Presentasi Kasus
PERDARAHAN POSTPARTUM DINI ET CAUSA RETENSI SISA PLASENTA
Oleh : Hermawan Andhika K Erlimia Novian Anindito Santosa Almira Muthia Deaneva
G 99 G 99 G 99142008 G 99
Pembimbing : Teguh Prakosa, dr., Sp.OG(K)Onk KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA 2016 ABSTRAK Kasus perdarahan postpartum dini et causa laserasi jalan lahir dan retensi sisa plasenta. Datang seorang P2A1 kiriman bidan dengan keterangan retensi sisa plasenta. Penderita melahirkan pukul 17.40, bayi perempuan dengan berat badan
1
3100 gram. Bayi lahir langsung menangis. Plasenta dilahirkan secara manual plasenta. Timbul perdarahan sebanyak 750cc. Kesan retansi plasenta. Kontraksi (+). Inspekulo: Vulva/uretra tenang, tampak laserasi diinsisi s/d 1/3 vagina, OUE terbuka 1 jari, darah (+), discharge (-). VT : Vulva/ uretra tenang, dari introitus s/d 1/3 vagina distal
terdapat robekan jalan lahir, OUE terbuka 1 jari, teraba
jaringan sisa plasenta, cavum uteri sebesar kepala bayi, AF, A/P dbn, darah (+), discharge (-). Pada penderita dilakukan reparasi jalan lahir dan kuretase atas indikasi retensi sisa plasenta. Penderita dinyatakan membaik dan diperbolehkan pulang. ____________________________________________________________________ Kata kunci : perdarahan postpartum dini, laserasi jalan lahir, retensi sisa plasenta, anemia
2
BAB I PENDAHULUAN
Pada pelepasan plasenta selalu terjadi perdarahan karena sinus-sinus maternalis di tempat insersinya pada dinding uterus terbuka. Biasanya perdarahan itu tidak banyak, sebab kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menekan pembuluh darah yang terbuka, sehingga lumennya tertutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah. Seorang wanita sehat dapat kehilangan 500 mL darah tanpa akibat buruk. Istilah perdarahan postpartum digunakan apabila perdarahan setelah anak lahir melebihi 500 mL. Perdarahan dini terjadi dalam 24 jam pertama dan lanjut sesudah itu. Hal-hal yang menyebabkan perdarahan postpartum ialah : atonia uteri, perlukaaan jalan lahir, terlepasnya sebagian plasenta dari uterus, tertinggalnya sebagian plasenta umpamanya kotiledon atau plasenta susksenturiata.1 Kadang-kadang perdarahan disebabkan kelainan proses pembekuan darah akibat dari hipofibrinogenemia (solusio plasenta, retensi janin mati dalam uterus, emboli air ketuban). Apabila sebagian plasenta lepas sebagian lagi belum, terjadi perdarahan karena uterus tidak bisa berkontraksi dan ber-retraksi dengan baik pada batas antara dua bagian itu. Selanjutnya apabila sebagian besar plasenta sudah lahir, tetapi sebagian kecil masih melekat pada dinding uterus, dapat timbul perdarahan dalam masa nifas. Sebab terpenting perdarahan postpartum ialah atonia uteri. Ini dapat terjadi sebagai akibat partus lama, pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil kembar, hidramnion atau janin besar, multiparitas, anestesi yang dalam dan anestesi lumbal.1 Diagnosis sebenarnya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama, tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun. Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala klinik, gejala baru tampak pada kehilangan darah 20%. Jika perdarahan berlangsung terus, dapat timbul syok. Diagnosis perdarahan
3
