Evaluasi 4
PENELITIAN ARSITEKTUR “ADAPTIF”
Nama NRP Dosen Kelas
: Dwi Cahyo Husodo : 3212100053 : Defry Agatha A., ST, MT :A
Perkembangan dan Kemampuan Adaptif Manusia
Manusia merupakan makhluk hidup yang selalu mengalami proses perubahan dan perkembangan. Tahap-tahap perkembangan manusia memiliki fase yang cukup panjang. Perkembangan
dapat
diartikan
sebagai
perubahan
yang
sistematis,
progresif
dan
berkesinambungan dalam diri individu sejak lahir hingga akhir hayatnya atau dapat diartikan pula sebagai perubahan – perubahan yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya. Sesorang individu mengalami perkembangan sejak masa konsepsi, serta akan berlangsung selama hidupnya. Perkembangan adalah proses yang berlangsung sejak konsepsi, lahir dan sesudahnya, dimana badan, otak, kemampuan dan tingkah laku pada masa usia dini, anak-anak dan dewasa menjadi lebih kompleks dan berlanjut dengan kematangan sepanjang hidup. Dalam proses perkembangan yang dialami oleh manusia, dibutuhkan penyesuaian diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.
Penyesuaian diri ini tidak hanya dilakukan terhadap perubahan-perubahan dari dalam diri individu (manusia itu sendiri), namun juga perubahan yang terjadi diluar diri individu, seperti penyesuaian diri pada lingkungan tempat tinggal. Manusia memiliki kecendrungan untuk berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya baik lingkungan sosial maupun lingkungan fisik. Penyesuaian diri ini merupakan hal yang sangat penting bagi terciptanya kesehatan jiwa/mental individu.
Penduduk eskimo menggunakan pakaian yang tebal untuk beradaptasi terhadap lingkunganna yang dingin Sumber : https://alifdankayla.files.wordpress.com/2008/04/eskimo2.jpg
Kehidupan manusia merupakan suatu proses penyesuaian diri yang berlangsung kontinu yang mendorong manusia berjuang memenuhi kebutuhan dan memelihara hubungan tetap harmonis. Ketika seseorang dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapi secara efektif terhadap tuntutan dalam dan luar diri maka dia dikatakan sebagai orang yang mampu menyesuaikan diri dengan baik.
Sebaliknya,apabila masalah yang dihapadi orang tersebut dirasakan terlalu berat sehingga menimbulkan gejalah rasa cemas,tidak berdaya,tidak bahagia atau gejala lainnya, maka orang itu dikatakan sebagai orang yang gagal dalam menyesuaikan diri.
Hierarki Kebutuhan Maslow Manusia akan selalu mengalami proses perubahan. Proses perubahan yang terjadi pada diri manusia ini akan mempengaruhi kebutuhannya. Menurut Abraham maslow, manusia memiliki hirarki kebutuhan dasar. Hirarki kebutuhan dasar manusia tersebut meliputi lima kategori yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, Kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang, Kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan sosialisasi diri. Maslow memberi hipotesis
bahwa setelah individu memuaskan kebutuhan pada tingkat paling bawah, individu akan memuaskan kebutuhan pada tingkat yang berikutnya. Jika pada tingkat tertinggi tetapi kebutuhan dasar tidak terpuaskan, maka individu dapat kembali pada tingkat kebutuhan yang sebelumnya. Menurut Maslow, pemuasan berbagai kebutuhan tersebut didorong oleh dua kekuatan yakni motivasi kekurangan ( deficiency motivation) dan motivasi perkembangan (growth motivation). Motivasi kekurangan bertujuan untuk mengatasi masalah ketegangan manusia karena berbagai kekurangan yang ada. Sedangkan motivasi pertumbuhan didasarkan atas kapasitas setiap manusia untuk tumbuh dan berkembang. Kapasitas tersebut merupakan pembawaan dari setiap manusia.
