Perjalanan Diri
ب سم هللا ال رحمن ال رح يم Begitulah kami menyebutkannya didalam Ilmu, sesungguhnya sebutan atau nama itu bagi kami hanyalah sebatas keterangan atau jalan saja atau dengan kata lain boleh juga kita mengartikannya sekedar sebagai identitas formal yang menyatakan akan jati diri yang sesungguhnya, dalam rangka pengekspresian akan semua maksud dan tujuan, baik yang tersurat maupun yang tersirat, baik yang nyata maupun yang tidak nyata (tersembunyi) pada pernyataan dan kenyataan diri ini, dengan satu harapan dapat kiranya menghantarkan diri ini didalam mencapai hakekat kesempurnaan hidup yang sesungguhnya yaitu adalah hidup yang tidak akan pernah mati. Jadi bagi kami, tahap ini sebenarnya bukan sesuatu yang bersifat khusus atau istimewa, sebab pada ujungnya nanti, apabila seluruh Risalah yang telah dipertaruhkan oleh Allah Swt terhadap diri kita ini tersingkap dan nyata dengan senyata-nyatanya, maka semuanya akan lebur dan lenyap dengan sendirinya kembali kepada pemaknaan awalnya yaitu hanya sebatas sebutan saja. Tahap, disebut juga dengan Maqom perjalanan Syara’ul Hisab, dengan Nas Qur‟annya berbunyi : ” Huwal Awwalu man kholakallahu ta’ala An Nur ” Artinya : Yang awal Allah ta‟ala ciptakan adalah Nur. Lihat keterangan asal kejadian Nur yang bersumber dari : Kitab Hadits Qudsy Bayanullah Kitab Hadits Qudsy Bayanul Insan, dan Kitab Hadits Qudsy Bayanullah Hurubiyin, yang 3 Jilid dan terhimpun didalam Kitab Barencong kepunyaan Datu’ Sanggul dari Tanah Muning, tatakan Rantau ,Kalimantan Selatan. Dimaksudkan agar dapat kiranya kita menyempurnakan asal kejadian diri, asal kejadian dari agama Nabi Muhammad Saw, dan asal kejadian dari pada pengenalan diri (Mengenal Allah Swt) Sebab barang siapa, Ia tidak mengetahui akan asal muasal kejadian dirinya, maka tidaklah di pandang syah atau sempurna sekalian amal ibadahnya . Inilah maqom Khas atau maqom Rahasia, yaitu Rahasia perjalanan Ilmu Haq Allah ta’ala atau dapat juga kita menyebutnya dengan sebutan Maqom perjalanan Baginda Rosulullah Saw, kedudukannya satu tingkat diatas Maqom ke-tujuh, yaitu maqomnya orang-orang Laduni didalam perjalanan 99. Disebut ” Maqom Rahasia Perjalanan Ilmu Haq Allah ta’ala ”, oleh karena pada Maqom ini yang dibahas, dibicarakan dan dikupas adalah mengenai suatu Risalah yang Haq, apa sesungguhnya yang telah dipertaruhkan oleh Allah Swt atas diri kita ini, siapa Allah Swt itu sesungguhnya ...?, dan ......siapa diri kita ini sebenarnya...?.
Allah Swt telah berfirman didalam Al-Qur‟an : ” Aku Ciptakan Manusia itu dalam bentuk yang paling sempurna lagi mulia,namun apabila Ia ingkar kepadaku, maka akan Aku lemparkan ia pada tempat yang paling hina, bahkan amat hina dari yang hina ” Kesempurnaan dan kemuliaan dimata Allah Swt baru akan kita peroleh apabila kita mampu mengenal akan diri kita yang sesungguhnya, yaitu mengenal diri yang sebenar-benarnya diri, namun kita akan dipandang hina, sehina-hinanya dimata Allah Swt apabila kita tidak mau mengenal atau tidak tahu siapa diri kita ini yang sebenarnya. Kecelakaan besar dan rugi besarlah sesungguhnya diri kita ini apabila selama ini kita menyaqini sesuatu, sementara apa yang kita yaqini itu sesungguhnya salah dan keliru, menganggap Tuhan apa yang sebenarnya bukan Tuhan, mengangkat saksi sementara yang kita persaksikan itu sendiri kita tidak tahu, dan seterusnya...dan seterusnya. Jika ini yang terjadi, maka kitalah orang yang munafiq, kitalah orang yang ingkar sesungguhnya, artinya Rukun Iman dan Rukun Islam kita LAYAK UNTUK DI PERTANYAKAN silahkan Anda renungkan kembali....! Kemudian dikatakan ” Maqom Perjalanan Baginda Rosulullah Saw ”, oleh karena kita meyaqini dengan sepenuh hati bahwa Agama yang dibawa oleh Rosulullah Saw adalah benar dan sempurna, yaitu Islam ( agama Fitrah). Allah Swt telah berfirman didalam Al-Qur‟an : “ Barang siapa mencari Agama selain Agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (Agama itu) dari pada-Nya, dan diakherat (mereka) termasuk orang-orang yang rugi “. ( QS : Ali Imran, 85 ) “ Sesungguhnya Agama yang syah pada pandangan Allah, ialah Islam “ ( QS : Ali Imran, 19 ). Jika diatas tadi disebutkan bahwa maqom ini adalah Maqom Perjalanan Baginda Rosulullah Saw, maka jelaslah bahwa sudah bahwa setelah Maqom ini tidak akan ada Maqom lagi , artinya inilah Maqom yang terakhir, karna Rosulullah Saw sendiri dijahirkan kemuka bumi ini adalah sebagai penutup para Nabi dan Rosul, bahkan lebih dari pada itu, yaitu sebagai Rahmat bagi semesta Alam. Allah Swt berfirman dalam Al-Qur‟an : “ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rosulullah itu Suri Tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (Rahmat) Allah, dan (kedatangan) Hari Qiyamat dan
ia banyak menyebut (nama) Allah “. (QS, Al-Ahzab : 21).