postpartum dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan – setelah anak lahir – secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan satu jam sesudahnya.1 Pada persalinan di rumah sakit, dengan fasilitas yang baik untuk melakukan transfusi darah, seharusnya kematian karena perdarahan postpartum dapat dicegah. Tetapi kematian tidak selalu dapat dihindarkan, terutama apabila penderita masuk rumah sakit dalam keadaan syok karena sudah kehilangan darah banyak. Karena persalinan di Indonesia sebagian besar terjadi di luar rumah sakit, perdarahan postpartum merupakan sebab utama (terpenting) kematian dalam persalinan.1
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PERDARAHAN POSTPARTUM 1. Definisi Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam yang melebihi 500 mL dari organ-organ reproduksi setelah selesainya kala tiga persalinan.2 2. Klasifikasi a. Perdarahan postpartum dini (Early PPH) yaitu perdarahan yang terjadi pada 24 jam pertama setelah lahirnya bayi. b. Perdarahan postpartum lanjut (Late PPH) yaitu perdarahan yang terjadi pada masa nifas (puerperium), tidak termasuk 24 jam pertama.3 3. Kriteria Diagnosis a. Perdarahan terus menerus setelah lahirnya bayi. b. Pucat dan terdapat tanda-tanda syok atau presyok (tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, ekstremitas dingin), perdarahan terus mengalir pervaginam.3 Tabel 1. Klasifikasi perdarahan4 Faktor % kehilangan darah Nadi (kali/menit) Tekanan darah sistolik (mmHg) Tekanan arteri rata-rata (mmHg) Perfusi jaringan
Kelas I 15
Kelas II 20-25
Kelas III 30-35
Kelas IV 40
Normal
100
120
140
Normal
normal
70-80
60
80-90
80-90
50-70
50
Hipotensi postural
Vasokonstriksi perifer
Pucat, lemah, Kolaps, oligouria anuria
Kecuali apabila penimbunan darah intrauterin dan intravagina mungkin tidak teridentifikasi, atau pada beberapa kasus ruptur uteri
5
dengan perdarahan intraperitoneum, diagnosis perdarahan postpartum sebenarnya mudah. Pembedaan sementara antara perdarahan akibat atonia uteri dan akibat laserasi ditegakkan berdasarkan kondisi uterus. Apabila perdarahan berlanjut walaupun uterus berkontraksi kuat, penyebab perdarahan kemungkinan besar adalah laserasi. Darah merah segar juga mengisyaratkan adanya laserasi. Untuk memastikan peran laserasi sebagai penyebab perdarahan, harus dilakukan inspeksi yang cermat terhadap vagina, serviks, dan uterus.5 Kadang-kadang perdarahan disebabkan baik oleh atonia maupun trauma, terutama setelah persalinan operatif besar. Secara umum, harus dilakukan inspeksi serviks dan vagina setelah setiap persalinan untuk mengidentifikasi perdarahan akibat laserasi. Anestesi harus adekuat untuk mencegah rasa tidak nyaman saat pemeriksaan. Pemeriksaan terhadap rongga uterus, serviks dan keseluruhan vagina harus dilakukan setelah ekstraksi bokong, versi podalik internal, dan pelahiran pervaginam pada wanita yang pernah menjalani seksio sesarea. Hal yang sama berlaku pada perdarahan berlebihan selama kala dua persalinan.5 c. Pemeriksaan obstetri : 1) bila ada atonia/hipotonía uteri : uterus teraba lembek dan membesar. 2) Bila kontraksi uterus baik, kemungkinan telah terjadi perlukaan jalan lahir. 3) Pemeriksaan dalam dapat dilakukan setelah keadaan umum diperbaiki dan dinilai kontraksi uterus, perlukaan jalan lahir dan adanya sisa plasenta.3 4. Faktor Predisposisi a. penggunaan anestesia umum. b. partus lama. c. partus presipitatus. d. uterus terlalu tegang (misalnya hidramnion, kembar).
