PENDIDIKAN PRANIKAH BAGI CALON PENGANTIN MENUJU KELUARGA SAKINAH Siti ‘Aisyah Dosen FAI UCY
[email protected] Abstract Premarital education towards Sakinah Family should become a community program throughout Indonesia. Women's organizations engaged in any society-related activities and BP4 in district or sub-district level could be intensified in the run. The activities can be in the form of training or seminars for prospective bride before marriage. To that end, the readiness of the curriculum-related training materials, methods, media, as well as evaluation of training needs to be studied in depth besides the facilitator training. Thus the gap between the marriage ideality and the reality of family insecurity, or bad premarital sexual behavior can be resolved. Keywords: Premarital education, prospective bride, Sakinah Family A. Pendahuluan Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang terjadi pada semua makhluk, baik manusia, binatang, maupun tumbuh-tumbuhan1 [Q.S. aż-Żâriyât (51) : 49 dan Yâsîn (36) : 36). 2 Pernikahan merupakan fitrah kemanusiaan sebagai makhluk Tuhan yang dicipta berpasang-pasangan antara laki-laki dan perempuan untuk saling menyayangi,3 melanjutkan generasi dalam kerangka misi kekhalifahan (khalifah fil ardl) untuk memakmurkan dunia dan menyebarkan kebaikan, keutamaan, kasih dan sayang bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin). Pernikahan merupakan pintu gerbang menuju terwujudnya keluarga sakinah yaitu keluarga sejahtera dan berkualitas yang dilandasi rasa saling menyayangi dan menghargai dengan penuh rasa tanggung jawab dalam menghadirkan suasana kedamaian, ketentraman, dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat yang diridlai Allah SWT’’4. Pernikahan juga merupakan ikatan suci antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama sebagai suami isteri yang dilandasi nilainilai spiritual sebagai aktualisasi keimanan dan ketaatan kepada Tuhan dan menjalin rasa kasih dan sayang serta berbuat ihsan terhadap sesama manusia. “Pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau mîșâqan ghalîẓan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah” 5. Mîșâqan ghalî ẓan yang diisyaratkan dalam Q.S. an-Nisa’(4) : 216 sejatinya
Siti ‘Aisyah
memuat “perjanjian yang kokoh, kuat, lagi berat. Dalam arti, perjanjian harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, tidak main-main, bahkan sekali untuk selamanya.7 Perjanjian suami isteri seperti nilai perjanjian kerisalahan antara Allah dengan para Rasul-Nya8. Perjanjian pernikahan harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan kemantapan hati. Pasangan yang telah menikah dituntut untuk menjaga kelanggengan ikatan pernikahan dan keutuhan rumah tangga. Perjanjian dalam pernikahan bukan kontrak sosial yang bersifat sementara, melainkan ikatan sakral dan kokoh dalam rentang waktu tak terbatas yang seharusnya terkait dengan limit qudrah Allah (kematian). Keutuhan keluarga menjadi persoalan yang sangat memprihatinkan. Fenomena perkawinan pada masa sekarang, sepertinya sebatas kontrak sosial, sehingga terjadi kawin-cerai. ”Data Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung RI tahun 2010 melansir bahwa selama 2005 sampai 2010, atau rata-rata satu dari 10 pasangan menikah berakhir dengan perceraian di pengadilan. Dari dua juta pasangan menikah tahun 2010, ada, 285.184 pasangan bercerai. Tingginya angka perceraian di Indonesia, yang notabena, tertinggi se-Asia Pasifik. Data tersebut, juga memperlihatkan