Hierarki Kebutuhan Maslow Sumber : http://darmansyah.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/97/2012/11/maslow-images.jpg
Kebutuhan paling dasar pada setiap orang adalah kebutuhan fisiologis yakni kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik. Kebutuhan-kebutuhan itu seperti kebutuhan akan makanan, minuman, tempat berteduh, seks, tidur dan oksigen. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis adalah potensi paling dasar dan besar bagi semua pemenuhan kebutuhan di atasnya. Manusia yang lapar akan selalu termotivasi untuk makan, bukan untuk mencari teman atau dihargai. Manusia akan mengabaikan atau menekan dulu semua kebutuhan lain sampai kebutuhan
fisiologisnya itu terpuaskan. Di masyarakat yang sudah mapan, kebutuhan untuk memuaskan rasa lapar adalah sebuah gaya hidup Mereka biasanya sudah memiliki cukup makanan, tetapi ketika mereka berkata lapar maka yang sebenarnya mereka pikirkan adalah citarasa makanan yang hendak dipilih, bukan rasa lapar yang dirasakannya Seseorang yang sungguh-sungguh lapar tidak akan terlalu peduli dengan rasa, bau, temperatur ataupun tekstur makanan. Kebutuhan fisiologis berbeda dari kebutuhan-kebutuhan lain dalam dua hal Pertama, kebutuhan fisiologis adalah satu-satunya kebutuhan yang bisa terpuaskan sepenuhnya atau minimal bisa diatasi. Manusia dapat merasakan cukup dalam aktivitas makan sehingga pada titik ini, daya penggerak untuk makan akan hilang. Bagi seseorang yang baru saja menyelesaikan sebuah santapan besar, dan kemudian membayangkan sebuah makanan lagi sudah cukup untuk membuatnya
mual.
Kedua,
yang
khas
dalam
kebutuhan
fisiologis
adalah
hakikat
pengulangannya. Setelah manusia makan, mereka akhirnya akan menjadi lapar lagi dan akan terus menerus mencari makanan dan air lagi. Sementara kebutuhan di tingkatan yang lebih tinggi tidak terus menerus muncul. Sebagai contoh, seseorang yang minimal terpenuhi sebagian kebutuhan mereka untuk dicintai dan dihargai akan tetap merasa yakin bahwa mereka dapat mempertahankan pemenuhan terhadap kebutuhan tersebut tanpa harus mencari-carinya lagi. Setelah kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpuaskan secukupnya, muncullah kebutuhan kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman ini diantaranya adalah rasa aman fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan dan kebebasan dari daya-daya mengancam seperti perang, terorisme, penyakit, takut, cemas, bahaya, kerusuhan dan bencana alam. Kebutuhan akan rasa aman berbeda dari kebutuhan fisiologis karena kebutuhan ini tidak bisa terpenuhi secara total. Manusia tidak pernah dapat dilindungi sepenuhnya dari ancamanancaman meteor, kebakaran, banjir atau perilaku berbahaya orang lain. Orang-orang yang tidak aman akan bertingkah laku sama seperti anak-anak yang tidak aman. Mereka akan bertingkah laku seakan-akan selalu dalam keadaan terancam besar. Seseorang yang tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas secara berelebihan serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan yang tidak diharapkannya.
Jika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman telah terpenuhi, maka muncullah kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan rasa memiliki-dimiliki. Kebutuhan-kebutuhan ini meliputi dorongan untuk bersahabat, keinginan memiliki pasangan dan keturunan, kebutuhan untuk dekat pada keluarga dan kebutuhan antarpribadi seperti kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta. Seseorang yang kebutuhan cintanya sudah relatif terpenuhi sejak kanak-kanak tidak akan merasa panik saat menolak cinta. Ia akan memiliki keyakinan besar bahwa dirinya akan diterima orang-orang yang memang penting bagi dirinya. Keti ka ada orang lain menolak dirinya, ia tidak akan merasa hancur. Cinta menyangkut suatu hubungan sehat dan penuh kasih mesra antara dua orang, termasuk sikap saling percaya. Sering kali cinta menjadi rusak jika salah satu pihak merasa takut akan kelemahan-kelemahan serta kesalahan-kesalahannya. Kebutuhan akan cinta meliputi cinta yang memberi dan cinta yang menerima. Kita harus memahami cinta, harus mampu mengajarkannya, menciptakannya dan meramalkannya. Jika tidak, dunia akan hanyut ke dalam gelombang permusuhan dan kebencian. Setelah kebutuhan dicintai dan dimiliki tercukupi, manusia akan bebas untuk mengejar kebutuhan akan penghargaan. Setiap orang yang memiliki dua kategori mengenai kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan yang lebih rendah dan lebih tinggi. Kebutuhan yang rendah adalah kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutuhan akan status, ketenaran, kemuliaan, pengakuan, perhatian, reputasi, apresiasi, martabat, bahkan dominasi. Kebutuhan yang tinggi adalah kebutuhan akan harga diri termasuk perasaan, keyakinan, kompetensi, prestasi, penguasaan, kemandirian dan kebebasan. Sekali manusia dapat memenuhi kebutuhan untuk dihargai, mereka sudah siap untuk memasuki gerbang aktualisasi diri .
