PENGUKURAN TAHANAN ISOLASI
A. Pendahuluan Isolasi adalah sifat atau bahan yang dapat memisahkan secara elektris dua buah penghantar (atau lebih) yang berdekatan sehingga tidak terjadi kebocoran arus atau, dalam hal gradient tinggi, lompatan api (flashover). Isolator adalah alat listrik yang dipakai untuk menjalankan tugas meng-isolasi. Fungsi isolasi atau bahan isolasi, khususnya dalam bidang tenaga listrik / teknik tegangan tinggi , dan arti ekonomisnya, sehingga penghematan dalam pemakaiannya adalah mutlak perlu. Berhubung dengan sebab-sebab itu pengetahuan yang lebih mendalam mengenai isolasi diperlukan. Menurut macam bahan yang dipakai, bahan isolasi dapat dibagi menjadi tiga golongan: 1. Benda padat. 2. Barang cair. 3. Gas. Berdasarkan fungsinya, maka bahan isolasi dapat digolongkan, sebagai berikut : 1. Penyangga/penggantung (solid supports), yang pasti berbentuk benda padat; yang sudah diketahui misalnya porselin, kayu, pernis, dsbnya. 2. Bahan pengisi (filling media), berupa bahan cairan atau gas, misalnya udara (paling murah), minyak, bitumen (bahan tambang seperti aspal), dsbya. 3. Bahan penutup (covering materials), yaitu bahan yang biasanya tedapat pada bagian paling luar, berupa bahan padat atau cair, misalnya mika, pernis atau enamel. Memburuknya isolasi (deterioration) atau karena terjadi kegagalan (breakdown) pada bagian-bagiannya. Melemahnya isolasi ini disebabkan karena panas, kelembaban, kerusakan mekanis, korosi kimiawi, korona, tegangan lebih, dll. Apabila korelasi antara karakteristik listrik dan umur isolasi tersebut diketahui, maka proses kelemahan dari isolasi dapat diketahui dengan mempelajari karakteristik itu. Maksud dari pada pengujian isolasi adalah untuk mengetahui proses kelemahan yang terjadi, supaya dengan demikian kegagalan dalam operasi dapat dihindarkan (sebelumnya). Pengujian yang dilakukan sebelum kegagalan terjadi ini tidak merusakkan spesimen yang diuji, dan pada pokoknya terdiri dari tiga macam, yaitu; 1. pengujian kehilangan daya dielektrik. 2. Pengujian faktor daya dielektrik. 3. Pengujian tahanan isolasi. Pada umumnya bahan-bahan isolasi sangat sukar diketahui sifat listriknya. Benda padat dan barang cair lekas rusak atau berubah sifat listrik dan sifat mekanisnya. Sifat buruk dari pada isolasi kelihatan sekali pada bahan tambang (minerals) terutama bila dipakai sendiri (tanpa campuran isolasi lain). Meskipun benda padat lebih dapat dipercaya dibandingkan dengan minyak misalnya, benda padat yang paling sederhanapun memperlihatkan sifat yang berbeda, dan tidak ada bendapadat yang bagaimanapun sama macamnya yang memberikan hasil (pengujian) yang sama. Biasanya karakteristik isolasi padat untuk sesuatu penerapan merupakan kompromi karena perbaikan sifat dari bahan yang sama akan menyebabkan berkurangnya sifat lain dari bahan tersebut. Misalnya, dalam hal isolasi berlapis, bila gaya dielektrik isolasi padat hendak dinaikkan sampai harga maksimumnya, maka ia akan menjadi lekas patah/pecah (brittle) atau tak sempurna bentuknya karena keretakan. Kwalitas yang seimbang didapatkan dari pengalaman.