bahwa 70 persen perceraian itu karena gugat cerai dari pihak istri dengan alasan tertinggi ketidakharmonisan, padahal keharmonisan keluarga adalah dambaan setiap orang yang melaksanakan pernikahan dan merupakan merupakan awal terwujudnya tatanan masyarakat yang harmonis”.9 Dalam catatan Fathurizqi dari penelitiannya terhadap kasus-kasus perceraian selama kurun waktu dua tahun, sejak April 2012 sampai Juni 2014, terdapat hal-hal penting terkait dengan perceraian, yaitu : 1. Kebanyakan kasus perceraian yang terjadi dialami oleh pasangan usia perkawinan yang relatif muda (kurang dari 10 tahun). 2. Rata-rata usia pasangan yang bercerai berkisar di bawah 45 tahun (lakilaki) dan 40 tahun (perempuan). 3. Pasangan yang "dianggap" memiliki kecantikan dan ketampanan mendominasi perceraian dibandingkan yang berwajah pas-pasan. 4. Salah satu pasangan (umumnya suami) tidak memiliki rasa tanggung jawab untuk menafkahi keluarganya (istri dan anak-anak). 5. Salah satu pasangan (umumnya istri) terlalu menuntut dan tidak bisa menghargai hasil usaha pasangannya (suami). 6. Kasus perceraian yang terjadi karena orang ketiga lebih banyak disebabkan karena adanya jarak antara pasangan, apakah itu jarak dalam arti harfiah, maupun jarak dalam arti psikologis. 46
Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 2, Desember 2014
PENDIDIKAN PRANIKAH BAGI CALON PENGANTIN MENUJU KELUARGA SAKINAH
7. Beberapa kasus perceraian disebabkan karena permasalahan sepele, namun berakibat fatal karena tidak adanya keterbukaan antara suamiistri, ataupun pihak keluarga suami-istri. 8. Dalam beberapa kasus, keterlibatan pihak keluarga yang berlebihan, atau mendominasi rumah tangga anak-anaknya juga mempunyai andil yang besar mengantarkan pasangan suami-istri ke gerbang perceraian. 9. Ketidakjujuran, atau tidak adanya koordinasi yang baik antar suami-istri dalam hal finansial (income dan outcome) juga menjadi salah satu pemicu perceraian. 10. Pada beberapa kasus penulis dapati antara pihak keluarga suami dan pihak keluarga istri malah tidak memiliki komunikasi yang baik, bahkan yang lebih parah adalah ada yang tidak pernah melakukan komunikasi. Hal seperti ini biasanya terjadi karena perkawinan antara pasangan (anakanak mereka) tersebut tidak mendapat restu dari pihak keluarga. 11. Beberapa kasus perceraian, yang sering dijadikan alasan perceraian oleh salah satu pasangan (umumnya istri) adalah akhlak atau kelakuan salah satu pihak yang buruk, seperti berjudi, mabuk, suka main pukul, dan terjerat narkoba. Anehnya, untuk kasus ini rata-rata pasangan tersebut sudah mengetahui bahwa pasangannya sudah memiliki tabiat seperti itu sejak masih berstatus lajang.10 Kegelisahan lain adanya kesucian pernikahan yang telah ternodai oleh wawasan dan perilaku negative seksual pra nikah di kalangan remaja. VOA Indonesia merilis Fokus utama Hari Populasi Dunia 11 Juli tahun ini adalah kehamilan remaja, yang menurut data PBB terjadi pada sekitar 16 juta orang per tahun.11 Hasil survey Komnas Perlindungan Anak tahun 2008, remaja SMP dan SMA 97% pernah menonton film porno, 63% melakukan hubungan seksual di luar nikah, dan 21% diantaranya melakukan aborsi. Data BKKBN tahun 2010, data penelitian tahun 2005-2006 di kota-kota besar mulai Jabotabek, Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya dan Makasar, berkisar 47,54% remaja melakukan hubungan seks pranikah. Kasus Kehamilan Tidak Dikehendaki diungkap oleh Khisbiyah, dkk. pada tahun 2002 dari 44 responden 54,5% (24 orang) berusia 