PELAKSANAAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) DI INDONESIA
Oleh Kelompok 3 : Umayah Arindah
153112350750002
Tri Nadyagatari
153112350750006
M. Ferhat Danial A.
153112350750007
Esca Hutama Prayogo
153112350750008
PROGAM STUDI S1 HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS NASIONAL T.A. 2015/2016
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan ridho-Nya-lah, kami dapat menyelesaikan tugas ini, dengan judul “PELAKSANAAN HAM DI INDONESIA” dengan tepat waktu. Makalah ini jauh dari kata sempurna, dan mungkin memiliki pembahsan yang diluar konsep yang telah kami buat, maka dari itu kritik dan saran yang membangun kami harapkan agar kami bisa lebih baik ke depannya. Akhir kata, kami berharap agar apa yang kami paparkan dan jelaskan di makalah ini dapat berguna dan dapat diambil manfaatnya bagi orang yang membacanya. Terima kasih.
Jakarta, 14 Desember 2015
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................... i DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii BAB I
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1 B. Rumusan Masalah ....................................................................... 1 C. Tujuan Penulisan .......................................................................... 1 D. Sumber Data ................................................................................. 1 E. Metode Penulisan ......................................................................... 2
BAB II
PELAKSANAAN HAM DI INDONESIA .............................................. 3 A. Pengertian Hak Asasi Manusia .................................................... 3 B. Pelakasanaan Hak-Hak Asasi Manusia di Indonesia ................... 3 C. Aliran Pemikiran Hak Asasi di Indonesia .................................... 12 D. Bentuk-Bentuk Pelanggaran HAM di Indonesia ......................... 12 E. Penyebab Pelanggaran HAM di Indonesia .................................. 14 F. Upaya Penegakan HAM Oleh Pemerintah ................................... 14
BAB III
PENUTUP ............................................................................................. 18 A. Simpulan ...................................................................................... 18 B. Penutup......................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia telah mengenal HAM jauh sebelum Deklarasi Universal HAM disahkan, tetapi pada kenyataannya mengenal lebih dahulu tidak membuat Indonesia dapat menjalankan secara baik. Indonesia masih dikenal dengan sistem pelaksanaan HAM yang buruk, terjadi pelanggran HAM dimana-mana tetapi Pemerintah dan rakyatnya seolah-olah menutup mata atas hal tersebut. Oleh karena itulah, kami tertarik untuk membahas pelaksaan HAM di Indonesia.
B. Rumusan Masalah 1. Apa sebenarnya HAM itu ? 2. Bagaimana pelaksanaan HAM di Indonesia selama ini ? 3. Aliran pemikiran hak asasi apa saja yang ada di Indonesia ? 4. Apa bentuk-bentuk pelanggaran HAM ? 5. Apa penyebab pelanggaran HAM ? 6. Apa upaya dari pemerintah demi menegakkan HAM di Indonesia ?
C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok dengan tema “Pelaksanaan HAM di Indonesia”, di mana tugas yang diberikan adalah untuk membuat satu makalah dan presentasi dari makalah tersebut dari tema yang sudah diberikan.
D. Sumber Data
1
Penulisan makalah ini bersumber melalui buku dan situs mengenai artikel HAM di internet yang merupakan situs yang valid.
E. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah berdasarkan metode sumber pustaka dari berbagai sumber yang dikutip inti-inti masalahnya, baik itu yang bersumber dari buku, fakta di lapangan maupun dari berita-berita di internet.
2
BAB II PELAKSANAAN HAM DI INDONESIA
A. Pengertian Hak Asasi Manusia HAM merupakan hak dasar yang melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Menurut UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati. Dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.1 Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya HAM.
B. Pelaksanaan Hak-Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia 1. Pelaksanaan Hak-Hak Asasi Manusia (HAM) Berdasarkan Masa Pemerintahan HAM di Indonesia telah mengalami pasang surut. Sesudah dua periode represi (rezim Soekarno dan rezim Soeharto), reformasi berusaha lebih memajukan hak asasi. Akan tetapi dalam kenyataannya harus menghadapi tidak hanya pelanggaran secara vertikal, tetapi juga horizontal. Pelaksanaan hak politik mengalami 1
PDF Komnas HAM UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM, diakses pada tanggal 15 Desember 2015.
