PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI Khafidhotun Naimah, Cici Fatmala Laboratorium Kimia Fisika Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang Gedung D8 Lantai 2 Sekaran Gunungpati Semarang, Indonesia
[email protected], 085348715252 Abstrak Percobaan persamaan Arrhenius dan energi aktivasi bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu terhadap laju reaksi serta menghitung energi aktivasi menggunakan persamaan Arrhenius. Metode percobaan ini menggunakan larutan H2O2, H2O, Na2S2O3, KI, dan Amilum yang dicampurkan dengan perlakuan suhu yang berbeda-beda dalam tabung reaksi. Suhu reaksi yang terjadi berturut-turut 29,0 24,5 ; 20,5 ; dan 17,0 diukur dengan thermometer alkohol. Sebanding dengan suhu yang semakin menurun, waktu reaksi diukur dengan stopwatch saat pertama kali pencampuran sampai timbul warna biru tua pertama kali. Waktu yang dibutuhkan berturut-turut 173 sekon, 279 sekon, 349 sekon, dan 500 sekon juga mengalami penurunan. Hal ini karena suhu berbanding lurus dengan laju reaksi. Energi aktivasi didapatkan dari grafik hubungan antara ln k dengan 1/T sebesar 44,3756 kJ/mol. Energi aktivasi berbanding terbalik dengan suhu dan laju reaksi. Kata kunci: persamaan arrhenius, energi aktivasi, suhu, laju reaksi.
Pendahuluan Proses untuk mencapai keadaan transisi kompleks membutuhkan energi yang disuplai dari luar sistem. Energi inilah yang disebut dengan energi aktivasi. Pada reaksi endoterm ataupun eksoterm, keduanya memiliki energi aktivasi yang positif, karena keadaan transisi kompleks memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dari reaktan. (Castellan, 1982) Pada dasarnya diketahui bahwa laju reaksi sangat dipengaruhi oleh suhu. Dalam model Arrhenius suhu merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan. Semakin tinggi suhu, maka akan semakin tinggi pula laju reaksi, dengan kata lain semakin tinggi T maka akan semakin tinggi pula nilai k. Hubungan ini berdasarkan pada teori aktivasi, bahwa suatu reaksi perubahan akan mulai berlangsung jika diberikan sejumlah energi minimum yang disebut sebagai energi aktivasi (Ea), yang dinyatakan dalam persamaan: ln k = ln k0 -
Comment [A1]: Belum menjelaskan alat yang digunakan
dimana Ea adalah energi aktivasi, yang nilainya dianggap konstan (tetap) pada kisaran suhu tertentu, R adalah konstanta gas (8,314 J/mol K), T adalah suhu yang dinyatakan dalam Kelvin (K). (Martono et al., 2014)
Pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi kimia pertama kali diungkapkan oleh van’t Hoff pada 1884. Kemudian diperluas oleh Hood dan Arrhenius pada 1885 serta 1889. Konstanta laju penurunan mutu pada suhu yang bervariasi bisa dihitung berdasarkan perhitungan matematis yaitu dengan metode kinetika reaksi menurut teori Arrhenius. Pada dasarnya harga logaritmik dari konstanta kecepatan reaksi adalah sebanding dengan 1/T . Dengan kata lain, kecepatan reaksi (k) sangat terpengaruh oleh faktor suhu. (Cahyadi, 2006) Persamaan Arrhenius k = Ae−Ea/RT menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur, nilai konstanta laju