LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA I PENENTUAN ENERGI AKTIVASI REAKSI (K1±9)
Disusun oleh
Nama NIM
: Arief Budiawan Majid : 09/283999/PA/12772 09/283999/PA/ 12772
Asisten
: Dita Adi Saputra
Hari/tanggal
: Selasa / 31 Agustus 2010
LABORATORIUM KIMIA FISIK FMIPA UGM 2010
Percobaan IX PENENTUAN ENERGI AKTIVASI REAKSI
I Tujuan Percobaan
1. Dapat menentukan tenaga pengaktifan reaksi ion persulfat dengan ion iodida. 2. Dapat menentukan tenaga pengaktifan reaksi hidrogen peroksida dengan ion iodide II Dasar Teori
Energi aktivasi adalah energi mínimum yang dibutuhkan oleh suatu reaksi kimia agar dapat berlangsung. Energi aktivasi memiliki simbol Ea dengan E menotasika Energi dan a yang ditulis subscribe menotasikan aktivasi. Kata aktivasi memiliki makna bahwa suatu reaksi kimia membutuhkan tambahan energi untuk dapat berlangsung. Mudah bagi kita untuk mengamati mengapa reaksi reaksi endoterm membutuhkan energi untuk bereaksi. Dalam reaksi endoterm, energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan dsb. disuplai dari luar sistem. Pada reaksi eksoterm, yang membebaskan energi, ternyata juga membutuhkan suplai energi dari luar untuk mengaktifkan reaksi tersebut. Dalam kinetika, suatu reaksi berlangsung melalui beberapa tahap. Diawali dengan tumbuka antar partikel reaktan. Setelah reaktan bertumbukan, maka akan terjadi penyusunan ulang ikatan dalam senyawa reaktan menjadi susunan ikatan yang berbeda (membentuk senyawa produk). Dalam penyusunan ini,akan ada pemutusan ikatan dan pembentukan ikatan yang baru,yang membutuhkan sejumlah energi. Ketika beberapa ikatan reaktan putus,dan beberapa ikatan baru terbentuk, tercapailah suatu keadaan dimana dalam sistem terdapat sejumlah reaktan dan produk. Keadaan ini kita sebut sebagai keadaan tra nsisi kompleks.
Dalam keadaan transisi kompleks, memiliki campuran antara produk dan reaktan yang cenderung kurang stabil,karena produk yang terbentuk dapat membentuk reaktan kembali. Keadaan ini memiliki energi yang cukup tinggi, karena sistem tidak stabil. Proses untuk mencapai keadaan transisi kompleks membutuhkan energi yang disuplai dari luar sistem. Energi inilah yang disebut dengan energi aktivasi. Pada reaksi endoterm ataupun eksoterm, keduanya memiliki energi aktivasi yang positif, karena keadaan transisi kompleks memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dari reaktan. Pada tahun 1889 Arrhenius mengusulkan sebuah persamaan empirik yang menggambarkan pengaruh suhu terhadap konstanta laju reaksi. Persamaan yang diusulkan adalah:
K = Ae
Ea / RT
K = konstanta laju reaksi A = faktor frekuensi Ea = energi aktivasi Persamaan tersebut dalam bentuk logaritma dapat ditulis: ln k = ln A ± (Ea/RT)
ln k = -
Ea R
x
1 T
+ ln A
persamaan tersebut analog dengan persamaan garis lurus, yang sering disimbolkan dengan y = mx + c. maka hubungan antara energi aktivasi suhu dan laju reaksi dapat dianalisis dalam bentuk grafik ln k vs 1/T dengan gradien ±(Ea/R) dan intersep ln A.
Jika
suatu reaksi memiliki reaktan dengan konsentrasi awal adalah a, dan
konsentrasi pada waktu t adalah a-x, maka dapat ditulis dalam persamaan
kt = ln(
setelah reaksi berlangsung 1/n bagian dari sempurna,x=a/n dan
k=
ln
Pengaruh temperatur pada laju reaksi dinyataka n dengan persamaan Arrenius k = 1/t(1/n) ln(1/(1-1/n)) ln k = ln 1/t(1/n) + lnln(1/(1-1/n)) ln A ± E/RT = ln 1/t(1/n) + lnln(1/(1-1/n)) ln A ± E/RT = ln 1 - ln t(1/n) + lnln(1/(1-1/n)) ln t(1/n) = E/RT - ln A + lnln(1/(1-1/n)) ln t(1/n) = E/RT + ln 1/A + lnln(1/(1-1/n)
ln t1/n =
sehingga waktu reaksi untuk mencapai 1/n bagian dapat diamati pada variasi temperatur T dalam grafik ln t vs 1/T dengan gradien Ea/R
III Metode Penelitian
3.1 Alat 1. Tabung 100 mL 2 buah 2. Gelas piala besar 3. Termostat 4. Pipet 5. Termometer 6. stopwatch 3.2 Bahan 1. Larutan KI 0.5M 2. Larutan kalium persulfat 0.01M 3. Larutan H2O2 3% 4. Larutan Na2S2O3 0.1 M 5. Larutan indicator amilum segar 6. Akuades 3.3 Cara kerja a. Disiapkan 2 tabung 100 mL dalam gelas piala besar yang dipenuhi air dan es dengan suhu 5 oC sebagai termostat. b. Tabung 1 diisi dengan 25 mL larutan KI 0.5M dan 1 mL Na 2S2O3 0.1 M. c. Tabung 2 diisi dengan 25 mL H 2O2 3% ditambah 5 tetes amilum dan 1mL H2SO4. d. Tabung-tabung tersebut dibiarkan mencapai temperatur termostat.