Materi didalam tahap sangat simpel, karna hanya ada 2 masalah pokok saja yang harus kita ketahui sepanjang usia kita, terlebih lagi disaat-saat menjelang ajal : Pertama, yaitu penyampaian Risalah Rahasia Diri yang sebenar-benarnya diri kita, Risalah inilah yang akan disampaikan pertama kali, disaat kita akan memulai perjalanan batin, dengan ber-halarat (duduk diatas kain putih yang ukurannya sama dengan ukuran tubuh kita jika kelak kita akan kembali kehadirat Allah Swt). Kain Putih disini hanya sebagai perlambang saja, yaitu lambang kesucian, karna Risalah yang akan disampaikan saat itu adalah suatu Risalah yang bersifat suci, sedangkan mendudukinya itu, bermakna kematian... maksudnya meninggalkan seluruh sifat-sifat kemanusiaan yang ada pada diri kita dan kita meyaqini betul bahwasannya seluruh yang kita miliki ini sesungguhnya bukan milik kita semata akan tetapi milik Allah Swt, untuk itu wajib kiranya kita kembalikan semua itu kepada-Nya. La haula walaa quwwata illaa billaah. Kedua, yaitu penyampaian Nama Tuhan yang sebenarnya, yang dikomunitas kami, disandikan dengan ” Air Setitik ”. Penyampaian atau penjatuhan Air Setitik ini pun hanya dapat disampaikan 2 kali saja dalam kurun waktu 1 tahun dan penjatuhan Air setitik ini pun hanya dapat disampaikan 2 kali saja ,yaitu pada malam Nisfu Sya‟ban dan malam Wukuf Arafah, tidak ada waktu dan hari yang lain selain dikedua waktu itu. Adapun pokok-pokok Risalah atau jalan untuk sampai pada pengenalan akan diri yang dimaksud, adalah : 1. Mengenal asal muasal diri. 2. Mengenal diri yang sebenar-benarnya diri, dan 3. Mematikan diri. Ketiga masalah tersebut diatas itu merupakan komponen-komponen utama yang harus dilalui secara berurutan dan Ia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Bagaimana mungkin kita bisa mengenal akan diri, kalau sekiranya kita sendiri tidak tau, darimana dan bagaimana sesungguhnya asal muasal kejadiannya, begitu pula selanjutnya, bagaimana mungkin kita dapat mengenal akan diri jika didalam diri kita itu masih bersemayam nafsu-nafsu ke-aku-an, silahkan anda renungkan sendiri. Anda mungkin juga meminati: Edisi IV Edisi VIII Edisi VI
Edisi IV
Bermula agama itu ialah dengan mengenal akan Allah, Tuhan seru sekalian alam. Tempat seluruh umat manusia(baik yang beriman maupun yang tidak) bergantung dari segala harapan dan pengharapan. Dan tidaklah dipandang dan dianggap seseorang itu beragama sebelum ia mampu dan dapat mengenal Allah sebaik-baik dan sebenar-benarnya pengenalan. Jika demikian dapat dipastikan bahwa seluruh ibadah dan peribadatan yang dulu kita lakukan hingga sekarang dan sampai pada masa yang akan datang dianggap tidak syah karena arah yang tidak pasti ibadah dan peribadatan itu akan ditujukan kemana. Sementara yang kita tahu, yang kita yakini selama ini hanya sebatas dan sekedar nama saja tanpa tahu sebenarnya yang punya nama dan ujudnya. Dengan demikian sia-sialah apapun yang kita lakukan. "Allah" adalah himpunan huruf-huruf hijaiyah yang berangkai dalam satu kesatuan kata yang kita imani dan yakini sebagai nama dari Tuhan yang teramat sakral, dan diatas dari segala yang Ada. Coba kita tingkatkan pemahaman kita tentang Allah itu setingkat dari pemahaman kita yang ada. Apakah dan siapakah Allah itu? Demi Zat yang menguasai setiap sesuatu. "Allah" itu hanyalah sekedar nama saja, nama dari sekian nama Tuhan yang umum disebut Asmaul Husna (Nama-nama yang terpuji). Sedangkan "Tuhan" adalah suatu gelar kebesaran atau pangkat saja. JIka memang demikian, bagaimanakah ibadah dan peribadatan kita itu? Apakah hanya ditujukan pada nama dan pangkat saja? Tidakkkah terlintas didalam lubuk hati ini untuk dapat tahu dan kenal dengan yang bernama "Allah", yang berpangkat "Tuhan"? Maksudnya adalah, mana ujudnya, yang bernama Allah dan berpangkat Tuhan? Demi zat yang menguasai setiap sesuatu. Sudah menjadi hukum hidup dan kekal adanya, jika ada nama ada gelar dan pangkatnya. Sudah barang tentu ada ujudnya. Dan sangat mustahil jika ada nama, ada gelar dan pangkatnya tapi ujudnya tidak ada. Begitupun sebaliknya, mustahil ada ujud namun tidak ada nama, gelar atau pangkatnya karena nama dan empunya merupakan satu kesatuan mata rantai yang tidak bisa dipisah-pisahkan walaupun dengan alasan apapun juga. Apalagi sempat terlintas pengakuan kita didalam hati bahwa Allah itu ghaib adanya...na uju billlahi min jalik... Ini merupakan persepsi yang keliru karena sesunggguhnya Allah itu nyata adanya. Justru manusialah yang sesungguhnya ghaib. Dan yang ghaib itu sendiri akan nyata dengan adanya yang nyata. Oleh sebab itulah maka wajib bagi kita beriman, untuk mengetahui, dan mengenal Allah. Bukan hanya sebatas dan sekedar kenal nama dan pangkatnya saja...akan tetapi samar dan kabur ujudnya. Jika demikian, betapa rugi, bodoh dan celakanya kita. Hakekat kita mengenal dan tahu akan nama dan si empunya nama , adalah agar kita bisa dan
dapat beroleh ma'rifat kepadanya. Sehingga seluruh aktifitas ibadah dan peribadatan yang kita lakukan siang-malam sebatas usia kita tersebut jangan sampai ada yang sia-sia dan tiada hasil. Terlebih lagi karena kurangnya ilmu tentang pengenalan kepadanya, tanpa sadar kita telah masuk dan hanyut serta tenggelam didalam samudra kesyirikan. Merasa setiap ibadah dan peribadatan yang telah kita lakukan sudah sampai pada puncak kebenaran yang hakiki. Namun sesungguhnya dinding tebal telah menjadi tirai dari kebenaran yang hakiki itu. Tanpa sadar kesyirikan menjadi kawan akrab disetiap langkah. Baik itu syirik jalli, sirik khafi, dan syirik khafi wal khafi. * Syirik jalli adalah syirik pada perbuatan. * Syirik khafi adalah syirik atau kesyirikan yang terlintas dalam hati. * Syirik khafi wal khafi adalah syisrik pada akuan/ perasaan kita. Jika ada salah satu saja atau bahkan ketiga kesyirikan itu melekat pada diri kita, maka hal ini merupakan suatu perbuatan yang sangat buruk dan terkutuk. Dan tiada obat ataupun ampunannya kecuali dengan jalan meleburkan akan diri ke akuannya. Coba kita perhatikan dan renungkan baik-baik, dengan tanpa membawa ego atau kenafsuan diri, kita tilik dengan seksama uraian berikut. Katakan benar jika memenag kebenaran itu nampak dan nyata adanya. Namun jika kebenaran itu tidak nyata dan jelas maka jangan engkau pikirkan dan buang jauh-jauh supaya jangan menjadi fitnah yang besar. Diawal sudah kita smpaikan bahwa "Allah" itu adalah sebuah nama atau identitas dari suatu diri. Tugas kita selanjutnya adalah dengan mencari ujudnya. Demi zat yang menguasai segala sesuatu. Bahwa bunyi "Allah" itu seandainya kita tidak berucap dan menyatakan, maka bunyi "Allah" tidak akan pernah ada. Tetapi karena kita berucap dan menyatakan "Allah" maka bunyi "Allah" itu ada. Adakah bunyi "Allah" jika kita tidak berucap atau menyatakan, tentu tidak pernah ada, bukan? Allah Swt berfirman: "Aku disisi sangka hambaku dengan dia aku" Maksudnya: Kalau si hamba itu tidak manyangka aku, berarti aku tidak pernah ada, akan tetapi oleh karena hamba itu berkata itu Allah (Allah itu ada) maka nyatalah aku ada. Intisarinya adalah sebagai berikut: Jika Allah itu ada, maka hamba itu tidak pernah ada.