3
kemajuan, tetapi
pelaksanaan hak
dilaksanakan secara memuaskan
ekonomi
masih
belum
2
a. Masa Demokrasi Parlementer Seperti juga negara-negara berkembang lain, hak asasi menjadi topik pembicaraan di Indonesia. Diskusi dilakukan menjelang dirumuskannya Undang-Undang Dasar 1945, 1949, 1950, pada sidang Konstituante (1956-1959), pada masa awal penegakan Orde Baru menjelang sidang MPRS 1968, dan pada masa Reformasi (sejak 1988). Hak asasi yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak termuat dalam suatu piagam terpisah, tetapi tersebar dalam beberapa pasal, terutama Pasal 27-31, dan mencangkup baik bidang politik maupun ekonomi, sosail dan budaya, dalam jumlah terbatas dan dirumuskan secara singkat. Hal ini tidak mengherankan mengingat bahan naskah ini disusun pada akhir masa pendudukan Jepang dalam suasana mendesak. Tidak cukup waktunya untuk membicarakan hak asasi secara mendalam, sedangkan kehadiran tentara Jepang di bumi Indonesia tidak kondusif untuk merumuskan hak asasi secara lengkap. Perlu juga dicatat bahwa pada saat Undang-Undang Dasar 1945 dirumuskan, Deklarasi Universal HAM belum ada, dan dengan demikian tidak dapat dijadikan rujukan. Ternyata bahwa pada waktu rancangan naskah UUD dibicarakan, ada perbedaan pendapat mengenai peran hak asasi
dalam
negara
demokrasi.
Banyak
kalangan
berpendapat bahwa Declaration des Droits de I’Homme et du
Citoyen
(1979)
berdasarkan
individualisme
dan
realisme, dan karena itu bertentangan dengan asas 2
Prof. Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama), hlm. 247-263.
4
kekeluargaan dan gotong royong. Karena terdesak waktu, tercapai kompromi bahwa hak asasi dimasukkan kedalam UUD 1945, tetapi dalam jumlah terbatas. Sementara itu dalam masyarakat cukup banyak kalangan yang berpendapat bahwa hak asasi tidak merupakan gagasan liberal belaka, sebab dalam menyusun UUD berikutnya, yaitu 1949 dan 1950, tenyata hak asasi ditambah dan diperlengkap. Selain jumlahnya terbatas dan perumusannya pendek, kita boleh bangga bahwa diantara hak yang disebut UUD 1945 terdapat hak yang bahkan belum disebut dalam Deklarasi Universal HAM (1948) yaitu hak kolektif, seperti hak bangsa untuk menentukan nasib sendiri. Jadi hak asasi itu dibatasi oleh undangundang. Masalah hak asasi di masa Perjuangan Kemerdekaan dan dalam Demokrasi Parlementer tidak banyak di diskusikan, memang ada bebeapa konflik bersenjata, yang terkadang penyelesaiannya tentu saja membawa korban pelanggaran hak asasi, tetapi kehidupan masyarakat sipil pada umumnya dianggap cukup demokratis, malah sering dianggap terlalu demokratis. Keadaan ini berakhir dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden Soekarto (1959) untuk kembali ke UUD 1945. Maka mulailah masa Demokrasi Terpimpin.