17-20 tahun dan 16 orang sedang menempuh di Perguruan Tinggi. Tingginya pernikahan dini dan dispensasi pernikahan yang diputus Pengadilan Agama terdapat indikasi bahwa salah satu penyebabnya adalah kasus KTD. Penelitian Lembaga Penelitian dan Pengembangan Organisasi (LPPA) PP ‘Aisyiyah tahun 2010 di Kabupaten Bantul, terdapat 101 perempuan usia 16 tahun dan pernikahan di bawah usia 20 tahun sebanyak 1.531. Dispensasi pernikahan selama 10 tahun meningkat Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 2, Desember 2014
47
Siti ‘Aisyah
95,8%. Rinciannya, tahun 2000 ada 12 kasus dan tahun 2010 meningkat 115 kasus12. Beberapa faktor penyebab pernikahan dini ditemukan dari penelitian tersebut antara lain, pertama minimnya informasi tentang kesehatan reproduksi dan batas minimum usia diperbolehkannya menikah; kedua, meringankan beban ekonomi orang tua; ketiga, kuatnya stigma “perawan tua” di kalangan masyarakat desa; keempat, KTD; kelima, rendahnya tingkat pendidikan orangtua dan remaja; dan keenam, faktor massifnya teknologi informasi yang mempermudah akses para remaja pada tayangan pornografi. 13 Dari penelitian Dewi Rochanawati dan Ima Kharimaturohmah “Terdapat korelasi positif antara persepsi mahasiswa tentang seks pranikah dengan perilaku seks pranikah. Mahasiswa yang memiliki persepsi baik tentang seks pra nikah tidak melakukan seks pranikah. Mereka menyadari bahwa perbuatan tersebut tercela dan melanggar norma agama, moral, dan social. Sebaliknya persepsi buruk tentang seks pranikah menyebabkan mahasiswa melakukan perilaku negative seks pranikah dengan tingkat ringan dan sedang. Persepsi buruk mahasiswa tentang seks al. : pertama, seks pranikah membawa lebih banyak kesenangan dari pada kesedihan; kedua, mempercayai pacarnya sehingga bersedia melakukannya; ketiga, hubungan seks pranikah hal yang biasa; keempat, rasa ingin tahu yang besar; kelima, seks pra nikah wajar bagi remaja pada masa puber ; keenam, hubungan seks seks boleh dilakukan pada remaja yang telah matang organ seksualnya; ketujuh, kebutuhan biologis alamiah remaja yang sedang jatuh cinta; kedelapan, pacaran merupakan masa untuk merasakan pengalaman seksual bersama; kesembilan, hubungan seks di luar nikah bukan merupakan aib bagi keluarga. Dalam penelitian tersebut tidak ditemukan mahasiswa yang melakukan hubungan seksual.14 Perilaku yang dilakukan kategori ringan dan sedang yaitu : kissing, necking, masturbasi/onani, dan seks oral. Mencermati adanya gap antara idealita perkawinan dengan realitas kondisi kerapuhan keluarga, adanya perilaku seksual pranikah yang buruk di kalangan remaja, hubungan antara persepsi dan perilaku pranikah, maka persiapan dan pendidikan pranikah bagi calon pengantin merupakan suatu keniscayaan. B. Persiapan Pernikahan Untuk menuju pernikahan yang sakral dalam mengarungi kehidupan yang panjang dalam mewujudkan keutuhan keluarga menuju keluarga sakinah, sejahtera, dan berkualitas yang dilandasi rasa saling menyayangi dan menghargai dengan penuh rasa tanggung jawab dalam menghadirkan suasana kedamaian, ketentraman, dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat yang diridlai Allah SWT, diperlukan persiapan dan kematangan 48
Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 2, Desember 2014
PENDIDIKAN PRANIKAH BAGI CALON PENGANTIN MENUJU KELUARGA SAKINAH