Tingkatan terakhir dari kebutuhan dasar Maslow adalah aktualisasi diri. Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan yang tidak melibatkan keseimbangan, tetapi melibatkan keinginan yang terus menerus untuk memenuhi potensi. Kebutuhan ini merupakan hasrat untuk semakin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya.[5] Awalnya Maslow berasumsi bahwa kebutuhan untuk aktualisasi diri langsung muncul setelah kebutuhan untuk dihargai terpenuhi. Akan tetapi selama tahun 1960-an, ia menyadari bahwa banyak anak muda di Brandeis memiliki pemenuhan yang cukup terhadap kebutuhan-kebutuhan
lebih rendah seperti reputasi dan harga diri, tetapi mereka belum juga bisa mencapai aktualisasi diri.
Hunian Manusia
Pada awalnya manusia hidup secara nomaden atau berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Mereka hidup secara berkelompok dengan mobilitas tinggi. Alasan manusia hidup nomaden adalah untuk mencari sumber air dan makanan. Pada saat itu manusia belum bisa menghasilkan makanannya sendiri, seperti melalui bercocok tanam dan berternak. Sehingga saat sumber makanan yang tersedia disekitar tempat tinggalnya sudah semakin berkurang, manusia akan berpindah tempat untuk mencari daerah baru yang dekat dengan sumber air dan makanan.
Jejak peninggalan manusia di gua Sumber : http://dingo.care2.com/pictures/c2c/share/11/115/509/1150996_370.jpg
Pada saat hidup nomaden ini, biasanya manusia tinggal pada selter-selter alami seperti gua, terutama pada dareah dengan empat musim. Pemilihan gua sebagai selter ini merupakan insting alami yang dimiliki manusia agar terlindungi dari cuaca diluar yang kurang bersahabat. Gua adalah selter yang biasa digunakan pada saat musim dingin. Pada saat musim panas, manusia purba akan keluar untuk berburu dan mengumpulkan makanan.
Perumahan di Kota Tua Jericho Sumber : http://www.biblearchaeology.org/image.axd?picture=A-New-Look-WEB.jpg
Pada saat peradaban manusia sudah mulai berkembang, manusia telah mampu menghasilkan makanannya sendiri melalui bercocok tanam. Sehingga mereka membutuhkan hunian permanen yang bisa digunakan dalam jangka waktu yang lama. Pada saat itu manusia sudah mulai mencoba untuk membuat hunian sendiri. Salah satu contoh hunian buatan manusia adalah di kota tua Jericho di semenanjung arab. Seiring dengan peradaban manusia yang sudah bertambah maju, penduduk kota jericho telah memiliki teknologi baru. Mereka telah mampu menghasilkan batu bata yang terbuat dari lumpur yang dibakar dan di jemur pada cahaya matahari. Kemudian mereka mulai membuat hunian dengan dinding menggunakan batu bata dan diplester dengan lumpur dan atap dari batang pohon dan lumpur. Hunian yang dibuat penduduk kota Jericho ini masih sangat sederhana tanpa adanya pintu dan jendela. Hunian tersebut hanya memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu sebagai tempat untuk berlindung.
Setelah peradaban manusia telah berkembang lebih jauh lagi, hunian sebagai tempat tinggal manusia juga semakin berkembang. Kompleksitas dan tipologi bangunan menjadi semakin meningkat. Perkembangan pola hunian ini menyesuaikan dengan kondisi pada waktu tertentu.
