beribadah yang baik, ya insya Allah itu tidak akan memihak dari salah satu. Yaitu independensi, kita tetap ditengah-tengah dari pihak klien dan pihak yang berkepentingan. Itu yang memperkuat independensi saya. Jadi, dengan yang tadi saya berikan gambaran positif, yang kejadian di saya itu ya independensi. Ya sebenarnya sih cukup berat juga, karena dari satu sisi klien dari satu sisi pihak yang berkepentingan, dan kita harus berada di posisi itu. Ya insya Allah, dengan tingkat kedisiplinan kita, ketaatan kita terhadap beribadah, bisa mempengaruhi independensi kita sebagai auditor. Karena pasti ada pressure. : Pressure gimana mas? : Pressure dari klien dan pihak berkepentingan. Ya pressurenya ‘tolong dong ini laporan disesuain, dengan yang kita mau’, terkadang seperti itu. Kalo dari pihak yang berkepentingan, misalnya pemegang saham tapi yang minoritas ‘tolong dong akun ini dihapus’. Jadi, kegiatan-kegiatan transaksi akun-akun yang masuk ke pribadi minta dihapus tuh, bisa terjadi.
Annisa Andi Annisa Andi
Annisa Andi
: Jadi, itu salah satu fungsi agama? Ngerasain sejauh ini berdampak pada independensi? : Ya itu fungsinya. Semakin kita kuat dalam agama, kita tidak terpengaruh dari pihak ke tiga maupun pihak berelasi. : Itu pernah ngalamin tapi? Maksudnya ditawarin kaya gitu. Terus mas nya nolak, gamau ah takut dosa. : Ya menolaknya secara baik-baik. Contohnya bisa dilakukan, misalnya dia bilang ‘tolong dong dibuatkan seperti ini’, ya kita jawab ‘bisa dilakukan tapi ya sesuai prosedur sesuai standarnya’. Ya yang ga sesuai dengan standar-standarnya, ya standar akuntansi ataupun standar proses auditnya, ya mohon maaf kita tidak bisa melanjutkan audit ini. : Menolak, kenapa ditolak? Mungkin beberapa orang merasa, ih lumayan nih bonusnya. : Karena tingkat kepercayaan ya, dari independensi itu kan akan menjadi kepercayaan. Bagaimana kita sangat berfungsi, bisa berjalan baik dari pihak yang berkepentingan dan pihak klien. Mungkin dari pemegang saham yang 50:50 dia pecah kongsi atau apa. Bagaimana kita bisa meluruskan dan bisa menyesuaikan. Karena, dari pihak yang satu klien minta ‘eh gua minta laporan yang seperti ini’, tapi yang satu lagi karena pecah hubungan baik dia bilang ‘eh gua gamau, gua maunya seperti ini’. Ada itu. Kalo menawarkan sih, menawarkan pasti bagusbagus dong. Yang satu pihak klien, yang satu pihak berkepentingan. Yang satu ‘udah deh hapus aja deh nih yang utang-utang, beban-bebannya punya ini’, yang satu ‘ya jangan dong’. Nah kita sesuaikan dulu standarnya, terus kita selesaikan secara kekeluargaan, musyawarah. Itu diajarkan juga kan dalam agama, gitu. Penting melihat peran agama tuh, ya dari cara kita menyelesaikan masalah melalui aturan agama.