6
e. solusio plasenta. f. placenta previa. g. riwayat perdarahan postpartum sebelumnya.3 Tabel 2. Faktor Predisposisi dan Kausa Perdarahan Postpartum Dini5 Perdarahan dari Tempat Implantasi Plasenta Miometrium hipotonus – atonia uteri beberapa anestetik umum – hidrokarbon berhalogen gangguan perfusi miometrium – hipotensi perdarahan anestesia regional overdistensi uterus – janin besar, kembar, hidramnion setelah persalinan lama setelah partus presipitatus setelah induksi oksitosin atau augmentasi persalinan paritas tinggi atonia uteri pada kehamilan sebelumnya korioamnionitis Retensi jaringan plasenta avulsi kotiledon, lobus suksenturiatus perlekatan abnormal – akreta, inkreta, perkreta Trauma saluran genetalia episiotomi lebar, termasuk perluasan laserasi perineum, vagina, atau serviks ruptura uteri Gangguan koagulasi memperparah semua yang di atas 5. Pemeriksaan Penunjang a. Darah lengkap : hemoglobin, hematokrit, golongan darah, masa pembekuan, masa perdarahan. b. Urin lengkap 6. Terapi a. Segera setelah diketahui perdarahan postpartum, harus ditentukan adanya syok atau tidak. Bila dijumpai keadaan syok, maka segera diberikan infus cairan kristaloid, transfusi darah, kontrol perdarahan dan pemberian oksigen.
7
Tabel 3. Evaluasi perdarahan postpartum6 - Palpasi uterus untuk mengetahui adanya atonia uteri atau tidak - Inspeksi saluran genetalia bagian bawah untuk mengetahui adanya laserasi. - Pemeriksaan plasenta dan kavum uteri untuk mengetahui adanya retensi plasenta. - Pertimbangan penyebab koagulopati. - Bila perlu dilakukan laparotomi. b. Bila tidak ada syok atau syok sudah teratasi, segera dilakukan pemeriksaan untuk menemukan etiologi berikut ini : Atonia uteri Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh konstriksi serat otot miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi jika miometrium tidak dapat berkontraksi.8 Atonia uteri merupakan penyebab paling banyak perdarahan postpartum (50% kasus). Predisposisi terjadinya atonia uteri meliputi manipulasi uterus berlebihan, anestesi umum (terutama dengan halogen), overdistensi uterus (janin kembar atau hidramnion), partus lama, grande multipara, leiomioma uteri, operasi dan manipulasi intrauterin, induksi oksitosin atau augmentasi persalinan, perdarahan yang terdahulu pada trimester ketiga, infeksi uterus, ekstravasasi darah ke dalam miometrium (uterus Couvelaire), distensi kandung kemih, dan disfungsi miometrium intrinsik.8 Terapi :
8
Dilakukan masase (pemijatan) rahim dan diberikan oksitosin dan
metilergometrin
intravena,
atau
diberikan
preparat
prostaglandin.
Bila ada perbaikan dan perdarahan berhenti, oksitosin atau prostaglandin diteruskan.
Bila tidak ada perbaikan, dilakukan kompresi bimanual dan kemudian dipasang tampon uterovaginal atau tampon Foley catheter no. 24/26 yang diisi dengan 100 mL aquadest steril, lalu tampon dipertahankan selama 24-48 jam. Selama itu, dilakukan monitor terhadap perdarahan dan jika perdarahan tetap berlangsung (tampon basah kuyup atau darah tertampung melalui kateter cukup banyak), segera dilakukan laparotomi dan dilakukan ligasi arteri uterina atau hipogastrika jika dimungkinkan (yakni untuk penderita usia muda atau belum punya anak). Bila tidak memungkinkan, dapat dilakukan
Laserasi perineum Tempat yang paling sering mengalami perlukaan akibat persalinan ialah perineum. Tingkat perlukaan perineum dapat dibagi dalam :
Tingkat I : bila perlukaan hanya terbatas pada mukosa vagina atau kulit perineum.
Tingkat II : adanya perlukaan yang lebih dalam dan luas ke vagina dan perineum dengan melukai fasia serta otot-otot diafragma urogenetalia.