reaksi semakin besar; reaksi akan berlangsung semakin cepat. Energi aktivasi sangat dipengaruhi oleh konstanta laju reaksi, semakin besar konstanta laju reaksi semakin kecil energi aktivasinya. Dengan energi aktivasi yang kecil diharapkan reaksi semakin cepat berlangsung. (Desnelli & Fanani, 2009) Hasil penelitian yang dilakukan Wahyudi, dkk (2011), menunjukkan bertambahnya waktu reaksi mengakibatkan glukosa yang terbentuk semakin banyak. Kondisi ini terjadi pada semua perlakuan variasi suhu, hal ini sesuai dengan dasar teori. (Wahyudi et al., 2011) Semakin kecil rapatan elektron total suatu molekul akan menyebabkan suatu molekul tersebut menjadi kurang stabil dan lebih reaktif yang ditunjukkan oleh harga energi aktivasi yang sangat besar. (Rahman & Sanjaya, 2012) Dalam penelitiannya, Anjan, dkk (2012) menyimpulkan bahwa harga konstanta laju reaksi berbanding lurus dengan temperatur. Semakin tinggi konsentrasi katalis, nilai energi aktivasi semakin menurun. (Anjan et al., 2014) Metode Percobaan persamaan arrhenius dan energi aktivasi ini dilakukan di laboratorium kimia fisika jurusan kimia fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam Universitas Negeri Semarang pada tanggal 12 Mei 2016. Dalam praktikum ini dibutuhkan larutan larutan Amilum dari serbuk amilum pro analisis Merck, larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) dari serbuk Na2S2O3
Comment [A2]: Pendahuluan lebih dari 15% total naskah
Merck jenis pro analisi, larutan Kalium Iodida (KI) dari serbuk KI pro analisi Merck, Hidrogen Peroksida (H2O2) dari larutan pekat H2O2 pro analisis Merck, aquades, dan es batu. Gambar 1 merupakan bahan-bahan yang digunakan. Alat-alat yang digunakan yaitu satu set tabung reaksi Pyrex besar sebanyak 8 buah beserta rak tabung reaksinya, pipet volume (1 mL, 5 mL, dan 10 mL), pipet tetes, pipet ukur 1 mL Pyrex, spatula dan kaca arloji, ball pipet, beaker glass besar Pyrex, beaker glass kecil, stopwatch, corong kaca, labu ukur pyrex (25 mL, 50 mL, dan 10 mL), botol gelap 4 buah, termometer alkohol sebanyak 2 buah, neraca analitik, dan kompor gas. Gambar 2 menjelaskan alat-alat yang digunakan. Percobaan ini dilakukan dengan pencampuran 2 campuran larutan dengan perlakuan suhu yang berbeda-beda pada setiap sistem dan pencatatan waktu terjadinya reaksi. Larutan H 2O2 0,04M dan aquades (H2O) dimasukkan dalam tabung reaksi 1 masing-masing sebanyak 5 mL. Sedangkan untuk tabung reaksi 2 berisi campuran larutan KI 0,1M 10 mL, Na2S2O3 0,001M 1 mL, dan larutan amilum 1% 1 mL. Kedua campuran larutan dikondisikan agar suhunya konstan didalam sebuah beaker glass besar. Suhu dibuat antara 0-40
, untuk suhu dibawah 20