Informan 4 Nama Samaran Jabatan
: Deri : Partner
Wawancara 1 Tanggal Jam
: Jum’at, 6 Januari 2017 : 09.51 WIB
Annisa Deri Annisa Deri Annisa Annisa
: : : : : :
Annisa
:
Deri
:
Annisa Deri
: :
Annisa
:
Deri
:
Annisa
:
Deri
:
Assalamualaikum pak, terima kasih atas waktunya. Waalaikumsalam. Iya sama-sama. Bapak itu kan, Partner ya pak? Iya. Tugas seorang Partner itu apa, pak? Tugasnya ya, seperti Partner itu kalo menurut saya kan dia firma. Firma itu persekutuan ya kan, kaya perusahaan perorangan. Cuma ibu sendiri, saya sendiri, cuma ini bersekutu. Bersekekutu tapi pada dasarnya kita masing-masing, nah cuma di persekutuan itu kita menunjuk Managing Partner, yang lain ya sebagai Partner. Ada 3 orang kan, 3 orang partner itu ibu sebagai Managing Partner, saya Partner, kemudian pak... Saya lupa namanya tuh satu lagi. Jujur aja, belum ketemu yang satu lagi itu, rumahnya di jogja. Terus, Partner tuh kalo di proses audit tugasnya apa? Maksudnya kalo auditor kan ada yang ke lapangan gitu, kalo Partner itu? Partner itu ya, pimpinan audit, jadi yang tandatangan opini audit itu kan Partner. Mmm.. Yang pemegang cpa itu kan, yang dikasih izin sebagai audit itu ya masing-masing Partner itu tadi. Jadi, ibu berpartner sebagai auditor, saya berpartner sebagai auditor gitu. Terus, kan tadi bapak bilang partner itu yang tandatanganin opini itu. Iya, yang bertanggungjawab terhadap kantor akuntan publik secara keseluruhan, termasuk opini itu. Tantangannya apa sih pak, ketika harus tandatangan opini kaya gitu? Ya tantangan seorang auditor gitu kan, artinya kan waktu kita berikan opini itu ya.. Sebenarnya simpelnya gini, memahaminya dari apa itu opini? opini itu kan kalau kita bisa klasifikan jadi dua berarti yang satu wajar tanpa pengecualian, kemudian yang kedua adalah tidak wajar. Nah kalo wajar, itu kan di opini itu disebutkan, pertama syaratnya itu adalah sesuai dengan standar
Annisa
:
Deri Annisa
: :
Deri
:
Annisa Deri
: :
Annisa Deri Annisa Deri
: : : :
akuntansi keuangan, artinya dikatakan wajar apabila sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Terus kedua, prosedur. Prosedur auditnya itu dijalankan. Terus yang ketiga, itu buktibukti audit itu memadai. Artinya, kalau kita beri opini audit wajar tanpa pengecualian, mau tidak mau, ketiga itu harus benarbenar kita yakini. Tidak melakukan pelanggaran kan gitu. Itu melalui proses audit. Proses audit ya sederhana sih. Perencanaan, pelaksanaan, sama pelaporan. Berarti kan opini yang diterbitkan itu kan, nanti juga akan dibaca sama klien-klien bapak itu ya. Ya iya pasti. Apakah mereka, maksudnya ketika bapak menerbitkan opini, merekanya setuju dengan opini yang bapak terbitkan atau seperti apa? Kalau itu sih, beda-beda klien ya. Ada klien yang ga terlalu penting bagi dia opini itu, sepanjang masih wajar gitu. Kecuali, kita tulis tidak wajar. Nah itu kalo pas ga wajar gimana pak? Selama ini sih belum pernah. Kenapa? karena kan kalo kita audit itu kan, sebenarnya kita mau melakukan verifikasi. Kemudian ada temuan di lapangan, nah kita diskusikan hasil temuan itu. Ini loh, ini ga sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Jadi, kalau biasanya klien itu bertanya kan ‘gimana yang sesuai?’, kan gitu. Ya kita kasih solusinya, ‘Bapak harus melakukan adjustment seperti ini di laporan keuangannnya’. Nah, selama ini sih kliennya masih bisa terima adjustment itu. Karena