Action, Action, Action Tahun ini kita harus kaya, Talk Less Do More. HomeFirst Games Free GamesPlay games for free Xbox 360Reviews Games Cheat and Walkthrough New Release Top Games Xbox Live Video Previews Private GamesMy Collection DownloadGet it right now! Online Games PC Games Android Games iPhone Games Hot GamesGuide and Cheats Games News Playstation Nintendo RPG About Us Contact Us News Cheats Videos Download Reviews Previews Top of Form
http http:/ ://j /joh ohny ny
Find gam game
Bottom of Form Usaha
Home » Kampus » PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN PENGGUNAAN KIT ALAT PERAGA SEQIP (SCIENCE EDUCATION QUALITY IMPROVEMENT PROJECT) IPA KELAS IV SD NEGERI 2 MATARAM MARGA PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN PENGGUNAAN KIT ALAT PERAGA SEQIP (SCIENCE EDUCATION QUALITY IMPROVEMENT PROJECT) IPA KELAS IV SD NEGERI 2 MATARAM MARGA
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN PENGGUNAAN KIT ALAT PERAGA SEQIP (SCIENCE EDUCATION QUALITY IMPROVEMENT PROJECT) IPA KELAS IV SD NEGERI 2 MATARAM MARGA
PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Diajukan Sebagai pengganti Ujian Semester Mata Kuliah Metodologi Penelitian
KATA PENGANTAR
http http:/ ://j /joh ohny ny
Find gam game
Bottom of Form Usaha
Home » Kampus » PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN PENGGUNAAN KIT ALAT PERAGA SEQIP (SCIENCE EDUCATION QUALITY IMPROVEMENT PROJECT) IPA KELAS IV SD NEGERI 2 MATARAM MARGA PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN PENGGUNAAN KIT ALAT PERAGA SEQIP (SCIENCE EDUCATION QUALITY IMPROVEMENT PROJECT) IPA KELAS IV SD NEGERI 2 MATARAM MARGA
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN PENGGUNAAN KIT ALAT PERAGA SEQIP (SCIENCE EDUCATION QUALITY IMPROVEMENT PROJECT) IPA KELAS IV SD NEGERI 2 MATARAM MARGA
PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Diajukan Sebagai pengganti Ujian Semester Mata Kuliah Metodologi Penelitian
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dengan judul “PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN PENGGUNAAN KIT ALAT PERAGA SEQIP (SCIENCE EDUCATION QUALITY IMPROVEMENT PROJECT) IPA KELAS IV SD N 2 MATARAM MARGA” Dalam upaya penyelesaian proposal skripsi ini, penyusun telah menerima banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : Prof. Edi Kusnadi, M.Pd. selaku Ketua STAIN Jurai Siwo Metro Drs. M. Ardi, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Tarbiyah Rekan-rekan yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan proposal ini. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan doanya kepada anaknya dalam penelitian ini. Dan semua pihak yang telah turut mendoakan dan membantu dalam penyesaian proposal penelitian ini. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
Metro,
Juni 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah
1 1
B.
Identifikasi Masalah
4
C.
Batasan Masalah
4
D.
Rumusan Masalah
5
E.
Tujuan Penelitian
5
F.
Manfaat Penelitian
5
BAB II KAJIAN TEORI
7
A.
7
Deskripsi Teoritis
1.
Alat Peraga
7
2.
SEQIP
3.
Hasil Belajar
12
4.
Aktivitas Belajar
15
5.
Kerangka Berfikir
17
6.
Bidang Studi Ilmu Pengetahuan Alam
7.
Penelitian Tindakan Kelas
B.
Hipotesis Tindakan
10
21 24
BAB III METODE PENELITIAN
26
A.
Objek Tindakan
26
B.
Setting Tindakan
28
1.
Tempat Penelitian
28
2.
Subjek Penelitian
28
C.
Prosedur Tindakan
28
1.
Metode Penelitian
29
2.
Tahap-Tahap Penelitian
29
D.
Teknik Pengumpulan Data
33
1.
Observasi
33
2.
Tes Hasil Belajar
34
3.
Dokumentasi
34
E.
Teknik Analisis Data
1.
Analisis Kuantitatif
35
2.
Analisis Kualitatif
36
F.
Indikator Keberhasilan
35
36
20
DAFTAR PUSTAKA
BAB II KAJIAN TEORI
A.
Deskripsi Teoritis
1.
Alat Peraga
a.
Pengertian Alat Peraga
Peragaan meliputi semua pekerjaan panca indra yang bertujuan untuk mencapai atau memiliki pengertian pemahaman sesuatu hal secara lebih tepat dengan penggunaan alat-alat peraga. Prof. Aghazali, MA mengatakan : agar peserta didik mudah mengingat, menceritakan, dan melaksanakan sesuatu (pelajaran) yang pernah diamati (diterima, dialami) di kelas, hal demikian perlu didukung dengan peragaan-peragaan yang konret. 1[1] Sedangkan menurut Alipandie bahwa yang dimaksud peragaan adalah memberikan variasi dalam cara-cara mengajar dengan mewujudkan bahan yang diajarkan secara nyata, baik dalam bentuk benda aslinya maupun firuan (model-model) sehingga siswa dapat mengamati dengan jelas dan pengajaran lebih tertuju untuk mencapai hasil yang diinginkan.2[2] 7
Dari beberapa uraian diatas ditarik intisari bahwa alat peraga yaitu alat yang digunakan ol eh guru dan siswa dalam pembelajaran di kelas yang memberi variasi dalam cara-cara mengajar agar tercapai hasil yang diinginkan. b.
Pemilihan Alat Peraga
Menurut William Burton dalam buku menjadi guru profesional memberikan petunjuk bahwa dalam memilih alat peraga yang akan digunakan hendaknya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Alat-alat yang dipilih harus sesuai dengan kematangan dan pengalamatan siswa serta perbedaan individual dalam kelompok. 2.
Alat yang dipilih harus tepat, memadai, dan mudah digunakan.
1[1] Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, Rineka Cipata, Jakarta , 2004, h. 23. 2[2] Alipandie Ermansyah, Alat Peraga Dalam Proses Belajar Mengajar, Graffindo, Jakarta, 1948, h. 24.
3.
Harus direncanakan dengan teliti dan diperiksa lebih dahulu.
4.
Penggunaan alat peraga disertai kelanjutannya seperti dengan diskusi, analisis, dan evaluasi.
5.
Sesuai dengan batas kemampuan biaya. 3[3]
2.
KIT
a.
Pengertian dan Jenis KIT IPA
Shadely berpendapat alat peraga KIT Ilmu Pengetahuan Alam adalah kotak yang berisi alat-alat Ilmu Pengetahuan Alam. seperangkat peralatan Ilmu Pengetahuan Alam tersebut mengarah pada kegiatan yang berkesinambungan atau berkelanjutan. Peralatan Ilmu P engetahuan Alam yang dirancang dan dibuat ini menyerupai rangkaian peralatan uji coba ketrampilan proses pada bidang studi Ilmu Pengetahuan Alam. Sebagai alat yang dirancang dan dibuat secara khusus ini maka dapat diartikan bahwa ”alat peraga Kit Ilmu Pengetahuan Alam merupakan suatu sistem yang didesain atau dirancang secara khusus untuk suatu tujuan tertentu” (Berta, 1996: 40). Menurut Wibawa dan Mukti ”Media/alat peraga K IT Ilmu Pengetahuan Alam atau loan boxes merupakan salah satu dari media tiga dimensi”. Media tiga dimensi dapat memberi pengalaman yang mendalam dan pemahaman yang lengkap akan benda- benda nyata. ”Loan boxes adalah kotak yang mempunyai bentuk dan besarnya sesuai dengan keperluan”. ” Kotak ini diisi dengan item -item yang berhubungan dengan unit pelajaran” (Hamalik, 1982: 157). 4[4]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa alat peraga KIT Ilmu Pengetahuan Alam adalah kotak yang berisi seperangkat peralatan yang di gunakan sebagai alat peraga dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang mempunyai bentuk dan besaran sesuai dengan keperluan. Jenis KIT IPA, antara lain : 1)
KIT IPA untuk siswa yang dibutuhkan oleh kelompok-kelompok siswa untuk percobaan.
2)
KIT IPA untuk guru yang dibutuhkan oleh guru untuk peragaan.
3) KIT IPA, daftar nama benda-benda dan bahan-bahan dari lingkungan yang diperlukan untuk percobaan tertentu.
b.
Kegunaan KIT IPA
1)
Untuk meningkatkan mutu pengajaran dan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
2)
Untuk penekanan pada metode-metode pembelajaran interaktif.
3[3] Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2004. H. 32. 4[4] http://cucuzakaryya.files.wordpress.com/2010/05/45.html. Diakses pada tagal 7 maret 2011 Pukul 13.30.
3)
Untuk
mengembangkan program pengembangan sumber daya manusia.
4)
Untuk menciptakan tenaga kerja yang lebih bermutu
5)
Untuk memenuhi tujuan pembangunan masyarakat, ekonomi, dan teknik di Indonesia.
6) Untuk membantu guru IPA, mempermudah persiapan pengajaran dan memperbaiki mutu proses belajar mengajar di kelas didasarkan pada kurikulum 1994 yang telah disempurnakan tahun 1999.
c.
Macam-macam peraga di dalam KIT IPA
1)
Makhluk Hidup
-
Makhluk hidup berkembang biak.
-
Pemeliharaan dan pengembangbiakan makhluk hidup.
-
Populasi
-
Alat indera
-
Magnet
-
Listrik
-
Organ tubuh manusia
-
Tata Surya
-
Bentuk dan gerakan bumi
-
Bunyi 5[5]
d.
Macam-macam Komponen Kit
1.
KIT Neraca
Neraca dengan penjepit Pengendali Sumbu Gelas kimia dengan tali dan kait Perangkat masa Penyimpan 2.
KIT Air
5[5]http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=1&ved=0CBQQFjAA&url=http%3A% 2F%2Fwww.damandiri.or.id%2Ffile%2Fnaniktunpabsbab2.pdf&ei=8XN0TZH0MYbVrQfYfjRCg&usg=AFQjCNFTzg90qrJDoMGmCx3EHuIvhlEeOg. Diakses pada tagal 7 maret 2011 Pukul 13.00.
Bejana Selang/Pipa Lempeng metal rata Lempeng metal berbentuk pipa 3.
KIT Panas
Kaki/Stand Bejana Erlenmenyer 4.
KIT bantuan dan mineral
Penjelas Poster angin 5.
KIT Bunyi
Kotak bunyi dan dawai Senar, bantuan senar Penyekat6[6]
2.
SEQIP
a.
Pengertian SEQIP
SEQIP (Science Education Quality Improvement Project atau proyek peningkatan mutu pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam) adalah proyek bilateral Indonesia-Jerman yang dimaksud meningkatkan mutu pengajaran IPA di sekolah dasar dengan menekankan penggunaan strategi dan metodemetode pembelajaran interaktif dengan berbagai susmber belajar.7[7] SEQIP (Science Education Quality Improvement Project) merupakan kit alat peraga SD yang sangat berguna untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran.8[8] Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan SEQIP merupakan alat peraga SD yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pembelajaran IPA dan kemampuan siswa dalam pembelajaran. b.
Manfaat Alat Peraga SEQIP
Menurut Depdiknas, ada dua manfaat penting dari alat peraga SEQIP dalam mata pelajaran IPA : 1. Secara psikologis taraf berfikir peserta didik di SD masih berada pada tahap operasional konkrit, sedangkan subtansi IPA bersifat abstrak, sehingga dengan memanfaatkan alat peraga peserta didik akan lebih mudah memahami konsep IPA yang bersifat abstrak. 6[6] Tim SEQIP, Buku IPA Guru Kelas 4, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2003 h. 205. 7[7] Ibid. h. ix. 8[8] www.alatperagapendidikan.com. Diakses pada tagal 7 Maret 2011 Pukul 13.10.
2. Pemanfaatan alat peraga dalam mata pelajaran IPA di SD dapat menumbuhkan minat dan kreatifitas pada anak didik.9[9] c.
Langkah-langkah Pembelajaran Bunyi
1)
Tujuan percobaan
Siswa dapat mengungkapkan bahwa bunyi dihasilkan oleh benda yang bergetar.
2)
Pengertian Yang Ditanamkan
Bunyi dihasilkan oleh benda yang bergetar.
3)
Bahan
a.
Bahan Pengajaran Untuk Sisswa
Pada percobaan ini dapat disaksikan bahwa garpu tata yang dipukul akan berbunyi. Bunyi ini disebabkan oleh garpu yang bergetar. Getaran garpu tala dapat dirasakan oleh tangan, dapat diamati bila garpu tala yang sedang bergerak disentuhkan ke dalam air. b.
Penjelasan Tambahan Untuk Guru
Bunyi dihasilkan oleh benda yang bergetar. Semua benda yang menghasilkan bunyi sumber bunyi.
4)
Alat dan Bahan Belajar Mengajar
-
Garpu tala
-
Air (disediakan dalam gelas)
-
Kotak resonansi
5)
Kegiatan Belajar Mengajar
a.
Persiapan
-
Guru memeriksa dan menyiapkan alat yang perlukan.
-
Guru mencoba melakukan percobaan yang akan didemonstrasikan.
-
Guru menyediakan lembar pengamatan yang diperlukan.
b.
Kegiatan Utama
Guru mendemonstrasikan bahwa bunyi disebabkan oleh benda yang bergertar. Dalam percobaan ini guru menggunakan garpu tala.10[10] 9[9] Dirjen Dikdasmen, Manfaat penggunaan Alat Peraga, Jakarta, 2003, h. 34.
3.
Hasil Belajar
Hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa setelah mengikuti kegiatan proses belajar mengajar berdasarkan kriteria tertentu dalam pengukuran pencapaian tujuan pembelajaran itu sendiri. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tidak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengalamana dari puncak proses belajar.11[11] Indikator hasil belajar merupakan kemampuan siswa yang dapat diobservasi (observable). Artinya, apa hasil yang diperoleh siswa setelah mereka mengikuti proses pembelajaran. 12[12] Dimyati dan Mujiono dalam Aunurrohman mengemukakan bahwa hal penting yang harus diketahui guru adalah bahwa secara umum evaluasi mencaku evaluasi hasil belajar dan evaluasi pembelajaran, evaluasi belajar menekankan kepada diperolehnya informasi tenang seberapakah perolehan siswa dalam mencapai tujuan perngajaran yang di tetapkan. Sedangkan evaluasi pembelajaran merupakan proses sistematik untuk memperoleh informasi tentang tingkat keefektifan proses pembelajaran dalam membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran dalam membantu siswa mencapai tujuan secara optimal.13[13]
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan yang dialami oleh seseorang setelah mengalami kegiatan belajar, untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa, diperlukan tes yang akan dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai tertentu. Hasil belajar sangat tergantung dari proses pembelajaran yang dialami oleh siswa, dalam hal ini siswa tidak bisa dipisahkan dari peranan guru selama proses belajar mengajar berlangsung. Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil tes yang berupa angka. Nilai tertinggi yang dapat dicapai oleh siswa adalah 100 dan nilai terendah adalah 0 setelah siswa mengukuti tiga kali pertemuan maka diadakan ujian untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah disampaikan. a.
Ciri-Ciri Hasil Belajar
Selain guru harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, guru juga harus mengetahui ciri-ciri hasil belajar siswa yang diperoleh siswa setelah melakukan proses belajar mengajar. Berikut dalam ciri-ciri hasil belajar yang dikemukakan oleh Nana Sudjana : a. Siswa dapat mengingat fakta, prinsip, konsep yang telah dipelajarinya dalam kurum waktu yang cukup lama. 10[10] Depdikbud Direktoral Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Pedoman Penggunaan KIT IPA di Sekolah Dasar Kelas IV. 11[11] Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, PT. Rineka Cipta Jakarta, 2004, h.3. 12[12] Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, PT. Kencana Peremada Media Group, Jakarta, 2008, h. 135. 13[13] Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, Penerbit Alfa Beta, Bandung, 2009, h. 208.
b.
Siswa dapat memberikan contoh dari konsep dan prinsip yang telah dipelajarinya.
c. Siswa dapat mengaplikasikan atau menggunakan konsep, prinsip yang telah dipelajarnya baik dalam bahan pelajaran maupun dalam praktek kehidupan sehari-hari. d. Siswa mempunyai dorongan yang kuat untuk mempelajari bahan pelajaran lanjut dan mampu mempelajari sendiri dengan menggunakan prinsip dan konsep yang dikuasai. e.
Siswa terampil mengadakan hubungan sosial seperti kerjasama dengan siswa lain.
f. Siswa memperoleh kepercayaan diri bahwa ia mempunyai kemampuan dan kesanggupan dalam melakukan tugas belajar. g. Siswa dapat menguasai bahan pelajaran yang telah dipelajarinya minimal 80% dari yang seharusnya dicapai sesuai dengan tujuan instruksional khusus ya ng dipertunjukkan baginya. 14[14]
Dari beberapa penjelasan di atas dapat diasumsikan bahwa ciri-ciri hasil belajar siswa setelah melakukan proses belajar adalah siswa mampu mengingat materi yang telah dipelajarinya, siswa dapat mengerti dan mampu menguasai materi pelajaran serta dapat mengaplikasikan dalam praktek sehari-hari sehingga siswa memiliki keterampilan dan kemampuan dalam dirinya. b.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni : 1.
Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa.
2.
Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan disekitar siswa.
3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. 15[15]
Dari uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang sangat menunjang dalam keberhasilan belajar mengajar siswa. Dalam proses belajar mengajar siswa dapat dilihat hasilnya melalui hasil belajar yang dicapai oleh siswa. 4.
Aktivitas Belajar
Aktivitas dalam kegiatan belajar mengajar mempunyai peranan yang sangat penting. Sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat. Berbuat untuk merubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atas asas yang sangat pending di dalam interkasi belajar-mengajar. 14[14] Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif D alam Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung. 15[15] Muhibbin Syah, Psilogi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007, h. 132.
Salah satu ciri dari aktivitas belajar menurut para ahli pendidikan dan psikologi adalah adanya perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu biasanya berupa penguasaan terhadap ilmu pengetahuan yang baru dipelajarinya, atau penguasaan terhadap k eterampilan dan perubahan yang berupa sikap.16[16]
Sementara itu Hanafi dan Cucu Suhanda menjelaskan bahwa, “Proses aktivitas pembelajaran harus melibatkan seluruh aspek psikologis peserta didik, baik jasmani maupun rohani sehingga akselerasi perubahannya dapat terjadi secara cepat, tepat, mudah, dan benar, baik berkaitan dengan aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.”17[17] Dengan melakukan aktivitas maka diharapkan siswa akan mengetahui dimana letak kesalahan pemahaman siswa selama ini dan kemudian memperbaikinya. Pada saat pembelajaran berlangsung kegiatan yang dilakukan oleh siswa tentu diharapkan adalah kegatan yang bermanfaat yang berhubungan dengan kegatan belajar mengajar. Pembelajaran berorientasi aktivitas siswa dapat dipandang sebagai pendekatan dalam pembelajaran yang menekankan kepada aktivitas siswa secara optimal untuk memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikolotor secara seimbang. 18[18]
Kemudian menurut Paul D. Dierich dalam Hamalik menambahkan bahwa jenis-jenis aktivitas itu terbagi menjadi beberapa diantaranya : a.
Kegiatan-kegiatan Visual
Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.
b.
Kegiatan-kegiatan Lisan (Oral)
Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi salam, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.
c.
Kegiatan-kegiatan Mendengarkan
Mendengarkan pengkajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio.
16[16] Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, Ar-Ruzz Media, Yogyajarta, 2010, h. 30. 17[17] Hanadiah, Cucu Suhanda, Konsep Strategi Pembelajaran, Rafika Aditama, Bandung, 2009, h.23 18[18] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Penerbit Preneda Media Group, Jakarta, 2006. h.135.
d.
Kegiatan-kegiatan Menulis
Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan copi, membuat rangkuman, mengerjakan tes dan mengisi angket.
e.
Kegiatan-kegiatan Menggambar
Menggambar, membuat grafik, chart diagram peta dan pola
f.
Kegiatan-kegiatan Memetik
Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pembelajaran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun.
g.
Kegiatan-kegiatan Mental
Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, faktor-faktor, melihat, hubunganhubungan dan membuat keputusan.
h.
Kegiatan-kegiatan Emosional
Minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain, kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini terdapat dalam semua jenis kegiatan dan overlap satu sama lain.19[19]
Jadi yang dimaksud dengan aktivitas belajar adalah segala kegiatan yang melibatkan kerja, pikira dan badan terutama dalam hal kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian kegiatan belajar yang dilakukan siswa adalah kegiatan yang bermanfaat yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar. Adapun aktivitas siswa yang diteliti dalam penelitian tindakan kelas ini adalah : a.
Perhatian siswa dalam proses belajar.
b.
Partisipasi siswa dalam menggunakan Kit Alat Peraga SEQIP.
c.
Partisipasi siswa dalam belajar kelompok.
d.
Presentasi hasil kerja kelompok.
e.
Mengungkapkan gagasan atau pendapat.
Dari penjelasan di atas dapat disimpumpulkan agar aktivitas yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran terawah pada upaya peningkatan potensi siswa secara menyeluruh, maka pembelajaran harus dikembangkan sesuai dengan prinsip-prinsip yang benar. 5.
Kerangka Berfikir 19[19] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, PT Bumi Aksara, 2005. h. 172.
a.
Penggunaan Kit Alat Peraga SEQIP Terhadap Aktivitas Siswa
Belajar secara hafalan membuat proses pembelajaran menjadi kuang efektif dan tidak efisien. Dalam penerapan dengan penggunaan Kit Alat Peraga SEQIP, siswa dapat melakukan percobaab sesuai dengan materi yang akan diajarkan, siswa melakukan kegiatan percobaab, penelitian, mengerjakan soal, berdiskusi, bertanya, menjawab pertanyaan, mengemukakan pendapat dan juga aktivitas lain yang mendukung kegiatan belajar, akan tetapi semuanya itu tidak akan pernah terlaksana manakala pada diri tiap siswa tidak memiliki ilmu walaupun sedikit mengenai masalah/materi yang dihadapi. Dengan menjelaskan materi sebelumnya maka siswa akan memperoleh pengetahuan sebagai potensi dalam melakukan hal-hal pada proses pembelajaran dengan penggunaan Kit Alat Peraga SEQIP berlangsung nantinya. Tata ruang kelas juga dapat mempengaruhi kreativitas dan minat belajar siswa. Dekorasi ruangan kelas yang tertata rapi akan memberiikan suasana belajar yang nyaman. Seorang guru dapat menyuruh siswa membantu memindahkan meja dan kursi itu dengan menjadikan m ereka “aktif” dan merupakan salah satu peningkatan aktivitas belajar siswa juga. Ada beberapa pemikiran model yang dapat dipilih diantaranya adalah : Susunan tempat duduk model U, yaitu bertujuan siswa memiliki berbagai tujuan salah satunya siswa memiliki permukaan untuk menulis dan membaca, siswa dapat melihat guru atau media visual dengan mudah dan mereka dapat berhadapan langsung satu dengan yang lain. Ini juga mudah untuk memasangkan mereka, terutama ketika terdapat dua tempat duduk setiap meja. Susunan ini ideal untuk membagi bahan pelajaran kepada peserta didik secara cepat karena guru dapat cepat masuk ke U dan berjalan ke berbabagi arah dengan seperangkat materi. 20[20]
Pengelompokan dalam pembelajaran pada penggunaan Kit Alat Peraga SEQIP terdiri dari siswa yang memiliki nilai akademik tinggi dan siswa yang memiliki nilai akademik rendah. Dengan demikian diharapkan siswa yang bernilai tinggi dapat membantu siswa yang bernilai rendah sehingga dapat meningkatkan aktivitas siswa. Sintak pembelajaran dengan penggunaan Kit Alat Peraga SEQIP adalah kegiatan yang diawali dengan guru menjelaskan materi, setelah dianggap cukup dalam menjelaskan materi tersebut. Selanjutnya para siswa berkelompok sesuai dengan pembagian kelompok yang sudah ditetapkan. Setiap kelompok mendemonstrasikan penggunaan Kit Alat Peraga S EQIP yang sudah disiapkan sesuai dengan materi, setelah dianggap cukup kemudian setiap k elompok berdiskusi menjawab pertanyaan, selanjutnya masing-masing kelompok mempresentasikan jawabannya di depan kelas. b.