digunakan es batu agar suhu dapat turun dibawah suhu ruang. Setelah suhu kedua tabung reaksi konstan (dihitung sebagai suhu awal), larutan dari kedua tabung reaksi dicampurkan dan stopwatch mulai dijalankan. Waktu yang dibutuhkan untuk larutan berubah warna menjadi ungu dihitung. Suhu ketika larutan mulai berubah warna juga diukur dan dicatat sebagai suhu akhir reaksi. Konsentrasi dari setiap larutan harus sesuai karena jika terjadi kesalahan, akan berakibat pada tidak munculnya warna ungu. Larutan H2O2 harus dijaga agar tetap tertutup rapat agar tidak teroksidasi pada udara bebas. Larutan amilum juga harus dijaga agar tetap jernih (tidak berwarna), karena jika larutan amilum telah keruh menandakan telah terjadi kerusakan dan tidak dapat digunakan. Diagram alir cara kerja percobaan ini dijelaskan dalam gambar 3. Pengaruh suhu terhadap konstanta laju reaksi dari sebuah reaksi dijabarkan melalui sebuah persamaan empirik oleh Arrhenius pada tahun 1889. Persaman tersebut dikenal sebagai persamaan Arrhenius : K= A
atau dalam bentuk logaritma ln K = ln A- (Ea/RT) dengan
K adalah konstanta laju reaksi, A merupakan faktor frekuensi dan Ea adalah energi aktivasi. Variasi suhu terhadap 4 sistem yang akan dibuat bertujuan untuk melihat perbedaan pada kecepatan reaksi yang terjadi. Dari kecepatan reaksi yang terjadi, dapat dihitung besarnya energi aktivasi (Ea). Pencatatan suhu awal, suhu akhir, serta waktu yang dibutuhkan dalam reaksi
dicatat dalam tabel 1. Suhu reaksi merupakan suhu rata-rata dari suhu awal dan suhu akhir. Dari logaritma persamaan Arrhenius :
persamaan tersebut analog dengan
persamaaan garis lurus, yang sering disimbolkan dengan y = mx + c, maka hubungan antara energi aktivasi, suhu, dan laju reaksi dapat dianalisis dalam bentuk grafik ln K terhadap 1/T dengan gradien –(Ea/RT) dan intersep ln A. Dengan menghitung gradien, harga Ea dari Comment [A3]: masih lebih dari 10% dari total naskah
percobaan dapat diketahui. Hasil dan Pembahasan Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu terhadap laju reaksi dan menghitung energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan Arrhenius. Percobaan dilakukan dengan pencampuran larutan H2O2 dan H2O (tabung 1) dengan larutan KI, Na2S2O3, dan larutan amilum (tabung 2). Sebelum dicampurkan, kedua tabung reaksi disamakan suhunya. Suhu sistem yang diperbolehkan berkisar antara 0-40 . Setelah suhu kedua tabung reaksi konstan, suhu tersebut dicatat sebagai suhu awal. Suhu awal reaksi berturut-turut sebesar 29,0 ; 20,0 ; 13,0 ; dan 8,0 . Kedua tabung reaksi yang berisi masing-masing larutan dicampurkan bersamaan dengan dinyalakannya stopwatch. Waktu dicatat hingga larutan berwarna biru tua atau ungu. Saat pertama kali muncul warna biru tua atau ungu, stopwatch dimatikan dan suhu dicatat kembali. Suhu ini merupakan suhu akhir terjadinya reaksi. Suhu akhir reaksi pada percobaan ini berturut-turut 29,0
24,5 ; 20,5 ; dan 17,0 . Tabel data pengamatan
percobaan ini tersaji dalam tabel 1. Rata-rata suhu dihitung berdasarkan selisih suhu awal dan suhu akhir. Suhu rata-rata merupakan suhu terjadinya reaksi. Tabel 1. Tabel Data Pengamatan Suhu Tabung ( ) Sistem Ke-
Suhu Awal
Suhu Akhir
Suhu
Pencampuran
Pencampuran
Rata-Rata
Waktu (s)
Tabung 1
Tabung 2
( )
( )
( )
1
29,0
29,0
29,0
29,0
29,0
173
2
20,0
20,0
20,0
24,5
22,25
279
3
13,0
13,0
13,0
20,5
16,75
349
4
8,0
8,0
8,0
17,0
12,5
500