juga ada yang cukup besar. Pernah ada satu klien itu, kita adjustment di aset lain-lain itu dari 150 milyar jadi 40 milyar. Nilai asetnya? Nilai asetnya. Dan mereka ga masalah gitu? Kita diskusikan. Dan mereka mengakui bahwa pencatatan mereka ga bener, ya mereka terima yang perhitungan kita gitu. Nah, itu berarti kan harus melalui adjustment kan. Nah, kalo setelah di adjustment udah dapet angka yang sesungguhnya, ya kita bisa hasilkan opini. Jadi, ya selama ini saya menghindari ngasih opini yang tidak wajar dengan artian, kita harus diskusiin dulu sebelum menghasilkan opini. Hasil perhitungan audit kita seperti apa. Sehingga bisa diberikan opini, wajar tanpa pengecualian ataupun wajar dengan pengecualian. Wajar dengan pengecualian itu kan aga berat juga tuh, tetapi biasanya sih halhal yang masih bisa diterima misalkan kaya psak 24 gitu kan. Wajar dengan pengecualian,karena psak 24 itu kan wajib, tetapi mungkin perusahaan kan ga terlalu ngerti hitungnya. Nah kita
Annisa
:
Deri Annisa
: :
Deri
:
Annisa Deri
: :
Annisa
:
Deri Annisa
: :
Deri
:
Annisa
:
juga sebagai auditor kan ga punya wewenang untuk menghitungkan, paling cuma kasih nasihat aja ‘bapak hitung, nih cari referensinya disini’, tapi misalkan pake aktuaria mahal. Sebenarnya bisa, sepanjang dia menggunakan metode yang bener untuk menghitung psak imbalan kerja psak 24 itu. Paling kalo pengecualian, cuma sebatas itu ya. Ada juga beberapa, pernah kita kecualikan juga itu tapi saya lupa case nya seperti apa. Tapi wajar dengan pengecualian pun, biasanya tuh kalau klien itu menganggap kalo itu ga terlalu berpengaruh besar. Terus pak, kan berarti ketika bapak mau nerbitin opini itu kan, ada diskusi dengan klien ya pak. Maksudnya, dibicarakan dengan adjustment dan lain-lain. Iya. Ketika didiskusikan itu, mereka itu susah ga sih pak diajak diskusinya? Tergantung kliennya. Ada satu klien tuh aga susah, bahkan dia redaksional kalimat dalam opini aja, dia permasalahkan gitu. Contohnya pak? Kita memberikan statement itu, draft audit. Draft nya itu menurut pendapat kami, gitu kan ya.. mm.. saya gatau persis ya, karena Supervisor yang pegang. Intinya gini, opini yang kita berikan itu terdapat kesalahan, karena masih pake format yang lama. Bukan kesalahan fatal, hanya kesalahan redaksional. Nah kemudian di opini yang kita terbitkan, itu berbeda dengan draft, karena kita udah pas mau diperiksa. Pas di QC, oh ini ada yang salah nih kalimatnya, kita rubah. Nah, tapi lupa memberitahukan ke klien bahwa ini beda dengan draftnya, karena kita nganggap itu hanya hal kalimat aja. Ternyata dia permasalahkan. Karena dia mengatakan, ‘Bahwa di kami, draft itu sudah sampai ke direksi. Jadi ya, walaupun berubah seperti ya ga profesional’. Kita beralasan, ‘Justru karena kita kasih judul itu draft, bisa jadi berubah’. Kalo yang salah itu di final, baru itu ga profesional. Kalo salah di draft, ya wajar. Tapi ya begitulah, karena klien kan macem-macem. Itu kan bisa dibilang tantangan bapak menjadi Partner, bagaimana menghadapi klien ya pak. Ya iya. Sejauh ini, bapak sebagai auditor yang beragama muslim pak. Islam itu penting ga sih pak di profesi ini? Berdasarkan apa yang bapak alami. Penting pasti. Karena kan, tidak hanya di profesi. Sambil mengendarai mobil gini aja kan, Islam itu penting agama itu penting apalagi sebagai profesi auditor. Boleh tau ga pak contohnya, seperti apa sih pak.