e. Setelah mencapai temperatur yang ditentukan tabung 2 dituangkan ke tabung 1, dikocok bersamaan dengan perhitungan waktu dengan stopwatch hingga warna pada larutan berubah menjadi biru. o
f. Diulangi prosedur tersebut pada interval temperatur bervariasi selang 5 C. g. Ulangi prosedur diatan menggunakan kalium persulfat 0.01M sebagai pengganti H2 O2
3.4 Skema alat
IV Hasil percobaan dan pembahasan
4.1 Hasil percobaan Kenaikan suhu reaksi persulfat T (K) 278 283 288 293 298
T (s) 120,3 107,1 88 60,8 56,9
1/T 0,003597 0,003534 0,003472 0,003413 0,003356
ln t 4,789988623 4,673762977 4,477336814 4,107589789 4,041295341
Penurunan suhu reaksi persulfat T 298 293 288 283 278
t 56,3 62 81 99,4 122,8
1/T 0,003356 0,003413 0,003472 0,003534 0,003597
ln t 4,030694535 4,127134385 4,394449155 4,599152114 4,810557016
Kenaikan suhu reaksi hidrogen peroksida T 280 285 290 295 300
t 10,7 17,5 23,6 27,4 34,1
1/T 0,003571 0,003509 0,003448 0,00339 0,003333
ln t 2,370243741 2,862200881 3,161246712 3,310543013 3,529297384
Penurunan suhu reaksi hidrogen peroksida T 301 296 291 286 281
t 39 23 11 9 8
1/T 0,003322 0,003378 0,003436 0,003497 0,003559
ln t 3,663561646 3,135494216 2,397895273 2,197224577 2,079441542
4.2 Pembahasan Energi aktivasi dapat ditentukan dengan mengolah data dari grafik hubungan 1/T dan ln t. berdasar persamaan ln t 1/n =
yang didapat dari dasar teori. Maka praktikan dapat melakukan percobaan berulang dengan mengukur 1t /n reaksi dari temperatur yang bervariasi untuk memperoleh data yang akan diolah dalam persamaan tersebut dan dianalisa melalui grafik. Reaksi yang diukur adalah reaksi ion persulfat dengan ion iodida dan reaksi hidrogen peroksida dengan ion iodida. Untuk melangsungkan 1/n reaksi, reaktan ion persulfat dan iodide dicampurkan bersamaan dengan ion tiosulfat dan amilum, begitu juga dengan reaksi dengan pereaksi hidrogen peroksida. Ion iodide dan ion persulfat akan bereaksi membentuk ion sulfat dan gas I2.gas tersebut akan bereaksi kembali dengan ion tiosulfat membentuk kembali ion iodide. Sehingga dapat dikatakan bahwa penambahan ion tiosulfat dapat menghentikan reaksi setelah mencapai 1/n bagian agar waktu dapat teramati. Penentuan 1/n bagian dapat ditentukan secara stokiometri berdasarkan persamaan reaksi, karena dalam sistem reaksi tidak ada yodium yang dibebaskan sampai semua ion tiosulfat habis bereaksi.penentuan ini dilakukan dengan mengkalkulasi konsentrasi reaktan, dan juga ion tiosulfat. Dengan tambahan amilum,ion iodide yang terbentuk kembali akan bereaksi dengan amilum dan menghasilkan warna biru pada larutan. Jadi untuk mendeteksi apakah ada ion iodide yang terbentuk kembali setelah 1/n reaksi,praktikan menggunakan amilum sebagai indicator. Amilum yang digunakan haruslah amilum yang masih segar. Amilum yang tidak segar memiliki kemungkinan perubahan strukturnya karena pengaruh berbagai hal. Amilum yang tidak segar akan memberikan warna biru cenderung hitam yang lebih susah diamati.hal ini terjadi dalam praktikum yang praktikan lakukan. Setelah praktikan melakukan prosedur sesuai langkah kerja, praktikan tidak mendapatkan warna
biru pada larutan,tetapi warna hitam. Setelah praktikan melakukan percobaan ulang dengan amilum kelompok sebelah, baru didapatkan warna biru seperti pada teori. hal tersebut terjadi karena amilum yang disediakan laboran untuk kelompok kami sudah rusak atau tidak segar. Perubahan warna yang terjadi akan semakin cepat apabila reaksi berlangsung pada temperature yang lebih tinggi. Pada temperature yang lebih tinggi, ion ion pereaksi akan memiliki energy kinetic yang lebih besar. Berdasarkan teori tumbukan, energy kinetic yang lebih besar akan membuat tumbukan antar partikel dengan intensitas yang lebih sering, sehingga reaksi lebih cepat berlangsung. Disini