b. Masa Demokrasi Terpimpin Dengan kembalinya Indonesia ke UUD 1945 dengan sendirinya hak asasi kembali terbatas jumlahnya. Dibawah Presiden Soekarno beberapa hak asasi seperti hak mengeluarkan pendapat, secara berangsur-angsur mulai dibatasi. Sementara itu, pemenuhan hak asasi ekonomi
5
sama sekali diabaikan, tidak ada garis jelas mengenai kebijakan ekonomi. Akhirnya pada tahun 1966 Demokrasi Terpimpin diganti dengan Demkrasi Pancasila atau Orde Baru.3
c. Masa Demokrasi Pancasila Pada awal Orde Baru diupayakan untuk menambah jumlah hak asasi yang termuat dalam UUD melalui suatu panitia Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang kemudian menyusun “Rancangan Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban Warga Negara” untuk diperbincangkan dalam sidang MPRS V tahun 1968. Panitia diketuai oleh Jendral Nasution dan sebagai bahan acuan ditentukan antara lain hasil Konstituante yang telah selesai merumuskan hak asasi secara terperinci, tetap dibubarkan pada tahun 1959. Akan tetapi, karena masa sidang yang telah ditetapkan sebelumnya sudah berakhir, maka Rancangan Piagam tidak jadi dibicarkan dalam sidang pleno. Dengan demikian, perumusan dan pengaturan hak asasi seperti yang ditentukan pada 1945 tidak mengalami perubahan. Pada masa Orde Baru, pemikiran-pemikiran yang pernah timbul dimasa penyusunan UUD 1945 dan dimuat dalam tulisan-tulisan Prof. Supomo yang tercantum dalam buku Moh, Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945 berkembang kembali, dan konsep-konsep seperti negara integralis, negara kekeluargaan, gotong royong, musyawarah mufakat, anti-individualisme, kewajiban yang tidak terlepas dari hak, kepentingan masyarakat lebih penting dari kepentingan individu, mulai masuk agenda politik. Akan tetapi, dalam 3
Ibid.
6
usaha mewujudkan stabilitas politik untuk menunjang ekonomi, pemenuhan berbagai hak politik, antara lain kebebasan mengutarakan pendapat, banyak diabaikan dan dilanggar. Menjelang akhir masa Presiden Soeharto ada seruan kuat dari kalangan masyarakat, terutama civil society, untuk lebih meningkatkan pelaksanaan hak politik, agar stabilitas, yang memang diperlukan untuk pembangunan yang berkesinambungan,
tidak
menghambat
proses
demokratisasi. Salah satu masalah ialah tidak adanya persamaan persepsi antara
penguasa
dan
masyarakat
mngenai
konsep
“kepentingan umumn” dan “keamanan nasional”. Tidak jelas kapan kepentingan individu berakhir dan kepentingan umum dimulai. Begitu pula kapan keamanan (law and order) terancam dan kapan keresahan yang ada masih dapat ditoleransi sebagi ungkapan hak mengeluarkan pendapat. Penafsiran
mengenai
konsep
“kepentingan
umum”,
“keamanan umum”, dan “stabilitas nasional” seolah-olah merupakan monopoli dari pihak yang memiliki kekuasaan politik dan keuasaan ekonomi. Bagaimanapun juga, tidak dapat disangkal bahwa citra Indonesia di luar negeri sangat rendah, baik mengenai pelanggran hak asasi, maupun mengenai korupsi yang merajalela, seklaipun penguasa selalu menolak pandangan bahwa hak asasi di Indonesia menjadi maslaah besar. Akumulasi
tindakan
represif
akhirnya
menjatuhkan
Presiden Soeharto. Dengan demikian tuntutan untuk melaksanakan hak asasi politik secara serius, meningkatkan usaha pemberantasan kemiskinan, dan mengatasi kesenjangan soaisal, mengeras.