menghadapi pernikahan melalui pendidikan, pelatihan, bimbingan, dan konsultasi pranikah. Persiapan nikah, dalam Fikih dikaji dalam bab “ Ikhtiyâr az-zaujah wa ikhtiyâr az-zauj”.15 1. Beberapa hal yang terkait dengan persiapan sebelum melakukan pernikahan antara lain : a. Usia perkawinan Hal penting dalam pemilihan jodoh adalah mempertimbangkan usia perkawinan. Pernikahan anak-anak tidak dianjurkan dalam Islam, karena perkawinan menuntut tanggungjawab yang berat untuk melakukan tugas-tugas keluarga sebagai suami-isteri dan orangtua. Dalam perkawinan harus mempertimbangkan kematangan, baik secara biologis, psikologis, sosial, dan ekonomi. Al-Quran mengisyaratkan kematangan usia perkawinan dengan ”Rusydan” yaitu usia dewasa, memiliki kecerdasan, kematangan dan tanggungjawab. [Q.S. an-Nisa’ (4) : 6].16 Dalam Undang-undang Pasal 7 ayat (1) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disebutkan bahwa “Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak perempuan sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun”. Dibolehkannya perkawinan bagi perempuan adalah 16 tahun dan bagi laki-laki 19 tahun. Dalam Pasal 6 ayat (2) dijelaskan juga bahwa : ”Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.17 Selanjutnya, dalam Pasal 1 butir 1 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menegaskan bahwa ”Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Jika perempuan menikah pada usia 16 tahun, pada UU ini masih terhitung Perkawinan usia anak. Namun, bila mencermati pasal 6 ayat (2) UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, sebenarnya spiritnya bukanlah perkawinan anak-anak, tetapi perkawinan di usia dewasa yaitu usia 21 tahun. Usia perkawinan juga terkait dengan kesehatan fisik dan kematangan organ reproduksi, karena ketidak siapan organ reproduksi dalam memasuki jenjang perkawinan menimbulkan dampak yang berbahaya bagi ibu dan bayinya. b. Persiapan mental psikologis Perkawinan merupakan masa transisi dari dunia remaja menuju fase dewasa. Peristiwa ini akan sangat berpengaruh terhadap kondisi psikologis sehingga diperlukan kesiapan mental, dalam menyandang status baru sebagai suami dan isteri. Kesiapan mental untuk memahami Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 2, Desember 2014
49
Siti ‘Aisyah
karakter, tradisi, budaya pasangannya, mengahargai potensi dan kelebihan pasangannya serta memahami kekurangan dan kelemahan pasangannya. Kesiapan psikologis calon pengantin perlu memahami Psikologi keluarga Islam yang mencakup profile Keluarga Sakinah, manajemen rumah tangga, komunikasi antar anggota keluarga, pengembangan potensi dalam keluarga, strategi mengatasi konflik dan penyelesaian masalah, peran dan tanggungjawab anggota keluarha yang berkesetaraan gender, serta internalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai Islam dalam keluarga.18 c. Persiapan intelektual Kehidupan baru dengan segala tantangan di era globalisasi memerlukan kemampuan intelektial dan kapasitas pengetahuan suami isteri terhadap segala hal yang akan menghantarkan terwujudnya tujuan pernikahan. Kehidupan rumah tangga diperlukan ilmu-ilmu pendukung, seperti ilmu agama, psikologi, social, komunikasi, ekonomi, tata laksana dan teknologi rumah tangga. Hal yang penting juga pengembangan keilmuan terkait dengan profesi suami dan istri. d. Persiapan ekonomi Kesakinahan suatu keluarga sangat didukung oleh kestabilan ekonomi. Dalam kehidupan keluarga, setiap manusia membutuhkan makan, sandang, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, sadaqah, membantu kepentingan sosial kemasyarakatan, dan sebagainya. Untuk memenuhi semua kepentingan tersebut, maka keluarga harus