Rumah milik Roman Abramovich, pemilik Chelsea Sumber : http://static4.bornrichimages.com/cdn2/683/384/91/c/wpcontent/uploads/s3/1/2012/01/04/1325671055102.jpg
Dari awalnya sebuah tempat tinggal/ rumah hanya dibuat dengan fungsi sebagai tempat berlindung, lama kelamaan wujud dari sebuah rumah menjadi semakin berkembang. Rumah tidak lagi hanya menjadi sebuah tempat berlindung, namun juga dapat menunjukan identitas penghuninya. hal ini terjadi karena adanya perubahan atau pergeseran nilai-nilai di dalam masyarakat.
Rumah akan sangat bergantung pada pemiliknya. Ketika sebuah keluarga muda yang baru menikah, mereka hanya membutuhkan rumah dengan ukuran kecil yang dapat menjadi tempat tinggal mereka. Namun ketika mereka telah mempunyai anak (jumlah anggota keluarga bertambah), mereka akan membutuhkan ruang atau rumah yang lebih besar yang dapat menampung seluruh anggota keluarga.
Saat orang memiliki penghasilan rendah, dia hanya memerlukan rumah yang sederhana, namun ketika penghasilannya bertambah maka kebutuhannya pun akan bertambah, begitu pula kebutuhan akan tempat tinggalnya. Dia akan membutuhkan sebuah rumah yang memiliki banyak fasilitas.
Seiring dengan perubahan-perubahan yang terjadi baik dari dalam maupun dari luar individu, individu tersebut akan berupaya untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan terjadi.
Metode Open Building
Manusia selalu mengalami proses perkembangan. Oleh karena itu kebutuhan dan pemenuhan kebutuhan manusia pun akan selalu mengalami perubahan. Begitu juga dengan kebutuhan mengenai hunian yang akan selalu mengalami perubahan, baik jumlah maupun modelnya. Untuk itu dibutuhkan suatu metode yang dapat mengatasi masalah tersebut. Salah satu metode dalam arsitektur yang dapat menyesuaikan dengan kondisi perubahan-perubahan tersebut adalah metode open building.
Open Building
Sumber: http://www.madeforone.com/features/layers.gif
Open Building adalah sebuah metode yang dicetuskan oleh John Habraken melalui bukunya An Alternative to Mass Housing yang mulai dipublikasikan di belanda pada tahun 1961. Open
building adalah suatu cara atau pendekatan untuk menciptakan dan menghasilkan sebuah lingkungan yang berorientasi terhadap penggunanya. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa keputusan desain yang diambil akan memberikan dampak yang baik bagi penghuninya di masa depan karena direncanakan berdasarkan pada perubahan dan stabilitas.
Open building berbeda dengan bangunan konvensional pada umumnya. Hal ini dikarenakan pada open building mempertimbangkan perubahan yang menyesuaikan dengan kebutuhan penghuninya di masa depan. Selain itu, perubahan lain yang harus ditangani dalam perancangan open building antara lain faktor lingkungan yang dimanis seperti suhu, akustik, pencahayaan, dan kinerja bangunan arsitektur.
Habraken menyarankan dalam perencanaan dan perancangan suatu open building hendaknya mengenalkan perbedaan level dalam proses merancang bangunan, support and infill, mengacu pada ketersediaan material lokal (urban fabric), dan fit-out bangunan tersebut . Open building dapat didefinisikan sebagai pengembalian hierarki yang berubah-ubah, seperti pergantian lantai dan dinding internal bangunan yang dapat dipindahkan. Pada konsep open building ini juga memungkinkan perpindahan kamar mandi dan dapur sehingga dalam perencanaan perpipaan harus sudah dipertimbangkan pada tahap awal perancangan sehingga perpindahan kedua fungsi ruang tersebut dapat terjadi. Dalam penerapan open building ke dalam bangunan juga memungkinkan adanya perubahan pada elemen lantai dan dinding eksterior bangunan pada masa mendatang. Oleh karena itu, konsep open building juga memperhatikan perubahan fasade bangunan di masa depan, layout di sebuah bangunan multi-unit dan melibatkan penghuni di dalam mendesain hunian mereka sendiri. Dengan memperhatikan kebutuhan penghuni dan melibatkan penghuni dalam desain, maka sistem open building ini akan membuat suatu bangunan menjadi sesuai dengan karakter masing-masing penghuni.