Jika hamba ada, maka Allah tidak akan ada. Karena jika kita hamba, mana Allah? Maka sebaliknya jika aku Allah, mana hamba? Silahkan renungkan dan kaji lebih dalam dan apabila tidak jelas, minta dan tanyalah kepada ahli yang memang menguasai hal tersebut diatas. Namun yang paling jelas, jawaban yang paling benar hanya ada pada diri anda saja! Itulah ma'rifat. Adapun referensi yang dapat dijadikan bahan acuan untuk berjalan kesana adalah sebagai berikut: Bunyi "Allah" itu terdiri dari huruf Alif, Lam awal, Lam akhir, dan Haa yang berhimpun dan perhimpunannya itu bermula pada waktu KUN awal yang mana disana menyebabkan adanya syahadat dan taubat. Yang juga menyebabkan turun dan jahirnya empat huruf utama yaitu Alif, Nun, Mim, dan Tha yang menyebabkan adanya maqom-maqom didalam perjalanan 99(Sembilan Puluh Sembilan) yang maqom tertingginya ada di mqom kedelapan (8) yaitu maqom khas atau maqom ilmu tentang Allah ta'ala. Atau bisa juga disebut maqom perjalanan Baginda Rasulullah Saw. ( Keterangan maqom kedelapan(8) ini tidak kami kupas dan hanya berlaku bagi kalangan Air Setitik Community saja). Adapun tajallinya huruf Alif, Lam awal, Lam akhir, dan Haa itu berlangsung pada saat Allah itu sendiri tajalli pada Gaibul Hawiyah, sebab begitu Allah Swt itu tajalli di Goibul Hawiyah, Allah membawa huruf Alif, Lam awal, Lam akhir dan Haa. Sedang tajallinya Allah apada Gaibul Mutallaq, disini Allah Swt membawa Zat, Sifat, Asma dan Af'al. Disini juga Allah Swt mengadakan sifat Nur dan mengadakan dua nama yaitu Kun Sa dan Kun Zat. Kun Sa adalah titik dari Nur Muhammad yang diatas Arasy yang meliputi tujuh petala langit dan mengadakan satu nama yaitu nama awal-awal Nur Muhammad. Sedangkan Kun Zat adalah titik dari Nur Muhammad yang ada dibawah Arasy yang meliputi tujuh petala bumi dan mengadakan nama yaitu nama awal-awal ummat. Adapun arasy itu sendiri bukan berada di langit maupun dibumi, tetapi arasy itu ada dalam diri kita. Proses selanjunya: * Zat maujud kepada huruf Alif. *
Sifat maujud kepada huruf Lam awal. * Asma maujud kepada huruf Lam akhir. * Af'al maujud kepada huruf Haa. Huruf-huruf itulah yang menjadi bunyi "Allah", yaitu: * Alif itu Zat bagi Allah yang menjadikan Rahasia bagi Muhammad dan menjadikan Cahaya kepada kita. * Lam awal itu Sifat bagi Allah menjadikan Tubuh kepada Muhammad dan menjadikan Ruh kepada kita. * Lam akhir itu Asma bagi Allah menjadikan Ilmu bagi Muhammad dan menjadikan Hati bagi kita. * Haa itu Af'al bagi Allah menjadikan Kelakuan pada Muhammad dan menjadikan Jasad pada kita. Dari sekelumit penjelasan ini, jika dikembalikan kepada Tauhid, maka itulah kenyataan dirinya. Esa tiada yang lain. Esa pada Zatnya, Esa pada Sifatnya, Esa pada Asmanya, dan Esa pada Af'alnya. Karena: * Zat itu tiada lain adalah Dirinya. * Sifat itu tiada lain adalah Rupanya. * Asma itu tiada lain adalah Namanya. * Af'al itu tiada lain adalah Kelakuannya. Jadi bunyi "Allah" itu tiada lain hanya sekedar nama, yaitu nama kita semenjak didalam rahim ibu. Pada saat usia kandungan 3 bulan 10 hari. Sedangkan Ta'ala itu tiada lain adalah nama kita juga saat usia kandungan mencapai 8 bulan 10 hari. Anda mungkin juga meminati: Edisi VII Edisi VIII
Edisi VI
Edisi VI Mengenal diri yang sebenar-benarnya diri. Berbicara mengenai pengenalan diri yang sebenar-benarnya diri tentunya tidak akan lepas kita dengan Dua Ilmu Allah, yaitu : * Ilmu Tasawuf * Ilmu Sifat 20 Bagi orang yang awam, kedua Ilmu Allah itu sangat ditakuti, sebab katanya salah-salah kita mengkajinya maka kita akan menjadi gila. Sesungguhnya pandangan seperti itu sangatlah keliru besar….!, seandainya itu memang terjadi pada setiap santri yang mengkaji kedua Ilmu Allah itu, maka dapat dipastikan bahwa apa yang dikajinya itu sangatlah keliru dan menyimpang dari kaidah yang sebenarnya. Justru Agama kita sangat menganjurkan kepada kita untuk masuk dan mempelajari kedua ilmu Allah itu dengan baik dan benar, karena kedua ilmu itu yang akan dapat menghantarkan diri kita untuk sampai kepada pengenalan akan diri dan tuhan yang sebenarnya. Dibawah ini adalah beberapa dasar yang menerangkan tentang perlunya kita untuk mengenal diri, yaitu Sbb : "Sesungguhnya diri anak Adam itu adalah dosa yang besar, terkecuali ia mengetahuinya". (Hadits Rosulullah Saw) "Barang siapa mengenal akan dirinya, niscaya ia akan mengenal akan tuhannya mengenal akan tuhannya niscaya binasalah dirinya". (Hadits Qudsy) "Barang siapa menuntut jalan kepada Allah dengan lain dari pada mengenal akan diri dengan sebenar-benarnya pengenalan, sesungguhnya sesat yang amat jauhlah ia dengan tuhannya". ( Ijma ulama ) "Aku adalah gudang yang tersembunyi, aku suka jika aku dikenal, lalu aku ciptakan makhluk supaya ia mengenal akan aku". (Hadits Qudsy) Bermula mengenal diri yang sebenar-benarnya diri itu, adalah ketahui dahulu olehmu akan sifatsifat wajib bagi Allah yang 13 dan 7 sifat Allah yang ada pada dirimu. Sedangkan jalannya adalah Tasawuf. Apa sesungguhnya Tasawuf itu……..????. Baik kita mulai dari Sifat-sifat wajib bagi Allah yang 13 dan 7 sifat Allah yang ada pada diri kita, Sbb :