Suhu sebagai variabel bebas dan waktu sebagai variabel terkontrol. Dari data pengamatan, terlihat bahwa semakin tinggi suhu reaksi, semakin cepat pula waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya suatu reaksi. Hal ini dapat terjadinya karena semakin tinggi suhu maka energi kinetik suatu partikel akan meningkat. Energi kinetik menyebabkan pergerakan partikel untuk menimbulkan tumbukan efektif semakin besar pula. Dari percobaan diperoleh waktu reaksi untuk suhu reaksi 29,0 sekon, dan suhu 12,5
selama 173 sekon, 22,25
selama 279 sekon, suhu 16,75
selama 349
selama 500 sekon. Terlihat bahwa semakin rendah suhu reaksi, semakin
lama pula waktu yang diperlukan untuk bereaksi. Waktu akhir reaksi ditandai dengan munculnya warna biru tua atau ungu pada larutan hasil pencampuran. Warna biru tua atau ungu terjadi akibat reaksi antara larutan amilum dengan I 2 yang terbentuk. Larutan amilum berfungsi sebagai indikator terbentuknya I 2. I2 akan terbentuk jika larutan Na2S2O3 telah habis bereaksi. H2O2 bertindak sebagai oksidator. Larutan KI akan melepaskan ion I- dan bereaksi dengan H2O2 membentuk I2. I2 yang terbentuk akan bereaksi dengan Na2S2O3 membentuk I- kembali. Begitu seterusnya hingga larutan Na2S2O3 dalam campuran habis. Ketika Na2S2O3 dalam campuran telah habis, akan dihasilkan I2 yang tidak berubah menjadi I- kembali. Adanya I2 ini akan dideteksi oleh larutan amilum dan menghasilkan warna larutan biru tua atau ungu. Oleh sebab itu, penghitungan konsentrasi dari masing-masing larutan harus sesuai perbandingan dan larutan amilum tidak boleh rusak. Karena jika larutan amilum yang digunakan rusak, maka tidak akan terbentuk warna biru tua atau ungu pada akhir reaksi. Reaksi yang terjadi adalah: 2H2O2
2H2O + O2
I2 + 2S2O32-
2I- + S4O62-
2H2O2 + 2I- + S4O62-
I2 + 2H2S2O3 + 2O2
Perubahan terhadap suhu umumnya mempengaruhi harga tetapan laju reaksi (k). Karena suhu berbanding lurus dengan laju reaksi, maka ketika suhu dinaikkan harga tetapan laju k akan meningkat. Dari persamaan Arrhenius, dapat dihitung energi aktivasi dari suatu reaksi melalu
perhitungan besarnya suhu dan harga k yang terjadi. Dari grafik antara ln k dan dan 1/T dapat dihitung energi aktivasi yang terjadi. Karena persamaan Arrhenius analog dengan persamaaan garis lurus, maka dapat dihitung besarnya energi aktivasi. Didapatkan energi aktivasi sebesar 44,3756 kJ/mol.
Energi aktivasi berbanding terbalik dengan laju reaksi dan suhu. Semakin tinggi energi aktivasi akan menyebabkan laju reaksinya semakin melambat. Hal tersebut terjadi karena energi aktivasi merupakan energi minimum yang diperlukan untuk terjadinya suatu reaksi. Semakin tinggi energi minimum yang diperlukan untuk bereaksi, maka semakin lambat reaksi yang terjadi. Sehingga dibutuhkan suhu yang semakin meningkat agar energi aktivasi yang dibutuhkan dapat menurun. Semakin besar harga 1/T rata-rata, maka semakin kecil harga ln k. Ini membuktikan bahwa semakin tinggi suhu maka energi aktivasinya semakin kecil. Semakin kecil energi aktivasi maka laju reaksinya semakin besar. Laju reaksi yang besar menyebabkan waktu