7
Juga tuntutan akan berkurangnya dominasi eksekutif, peningkatan transparasi, akuntabilitas, dan demokratisasi sukar dibendung. Berkat tuntutan-tuntutanh itu pada akhir tahun 1993 dibentuk Komini Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dengan dua puluh lima anggota tokoh masyrakat yang dianggap tinggi kredibilitasnya, yang diharapkan dapat meningkatkan penanganan pelanggaran hak asasi. Akhirnya, pada tanggal 21 Mei 1988 Presiden Soeharto meletakkan jabatan dan menyerahkannya kepada Wakil Presiden Prof. Dr. Habibie.
d. Masa Reformasi Pemerintah Habibie (mei 1988- Oktober 1999) pada awal masa Reformasi mencanangkan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RAN-HAM) 1998 – 2003, yang sayangnya sampai sekarang belum banyak dilaksanakan. Dalam masa Reformasi pula Indonesia meratifikasi dua Konvensi HAM yang penting yaitu Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan, dan Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial.4 Tahun-tahun pertama Reformasi ditandai oleh konflik horisontal, di mana pelanggaran hak asasi dilakukan oleh kelomnpok-kelompok Reformasi,
terutama
masyarakat dalam
sendiri.
Di
masa
melaksanakan
hak
mengutarakan pendapat, Reformasi sangat berhasil. Akam tetapi dalam masa Reformasi pemenuhan hak asasi ekonomi telah mengalami kemunduran tajam. Sekalipun 4
Ibid.
8
banyak
faktor
internasional
mempengaruhi
ekonomi
Indonesia, akan tetapi tidak sedikit faktor internal yang menyebabkannya. Selain itu, beberapa kemajuan yang telah dicapai di bidang pertumbuhan ekonomi, pemberantasan pengangguran, dan pendapatan perkapita
mengalami
kemunduran.
2. Hak Asasi Perempuan (HAP) Konsep HAP sedikitnya memiliki dua makna yang terkandung didalamnya. Yang pertama, HAP hanya dimaknai sekadar berdasarkan akal sehat. Logika yang dipakai adalah pengakuan bahwa perempuan adalah manusia, dan karenanya sudah sewajarnya mereka juga memiliki hak asasi. Masalahnya dalam realitasnya memperlihatkan tidak serta merta pengakuan bahwa perempuan adalah manusia juga berdampak terhadap perlindungan hak-hak dasar mereka sebagai manusia.5 Makna yang kedua, dibalik istilah HAP terkandung visi dan maksud transformasi relasi sosial melalui perubahan relasi kekuasaan yang berbasis gender. Makna HAP yang kedua ini memang lebih revolusioner karena adanya pengintegrasian HAP ke dalam standar HAM. HAP di indonesia cukup menonjol. Menurut UUD 1945 secara formal tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Pasal 27 UUD 1945 misalnya, dengan tegas mengatakan bahwa semua orang sama kedudukannya di hadapan hukum. Akan teteapi, dalam praktiknya perempuan masih banyak mengalami deskriminasi. Dengan kata lain, kedudukan secara de jure jauh berbeda dengan kedudukan secara de facto. Sebenarnya, kedudukan perempuan di Indonesia secara formal cukup kuat sebab banyak ketentuan berbagai undang-undang serta 5
Ibid.
9
peraturan-peraturan lain yang memberi perlindungan yuridisi padanya. Selain itu, HAP sendiri banyak terdapat dalam naskah baik itu di Indonesia sendiri maupun naskah yang bersifat internasional. Berikut tabel Hak Perempuan dalam naskah yang ada selama ini.
No.Tahun 1. 1945
2. 1958
Naskah
Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 27 Undang-Undang No. 68 Tahun 1958, Konvensi Hak Politik Perempuan Undang-Undang
3. 1984
No.
7
Tahun
1984,
Konvensi
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Wanita (CEDAW) Kovenan Hak Sipil dan Politik dan Kovenan Hak
4. 1966/1967 Ekonomi, Sosial dan Budaya, Pasal 3 (Belum diratifikasi Indonesia) 5. 1993
6. 1998
Deklarasi Wina, Pasal I/18
S.K. Presiden No. 181, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)
7. 2002
Protocol dari CEDAW ditandatangani
8. 2003
Undang-Undang No. 12, pemilihan Umum, Pasal 65
Ada tiga isu utama yang berkaitan dengan hak perempuan di Indonesia yakni, kekerasan terhadap perempuan, khususnya
10
kekerasan perdagangan
dalam
rumah
(trafiking)
tangga,
perempuan
kewarganegaraan, dan
anak.
dan
Meskipun
membutuhkan waktu yang panjang, pada akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama dengan pemerintah (Presiden Republik Indonesia) mengesahkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah tangga (PKDRT); Undang-Undang No. 12 Tahun 2006, tentang Kewarganegaraan RI; dan Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO). Melalui tiga undang-undang ini, minimal secara legal sudah lebih ada kepastian terhadap hak-hak perempuan di Indonesia.