Penggunaan Kit Alat Peraga SEQIP Terhadap Hasil Belajar Siswa
Siswa melakukan percobaan secara langsung di depan kelas, sehingga siswa akan menjadi lebih mengerti mengenai materi yang sedang dipelajari. Ilmu akan lebih mudah untuk dipahami jika anak diajak langsung untuk mengetahui apa yang terjadi dengan akrivitas-aktivitas yang dilakukan siswa tersebut, maka siswa akan memperoleh penguasaan materi sehingga tujuan pembelajaran dari setiap indikator dapat dikuasai oleh siswa. Sehingga setiap permasalahn (soal) yang diberikan pada siswa, siswa dapat menyelesaikannya dengan baik dan benar.
20[20] Hidayat Komaruddin, Active Learning, Penerbit YAPPENDAS, Yogyakarta, 2005. h.13.
Dengan demikian, maka diharapkan dengan penggunaan Kit Alat Peraga SEQIP maka hasil belajar siswa dapat meningkat.
6.
Bidang Studi Ilmu Pengetahuan Alam
a.
Pengertian Ilmu Pengetahuan
Menurut BSNP, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubunagn dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa faktor-faktor, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. 21[21] b.
Tujuan Ilmu Pengetahuan Alam
Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptan-Nya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. 5. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. 22[22]
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa tujuan IPA adalah untuk dapat memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan mengembangkan pengetahuan, dan pemahaman mengenai konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini digunakan alat peraga SEQIP yang bertujuan agar pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) pendidikan IPA yang telah ditetapkan yaitu > 62 khususnya pada pokok bahasan bunyi. 7.
Penelitian Tindakan Kelas
a.
Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas di ambil dari tiga kata yaitu, Penelitian, Tindakan dan Kelas yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
21[21] Depdik, Standar Isi, Standar Nasional Pendidikan, Jakarta, 2006, h.1. 22[22] Ibid. h.1.
1. Penelitian menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data at au informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti. 2. Tindakan menunjuk pada sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk siswa. 3. Dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas,tetapi ke dalam pengertian yang lebih spesifik.23[23]
Dengan menggabungkan pengertian dari tiga kata tersebut maka dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas adalah merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja di munculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.24[24] Dalam bukunya Masnur Muslich Rohman Natawijaya mengartikan bahwa PTK adalah, ‘pengkajian terhadap permasalahan praktis yang bersifat situasional dan kontestual yang ditujukan untuk menentukan tindakan yang tepat dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi atau diperbaiki sesuatu’.25[25] Pernyataan ini sesuai dengan pengertian PTK dalam bukunya Kunandar yang mengatakan bahwa PTK adalah, ‘penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas.26[26] Dalam buku Classroom Action Research dikatakan juga bahwa ‘Penelitian tindakan merupakan proses yang mengevaluasi kegiatan proses belajar mengajar yang dilaksanakan secara sistematik dan menggunakan teknik-teknik yang relevan.27[27] Dari pengertian PTK di atas dapat disimpulkan bahwa PTK adalah suatu upaya atau tindakan oleh seorang guru untuk memperbaiki, memecahkan atau mengobati permasalahan yang terjadi di kelas guna memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan dan proses pembelajaan yang berlangsung di kelas. Karena kegiatannya berlangsung di kelas, maka fokus utama dari sebuah penelitian tindakan kelas adalah siswa dan proses belajar mengajar di kelas, dengan penyempurnaan atau peningkatan proses pembelajaran. Karena melalui PTK guru dapat mengebangkan model-model mengajar yang bervariasi, pengelolaan kelas yang dinamis dan kondusif, serta penggunaan media dan sumber belajar yang tepat dan memadai. Penelitian tindakan kelas atau PTK memiliki peranan penting dan strategi untuk meningkatkan mutu pembelajaran apabila PTK itu dapat dilaksanakan dengan baik, artinya pihak-pihak yang terlibat dalam PTK dalam hal ini guru mampu mengembangkan kemampuan dalam mendeteksi dan
23[23] Suharsimi Arikunto,et.al,Penelitian Tindakan Kelas, Bumi Aksara, Jakarta,cet 4, 2007, h. 2-3. 24[24] Ibid, h. 3. 25[25] Masnur Muslich, Melaksanakan PTK itu Mudah,Bumi Aksara,Jakarta,cet 1,2009. h. 9. 26[26] Kunandar, Penelitian Tindakan Kelas, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008. H. 45. 27[27] Nizar Alam Hamdani, Dody Hermana, Classrom Action Research, Rahayasa, ttp, 2008. h.44.
memcahkan masalah-masalah yang terjadi dalam proses pembelajaran di kelas melalui tindakantindakan yang bermakna. b.
Tujuan Penelitian Tindakan Kelas
Dilakukannya suatu tindakan tentu memiliki tujuan-tujuan yang ingi n dicapai. Dalam buku Suhardjono dikatakan bahwa tujuan PTK adalah : 1.
Meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran.
2.
Mengatasi masalah pembelajaran.
3.
Meningkatkan profesionalisme.
4.
Menumbuhkan budaya akademik.28[28]
Dalam buku lain dikatakan bahwa tujuan PTK adalah : 1.
Meningkatkan mutu isi, masukan proses, dan hasil pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
2. Membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam mengatasi masalah pembelajaran dan pendidikan di alam dan di luar kelas. 3.
Meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan.
4. Menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjutan.29[29]
c.
Manfaat Penelitian Tindakan Kelas
Tujuan diadakannya PTK adalah memperbaiki atau menambah kualitas pr oses belajar mengajar dengan sasaran akhir adalah memperbaiki hasil belajar siswa, sehingga PTK memiliki manfaat yang sangat besar bagi siswa, guru, dan sekolah itu sendiri antara lain. 1.
Manfaat bagi siswa
Kesalahan dan kesulitan dalam proses pembelajaran akan cepat dapat dianalisis dan didiagnosis, sehingga kesalahan dan kesulitan tersebut tidak akan berlarut -larut. 28[28] Suhardjono, Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Tindakan Sekolah, Cakrawala Indonesia, LP3UNM, Malang, cet 3, 2010. h. 13. 29[29] Depdiknas Dirjen PMPTK, Penelitian Tindakan Kelas dan Karya Tulis Ilmiah, Depdiknas, ttp, 2007, h.5.
2.
Manfaat bagi guru
a. Guru memiliki kemampuan memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang mendalam terhadap apa yang terjadi di kelasnya. b. Dengan melakukan PTK, guru dapat berkembang dan meningkatkan kinerjanya sehingga proses profesional, karena guru menilai, merefleksi diri, dan mampu memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya. c. Melalui PTK, guru dapat kesempatan untuk berperan aktif dalam pengembangan pengetahuan dan keterampilan sendiri, sehingga diharapkan dapat menghasilkan teori-teori dan praktik-praktik pembelajaran. d. Dengan PTK guru akan merasa lebih percaya diri, guru yang selalu melakukan evaluasi diri tentu akan selalu menemukan kekuatan, kelemahan, dan tantangan pembelajaran dan pendidikan masa depan. 3.
Manfaat bagi sekolah
Sekolah yang para gurunya memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan atau perbaikan kinerjanya secara profesional, maka sekolah tersebut akan berkembang pesat.30[30]
B.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian pustaka tersebut dapat dirumuskan hipotesis tindakan pada penelitian tindakan kelas yaitu : Penggunaan Kit Alat Peraga SEQIP dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SD N 2 Mataram Marga Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur. Berdasarkan kajian pustaka dapat diambil rumusan hipotesis tindakan pada penelitian tindakan kelas ini antara lain : Penggunaan Kit Alat Peraga SEQIP dapat meningkatkan aktivitas belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) siswa. Penggunaan Kit Alat Peraga SEQIP dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) siswa.
BAB III
30[30] Ibid, h.33-34
METODE PENELITIAN
A.
Objek Tindakan
Objek dalam penelitian ini adalah meta pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan menggunakan jenis penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam melalui penggunaan Kit Alat Peraga SEQIP. 1.
Definisi Operasional Variabel
Menurut Sedarmayanti dan Syarifudin Hidayat. “Definisi Operasional adalah definisi yang ada dalam hipotesis atau definisi yang pada intinya merupakan penjabaran lebih lanjut dan tegas dari suatu konsep.”31*1+ Sedangkan definisi variabel menurut Abdurrahmat Fatoni diartikan “sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamata n penelitian.”32[2] a.
Variabel Bebas
26
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penggunaan Kit Alat Peraga SEQIP. Pembelajaran dengan penggunaan alat peraga SEQIP yaitu diawali dengan guru mengajukan materi pelajaran pokok bahasan bunyi, guru memperlihatkan suatu proses atau kejadian kepada murid atau mempraktekkan cara kerja Kit Alat Peraga SEQIP. Kemudian menyuruh siswa untuk membentuk kelompok, selanjutnya guru membagikan Kid Alat Peraga SEQIP kepada masing-masing kelompok, setiap kelompok diberi tugas untuk melakukan eksperimen atau penelitian. Setiap kelompok mengemukakan permasalahan yang timbul dari data penemuan dan dipresentasikan di depan kelas. b.
Variabel Terikat
1)
Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan siswa selama mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan Kit Alat Peraga SEQIP, yaitu : a)
Perhatian siswa dalam proses belajar
b)
Partisipasi siswa dalam penggunaan Kit Alat Peraga SEQIP
c)
Partisipasi siswa dalam belajar kelompok
d)
Prestasi hasil kerja kelompok
e)
Mengungkapkan gagasan atau pendapat.
31[1] 52.
Sedarmayanti, Syarifusin Hidayat, Metodologi Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 2007, h.
32[2] Abdurrahmat Fatoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, Rineka Cipta, Jakarta, 2006, h. 24.
2)
Hasil Belajar
Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa pada mata pelaajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang diperoleh dari hasil teks formatif yang diberikan guru kepada siswa setelah selesai mempelajari dalam satu pokok bahasan tentang bunyi.
B.
Setting Tindakan
1.
Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD N 2 Mataram Marga Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur. 2.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD N 2 Mataram Marga Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur. Dengan jumlah siswa 35, dengan rincian 17 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan dengan berbagai macam latar belakang tingkat kemampuan dan suku yang berbeda. Penelitian ini berkolaborasi yang dilakukan dengan guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) kelas IV yaitu Bapak M. Nuraini, A.Ma.Pd.
C. Prosedur Tindakan Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas. D alam hal ini peneliti mengobservasi pembelajaran yang didesain dengan menggunakan Kit Alat Peraga SEQIP berupa peningkatan aktivitas dan hasil belajar melalui pre tes dan post tes.
1.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini model yang dikembangkan oleh Arikunto. Model tersebut dapat digambarkan di bawah ini : 33[3] Gambar 1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas
33[3] Suharsimi Arikunto, Suhardjono, Supardi, Penelitian Tindakan Kelas, Bumi Aksara, Jakarta, 2007, h. 16.
2.
Tahap-
Tahap Penelitian Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan dalam beberapa siklus. Setiap siklus meliputi langkahlangkah sebagai berikut :
Siklus 1 1.
Perencanaan (Planning)
1) Peneliti melakukan analisis kurikulum untuk menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan diajarkan kepada siswa. 2) Membuat rencana pembelajaran dengan menggunakan alat peraga SEQIP dan alat bantu yang dipergunakan. 3) Menyusun lembar kegiatan yang akan diberikan kepada siswa pada saat berlangsungnya belajar dalam kelompok. 4)
Mempersiapkan lembar pengamatan.
5)
Mempersiapkan perangkat tes hasil belajar.
2.
Pelaksanaan (Acting)
Pada tahap pelaksanaan ini kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan Kit Alat Peraga SEQIP yang sudah direncanakan. Pertemuan I
a.
Kegiatan Awal
1)
Guru memotivasi siswa dengan menginformasikan tujuan pembelajaran.
2)
Guru menginformasikan kepada siswa mengenai pembagian kelompok.
3)
Guru menginformasikan kepada siswa mengenai pembagian kelompok.
b.
Kegiatan Inti
1)
Tahap Menyampaikan Materi
a)
Guru meminta siswa untuk fokus pada pelajaran.
b)
Siswa memperhatikan penjelasan materi dari guru.
c) Guru memberikan contoh yang relevan dengan materi, kemudian contoh tersebut diperagakan dengan alat peraga yang sudah disiapkan. 2)
Tahap Kegiatan Kelompok
a)
Guru membagikan alat peraga kepada masing-masing kelompok.
b) Guru memberikan waktu kepada siswa untuk melakukan percobaan dengan menggunakan alat peraga yang sudah dibagikan. c) Siswa mempergunakan waktu yang telah diberikan guru untuk memecahkan permasalahan atau mencari jawaban. 3)
Tahap Diskusi Kelompok
a) Siswa duduk bergabung dengan masing-masing kelompok dengan pengorganisasian dari guru yang sudah ditetapkan sebelumnya. b) Siswa mempergunakan waktu yang telah diberikan guru untuk berdiskusi secara kelompok mengenai permasalahan yang dikerjalan melalui percobaan dengan menggunakan alat peraga. c) Setiap kelompok maju ke depan untuk mempresentasikan jawaban masing-masing, kemudian kelompok lain menanggapinya. c.
Kegiatan Inti
1)
Siswa bersama guru menyimpulkan materi
2)
Membahas evaluasi
3)
Guru memberikan Pekerjaan Rumah (PR)
Pertemuan II Tahap Tes Hasil Belajar Dilakukan satu kali tes setelah satu kali pertemuan. Tes dikerjakan secara individu atau m andiri. Tes dikerjakan selama 35 menit, hasil tes digunakan untuk mengetahui apakah ada peninkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). 3.
Pengamatan (Observation)
Pada tahap ini dilakukan pengamatan atau observasi terhadap tindakan oleh guru sebagai peneliti dan observer sebagai kolaborator dengan menggunakan lembar o bservasi yang disiapkan.
4.
Reflesksi (Reflecting)
Hasil yang didapat dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis. Hasil analisis data tersebut sangat penting sebagai bahan untuk melakukan refleksi, refleksi ini digunakan sebagai dasar untuk perbaikan siklus berikutnya. Siklus II Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I maka dikembangkan siklus II. Pada siklus II ini adalah memperbaiki hal-hal yang perlu diperbaiki dan dikembangkan dengan kriteria ketuntasan minimum 62. Pada dasarnya siklus II ini untuk mengetahui apakah terjadi perubahan setelah memperoleh tindakan pada siklus I.
D.
Teknik Pengumpulan Data
Untuk dapat mengumpulkan data yang diinginkan dan diperlukan, maka dalam pengumpulan data sebagai berikut : 1.
Observasi
Observasi dapat diinformasikan “sebagai pemilihan pengubahan, pencatatan, dan pengkodean serangkaian perilaku dan suasana yang berkenaan dengan o rganisme sesuai dengan tujuan-tujuan empiris.”34[4] Metode ini digunakan guru yang sekaligus peneliti dan observer sebagai kolaborator dengan menggunakan lembar observasi untuk mengobservasi. Aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar dan implementasi pembelajaran dengan menggunakan Kit Alat Peraga SEQIP yang dilakukan pada waktu proses belajar mengajar. 2.
Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar adalah “suatu tes yang mengukur prestasi seseorang dalam suatu bidang sebagai hasil proses belajar yang khas, yang dilakukan secara sengaja dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan nilai.”35[5] Dalam hal ini tes hasil belajar siswa. Pada pokok bahasan yang telah dipelajari siswa dengan standar hasil belajar yang sesuai dengan Kriteria Minimum (KKM) pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yaitu 62. 3.
Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah “Suatu metode untuk mencari data mengenai hal -hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, agenda dan
34[4]
Edi Kusnadi, Metodologi Penelitian Aplikasi Praktis, Ramayana Press, Metro, 2005, h. 115.
35[5] Ign. Masidjo, Penelitian Pencapaian Hasil Belajar Ssiwa di Sekolah, Kanisius, Yogyakarta, 2007, h. 40.
sebagainya.”36[6] Metode ini digunakan peneliti dalam melakukan analisis kurikulum untuk menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam silabus dan rencana pembelajaran yang akan diajarkan kepada siswa.
E.
Teknik Analisis Data
Analisis data peneliti ini dilakukan dengan menggunakan dua bentuk analisis, analisis kuantitatif dan kualitatif. 1.
Analisis Kuantitatif
Analisis data ini dihitung dengan menggunakan rumus statistik sederhana berikut ini. a.
Untuk menghitung nilai rata-rata
Digunakan rumus : 37[7]
X= b.
Untuk menghitung persentase
Digunakan rumus :
P= Keterangan : X
=
rata-rata nilai
=
jumlah semua nilai data
n
=
jumlah data
P
=
Presentase
X
c.
Untuk menghitung hasil belajar
Digunakan rumus : 38[8]
36[6] Suharsimi Arikunto, Proses Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Revisi, Rineka Cipta, Jakarta, 1997, h. 130. 37[7]
M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Statistik 1, Bumi Aksara, Jakarta, 2003, h. 72.
38[8] Melzer D, E, “The Relationship Between Math ematics Proparation and Conceptual Learning Gains in Physic : A Possible ‘Hidden variable’ in Diagnostic Prestest Score”, American Journal of Physics. 2002. 70 (120 1259-1268). DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahmat Fatoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, Rineka Cipta, Jakarta, 2006. Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, Rineka Cipata, Jakarta, 2004. Alipandie Ermansyah, Alat Peraga Dalam Proses Belajar Mengajar, Graffindo, Jakarta, 1948. Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, Ar-Ruzz Media, Yogyajarta, 2010. Depdik, Standar Isi, Standar Nasional Pendidikan, Jakarta, 2006. Depdikbud Direktoral Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Pedoman Penggunaan KIT IPA di Sekolah Dasar Kelas IV. Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, PT. Rineka Cipta Jakarta, 2004. Dirjen Dikdasmen, Manfaat penggunaan Alat Peraga, Jakarta, 2003. Edi Kusnadi, Metodologi Penelitian Aplikasi Praktis, Ramayana Press, Metro, 2005. Hanadiah, Cucu Suhanda, Konsep Strategi Pembelajaran, Rafika Aditama, Bandung, 2009. Hidayat Komaruddin, Active Learning, Penerbit YAPPENDAS, Yogyakarta, 2005. http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=1&ved=0CBQQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww. damandiri.or.id%2Ffile%2Fnaniktunpabsbab2.pdf&ei=8XN0TZH0MYbVrQfYfjRCg&usg=AFQjCNFTzg90qrJDoMGmC x3EHuIvhlEeOg. Diakses pada tagal 7 maret 2011 Pukul 13.00. Ign. Masidjo, Penelitian Pencapaian Hasil Belajar Ssiwa di Sekolah, Kanisius, Yogyakarta, 2007. Kunandar, Penelitian Tindakan Kelas, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008. Masnur Muslich, Melaksanakan PTK itu Mudah, Bumi Aksara, Jakarta, cet 1, 2009. h. 9. M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Statistik 1, Bumi Aksara, Jakarta, 2003. Melzer D, E, “The Relationship Between Mathematics Proparation and Conceptual Learning Gains in Physic : A Possible ‘Hidden variable’ in Diagnostic Prestest Score”, American Journal of Physics. 2002. 70 (120 1259-1268). Muhibbin Syah, Psilokogi Pendidikan Dengan P endekatan Baru, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007. Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru, B andung. Nizar Alam Hamdani, Dody Hermana, Classrom Action Research, Rahayasa, ttp, 2008. Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, PT Bumi Aksara, 2005. h. 172. Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Rajawali Pers, Jakarta, 2009. Sedarmayanti, Syarifusin Hidayat, Metodologi Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 2007 . Suharsimi Arikunto, Proses Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Revisi, Rineka Cipta, Jakarta, 1997.
N – Gain = Dengan kriteria nilai N – Gain :
2.
Perolehan N – Gain
Kriteria
N – Gain > 0,07
Tinggi
0,30 < N Gan < 0,70
Sedang
N – Gain < 0,30
Rendah
Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif dilakukan untuk melihat aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran dengan pengamatan. Hasil pengamatan dicatat dalam l embar observasi aktivitas belajar siswa. Sementara data yang terkumpul dari lembar observasi dianalisis kualitatif disajikan dalam bentuk persentase (%).
F.
Indikator Keberhasilan
Indikator dalam penelitian ini adalah adanya peningkatan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) siswa yang ditunjukkan dengan peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dari siklus ke siklus, yaitu : 1)
Rata-rata aktivitas belajar siswa meningkat mencapai 75 %.
2) Peningkatan hasil belajar siswa ditandai dengan tercapainya Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan nilai > 56 mencapai 75 % di akhir siklus.
Suharsimi Arikunto, Suhardjono, Supardi, Penelitian Tindakan Kelas, Bumi Aksara, Jakarta, 2007. Suharsimi Arikunto, et. al, Penelitian Tindakan Kelas, Bumi Aksara, Jakarta, cet 4, 2007. Tim SEQIP, Buku IPA Guru Kelas 4, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2003. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2004. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Penerbit Preneda Media Group, Jakarta, 2006. www.alatperagapendidikan.com. Diakses pada tagal 7 Maret 2011 Pukul 13.10.
JADWAL WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan selama 4 minggu atau selama 1 bulan, dengan jadwal sebagai berikut :
No
Kegiatan
Waktu
1
Tahap persiapan
1 minggu
2
Tahap pengumpulan data
1 minggu
3
Tahap pengolahan dan analisis data
1 minggu
4
Tahap penulisan laporan
1 minggu
Jumlah Minggu
4 minggu
Keterangan
BIAYA YANG DIPERLUKAN
Biaya yang diperlukan untuk penelitian ini, antara lain sebagai berikut : 1.
Penyusunan proposal
: Rp.
100.000,00
2.
Penyusunan instrumen
: Rp.
50.000,00
3.
Pengumpulan data
: Rp.
50.000,00
4.
Pengolahan data
: Rp.
50.000,00
5.
Analisis data
: Rp.
50.000,00
6.
Penulisan laporan
: Rp.
300.000,00
7.
Photo copy
: Rp.
100.000,00
8.
Transportasi
: Rp.
100.000,00
9.
Bahan
: Rp.
100.000,00
10.
Lain-lain : Rp.