memiliki kestabilan ekonomi dari sumber pendapatan yang halal, tayyib, dan barakah. Keadaan ekonomi keluarga dikatakan stabil dan dapat menumbuhkan ketenangan, kedamaian, dan kesejahteraan jika keluarga itu memiliki keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran. Ketidakstabilan secara ekonomi atau bahkan kekurangan dari sisi ekonomi, dapat berakibat pada terjadinya keretakan keluarga antara suami dan isteri, serta dengan anak-anak. Kekurangan dari segi ekonomi (kemiskinan) juga dapat mengakibatkan menurunnya kualitas iman. Dalam hal ini, Nabi menuntunkan agar dihindarkan dari kafakiran yang akan dapat menjerumuskan ke pada kekafiran (H.R. Muslim dari Abu Bakrah). Secara sosial, kekurangan dari segi ekonomi juga dapat mendorong orang kurang mempertimbangkan nilai-nilai moral dan agama dalam memilih pekerjaan. Kesiapan ekonomi dilakukan dengan kesiapan bekerja, khususnya kepada calon suami sebagai penanggung jawab (al-qiwâmah) dalam keluarga yang memiliki tanggung jawab dalam memberikan nafaqah kepada isteri, anak-anak dan anggota keluarga lainnya. [Q.S. an50
Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 2, Desember 2014
PENDIDIKAN PRANIKAH BAGI CALON PENGANTIN MENUJU KELUARGA SAKINAH
Nisa’(4) : 34].19 Adanya realitas di era kekinian tentang isteri bekerja, bila dilihat dalam literatur Fikih Islam, sebenarnya tidak ada larangan bagi isteri bekerja selama ada jaminan keamanan dan keselamatan, karena bekerja adalah hak setiap orang. Variasi pandangan ulama muncul pada perempuan bekerja tanpa restu suami.20 e. Persiapan kehidupan bermasyarakat. Pernikahan mempersatukan dua keluarga yang berbeda daerah, suku, tradisi, dsb. Pernikahan juga pintu gerbang memasuki kehidupan masyarakat yang lebih luas. Oleh karena itu, kesiapan untuk bergaul dan membangun silaturahim dengan keluarga yang lebih besar serta bergaul dan aktif dalam kehidupan bermasyarakat dan berorganisasi untuk melatih diri memimpin dan menegakkan hak-hak suami-isteri, keluarga, dan melakukan kewajiban kemasyarakatan sangat diperlukan. Keterlibatan calon pengantin dalam kehidupan masyarakat, merupakan tanggungjawab kemasyarakatan dalam melakukan dakwah mewujudkan kebaikan dan keutamaan dengan melakukan amar makruf nahi mungkar untuk mewujudkan keberuntungan dan kesuksesan hidup. [Q.S. Ali ‘Imran (3) : 104].21 f. Persiapan spiritual Spiritualitas merupakan pilar utama penegak bangunan Keluarga Sakinah (Q.S. ar-Rum [30] : 21, adz-Dzariyat [51] : 56).22 Esensi dari rasa spiritualitas ini adalah daya kepasrahan dan ketaatan pada Allah yang Maha Esa yaitu dorongan penggantungan diri hanya pada Allah serta adanya keyakinan bahwa segala derap langkah kehidupan tidak lepas dari iradah Allah (al-Fath [48] : 29).23 Dengan adanya nafas spiritualitas ini maka segala dinamika dan suasana kehidupan dalam keluarga akan memunculkan rasa tentram, aman, dan damai pada jiwa setiap anggota keluarga. Rasa spiritualitas dapat tercermin dalam perilaku “ibadah dan mu’amalah, hubungan dengan Allah, dengan manusia, dan dengan alam sekitar “Q.S. al-Baqarah [2]: 177).24 Rasa spiritualitas dan bentuk perilakunya tidak dapat hadir dengan sendirinya, tapi harus diupayakan agar dapat dimiliki oleh setiap anggota keluarga. 2. Mengenal calon pasangan Kebahagiaan dan kesejahteraan hidup berkeluarga pada dasarnya ditentukan oleh keserasian antara suami dan isteri. Untuk memperoleh keserasian tersebut, diperlukan pengenalan terhadap calon pasangannya melalui proses ta’aruf untuk mengenal lebih dalam tentang kesehatan dan kecantikan/ketampanan, karakter, latar belakang keluarga, ekonomi, Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 2, Desember 2014