yang dibutuhkan untuk bereaksi semakin sedikit. Hal ini sesuai dengan teori bahwa energi aktivasi berbanding terbalik dengan laju reaksi. Simpulan Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Suhu berbanding lurus dengan laju reaksi. Semakin tinggi suhu suatu reaksi, maka semakin cepat pula laju reaksinya. Sehingga pengaruh suhu terhadap laju reaksi adalah sebanding. 2. Dengan menggunakan persamaan Arrhenius didapatkan energi aktivasi sebesar 44,3756 kJ/mol. Daftar Pustaka Anjan, F., Oktaviani, W.R. & Roesyadi, A., 2014. Studi kinetika dekomposisi glukosa pada temperatur tinggi. Jurnal Teknik Pomits, III(2), pp.122-25. Cahyadi, w., 2006. Penentuan konstanta laju penurunan kadar iodat dalam garam beriodium. Jurnal Teknologi dan Bahan Pangan, XVII(1), pp.38-43. Castellan, G., 1982. Physical Chemistry. 3rd ed. New York: General Graphic Service. Desnelli & Fanani, Z., 2009. Penentuan reaksi oksidasi asam miristat, stearat, dan oleat dalam medium minyak kelapa, minyak kelapa sawit, serta tanpa medium. Jurnal Penelitian Sains, XII(1), pp.1-6. Martono, Y., Sari, Y.E.P. & Hidarto, J., 2014. Penggunaan model Arrhenius untuk pendugaan masa simpan produk minuman kemasan berdasarkan kandungan vit C. Rekayasa bahan pangan, pp.50-62. Rahman, A.Z. & Sanjaya, I.G.M., 2012. The rasionalization of synthesis pathway laevifonol from trans reveratrol with density functional theory. UNESA Journal Of Chemistry, 1(1), pp.1-9. Wahyudi, J., Wibowo, W.A., Rais, Y.A. & dan Kusumawardani, A., 2011. Pengaruh suhu terhadap kadar glukosa terbentuk dan konstanta kecepatan reaksi pada hidrolisa kulit pisang. In Seminar Nasional Teknik Kimia "Kejuangan". Yogyakarta, 2011.
Lampiran a. Analisi Data Tabel1. Tabel data pengamatan Suhu Tabung ( ) Sistem Ke-
Suhu Awal
Suhu Akhir
Pencampuran
Pencampuran
( )
( )
Suhu RataRata ( )
Waktu (s)
Tabung 1
Tabung 2
1
29,0
29,0
29,0
29,0
29,0
173
2
20,0
20,0
20,0
24,5
22,25
279
3
13,0
13,0
13,0
20,5
16,75
349
4
8,0
8,0
8,0
17,0
12,5
500
m grek H2O2
= M . V . valensi
= 0,04 . 5 . 2 = 0,4 m grek m grek KI
= M . V . valensi
= 0,1 . 10 . 1 = 1 m grek m grek Na2S2O3 = M . V . valensi = 0,001 . 1 . 2 = 0,002 m grek
m grek H2O2 yang bereaksi [H2O2]awal
= = = 9,0909 . 10-3 M
[H2O2]bereaksi = = = 9,0909 . 10-4 M Menghitung Nilai K Pada t = 173 s k
= = = 5,7803 x 10-4
ln k
= -7,4559
Pada t = 279 s k
= = = 3,5842 x 10-4
ln k
= -7,9338
Comment [A4]: menggunakan huruf k kecil
Pada t = 349 s k
= = = 2,8653 x 10-4
ln k
= -8,1577
Pada t = 500 s k
= = = 2 x 10-4
ln k
= -8,5172
Tabel 2. Tabel hasil perhitungan
No
Rata-Rata Suhu (K)
1/T (K-1)
k
ln k
1
302,15
3,3096 x 10-3
5,7803 x 10-4
-7,4559
2
295,4
3,3852 x 10-3
3,5842 x 10-4
-7,9338
3
289,9
3,4495 x 10-3
2,8653 x 10-4
-8,1577
4
285,65
3,5008 x 10-3
2 x 10-4
-8,5172
Grafik Hubungan antara ln K terhadap 1/T -7.4000 0.0033
0.00335
0.0034
0.00345
0.0035
0.00355
-7.6000
ln K
-7.8000 Series1
-8.0000
Linear (Series1) -8.2000 -8.4000 -8.6000
y = -5337.2x + 10.19 R² = 0.9865 1/T
Dari kurva diperoleh persamaan y = -5337.2x + 10.19 ( y = mx + b )
maka m = Ea = - (m x R) = - (-5337.2 x 8,314) = 44375,6157 J/mol = 44,3756 KJ/mol
b. Gambar