100.000,00
Jumlah Terbilang
: Rp. 1.000.000,00 : Satu Juta Rupiah
Share this games :
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Tidak ada komentar: Poskan Komentar Komentar yang sopan Link ke posting ini Buat sebuah Link Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Labels Adab (4) akb (2) akbid (21) Akhbar (14) Amerika (2) Aqidah (4) Blog Tutorial (8) Cinta (3) Daftar Isi (2) download (2) Fikrah (5) Fiqih (22) Jihad (12) Kampus (77) Kesehatan (30) Kisah (43) Komputer (2) Milis (5) Nasyid (1) Parenting (9) Peluang Bisnis Rumahan (1) Peluang Usaha Online (1) Pembelajaran (12) Perangkat Sekolah (16) Qowaid Fiqhiyah (5) Resonansi Jiwa (9) RPP (1) Tauhid (1) Teknologi (8) Tips (5)
Ummat Islam (2) Ushul Fiqih (3)
Blogger Tricks Tukar Link
Cukup copy text dalam area dan paste dalam blog anda. Saya akan segera linkback kembali.
Top of Form
Bottom of Form
Tulis Di Buku Tamu atau Form Komentar Untuk Konfirmasi.
Followers
Copyright © 2011 Action, Action, Action . All Rights Reserved. Johny Template | Blogger Template by Creating Website | Planet Kenthir
A N WA R B L O G G E R JUMAT, 18 JULI 2008
EFEKTIFITAS KIT IPA
KEEFETIFAN PENGGUNAAN KIT IPA BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang dirasakan sekarang ini dituntut kemampuan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mengelola dan memelihara sumber daya alam agar dapat dimamfaatkan lebih optimal dan berkesinambungan. penggunaan sumber daya alam yang optimal dan berorientasi terhadap pemeliharaan lingkungan, dapat dilakukan dengan penguasaan ilmu dan teknologi salah satunya dengan adanya kegiatan proses belajar mengajar di sekolah khususnya pembelajaran IPA. Undang-Undang Sisdiknas nomor 20 Tahun 2003 bab XII pasal 45 disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik. Sarana dan prasarana yang memenuhi persyaratan baik dari segi jumlah, kualitas, jenis, dan kemutakhirannya akan mendukung tercapainya sekolah yang efektif. (Undang-Undang, 2003. http:// www. depdiknas.go.id/sikep/ Issue/SENTRA1/F20.htm. Diambil pada tanggal 14 September 2006). Pendidikan pada hakikatnya adalah sebuah upaya untuk memanusiakan manusia. Sekolah adalah kelanjutan dari pendidikan di dalam keluarga yang merupakan proses pendidikan paling utama dan alamiah. Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang mampu memberi kondisi mendidik yang dapat mengembangkan pribadi, wacana ke depan, cara berpikir, cara menyikapi permasalahan, dan dapat memecahkan masalah secara metodologis, mampu bergaul dengan orang lain, mampu memahami dirinya dan hidup mandiri bersama masyarakat luas dan mampu menggunakan kemampuannya untuk mengatasi segala permasalahan hidup (Djohar, 2006). Pendidikan adalah investasi masa depan bangsa. Baik buruknya suatu peradaban kelak, sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan saat ini. Pendidikan sains mempunyai potensi besar untuk memainkan peran strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia untuk menghadapi era industrialisasi dan globalisasi. Potensi tersebut dapat terwujud jika pendidikan sains berorientasi pada pengembangan
kemampuan berpikir dan berbahasa, penyiapan peserta didik menghadapi isu sosial dampak penerapan Iptek, penanaman nilai-nilai etika dan estetika, kemampuan memecahkan masalah, pengembangan sikap kemandirian, kreatifitas serta tanggung jawab. Namun kenyataan di lapangan, ditemukan bahwa pembelajaran sains (IPA) dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan menjadi masalah bagi peserta didik. Sehingga minat untuk pembelajaran sains menjadi rendah yang berpengaruh pada pembelajaran dan hasil belajar. Secara umum, pembelajaran sains di Indonesia saat ini belum berorientasi pada proses belajar, namun lebih mementingkan pada produk belajar, yakni pengetahuan (Djohar 2006). Interaksi guru dan murid sekedar transfer pengetahuan dari seorang guru terhadap murid. Pembelajaran sains dengan cara primordial seperti yang diilustrasikan di atas, menghasilkan peserta didik yang sekedar memperoleh hafalan pengetahuan yang tidak lengkap dan mudah dilupakan sehingga tidak bermanfaat bagi kehidupannya. Dengan demikian, pendidikan yang tekstual justru akan menjauhkan peserta didik dari realita, asing terhadap fakta, asing terhadap konteks pembelajaran dunia nyata, asing terhadap proses konseptualisasi, tidak mampu membuat konsep kehidupan, tidak mandiri dan lebih senang hidup tergantung dalam segala hal. Pendekatan tekstual dapat mengakibatkan keterpurukan dalam bidang sains dan tertinggal dengan bangsa barat dalam bidang ilmu dasar sains (IPA) dan teknologi. Beberapa kelemahan pembelajaran sains selama ini antara lain kurikulum dan pembelajaran sains yang diterapkan saat ini merupakan pembelajaran yang berorientasi pada disiplin ilmu (Mackinnu, 1996). Materi yang diajarkan kepada peserta didik lebih bersifat abstrak dan jauh dari pengalaman peserta didik. Materi yang diajarkan kepada peserta didik pada dasarnya merupakan materi yang dipersiapkan untuk mengikuti pelajaran pada tahap berikutnya, konsekuensi dari hal ini adalah timbulnya kerugian bagi para peserta di dik yang tidak mengikuti salah satu tahap tersebut (dalam arti tidak meneruskan ke janjang yang lebih tinggi lagi); metode pembelajaran yang digunakan sekarang masih mengandalkan ceramah yang kadang kala disertai dengan percobaan verifikasi alat peraga yan g sudah jadi dan bahkan tidak menggunakan alat peraga yang tersedia. Dalam hal ini, sebagian guru tidak memperhatikan dan mengefektifkan alat peraga dalam pembelajaran. Akibatnya peserta didik hanya pasif dan sulit untuk berkembang apalagi sampai pada tingkat mental dan emosionalnya. Keterkaitan antara konsep dan teori dengan aplikasi pengalaman kehidupan seharihari sangat minim. Hal ini menyebabkan cara berpikir peserta didik menjadi
rendah daya pemahamannya terhadap pelajaran yang diberikan oleh guru. Dengan demikian, pembelajaran sains saat ini masih jauh dari peningkatan kreativitas dan ketrampilan proses sains. Dalam proses belajar mengajar di sekolah, saat ini tidak atau belum memberi kesempatan yang maksimal kepada peserta didik untuk mengembangkan kreativitasnya. Dengan kata lain, pembelajaran sains masih ( teacher centre learning ). Guru mengajar dengan gaya yang selalu memaksa peserta didik untuk menghafal berbagai konsep tanpa disertai pemahaman terhadap konsep tersebut. Umumnya guru beranggapan bahwa mengajar itu suatu kegiatan menjelaskan dan menyampaikan informasi tentang konsep-konsep. Jika penyampaian informasi telah disampaikan, berarti kegiatan belajar mengajar telah selesai. Padahal, pemahaman konsep yang terjadi pada peserta didik adalah h asil bentukan peserta didik sendiri, bukan sebagai hasil transfer informasi dari guru. Kalau kita cermati, proses belajar yang diperoleh peserta didik lebih banyak pada “belajar tentang” (learning about thing) daripada “belajar menjadi” (learning how to be). Peserta didik mempelajari tentang hidup sehat, pengertian dan ciri -cirinya serta cara untuk mencapai hidup sehat, tetapi peserta didik tidak mempraktekannya untuk mencapai taraf hidup sehat. Dalam hal ini pengetahuan yang dimiliki peserta didik merupakan hasil transformasi informasi, belum merupakan sesuatu yang dicari, digali dan ditemukan sendiri oleh peserta didik sehingga betul-betul menjadi miliknya dan menjadi bagian dari kehidupannya. Menurut John Dewey, pendidikan memberikan kesempatan dan pengalaman dalam proses pencarian informasi, menyelesaikan masalah dan membuat keputusan bagi kehidupannya sendiri. Guru harus merubah peran dan fungsinya dalam proses pembelajaran yang tidak lagi bersifat Teacher centre learning. Menurut Slamet (2005: 203) sekolah efektif adalah sekolah yang mampu mendidik siswanya mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan jenis, satuan dan jenjang pendidikan. Karakteristik sekolah efektif adalah bahwa warga sekolah memahami, menghayati, dan mempraktekkan visi, misi dan tujuan sekolah sebagai sistem sehingga hasil kerja sekolah disadari sebagai hasil upaya kolektif warga sekolah. Sistem tersebut terdiri dari sejumlah komponen yang saling berinteraksi sehingga dibutuhkan kerjasama antara sekolah dengan stake holder yang kompak, cerdas, dan dinamis. Pihak sekolah memiliki harapan yang tinggi terhadap prestasi belajar siswanya, dan dukungan dari stake holder dalam penyelenggaraan pendidikan memiliki kepentingan terhadap layanan dan produk yang dihasilkan sekolah. Profesionalisasi pendidik dan tenaga kependidikan menjadi fokus perhatian. Menurut Jiyono bahwa penguasaan materi guru IPA pada 7 propinsi di Indonesia
baru sekitar 55%, kemampuan guru menggunakan alat-alat peraga masih rendah, kebanyakan sekolah belum memiliki alat-alat IPA sebagai alat bantu pembelajaran. Banyak alat-alat yang tersedia telah rusak dan diantaranya ada sebagian alat-alat yang tidak pernah digunakan dan sekolah tidak berupaya mengadakan alat-alat IPA yang belum tersedia. (http://www.depdiknas. go.id/cdisis/cdisis.php. Diambil pada tanggal 15 Agustus 2007). Alat Bantu Dalam Pembelajaran ialah ruang kelas, bahan-bahan rujukan dan sebagainya . Ruang kelas merupakan elemen penting dalam melancarkan lagi pembelajaran . Terdapat juga ruang kelas yang tidak mencukupi di setengah sekolah . Kadang-kala mencapai seramai 60 orang murid atau pelajar dalam satu kelas dan keadaan ini adalah terlalu sesak serta sangat jauh dari siswi di sekolahsekolah di negara-negara maju . Keadaan demikian akan membuat para pelajar tidak akan nyaman dan guru juga mungkin tidak berupaya untuk membimbing kelas dan ini seterusnya akan menjelaskan prestasi para pelajar dalam akademik. Alat bantu pembelajaran yang lain ialah buku-buku atau bahan rujukan. Jika para pelajar rajin atau selalu untuk menggunakan bahan rujukan lain selain daripada yang diberikan oleh guru, kemungkinan besar pelajar itu akan pandai dan jika sebaliknya, pelajar tersebut mungkin juga boleh panadai tetapi tidaklah begitu cemerlang . Hasil pengamatan awal menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran dalam menggunakan alat peraga masih kurang efektif dan masih banyak guru yang tidak menggunakan alat peraga yang ada, maka dapat dinyatakan bahwa, ada beberapa masalah yang berhubungan dengan keefektifan penggunaan alat peraga dalam pembelajaran IPA di Madrasah Ibtidaiyyah Negeri I Yogyakarta. Masalah yang bersumber dari diri siswa dapat berupa kemampuan belajar siswa, motivasi belajar baik secara instrinsik maupun ekstrinsik, perolehan hasil belajar siswa tertentu sebelum masuk MI yang disebut kemampuan awal, kemampuan sosio ekonomi siswa yaitu yang berhubungan dengan fasilitas belajarnya. Keadaan sosio kulturalnya lingkungannya yaitu lingkungan yang mendukung untuk belajar atau tidak mendukung untuk belajar, kondisi fisik serta keadaan gizi dan kondisi ekonomi setiap siswa berada pada perkembangan tertentu. Selain masalah yang bersumber dari siswa juga berasal dari guru yang meliputi kurangnya tenaga guru pada MI baik negeri maupun swasta. Kekurangan guru ini mengakibatkan tingkat profesionalisme guru yang rendah terlihat dengan banyak guru IPA yang bukan latar belakang pendidikan IPA, sehingga guru IPA di MI terlihat kurang menguasai materi IPA, karena bukan dari bidang IPA sehingga kecakapan
dan motivasi juga rendah dalam melaksanakan proses belajar mengajar yang kurang efektif. Faktor lainnya yang kurang mendukung dalam pembelajaran IPA di MI adalah fasilitas pembelajaran yaitu kelengkapan, ketepatan (sesuai dengan yang dibutuhkan), mutu alat, pertimbangan ekonomi, perawatan dan keamanan ( baik bagi pemakainya maupun aman dari pencuri dan gangguan keusangan yang tidak wajar). Hal ini semua belum dapat terlaksana sepenuhnya di MI, ini terlihat masih banyaknya MI yang belum mempunyai alat peraga sebagai sarana pendukung, untuk melaksanakan pembelajaran IPA di MI. sehingga untuk melaksanakan pembelajaran di kelas oleh guru, dengan keterbatasan alat dan pengamanan yang memadai, meskipun ada alat-alat peraga yang diberikan oleh pemerintah. Tetapi tidak dikelola dengan baik karena tenaga pengelola yang kurang memperhatikan menggunakan alat peraga dalam pembelajaran IPA, sehingga pembelajaran tidak efektif dan hanya bersifat abstrak. Masalah lainnya dapat dilihat dengan penggunaan, pendekatan yang digunakan sangat menentukan dari proses belajar mengajar IPA di MI yaitu masih banyak guru yang bukan dari bidang studi IPA, mengakibatkan penggunaan pendekatan pembelajaran, lebih banyak dilakukan dengan pendekatan yang konvensional sehingga pembelajaran terlihat hanya searah dari guru-siswa. . Itulah yang melatarbelakangi sehingga penulis memilih judul tersebut, dan setelah menganalisa dari latar belakang tersebut sudah tepat dan sudah relevan dengan judul tesis tersebut. B. IDENTIFIKASI MASALAH Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka dapat dinyatakan bahwa ada beberapa masalah yang berhubungan keefektifan penggunaan alat peraga dalam meningkatkan pembelajaran IPA di Madrasah Ibtidaiyyah yogyakarta. Masalah tersebut bersumber dari ; Penguasaan materi pelajaran IPA Pemilihan metode pembelajaran yang tepat oleh guru Pemilihan pendekatan pembelajaran IPA yang tepat Pemilihan strategi pembelajaran IPA yang tepat oleh guru Ketersediaan alat peraga IPA di sekolah Keefektifan Penggunaan alat peraga IPA di sekolah . C. PEMBATASAN MASALAH Berdasarkana dari identifikasi masalah, maka masalah yang diteliti adalah:
Ketersediaan alat peraga IPA KLS. VI di MIN I Yogyakarta Keefektifan pengunaan alat peraga IPA dalam mengajar KLS. VI di MIN I Yogyakarta Pengaruh alat peraga dalam meningkatkan pembelajaran IPA KLS. VI di MIN Yogyakarta Dari identifikasi masalah tersebut, Penulis membatasi 3 masalah yang akan Dibahas dalam tesis ini, dan untuk mengarahkan penulis untuk meneliti agar tidak keluar dari pembahasan tesis ini. D. RUMUSAN MASALAH Adapun rumusan masalah sesuai dengan batasan masalah tersebut adalah: 1. Bagaimana ketersediaan alat peraga IPA KLS. VI di Madrasyah Ibtidaiyah Negeri I Yogyakarta 2. Bagaimana Keefektifan penggunaan alat peraga IPA KLS. VI di Madrasyah Ibtidaiyah Negeri I Yogyakarta 3. Bagaimana pengaruh alat peraga dalam meningkatkan pembelajaran IPA KLS. VI di Madrasyah Ibtidaiyah Negeri I Yogyakarta
E. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan diadakan penelitian ini yaitu: 1. Ingin mengetahui ketersediaan alat peraga IPA KLS. VI di Madrasyah Ibtidaiyah Negeri I Yogyakarta 2. Ingin mengetahui Kefektifan penggunaan alat peraga IPA KLS. VI di Madrasyah Ibtidaiyah Negeri I Yogyakarta 3. Ingin mengetahui sejauhmana pengaruh alat peraga dalam meningkatkan pembelajaran IPA. KLS. VI di Madrasyah Ibtidaiyah Negeri I Yogyakarta Tujuan penelitian tersebut sudah tepat dan sesuai dengan rumusan masalahnya. F. MAMFAAT HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut: 1. Sebagai bahan kajian untuk maningkatkan pembelajaran IPA. 2. Bagi guru, agar dapat meningkatkan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga secara efektif. 3. Bagi pihak Departemen Agama, sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan guna meningkatkan keefektifan alat peraga di Madrasyah Ibtidaiyah Negeri I Yogyakarta
4. Bagi semua pihak yang terkait dengan masalah pembelajaran dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan keefektifan penggunaan alat peraga IPA di Madrasyah Ibtidaiyah Negeri I Yogyakarta 5. Guru dapat mengetahui cara penggunaan alat peraga IPA dengan benar. dan efektif dalam meningkatkan pembelajaran IPA di Madrasyah Ibtidaiyah Negeri I Yogyakarta
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Ilmu Pengetahuan Alam 1. Pengertian sains Mengetahui cara pandang tentang sains merupakan faktor penting yang menentukan arah pembelajaran sains. Pernyataan ini bukan khayalan, tetapi hasil penelitian, yakni bahwa persepsi guru tentang sains akan mempengaruhi proses pembelajarannya. Berbeda alat pandang akan memberikan hasil pandang yang berbeda. Orang awam akan memandang sains sebagai susunan informasi-informasi ilmiah an sich.