Sifat Nafsiyah. Sifat Nafsiyah artinya Sifat yang wajib bagi Zat, yaitu: * Wujud. Jika ada sifat Nafsiyah, tentunya juga akan ada Diri Nafsiyah, bagaimana menurut anda? Sifat Salbiyah. Sifat Salbiyah artinya Sifat menolak yang tiada layak bagi Zat , yaitu : * Qidam * Baqa * Mukhalafatuhu ta‟ala lil khawadits * Qiyamuhu ta‟ala binafsih * Wahdaniyat. Jika ada Sifat Salbiyah tentu akan ada pula Diri Salbiyah, bagaimana menurut anda?. Sifat Ma‟ani. Sifat Ma‟ani artinya berdiri ia kepada yang mawujud, yaitu : * Qudrat……Kuasa * Iradat ……Berkehendak * Ilmu……...Tahu * Hayat…….Hidup * Sama……..Mendengar * Basyhar…..Melihat * Kalam…….Berkata-kata. Jika ada sifat Ma‟ani tentu akan ada juga Diri Ma‟ani, bagaimana ini menurut anda? Sifat Ma‟nawiyah. Sifat Ma‟nawiyah artinya yang wajib bagi Zat, dikarenakan dengan sesuatu sebab, yaitu * Qodirun ………… yang Kuasa * Muridun………… yang Berkehendak * Alimun ………… yang Mengetahui * Hayyun ………… yang Hidup * Sami‟un …………yang mendengar * Basyhirun ……….yang Melihat * Muttakallimun … yang Berkata-kata. Jika ada sifat Ma‟nawiyah tentu akan ada pula Diri Ma‟nawiyah, bagai mana ini menurut anda? Silahkan anda simak dan renungkan dengan baik, apa dan bagaimana maksudnya, kalau ada sifat
nafsiyah, sifat salbiyah, sifat ma‟ani dan sifat ma‟nawiyah tentu juga akan ada yang disebut dengan diri nafsiyah, diri salbiyah, diri ma‟ani dan diri ma‟nawiyah. Sedangkan Tasawuf itu sendiri adalah jalannya. Secara garis besar tasawuf itu bagi kami tdak ubahnya seperti proses perjalanan 3 huruf hijaiyah Jim, kha, dan kho. ( ج, ح, ) خ. Huruf Jim. ( ) ج huruf jim itu titiknya ada didalam huruf, maksudnya mengisyaratkan kepada kita bahwa pada diri manusia itu penuh dengan dosa dan kesalahan, penuh dengan nafsu-nafsu keakuan. Seakan-akan seluruh aktivitas kehidupan ini menjadi kuasa manusia semata. Merasa manusia yang kuasa, manusia yang berkehendak, manusia yang mengetahui, manusia yang hidup, manusia yang mendengar, manusia yang melihat dan manusia yang berkata kata, perasaan-perasaan yang seperti ini akan timbul dikarenakan ketidak tahuan kita tentang siapa diri kita ini yang sebenarnya. Allah Swt berfirman didalam Hadits Qudsy, menyerukan kepada seluruh manusia yang beriman kepadanya untuk melihat kebelakang, melihat dan mempelajari tentang asal muasal diri ini ……. (masuk pada jalan pertama untuk berawaluddin ma‟rifatullah). Huruf kha. ( ) ح Huruf Kha itu sama sekali tidak memiliki titik, baik itu didalam huruf maupun diluar huruf. Maksudnya mengisyaratkan kepada kita semua tentang sebuah kebimbangan dan keragu-raguan yang akan membawa diri kita pada suatu pertanyaan besar dan mendasar yang membutuhkan jawaban segera dan pasti. Siapakah sebenarnya tuhan itu dan siapakah sebenarnya diri ini…..?, sekiranya aku ini tuhan dimanakah hamba itu….?, begitu pula sebaliknya sekiranya aku ini hamba dimanakah tuhan itu….?. Untuk menjadikan tolak ukur yang pasti dan menjadikan dasar pegangan dalam kehidupan ini, Allah Swt telah berfirman didalam Hadits Qudsy yang berbunyi : ”Kenalilah akan dirimu niscaya kamu akan kenal dengan-Ku”. (ini adalah janji Allah kepada kita, dan sangat mustakhil jika Allah akan ingkar janji) Allah Swt juga berseru: ”Jangan kamu mencari Aku karna Aku sudah laitsya pada dirimu dan pasti engkau tidak akan Pernah menemukan Aku, tapi cari taulah engkau tentang siapa dirimu yang sebenarnya” (masuk pada jalan kedua untuk berawaluddin ma‟rifatullah). Huruf Kho ( ) خ Huruf Kho itu titiknya berada diluar huruf, maksudnya mengisyaratkan kepada kita bahwa, apabila rahasia Allah itu telah sampai padamu maka tidak akan pernah ada lagi keragu-raguan lagi atas dirimu seluruhnya menjadi pasti. Allah Swt berfirman didalam Al-Qur‟an : "Setiap sesuatu yang bernyawa pasti akan mengalami kematian".