3. Amandemen II UUD 1945 Di bawah peemrintahan Megawati Soekarnoputeri telah terdapat peningkatan yang signifikan dalam pemajuan hak asasi secara formal. Pada tahun 1988 melalui TAP No. XVII MPR dirumuskan suatu Piagam Hak Asasi Manusia. Jumlah hak asasi ditambah dan dijabarkan dalam 44 pasal. Dalam Piagam tersebut terdapat hal baru yang sedikit banyak terpengaruh oleh beberapa perkembangan hak asasi di luar negeri, antara lain masuknya konsep yang tidak boleh dikurang dalam keadaan apa pun (non-derogable rights).6
Sesudah mengalami beberapa periode di mana konsepsi mengenai hak asasi terus-menerus berubah, Indonesia cenderung menganut suatu konsep mengenai hak asasi yang agak berbeda dengan Kovenan Internasional. Dengan tetap memegang teguh asas universalitas, definisi ini juga memasukkan unsur agama (hak asasi adalah anugerah Tuhan yang Maha Kuasa) dalam definisinya mengingat pentingnya agama bagi bangsa Indonesia. Tambahan ini tidak menyalahi Konferensi Wina (1988) yang 6
Ibid.
11
mencanangkan bahwa ciri khas (particularities) perlu diperhatikan, asal tidak menyalahi hak asasi itu sendiri.
C. Aliran Pemikiran Hak Asasi di Indonesia Di Indonesia ada dua aliran pemikiran mengenai hak-hak asasi. Aliran pertama, yang lebih bersifat inward looking, berpendapat bahwa dalam membahas hak asasi kita hanya memakai Indonesia sebagai referensi, karena kita sudah kenal hak asasi mulai dari zaman dahulu kala. Lagi pula kesejahteraan rakyat sangat perlu ditangani secara serius. Pendapat ini sangat implisit berarti bahwa Indonesia tidak perlu menghiraukan pendapat dari luar serta naskah-naskah hak asasinya. Aliran lain adalah kelompok aktivis HAM yang sekalipun tidak diungkapkan secara eksplisit, cenderung mengacu pada perumusan persepsi dunia Barat dengan lebih menonjolkan hak-hak politik seperti kebebasan mengutarakan pendapat. Kelompok ini, yang dapat disebut outward looking, menerima apa saja apa yang telah dikonsekuensikan dalam berbagai forum internasional dan memakai perumusan itu sebagai patokan untuk usaha penegakan hak asasi dalam negeri. Lagipula, dikhawatirkan bahwa beberapa nilai tradisional seperti negara integralistik memberi justifikasi untuk mempertahankan kecenderungan ke arah strong goverment yang dapat dengan mudah dapat berkembang menjadi otoriterisme. Akan tetapi, sesudah diterimanya Deklarasi Wina (1993) kedua pandangan ini telah mengalami semacam konvergensi.7
D. Bentuk-Bentuk Pelanggaran HAM 1. Bentuk-bentuk pelanggaran HAM Pelanggaran yang sering dijumpai dalam masyarakat antara lain.
7
Ibid.
12
a. Deskriminasi Deskriminasi adalah pembatasan, pelecehan, dan pengucilan
yang dilakukan
langsung atau
tidak
lengsung yang didasarkan perbedaan manusia atas suku, ras, etnis, dan agama.8
b. Penyiksaan Penyiksaan adalah perbuatan yang menimbulkan rasa sakit atau penderitaan baik jasmani maupun rohani.