Dalam hal isolasi berserat (fibrous), misalnya untuk trafo, ia mempunyai sifat menua (aging) dalam gaya mekanisnya pada semua suhu, dan kecepatan menuanya naik dengan cepat sekali dengan naiknya suhu; kecepatannya berlipat dua untuk tiap kenaikkan suhu 8 oC. Meskipun demikian, secara listrik proses penuaan tidak terjadi sampai bahannya menjadi gampang pecah atau retak. Minyak juga menjadi rusak pada semua suhu bila terkena udara karena oksidasi. Endapan seperti lumpur (sludge) yang terjadi bertambah bila suhunya meninggi. Bila kontak dengan udara ditiadakan, maka endapan sangat berkurang. Inilah sebabnya, juga untuk mengeluarkan kelembaban dalam isolasi, maka semua trafo tenaga diperlengkapi dengan konservator.
B. Dasar Perencanaan Bentuk medan listrik antara penghantar dengan tanah atau dengan penghantar lainnya menentukan rencana (design) semua isolator. Tujuannya ialah membagi bahan dielektrik di antara kedua elektroda sedemikian rupa sehingga sebanding dengan gaya medan di antara kedua elektroda tersebut. Karakteristik semua macam isolator ditentukan oleh hukum yang sama, meskipun masing-masing mempunyai beberapa ciri perencanaan khusus. Pada poloknya tegangan pada isolator / isolasi merupakan suatu tarikan / tekanan (stress) yang harus dilawan oleh suatu gaya di dalam isolator itu sendiri agar supaya isolator tidak gagal. Gaya perlawanan ini adalah ukuran gaya listrik dari pada isolator. Dalam struktur molekul dari bahan isolasi, elektron-elektron terikat erat pada molekul, dan ikatan ini putus pada suatu tempat, maka sifat isolasi hilang pada tempat itu. Di samping elektron-elektron yang erat ikatannya tadi, ada elektron-elektron lain (sedikit jumlahnya) yang ikatannya kurang kuat, yang bila dikenakan tegangan dapat bergerak dari molekul yang satu ke molekul yang lain, sehingga timbullah arus konduksi. Arus ini disebut arus bocor. Ada lagi arus lain yang disebut arus absorpsi yang dapat di umpamakan sebagai pemoloran (stretching) sedikit demi sedikit dari ikatan elektron sesudah pemindahan utama (main displacement) terjadi, sampai terjadi keseimbangan antara tekanan listrik dari gaya lawannya. Jadi, bila tekanan listrik diterapkan pada isolasi, maka tiga macam arus terjadi, yaitu; 1. Arus pemindahan ( displacement current) atau arus pemuat (untuk DC singkat sekali); 2. Arus absorpsi, yang dapat berlangsung dari berjam-jam sampai berminggu-minggu ; ( Arus absorpsi adalah arus penyerapan yang terjadi karena adanya bahan dielektrik yang mempunyai sifat meyerap arus). 3. Arus konduksi yang sebenarnya.. Untuk menghasilkan arus-arus ini dikeluarkan tenaga, dan bila tegangan yang diterapkan cukup tinggi untuk memutuskan ikatan elektron, maka arus pemuat dan arus absorpsi timbul dan berubah menjadi arus konduksi, yang bersama arus konduksi yang sebenarnya merupakan arus gagal dari suatu isolator/isolasi. Dari uraian diatas kelihatan bahwa sebuah isolator tertentu, dalam suasana tertentu, selalu akan mempunyai tegangan gagal yang sama; hal ini tidak selalu benar, karena karakteristiknya berubah bila ia kemasukan suatu ketidak-murnian (impurity). Adanya arang dalam minyak atau kelembaban dalam isolasi berserat menurunkan tegangan gagal.
C. Tahanan Isolasi dan Tahanan Permukaan. Apabila tegangan diterapkan pada sebuah bahan isolasi, maka sebagian dari arusnya mengalir melalui tubuh (volume) dan sebagian lagi melaui permukaan bahan tersebut, periksa gambar 1. Oleh sebab itu, untuk isolasi dikenal dua macam tahanan, yaitu tahanan isi Rv dan tahanan permukaan Rs. Cara pengukurannya dengan mudah dapat dilihat masing-masing pada gambar 2 dan 3. Untuk bahan isolasi dapat pula diukur resistivitasnya, yaitu masing-masing menurut gambar 4 dan 5.