Didalam Hadits Qudsy, Allah Swt juga berfirman : "Rasakanlah olehmu Mati sebelum kematian yang sebenarnya itu kamu rasakan (datang padamu. Jika engkau akan datang kepada-Ku, maka matikanlah seluruh rasa yang ada pada dirimu dan kembalikan semuanya kepada-Ku". Sesungguhnya dirimu itu sebenarnya sudah mati sejak awal yaitu, ketika dirimu terlahirkan kedunia yang fana /lenyap/hancur dan binasa ini namun oleh karna pada dirimu itu bersemayam rasa dan perasaan yang bermahkotakan nafsu, maka kamu merasa hidup……. (masuk pada jalan ketiga untuk berawaluddin ma‟rifatullah). Selain dari keterangan diatas dapat juga diurai berdasarkan huruf-hurufnya yang ada pada katakata TASAWUF, yaitu : Ta……( ) ت Shot…...( ) ص Waw…..( ) و Fha……( ) ف Adapun pengartiannya kurang lebihnya adalah Sbb : Huruf Ta ( ) ت Huruf Tha itu adalah Tajrid, artinya Menghilangkan Apa yang dihilangkan…..?, yaitu : * Tajrid kepada Dunia * Tajrid kepada Manusia * Tajrid kepada Hawa Nafsu. Huruf Shot ( ) ص Huruf Shot itu adalah Shafa, artinya Bersih. Apa yang dibersihkan…..?, yaitu : * Bersih dari keinginan Dunia * Bersih dari pada amarah dan senantiasa bersyukur, sabar dan tabah. * Bersih dari pada da‟wa sangka selain dari pada Allah Swt. Huruf Waw ( ) و Huruf waw itu adalah Wafa, artinya memelihara. Apa yang dipelihara……?, yaitu: * Memelihara Syareat * Memelihara, menuntut pahala
* Memelihara dari pengenalan selain kepada Allah Swt. Huruf Fha ( ) ف Huruf Fha itu adalah Fana, artinya Lenyap atau Hapus. Apa yang difanakan……?, yaitu : * Fana Ilmu * Fana Ain * Fana Haq * Fana Af‟al * Fana ASma * Fana Sifat * Fana Zat. Demikian yang dapat kami sampaikan mengenai tasawuf berdasarkan huruf-huruf yang dikandungnya. Dengan kita mengetahui arti tasawuf, diri kita akan menjadi ( Men- Zat-di ) Faqir, yaitu: * Fha ( ) فitu Fana /hapus * Qop ( ) قitu Qona‟ah/ rutin * Ra ( ) رitu Ridho/ikhlas. Demikian dahulu kajian kita pada kesempatan ini, semoga Allah Swt senantiasa melimpahkan Rahmat dan Nikmat-Nya sehingga kita didalam kesehariannya senantiasa didalam keadaan Nyaman, Nyaman yang senyaman-nyamannya. Kepada teman-teman yang sudah terlalu lama menunggu dan menantikan episode ini melalui Air Setitik, maka pada kesempatan yang berbahagia ini dan dengan segala kekurangan serta kelemahan yang ada pada kami, kami menghaturkan ampun dan maaf yang sebesar-besarnya, semoga saja kajian yang kami sampaikan ini akan bermanfaat bagi kita semua terutama sekali bagi diri saya pribadi sebagai penulis sekaligus penyampai. Sebagai manusia tentunya kita tidak akan pernah luput dari khilaf dan salah, untuk itu sekiranya ada penyampaian kami yang keliru dan keluar dari norma dan kaidah Agama, maka dengan senang hati kami siap menerima pembetulannya, semoga kajian ini menjadikan Ibadah……….. amin ya robbal „alamin. Anda mungkin juga meminati: Edisi VIII Edisi VII Edisi IV
Edisi VII
Mengenal Diri yang sebenar-benarnya Diri. (Bagian kedua Pencetusan Api Ma‟rifattullah didalam kalimah “ALLAH”) Pada edisi yang lalu, telah kami sampaikan garis besar, tentang 2 buah Ilmu Allah ta‟ala yang wajib untuk kita ketahui, yaitu Ilmu Tasawuf dan Ilmu Sifat 20, sebagai pengantar Awal untuk masuk pada perjalanan batin, yaitu pengenalan diri, mengenal diri yang sebenar-benarnya diri. Pada edisi saat ini, mari kita bersama-sama mengkaji kalimah atau lafald “ ALLAH “ pada pandangan Ma‟rifat, yaitu mencetuskan api ma‟rifattullah didalam kalimah “ALLAH” Apa dan bagaimana itu mari kita simak bersama. Bermula sebelum banyak hal yang tersampaikan, izinkanlah kami memohon ampun dan maaf yang sebesar-besarnya, (lahir dan batin/dunia dan akhirat) sekiranya pada risalah itu kita semua akan banyak dihadapkan dengan beberapa kata dan pernyataan yang sangat musykil untuk didengar dan tidak patut rasanya untuk diutarakan. Untuk itu kami dari Tim Air Setitik memohon dengan sangat kepada kita semua agar apa yang ada didalam risalah ini, benar-benar dapat dipahami dan dipelihara serta disimpan sebaikbaiknya pada amaliyah kita sehari-hari.. Jangan kiranya kita mempertentangkan perbedaan pendapat tentang kebenaran, akan tetapi mari kita bersama-sama mengambil hikmah yang ada dibaliknya. Dengan berlindung kepada Allah Swt, Pencetusan Api Ma‟rifattullah dalam kalimah “ALLAH” saya awali. Syahdan, nama Allah itu tidak akan pernah dapat dihilangkan, sebab nama Allah itu akan menjadikan Zikir bagi para Malaikat, Zikir para burung, Zikir para binatang melata, Zikir tumbuh-tumbuhan dan Zikir dari Nasar yang 4 (tanah, air, angin dan api) serta zikir segala makhluk yang ada pada 7 lapis langit dan 7 lapis bumi, juga zikir makhluk yang berdiam diantara langit dan bumi. (buka…..Al-Qur‟an, Surah At-thalaq, ayat 1). Adapun zikir para makhluk Allah yang kami sebutkan tadi tidaklah sama logatnya, dan tidak sama pula bunyi dan bacaannya. Tidak sedikit para akhli Sufi dan para wali-wali Allah yang telah mendengar akan bunyi zikir para makhluk itu, sungguh sangat beraneka ragam bunyinya. Dalam Kitab Taurat, nama Zat yang maha Esa itu ada 300 banyaknya yang ditulis menurut bahasa Taurat, dalam Kitab Zabur juga ada 300 banyaknya nama Zat yang maha esa itu yang ditulis dengan bahasa Zabur. Dalam Kitab Injil juga ada 300 banyaknya nama Zat yang Esa itu yang ditulis dengan bahasa Injil, dan dalam Kitab Al-Qur‟an juga ada 99 nama Zat yang esa itu ditulis dalam bahasa Arab. Jika kita berhitung maka dari keempat kitab itu yang ditulis berdasarkan versinya, maka akan ada 999 nama bagi zat yang maha esa itu, dari jumlah tersebut maka yang 998 nama itu, adalah nama dari Sifat Zat yang maha Esa, sedangkan nama dari pada Zat yang maha esa itu hanya satu saja, yaitu “ ALLAH ”.