2. Pelanggaran HAM Menurut Sifatnya
a. Pelanggaran HAM Berat Pelanggaran HAM berat merupakan pelanggaran HAM yang mengancam nyawa manusia.
b. Pelanggaran HAM Ringan Pelanggaran HAM ringan merupakan pelanggaran HAM yang tidak menancam jiwa manusia. Pelanggaran HAM berat dibagi atas dua kategori sesuai dengan UU RI No. 26 tahun 2000 menyatakan bahwa :
1) Kejahatan Genosida merupakan tindakan yang bertujuan menghancurkan sebagian atau seluruh anggota kelompok suku, ras, etnis dan agama.
2) Kejahatan
kemanusiaan
adalah
tindakan
serangan yang meluas dan sistematis dan ditujukan kepada masyarakat sipil.
8
Diakses pada tanggal 15 Desember 2015 dari situs smansax1-edu.com/2014/10/pengertian-hak-asasi-manusia.html?m=1.
13
E. Penyebab Pelanggaran HAM Penyebab pelanggaran HAM terbagi atas dua kategori yakni :
1. Faktor Internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri manusia. Contohnya : a. Sikap egois b. Kurang kesadaran HAM c. Sikap tidak toleran
2. Faktor Eksternal Faktor ekternal adalah faktor yang berasal dari luar diri manusia. Contohnya : a. Penyalahgunaan kekuasaan b. Kurang tegasnya aparat negara c. Penyalahgunaan teknologi d. Kesenjangan sosial dan ekonomi
F. Upaya Penegakan HAM oleh Pemerintah Upaya penegakan HAM oleh pemerintah meliputi sebagai berikut.
1. Pembentukan Komnas HAM
a. Pengertian Komnas HAM Komnas HAM adalah sebuah lembaga mandiri di Indonesia yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnay dengan fungsi melaksanakan kajian, perlindungan, penelitian, penyuluhan, pemantauan, investigasi, dan mediasi terhadap persoalan-persoalan HAM.
14
Komisi ini berdiri sejak tahun 1993 berdasarkan Keputusan Presdien No. 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
b. Tujuan Komnas HAM 1) Mengembangkan
kondisi
yang kondusif
bagi
pelaksanan HAM sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal HAM 2) Meningkatkan perlindungan dan penegakkan HAM guna berkembangnya pribadi mausia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
c. Pelayanan yang Diberikan Oleh Komnas HAM Kita dapat mengajukan laporan pelanggaran hak asasi manusia kepada Komnas HAM dengan dasar Pasal 90 UU RI No. 39 Tahun 1999 yang menyatakan, “Setiap orang dan atau sekelompok orang yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan pengaduan lisan atau tertulis kepada Komnas HAM.” Semua pengaduan dapat dilayani apabila disertai dengan identitas pengadu yang benar dan keterangan awal yang jelas tentang materi atau persoalan yang diadukan atau dilaporkan. Berikut pelayanan yang diberikan Komnas HAM. 1) Pelayanan, konsultasi, pendampingan, dan advokasi bagi masyarakat yang menghadapi kasus HAM 2) Penerimaan pengaduan dari korban pelanggaran HAM
15
3) Investigasi, yaitu pencarian data, informasi, dan fakta yang berkaitan dengan peristiwa dalam masyarakat
yang
patut
diduga
merupakan
pelanggaran HAM 4) Penyelesaian
perkara
melalui
perdamaian,
negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli. 5) Penyelesaian perkara pelanggaran HAM berat melalui proses peradilan di pengadilan HAM
2. Pembentukan instrumen HAM
a. Pengertian Instrumen HAM Ketentuan hukum HAM atau disebut juga instrumen HAM merupoakan alat yang berupa peraturan perundangundangan yang digunakan dalam menjamin perlindungan dan penegakan HAM. Instrumen HAM terdiri atas instrumen nasional HAM dan instrumen internasional HAM.9
1) Instrumen Nasional HAM Instrumen nasional HAM merupakan instrumen yang terbatas pada suatu negara. Berikut instrumen nasional HAM. a) Undang-Undang Dasar 1945; b) Tap MPR No. XVII/MPR/1998; c) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia; d) UU
No.