Ilmuwan akan memandang atau mendefinisikan sains sebagai metode yang dengannya hipotesis diuji. Para Filosufi akan memandang sains sebagai cara yang berisi tanya-jawab, rangkaian tanya-jawab akan kebenaran dari apa yang telah diketahui manusia. James B. Conant, mendeskripsikan sains sebagai rangkaian konsep dan pola konseptual yang saling berkaitan yang dihasilkan dari eksperimen dan observasi. Hasil-hasil eksperimen dan observasi yang diperoleh sebelumnya menjadi bekal bagi eksperimen dan observasi selanjutnya, sehingga memungkinkan ilmu pengetahuan tersebut untuk terus berkembang. Pengertian IPA menurut Carin & Sound (1989) adalah suatu sistem untuk memahami alam semesta melalui observasi dan eksperimen yang terkontrol. Abruscato (1996) dalam bukunya yang berjudul “Teaching Children Science” mendefinisikan tentang IPA sebagai pengetahuan yang diperoleh lewat serangkaian proses yang sistematik guna mengungkap segala sesuatu yang berkaitan dengan alam semesta. The Harper Encyclopedia of Science mendefinsikan sains sebagai suatu pengetahuan dan pendapat yang tersusun dan didukung secara sistematis oleh bukti-bukti yang dapat diamati. Jika menggunakan sudut pandang yang lebih menyeluruh, sains seharusnya dipandang sebagai cara berpikir (a way of thinking) untuk memeroleh pemahaman tentang alam dan sifat-sifatnya, cara untuk menyelidiki (a way of investigating) bagaimana fenomena-fenomena alam dapat dijelaskan, sebagai batang tubuh pengetahuan (a body of knowledge) yang dihasilkan dari keingintahuan (inquiry) orang. Menggunakan pemahaman akan aspek-aspek yang fundamental ini, seorang guru sains (IPA) dapat terbantu ketika mereka menyampaikan pada para siswa gambaran yang lebih lengkap dan menyeluruh tentang semesta sains. a. Sains sebagai cara untuk berpikir (Way of Thinking) Sains merupakan aktivitas manusia yang dicirikan oleh adanya proses berpikir yang terjadi di dalam pikiran siapapun yang terlibat di dalamnya. Pekerjaan para ilmuwan yang berkaitan dengan akal, menggambarkan keingintahuan manusia dan keinginan mereka untuk memahami gejala alam. Masing-masing ilmuwan memiliki sikap, keyakinan, dan nilai-nilai yang memotivasi mereka untuk memecahkan persoalan-persoalan yang mereka temui di alam. Ilmuwan digerakkan oleh rasa keingintahuan yang sangat besar, imajinasi, dan pemikiran dalam penyelidikan mereka untuk memahami dan menjelaskan fenomena-fenomena alam. Pekerjaan mereka termanifestasi dalam aktivitas kreatif dimana gagasan-gagasan dan
penjelasan-penjelasan penjelasan-penjel asan tentang fenomena alam dikonstruksi di dalam pikiran. b. Sains sebagai cara untuk menyelidiki (Way Of Investigating) Siapa saja yang berkeinginan memahami alam dan menyelidiki hukum-hukumnya harus mempelajari gejala alam/peristiwa alam dan segala hal yang terlibat di dalamnya. Petunjuk-petunjuk yang ada pada gejala alam pada kenyataannya telah tertanam di alam itu sendiri. Sains terbentuk dari proses penyelidikan yang terus menerus. Hal yang menentukan sesuatu dinamakan sebagai sains adalah adanya pengamatan empiris. Jika ketajaman perhatian kita pada fenomena alam ditandai dengan adanya penggunaan proses ilmiah seperti pengamatan, pengukuran, eksperimen, dan prosedur-prosedur prosedur-prosed ur ilmiah lainnya, maka itulah pengetahuan ilmiah. c. Sains Sebagai Batang Tubuh Pengetahuan (A Body Of Knowledge) Sains merupakan batang tubuh pengetahuan yang terbentuk dari fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, hipotesis-hipotesis, teori-teori, dan model-model membentuk kandungan (content) sains. Pembentukan ini merupakan proses akumulasi yang terjadi sejak zaman dahulu hingga penemuan pengetahuan yang sangat baru. 1. Fakta Fakta merupakan produk paling dasar dari sains (IPA). Fakta-fakta merupakan dasar dari konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori. Fakta menunjukkan kebenaran dan keadaan sesuatu. Karena fakta-fakta fakta -fakta diperoleh dari hasil observasi, maka fakta-fakta merepresentasikan apa yang dapat dilihat. Seringkali, dua buah kriteria berikut ini digunakan untuk mengidentifikasi sebuah fakta, (a) dapat diamatai secara langsung, (b) dapat didemonstrasikan kapan saja. Oleh karena itu, fakta-fakta terbuka bagi siapapun yang ingin mengamatinya. Namun, kita harus ingat bahwa dua kriteria di atas tidak selalu berlaku karena ada informasi faktual yang hanya terjadi sekali dalam jangka waktu yang sangat lama, seperti erupsi gunung berapi. 2. Konsep Fakta-fakta hanyalah merupakan bahan kasar dan harus diolah lagi sehingga membentuk gagasan yang berarti dan hubungan-hubungan antarfakta. Aktivitas berpikir dan menalar diperlukan untuk mengidentifikasi pola dan membuat kaitan antardata, sehingga membentuk pertalian yang disebut dengan konsep. Konsep adalah abstraksi dari kejadian-kejadian, banda-benda, atau gejala yang memiliki sifat tertentu atau ata u lambang. Ikan, misalnya, memiliki karakteristik
tertentu yang membedakannya dengan reptil dan mamalia. Dikemukakan oleh Collette & Chiappetta, menurut Bruner, Goodnow, dan Austin (1956), sebuah konsep setidaknya memiliki 5 unsur, (1) nama, (2) ( 2) definisi, (3) lambang, (4) nilai, dan (5) contoh. . Kata konsep dan generalisasi sering dipergunakan secara bergantian. Konsep kadangkala diartikan sebagai bayangan mental atau sudut pandang secara individual. Sebagai contoh, jika seorang anak mempunyai konsep jarak bumi ke bulan, maka konsep ini khas untuk dirinya sendiri. Sementara generalisasi generalisasi adalah pernyataan yang didasarkan atas akumulasi pengalaman-pengalaman yang terjadi dalam komunitas ilmiah. Contoh lain dari konsep dalam sains antara lain: Hewan berdarah dingin adalah hewan yang menyesuaikan suhu tubuhnya dengan suhu lingkungannya.. Satelit adalah benda angkasa yang bergerak mengelilingi planet. Air adalaha zat yang molekulnya tersusun atas 2 atom hidrogen dan 1 atom oksigen. d. Prinsip-prinsip dan hukum-hukum Prinsip-prinsip dan hukum-hukum merupakan hasil generalisasi dari konsep-konsep. Prinsip dan hukum seringkali digunakan secara bergantian sebagai sinonim. Prinsip atau hukum terdiri dari fakta-fakta dan konsep-konsep. Prinsip-prinsip Prinsip-prinsip dan konsepkonsep lebih umum daripada fakta-fakta, tetapi juga sering dikaitkan dengan gejala yang dapat diamati di bawah kondisi-kondisi tertentu. Prinsip-prinsip yang mengatur pertumbuhan dan reproduksi menyediakan informasi yang dapat dipercaya berkenaan dengan perubahan yang terjadi dalam sistem kehidupan. Contoh produk IPA yang merupakan prinsip ialah : 1. Logam bila dipanaskan memuai 2. Semakin besar besar intensitas cahaya, semakin efektif proses fotosintesis 3. Larutan yang bersifat asam bila dicampur dengan larutan yang bersifat basa akan membentuk garam dan bersifat netral. 4. Semakin besar perbedaan tekanan udara, semakin kuat angin berhembus Hukum adalah prinsip yang bersifat spesifik. Kekhasan hukum dapat ditunjukkan dari : 1. Bersifat lebih kekal karena telah berkali-kali mengalami pengujian 2. Pengkhususannya dalam menunjukkan hubungan antar variabel Hukum-hukum tentang gas, hukum-hukum tentang gerak, dan hukum tentang listrik sebagai contoh, menentukan hal-hal yang dapat diamati di bawah kondisi-
kondisi tertentu. Contoh: Hukum ohm menunjukkan hubungan antara hambatan dengan kuat arus dan tegangan listrik, yaitu ”besarnya hambatan sebanding dengan besarnya tegangan listrik tetapi berbanding terbalik dengan kuat arusnya”. Hukum tersebut secara matematis dibahasakan dalam bentuk persamaan : R = dimana R = tahanan V = tegangan I = kuat arus e. Teori-teori Ilmuwan menggunakan teori untuk menjelaskan pola-pola. Teori merupakan usaha intelektual yang sangat keras karena ilmuwan harus berhadapan dengan kompleksitas dan kenyataan yang tidak jelas dan tersembunyi dari pengamatan langsung. Gagasan ini menjadi jelas ketika orang merujuk teori atom, yang menyatakan bahwa seluruh benda tersusun atas partikel-partikel yang sangat kecil yang disebut dengan atom. Gambaran visual ini akan lebih sukar diterima ketika kita meninjau salah satu aspek teori yang menyatakan bahwa sebuah atom sebenarnya 99,99 % kosong. Teori memiliki tujuan yang berbeda dengan fakta-fakta, konsep-konsep, dan hukum-hukum, tetapi ilmuwan menggunakan jenis pengetahuan ini untuk menyajikan penjelasan-penjelasan penjelasan-penjelasan dari fenomena-fenome fenomena-fenomena na yang terjadi. Teoriteori mempunyai hakikat berbeda dan tidak pernah menjadi fakta atau hukum, tetapi teori tetap berlaku sementara sampai disangkal atau direvisi. f. Model Model ilmiah adalah representasi dari sesuatu yang tidak dapat kita lihat. Model ini menjadi gambaran mental yang digunakan untuk menunjukkan gajala dan gagasangagasan yang abstrak. Model-model tersebut harus menyertakan hal-hal yang menonojol dan penting dari gagasan atau teori yang mana ilmuwan mencoba untuk memahamkannya atau menjelaskan gagasan atau teori tersebut. Model atom Bohr, model tata surya, dan model DNA double helix merupakan representasi konkret dari gejala-gejala/fenomena-fenomena gejala-gejala/fenomena-fenomena yang tidak dapat kita amati secara langsung. Buku teks merupakan referensi utama ketika kita ingin menemukan model-model untuk membantu kita dalam belajar. Sayangnya, orang kemudian percaya begitu saja pada model yang dia lihat, tidak tahu bahwa model hanyalah merupakan alat bantu mengkonseptualisasi fitur yang menonjol dari prinsip-prinsip
dan teori-teori, dan gambaran mental tidaklah sesuai dengan kenyataannya sebagian atau keseluruhan. B. Hakikat IPA Hakikat Pendidikan IPA merupakan salah satu aspek pendidikan dengan menggunakan IPA sebagai alatnya untuk mencapai tujuan pendidikan IPA khususnya. Salah satu sasaran yang dapat dicapai melalui pendidikan IPA adalah pengertian IPA itu sendiri. Problemnya ialah bagaimana kita dapat mendidik siswa untuk mencapai sasaran dan tujuan pendidikan dengan menggunakan pengertian IPA. a. Pengertian IPA Ilmu pengetahuan alam mempunyai objek yaitu benda-benda alam dan peristiwaperistiwanya yang bersifat: 1) ada saling hubungan antara benda alam satu dengan yang lain., 2) ada saling hubungan antara benda dan peristiwa alam, dan 3) ada sating hubungan antara peristiwa satu denganperistiwa yang lain, sehingga benda dan peristiwa alam itu be rsifat integral. Perkembangan IPA sebagal ilmu pengetahuan mengalami tingkat tingkat sebagal berikut : 1) tingkat coba-coba dan kebetulan, dan sifatnya deskriptif, 2) tingkat perenungan, penggunaan logika, dan sifatnya otoriter dan teoritik, dan 3) tingkat pengamatan, pembuktian dan percobaan (eksperimentas), dan sifatnya terbuka dan objekti f. Dengan dilandasi pengertian bahwa IPA adalah merupakan bangunan ilmu dan proses ("science is both a body of knowledge and a process"), siswa yang yang belajar IPA akan mengalami perkembangan dalam hal: 1) pengetahuannya, 2) sikapnya, 3) keterampilannya, dan 4) cara berpikirnya. Ilmu pengetahuan alam selalu bertumpu pada metode ilmiah. Ini berarti bahwa kelebihan dan keterbatasan ilmu pengetahuan alam sebagai suatu ilmu pengetahuan tetap berada dalam garis batas metode ilmiah (Sudjoko, 1983). Beberapa definisi TPA adalah sehagai berikut: 1) IPA merupakan suatu cabang pengetahuan yang menyangkut fakta-fakta yang tersusun secara sistematis dan menunjukkan berlakunya %hukum-hukum urnum. 2) IPA merupakan pengetahuan yang didapatkan dengan jalan studi dan prakt ek. 3) IPA merupakan suatu cabang studi yang bersangkut paut dengan observasi dan klasifikasi fakta-fakta, terutarna dengan disusunnya hukum-hukum umum dengan indul:si dan hipotesis. Sementara itu, The Harper Encyclopedia of Science menyebutkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam itu adalah suatu pengetahuan dan pendapat yang tersusun dan
ditunjang secara sistematis oleh bukti-bukti yang formal atau oleh hal-hal yang dapat diamati. (Subiyanto, 1988 :3). b. Fungsi IPA Ilmu pengetahuan alam sebagai alat pendidikan, karakteristik yang harus dimilliki oleh suatu bidang studi adalah kejelasan mengenai: objeknya, persoalannya, cara mempelajarinya, konsep-konsepnya (pengertian-pengertiannya) dan perkembangannya (Wuryadi, 1976). Ilmu pengetahuan alam sebagai alat untuk mengernbangkan pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan sikap. Ilmu pengetahuan alam sebagai alat untuk mengembangkan pengetahuan dari jenjang yang paling rendah ke jenjang yang paling tinggi yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian. Ilmu pengetahuan sebagai alat untuk mengembangkan keterampilan yaitu keterampilan pemecahan masalah, mengevaluasi, berkomunikasi, membuat (gambar, skema, diagram), melakukan proses belajar (mengadakan riset, merencanakan, menggunakan sumher-sumber asli, merekam data, menyeleksi idea, membuat intisari bahan bacaan, menyusun laporan balk lisan maupun tulisan dan membaca bagan dan diagram dan sebagainya) Ilmu pengetahuan alain sebagai alat untuk mengembangkan nilai-nilai dan sikap )aitu nilai soaial, nilai politik, ailai spritual dan nilai agama, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai teoretik. (Sudjoko, 1983). Pemberian mata pelajaran IPA atau pendidikan IPA bertujuan agar siswamemahami/menguasai konsep-konsep IPA dan saling keterkaitannya, serta mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, sehingga lebih menyadari kebesaran dan kekuasaan Penciptanya. Sedangkan fungsi mata pelajaran IPA menurut Sumaji, dkk (1998 :35) arltara lain ialah: 1) Memberi bekal pengetahuan dasar, baik untuk dapat melanjutkan kejenjang pendidikan lebih tinggi maupun untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, 2) Mengembangkanketerampilan-keterampilan dalam memperoleh, mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep IPA; 3) Menanamkan sikap ilmiah dan melatih siswa dalam menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. 4) Menyadarkan siswa akan keteraturan alam dan segaia keindahannya, sehingg siswa terdorong untuk mencintai dan mengagungkan Penciptanya. 5) Memupuk daya kreatif dan inovatif siswa; 6) Membantu siswa memahami gagasan dan informasi baru dalam bidang IPTEK;
7) Memupuk serta mengembangkan minat siswa terhadap IPA. Untuk mencapai tujuan dan meinenuhi fungsi pendidikan IPA i u, pendekatan yang digunakan dalam proses belajar mengajar IPA antara lain ialah : pendekatan lingkungan, pendekatan keterampilan proses, pendekatan inquiri dan pendekatan terpadu. Adapun konsep yang dipelajari dalam ilmu pengetahuan alam yaitu : biologi inquiri, evolusi, genetika, keseimbangan dan ekologi, sedangkan fisika meliputi memprediksi zat, energi, interaksi dan teknologi (Kahle, .979). Hakikat IPA secara filosofi mengandung aspek yaitu: produk, proses, dan sikap. Produk yang dimaksud adalah bahwa ilmu tersusun secara sistematis berupa: konsep, prinsip, dan teori. Proses mengandung pengertian sebagai cara menemukan ilmu dan mengembangkannya. Sedangkan sikap adalah bagaimana cara seseorang bertindak dalam memahami ilmu tersebut serta mengamalkannya. Subiyanto (1988: 3) mendefinisikan IPA adalah: (1) suatu cabang pengetahuan yang menyangkut fakta-fakta yang tersusun secara sistematis dan menunjuk berlakunya hukum-hukum; (2) pengetahuan yang didapat dengan jalan studi dan praktik; dan (3) suatu cabang ilmu yang bersangkut paut dengan observasi dan klasifikasi faktafakta, terutama dengan disusunnya hukum-hukum umum dengan induksi dan hipotesis. Menurut Depdiknas, IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan proses pencarian. (http://www.depdiknas. go.id/cdisis/cdisis.php. Diambil pada tanggal 20 Agustus 2007). Karso (1993: 8) mengemukakan bahwa mata pelajaran IPA merupakan ilmu yang lahir dan dikembangkan melalui langkah-langkah: observasi, perumusan masalah, pengujian hipotesis lewat eksperimen, pengujian kesimpulan, dan pengujian teori atau konsep. Menurut Sund and Leslie (1973: 458) Science deals with phenomena of nature. The study of phenomena cannot be conducted effectively through abstract of theoretical discussion alone, although this may be necessary at lime. For most science students, a presence factual objects, models, or living specimens makes a phenomenon sufficiently concrete to be understood Science materials apparatus demonstration equipment as well as materials for experimentation are designed to fulfill this function. Maksudnya adalah sains berkaitan dengan fenomena alam. Studi tentang fenomena ini tidak dapat diadakan secara efektif melalui diskusi abstrak atau teori saja,
meskipun hal ini mungkin perlu disetiap waktu. Bagi sebagian besar siswa IPA kehadiran objek yang nyata, model, atau bahan percobaan yang hidup menjadi sebuah fenomena yang cukup konkrit untuk mudah dipahami. Materi IPA dan perlengkapan-perlengkapan demonstrasi seperti juga materi eksperimen didesain untuk memenuhi fungsi ini. Sehingga dapat dinyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam merupakan suatu sains yang dalam mendapatkan dan mengembangkannya memerlukan suatu proses yang mana proses tersebut didapat dengan kegiatan praktikum atau observasi untuk selanjutnya dapat disusun secara sistematis. Mata pelajaran IPA fisika, biologi, dan kimia merupakan mata pelajaran yang berdasarkan pada sains. Seperti dikemukakan oleh Beiser (1962: v) “Science like physics, biology, and c hemistry, involves the active of pursuit of knowledge, and it contains many elementy besides its basics consepts”. Depdikbud (1994: 5) mendefinisikan mata pelajaran IPA adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan pengertian IPA tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur utama yang utuh dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keempat unsur utama tersebut adalah: 1. Sikap; rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA bersifat open ended. 2. Proses; prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah yang meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran dan penarikan kesimpulan. 3. Produk; berupa fakta, prinsip, teori dan hukum 4. Aplikasi; penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran IPA ke empat unsur itu diharapkan dapat muncul, sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah dan meniru ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru. Melalui pembelajaran IPA dengan menggunakan alat peraga diharapkan siswa dapat memperoleh pandangan yang luas untuk memecahkan masalah yang timbul dari penerapan ilmu pengetahuan dengan melakukan kegiatan seperti: eksperimen dan observasi, mengumpulkan data, menguji konsep serta membuat kesimpulan, menyusunnya menjadi laporan yang sistematis untuk mudah dipahami, dan
diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya. C. Alat peraga IPA a. Pengertian alat peraga IPA Alat peraga pengajaran, teaching aid, adalah alat yang digunakan guru ketika mengajar untuk memperagakan atau memperjelas materi pelajaran yang disampaikan nya kepada siswa dan mencegah terjadinya verbalisme pada diri siswa. Pengajaran yang banyak menggunakan verbalisme tentu akan segera menbosankan; sebaliknya pengajaran akan lebih menarik bila gembira belajar dan merasa tertarik, pada pelajaran yang diterima. Belajar yang efektif harus mulai dengan pengalaman langsung secara konkrek dan meuju kepad pengalaman yang lebih astsrak. Belajar akan lebih efektif jika dibantu dengan alat peraga pengajaran dari pada siswa belajar tmapa di bantu dengan alat peraga. Lebih jelas lagi alat peraga dibagi menjadi dua yaitu; 1. Alat peraga langsung, yaitu jika guru menerangkan dengan menunjukkan langsung bendanya 2. Alat peraga tidak langsung, yaitu jika guru mengadakan penggantikan terhadap benda yang sesungguhnya. Secara langsung alat peraga pendidikan berfungsi membantu memperjelas atau memvisualisasikan sebuah konsep, ide, atau pengertian tertentu. Sebenarnya penggunaan alat peraga dalam pengajaran IPA bukan suatu hal yang baru. Ada beberapa alat peraga yang sudah digunakan oleh guru-guru di sekolah, misalnya beberapa bangun ruang, kerangka bangun ruang, papan berpetak, dan papan berpaku. b. Fungsi Alat Peraga Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran IPA mempunyai fungsi penting untuk menjelaskan serta menanmkan konsep yang sulit dipahami oleh siswa. Rachman Nata Wijaya (1979: 28) mengemukakan bahwa: 1) Alat peraga mampu membuat pendidikan lebih produktif dengan jalan meningkatkan semangat belajar siswa 2) Alat peraga memungkinkan pembelajaran dapat lebih relevan dengan keadaan perorangan di mana para siswa dapat belajar dengan menggunakan banyak sumber, sehingga belajar berlangsung lebih menyenagkan bagi masing-masing perorangan. 3) Alat peraga memungkin belajar lebih cepat serta mudah mengatur persesuaian antara hal-hal yang ada di dalam kelas dengan yang di luar kelas. 4) Alat peraga lebih memungkinkan belajar lebih merata. 5) Alat peraga memungkinkan mengajar lebih sistematis, teratur, dan dipersiapkan
secara sistematis dan teratur pula. Menurut weaver dan Bollinger (1954;5-8) alat peraga akan sangat membantu untuk menjelaskan secara jelas beberapa cara-cara khusus dimana alat pengajaran dapat mempengaruhi peserta didik. Keuntungan dari pemanfaatan dari alat peraga adalah: 1. Menarik dan mengundang perhatian 2. membantu ingatan nmengenai inforamsi dan hal-hal yang abstrak 3. membantu dalam pembentukan hal yang abstrak secara benar 4. Membantu dalam memahami hubungan yang tepat dari tiap bagian. Nana Sudjana dalam bukunya Dasar-dasar Proses Belajar-Mengajar (2002: 99-100): mengemukakan. Ada enam fungsi pokok dari alat peraga dalam proses belajar mengajar; Penggunaan alat peraga dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi tambahan tetapi mempunyai fungsi tersendiri sebagai alat bantuuntuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif Penggunaan alat peraga merupakan bagian yang integral dari keseluruhan situasi mengajar Alat peraga dalam pengajaran penggunaannya integral dengan tujuan dan isi pelajaran Alat peraga dalam pengajaran bukan semata-mata alat hiburan atau bukan sekedar pelengkap Alat peraga dalam pengajaran lebih diutamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan guru Penggunaan alat peraga dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar mengajar Alat peraga merupakan salah satu faktor untuk mencapai efisiensi hasil belajar (Moh. Surya, 1992: 75). Keberadaan alat bantu pengajaran (alat pelajaran, media, alat peraga) oleh A.Samana (2001: 21). Di samping enam fungsi di atas, penggunaan alat peraga mempunyai nilai-nilai: Dengan peragaan dapat meletakkan dasar-dasar yang nyata untuk berfikir, oleh karena itu dapat mengurangi terjadinya verbalisme Dengan peragaan dapat memperbesar minat dan perhatian siswa untuk belajar Dengan peragaan dapat meletakkan dasar untuk perkembangan belajar sehingga hasil belajar bertambah mantap Memberikan pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri pada setiap siswa
Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan Membantu tumbuhnya pemikiran dan membantu berkembangnya kemampuan berbahasa Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain serta membantu berkembangnya efisiensi dan pengalaman belajar yang lebih sempurna. Dalam menggunakan alat peraga hendaknya guru memperhatikan sejumlah prinsip tertentu agar penggunaan alat peraga tersebut dapat mencapai hasil yang baik. Prinsip-prinsip ini adalah sebagai berikut (Nana Sudjana, 2002: 104-105) Menentukan jenis alat peraga dengan tepat, artinya sebaiknya guru memilih terlebih dahulu alat peraga manakah yang sesuai dengan tujuan dan bahan pelajaran yang hendak diajarkan Menetapkan atau memperhitungkan subjek dengan tepat, artinya perlu diperhitungkan tingkat kemampuan/kematangan anak didik Menyajikan alat peraga dengan tepat Menempatkan dan memperlihatkan alat peraga pada waktu, tempat, dan situasi yang tepat. R.M. Soelarko dalam buku Audio Visual Media Komunikasi Ilmiah Pendidikan Penerangan (1995: 6) menggolongkan macam-macam alat peraga berdasarkan pada bahan yang dipakai: Gambar-gambar (lukisan), dalam IPA misalnya Zoologie (gambar-gambar binatang), Botanie (gambar pohon, bunga, daun, dan buah), dan gambar tentang ilmu bumi (gambar gunung, laut, danau, hutan) Benda-benda alam yang diawetkan, misalnya daun kering yang dipres, bunga, serangga misalnya kupu-kupu, jangkrik, belalang. Model, Fantom, dan Manikkin. Yang disebut model adalah bentuk tiruan dalam skala kecil. Fantom atau Manikkin adalah model anatomi dari bagian-bagian tubuh manusia itu sendiri misal rangka manusia.
c. Kriteria Pemilihan Alat Peraga Berbagai kriteria yang harus diperhatikan dalam memilih alat peraga sebagai alat Bantu pembelajaran adalah sebagai berikut ( Nana Sudjana & Ahmad Rifai; 1991:4) 1) Ketepan dengan tujuan pembelajaran, artinya dalam memilih media disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dukungan terhadap isi bahan pembelajaran, media dipilih agar fakta, prinsip, konsep, maupun generalisasi yang sangat memerlukan media lebih dipahami siswa.
2) Kemudahan memperoleh media, media yang dipilih itu sebaiknya mudah diperoleh ataupun mudah dibuat oleh guru. 3) Keterampilan guru dalam menggunakanya 4) Tersedia waktu untuk menngunkannya 5) Sesuai dengan tahap berfikir siswa d. Pentingnya Alat Peraga Dalam Mengajar IPA Salah satu tujuan pengajaran IPA adalah agar siswa memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari (Depdikbud, 1994: 61). Apabila dalam proses belajar mengajar IPA guru tidak menggunakan alat peraga, maka sulit bagi siswa untuk menyerap konsep-konsep pelajaran yang disampaikan guru sehingga berdampak pada kurangnya tingkat keberhasilan siswa dalam belajar. Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan. Hal ini mengandung arti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa (Moh. Surya, 1992: 21). Tiap-tiap benda yang dapat menjelaskan suatu ide, prinsip, gejala atau hukum alam, dapat disebut alat peraga. Fungsi dari alat peraga ialah memvisualisasikan sesuatu yang tidak dapat dilihat atau sukar dilihat, hingga nampak jelas dan dapat menimbulkan pengertian atau meningkatkan persepsi seseorang (R.M. Soelarko, 1995: 6) Alat peraga dalam mengajar memegang peranan penting sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif (Nana Sudjana, 2002: 99). Dalam kaitannya dengan pengajaran IPA, keberadaan alat peraga jelas mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan belajar mengajar. Pengajaran pada dasarnya (Nana Sudjana, 2002: 43) adalah suatu proses terjadinya interaksi guru siswa melalui kegiatan terpadu dari dua bentuk kegiatan, yaitu kegiatan belajar siswa dan kegiatan mengajar guru. Jerome S. Brunner dalam bukunya Toward a Theory of Instruction mengemukakan bahwa mengajar adalah menyajikan ide, problem atau pengetahuan dalam bentuk yang sederhana sehingga dapat dipahami oleh setiap siswa (Uzer Usman dan Lilis Setyawati, 1993: 5).