Deri
Annisa Deri Annisa Deri
Annisa
Deri Annisa Annisa
: Ya banyaklah, lagi ngaudit. Terus sholat, ya sholat lah. Kalo agama ga diadakan ya, ya itu. Kalo dalam praktik auditnya, ya sebenarnya, etika profesi aja udah memadai ko gitu kan. Dalam konteks, kalo kita ngikutin patuh aja sama etika, itu kan ga bertentangan sama nilai-nilai Islam. Kalo itu kan ga spesifik, kalo etika profesi. Nah kalo spesifik dengan Islam ini, ya spesifik dengan ini, dengan diri pribadi. Gini, Islam itu bukan mengatur profesi auditor secara khusus gitu. Tetapi landasan filosofisnya terhadap nilai-nilai. Value-value yang kita anut sebagai manusia yang berprofesi sebagai auditor itu lah, yang diatur dalam Islam. Karena kan, ga ada sahabat rasul yang contohin sebagai auditor. Jadi harus tau juga harus jelas, agama itu mengatur profesi. Tapi basic landasan filosofis bagi dari manusia sebagai auditor itu. Auditor itu kan hanya profesi. Soal agama tuh, mengatur kepada nilai-nilai diri manusia yang berprofesi sebagai auditor. Mau profesi auditor, mau jadi supir, itu agama juga Islam juga sama aja pentingnya gitu kan. Jadi dalam meletakkan posisi agama itu harus jelas juga. Kalo profesi itu kan diatur sama etika, cuma pertanyaannya apakah etika ada yang bertentangan dengan Islam, itu yang jadi pertanyaan. : Kalo yang selama bapak alami ini etika itu sendiri? : Ga ada yang bertentangan, cuma ga lengkap. : Ga lengkapnya? : (bagian ini dihilangkan karena tidak sesuai dengan konteks penelitian). Nah ga salah, tapi ga lengkap karena sekuler. Sekuler itu, memisahkan antara agama. Jadi, kehidupan dunia itu dipisahkan dari kehidupan agama. Tuhan ga ada, dalam konteks etika tadi. Ya karena memang, kalo pertanyaan fair ya itu perlu kajian tersendiri ya. Ga gitu juga, mengkritisi etika profesi akuntan publik kalo kita ga masuk ke dalamnya. Itu kan dibangun untuk umum, itu ga bedain auditor. Etika profesi auditor buat orang Islam, etika profesi buat orang kristen kan ga beda. Etika profesi buat laki-laki, etika proesi buat perempuan, kan ga beda. Etika profesi buat yang masih muda, buat yang tua, ga beda. Itu makanya, saya katakan ga lengkap. : Berarti kan bapak bilang, sebenarnya Islam itu bukan secara khusus ke profesi auditornya, tetapi kan landasan diri manusianya kan? : Iya.. : Ketika manusianya itu kaya bapak, landasan diri manusianya adalah agama Islam kemudian ia menjadi auditor, terus itu.. : Ya gini. Tadi kan basicnya kalo agama itu kan mengatur secara umum gitu kan. Implementasinya atau turunannya nilai-nilai seseorang sebagai akuntan ya itu harus dirumuskan (bagian ini
Annisa Deri Annisa
: : :
Deri
:
Annisa
:
Deri
:
Annisa
:
Deri
:
dihilangkan karena tidak sesuai dengan konteks penelitian). Ya beda lah. Kalo dia orang muslim, dia harus mikir tuh jam berapa nih dia harus jalan nih harusnya. Jam berapa saya mau jalan, berapa jam saya ke kantor klien, misalnya sholat dzuhur dimana. Nah, kalo bapak gitu? Ya harus begitu. Berarti, penting banget ketika jadi landasan ketika bapak bekerja. Iya lah. (bagian ini dihilangkan karena tidak sesuai dengan konteks penelitian). Kaya gitu implementasi yang saya katakan tadi, yang harus diturunkan pada level yang lebih besar bukan level diri pribadi. Pak terus saya selama ini observasi, saya melihat bapak dan temen-temen yang lain, ada sholat jama’ahnya ketika bapak bekerja jadi auditor. Kenapa sih pak, mungkin beberapa orang memilih untuk kan bisa sholat sendiri. Itu kan jelas jawabannya. Jama’ah kan tidak hanya disyaratkan, wajib hukumnya bagi laki-laki di mesjid, bahkan. Saya denger radio rojak gitu kan, itu aja masih kurang. Kalo dibanding kisahkisah sahabat rasul itu, Umar