terlihat adanya penambahan energy kinetic partikel yang dilakukan dengan menaikkan temperature reaksi, inilah yang enegi yang diberikan dari luar sistem untuk mencapai kondisi transisi seperti yang dijelaskan teori. energy tersebutlah yang akan diukur besarnya (energy aktivasi). Pada reaksi dengan reaktan hidrogen peroksida, ditambahkan katalis asam. Katalis ini berperan untuk mempercepat reaksi. Peran katalis dalam mempercepat reaksi adalah dengan menawarkan suatu alternative mekanisme reaksi yang memiliki energy aktivasi yang lebih rendah. Tentunya mekanisme reaksi ini berlangsung dengan kestabilan yang lebih mudah dicapai, sehingga energy yang diperlukan untuk mencapai keadaan transisi seperti pada teori lebih rendah jika dibandingkan dengan reaksi tersebut tanpa katalis. Dari hasil yang didapat, antara menaikan suhu dan menurunkan suhu reaktan persulfat, tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini berarti bahwa pengambilan data tidak terpengaruh oleh cara memvariasikan temperatur ,apakah menaikkan atau menurunkanya. Sedangkan pada reaktan hidrogen peroksida, terdapat perbedaan yang cukup terlihat. Hal ini dapat terjadi karena kondisi reaktan yang berbeda saat pengukuran kembali, dapat pula terjadi karena kurang cermatnya pengamatan
praktikan dalam perubahan warna,yang akan mempengaruhi waktu yang diukur. Oleh karena itu diperlukan kecermatan dar i praktikan.
V Kesimpulan
dari percobaan dan perhitungan diperoleh energy aktivasi masing masing reaksi sebesar 1. Kenaikan suhu reaksi persulfat Ea = 1,712781 J/mol K 2. Penurunan suhu reaksi persulfat Ea = 1,687838 J/mol K 3. Kenaikan suhu reaksi hidrogen peroksida Ea = 2,294794 J/mol K 4. Penurunan suhu reaksi hidrogen peroksida Ea = 3,408934 J/mol K
Nilai A Kenaikan suhu reaksi persulfat 5,676 x 10
-4
Penurunan suhu reaksi persulfat 5,768 x 10
-4
VI Daftar Pustaka
- Vogel .(1994). Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik . Penerbit Buku Kedokteran (EGC). Jakarta. - Petrucci. (1994). Kimia dasar jilid 2. Erlangga. Jakarta - Brown,Lemay (1994). Mod ern Chemistry The central sci ence 9th. Pearson Education.inc. New J ersey - Castellan GW. 1982 Physical Ch emistry. Third Edition. New York: General Graphic Servies - Atkins PW. 1999. Kimia Fisika. ³Ed ke-2 Kartahadiprojo Irma I, penerjemah; Indarto Purnomo Wahyu, editor. Jakarta Erlanga. Terjemahan dari: Pysical Chemistry. - Matusita K, Komatsu T, Yokota R. 1984. Kinetics of non-isothermal crystallization process and activation energy for crystal growth in amorphous materials. JOURNAL OF MATERIALS SCIENCE 19 (1984) 291-296 -Anonimous.(2005)." " http://id.wikipedia.org/wiki/Energi_aktivasi
VII Lampiran
Grafik ln(t 1/n) vs 1/T Kenaikan suhu reaksi persulfat 6 y = 0.206x + 3.798
5
4
3
2
1
0 0.003356
0.003413
0.003472
0.003534
0.003597
Penurunan suhu reaksi persulfat 6 y = 0.203x + 3.782 5
4
3
2
1
0
0.003356
0.003413
0.003472
0.003534
0.003597
Kenaikan suhu reaksi hidrogen peroksida
4
y = 0.276x + 2.216
3.5
3 2.5
2 1.5 1
0.5 0
0.003571
0.003509
0.003448
0.00339
0.003333
Penurunan suhu reaksi hidrogen peroksida 4 y = 0.410x + 1.462
3.5 3
2.5 2
1.5 1
0.5 0 0.003559
0.003497
0.003436
0.003378
0.003322
Perhitungan Energi aktivasi Berdasarkan data pada tabel, dan grafik yang telah diolah dengan software pengolah data Microsoft excel, diperoleh grafik dengan masing masing nilai gradient tersebut Kenaikan suhu reaksi persulfat 0,206
Ea = m x R = 0,206 x 8,314472 J/mol K = 1,712781 J/mol K
Penurunan suhu reaksi persulfat 0,203
Ea = m x R = 0,203 x 8,314472 J/mol K = 1,687838 J/mol K
Kenaikan suhu reaksi hidrogen peroksida 0,276
Ea = m x R = 0,276 x 8,314472 J/mol K = 2,294794 J/mol K
Penurunan suhu reaksi hidrogen peroksida 0,410
Ea = m x R = 0,410 x 8,314472 J/mol K = 3,408934 J/mol K