Tingkat III : perlukaan yang lebih luas dan lebih dalam yang menyebabkan muskulus sfingter ani eksternus terputus di depan.7 Semua laserasi perineum kecuali yang paling superfisial
disertai oleh cidera bagian bawah vagina dengan derajat bervariasi. Robekan semacam ini dapat cukup dalam untuk mencapai sfingter
9
anus dan meluas menembus dinding vagina dengan kedalaman bervariasi. Laserasi bilateral ke dalam vagina biasanya memiliki panjang yang tidak sama dan dipisahkan oleh bagian mukosa vagina yang berbentuk lidah, perbaikan laserasi ini harus menjadi bagian setiap operasi untuk memperbaiki laserasi perineum. Apabila otot dan fasia vagina serta perineum di bawahnya tidak dijahit, pintu keluar vagina dapat mengendur dan memudahkan terbentuknya rektokel dan sistokel.5 Laserasi vagina Laserasi terbatas yang mengenai sepertiga tengah atau atas vagina tetapi tidak berkaitan dengan laserasi perineum atau serviks lebih jarang dijumpai. Laserasi ini biasanya longitudinal dan sering terjadi akibat cidera yang ditimbulkan oleh tindakan forseps atau vakum tetapi dapat juga terjadi pada persalinan spontan. Laserasi ini sering meluas ke dalam menuju jaringan di bawahnya dan dapat menimbulkan perdarahan bermakna yang biasanya dapat diatasi dengan penjahitan yang tepat. Laserasi ini mungkin terlewatkan kecuali apabila dilakukan inspeksi yang cermat terhadap vagina bagian atas. Perdarahan pada keadaan uterus berkontraksi kuat merupakan bukti adanya laserasi saluran genetalia, retensi sisa plasenta, atau keduanya.5 Laserasi dinding anterior vagina yang terletak di dekat uretra sering terjadi. Laserasi ini sering superfisial dengan sedikit atau tanpa perdarahan, dan perbaikan biasanya tidak diindikasikan. Apabila laserasinya cukup besar sehingga diperlukan perbaikan, dapat terjadi kesulitan berkemih sehingga perlu dipasang kateter Foley (indwelling).5 Cidera levator ani Cidera ini terjadi akibat peregangan berlebihan jalan lahir. Serat-serat otot terpisah dan penurunan tonus serat-serat ini mungkin dapat mengganggu fungsi diafragma panggul. Pada kasus
10
semacam ini, wanita yang bersangkutan mungkin mengalami relaksasi
panggul.
Apabila
cideranya
mengenai
otot
pubokoksigeus, dapat juga terjadi inkontinensia urin.5
Cidera pada serviks Serviks mengalami laserasi pada lebih dari separuh persalinan pervaginam. Sebagian besar laserasi ini berukuran kurang dari 0,5 cm. Robekan serviks yang dalam dapat meluas ke sepertiga atas vagina. Namun, pada kasus yang jarang, serviks dapat mengalami avulsi total atau parsial dari vagina, disertai kolporeksis di forniks anterior, posterior atau lateral. Cidera ini kadang-kadang terjadi setelah rotasi forseps yang sulit atau persalinan yang dilakukan pada serviks yang belum membuka penuh dengan daun forseps terpasang pada serviks. Meski jarang, robekan serviks dapat meluas ke segmen bawah uterus dan arteri uterina serta cabang-cabang utamanya, bahkan ke peritoneum. Robekan ini mungkin sama sekali tidak diperkirakan, tetapi umumnya bermanifestasi sebagai perdarahan eksternal yang deras atau pembentukan hematom. Robekan luas di rongga vagina harus dieksplorasi secara hati-hati. Apabila ada kecurigaan perforasi peritoneum atau perdarahan retro atau intraperitoneum, perlu dipertimbangkan laparotomi. Pada cidera separah ini, eksplorasi intrauterin untuk mencari kemungkinan ruptur juga harus dilakukan. Biasanya diperlukan perbaikan secara bedah, serta anestesia yang efektif, transfusi darah dalam jumlah besar dan asisten yang cakap.5 Robekan serviks yang dalam memerlukan perbaikan bedah. Apabila laserasi terbatas pada serviks atau bahkan apabila agak meluas ke dalam forniks vagina, penjahitan serviks setelah