Diterangkan didalam Kitab Fathurrahman, berbahasa Arab, yaitu pada halaman 523. disebutkan bahwa nama Allah itu tertulis didalam Al-Qur‟an sebanyak 2.696 tempat. Apa kiranya hikmah yang dapat kita ambil mengapa begitu banyak nama Allah, Zat yang maha Esa itu bagi kita…? Allah, Zat yang maha esa, berpesan : “ Wahai Hambaku janganlah kamu sekalian lupa kepada namaku “ Maksudnya : Allah itu namaku dan Zatku, dan tidak akan pernah bercerai, Namaku dan Zatku itu satu. Allah Swt juga telah menurunkan 100 kitab kepada para nabi-nabinya, kemudian ditambah 4 kitab lagi sehingga jumlah keseluruhan kitab yang telah diturunkan-Nya berjumlah 104 buah kitab, dan yang 103 buah kitab itu rahasianya terhimpun didalam Al-Qur‟annul karim, dan rahasia Al-Qur‟annul karim itu pun rahasianya terletak pada kalimah “ALLAH”. Begitu pula dengan kalimah La Ilaha Ilallah, jika ditulis dalam bahasa arab ada 12 huruf, dan jika digugurkan 8 huruf pada awal kalimah La Ilaha Ilallah, maka akan tertinggal 4 huruf saja, yaitu Allah. Ma‟na kalimah ALLAH itu adalah sebuah nama saja, sekalipun digugurkan satu persatu nilainya tidak akan pernah berkurang, bahkan akan mengandung ma‟na dan arti yang mendalam, dan mengandung rahasia penting bagi kehidupan kita selaku umat manusia yang telah diciptakan oleh Allah Swt dalam bentuk yang paling sempurna. ALLAH jika diarabkan maka Ia akan berhuruf dasar Alif, Lam diawal, Lam diakhir dan Ha. Seandai kata ingin kita melihat kesempurnaannya maka gugurkanlah satu persatu atau huruf demi hurufnya. · Gugurkan huruf pertamanya, yaitu huruf Alif () ا, maka akan tersisa 3 huruf saja dan bunyinya tidak Allah lagi tetapi akan berbunyi Lillah, artinya bagi Allah, dari Allah, kepada Allahlah kembalinya segala makhluk. · Gugurkan huruf keduanya, yaitu huruf Lam awal () ل, maka akan tersisa 2 huruf saja dan bunyinya tidak lillah lagi tetapi akan berbunyi Lahu. Lahu Mafissamawati wal Ardi, artinya Bagi Allah segala apa saja yang ada pada tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi. · Gugurkan huruf ketiganya, yaitu huruf Lam akhir ( )ل, maka akan tersisa 1 huruf saja dan bunyinya tidak lahu lagi tetapi Hu, Huwal haiyul qayum, artinya Zat Allah yang hidup dan berdiri sendirinya. Kalimah HU ringkasnya dari kalimah Huwa, sebenarnya setiap kalimah Huwa, artinya Zat, misalnya : Qul Huwallahu Ahad., artinya Zat yang bersifat kesempurnaan yang dinamai Allah. Yang
dimaksud kalimah HU itu menjadi berbunyi AH, artinya Zat. Bagi sufi, napas kita yang keluar masuk semasa kita masih hidup ini berisi amal bathin, yaitu HU, kembali napas turun di isi dengan kalimah ALLAH, kebawah tiada berbatas dan keatas tiada terhingga. Perhatikan beberapa pengguguran – pengguguran dibawah ini : Ketahui pula olehmu, jika pada kalimah ALLAH itu kita gugurkan Lam ( ) لpertama dan Lam (ل ) keduanya, maka tinggallah dua huruf yang awal dan huruf yang akhir (dipangkal dan diakhir), yaitu huruf Alif dan huruf Ha (dibaca AH). Kalimah ini (AH) tidak dibaca lagi dengan nafas yang keluar masuk dan tidak dibaca lagi dengan nafas keatas atau kebawah tetapi hanya dibaca dengan titik. Kalimah AH, jika dituliskan dengan huruf Arab, terdiri 2 huruf, artinya dalam bahasa disebutkan INTAHA (Kesudahan dan keakhiran), seandai saja kita berjalan mencari Allah tentu akan ada permulaannya dan tentunya juga akan ada kesudahannya, akan tetapi kalau sudah sampai lafald Zikir AH, maka sampailah perjalanan itu ketujuan yang dimaksudkan. (Silahkan bertanya kepada akhlinya) Selanjutnya gugurkan Huruf Awalnya, yaitu huruf ALIF dan gugurkan huruf akhirnya, yaitu huruf HA, maka akan tersisa 2 buah huruf ditengahnya yaitu huruf LAM pertama (Lam Alif) dan huruf LAM kedua ( La Nafiah). Qaidah para sufi menyatakan tujuannya adalah Jika berkata LA (Tidak ada Tuhan), ILLA (Ada Tuhan), Nafi mengandung Isbat, Isbat mengandung Nafi tiada bercerai atau terpisah Nafi dan Isbat itu. Selanjutnya gugurkan huruf LAM kedua dan huruf HU, maka yang tertinggal juga dua huruf, yaitu huruf Alif dan huruf Lam yang pertama, kedua huruf yang tertinggal itu dinamai Alif Lam La‟tif dan kedua huruf itu menunjukkan Zat Allah, maksudnya Ma‟rifat yang sema‟rifatnya dalam artian yang mendalam, bahwa kalimah Allah bukan NAKIRAH, kalimah Allah adalah Ma‟rifat, yakni Isyarat dari huruf Alif dan Lam yang pertama pada awal kalimah ALLAH. Gugurkan tiga huruf sekaligus, yaitu huruf LAM pertama, LAM kedua, dan HU maka tinggallah huruf yang paling tunggal dari segala yang tunggal, yaitu huruf Alif (Alif tunggal yang berdiri sendirinya). Berilah tanda pada huruf Alif yang tunggal itu dengan tanda Atas, Bawah dan depan, maka akan berbunyi : A.I.U dan setiap berbunyi A maka dipahamhan Ada Zat Allah, begitu pula dengan bunyi I dan U, dipahamkan Ada Zat Allah dan jika semua bunyi itu (A.I.U) dipahamkan Ada Zat Allah, berarti segala bunyi/suara didalam alam, baik itu yang terbit atau datangnya dari alam Nasar yang empat (Tanah, Air, Angin dan Api) maupun yang datangnya dan keluar dari mulut makhluk Ada Zat Allah. Penegasannya bunyi atau suara yang datang dan terbit dari apa saja kesemuanya itu berbunyi ALLAH, nama dari Zat yang maha Esa sedangkan huruf Alif itulah dasar (asal) dari huruf Arab