bin Khattab tuh kalo ga salah sampai mau jual kebunnya karena terlambat sholat jama’ah di masjid. Kita ini ga ada apa-apanya, yang kaya gini nih. Belum apa-apa. Ya kalo kita bandingkan surga yang dijanjikan sama Allah itu, ya ga sebanding upaya kita kalo hanya sekedar sholat jama’ah aja ya. Belum apa-apa gitu. Tapi, sholat jama’ah di tempat kerja ketika bapak kerja entah kalo lagi ngurus opini gitu pak, ada dampaknya ke profesi bapak menjadi auditor? Ya pasti ada lah, itu kan ke diri pribadi tadi. Sebenernya gini, namanya organisasi itu isinya apa sih? orang kan? orang-orang, manusia-manusia. Nah manusia itu, isinya apa sih? akal dan jiwa, yang lain tuh alat, jiwa, mobil, laptop, alat aja. (bagian ini dihilangkan karena tidak sesuai dengan konteks penelitian). Kan kalo kita, biasanya kan abis jama’ah abis sholat maghrib biasanya. Kalo maghrib kan waktunya tipis, jadi kan kalo ke mesjid ga ngejar juga. Sebenernya ke mesjid baru-baru berapa bulan ini, karena dulunya kita sholat jama’ah di kantor. Dulu kan ruangan saya yang sekarang duduk itu, itu dulu musholla itu. Terus, kita pake buat ruangan karena kekurangan tempat kan. Kemudian, saya juga sering di luar. Jadi, anak-anak inisiatif ke mesjid. Karena, saya juga pernah bilang sama mereka begini, kalo waktunya sholat itu haknya karyawan, haknya kalian. Ga ada hak perusahaan melarang. Bahkan saya anjurkan, kalo mau ke mesjid silahkan gitu. (bagian ini dihilangkan karena tidak
sesuai dengan konteks penelitian). Kebetulan, ada Guntur juga yang termasuk kuat pemahamannya terhadap Islam. Erik juga bagus juga tuh, karena anak pesantren juga. Jadi, ada yang saling mendukung gitu. Jadi, mereka yang punya ide dulu untuk ke mesjid. Awalnya saya tau mesjid itu jauh dibelakang pasar, eh terus saya diajak sama anak-anak gitu, pak ini ada mesjid deket gini gini, musholla gitu lebih deket. Wah ternyata memang deket. Jadi, kita bisa hemat waktu. (bagian ini dan seterusnya dihilangkan karena tidak sesuai dengan konteks penelitian).
LAMPIRAN 4 CATATAN OBSERVASI
CATATAN OBSERVASI
Observasi dilakukan mulai dari tanggal 26 Desember 2016 sampai dengan 6 Januari 2017. Observasi dilaksanakan dengan mengikuti jam kantor tempat informan bekerja dan disesuaikan dengan keberadaan para informan sebagai objek penelitian. Oleh karena itu, observasi berlangsung mulai dari jam sebelum informan masuk kantor hingga jam pulang kantor informan. Jam kantor berlangsung mulai pukul 09.00 WIB hingga 17.00 WIB. Sementara, observasi dilakukan pada pukul 08.00 WIB sampai dengan 18.30 WIB. Keberadaan peneliti dalam situs penelitian adalah untuk melakukan pengamatan, tentang bagaimana dan dimana religiusitas informan sebagai akuntan publik muslim. Peneliti sesekali berkesempatan untuk dapat mengamati dan mengikuti beberapa informan, ketika audit di lapangan. Namun, peneliti lebih sering mengamati informan di kantor ketika bekerja. Berdasarkan observasi yang dilakukan, peneliti mendapatkan beberapa catatan observasi sebagai berikut: 1. Rekan kerja yang seluruhnya muslim Situs penelitian yakni kantor akuntan publik (KAP) tempat para informan bekerja, memiliki karyawan berjumlah 8 (delapan) orang. Terdiri dari 1 (satu) orang Partner, 1 (satu) orang Audit Manager, 2 (dua) orang Supervisor, 3 (tiga) orang Junior Auditor, dan 1 (satu) orang Ssekretaris Perusahaan. Seluruh karyawan beragama Islam, serta seluruh karyawan wanita menggunakan jilbab. 2. Kebiasaan positif: Langsung berhenti bekerja untuk menyegerakan sholat, ketika adzan berkumandang