26
Tahun
200
Tentang
Pengadilan HAM;
9
Diakses pada tanggal 13 Desember 2015 dari situs www.edukasippkn.com/2015/05/instrumen-ham-hak-asasimanusia.html?m=1.
16
e) UU No. 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan
Diskriminasi
Ras
dan
Etnis; f) Keppres No. 50 Tahun 1993 Tentang Komnas HAM; g) Keppres No. 181 Tahun 1998 Tentang Komnas
Anti
kekerasan
terhadap
Perempuan; h) Peraturan perundang-undangan nasional lain yang terkait.
2) Instrumen Internasional HAM Intrumen
internasional
HAM
merupakan
instrumen yang menjadi acuan ngera-negara di dunia dan mengikat secara hukum bagi negar yang
telah
mengesahkannya
(meratifikasi).
Berikut instrumen internasional HAM. a) Piagam PBB, 1945; b) Deklarasi Universal HAM 1948; c) Instrumen internasional lain menegenai HAM yang telah disahkan dan diterima oleh Indonesia.
3. Pembentukan Pengadilan HAM
a. Pengertian Pengadilan HAM Pengadilan HAM adalah Pengadilan Khusus terhadap pelanggaran
HAM
yang
berat.
Pengadilan
HAM
17
merupakan salah satu Pengadilan Khusus yang berada di lingkungan Pengadilan Umum.10
b. Tempat Kedudukan Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
c. Lingkup Kewenangan Berdasarkan
Undang-Undang
No.
26
Tahun
2000,
pelanggaran HAM meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
10
Diakses
tanggal
13
Desember
2015
dari
situs
http://id.m.wikipedia.com/wiki/Pengadilan_hak_asasi_manusia_di_indonesia.
18
BAB III PENUTUP
A. Simpulan HAM di Indonesia masih banyak memiliki masalah-masalh ang harus dibenahi,
baik itu dari segi pemerintah maupun dari segi
masyarakat. Indonesia memang sudah cukup bagus dalam hal dasar-dasar acuan dalam melaksanakaan HAM begitu pun dengan peraturan yang ada, tetapi Indonesia masih belum bisa menjalankan semua dasar-dasar HAM yang telah dimiliki secara baik.
B. Saran Lakukan pembenahan baik dari segi pemerintah maupun masyarakat dengan memberikan hukuman bagi pelanggarn HAM tanpa pandang bulu. Jika hal tersebut dilakukan dengan baik maka kedepannya masalah-masalah HAM yang selama ini dimiliki Indonesia akan perlahanlahan berkurang.
19
DAFTAR PUSTAKA
Budiarjo, Miriam. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Edukasi PPKn. 2015. Instrumen HAM (Hak Asasi Manusia), Ketentuan, dan Dasar Hukumnya. Diakses pada tanggal 13 Desember 2015 dari situs www.edukasippkn.com/2015/05/instrumen-ham-hak-asasimanusia.html?m=1. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Diakses tanggal 13 Desember 2015 dari situs www.komnas.go.id. Prabugomong. 2010. HAM. Diakses pada tanggal 13 Desember 2015 dari situs http://prabugomong.com/2010/10/02/ham/. Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI. 2011. UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan UndnagUndang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Jakarta. Wikipedia. 2015. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Diakses tanggal 13 Desember
2015
dari
situs
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Komisi_Nasional_Hak_Asasi_Manusia.
20
Wikipedia. 2015. Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Diakses tanggal 13
Desember
2015
dari
situs
http://id.m.wikipedia.com/wiki/Pengadilan_hak_asasi_manusia_di_indone sia. X.1 SMANSA – Edukasi Tak Boleh Dibatasi. 2014. Pengertian dan Definisi HAM. Diakses pada tanggal 14 Desember 2015 dari situs www.samnsaedu.com/2014/10/pengertian-hak-asasi-manusia.html?m=1.
21