yang banyaknya ada 28 huruf. Dengan demikian maka jika kita melihat huruf Alif maka seakan-akan kita telah melihat 28 huruf yang ada. Lihat dan perhatikan sebuah biji pada tumbuh-tumbuhan, dari biji itulah asal usul segala urat, batang, daun, ranting, dahan dan buahnya. Syuhudul Wahdah Fil Kasrah, Syuhudul Kasrah Fil Wahdah. Pandang yang satu kepada yang banyak dan pandang yang banyak kepada yang satu maka yang ada hanya satu saja yaitu satu Zat dan dari Zat itulah datangnya Alam beserta isinya. Al-Qur‟an yang jumlah ayatnya 6666 ayat akan terhimpun kedalam Suratul Fatekha, dan Suratul Fatekha itu akan terhimpun pada Basmallah, dan Basmallah itupun akan terhimpun pada huruf BA, dan huruf BA akan terhimpun pada titiknya (Nuktah). Jika kita tilik dengan jeli maka titik itulah yang akan menjadi segala huruf, terlihat banyak padahal ia satu dan terlihat satu padahal ia banyak. Selanjutnya Huruf-huruf lafald Allah yang telah digugurkan maka tinggallah empat huruf yang ada diatas lafald Allah tadi, yaitu huruf TASYDID (bergigi tiga, terdiri dari tiga huruf Alif) diatas Tasydid adalagi satu huruf Alif. Keempat huruf Tasydid itu adalah isyarat bahwa Tuhan itu Ada, maka wajib bagi kita untuk mentauhidkan Asma Allah, Af‟al Allah, Sifat Allah dan Zat Allah. Langkah terakhir gugurkan keseluruhannya, maka yang akan tinggal adalah kosong. LA SAUTUN WALA HARFUN, artinya tidak ada huruf dan tiada suara, inilah kalam Allah yang Qadim, tidak bercerai dan terpisah sifat dengan Zat. Tarku Mayiwallah (meninggalkan selain Allah) Zat Allah saja yang ada. La Maujuda Illallah (tidak ada yang ada hanya Allah). Sembilan kali sudah kita menggugurkan kalimah Allah, seandainya juga belum dapat dipahami maka tanyakanlah kepada akhlinya. Anda mungkin juga meminati: Edisi IV Edisi VI Edisi VIII
Edisi VIII Mengenal Diri yang sebenar-benarnya Diri. Bagian ketiga (terakhir) ” Barang siapa mengenal dirinya niscaya ia mengenal akan Tuhannya, kenal akan Tuhannya, maka binasalah jasadnya ” (Hadits Qudsy)
Salam Rahmat dan Nikmat, saudaraku semuanya. Edisi ini adalah merupakan kelanjutan dari Edisi ke 7 (Minggu, 28 Desember 2008) jalan ke 2, bagian ke 2, yaitu Pencetusan Api Marifatullah didalam kalimah ALLAH. Kalimah Allah yang telah dicetuskan dalam Api Ma‟rifatullah itu akan berhimpun pada Huruf yang tiga, yaitu huruf A, I, dan Huruf U. Ketiga huruf itulah yang menerangkan tentang keEsaan-Nya, yaitu Alif tunggal yang menyifat ke atas sehingga berbunyi A, Alif tunggal yang menyifat kebawah sehingga berbunyi I, Alif tunggal yang menyifat kedepan sehingga berbunyi U, Selanjutnya bagaimana jika Alif tunggal itu tidak sifat menyifat, apakah ada bunyinya, apakah ada suaranya dan apakah ada kalimahnya, jawabnya kami serahkan kepada anda sekalian, bagaimana kiranya anda menyikapinya. Ketahuilah olehmu, bahwasannya diri yang sebenar-benarnya diri itu adalah Hayat, dan yang sebenar-benarnya Hayat itu ialah Ruh, Ruh itu ialah Nyawa, Nyawa itu ialah Sifat, sifat itu ialah Nur Muhammad dan Nur Muhammad itulah Zat (Zat Hayat). Ketahui pula olehmu, bahwasannya Yang sebenar-benarnya Zat itu adalah Diri-Nya (Ujud-Nya) dan yang sebenar-benarnya Sifat itu adalah Rupa-Nya (Wajah-Nya) dan yang sebenar-benarnya Asma itu adalah Nama-Nya (Hati-Nya) dan yang sebenar-benarnya Af‟al itu adalah KelakuanNya (Fi‟il-Nya). Dengan demikian maka yang bernama Allah itu sebenarnya adalah Zat, Sifat, Asma dan Af‟al, sebab pada Lafadz Allah itu adalah sebagai berikut : Huruf Alif Allah itu masuk pada Zat, Huruf Lam Awal Allah itu masuk pada Sifat, Huruf Lam Akhir Allah itu masuk pada Asma dan Huruf Ha Allah itu masuk pada Af‟al, maka itulah yang bernama ALLAH. Jika memang diri itu Hayat (Ruh), hendaknya kita jangan berhenti pada Ruh saja, akan tetapi teruskan dan tembuskan pandanganmu itu kepada Hal dan Sifat Allah Ta‟ala. Sekiranya pandanganmu itu berhenti hanya kepada Nyawa saja, maka sesungguhnya kita salah dalam memahami pernyataan bahwa ” Diri itu Ruh ”. Sebab tatkala Ia Nasab bagi sekalian tubuh Nyawa namanya, tatkala Ia keluar masuk Napas namanya, tatkala Ia berkehendak Hati namanya, tatkala Ia percaya akan sesuatu Iman namanya, dan tatkala Ia dapat memperbuat sesuatu Akal namanya. Pohon Akal itu adalah Ilmu, inilah jalannya dan inilah yang disebut sebenar-benarnya diri. Jika demikian adanya maka dapat dikatakan bahwa sekarang ini kita hanya bertubuhkan Ruh sematamata. Mengapa demikian....? ” Kita ” disini sudah Fana lahir dan bathin kepada Ruh, disini jangan diartikan bahwa kita yang memfanakan diri, akan tetapi Fana itu dari Allah jua adanya, sedangkan kata ” Kita ” itu pun