Open Building merupakan salah satu jawaban pragmatis untuk keterikatan teknis bangunan yang telah dihasilkan dari penambahan- penambahan ruang, dalam jangka waktu yang lama, dan sistem teknis yang baru. Open Building dapat dinyatakan sebagai care, responsibility and
technology pada lingkungan binaan sehingga dalam penerapan konsep open building diharapkan seseorang akan lebih peduli terhadap lingkungan binaannya untuk menciptakan sebuah lingkungan yang lebih aman dan nyaman. Oleh karena itu, sebuah lingkungan binaan diharapkan dapat meningkatkan tanggung jawab penghuninya untuk kebutuhan masa depan
Pendekatan Open Building juga mengakui bahwa dalam desain bangunan merupakan sebuah proses kolaboratif yang melibatkan banyak peserta dengan beragam latar belakang. Dengan demikian, dalam proses pengambilan keputusan desain bangunan menjadi suatu yang kompleks untuk menyeimbangkan kepentingan yang berbeda dari pihak pihak yang terkait. Selain itu, juga melibatkan pengguna bangunan dalam pengambilan keputusan dalam setiap prosesnya. Oleh karena itu, penerapan open building di dalam bangunan akan mempunyai nilai yang lebih dan keberlanjutan untuk masa depan.
Fit-out Sumber : http://www.slideshare.net/zeeyada/open-building
Pada gambar di atas menjelaskan bahwa dalam open building seorang developer atau pengembang hanya menyediakan base buildingnya saja yang antara lain meliputi struktur, utilitas, sirkulasi,dan transportasi untuk ditawarkan kepada penghuninya. Kemudian pengguna
bangunan dapat menyusun layout dan tatanan interior di dalam ruangan menyesuaikan dengan kebutuhannya dan bersifat lebih fleksibel.
Dalam penerapannya Open building membedakan levels of decision making pada prosesnya seperti yang ditunjukkan dalam gambar di bawah ini:
levels of decision making Sumber : http://www.slideshare.net/zeeyada/open-building
Levels of decision making selalu merujuk kepada bagian-bagian dalam bangunan yang dihubungkan pada masa konstruksi dan transformasi ruang yang menyesuaikan dengan kebutuhan penggunanya. Open building merupakan konsep multi-facetted dengan solusi tehnikal, organisasi, dan finansial untuk membangun lingkungan yang dapat beradaptasi dengan perubahan kebutuhan. Dalam penerapan open building dalam perancangan didukung oleh pengguna, industri konstruksi, dan restruktur dari proses pembangunan Berdasarkan pada gambar di atas, dalam levels of decision making terdiri dari tiga level yaitu: tissue, support and infill. Tissue sebagai bagian dari town fabric yang merupakan level yang tertinggi dalam tingkatan ini. Sedangkan infill merupakan level terendah pada tingkatan ini.
Konsep open building disimpulkan menjadi Ide gagasan bahwa pengguna atau penghuni mempunyai peran untuk membuat keputusan desain seperti seorang professional. Metode ini menerangkan bahwa merancang merupakan sebuah proses yang melibatkan banyak partisipan dan profesional dengan latar belakang yang berbeda, sehingga memungkinkan pergantian satu sistem dengan sistem yang lainnya untuk fungsi yang sama. Dalam metode ini sebuah bangunan dianggap sebagai produk yang terus berjalan, proses desainnya tidak pernah berakhir, di mana lingkungan mengubah bagian demi bagian. Open building merupakan gagasan bahwa merancang merupakan proses yang terus berjalan dan tidak pernah berhenti mengikuti pe rkembangan dan pola kebutuhan penggunanya.
Daftar Pustaka
Kendall, Sthepen and Jonathan Teicher; (2000) Residential Open Building; E & FN Spon; New York
http://www.historyworld.net/wrldhis/PlainTextHistories.asp?historyid=ab27
http://en.wikipedia.org/wiki/Open_building
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_hierarki_kebutuhan_Maslow
http://www.slideshare.net/zeeyada/open-building