11
dipajankan di vulva biasanya akan memberi hasil memuaskan. Visualisasi paling jelas diperoleh apabila asisten melakukan tekanan kuat pada uterus ke arah bawah sementara operator menarik porsio dengan forseps ovum atau spons. Karena perdarahan biasanya datang dari sudut atas luka, jahitan pertama dipasang tepat di atas sudut dan diarahkan ke operator. Laserasi vagina yang menyertai dapat ditampon dengan kassa untuk menghambat perdarahan sementara dilakukan perbaikan laserasi serviks. Dapat digunakan jahitan interrupted atau jelujur dengan benang yang dapat diserap. Penjahitan yang terlalu bersemangat dalam upaya untuk memulihkan penampakan normal serviks dapat menyebabkan stenosis saat uterus mengalami involusi.5 Retensi plasenta / sisa plasenta Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu dinamakan retensi plasenta. Sebab-sebabnya adalah (a) plasenta belum lepas dari dinding uterus, atau (b) plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.1 Jika plasenta belum dilahirkan sama sekali, tidak terjadi perdarahan,
jika
lepas
sebagian,
terjadi
perdarahan
yang
merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena : (a) kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (placenta adhesiva), (b) plasenta melekat erat pada dinding uterus karena vili korialis menembus desidua sampai miometrium – sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta – perkreta).1 Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio placenta).1
12
Perdarahan postpartum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas. Inspeksi plasenta setelah persalinan harus dilakukan secara rutin. Apabila ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan sisa plasenta dikeluarkan, terutama pada perdarahan postpartum yang berlanjut. Walaupun jarang, retensi lobus suksenturiata dapat menyebabkan perdarahan postpartum.5 Terapi :
Diusahakan melahirkan plasenta jika belum lahir, dilakukan dengan tarikan pada tali pusat (teknik Brandt-Andrews) lalu segera inspeksi keadaan plasenta tersebut.
Bila plasenta tidak berhasil dilahirkan dengan dugaan adanya
plasenta
akreta,
maka
perlu
dilakukan
laparotomi/histerektomi.
Bila hanya sisa placenta (rest placentae), pengeluaran dilakukan
secara
digital/manual
ataupun
dengan
menggunakan kuret besar dan tajam secara hati-hati.3 Gangguan pembekuan darah Sebab tersering perdarahan postpartum ialah atonia uteri, yang disusul oleh perlukaan jalan lahir dan tertinggalnya sebagian plasenta. Gangguan pembekuan darah dapat pula menyebabkan perdarahan postpartum. Dalam hal ini yang menyebabkannya biasanya defisiensi faktor pembekuan dan atau penghancuran fibrin yang berlebihan.1 Terapi : Transfusi darah/plasma segar, dilakukan kontrol DIC dengan pemberian heparin.3 Tabel 4. Komponen darah yang sering ditransfusikan dalam obstetri5
13
Produk Indikasi Kandungan Whole blood Anemia simtomatik Semua (450 mL) dengan defisit komponen volume yang besar Packed red Anemia simtomatik Eritrosit cells (250 mL)
Efek Meningkatkan hematokrit 3-4 vol% per unit Meningkatkan hematokrit 3-4 vol% per unit
Fresh-frozen Defisit faktor Semua faktor Memberikan plasma (250 koagulasi labil dan pembekuan fibrinogen 150 mL) stabil mg per unit dan faktor lain Kriopresipitat Hipofibrinogenemia Faktor VIII, Memberikan (50 mL) vWF, XIII, faktor fibronektin, pembekuan fibrinogen tertentu Trombosit (50 Perdarahan akibat trombosit Meningkatkan mL/U) trombositopenia hitung trombosit 5000-8000/μL per unit 7. Penyulit
Syok irreversible
Disseminated Intravascular Coaggulation (DIC). Kadar plasminogen meningkat dalam kehamilan. Walaupun demikian, aktivitas menghancurkan fibrin justru lambat. Kepingkeping fibrin akibat fibrinolisis ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada
pembekuan
intravaskuler
yang
merata
(DIC)
yang
menghambat terjadinya reaksi trombin-fibrinogen.1
Sindroma Sheehan (Sheehan Post Partum Síndrome). Perdarahan banyak kelak bisa menyebabkan sindroma Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi bagian tersebut. Gejala-gejalanya ialah astenia,
hipotensi,
anemia,
turunnya
berat
badan
sampai
menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan
14
metabolisme dengan hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi laktasi1. 8. Lama perawatan Biasanya pasca tindakan perlu perawatan sekitar enam-tujuh hari.3 9. Masa pemulihan Nonoperatif : sekitar 40 hari (nifas). Operatif/laparotomi : tiga bulan.3 10. Prognosis Jika cepat ditangani, pasien dapat sembuh dengan baik.3 11. Patologi anatomi Diperlukan pada kasus-kasus yang diduga sebagai placenta akreta.3 12. Otopsi Perlu untuk pasien yang meninggal dan untuk mencari sebab kematian.3
15
BAB III STATUS PENDERITA
I. ANAMNESIS Tanggal 24 Januari 2016 A. Identitas Penderita Nama
: Ny. SM
Umur
: 34 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Pendidikan
: SMA
Alamat
: Ngambak, Kalang 3/XI, Mojolaban Sukoharjo
Status Perkawinan
: Kawin
Agama
: Islam
Tanggal Masuk
: 24 Januari 2016 jam 09.45
No. RM
: 01-32-75-03
Berat Badan
: 50 Kg
Tinggi Badan
: 150 cm
B. Keluhan Utama Perdarahan setelah melahirkan C. Riwayat Penyakit Sekarang Datang seorang P6A0 kiriman bidan dengan keterangan P6A0 dengan perdarahan post partum. Pasien mengaku mengalami perdarahan dari jalan lahir 3 jam setelah melahirkan. Plasenta dilahirkan secara manual plasenta. Timbul perdarahan sebanyak + 750cc. Kesan retensi plasenta. Kontraksi (+). D. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat mondok
: disangkal
Riwayat DM
: disangkal
16
Riwayat asma
: disangkal
Riwayat penyakit jantung
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat alergi obat / makanan
: disangkal
Riwayat minum obat selama hamil : disangkal Riwayat operasi
: disangkal
E. Riwayat Fertilitas
: baik
F. Riwayat Obstetri I. Laki-laki meninggal usia 2 hari, berat badan lahir 1500 gram, lahir spontan II. Laki-laki usia 13 tahun, berat badan lahir 3000 gram, lahir spontan III. Laki-laki usia 11 tahun, berat badan lahir 2900 gram, lahir spontan IV. Laki-laki usia 6 tahun, berat badan lahir 2900 gram, lahir spontan V. Laki-laki usia 3 tahun, berat badan lahir 2900 gram, lahir spontan VI. Laki-laki usia 0 hari, berat badan lahir 3000 gram, lahir spontan G. Riwayat Haid Menarche
: 14 tahun
Lama haid
: 7 hari
Siklus haid
: 28 hari
H. Riwayat Perkawinan Menikah 1 kali, dengan suami sekarang selama 7 tahun. I. Riwayat Keluarga Berencana : (+) suntik 3 bulan
17
II. PEMERIKSAAN FISIK Status Interna Keadaan Umum
: Baik, compos mentis, gizi kesan cukup
Tanda Vital Tensi
: 110/80 mmHg
Respiratory Rate
: 20 x / menit
Nadi
: 84x/menit
Suhu
: 36,50 C
Kepala
: Mesocephal
Mata
: Conjunctiva anemis ( - / - ) Sklera ikterik ( - / - )
THT
: Tonsil tidak membesar, faring hiperemis ( - )
Leher
: Gld. thyroid tidak membesar, limfonodi tidak membesar
Thorax
: Glandulla mammae dalam batas normal, areola
mammae
hiperpigmentasi (+) Cor
: Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi
: Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-) Pulmo
: Inspeksi
: Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi
: Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
: Sonor / sonor
Auskultasi : SD vesikuler (+/+) suara tambahan (-/-) Abdomen : Inspeksi
: Dinding perut > dinding dada, striae gravidarum (+)
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak membesar, lien tidak membesar.