sudah lebur kedalam Fana itu sendiri. Itu sebabnya jika ada orang yang mengatakan telah dapat dan mampu memfanakan diri akan tetapi Ia sendiri tidak tau dan tidak kenal akan dirinya, maka sesungguhnya itu omong kosong dan bohong besar saja, mengapa demikian...? Sebab jika seseorang itu tidak tau atau kenal siapa dirinya yang sesungguhnya, maka mau diFana-kan kemana dirinya itu......? Nyawa itu adalah Nur Muhammad, Nur Muhammad itu adalah Sifat, dan sifat itulah Hayat, akan tetapi ingat olehmu bahwasannya Ruh itu bukan Tuhan, tetapi tiada lain dari pada Tuhan, asalkan saja diteruskan kepada Zat dan Sifat. Jika ini dapat dipahami, maka jangan kamu cari lagi akan Ia, karna bila dicari lagi bukannya semakin dekat akan tetapi malah semakin jauh jadinya. Siapa saja yang telah sampai pada Maqom ini, pastilah Ia tidak akan mau mengatakan kata-kata Syareat, Tarekat, Hakekat, Makrifat, dan... Ahli Syareat tidak bersyareat lagi, ahli Tarekat tidak bertarekat lagi, ahli Hakekat tidak berhakekat lagi, ahli Makrifat...tidak bermakrifat lagi...silahkan direnungkan. Seseorang yang sampai kepada Tuhan, Ia tidak tahu lagi akan dirinya, dan tidak tahu lagi siapa Tuhannya. Emas, Pasir , Syurga, Neraka... sama saja. Ia lebih senang Diam. Karena diam itu adalah kedudukan Tuhan yang maha Agung dan maha Mulia serta maha Tinggi. Sebagai tambahan agar kita benar-benar mengenal akan diri yang sebenar-benarnya diri, maka ketahuilah olehmu : Rosulullah Saw bersabda: ” Aku Adalah Bapak dari segala Ruh sedangkan Adam itu adalah Bapak dari sekalian Batang Tubuh ”. Batang Tubuh manusia itu dijadikan oleh Allah Swt dari pada Tanah. ” Aku jadikan Insan (Adam) itu dari pada Tanah ”. ( Al-Qur‟an) Tanah itu dari pada Air, Air itu dijadikan dari pada Nur Muhammad. Dengan demikian maka nyatalah bahwasannya Batang Tubuh dan Ruh kita ini jadi dari pada Nur Muhammad, maka Muhammad Jua Namanya, tiada yang lain. Sesungguhnya tubuh kita yang kasar ini tidak akan pernah dan tidak akan dapat mengadakan pengenalan kepada Allah melainkan dengan Nur Muhammad jua. Itulah sebabnya maka dinamakan Pohon Bustah artinya yang hampir pada ujudnya.
Adapun ujud itu, adalah ujud Allah ta‟ala jua adanya, sekali-kali jangan ada ujud yang lain dari pada ujud Allah ta‟ala, itulah yang sebenar-benarnya diri, begitu pula dengan kelakuan, jangan ada yang lain, karena tidak ada kelakuan yang lain selain kelakuan Allah ta‟ala. Sebab kalimah ” Faqad Arafah ” itu tiada akan menerima salah satu, melainkan suci zahir dan bathin adanya. Zat artinya ujud Allah semata-mata, itulah yang sebenarnya, Melihat itu Basyar Allah, berkatakata itu Kalam Allah dan seterusnya. Seandainya ada yang lain dari diri-Nya maka seluruh pengenalanmu itu akan menjadi ” Batal ”. Allah Swt bersabda : ” Sesungguhnya Aku berada didalam sangka-sangka Hamba-Ku ” Adapun yang bernama Rahasia (Sirr) itu, ialah Rahasia (Sirr) Allah ta‟ala jua adanya. Inilah kesudahan Ilmu, artinya tiada lagi yang akan disebut didalam kitab manapun jua. Kita ini pun bertubuhkan Muhammad zahir dan bathin, artinya bertubuhkan Ruh namanya, sehingga tiada akan kita kenang-kenang lagi hati dan tubuh kita, hanya semata-mata bertubuhkan bathin saja, maksudnya Muhammad jualah yang menjadi tubuh kita ini pada hakekatnya . Allah Swt berdiri diatas Hukum dan Muhammad itulah yang menjalankan Hukum, untuk itu maka berlakulah Hukum itu sebagaimana adanya. Sebagian Ulama mengatakan : Antara dirinya dan tuhannya sedang asyik pandang memandang dengan Nyawa dan tiada berkesudahan, Nyawapun demikian juga dan tiada berkeputusan dan tiada berkedudukan lagi, pandang dan pujinya sedikitpun tiada lupa dan putus Tuhan kepada Hambanya, demikian sebaliknya Nyawa sedikitpun tidak akan lupa dan putus pandangannya kepada Tuhan. Apa saja yang dipandang oleh diri itu sejauh mata memandang hanya yang dilihat dan didengarnya tiada lain, yang berlaku dikanan maupun dikiri, keatas dan kebawah, zahir dan bathin yang dirasakannya hanya puji bagi puji kepada Allah seluruh alam semesta ini, inilah yang pernah terlontar dan terucap oleh ulama yang muhaqqiqin, bahwa : Seluruh apa yang berlaku pada pandanganmu itu adalah Tauladan, puji atau zikrullah yang berlaku bagi seluruh semesta alam ini, karena sesungguhnya dirinya itu mengandung kalimah atau ber-rahasia kepada Allah. Inilah Ilmu yang dinamakan Laut Ujudullah yang amat luas dan dalam yang tidak dapat dicapai oleh akal siapapun, dan tidak akan tersurat lagi oleh tulisan dan tiada akan pernah terucap lagi dengan kalam. Bila Harfin Wala Sautin
( Tiada huruf tiada suara ) Laya‟ rifu naka Illallah ( Tiada yang mengenal Allah melainkan Allah jua adanya)
Jadi yang perlu kita camkan baik-baik adalah bahwa, Pengenalan diri itu yaitu yang tidak dihakekatkan dan tidak pula dima‟rifatkan lagi, akan tetapi Ia hanya berlaku dengan sendirinya. Juga jangan kita berpandangan bahwa Kita (manusia atau jasad yang baharu ) ini yang mengenal, akan tetapi, yang mengenal itu ialah yang hidup dan tiada akan pernah mati. ” Aku kenal akan Tuhanku dengan pengenalan Tuhanku jua ” Jika demikian adanya maka janganlah dicari lagi, karna Allah itu sendiri sudah Laitsya Kamitslihi Syaiun pada dirimu, sudah berbarengan siang dan malam..... ! Anda mungkin juga meminati: Edisi IV Edisi VI Edisi VII