A Arus
Elektrode
V
V
Bahan Isolasi Gambar 1 Elektrode Pelindung
A V
V
Gambar 2
Rv = V/A
A V
Gambar 3
Rs = V/A
V
A r2
d r1
Gambar 4 ρ v =
r
=
r 1
+
R
r 2
2
v
(
π r
−
2
) Ω cm
d
2 d
ln
Rv = Tahanan volume
cosh(
π
π
4
(
r 2
−
d
r 1
)
A r1
r2
Gambar 5
ρ s =
π ( r 2 +
r 2
−
r 1 )
r 1
Ω cm
Rs = Tahanan permukaan
Tahanan isolasi berubah dengan tegangan yang diterapkan, polaritasnya, lamanya tegangan yang diterapkan, suhu, kelembaban, arus absorpsi, bentuk bahan yang diuji, dsb. Oleh sebab itu faktor-faktor ini harus ditentukan pada waktu pengujian. Hubungan antara tahanan isolasi dan kekuatan dielektrik belum tentu ada. Meskipun demikian, pengujian tahanan isolasi dipakai untuk menilai baik tidaknya sesuatu alat listrik.
D. Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Tahanan Isolasi Faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran tahanan isolasi antara lain adalah : arus absorpsi, suhu dan tegangan yang diterapkan. Berhubung dengan adanya arus absorpsi maka dalam pengukuran tahanan isolasi perlu diperhatikanlamanya tegangan yang diterapkan dan bahwa sebelum pengukuran dimulai, bahan yang hendak diuji sudah dibebaskan dari muatan yang melekat padanya (waktu pelepasan biasanya 5-10 menit). Selanjutnya untuk menilai kondisi sesuatu bahan isolasi dipakai suatu index polarisasi : R 10 menit I 1 menit α
=
p
=
R 1 menit
I 10 menit
dimana R menyatakan tahanan isolasi, dan I menyatakan jumlah arus yang mengalir, semuanya diukur sesudah 1 atau 10 menit. Bila p , maka dalam bahan isolasi terdapat kebocoran ; ini berarti bahwa bahan tersebut tidak baik. Untuk isolasi murni dan kering di Jepang berlaku syarat-syarat sebagai berikut : p
> 1,5 untuk isolasi kelas A
> 2,5 untuk isolasi kelas B Pengukuran tahanan isolasi biasanya dilakukan sesudah pengujian suhu. Untuk mesin, tahanan isolasi biasanya sangat terpengaruh oleh macam dan kapasitas mesin, dan kondisi pengujian, tetapi dapat diperkirakan dari rumus-rumus dibawah ini : p
R
V
=
+
P
2
1000
( MegaOhm
)
atau bila kecepatan perputaran diperhitungkan : V R
=
P
2
+
+
1
N 3 ( MegaOhm 2000
R = Tahanan isolasi dalam Mega Ohm V = Tegangan nominal dalam Volt P = Daya nominal dalam KVA atau KW N = Perputaran nominal dalam RPM Untuk generator berkapasitas berat dapat dipakai : V + 3600 ( MegaOhm R = 3 P 4
)
dimana
dimana
)
K = 0,005 (Isolasi kelas A) Bila P > 1000 KVA = 0,5 (Isolasi kelas B) K = 0,008 (Isolasi kelas A) Bila P < 1000 KVA = 0,015 (Isolasi kelas B) Pengaruh dari suhu terhadap isolasi diberikan oleh rumus empiris sbb : log R
2
=
log R 1
−
T 2
−
k T
T 1
Persamaan tersebut dapat dituliskan ; R 1 = f R 2 dimana f adalah faktor koreksi suhu f = 10A (T2-T1) A = 1 / kT dimana
R1 = tahanan isolasi pada t 1 0C dalam Mega Ohm R2 = tahanan isolasi pada t 2 0C dalam Mega Ohm kT = konstanta suhu = 30 untuk generator dengan isolasi kelas A = 60 untuk generator dengan isolasi kelas B = 40 untuk lilitan angker mesin DC