Perkusi
: Tympani
pada
daerah
bawah
processus
xyphoideus, redup pada daerah uterus Auskultasi : Peristaltik (+) normal Genital : darah (+)
18
Ekstremitas : Oedema (-), akral dingin (-) Status Obstetri Inspeksi Kepala
: Mesocephal
Mata
: Conjunctiva anemis ( - / - ) sklera ikterik ( - / - )
Leher
: Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
: Glandula mammae hipertrofi (+), areola mammae hiperpigmentasi (+)
Abdomen
: Dinding perut > dinding dada, striae gravidarum (+)
Genital eksterna : Vulva/uretra tenang, lendir darah (-), peradangan (-), tumor(-) Palpasi Abdomen
: supel, nyeri tekan (-), TFU setinggi pusat, His baik
Ekstremitas Status ginekologis Inspekulo
: Oedema (-) akral dingin (-) : : Vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio utuh, tampak OUE terbuka, darah (+), discharge (-).
VT
: Vulva/ uretra tenang, , OUE terbuka 1 jari, teraba jaringan sisa plasenta, cavum uteri sebesar kepala bayi, darah (+), discharge (-)
III.PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium darah tanggal 24 Januari 2016 Hemoglobin
: 12,0 gr/dl
Hematokrit
: 34,1 %
Jumlah Eritrosit
: 3,99. 106 / uL
Hitung Lekosit
: 11,0 x 103/uL
19
Hitung Trombosit
: 208 x 103/uL
Golongan Darah
:O
GDS
: 79 mg/dL
Ureum
: 19 mg/dL
Creatinin
: 0,7 mg/dL
HbsAg
: (-)
IV. RESUME Datang seorang P6A0 kiriman bidan dengan keterangan P6A0 dengan perdarahan post partum. Pasien mengaku mengalami perdarahan dari jalan lahir 3 jam setelah melahirkan. Plasenta dilahirkan secara manual plasenta. Timbul perdarahan sebanyak + 750cc. Kesan retensi plasenta. Kontraksi (+). Pada pemeriksaan fisik ditemukan Tensi 110/80 mmHg, respiratory rate 20 x / menit, nadi 84x/menit, suhu 36,50 C. Striae gravidarum (+), areola mammae hiperpigmentasi (+). Abdomen supel, nyeri tekan (-), TFU setinggi pusat, His baik.
V. DIAGNOSIS Perdarahan postpartum dini e/c retensi sisa plasenta
VI.PROGNOSIS Dubia
VII. TERAPI - pro kuretase - cek lab - informed consent
20
Tanggal 24 Januari 2016 Jam 12.00 WIB dilakukan kuretase Laporan Kuretase : 1. Penderita ditidurkan diatas meja ginekologis dalam posisi litotomi. 2. Dilakukan premedikasi SA (0,25 mg), diazepam (10 mg) dan pethidine (50 mg). 3. Dilakukan toilet vulva dan sekitarnya dengan savlon. 4. Dipasang duk steril. 5. Dilakukan kateterisasi, keluar urine 25 cc. 6. Dilakukan vaginal toucher, uterus retrofleksi. 7. Dipasang Sim’s spekulum, bibir portio depan dicekam dengan klem ovarium. 8. Dilakukan sonde rahim sampai angka 12, uterus retrofleksi. 9. Dengan kuret tajam (No. 4) dilakukan kuretase cavum uteri sesuai arah jarum jam sampai mendapat kesan cavum uteri telah bersih. 10. Hasil kuretase sebanyak 30 cc. 11. Perdarahan selama tindakan 20 cc. 12. Klem ovarium dilepas, spekulum dilepas, tindakan selesai, injeksi methergin 1 ampul. 13. Keadaan umum penderita sebelum/selama/sesudah tindakan baik. 14. Diagnosis selama dan sesudah tindakan Retensi Sisa Plasenta 15. Terapi post kuretase -
Amoxicillin
3 x 500 mg
-
Metronidazole
3 X500mg
-
Methylergometrin
3 x I tab
-
Roborantia
1 x I tab
Follow Up tanggal 25 Januari 2016 jam 06.00 Keluhan
: -
KU
: baik, CM, gizi cukup
Vital sign
: T = 120/80
Respiratory Rate = 20 x/menit
21
N = 88 x/menit
Suhu = 36,5 C
Mata
: Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Thorax
: Cor/Pulmo dalam batas normal
Abdomen