Selama observasi, peneliti mendapati bahwa dalam kantor tersebut seluruh informan memiliki kesadaran beribadah yang baik, sebagaimana terlihat saat adzan berkumandang. Seluruh karyawan terutama para auditor laki-laki, akan langsung berhenti bekerja dan bersiap segera sholat berjama’ah di masjid terdekat kantor. Sementara karyawan wanitanya, akan segera dan terbiasa melakukan sholat berjama’ah. Walaupun tidak keluar kantor, melainkan di sebuah tempat yang sudah disiapkan lengkap dengan peralatan sholat di sudut salah satu kantor (bukan musholla). Selain itu, kebiasaan menyegerakan sholat dan berjama’ah memang sudah sangat melekat dalam kantor tersebut. Peneliti memperhatikan, setiap kali ada karyawan yang masih sibuk bekerja ketika adzan sudah berkumandang, maka yang lainnya akan mengingatkan dan mengajak orang tersebut untuk segera sholat dan berjama’ah. Jika, orang tersebut masih saja terlalu asik bekerja, maka cara mengingatkannya pun akan semakin ‘memaksa’ untuk lebih mendahulukan sholat ketika bekerja. Terlihat bahwa antar karyawan memiliki rasa saling bertanggungjawab satu sama lain untuk teguh menegakkan perintah Allah SWT disela-sela bekerja. 3. Kegiatan keagaman Dalam kantor tersebut, juga terdapat kegiatan keagamaan berupa siraman rohani setelah sholat maghrib berjama’ah. Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam bentuk kultum mengenai berbagai tema Islam seperti kajian surat dalam Al-Qur’an, dan sebagainya yang diisi oleh pimpinan KAP tersebut. Tujuan kegiatan adalah untuk saling mengingatkan satu sama lain, menjaga ukhuwah islamiyah, dan mencerminkan tidak adanya pemisahan antara Islam dan pekerjaan dalam profesi akuntan publik. Sebenarnya, office
hours hanya sampai pukul 5 (lima) sore. Namun, para informan memilih untuk pulang setelah maghrib agar dapat sholat maghrib berjama’ah terlebih dahulu. Mengingat, jarak tempuh antara kantor dan tempat tinggal, serta mempertimbangkan waktu sholat maghrib yang sangat singkat. Para informan beranggapan, lebih baik terlambat pulang daripada harus terlambat sholat. Selain itu saat observasi dilakukan, peneliti menemukan sebuah celengan amal yang disediakan oleh KAP tersebut. Celengan tersebut dimanfaatkan oleh para informan untuk bersedekah, tetap mengingat pentingnya berbagi pada sesama disela-sela kesibukan sebagai auditor. Terlihat dari tulisan yang ditempel pada celengan tersebut, uang yang terkumpul ditujukan bagi yatim, piatu, dan dhuafa. 4. Informan yang datang tepat waktu, dan tidak menyia-nyiakan waktu bekerja Selama observasi didapati bahwa, Guntur selalu datang lebih pagi sekitar pukul 07.30 WIB. Selanjutnya Sidik, yang selalu datang sekitar pukul 08.30 WIB sampai dengan 08.45 WIB, lalu diikuti oleh Andi. Selama jam kerja berlangsung, para informan sangat memanfaatkan waktu bekerjanya dengan baik. Ketika jam kerja, seluruhnya fokus dengan pekerjaan dan tanggung jawab masing-masing, tidak ada yang menunjukkan perilaku bermalas-malasan yang tidak sesuai dengan yang diajarkan dalam Islam. Sementara, ketika adzan berkumandang seluruhnya langsung berhenti bekerja dan menyegerakan sholat berjama’ah. Terlihat, para informan menunaikan kewajibannya sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang harus bekerja jika waktunya bekerja, dan harus beribadah jika adzan telah berkumandang. Tanpa meninggalkan salah satu kewajibannya apakah
untuk dunia, atau untuk mengejar akhirat, semua terlihat berjalan seimbang bagaimana seharusnya sebagai akuntan publik muslim. Tidak ada pemisahan antara agama dan profesi akuntan publik, yang selama ini cenderung menjadi citra dari profesi akuntan publik.
LAMPIRAN 5 DOKUMENTASI
Gambar 1 Informan 1 - Guntur
Gambar 2 Informan 2 - Sidik
Gambar 3 Informan 3 - Andi
Gambar 4 Informan 4 - Deri
Gambar 5 Situasi dan Kondisi KAP