D. Pembelajaran IPA Di Sekolah Dasar 1. Karakteristik Anak usia SD Pembelajaran IPA di SD akan berhasil dengan baik apabila guru memahami
perkembangan intelektual anak usia SD. Usia anak SD berkisar antara 7 tahun sampai dengan 11 tahun. Menurut Piaget perkembangan anak usia SD tersebut termasuk dalam katagori operasional konkret. Pada usia operasional konkrit dicirikan dengan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan tertentu yang logis, hal tersebut dapat diterapkan dalam memecahkan persoalan-persoalan konkret yang dihadapi. Anak operasional konkrit sangat membutuhkan bendabenda konkret untuk menolong pengembangan intelektualnya. Anak SD sudah mampu memahami tentang penggabungan (penambahan atau pengurangan), mampu mengurutkan, misalnya mengurutkan dari yang kecil sampai yang besar, yang pendek sampai yang panjang, Anak SD juga sudah mampu menggolongkan dengan mengklasifikasikan berdasarkan bentuk luarnya saja, misalkan menggolongkan berdasarkan warna, bentuk persegi atau bulat, dan sebagainya. Pada akhir operasional konkret mereka dapat memahami tentang pembagian, mampu menganalisis dan melakukan sintesis sederhana. Anak yang sedang belajar ilmu pengetahuan alam, pada hakikatnya merupakan “ilmuan kecil”, sehingga semua kegiatan-kegiatan seperti (observasi, menggolonggolongkan, menghitung jumlah, mengukur, menghubung-hubungkan, merumuskan hipotesis, dan lain-lain yang termasuk dalam proses belajar IPA) dapat dilakukan atau dilatihkan ,padadirinya. Namun perlu juga pertimbangan apakah kegiatankegiatan tadi mampu dilakukan oleh anak pada tingkat usia tertentu. Dalam hubungannya dengan tingkat usia ini, Djohar (1980:4) menyatakan: Belajar IPA yang dipandang dapat lebih mengembangkan pribadi secara integral bagi anak adalah bila proses keilmuannya, dari pada yang memungkinkan terjadinya rangsangan mental untuk proses perkembangan anak seutuhnya. Untuk memenuhi kebutuhan ini diperlukan kuikulum yang strategis. Mana yang dianggap pengetahuan dasar, mana yang dianggap pengetahuan pengembangan. Apa yang dituangkan di dalam kurikulum IPA-SD, apa untuk SMP dan apa untuk SMA? Spesifikasi apa yang perlu dicapai pada tingkat SD, apa untuk SMP, dan apa untuk SMA? Dengan demikian ada kelanjutan yang sikuensial antara kemampuan di SD. SMP,SMA dan sekaligus terkait manfaat-manfaat yarg diperoleh anak untuk setiap tingkat pendidikan, bila is tidak meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Woolfolk dan Nicolich (1984: 53) menjelaskan bahwa selama pertumbuhan dan perkembangan untuk mencapai kedewasaan pada dini, anak mengalami perkembangan mental yang menurut Piaget di bagi dalam empat tahap dengan ciri ciri sebagai berikut Tahap pertama, sensory-motor (0-2 tahun). kemampuan anak masih terbatas pada
"reflex bahavior" yang sederhana dan mengasimilasikan sernua rangsangan (stimuli) yang datang dari luar otaknya. Tahap kedua, pre-operational (2-7 tahun), perkembangan yang paling menonjol adalah perkembangan ba.hasa (ber)icara). Egosentris behavior juga berkembang, schingga anak tidak dapat melihat dan menerima pandangan¬pandangan orang lain. Tahap ketiga, concrete operational (7-11 tahun), anak mulai mampu membuat keputusan-keputusan logik apabita menghadapi gagasan-gagasan yang tidak sesuai dengan'gagasannya. Melalai interaksi sosial dengan teman¬temannya, is mulai mampu mengatasi egosentriknya dan dapat memahami pandangan-pandangan yang bertentangan dengan pandangannya sendiri. Pada tahapan ini anak akan dihadapkan pada pemahaman dan dunia nyata. Tahap keempat, formal operational (11-15 tahun), pada tahap ini anak telah mampu melibatkan dirinya padaa semua macam problem yang timbul pada waktu sekarang, lampau dan yang akan datang, karena pada tahap ini anak telah dapat berpikir hipotesis-deduktif, berpikir rasional, berpikir abstrak, berpikir proporsional dan mampu mengevaluasi informasi. Pada tahap inilah usia perkembangan anak SD yang belajar IPA. Dengan demikian, memperhatikan strukturisasi perkembangan mental anak menurut Piaget, makin tinggi usia anak makin lengkap pula macam kegiatan belajar IPA yang dapat dilakukannya. Namun pada kenyataannya perkembangan anak SD/MI masih banyak berada pada tahapan transisi antara concrete operational dengan formal operational. 2. Karaktristik Pengajaran IPA Carin, (1980:2) mengungkapkan pengertian ilmu pengetahuan alam mencakup tiga (3) komponen utama yaitu sikap, proses atau metode, dan hasil. Sikap meliputi keyakinan, nilai, pendapat, misalnya keputusan sampai cukup data terkumpul yang berhubungan dengan masalah. Berusaha terus-menerus secara objektif. Proses atau metode meliputi beberapa cara dalam menyelesaikan masalah, misalnya membuat hipotesis, merancang dan mencatat hasil eksperimen, mengevaluasi data, mengukur dan lain-lain. Hasil/product meliputi fakta, prinsip, hukum-hukum, teori-teori, misalnya prinsip ilmiah seperti logam ketika dipanaskan akan mengembang. Ilmu Pengetahuan Alam yang dipelajari di SD/MI mempunyai berbagai pengertian sebagai berikut ; (a) Ilmu Pengetauan Alam sebagai suatu cabang pengetahuan yang menyangkut fakta-fakta yang tersusun secara sistematis dan menunjukkan
berlakunya hukum-hukum umum; (b) Ilmu Pengetahuan Alam merupakan pengetahuan yang didapatkan dengan jalan studi dan praktik; (c) Ilmu pengetahuan Alam merupakan suatu cabang studi yang bersangkut paut dengan observasi dan klasifikasi fakta-fakta, terutama dengan disusunnya hukum-hukum umum dengan induksi dan hipotesis. Sementara itu, The Harper Encyclopedia of Science menyebutkan bahwa ilmu pengetahuan itu adalah suatu getahuan dan pendapat yang tersusun dan ditunjang secara sistematis oleh bukti-bukti yang formal atau oleh hal-hal yang dapat diamati (Subiyanto), 1988:3). Dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya, mata pelajaran IPA adalah cukup praktis. Lebih khusus lagi, mata pelajaran ini memerlukan interaksi lansung dengan alam. Hal ini disebabkan karena murid terlibat dalam mata pelajaran ini. Berbagai aktifitas ( misalnya observasi, pengukuran, komunikasi, diskusi, percobaan baru untuk tes dan eksperimen, penelitian, pengolahan data, dan monitoring, pencatatan hasil, dan sebagainya) yang dilakukan antara di ruang kelas dan laboratorium. Mata pelajaran IPA juga bersifat teori. Unsur-unsur yang termasuk dalam mata pelajaran IPA adalah tetap berpikir, argumentasi, penyampaian ide dan intuisi yang bagus, mengolah hipotesis, rumusan teori, tes sampel, kreasi model, dan sebagainya. Berpikir dan tes penalaran hal yang penting, sepenting tes yang sebenarnya atau percobaan di laborayorium (Lee Taeuk 2002). Menurut Mills (1979:11) lazimnya setiap ilmu pengetahuan alam mempunyai objek dan permasalahan jelas, yakni benda-benda alam sebagai objek dan mengungkapkan materi benda tersebut sebagai permasalahannya. Dibandingkan dengan ilmu pengetauan-ilmu pengetahuan yang lain, objek ilmu pengetahuan alam menampakkan gejala-gejala (struktural dan fungsional) yang dapat diindera, sehingga pada hampir sebagian besar gejala-gejala yang dipelajari oleh ilmu pengetahun alam memungkinkan untuk dilakukan observasi dan atau eksperimen. Weisz (1969:6) mengungkapkan bahwa ilmu pengetahuan alam selalu bertumpu pada metode ilmiah. Ini berarti bahwa keebihan dan keterbatasan ilmu pengetahuan alam sebagai suatu ilmu pengetauan berada dalam garis batas metode ilmiah. Jika metode ilmiah tidak dapat diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, maka masalah itu tentu bukan termasuk dalam wewenang ilmu pengetahuan alam. 3. Prinsip Pembelajaran IPA di SD Prinsip pembelajaran IPA di SD merupakan hal yang sangat penting dalam proses pembelajaran, yang dilakukan oleh guru dalam menerapkan mata pelajaran IPA
yang diajarkan untuk meningkatkan pembelajaran di sekolah dasar. Adapun beberapa prinsip pembelajaran IPA di SD, seperti prinsip motivasi, prinsip latar, prinsip menemukan, Prinsip Belajar Sambil Melakukan (learning by doi ng), Prinsip Belajar sambil Bermain, Prinsip Hubungan Sosial. a. Prinsip Motivasi : motivasi adalah daya dorong seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan. Motivasi ada yang berasal dari dalam atau intrinsik dan ada yang timbul akibat rangsangan dari luar atau ekstrinsik. Motivasi intrinsik akan mendorong rasa ingin tahu, keinginan mencoba, mandiri dan ingin maju. b. Prinsip Latar : pada hakekatnya siswa telah memiliki pengetahuan awal. Oleh karena itu dalam pembelajaran guru perlu mengetahui pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman apa yang telah dimiliki siswa sehingga kegiatan belajar mengajar tidak berawal dari suatu kekosongan. c. Prinsip Menemukan : pada dasarnya siswa memiliki rasa ingin tahu yang besar sehingga potensial untuk mencari guna menemukan sesuatu. Oleh karena itu bila diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi tersebut siswa akan merasa senang atau tidak bosan. d. Prinsip Belajar Sambil Melakukan (learning by doing) : Pengalaman yang diperoleh melalui bekerja merupakan hasil belajar yang tidak mudah terlupakan. Oleh karena itu dalam proses belajar mengajar sebaiknya siswa diarahkan untuk melakukan kegiatan atau ”Learning by doing” e. Prinsip Belajar sambil Bermain : bermain merupakan kegiatan yang dapat menimbulkan suasana gembira dan menyenangkan, sehingga akan dapat mendorong siswa untuk melibatkan diri dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu dalam setiap pembelajaran perlu diciptakan suasana yang menyenangkan lewat kegiatan bermain yang kreatif. f. Prinsip Hubungan Sosial : dalam beberapa hal kegiatan belajar akan lebih berhasil jika dikerjakan secara berkelompok. Dari kegiatan kelompok siswa tahu kekurangan dan kelebihannya sehingga tumbuh kesadaran perlunya interaksi dan kerja sama dengan orang lain. Dari prinsip-prinsip tersebut di atas nampak bahwa semuanya dalam rangka menciptakan suasana pembelajaran yang membuat siswa senang sehingga mereka akan terlibat aktif dalam pembelajaran. Untuk menunjang penerapan prinsipprinsip tersebut di atas guru dalam mengelola pembelajaran perlu : 1. Menyajikan kegiatan yang beragam sehingga tidak membuat siswa jenuh. 2. Menggunakan sumber belajar yang bervariasi, disamping buku acuan. 3. Sesekali dapat bekerjasama dengan masyarakat, kantor-kantor, bank, dll,
sebagai sumber informasi yang terkait dengan praktek kehidupan sehari-hari. 4. Memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, karena belajar akan bermakna apabila berhubungan langsung pada permasalahan lingkungan sekitar siswa. 5. Kreatif menghadirkan alat bantu pembelajaran. Proses ini dapat memudahkan siswa untuk memahami materi pembelajaran atau dapat menolong proses berpikir siswa dalam membangun pengetahuannya. 6. Menciptakan suasana kelas yang menarik, misalnya pajangan hasil karya siswa dan benda-benda lain, peraga yang mendukung proses pembelajaran. 4. Beberapa Pendekatan dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar antara lain meliputi : Pendekatan Proses, Pendekatan Konsep, Pendekatan Discovery (penemuan terbimbing), Pendekatan Inkuiri, Pendekatan Histori, Pendekatan Nilai, Pendekatan Lingkungan dan Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat. a. Pendekatan Proses : merupakan pendekatan yang menekankan dan melatih bagaimana cara memperoleh produk IPA, sehingga operasional pembelajarannya selalu ada aktivitas atau bernuansa proses IPA. b. Pendekatan Konsep : merupakan pendekatan yang menekankan pengenalan konsep-konsep IPA. Pengenalan konsep sangat perlu karena dibutuhkan dalam mengkomunikasikan pengetahuan. c. Pendekatan Discovery atau Penemuan Terbimbing: merupakan pendekatan dimana siswa diarahkan untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari serangkaian aktivitas yang dilakukan, sehingga siswa seolah-olah menemukan sendiri pengetahuan tersebut. Pada pendekatan penemuan terbimbing permasalahan ditemuhkan oleh guru, cara pemecahan masalah juga ditentukan oleh guru, sedangkan penentuan kesimpulan dilakukan oleh siswa. d. Pendekatan Inkuiri : merupakan pendekatan penemuan yang menuntut kemampuan lebih komplek dibanding pendekatan diskovery. Pada pendekatan inkuiri siswa dengan proses mentalnya sendiri dapat menemukan suatu konsep, sehingga dalam menyusun rancangan percobaan dilakukan atas kemampuannya sendiri. Pada pendekatan inkuiri, permasalahan dilontarkan oleh guru, cara pemecahan masalah ditentukan oleh siswa, penentuan kesimpulan juga dilakukan oleh siswa. e. Pendekatan Histori : merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada sejarah ditemukannya suatu pengetahuan. f. Pendekatan Nilai : merupakan pendekatan pembelajaran yang mengandung
pesan norma atau etika hidup diantara makhluk yang lain. g. Pendekatan Lingkungan : merupakan pendekatan pembelajaran dimana siswa diajak secara langsung berhadapan dengan lingkungan di mana fakta atau gejala alam tersebut berada. Pemanfaatan lingkungan sangat penting dalam pembelajaran IPA , karena lingkungan dapat dipandang sebagai sasaran belajar atau merupakan obyek yang dipelajari anak. Lingkungan sebagai sumber belajar, ada bermacam-macam sumber belajar misalnya buku, laboratorium, tenaga ahli, atau kebun disekitar sekolah. Lingkungan sebagai sarana belajar IPA, lingkungan yang alami menyediakan bahan-bahan yang tidak perlu membeli, misalnya udara, air, cahaya matahari, tumbuhan rumput, sungai dan sebagainya. h. PendekatanSains-Teknologi-Masyarakat :merupakan pendekatan pembelajaran yang pada dasarnya membahas penerapan IPA dan teknologi dalam konteks kehidupan manusia sehari-hari. 5. Metode Mengajar IPA di SD/MI Metode mengajar ilmu pengetahuan alam di SD/MI dapat dilakukan dengan berbagai metode sebagai berikut : ceramah, diskusi, tanya jawab, eksperimen, demonstrasi, pemecahan masalah, penugasan, widyawisata, proyek, pameran, latihan. Di samping metode-metode tersebut di atas masih ada beberapa metode lain : bercerita, sosiodrama, dan bennain peran, yang agaknya kurang begitu kena untuk diterapkan dalam pengajaran ilmu pengetahuan alam. (Subiyanto,1988, 39). Pengajaran ilmu pengetahuan alamn di sekolah lanjutan tingkat pertama atau pada madrasah tsanawiyah biasanya rnenggunakan metode tanya jawab dan diskusi, eksperimen, demonstrasi, ekspositori, penugasan dan proyek. Metode-metode tersebut lebih banyak digunakan karena sesuai dengan pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran IPA baik dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses dan pendekatan lingkungan maupun dengan pendekatan induktif-deduktif. Menurut Rustaman, (1997) tanya jawab dan diskusi sering sekali dipertukarkan dalam penggunaannya. Asal ada pertanyaan-pertanyaan (dari siswa at au dari guru) dikatakan metode tanya jawab. Apabila ada beberapa orang berbicara dalam kelompok-kelompok rnengenai suatu masalah tertentu dikatakan metode diskusi. Metode eksperimen melibatkan semua siswa balk perorangan atau berkelompok melakukan sesuatu yang didalamnya ada pengendalian variabel, pengamatan, melibatkan pembanding atau kontrol dan penggunaan alat-alat praktikum. Menurut Subiyanto, (1988) demonstrasi berarti memperlihatkan, biasanya dilakukan oleh guru terutama dilakukan oleh jika bersangkutan dengan benda atau
bahan yang mahal, yang mudah pecah, mudah rusak, berbahaya bag] kesehatan, dan sebagainya. Dalam demonstrasi tidak sekedar ditunjukkan bagian-bagian dari suatu alat yang kompleks. Jika seorang guru menggunakan model misalnya sistem alat pencemaan makanan, n taka guru tersebut menggunakan metode ceramah dengan ekspositori. Metode mengajar ilmu pengetahuan alam dapat dilakukan di dalam kelas atau dapat juga dilakukan di Iingkungan atau di laboratorium. Kiranya tidak dapat disangsikan bahwa praktikum yang merupakan salah satu kegiatan laboratorium sangat'berperan dalam menunjang kegiatan keberhasilan proses belajar mengajar ilmu pengetahuan alam. Dengan kegiatan praktikumn maka siswa akan dapat mempelajari IPA melalui pengamatan langsung terhadap gejala-gejala maupun proses-proses IPA, dapat melatih keterampilan berpikir ilmiah, dapat menanamkan dan mengembangkan sikap ilmiah, dapat menemukan dan memecahkan berbagai masalah baru melalui metode ilmiah, dapat memecahkan berbagai masalah baru melalui metode ilmiah dan lain sebagainya. E. Pengelolaan Pembelajaran Agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik, maka seorang guru sebagai salah satu komponen yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran harus memiliki kemampuan yang memadai dalam mengelola pembelajaran. Kemampuan-kemampuan yang dimaksud antara lain: kemampuan penguasaan materi pelajaran, pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat, pemilihan sarana prasarana yang mendukung terlaksananya proses pembelajaran. Aspek-aspek dari kemampuan tersebut dituangkan dalam penyusunan Rencana Pembelajaran (RP) yang akan dilaksanakan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Rusyan (1989: 8) mengemukakan pendapatnya tentang belajar, sebagai berikut: belajar dalam arti yang luas adalah proses perubahan tingkah la ku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian mengenai sikap dan nilainilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi, atau lebih luas lagi dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi. Dari beberapa pendapat di atas, dapatlah disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang bersifat positif dalam diri seseorang. Perubahan tingkah laku yang diakibatkan oleh belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, misalnya bertambahnya pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan perubahan sikap. digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim kepada si
penerima, sehingga dapat rangsangan pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar dapat berjalan dengan baik. Dengan demikian media pendidikan mempunyai arti yang lebih sempit bila dibandingkan dengan pengertian sarana pendidikan, sebab media pendidikan merupakan bagian integrasi dari sarana pendidikan. Seperti diketahui bahwa media merupakan salah satu komponen pendidikan yang kenyataannya sangat menentukan, sebab alat merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam suatu proses pendidikan. Tanpa adanya alat bantu yang digunakan dalam proses belajar mengajar, maka pencapaian tujuan pendidikan secara baik tidak akan dapat terwujud. Kemudian dapat dilihat kedudukan alat peraga dalam proses pendidikan, memang tanpa alat peraga siswa dapat memahami pelajaran yang disampaikan oleh guru, akan tetapi pemahaman tersebut akan lebih cepat dan lebih terkesan bila dibantu dengan alat bantu atau alat peraga. Dengan demikian jelaslah bahwa media yang sangat menentukan dalam pencapaian tujuan secara proses belajar mengajar efektif dan efisien. Dalam proses pembelajaran, seorang guru harus menyadari bahwa mengajar bukanlah berarti mentransfer pengetahuan dari orang yang sudah tahu (guru) kepada yang belum tahu (siswa), melinkan guru berperan sebagai mediator atau fasilitator dalam membantu siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya lewat kegiatannya terhadap fenomena atau objek yang ingin diketahui, dan memberikan petunjuk sewaktu-waktu diperlukan. Suparno (1997: 72) mengemukakan bahwa guru dalam proses pembelajaran adalah: “sebagai mitra yang aktif bertanya, merangsang pemikiran, menciptakan persoalan, membiarkan siswa mengungkapkan gagasan dan konsepnya, serta kritis menguji konsep siswa. Yang penting adalah menghargai dan menerima pemikiran siswa apapun adanya sambil menunjukkan apakah pemikiran siswa tersebut sesuai atau tidak. Disamping itu guru harus menguasai materi secara luas dan mendalam sehingga dapat lebih fleksibel menerima gagasan siswa yang berbeda”. Dari uraian di atas maka kemampuan guru mengelola pembelajaran yang dimaksud adalah keterampilan guru dalam menerapkan serangkaian kegiatan pembelajaran IPA dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD yang telah dirancang dalam RP. Indikator yang digunakan untuk mengetahui kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran adalah: a. Fase 1 1. Memotivasi siswa dan menyampaikan indikator pencapaian hasil belajar.