E. Koordinasi Isolasi Persoalan isolasi adalah salah satu dari beberapa persoalan yang terpenting dalam teknik tenaga listrik pada umumnya, dan teknik tegangan tinggi pada khususnya, oleh sebab itu ia menyangkut persoalan pokok bidang teknik, yaitu ekonomi. Isolasi yang dipakai dalam setiap peralatan tenaga listrik, terutama peralatan tegangan tinggi, merupakan bagian terbesar dari pada biaya yang diperlukan untuk membuat peralatan tersebut. Oleh sebab itu pemakaian isolasi haruslah rasionil, artinya tingkat isolasi yang ada (yang dipakai dalam sistem tenaga listrik atau masyarakat) harus didasarkan atas norma-norma tertentu dan dengan jumlah tingkat yang tertentu pula. Kecuali itu pemakaian isolasi harus se-ekonomis mungkin, dengan tidak mengurangi kemampuannya sebagai isolator. Di pihak lain dikenal alat-alat pelindung yang dipasang guna melindungi peralatan tersebut (artinya : isolasinya) dari bahaya-bahaya tegangan-lebih luar dan dalam. Dengan menggabungkan kedua konsepsi diatas, maka terjadilah konsepsi sintese koordinasi isolasi yang dapat didefinisikan sebagai korelasi antara daya isolasi alat-alat dan sirkuit listrik di satu pihak dan karakteristik alat-alat pelindungnya dilain pihak, sehingga isolasi tersebut terlindung dari bahaya-bahaya tegangan-lebih secara ekonomis. Koordinasi isolasi dinyatakan dalam bentuk langkah-langkah yang diambil untuk menghindarkan kerusakan terhadap alat-alat listrik karena tegangan-lebih dan membatasi lompatan (yang tak dapat dihindarkan karena alasan-alasan ekonomis) sehingga tak menimbulkan kerusakan. Caranya ialah dengan menentukan korelasi yang diperlukan antara daya isolasi alat-alat listrik dan karakteristik alat-alat pelindung terhadap teganganlebih, yang masing-masing ditentukan oleh tingkat ketahanan impuls dan tingkat perlindungan impulsnya. Hal terakhir ini berlaku bila petir sebagai dasar koordinasi isolasi. Bila sesuai dengan pengertian-pengertian baru, surja hubung (switching surges) dipakai sebagai dasar, maka cara penyelesaian diatas harus dikoreksi. Koordinasi isolasi mempunyai dua tujuan, yaitu ; 1. perlindungan terhadap peralatan, dan 2. penghematan (ekonomi). Oleh karena perlindungan bertujuan ekonomi pula, maka kedua tujuan tersebut diatas dapat dapat disatukan menjadi satu tujuan : ekonomi. Hal ini berlaku untuk semua masalah dalam bidang perlindungan. Dalam hal koordinasi isolasi, yang dituju ialah sebuah sistem tenaga listrik yang bagian-bagiannya, masing-masing dan satu sama lain, mempunyai daya isolasi yang diatur sedemikian rupa, sehingga dalam setiap kondisi operasi, kwalitas pelayanan (penyediaan) dicapai dengan beaya seminimal mungkin.
Dalam faktor beaya harus dimasukkan pertama peralatan (first cost), beaya kerusakan, beaya pelayanan berhenti (outages), beaya peralatan cadangan (spare), dan beaya penurunan dan penaikan kwalitas pelayanan.
Sumber : Teknik Tegangan Tinggi, Prof.Dr.Artono Arismunandar.