: Supel, nyeri tekan (-), tinggi fundus uteri teraba setinggi 2 jari di bawah pusat, kontraksi uterus baik
Genital
: Perdarahan (-), lochia (+)
Diagnosis
: Perdarahan post partum e/c retensi plasenta
Terapi
: post kuret : Amoxicilin 3X500 mg Metronidazole 3 X500mg Myometergin 3X1 Roborantia
22
BAB IV ANALISIS KASUS A. PENEGAKAN DIAGNOSIS 1. Perdarahan postpartum dini et causa retensi sisa plasenta. Diagnosis perdarahan postpartum dini et causa retensi sisa plasenta pada kasus ini ditegakkan berdasarkan : a. Anamnesis: Pasien datang sebelum 24 jam postpartum spontan. Pasien merasakan adanya cairan (darah) yang merembes keluar dari jalan lahir. b. Pemeriksaan fisik : Palpasi abdomen : supel, nyeri tekan (-), TFU: setinggi pusat, Kontraksi uterus baik. Inspekulo
: Vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio utuh, tampak OUE terbuka, darah (+), discharge (-)
Pemeriksaan Dalam (VT) : Vulva/ uretra tenang, OUE terbuka 1 jari, teraba jaringan sisa plasenta, cavum uteri sebesar kepala bayi, darah (+), discharge (-)
B. MANAJEMEN PENATALAKSANAAN Analisis masalah : Pre Hospital : Pasien ini merupakan kiriman bidan dengan keterangan setelah 3 jam postpartum spontan dengan retensi sisa plasenta, plasenta dilahirkan kesan tidak lengkap. Pada kasus dengan retensi sisa plasenta harus segera dibawa ke rumah sakit untuk dirawat. Di rumah sakit tentu lebih lengkap peralatan, tenaga ahli maupun penatalaksanaannya dibanding di rumah.
23
Sehingga
dengan
demikian
komplikasi
yang
mungkin
sudah
muncul/belum dapat diminimalisir/ditiadakan. Kesimpulan : tindakan hospitalisasi pasien ini sudah benar. Hospital : Setelah
dilakukan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik,
dan
juga
pemeriksaan penunjang, didapatkan adanya retensi sisa plasenta. Pada pasien ini terdapat kelalaian dari pihak pengirim dikarenakan tidak dilakukan pemeriksaan plasenta serta melakukan eksplorasi. Pada saat itu dilakukan kuretase, penggantian cairan dengan cairan infus dan diberikan obat-obatan seperti antibiotika untuk mengobati infeksi dan uterotonika, . Kesimpulan : manajemen dirumah sakit / RSDM pada kasus ini sudah benar
DAFTAR PUSTAKA
24
1. Hanifa W. (ed), 2002. Gangguan dalam Kala III Persalinan dan Penyakit Darah dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Halaman : 653-63, 448-62 2. Taber B., 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman : 356-61 3. Achadiat C. M., 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman : 45-9 4. Kodkany B. S. Dan Derman R. J., 2006. Pitfalls in Assessing Blood Loss and Decision to Transfer, dalam Christopher dkk. (eds), 2006. A Textbook of Postpartum
Hemorrhage,
A
Comprehensive
Guide
to
Evaluation,
Management and Surgical Intervention. Duncow, Kirkmahoe, Dumfriesshire : Sapiens Publishing. Halaman : 35-44 5. Cunningham F. G. dkk., 2006. Perdarahan Obstetri dalam Obstetri Williams Edisi 21 Volume 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman : 685716 6. Seils Andrea dkk. (eds), 1995. Operative Obstetrics, Second Edition. USA : McGraw-Hill Companies. Halaman : 397-405 7. Hanifa W. (ed), 1999. Perlukaan Pada Alat-Alat Genital dalam Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Halaman : 409-14 8. Pernoll M. dan Benson R. C. (ed), 1987. Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment 1987. London : Prentice Hall Int. Halaman : 524-9
25