2. Mengarahkan siswa untuk memahami proses pembelajaran b. Fase 2 dan 3 1. Menyajikan materi secara ringkas yang berhubungan dengan materi yang diajarkan 2. Meminta siswa memahami/menanyakan materi yang disajikan apabila ada yang kurang dimengerti. 6. Mengorganisasikan siswa dalam kelompok. 7. Melatih keterampilan kooperatif siswa. 8. Meminta siswa untuk mengerjakan dan memahami soal dalam LKS. 9. Mengamati, menfasilitasi, dan memberikan bantuan pada siswa yng mengalami kesulitan secara bertahap dan terbatas. 10. Meminta beberapa siswa tampil di depan kelas untuk mempresentasikan hasil jawaban kelompoknya, dan kelompok yang lain menanggapi. c. Fase 4 1. Memberikan kuis pada siswa untuk dikerjakan secara individu 2. Memberikan latihan mandiri untuk dikerjakan di rumah. d. Pengelolaan waktu e. Susunan kelas 1. Antusias siswa 2. Antusias guru F. Keefektifan alat peraga Dalam proses belajar mengajar, sebaiknya terjadi interaksi dua arah yaitu interaksi antara guru dan siswa. Jika interaksi hanya satu arah biasanya yang aktif guru, sehingga siswa hanya diam tidak aktif, misalnya siswa terlihat memperhatikan penjelasan guru dengan melamun, siswa terlihat sibuk dengan urusan masingmasing. Proses belajar mengajar yang demikian tentunya tidak diharapkan karena tujuan pendidikan tidak tercapai. Tetapi interaksi terjadi dua arah dalam proses belajar mengajar biasanya terjadi Tanya jawab, diskusi penyampaian pendapat siswa, latihan-latihan dan evaluasi pembelajara meningkat.Agar terjadi proses belajar mengajar dua arah, ada beberapa cara antara lain: dalam meyampaikan pelajaran harus menarik, menyakinkan, menggunakan alat peraga, member contoh-contoh konkrik, member latihan, member kesempatan siswa untuk mengemukakan pendapat, dan memberi kesempata untuk berdiskusi, dan mengevaluasi. Dari beberapa cara mengajar tersebut salah satunya adalah mengajar dengan menggunakan alat peraga, khususnya mata pelajaran IPA. Bagaimana guru mengajar dan siswa menggunakan alat peraga agar proses belajar
mengajar berlangsung secara efektif? Menurut Etzioni ( veithzal Rivai, 1999; 1 ) efektifitas dinyatakan sebagai tingkat keberasilan dalam mencapai tujuan dan sasaran. Menurut Prokopento (veithzal Rivai, 1999; 1 ) efektifitas suatu konsep yang penting karena mampu memberikan gambaran mengenai keberasilan seseorang dalam mencapai sasaran dengan tujuan yang ingin dicapai. Menurut Davis dan Thomas ( 1989: 115-116 ), bahwa pembelajaran yang efektif menekankan dengan beberapa factor antara lain: tujuan penddidkan, lingkungan pembelajaran, pengawasan terhadap siswa, pelatihan guru dan pengololaan kelas, yang semua itu bertujuan untuk meningkatkan prestasi siswa dan pembelajaran yang ingi dicapai. Menurut Stephen ( 1994: 9-12 ), mengatakan bahwa menjadi guru yang efektif adalah bagaimana guru menyampaikan ilmu pengetahuan agar siswa dapat memahami ilmu pengetahuan tersebut. Hal tersebut dapat tercapai jika guru dapat menyampaaikan ilmu pengetahuan dengan menyakinkan, kasih saying yang bersemangat, bersungguh-sungguh, dan member contoh konkrek. Jadi efektifitas penggunaan alat peraga adalah bagaimana cara guru dan siswa menggunakan alat peraga di kelas agar tujuan pembelaran tercapai dan tepat pada sasaran. Hal tersebut telah dijelaskan dalam Bab II tentang pembelajaran SD menggunakan alat peraga bahwa keefektifan Alat peraga dalam proses belajar mengajar dapat meningkatkan pembelajaran G. Penelitian yang Relevan Dari pelaksanaan penelitian Isnaeni dengan judul efektifitas penggunaan alat peraga sebagai media pembelajaran IPA siswa kelas VIII SMP Negeri I Yogyakarta menunjukkan bahwa ada hasil yang positif antara penggunaan alat peraga dalam pembelajaran IPA, sehingga mencapai hasil yang efektif dalam pembelajaran IPA dan dapat mencapai suatu kreatifitas dalam diri siswa serta dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, karena secara langsung siswa dapat memahami konsep bagan ruang secara sempurna dan mudah diingat dalam belajar. H. Kerangka Berfikir Keberhasilan peningkatan mutu pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain siswa, guru, kurikulum, sarana prasarana, fasilitas sekolah, linkungan sekolah, dan lain-lain. Guru merupakan Kendali utama dalam meningkatkan mutu memiliki pengaruh yang sangat besar, oleh sebab itu guru dituntut untuk dapat mencari dan menerapkan strategi pembelajaran yang tepat agar siswa dapat aktif dalam proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran IPA diantaranya adalah melatih cara berfikir dan bernalar
dalam menarik kesimpulan, mengembangkan aktifitas, kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan menyampaikan informasi. Alat peraga IPA diharapkan dapat membuat siswa dalam memahami konsep dan prinsip IPA secara langsung, dengan alat peraga siswa akan lebih mudah memahami dan mengingat materi pelajaran yang diberikan, siswa dapat secara langsung menanyakan hal-hal yang terkait dengan materi yang sedang disampaikan. Sehingga tujuan pembelajaran IPA dapat dengan mudah tercapai sesuai dengan standar kompetensi yang direncanakan dan siswa dapat lebih efektif dalam pembelajaran IPA melalui metode dan strategi yang disesuaikan dengan materi. Maka apabila alat peraga dan metode yang digunakan dapat diterapkan dengan benar, aktifitas siswa dalam proses pembelajaran akan berjalan dengan lancar dan akhirnya hasil belajar siswa meningkat. untuk dapat lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Tujuan pembelajaran IPA Hasil pembelajaran siswa meningkat Aktifitas siswa meningkat Proses pembelajaran IPA dengan memanfaatkan alat peraga Strategi pembelajaran Guru I. Hipotesis Berdasarkan kerangka berfikir tersebut. Maka hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah dengan pemanfaatan alat peraga dalam pembelajaran, IPA di kelas VI MIN I Yogyakarta akan meningkatakan keefektifan pembelajaran dengan pemanfaatan alat peraga, dari hipotesis tersibut timbul pertanyaan : berapa siklus penerapan pemanfaatan alat peraga dalam pembelajaran IPA dalam mencapai sasaran efektif pembelajaran IPA?
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan untuk memecahkan masalah adalah penelitian tindakan kelas (class room action research), penelitian mengamati dan mencatat secara cermat tentang berbagai situasi. Sebelum observasi berlangsung, peneliti membangun persahabatan dengan siswa agar merasa tidak diamati. Peneliti diharapkan dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan alat peraga sederhana yang tersedia di sekolah Madrasyah Ibtidaiyah Yogyakarta. B. Lokasi dan waktu penilitian Penelitian tindakan kelas dilakukan dalam serangkaian siklus dimana trap siklus terdiri dari tahapan perencanaan penyampaian, tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian tindakan kelas merupakan suatu proses dinamis yang didalamnya terdapat empat momen yang harus dipahami bukan sebagai langkah statis yang komplit tetapi sebagai momen dalam spiral perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi dan seterusnya sampai perbaikan atau peningkatan yang diharapkan tercapai (kriteria keberhasilan) sebagaimana gambar berikut.
C. Subjek Penelitian Subjek penelitian tindakan adalah siswa kelas VI MIN Yogyakarta pada tahun pelajaran 2008/2009, adapun alasan pemilihan subjek penelitian atas dasar bahwa guru sebagai penelitian dan pengamat akan melakukan tindakan untuk memecahkan masalah yang ada disekolah dengan tujuan meningkatkan mutu pembelajaran IPA, subjek diambil dengan asumsi dasar bahwa pemahaman materi IPA masih sangat rendah khususnya pada pemahaman materi pelajaran. D. Tempat dan Waktu Penelitian Sebelum penelitian di mulai, diawali dengan mengadakan observasi awal untuk menemukan permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran IPA dalam
relevansinya dengan pemanfaatan alat peraga IPA, pelaksanaan penelitian tindakan akan dilaksanakan pada semester I tahun ajaran 2008/2009, penelitian ini dilaksanakan di MIN I Yogyakarta. Alasan pemilihan tempat tersebut karena peneliti berada di lingkungan sekolah di MIN I Yogyaakarta tersebut. E. Variabel Penelitian Dalam penelitian tindakan kelas variabel yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Variabel terikat, adalah efektifitas pembelajaran IPA dengan melakukan pengelihatan, penelitian, dan pemahaman terhadap materi yang diajarkan. 2. Variabel bebas, adalah penerapan alat peraga IPA yang dilakukan oleh guru. F. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Pengumpulan data merupakan alat untuk mempermudah pengkajian data terhadap yang diteliti, terdapat hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian yaitu : kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data dan merupakan suatu cara bagaimana dapat diperoleh data mengenai hal-hal yang terkait dengan variabel-variabel (Suharsimi Arkunto 1998:121), pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah pengamatan, wawancara dan dokumentasi. 1. Observasi atau pengamatan Menurut Suharsimi Arikunto (1998:146) mengatakan bahwa observasi atau pengamatan meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat panca indra, instrumen yang digunakan adalah lembar oservasi. 2. Interview atau wawancara Merupakan salah satu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya kepada responden (Sangarembun 1998:192), artinya wawancara merupakan suatu proses tanya jawab antara dua orang atau lebih secara langsung baik dilakukan dengan persiapan terlebih dahulu. Sehingga antara pertanyaan dan jawaban dapat diperoleh secara langsung dalam satu bentuk kejadian secara timbal balik. Wawancara ditunjukkan kepada beberapa siswa untuk menguatkan hasil observasi. 3. Dokumentasi Adalah metode yang diguanakan untuk mengungkapkan data-data yang bersifat dokumenter atau tertulis, tertampung apapun yang dapat dibaca. Objek yang diperhatikan dalam memperoleh informasi, memperhatikan 3 macam sumber, yaitu tulisan (paper), tempat dan kertas larang (Suharsimi Arikunto, 1998:149) dokumentasi digunakan untuk mencari data atau informasi yang sesuai dengan objeknya.
Dalam penelitian ini dikumpulkan oleh peneliti bersama kolaborator dan kepala sekolah dalam bentuk data kualitatif dan kuantitatif yang memuat proses pembelajaran, penggunaan alat peraga dan hasil belajar secara kognitif dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan alat peraga. Sumber data dikumpulkan dari siswa melalui empat instrument yaitu lembar observasi, lembar angket, dokumentasi dan tes. Instrument ini mengacu pada; 1. Variabel: Keefektifan Alat Peraga Definisi: Segala sesuatu yang digunakan oleh guru untuk memperagakan dengan memperjelas pelajaran. Secara langsung alat peraga pendidikan berfungsi membantu dan memperjelas dengan memvisualisasikan sebuah konsep, ide, dan pengertian tertentu. fungsi penting alat peraga untuk menjelaskan serta menanmkan konsep yang sulit dipahami oleh siswa Indikator a. Guru mampu memanfatkan alat peraga b. Guru keratif dalam menggunakan alat peraga c. Guru mampu memberi pemahaman yang lebih jelas kepada siswa d. Siswa dapat mempraktekkan alat peraga dengan baik e. Siswa dapat memahami materi pelajaran dengan secara nyata atau tidak abstrak f. Siswa mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapi g. Sarana dan prasarana yang memadai h. Dapat digunakan secara efektif Kisi-kisi a. Pembelajaran Efektif b. Pembelajaran yang menyenangkan c. Pembelajaran aktif d. Nyaman dalam belajar e. Memotifasi belajar f. Peningkatkan pemahaman siswa g. Mempraktekkan alat perga h. Mampu mengerjakan soal i. Belajar kreatif dan mandiri 5. Butir Pertanyaan 1. alat perga mampu memotivasi saya untuk belajar lebih giat? a. Setuju c. Tidak setuju b. Sangat setuju d. Sangat tidak setuju 2. Keterampilan guru dalam memebrikan materi dengan alat peraga dapat
meningkatkan semangat belajar siswa? a. Setuju c. Tidak setuju b. Sangat setuju d. Sangat tidak setuju 3. Alat peraga yang menarik siswa akan termotivasi untuk senang belajar a. Setuju c. Tidak setuju b. Sangat setuju d. Sangat tidak setuju 4. Alat perga mampu memotifasi siswa dan guru untuk belajar keratif a. Setuju c. Tidak setuju b. Sangat setuju d. Sangat tidak setuju 5. Belajar akan lebih muda jika sarana dan prasana cukup memadai a. Setuju c. Tidak setuju b. Sangat setuju d. Sangat tidak setuju 6. Alat perag mampu memperjelas pemahan anak dalam memahami pejaran a. Setuju c. Tidak setuju b. Sangat setuju d. Sangat tidak setuju 7. Pembelajaran dengan menggunkan alat perga akan mengembangkan kreatifitas siswa dan guru a. Setuju c. Tidak setuju b. Sangat setuju d. Sangat tidak setuju 8. Siswa dapat memahami pelajaran secara langsung dalam keadaan nyata sehingga siswa akan lebih ingat akan belajarannya a. Setuju c. Tidak setuju b. Sangat setuju d. Sangat tidak setuju 9. Guru mampu mengembangkan potensi siswa melalui alat peraga a. Setuju c. Tidak setuju b. Sangat setuju d. Sangat tidak setuju G. Keabsahan Data Sebelum data dianalisis, data perlu ditinjau kembali keabsahan datanya. Keabsahan data diperiksa kembali dengan triangulasi. Denzin (Moloeng, 1998;151) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan sumber, metode, penyidik, dan teori. Dalam penelitian ini digunakan triangulasi sumber dan penyelidik.. Triangulasi sumber dicapai dengan jalan membendingkan antara hasil observasi, angket, wawancara dan dokumentasi guna mengecek kembaliderajat kepercayaan suatu informasi yang diperolehnya melalui waktu dan alat yang berbeda. Triangulasi penyidik dilakukan dengan jalan memanfaatkan pengamat lainya untuk
keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Yang dapat membantu mengurangi kebenaran dalam pengumpulan data. (Moloeng, 1998;151-152) H. Instrumen Instrumen yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : Pedoman observasi kelas Angket guru IPA Pedoman wawancara Seperangkat soal IPA I. Teknik analisis Data Proses analisis data dimuali dengan menelaah semua data yang ada dari berbagai sumber, yaitu wawancara, observasi, angket dan dokumentasi. Data kualitatif sianalisis dengan analisis model alur, teknik ini terdiri dari tiga alur yang berlangsung secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau ferifikasi. Data yang terkumpul kemudian diolah dengan mengadakan reduksi data yaitu proses penyederhanaan yang dilakukan melelui seleksi, pemfokusan dan pengabstrakan data mentah menjadi informasi bermakna atau rangkuman. Kemudian disiapkan paparan data yaitu proses penampilan data secara lebih sederhana dalam bentuk representasi tabulan termasuk dalam format matriks dan reprentasi grafik. Langkah selanjutnya pengumpulan yaitu proses pengambilan intisari atau ringkasan dalam bentuk pertanyaan kalimat singkat dan padat tetapi mengandung pengertian yang laus.
PROPOSAL TESIS KEEFEKTITAN PENGGUNAAN ALAT PERAGA DALAM MENINGKATKAN PEMBARAN IPA DI MADRASYAH IBTIDAIYAH MAKASSAR SULAWESI SELATAN
O L E H RAFIUDDIN NIM 07712259067 PROGRAM STUDI DIKDAS KONSENTRASI SAINS UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PROGRAM PASCASARJANA 2008
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PROGRAM PASCASARJANA 2008 DIPOSKAN OLEH
HR.ANWARBLOGGER DI 21.05
TIDAK ADA KOMENTAR: Poskan Komentar Posting Lebih Baru Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom) LINK CEPAT
MELLY IRZAL
DIKDAS REGULER 2007
MAIL
GOOGLE
YAHOO
ARSIP BLOG
▼
2008 (2) o
▼
Juli (2)
KETERAMPILAN PROSES SAINS
EFEKTIFITAS KIT IPA
MENGENAI SAYA HR.ANWARBLOGGER
Blogger ini berisi tentang data pribadi LIHAT PROFIL LENGKAPKU
SKRIPSI GRATIS Dapatkan Skripsi Gratis sebagai bahan referensi yang terpercaya MINGGU, 16 DESEMBER 2012 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) menuntut pengembangan kemampuan siswa Sekolah Dasar dalam bidang ilmu pengetahuan alam (IPA) yang amat diperlukan untuk melanjutkan belajar ke sekolah yang lebih tinggi maupun untuk mengembangkan bakat, minat dan penyesuaian diri dengan lingkunganya. Melatih keterampilan anak untuk berpikir secara kreatif dan inovatif melalui pendidikan IPA, merupakan latihan awal bagi anak untuk berpikir kritis dalam mengembangkan daya cipta dan minat siswa secara individu kepada alam sekitarnya. Menurut Piaget dalam Moedjiono (2000), mengingat umur anak Indonesia mulai masuk Sekolah Dasar pada usia 6-7 tahun dan rentang waktu belajar di SD selama 6 tahun maka usia anak Sekolah Dasar bervariasi antara 6-12 tahun. Berada meliputi tahap operasional konkrit. Pada usia atau tahap tersebut umumnya anak memiliki sifat:(a) memiliki rasa ingin tabu. (b) senang bermain atau suasana yang menggembirakan. (c) mengatur dirinya,
mengekplorasi situasi sehingga suka mencoba-coba. (d) memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi, tidak suka mengalami kegagalan. (e) belajar dengan cara bekerja dan suka mengajarkan apa yang is dapat pada temanya. Sehubungan dengan hal tersebut di atas jelaslah bahwa pengajaran ilmu pengetahuan alam mendapat perhatian besar untuk semua jenjang pendidikan, khususnya pada tingkat Sekolah Dasar sebagai landasan kejenjang selanjutnya. Keberhasilan pengajaran ilmu pengetahuan alam ditentukan oleh kemampuan siswa dan kemampuan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar yang ber makna sesuai dengan tujuan pengajaran ilmu pengetahuan alam yang tercantum dalam kurikulum. Guru sebagai faktor utama keberhasilan pengajaran ilmu pengetahuan alam, dituntut kemampuanya untuk dapat menyampaikan bahan pengajaran kepada siswanya dengan baik. Untuk itu guru perlu memiliki pengetahuan tentang bahan pelajaran IPA serta cara yang dapat digunakan dalam mengajarkan bahan pelajaran tersebut. Untuk pembelajaran ilmu pengetahuan alam yang menjadi fokus dalam pembelajaran adalah adanya interaksi antara siswa dengan obyek atau alam secara lansung. Oleh karena itu, guru sebagai fasilitator perlu men ciptakan kondisi dan menyediakan alat peraga KIT IPA agar siswa dapat mengamati dan memahami obyek ilmu pengetahuan alam. Dengan demikian siswa dapat menemukan konsep dan membangun struktur kognitifnya. Muslichach (2006: 37) mengatakan bahwa; "Bertolak dari taraf kemampuan berpikir dan karakteristik peserta didik maka strategi pembelajaran di Sekolah Dasar perlu dibedakan dengan pembelajaran di jenjang yang lebih tinggi. Mengingat di tingkat SD merupakan awal kegiatan wajib belajar dan merupakan jenjang pendidikan yang berdurasi paling lama, maka agar pencapaian hasil belajar dapat optimal guru dalam pembelajaranya perlu memperhatikan tentang karakteristik anak SD yaitu : (1) Karakteristik anak SD, (2) Prinsip-prinsip pembelajaran." Berdasarkan pernyataan di atas bahwa, kemampuan berpikir peserta didik khususnya anak usia SD perlu dibedakan dengan pembelajaran di jenjang yang lebih tinggi karena SD merupakan awal kegiatan untuk belajar. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil yang optimal, guru dalam pembelajarannya hams memperhatikan karakteristik siswa dan prinsip-prinsip pembelajaran pada mata pelajaran IPA, khususnya kelas V SD. Untuk meningkatkan kualitas hasil belajar pendidikan pemerintah bukannya tinggal diam, tetapi berbagai upaya terus dan akan dilakukan. Upaya-upaya tersebut berupa pembangunan unit sekolah baru, pembangunan ruang penunjang, pelatihan guru bidang studi, bantuan blockgrant, dan sebagainya. Namun usaha tersebut belu m memperlihatkan basil yang diharapkan. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan justru terletak pada inti kegiatan belajar mengajar. Karena pada kegiatan tersebut belum dilaksanakan secara optimal pesan-pesan kurikulum dalam pembelajaran. Akibatnya, karikulum sebagai jabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa belum terwujud seluruhnya. Mata pelajaran yang dilaksanakan seperti itu tentu tidak banyak memberi sumbangan pada upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Hasil penelitian Ratna (2000), memberi kesimpulan bahwa kegiatan belajar mengajar di sekolah-sekolah (SD, SMP, dan SMA) masih terdapat kesenjangan dalam pelaksanaan pendekatan proses ilmiah dan masih rendahnya kesiapan guru dalam menerapkan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centred) dan kurangnya kesadaran guru memanfaatkan alat peraga KIT IPA sebagai media pembelajaran, sehingga tidak begitu banyak mengalami peningkatan. Para guru masih banyak menekankan pemberian informasi kepada siswa dengan tidak menggunakan alat peraga KIT IPA yang tersedia. Kegiatan belajar mengajar demikian itu membuat anak didik sebagai pendengar yang pasif saja, kesempatan untuk belajar mengamati, memegang, dan merasakan tidak terjadi. Hal lain yang tidak memuaskan dalam Cara belajar seperti itu adalah tidak aktifnya siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Joni (2002), kegiaran belajar mengajar secara operasional di sekolah-sekolah pada umumnya tidak lebih dari upaya pemberian informasi, yang penguasaannya ditagih melalui ujian yang terutama mempersyaratkan hafalan. Akibatnya siswa menjadi tidak termotivasi dalam proses pembelajaran, yang pada akhirnya akan mempengaruhi hasil belajar. Berdasarkan wawancara peneliti dengan guru mata pelajaran IPA kelas V sekolah Dasar Negeri 82 Dante Koa Kabupaten Enrekang pada bulan 21 April 2010 di sekolah bahwa pada pembelajaran IPA jarang menggunakan alat peraga KIT IPA sehingga anak kurang paham dan tidak bersemangat mengikuti pembelajaran, kurangnya penggunakan media oleh guru dalam memberikan materi sehingga materi yang diajarkan menjadi abstrak pada siswa. Peneliti mengadakan kegiatan mencari fakta, dimana dalam penelitian dikenal dengan istilah ‘prapenelitian’.Kegiatan tersebut berupa memberikan lembar evaluasi/tes yang berisi pertanyaan pelajaran IPA kepada siswa setelah mengikuti pembelajaran IPA. Dari lembar pertanyaan tersebut,
peneliti mencatat, bahwa keadaan hasil bekajar IPA pada siswa kelas kelas V sekolah Dasar Negeri 82 Dante Koa Kabupaten Enrekang, di antara 15 siswa kelas V, terdapat 8 orang yang dapat memperoleh nilai 70 ke bawah, atau 60% siswa kelas V yang tidak mencapai ketuntasan belajar terhadap individu dan klasikal sekolah yakni nilai 7 dan 70% ke atas. Keadaan ini merupakan keadaan awal siswa yang ingin ditingkatkan melalui kegiatan penelitian tindakan kelas. Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul "Meningkatkan Hasil Belajar IPA Dengan Menggunakan Alat Peraga KIT IPA Pada Sekolah Dasar Negeri 82 Dante Koa Kabupaten Enrekang" untuk diadakan, mengingat kenyataan tentang hal itu belum ada pembahan di sekolah ini. Hasil penelitian ini dapat di jadikan sebagai bahan informasi serta dapat menjadi salah satu alternatif untuk menigkatkan hasil belajar siswa dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan khususnya di Sekolah Dasar Negeri 82 Dante Koa.
B. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Apakah dengan menggunakan alat peraga KIT dalam pembelajaran IP A dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 82 Dante Koa pada pokok bahasan struktur matahari dan bumi?
2.
Bagaimanakah poroses penggunaan alat peraga KIT IPA dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 82 Dante Koa pada pokok bahasan struktur matahari dan bumi?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian sebagai b erikut :
1.
Untuk mengetahui apakah penggunaan alat peraga KIT dalam p embelajaran IPA dalam meningkatkan basil belajar siswa kelas V SD Negeri 82 Dante Koa pada pokok bahasan struktur matahari dan bumi.
2.
Untuk mendeskripsikan proses penggunaan alat peraga KIT IPA dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Dante Koa pada pokok bahasan struktur matahari dan bumi.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaang berarti terhadap pihak-pihak yang terkait, masing-masing diuraikan sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini diharapkan dapat menambah pengetahuan Berta dapat mengaplikasikanya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Manfaat Praktis
a. Sekolah; dengan mengefektifkan pengelolaan pembelajaran yang berdampak pada peningkatan mutu pendidikan di sekolah;
b. Guru; untuk menambah kemampuan profesionalnya dalam pelaksanaan model-model pembelajaran di kelas.
c. Siswa; untuk mengembangkan potensi yang dimiliki siswa secara optimal sehingga dapat meningkatkan basil belajamya.
d. Bagi peneliti; sebagai bahan rujukan agar dalam membuat perencanaan pengajaran dan melakukan Proses Belajar Mengajar dengan menggunakan alat peraga sebagai acuan dalam menetapkan nilai akhir siswa.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA KERANGKA PIKIR HIPOTESIS TINDAKAN
A. Kajian Pustaka
1. Pengertian Alat Peraga KIT IPA.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2001), Alat peraga yaitu alat yang digunakan dalam pengajaran yang dapat dilihat sehingga tahu benar yang dimaksud atau sebagai alat bantu untuk menghitung dan sebagainya .