51
Siti ‘Aisyah
sosial, dan pendidikan. Islam juga mengajarkan bahwa perkawinan yang dilakukan seorang pria dan seorang perempuan tidak hanya sekedar suka sama suka, melainkan perlu mempertimbangkan faktor kafaah segi agama, moral, pendidikan dan sosial. Spiritualitas keberagamaan menjadi pertimbangan utama karena menyangkut way of life dan sikap hidup. Tentang hal ini Rasullah saw.. memberi petunjuk :
َاك )رواﻩ َ ـﺖ ﻳَـﺪ ْ َات اﻟ ـ ﱢﺪﻳْ ِﻦ ﺗَ ِﺮﺑَـ ِ ﻓَــﺎﻇْﻔ َْﺮ ﺑِـﺬ, َوﻟِـ ِﺪﻳْﻨِﻬَﺎ,َﺎﳍـَـﺎ ِ وﳉَِﻤ, وَﳊَِ َﺴ ـﺒِﻬَﺎ,ْﺎﳍـَـﺎ ِ ﻟِﻤ: ﺗُ ـْﻨ َﻜ ُﺢ اﻟْ َﻤـ ْـﺮأَةُِ ﻷ َْرﺑَـ ٍﻊ 25
(اﻟﺒﺨﺎري وﻣﺴﻠﻢ
"Perempuan dikawini karena empat perkara, yaitu karena kekayaannya, pangkatnya (status sosialnya), kecantikannya dan kekuatan agamanya. Pilihlah perempuan yang kuat kuat agamanya, kamu pasti beruntung". (H.R. Muslim dan Muslim.) 3. Peminangan dan pergaulan pranikah. Apabila sudah ada kecocokan antara calon suami dan calon isteri, langkah berikutnya dilakukan pinangan untuk menjaga ketertiban dan kemaslahatan hubungan kedua keluarga. Dalam Fikih Munakahah, peminangan dikenal dengan khitbah yaitu sebagai tahap pendahuluan sebelum dilakukan pernikahan untuk mengetahui keadaan calon isteri.26 Dalam masa khitbah, berarti sudah ada ikatan janji akan melakukan pernikahan. Pergaulan laki-laki dan perempuan pada masa khitbah harus tetap dijaga, dilakukan secara islami, sampai datangnya saat pernikahan yang telah disepakati. Dengan demikian, dalam Islam tidak dikenal konsep tunangan yang keluar dari batas-batas akhlak pergaulan laki-laki mukmin dan perempuan mukminah. Pacaran islami (ta’aruf) yang menjadi fenomena masyarakat dewasa ini, supaya diartikan sebagai perkenalan sebelum menikah. Tiga hal yang bersifat fundamental perlu dibangun dalam setiap interaksi laki-laki perempuan sebagai calon pasangan. Pertama, upaya preventif secara personal, dalam arti sebuah kesadaran diri laki-laki atau perempuan untuk menjaga kesucian diri. Kedua, upaya preventif yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam arti saling menghormati dan menjaga kesucian diri dari interaksi yang tidak sehat dan mengarah pada perbuatan yang mendekati perzinaan. Dalam hal ini prinsip dasar etika pergaulan mukminmukminat, telah Allah gariskan dalam Q.S. an-Nur (24) : 30-31.27 Ketiga, masa ta’aruf merupakan masa terjadinya proses saling mengenal antar calon pasangan, agar dapat memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing.28 Dengan pemahaman itu, maka kemudian setelah menikah dapat saling menghargai dan mengembangkan kelebihan dan 52
Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 2, Desember 2014
PENDIDIKAN PRANIKAH BAGI CALON PENGANTIN MENUJU KELUARGA SAKINAH
sisi positif pasangannya, melengkapi kekurangan pasangannya, dan berusaha menekan sisi-sisi negatif yang dimiliki pasangannya. Hal tersebut merupakan ikhtiar mewujudkan kestabilan keluarga, menuju terwujudnya kesakinahan dalam keluarga dengan berbasis mawaddah dan rahmah. C. Pendidikan Pra Nikah bagi Calon Pengantin Pendidikan pranikah bagi calon pengantin menuju Keluarga Sakinah dapat diprogramkan secara massif di seluruh Indonesia, baik oleh Organisasi Perempuan yang bergerak di bidang social kemasyarakatan maupun BP4 di tingkat Kabupaten Kota atau Kecamatan. Kegiatannya dapat dalam bentuk pelatihan atau seminar pranikah bagi