Menurut Moejadi (2004: 35) mengatakan bahwa: Alat peraga adalah suatu alat biasanya dalam bentuk perangkat (set), yang jika digunakan dapat membantu memudahkan memahami suatu konsep secara tidak langsung. Yang termasuk dalam kelompok ini ialah model, cara, dan poster. Alat peraga dibuat karena barang atau alat yang sebenarnya sulit dihadirkan dalam ruang belajar. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa alat peraga dapat digunakan untuk memahami suatau konsep yang dapat ditampilkan pada saat proses pembelajaran. Mengajarkan mata pelajaran tidak cukup hanya dengan menggunakan kapur dan papan tulis saja. Sekarang ini tuntutan pembelajaran tidak hanya memberikan sejumlah fakta, yang makin lama jumlahnya makin banyak yang harus dihafalkan oleh siswa, tetapi siswa juga harus dapat menjelaskan mengapa fakta itu ada, bagaimana fakta itu terjadi, dan di mana fakta itu dapat terjadi.
Agar siswa dapat memahami seluruh tuntutan pembelajaran itu, tidak cukup dengan hanya memberikan ceramah kepada siswa. Menurut Moejadi (1994) pemberian ceramah kepada siswa berarti telah menjejahi siswa dengan fakta-fakta yang harus di serap atau bila tidak harus di hafalkan. Lain halnya jika penjelasan guru diberikan diikuti dengan menggunakan alat peraga, maka kata-kata guru akan menjadi lebih singkat dan siswa akan lebih mudah memahami dan menyerap penjelasan guru..
Menurut Hardanawati (2000:65) memgatakah bahwa :
Model Adalah tiruan dari benda sebenamya, bentuknya ada yang lebih besar dan ada pula yang lebih kecil dari benda sebenamya. Model baik untuk mengajarkan konsep tentang Benda yang berdimensi tiga dan konkret. Contoh dibuat model bumi (globe) karena tidak mungkin bagi guru untuk menghadirkan bumi dalam ruang kelas. Dengan model bumi siswa dapat melihat bentuk d an gambaran bagian-bagian bumi dengan jelas.
Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan untuk menunjukkan bagian dalam suatu benda agar bagian itu dapat diamati dengan mudah. Model biasanya dibuat lebih sederhana dan tidak r umit bahwa banyak model dibuat dengan maksud agar konsep-konsep dasar yang ingin dipelajari dapat di amati dengan seksama oleh siswa. Sebagai pengganti benda yang sebenarnya, maka model harus dibuat dengan sangat teliti, dan tidak memberikan informasi yang salah.
Beberapa keuntungan penggunaan model menurut Moejadi (2000), dalam proses belajar mengajar yaitu : (1) model merupakan benda tiga dimensi yang menyerupai benda yang sebenarnya, (2) model dibuat menurut ukuran yang sesuai dengan keperluan, (3) model dibuat untuk memperlihatkan bagian dalam benda yang dipelajari, (4) model dibuat untuk menunjukkan bagian-bagian yang penting saja, (5) model dibuat untuk dibongkar bagian-bagiannya dan kemudian dipasang kembali, (d) model dapat meningkatkan aktivitas dan minat siswa belajar.
Selain jenis alat peraga berupa model, alat peraga lain yang sering digunakan adalah gambar atau foto. Gambar merupakan alat peraga penting. Alat ini penting karena gambar dapat memberikan informasi yang; diperlukan tentang benda atau masalah yang digambarnya.
Seperti halnya model, gambar berfungsi sebagai pengganti b enda aslinya. Jika benda atau peristiwa yang sebenarya itu tidak mungkin di datangkan di ruang belajar, maka biasanya digunakan gambar sebagai penggantinya. Dipilih gambar sebagai pengganti karena gambar mudah didapat dan mudah membuatnya.
Sebagai contoh tidak mungkin guru bahasa Indonesia menghadirkan peristiwa kecelakaan lalulitas di dalam ruang belajar, kemudian menyuruh siswa menceritakan kembali kejadian tersebut. Oleh karena itu untuk keperluan pembelajaran kepada siswa diperlihatkan gambar kejadian kecelakaan lalulitas yang dimaksud, kemudian siswa membuat teks sesuai dengan urutan kejadiannya.
Beberapa keuntungan menggunakan gambar menurut Sukarno (2003), sebagai alat peraga adalah: (1) gambar mudah diperoleh baik dengan cara menggambar sendiri atau diperoleh dari koran atau majalah, (2) gambar mudah digunakan dan tanpa memerlukan alat bantu, ( 3) gambar dapat diperbesar atau diperkecil dengan beberapa cara, di antaranya dengan metode petak-petak, pantograf, atau dengan cara memfotocopi, (4) dengan menggunakan OHP (overhead projector) gambar dapat diproyeksikan pada layar dengan leb ih dulu memfotocopi gambar tersebut pada lembar transparan. Hal ini dilakukan jika gambar ingin diperbesar sementara dan dilihat oleh banyak siswa.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat peraga dalam proses belajar mengajar dapat membantu siswa untuk mempermudah memahami suatu konsep atau prinsip yang diajarkan, membantu guru dalam proses belajar mengajar, dan membuat siswa lebih aktif belajar.
2. Dampak Penggunaan Alat Peraga KIT IPA
Dalam Arsyad (2004), Alat peraga memiliki kelebihan sebagai berikut (a) umumnya murah harganya, (b) mudah didapat, (c) mudah digunakannya, (d) dapat memperjelas suatu benda, (e) lebih realistis, dapat membantu mengatasi keterbatasan pengamatan, (g) dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu. Namun demikian alat peraga juga mamiliki keterbatasan, antara lain (a) semata-mata hanya media visual, (b) ukuran gambar sexing sekali kurang tepat untuk pengajaran dalam kelompok besar, (c) memerlukan keterbatasan sumber dan keterampilan, dan kejelasan guru untuk dapat memanfaatkanya.
3. Hasil Belajar Siswa
a. Pengertian hasil belajar
Hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah dari individu yang relatif menengah sebagai hasil interaksi dengan lingkungan hasil belajar. IPA tentu saja harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan IPA, yang telah dicantumkan dalam garis-garis program pengajaran IPA di sekolah dengan tidak melupakan hakikat IPA.
Hasil belajar IPA dikelompokkan berdasarkan hakikat IPA i tu sendiri yaitu sebagai produk dan proses. Hal ini didasarkan pada pendapat Hugerford dalam Patta Bundu (2 006), yang menyatakan bahwa IPA terbagi atas dua bagian yaitu (a) The investgation (proses) seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, dan menyimpulkan. (b) The knowledge (produk) seperti fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori IPA.
Proses belajar mengajar yang berotientasi pada keberhasilan tujuan memberikan rangsangan kepada siswa untuk berpartisifiasi secara aktif, karena siswa merupakan subyek utama dalam belajar. Dalam menciptakan kondisi belajar, menurut Usman (2006), sedikitnya ditentukan oleh lima variabel yaitu: (a) menarik minat dan perhatian siswa, (b) melibatkan siswa secara aktif, (c) membangkitkan motivasi siswa, (d) prinsip individualitas, (e) serta peragaan dalam pengajaran. Aktivitas siswa sangat diperlukan sebab siswa sebagai subyek didik adalah yang merencanakan dan melaksanakan belajar dengan bimbingan guru.
Menurut Djamarah (2006), Salah satu tujuan pembelajaran adalah membantu siswa untuk membangun secara mantap dan bermakna mengenai konsep-konsep di dalam struktur kognitifnya. Untuk mencapai tujuan tersebut guru harus memiliki kemampuan menciptakan kegiatan belajar agar mudah dipahami dan diterapkan oleh siswa. Guru yang baik akan mampu menciptakan atau mengkreasikan lingkungan belajar siswa agar kegiatan belajar menjadi aktif .
Menurut Johar (2000: 2) mengatakan bahwa:
Upaya guru untuk menumbuhkan atau meningkatkan minat dan aktifitas belajar dapat dilakukan dengan menerapkan variasi strategi dan penggunaan alai peraga pembelajaran. Penerapan strategi pe mbelajaran yang variatif akan menciptakan suasana belajar yang selalu Baru sehingga tidak membosankan dan menumbuhkan aktivitas.
Berdasarkan taksonomi Bloom, aspek belajar yang harus diukur keberhasilannya adalah aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, sehingga dapat menggambarkan tingkah laku menyelumh sebagai hasil b elajar siswa. Oleh karena itu, penilaian hasil belajar harus bersifat menyeluruh meliputi ketiga aspek tersebut.
Hasil belajar dapat dilihat pada proses maupun hasil (produk) pembelajaran. Tingkah laku sebagai hasil belajar juga tidak terlepas dari proses pembelajaran di kelas dan berbagai bentuk interaksi belajar lainnya di lingkungan sekolah. Dengan demikian proses pembelajaran yang ditempuh oleh guru dan siswa harus mendapat perhatian dalam penilaian.
Dalam Depdiknas, (2004), Penilaian aspek kognitif meliputi sub-aspek (1) pengetahuan berkaitan dengan kemampuan rnengenal atau mengingat materi yang sudah dipelajari, (2) pemahaman berkaitan dengan kemampuan-menangkap makna atau arti dari suatu konsep, (3) aplikasi berkaitan dengan kemampuan menggunakan atau menerapkan konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru, (4) analisis berkaitan dengan kemampuan memecah, mengurai suatu integritas dan mampu memahami hubungan antar unsur sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti, (5) sintesis berkaitan dengan kemampuan menyatukan unsur menjadi satu kesatuan yang bermakna, dan (6) penilaian berkaitan dengan kemampuan memberikan pertimbangan nilai tentang sesuatu berdasarkan kriteria yang dimilikinya
Pada penilaian aspek afektif walaupun sulit diamati tetapi perlu mendapat perhatian sebagai keseluruhan tingkah laku yang dimiliki siswa. Aspek afektif a ntara lain berupa sikap, minat belajar, kebiasaan, dan kecenderungan dalam menilai terhadap suatu obyek. Untuk mengukur basil belajar aspek afektif dapat menggunakan instrumen observasi, wawancara, penyebaran angket.
Penilaian yang berkaitan dengan aspek psikomotor adalah penilaian terhadap penampilan (performance) siswa. Seperti halnya jenis penilaian yang lain, hakikat penilaian penampilan terutama ditentukan oleh karakteristik hasil belajar yang diukur dan mengacu kepada prosedur melakukan suatu kegiatan yang telah ditentukan kriterianya. Dalam mengukur penampilan atau keterampilan dapat diukur dari tingkat kemahirannya, ketepatan waktu penyelesaiannya, dan kualitas produk yang dihasilkan.
b. Fakror-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Menurut Darwis (2006), Faktor-faktor yang mempegaruhi hasil belajar anak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor individual yang terdapat pada diri dan faktor sosial yang berasal Bari luar diri anak.
Adapun penjelasan kedua faktor di atas adalah.
1). Faktor individual (internal) meliputi : (a) kematangan pertumbuhan, ulangan, (d) sifat-sifat pribadi seseorang, (e) motivasi belajar.
(b) intelegensi, (e) latihan dan
2). Faktor sosial. (ekstemai) meliputi : (a) keadaan keluarga anak, (b) masyarakat kelompok sebaya, (c) pemujaan anak terhadap pribadi acuan diluar keluarga, (d) tuntutan pelajaran oleh guru.
Tinggi rendahnya atau berat ringanya beban bahan pelajaran yang dituntut oleh guru kepada anak didiknya ikut menentukan kemajuan belajar siswa. Oleh karena itu dalam memberikan bahan pelajaran kepada siswa guru harus memperhatikan aspek perbedaan individual anak
c. Langkah-langkah meningkatkan hasil belajar
Menurut Darwis (2006), langkah-langkah meningkatkan hasil belajar sebagai berikut : memberikan tugas singkat, menceklis siswa yang sudah memahami pembelajaran, mengatur waktu, hindari kata-kata sulit bagi anak.
Adapun penjelasan langkah di atas adalah sebagai berikut:
1). Berikan tugas-tugas singkat tentang hal-hal yang harus dikerjakan oleh murid dengan mempertimbangkan penyelesaian tugas-tugas sebelumnya.
2). Pastikan bahwa murid telah memahami secara baik tentang apa yang harus dikerjakannya. Misalnya, dengan memberi tanda dengan pensil atau tinta berwama pada bagian-bagian yang hams dikerjakan.
3). Selang selinglah waktu pertemuan dengan kegiatan-kegiatan lain, dan secara bertahap waktu pertemuan ditingkatkanHindari memberikan petunjuk secara panjang lebar dan sukar dipahami murid.
4).
Berikan sebanyak mungkin dorongan agar murid mau menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.
4. Hakikat Pembelajaran IPA
Ilmu pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit adalah disiplin ilmu yang terdiri dari Phisical sciences (ilmu fisik) clan Life sciences (ilmu biologi). Secara umum istilah IPA memiliki arti sebagai ilmu pengetahuan. Oleh karena itu IPA didefmisikan sebagai kumpuian pengetahuan yang Itersusun secara sistematis, sehingga secara umum istilah sains mencakup ilmu pengetahuan social dan ilmu pengetahuan alam. Secara khusus istilah IPA sebagai ilmu pengetahuan atau " Natural Science". Pengertian atas istilah IP A sebagai ilmu pengetahuan alam sangat beragam, menurut Conant IPA diartikan sebagai bangunan atau deretan konsep yang sating berhubungan sebagai hasil Bari eksperimen dan observasi: Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia IPA diartikan sebagai ilmu yang dapat diuji atau dibuktikan kebenaranya atau berdasarkan kenyataan.
Dari beberapa penjelasan tersebut di atas secara umum dapat dikatakan bahwa IPA adalah pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh dengan cara yang terkontrol. Pen jelasan ini mengandung makna bahwa IPA kecualisebagai produk yaitu pengetahuan manusia juga sebagai proses yaitu bagaimana cara mendapatkan pengetahuan tersebut.
5. Penggunaan Alat Peraga KIT IPA untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Penggunaan Alat Peraga KIT IPA untuk Meningkatkan Hasil Belajar. Menurut Samatowo (2006), berbagai penelitian yang dilakukan dalam bidang pembelajaran IPA saat ini menekankan pada anak dari pada gurunya. Dengan upaya penggunaan alat peraga KIT IPA maka dapat dilihat bahwa pembelajaran IPA dipandang sebagai suatu proses aktif yang dapat meningkatkan hasil belajar.
Dari pandangan ini, hasil belajar bukan semata-mata tergantung dengan yang disajikan oleh guru melainkan dipengaruhi oleh alat perga KIT IPA dan bagaimana anak mengolah informasi berdasarkan pe mahaman yang telah dimiliki.
Aspek pokok dalam pembelajaran IPA adalah anak dapat menyadari keterbatasan pengetahuan mereka, memiliki rasa ingin tahu untuk menggalih berbagai pengetahuan dengan menggunakan alat peraga KIT IPA, dan dapat mengaplikasikanya dalam kehidupan mereka. Ini tentu saja sangat ditunjang dengan KIT dan meningkatkan rasa ingin tahu anak. Cara anak mengkaji informasi, mengambil keputusan yang paling mungkin diterapkan dalam dirinya dan masyarakat yang dapat meningkatkan hasil belajar.
B. Kerangka Pikir
Kondisi hasil pembelajaran IPA sebelum dilaksankan penelitian sekolah bahwa pada pembelajaran IP A jarang menggunakan alat peraga KIT IPA sehingga anak kurang paham dan tidak bersemangat mengikuti pembelajaran, kurangnya penggunakan media oleh guru dalam memberikan materi sehingga materi yang diajarkan menjadi abstrak pada siswa. Peneliti mengadakan kegiatan mencari fakta, di mana dalam penelitian dikenal dengan istilah ‘prapenelitian’.Kegiatan tersebut berupa memberikan lembar evaluasi/tes yang berisi pertanyaan pelajaran IPA kepada siswa setelah mengikuti pembelajaran IPA. Dari lembar pertanyaan tersebut, peneliti mencatat, bahwa keadaan hasil bekajar IPA pada siswa kelas kelas V sekolah Dasar Negeri 82 Dante Koa Kabupaten Enrekang, di antara 15 siswa kelas V, terdapat 8 orang yang dapat memperoleh nilai 70 ke bawah, atau 60% siswa kelas V yang tidak mencapai ketuntasan belajar terhadap individu dan klasikal sekolah yakni nilai 7 dan 70% ke atas. Keadaan ini merupakan keadaan awal siswa yang ingin ditingkatkan melalui kegiatan penelitian tindakan kelas.
Strategi pelaksanaan pembelajaran IPA di SD dapat digambarkan sebagai berikut: (1) guru melakukan proses pembelajaran sebagaimana mestinya, (2) guru menggunakan alat peraga KIT IPA sesuai dengan materi pelajaran yang diajarkan (3) alat peraga yang digunakan dapat mempengaruhi hasil belajar siswa dapat meningkat. Dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:
Gambar 1. Bagan kerangka pikir
C. Hipotesis Tindakan
Jika KIT IPAdigunakan dalam pembelajaran tentang struktur matahari dan bumi maka hasil belajar IPA siswa SD Negeri 82 Dante Koa Kabupaten Enrekang dapat meningkat
BAB III METODE PENELITIAN A. Setting dan Subjek Penelitian 1. Setting Lokasi penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan dengan mengambil lokasi atau tempat di SD Negeri 82 Dante Koa Kabupaten Enrekang Kelas V. Adapun jumlah siswa kel as V sebanyak 15 orang dengan rincian laki-
laki 8 orang dan perempuan 7 orang. Penelitian ini direncanakan selama satu bulan yaitu mulai dari bulan Mei sampai Juni 2010 2. Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah guru mata pelajaran IPA dan seluruh siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 82 Dante Koa Kabupaten Enrekang sebanyak 15 orang pada semester 2 tahun pelajaran 2009/2010. Karna penelitian direncanakan selama satu bulan. Pemilihan sekolah tersebut dilator belakangi oleh : (a) peneliti pernah mengabdi sebelumnya di sekolah tersebut. (b) lokasi sekolah terjangkau. (c) sudah terjalin komunikasi yang harmonis antara kepala sekolah, guru, peneliti dan p ersonil lainya. B. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Kondisi Awal Guru :
Siswa :
Belum menggunakan alat Peraga KIT
Hasil belajar IPA rendah
Menggunakan alat peraga KIT IPA
Perencanaan
Tindakan
Siklus I
Observasi
Refleksi
Perencanaan
Tindakan
Siklus II
Observasi
Tindakan
Refleksi
Kondisi Akhir
Hasil belajar meningkat
Gambar 2. Bagan prosedur penelitian C. Teknik Pengumpulan Data.
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa siswa SD Negeri 82 Dante Koa Kabupaten Enrekang pada mata pelajaran IPA masih belum maksimai tanpa menggunakan alat peraga KIT IPA. Data dalam penelitian ini adalah hasil observasi, wawancara, pekerjaan siswa, dan dokumentasi :
a.
Observasi
Sebelum pelaksanaan kegiatan, peneliti harus melakukan observasi terlebih dahulu. Observasi ini bertujuan untuk memperoleh gambaran pelaksanaan pembelajaran SD Negeri 82 Dante Koa Kabupaten Enrekang SD Negeri 82 Dante Koa Kabupaten Enrekang.
b.
Wawancara
Teknik wawancara digunakan untuk memperoleh informasi secara langsung dari guru mata pelajaran IPA tentang teknik penggunaan pembelajaran menggunakan KIT IPA yang diterapkan selama guru mengajar.
c.
Tes Hasil Belajar
Pekerjaan siswa diperlukan untuk mempersentasekan seberapa besar siswa aktif dalam pembelajaran, yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
d.
Dokumentasi
Dokumentasi diperlukan untuk melengkapi data-data konkrit mengenai hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 82 Dante Koa Kabupaten Enrekang.
D. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif Analisis i ni dimaksudkan untuk mendiskripsikan semua gejala-gejala yang didapatkan selama penelitian berlansung. pengolahan dan analisis data dilakukan dalam bentuk deskripsi dan prosentase.
E. Kriteria Keberhasilan
Tabel 1. Ketuntasan hasil belajar
!@#%%^&*
Sumber : Buku Pedoman IK1P Malang 2001.
Berdasarkan tabel di atas, maka data kemampuan siswa dalam menggunakan alat peraga KIT IPA sesuai dengan indikator keberhasilan pada penelitian ini mencakup tiga aspek yaitu 85%-100% dikategorikan sangat mampu, 70%-84% diketegorikan baik, dan dibawa 69% dikategorikan cukup atau kurang.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Kegiatan
Penelitian ini di dahului dengan wawancara singkat dengan Kepala Sekolah dan guru mata pelajaran IPA kelas V SD Negeri 82 Dante Koa Kabupaten Enrekang pada hari Senin tanggal 17 Mei 2010. Adapun kutipan wawancara dengan guru mata pelajaran IPA adalah sebagai b erikut:
Peneliti
: Assalamualaikum
Guru
: waalaikumsalam.
Peneliti
: Sudah berapa lama kita mengajarkan mata pelajaran IPA.
Guru
: Baru satu tahun.
Peneliti
: Berapa kali tatap muka dalam satu minggu.
Guru
: 3 kali seminggu, yaitu hari Rabu, Jum'at dan Sabtu.
Peneliti
: apakah ada mata pelajaran lain yang kita ajarkan selain IPA?.
Guru
: Ada, yaitu pelajaran KTK
Peneliti
: Apakah selama kita (guru) mengajarkan mata pelajaran IPA pemah menggunakan alat peraga?.
Guru
: Baru 2 kali yaitu pada pokok bahasan struktur bumi/tanah
Peneliti
: Kendala apa yang menyebabkan sehingga kurang
memanfaatkan alat peraga
Guru : Saya belum terlalu paham dengan menggunakan alat peraga KIT IPA dan repot sekali kalau harus bawa alat peraga setiap kali kita mengajar.
Peneliti
: Apakah kita (guru) sudah pemah mengikuti Diklat tentang penggunaan alat peraga KIT IPA
Guru
: Belum pemah.
Peneliti : Jadi tujuan penelitian saya yaitu dengan menggunakan alat peraga KIT IPA pada mata pelajaran IPA. Kira-kira kapan saya bisa mulai meneliti.
Guru
: Hari Rabu tanggal 19 Mei 2010
Peneliti
: Ada buku penunjangnya
Guru
: Ada
Peneliti
: Terimakasih atas bantuanya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran IPA tersebut, maka diputuskan untuk menerapkan model pembelajaran dengan menggunakan alai peraga KIT IPA pada mata pelajaran IPA di kelas V SD Negeri 82 Dante Koa Kabupaten Enrekang.
Selanjutnya dilaksanakan tes awal pada hari Rabu tanggal 19 Mei 2010 dengan maksud untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam memahami materi pelajaran ilmu pengetahuan alam di kelas V SD Negeri 82 Dante Koa Kabupaten Enrekang. Kemampuan awal tersebut digunakan sebagai patokan dalam pelaksanaan tindakan siklus I. Soal-soal tes awal dibuat dari materi yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan. Hasil tes awal menunjukkan bahwa penguasaan siswa terhadap konsep ilmu pe ngetahuan alam sebesar 46.66%, siswa telah memperoleh nilai minimal 80 dengan rata-rata 70. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang belum menguasai konsep ilmu pengetah uan alam yang diajarkan.