remaja, khususnya calon temanten. Untuk itu perlu disiapkan kurikulum pelatihan yang terkait dengan materi, metode, media, dan evaluasi pelatihan. Selain itu, perlu disiapkan para fasilitator pelatihan. Beberapa kegiatan yang perlu dilakukan antara lain : a. Kegiatan Workshop Penyiapan Pelatihan Pranikah untuk merumuskan materi, strategi dan pendekatan yang diterapkan dalam Pelatihan Pranikah serta terumuskannya beberapa macam kegiatan yang mendukung terlaksananya Pelatihan Pranikah. b. Menyusun kurikulum TOT dan pelatihan pranikah dan konsinyering Penyusunan Modul TOT dan Pelatihan Peanikah c. TOT Pranikah tingkat nasional d. Piloting Pelatihan pranikah di beberapa Kabupaten Kota dan dilanjutkan dengan pelatihan pra nikah secara berkala di seluruh Kabupaten, Kota atau Kecamatan e. Materi Seminar atau Pelatihan antara lain : Filosofi dan Tata aturan Pernikahan, Keluarga Sakinah, Kesehatan reproduksi, Keluarga Berencana, Kesiapan spiritual, psikologis, sosial, dan ekonomi, dan isuisu kontemporer tentang keluarga seperti PKDRT, menghindari nikah dini, menghindari nikah siri, isu poligami, relasi gender dalam keluarga, asi eksklusif dan donor ASI. f. Sosialisasi panduan pranikah, kespro dan kependudukan melalui bukubuku saku dan website. D. PENUTUP Pernikahan memiliki arti penting dalam membangun keluarga sakinah (sejahtera dan berkualitas) dan tatanan kehidupan bermasyarakat. Tantangan di era global dan permasalahan seks pranikah menuntut adanya Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 2, Desember 2014
53
Siti ‘Aisyah
persiapan pranikah bagi remaja. Gerakan nasional pranikah dengan berbagai macam program dan kegiatan diharapkan dapat menyelamatkan keluarga dari kerapuhan keluarga karena perceraian, KTD di kalangan remaja, seks pra nikah, KDRT, dan dapat menyelamatkan dan mengokohkan ketahanan keluarga mewujudkan keluarga sejahtera dan berkualitas, menuju bangsa yang bermartabat. Catatan Akhir Sayid Sabiq, Fiqh as-Sunnah (Beirut : Dâr al-Fikr, 1995), h. 5 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta : Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama RI , 2011 ), h. 756, 628 3 Ibid., h. 572 4 PP ‘Aisyiyah, Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah, (Yogyakarta : PP ‘Aisyiyah, 2012), h. 22 5 Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia Buku I Hukum Perkawinan ( Yogyakarta : Proyek Pembangunan Sarana Kehidupan Beragama Propinsi DIY, 1996), h. 13 6 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an …, h. 109 7 Amin Abdullah, Menuju Keluarga Bahagia, (Yogyakarta : PSW IAIN SUnan Kalijaga, 2002), h. 6. 8 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an …, h. 592 9Farid, Melonjaknya Angka Perceraian Jadi Sorotan lagi, http://www. badilag.net/index .php/ pengaduan/ 315-berita- kegiatan/5167 -melonjaknya-angkaperceraian-jadi-sorotan-lagi--195. Diunduh 27 Agustus 2014. 10 Fathurrizqi, Catatan Kecil Dibalik Tingginya Angka Perceraian di Indonesia. http:// www.fathurrizqi.com/ 2014/06/catatan-kecil-dibalik-tingginya-angka.html. Diunduh 27 Agustus 2014 11 VOA Indonesia, 16 Juta Remaja di Dunia Hamil di Luar Nikah Tiap Tahun http:/ /www.voaindonesia.com/content/enambelas-juta-remaja-hamil-di-luar-nikah-tiap-tahun/ 1700263.html. Diunduh 27 Agustus 2014 12 Tri Hastuti Nur R. dkk, Policy Paper Dukungan ‘Aisyiyah terhadap Peningkatan Kualitas Kesehatan Reproduksi Remaja di Kabupaten Bantul, (Yogyakarta : PP ‘Aisyiyah dan The Asia Foundation, 2012), h. 12 13 Ibid., h.13 14 Dewi Rokhanawati dan Ima Khorimaturrahmah, “Persepsi Mahasiswa terhadap Tingkat Perilaku Seks Pranikah Mahasiswa”, Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Stikes ’Aisyiyah Yogyakarta, Volume IX, Nomor 2, Desember 2013 15 Sabiq, Fiqh …, h. 9,11 16 Muhammad Rasyid Ridla, Tafsir Al-Mannâr (Beirut : Dârul Kutub al-‘Ilmiyyah, 1935), Jilid IV, h. 416 17 Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Jakarta : Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1982/1983), h. 17,18. 18 Mufidah Ch., Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, (Malang : UIN Malang Press, 2008), h.68. 19 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an …, h. 108. 20 Daan Dini Khairunida, “Nafkah, Pasangan Bekerja dan Pekerjaan Rumah Tangga”, dalam Keluarga SakinahKesetaraan Relasi Suami Isteri, (ed). AD Ariani dan AD Kusumaningtyas ( Jakarta : Rahima, 2008), h.213 21 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an …, h. 79. 22 Ibid., h. 572, 756. 23 Ibid., h. 742. 1
2
54
Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 2, Desember 2014
PENDIDIKAN PRANIKAH BAGI CALON PENGANTIN MENUJU KELUARGA SAKINAH
Ibid., h. 33. Sayid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, h. 14 26 Ibid., h. 17 27 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an …, h. 493. 28 PP ‘Aisyiyah, Tuntunan …, h. 46 24 25
Daftar Pustaka Abdullah, Amin. Menuju Keluarga Bahagia. Yogyakarta : PSW IAIN Sunan Kalijaga, 2002. Daan, Dini Khairunida. “Nafkah, Pasangan Bekerja dan Pekerjaan Rumah Tangga.”, dalam AD Ariani dan AD Kusumaningtyas (ed). Keluarga Sakinah Kesetaraan Relasi Suami Isteri. Jakarta : Rahima, 2008. Dewi Rokhanawati dan Ima Khorimaturrahmah. “Persepsi Mahasiswa terhadap Tingkat Perilaku Seks Pranikah Mahasiswa.” Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Volume IX, Nomor 2, Desember 2013 Farid.
“Melonjaknya Angka Perceraian Jadi Sorotan lagi,” http://www.badilag. net/ index .php/ pengaduan/ 315-beritakegiatan/5167 -melonjaknya-angka-perceraian-jadi-sorotan-lagi-195. Diunduh 27 Agustus 2014.
Fathurrizqi. “Catatan Kecil Dibalik Tingginya Angka Perceraian di Indonesia.” http:// www. fathurrizqi.com/ 2014/06/catatan-kecildibalik-tingginya-angka.html. Diunduh 27 Agustus 2014 Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia Buku I Hukum Perkawinan, Yogyakarta : Proyek Pembangunan Sarana Kehidupan Beragama Propinsi DIY, 1996. Kementerian Agama RI, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama RI, 2011. Mufidah, Ch., Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, Malang : UIN Malang Press, 2008. PP ‘Aisyiyah. Tuntunan Menu Keluarga Sakinah. Yogyakarta : PP ‘Aisyiyah, 2012. Republik Indonesia. Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Jakarta : Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1982/1983. Ridla, Muhammad Rasyid. Tafsir Al-Mannâr. Beirut : Dârul Kutub al‘Ilmiyyah, 1935, Jilid IV. Sabiq, Sayid. Fiqh as-Sunnah. Beirut : Dâr al-Fikr, 1995. Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 2, Desember 2014
55
Siti ‘Aisyah
Tri Hastuti Nur R. dkk. Policy Paper Dukungan ‘Aisyiyah terhadap Peningkatan Kualitas Kesehatan Reproduksi Remaja di Kabupaten Bantul. Yogyakarta : PP ‘Aisyiyah dan The Asia Foundation, 2012. VOA Indonesia. “16 Juta Remaja di Dunia Hamil di Luar Nikah Tiap Tahun.” http:/ /www. voaindonesia. com/content/enambelas-juta-remajahamil-di-luar-nikah-tiap-tahun/1700263.html. Diunduh 27 Agustus 2014
56
Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 2, Desember 2014