B. Paparan Data Proses dan Hasil Penelitian
1. Siklus I
Pelaksanaan pembelajaran siklus I ini dilaksanakan pada hari Jumat 21 Mei 2010 dengan materi tentang struktur lapisan tanah. Adapun hal-hal yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Perencanaan
Setelah guru menetapkan untuk menerapkan penggunaan alat peraga KIT IPA dalam mengajarkan materi struktur lapisan tanah. Kegiatan selanjutnya adalah menyiapkan hal-hal yang diperlukan pada saat pelaksanaan tindakan siklus I. Hal-hal yang perlu dipersiapkan adalah sebagai berikut:
1. Membuat rencana pembelajaran untuk pelaksanaan tindakan siklus I.
2. Membuat lembar observasi guru dan siswa
3. Membuat LKS sebagai alat evaluasi.
b. Pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan tindakan ini dilakukan oleh peneliti dan guru bertindak sebagai pengamat. Peneliti memulai proses pembelajaran dengan melaksanakan kegiatan awal yakni menginformasikan materi yang dibahas, menuliskan tentang pembelajaran dan memancing skemata anak.
Pada kegiatan awal ini guru tidak lupa menyampaikan tujuan pembelajaran.Setelah dilakukan kegiatan pendahuluan guru melaksanakan kegiatan inti yang sesuai dengan rencana pembelajaran pada siklus I sesuai dengan materi pembelajaran. Pembelaiaran ini di ikuti oleh 15 siswa. Pada kegiatan inti ini, guru menjelaskan tentang peruses terjadinya bumi dan struktur bumih/lapisan tanah.
Kemudian guru mengecek pemahaman siswa dengan memberikan contoh lapisan tanah. Pada tahap ini hanya sebagian siswa yang bisa.: menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru. Selanjutnya guru mengarahkan kejawaban yang benar.
Kegiatan selanjutnya, guru membimbing siswa cara melakukan pengamatan tentang lapisan tanah dan meminta perwakilan dari masing-masing kelompok untuk mempersentasekan hasil kerja kelompoknya.
Selanjutnya guru melaksanakan kegiatan inti. Guru menjelaskan secara singkat struktur lap isan tanah. Kemudian guru membagi LKS untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang dibawakan. Pada pertemuan ini guru tidak merangkum materi dan memberikan tugas karena waktunya selesai.
Kutipan proses pembelajaran siklus I.
Peneliti
: Siswa sekalian, apakah kalian sudah siap untuk belajar!
Siswa
: Sudah pak!
Peneliti
: Baiklah anak-anak, hari ini kita akan belajar apa?
Siswa
: Pembentukan tanah pak!
Peneliti
Siswa
: Pintar, siapa yang sudah pernah melihat dan mengemati tanah?.
: Saya pak! (hanya 7 orang dari 15 siswa)
Peneliti : Memperlihatkan contoh lapisan tanah pada siswa. Setelah peneliti menjelaskan materi pelajaran. Peneliti (guru) kembali bertanya kepada siswa. Siapa yang bisa mengelompokkan bagian lapisan tanah.
Siswa
: Saya pak! (semua siswa mengangkat tanganya)
Peneliti
: Menunjuk Nisra untuk menjawab pertanyaan guru kedepan kelas.
Siswa
: Maju kedepan kelas untuk menjawab dan menunjukkan lapisan tanah yang diberikan oleh guru
Peneliti
: Apakah jawaban teman kalian sudah benar?
Siswa
: Iya sudah benar pak! (siswa menjawab serempak)
Peneliti :Bagus sekali,siapa lagi yang bisa menyebutkan ciri-ciri dari masing-masing lapisan tanah tersebut?
Siswa
: Saya pak!, saya pak!.
Peneliti
: Coba Arni.
Siswa
: Arni maju kedepan kelas menjelaskan lapisan tanah.
Peneliti
: Anak-anak, apakah jawaban tema kalian sudah benar?
Siswa
: Belum pak!
Peneliti
: Siapa yang bisa betulkan?
Siswa
: Saya pak! Rusmita sambil mengangkat tanganya)
Peneliti
: Ya, silakan Rusmita ke depan kelas.
Siswa
: Maju kedepan untuk menjawab dan menjelaskan
pertanyaan dari guru (peneliti)
Peneliti
: Apakah sudah benar jawaban teman kalian?
Siswa
: Sudah benar pak!
Peneliti : Bagus sekali,tanpa mempersilahkan siswa untuk kembali ketempat duduknya. Baiklah anak-anak jangan lupa tiba dirumah dipelajari kembali apa yang kita pelajari hari ini ya?
Siswa
: Iya pak!
Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam menyelesaikan soal tentang struktur lapisan tanah siswa belum mengerti. Oleh karena itu peneliti dan guru melanjutkannya pada siklus berikutnya.
c. Observasi
Hal-hal yang diobservasi pada pelaksanaan tindakan siklus I adalah Cara guru menyajikan materi pelajaran apakah sudah selesai dengan rencana pembelajaran atau belum. Selain itu juga dilihat aktivitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Hasil observasi terhadap guru dan siswa menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
1). Siswa belum semuanya memanfaatkan alat peraga.
2). Guru menjelaskan materi pelajaran tidak secara r inci
3). Guru memberikan contoh cara melakukan pengamatan lapisan tanah tidak jelas sehingga siswa masih bingung.
4). Guru tidak mengawasi dan membimbing semua siswa yang mengalami kesulitan pada saat mengadakan pengamatan.
5).Guru tidak memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk menjawab soal ke depan kelas.
6). Siswa dapat mengadakan penelitian sederhana tentang lapisan tanah namun masih ada siswa yang belum bisa.
7)
Masih banyak siswa yang belum dapat mengelompokkan lapisan tanah.
8). Tidak semua siswa dapat mengadakan penelitian lapisan tanah.
9). Tidak semua siswa tampil ke depan untuk menjawab soal-soal yang diberikan oleh guru.
Berdasarkan observasi selama pelaksanaan tindakan siklus I diperoleh persentase ketercapaian pelaksanaan pembelajaran sebesar 46.66%. Setelah selesai pelaksanaan tindakan siklus I, maka dilakukan evaluasi. Hasil tes menunjukkan bahwa hanya 66.66% yang memperoleh nilai minimal 80 dengan rata-rata yang diperoleh sebesar 76.6. Dari hasil tes awal hasil pelaksanaan tindakan siklus I terjadi kenaikan 20% yaitu dari 46.66% menjadi 66.66% siswa telah meperoleh nilai minimal 80. Dari hasil evaluasi pada pelaksanaan tindakan siklus I menunjukkan bahwa kelima indikator kinerja yang telah ditetapkan belum tercapai. Hal ini berarti penelitian atau pelaksanaan tindakan siklus I masih dilajutkan pada siklus berikutnya.
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada pembelajaran siklus I, maka kemampuan siswa dalam memyelesaikan soal tentang struktur lapisan tanah secara keseluruhan berdasarkan ketuntasan belajar dapat diurutkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 2. Data hasil pembelajaran siklus I !@#$%^&*
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa 15 siswa yang tidak mampu memyelesaikan soal dengan baik de ngan nilai antara 50 sampai 60 adalah 3 siswa dengan persentase 20 %, sedangkan yang mampu adalah nilai antara 70 sampai 80 adalah 9 siswa dengan persentase 60 % dan nilai antara 90 sampai 100 adalah 3 siswa dengan persentase 20 %. Data ini belum sesuai dengan indikator keberhasilan yaitu 80% yang memperolehnilai 80 ke atas . Untuk itu penelitian ini dilanjutkan pada siklus II.
d. Refleksi
Berdasarkan hasil evaluasi dan observasi pada pelaksanaan tindakan siklus I belum mencapai indikator kinerja yang telah ditetapkan dan belum sesuai dengan apa yang diharapkan dalam rencana program pembelajaran, dengan kata lain masih terdapat kekurangan-kekurangan atau kelemahankelemahan. Selanjutnya diperbaiki pada siklus berikutnya.
2. Siklus II
Kegiatan siklus II ini dilaksanakan pada hari Rabu, 9 Juni 2010. Adapun hal-hal yang dilakukan sebagai berikut:
a. Perencanaan.
Berdasarkan hasil observasi, evaluasi dan refleksi pada pelaksanaan tindakan siklus I, peneliti dan guru merencanakan tindakan siklus II dengan harapan kekurangan-kekurangan atau kelemahan-kelemahan pada siklus I dapat diminimalkan.
Hal-hal yang dilakukan dalam rangka memperbaiki kekurangankekurangan pada siklus I adalah :
1).
Guru harus menyampaikan tujuan pembelajaran
2).
Guru harus bersikap tegas agar siswa benar-benar memperhatikan apa yang disamgaikan oleh guru.
3).
Guru harus membimbing siswa secara merata.
4). Guru hams mampu mengelola waktu dengan efesien agar semua tahapan kegiatan dan rencana pembelajaran terlaksana.
Selain hal-hal di atas yang merupakan rencana perbaikan untuk pelaksanaan tindakan siklus II, peneliti dan guru kembali membuat rencana pembelajaran, lembar observasi dan lembar kerja siswa.
b. Pelaksanaan tindakan
Pada pelaksanaan tindakan siklus II ini, peneliti kembali berusaha melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana program pembelajaran. Peneliti jugs melakukan tindakan perbaikan sebagaimana yang telah direncanakan pada tahap perencanaan.
Pembelajaran masih dilakukan dengan alat peraga KIT IPA yang di ikuti oleh 15 siswa. Guru menginformasikan materi yang akan dipelajari yakni Sturktur bumi. Selanjutnya guru menjelaskan secara singkat definisi dari struktur bumi. Selanjutnya guru membagikan LKS serta membimbing siswa.
Berikut kutipan proses pembelajaran selama kegiatan pembelajaran pada siklus II.
Peneliti
: Siswa sekalian!, sudah siap untuk belajar hari ini!.
Siswa
: Sudah pak!
Peneliti kemarin.
: Baiklah anak-anak, hari ini kita mempelajari struktur bumi. Siapa yang masih ingat pelajaran kita
Siswa
: (Rusmita), saya pak!
Peneliti :Baiklah anak-anak. Perhatikan ke depan ya? Saya akan menjelaskan kembali materi yang kita telah pelejari kemarin.
Siswa
: Memperhatikan penjelasan guru (peneliti)
Peneliti
: Siapa bisa menyebutkan 3 lapisan bumi
Siswa
: Saya pak!, saya pak!
Peneliti
: Coba Nursan.
Siswa
: Menyebutkan 3 lapisan bumi.
Peneliti
: Apakah jawaban teman kalian sudah benar?
Siswa
: Sudah benar pak!
Peneliti kemarin.
Siswa
Peneliti
Siswa
: Pintar sekali, siapa lagi yang dapat menyebutkan jenis lapisan tanah yang pernah kita pelajari
: Saya pak!, saya pak! semua berebutan)
: Menunjuk Hasiran
: Menjawab dan menjelaskan lapisan tanah ke depan kelas
Peneliti
: Coba perhatikan apakah sudah benar jawaban teman kalian?.
Siswa
: Sudah pak, masih ada yang keliru.
Peneliti
Siswa
Peneliti
Siswa
Peneliti
Siswa
Peneliti
: Siapa yang dapat sempurnakan
: Saya pak!, saya pak!
: Menunjuk Nurismayani.
: Nurismayani maju ke depan kelas untuk membetulkan penjelasan temanya.
: Bagaimana sudah benar?
: Sudah benar pak':
: Pintar semua (sambil mengacungkan jempol) dan
mempersilahkan Nurismayani untuk kembali ke tempat
duduknya. Sekali lagi anak-anak, ada berapa lapisan tanah dan bumi?
Siswa
: Saya pak!, saya pak!.
Peneliti
: Menunjuk Elpi,
Siswa
Peneliti
: Elpi menjawab
: Bagaimana dengan jawaban teman kalian?
Siswa
Peneliti
: Sudah benar pak!
: Ya, bagus sekali, tepuk tangan untuk Elpi.
Dari kutipan diskusi pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat pemahaman siswa tentang struktur bumi sudah meningkat. Berdasarkan temuan hasil tindakan pembelajaran pada siklus I kesiklus II telah mencapai derajat pemahaman sehingga penelitian ini dihentikan pada siklus ini.
c. Observasi
Secara umum hasil observasi pada siklus II telah ada peningkatan jika dibandingkan dengan siklus I. Hal ini dapat terlihat pada hasil observasi berikut:
1). Guru telah menyampaikan tujuan pembelajaran
2). Guru sudah lebih tegas dalam pembelajaran jika dibandingkan dengan siklus I sehingga perhatian siswa terhadap pelajaran juga meningkat.
3).
Guru sudah dapat mengolah waktu dengan baik.
Berdasarkan hasil ohservasi selama pelaksanaan tindakan siklus II diperoleh persentase ketercapaian pelaksanaan pembelajaran sebesar 100%. Artinya semua komponen dalam rencana pembelajaran telah terlaksana walaupun hasilnya belum dikatakan sempurna karena masih ada siswa yang kesulitan dalam menyelesaikan LKS.
Hasil tes menunjukkan bahwa kemampuan siswa pada pokok bahasan Struktur bumi dapat meningkat dibandingkan dengan siklus I, Rata-rata prestasi belajar siswa pada pelaksanaan tindakan siklus II sebesar 80. maka dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 3. Data hasil pembelajaran siklus II
!@#$%^&* Dari tabel di atas menunjukkan bahwa 15 siswa yang tidak mampu memyelesaikan soal dengan baik de ngan nilai antara 70 sampai 80 adalah 10 siswa dengan persentase 67%, dan nilai antara 90 sampai 100 adalah 4 siswa dengan persentase 33%. Data ini sudah sesuai dengan indikator keberhasilan yaitu 80% yang memperoleh nilai 80 ke atas. Untuk itu penelitian ini dilanjutkan pada siklus II. Dari hasil evaluasi tentang Struktur bumi dapat diperoleh hasil 80% siswa telah mencapai nilai 80 dengan rata-rata 80, dengan demikian indikator kinerja yang ditetapkan telah tercapai.
d. Refleksi
Kegiatan refleksi yang dilakukan antara peneliti dan guru pada tindakan siklus II ternyata hasil pembelajaran telah menunjukkan hasil yang menggembirakan baik bagi guru mata pelajaran maupun bagi peneliti yang menunjukkan bahwa dari 15 siswa yang sudah mampu meyelesaikan soal tentang struktur bumi adalah 12 siswa dengan persentase 80%, sedangkan yang kurang mampu adalah 3 siswa dengan persentase 20%.
Dari hasil evaluasi tentang Struktur bumi dapat diperoleh hasil 80% siswa telah mencapai nilai 80 dengan ratarata 80, dengan demikian indikator kinerja yang ditetapkan telah tercapai. . Hasil yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan alat peraga KIT IPA sudah mendapat hasil yang maksimal.
Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi, maka disimpulkan bahwa penelitian dihentikan pada siklus II, indikator keberhasilan penelitian ini telah tercapai.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Pada penelitian tinadakan kelas ini guru menetapkan untuk menerapkan penggunaan alat peraga KIT IPA dalam mengajarkan materi struktur lapisan tanah. Kegiatan selanjutnya adalah menyiapkan hal-hal yang diperlukan pada saat pelaksanaan tindakan siklus I. Hal-hal yang perlu dipersiapkan adalah sebagai berikut:
1.
Membuat rencana pembelajaran untuk pelaksanaan tindakan siklus I.
2.
Membuat lembar observasi guru dan siswa
3.
Membuat LKS sebagai alat evaluasi.
Pelaksanaan tindakan ini dilakukan oleh peneliti dan guru bertindak sebagai pengamat. Peneliti memulai proses pembelajaran dengan melaksanakan melaksanakan kegiatan awal yakni yakni menginformasikan materi yang dibahas, menuliskan menuliskan tema pembelajaran dan memancing skemata anak. Pada kegiatan awal ini guru tidak lupa menyampaikan tujuan pembelajaran.
Setelah dilakukan kegiatan pendahuluan guru melaksanakan kegiatan inti yang sesuai dengan rencana pembelajaran pada siklus I sesuai dengan materi pembelajaran. pembelajaran. Pembelajaran ini di ikuti oleh 15 siswa. siswa. Pada kegiatan inti ini, guru menjelaskan tentang bumi dan lapisan-lapisannya.
Kemudian guru mengecek pemahaman siswa dengan memberikan contah Cara mengadakan pengamatan struktur lapisan tanah sederhana. Pada tahap ini hanya sebagian siswa yang bisa menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru. Selanjutnya guru mengarahkan kejawaban yang benar. Kegiatan selanjutnya, guru membimbing siswa dalam proses membuat magnet sederhana dan meminta perwakilan dari masing-masing kelompok kelompok untuk mempersentasekan basil basil kerja kelompoknya. Selanjutnya guru melaksanakan kegiatan inti. Guru menjelaskan secara singkat tentang bumi dan lapisanlapisan tanah. Kemudian guru membagi LKS untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang dibawakan. Pada pertemuan ini guru tidak merangkum materi dan memberikan tugas karena waktunya selesai. Berdasarkan observasi selama pelaksanaan tindakan siklus I Hasil tes menunjukkan rata-rata yang diperoleh sebesar 76.6. Dari hasil tes awal hasil pelaksanaan tindakan siklus I Dari hasil evaluasi pada pelaksanaan tindakan siklus I menunjukkan bahwa kelima indikator kinerja yang telah ditetapkan belum tercapai. Hal ini berarti penelitian atau pelaksanaan pelaksanaan tindakan siklus I masih dilajutkan dilajutkan pada siklus II. Berdasarkan hasil observasi, evaluasi dan refleksi pada pelaksanaan tindakan' siklus I, penlliti dan guru merencanakan tindakan siklus II dengan harapan kekurangan-kekurangan atau kelemahan-kelemahan pada siklus I dapat dapat diminimalakan.
Hal-hal yang dilakukan dalam rangka memperbaiki kekurangan-kekurangan pada siklus I adalah : 1)
Guru harus menyampaikan tujuan pembelajaran
2)
Guru harus harus bersikap tegas agar siswa benar-benar memperhatikan memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru.
3)
Guru harus membimbing siswa secara merata.
4). Guru harus mampu mengelola waktu dengan efesien agar semua tahapan kegiatan dan rencana pembelajaran terlaksana. Selain hal-hal. di atas yang merupakan rencana perbaikan untuk pelaksanaan tindakan siklus II, peneliti dan guru kembali membuat rencana pembelajaran, lembar observasi dan lembar kerja siswa. Pada pelaksanaan tindakan siklus II ini, peneliti kembali berusaha melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana program pembelajaran. Peneliti juga melakukan tindakan perbaikan sebagaimana yang telah direncanakan pada tahap perencanaan. Pembelajaran masih dilakukan dengan alat pemga KIT IPA yang di ikuti oleh 15 siswa. Guru menginformasikan materi yang akan dipelajari yakni sturktur lapisan bumi. Selanjutnya guru menjelaskan secara singkat definisi dari bumi dan struktur lapisan tanah. Selanjutnya guru membagikan LKS serta membimbing siswa.
Secara umum hasil observasi pada siklus II telah ada peningkatan jika di bandingkan dengan siklus I. Hal ini dapat terlihat pada hasil observasi berikut:
1)
Guru telah menyampaikan tujuan pembelajaran
2) Guru sudah lebih tegas dalam pembelajaran jika dibandingkan dengan siklus I sehingga sehingga perhatian siswa terhadap pelajaran juga meningkat.
3)
Guru sudah dapat mengolah waktu dengan baik.
Berdasarkan hasil observasi selama pelaksanaan tindakan siklus II diperoleh persentase ketercapaian pelaksanaan pembelajaran pembelajaran sebesar 100%. Artinya semua komponen dalam rencana pembelajaran telah terlaksana walaupun hasilnya belum dikatakan sempuma karena rnasih ada siswa yang kesulitan dalam menyelesaikan LKS.
Hasil tes menunjukkan bahwa kemampuan siswa pada pokok bahasan struktur b umi dapat meningkat dibandingkan dengan siklus I, yaitu 76,6% siswa rata-rata prestasi belajar siswa pada pelaksanaan tindakan siklus II sebesar 80. maka dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 4. Data hasil pembelajaran siklus I dan siklus II #@#@#$#%%#$@
Dari hasil evaluasi tentang struktur bumi dapat diperoleh hasil 80% siswa telah mencapai nilai 80 dengan ratarata 80, dengan demikian indikator kinerja yang ditetapkan telah tercapai.
Kegiatan refleksi yang dilakukan antara peneliti dan guru pada tindakan siklus II ternyata hasil pembelajaran telah menunjukkan hasi yang menggembirakan baik bagi guru mata pelajaran maupun bagi peneliti. Hasil yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan alat pemga KIT IPA sudah mendapat hasil yang maksimal.
Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi, maka disimpulkan bahwa penelitian dihentikan pada siklus II , indikator keberhasilan penelitian ini telah tercapai. Dengan tercapainya indikator kinerja dalam penelitian ini, berarti tujuan penelitian telah tercapai.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Proses penggunaan alat peraga KIT IPA dapat di terapkan sesuai dengan mekanisme dan tata cara penggunaan alat peraga KIT KIT yang benar pada mata pelajaran IPA dengan dengan pokok bahasan struktur bumi.
2.
Hasil observasi selama pelaksanaan tindakan siklus I Hasil tes menunjukkan rata-rata yang diperoleh sebesar 76.6. Dari hasil tes awal hasil pelaksanaan pela ksanaan tindakan siklus I pad siklus II terjadi peningkatan diperoleh hasil 80% siswa telah mencapai nilai 80 dengan rata-rata 80, dengan demikian indikator kinerja yang ditetapkan telah tercapai.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
1.
Dalam mengajarkan mata pelajaran ilmu pengetahuan alam sebaiknya di identifikasi pokok bahasan yang tepat dengan menggunakan alat peraga KIT IPA.
2.
Dalam pembelajaran dengan mengguanakan alat peraga KIT IPA hen daknya diperhatikan langkahlangkah penggunaan alat peraga KIT IPA dengan tepat.
3.
Bagi sekolah khususnya SD Negeri 82 Dante Koa Kabupaten Enrekang bahwa pembelajaran dengan menggunakan alat peraga KIT IPA dapat dijadikan sebagai salah satu altenatif dalam me ningkatkan hasii belajar siswa dalam bidang ilmu pengetahuan alam.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Azhar. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Badudu. 2001. Kamus Besar Bahasa indonesiaJakarta : Pustaka Harapan. Bundu, Patta. 2006. Penilaian Keterampilan Dasar Sikap Ilmiah Dalam Pembelajaran Sains di SD. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Darvvis. 2006. Pengubahan Perilaku Menyimpang Murid SD. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Diknas. 2004. Petujuk Pengembangan Media Pembelajaran. Jakarta: Dikdasmen Depdiknas ……… 2004. Pedoman Penilaian Ranah Kognitif. J akarta: Dikdasmen Depdiknas. ……… 2004. Pedoman Penilaian Ranah Afektif. J akarta: Dikdasmen Depdiknas.