1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya adalah merupakan suatu karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat Indonesia. Hal diatas secara konstitusional telah dituangkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 33 ayat (3) yang memberikan landasan bahwa : “bumi dan air serta s erta kekayaan alam al am yang terkandung didalamnya didalamn ya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar- besarnya sebesar- besarnya kemakmuran rakyat”. r akyat”. Oleh karena itu, kemakmuran rakyatlah yang menjadi tujuan utama dalam pemanfaatan fungsi bumi, air dan ruang angkasa beserta segala apa yang terkandung didalamnya. Pernyataan undang-undang yang menyatakan bahwa bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara, maka secara tidak langsung negara merupakan organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat Indonesia. Tujuan pembentukannya untuk mengatur dan mengurus serta menyelesaikan segala kepentingan-kepentingan dari seluruh rakyat Indonesia. Atas dasar inilah maka seluruh rakyat Indonesia kembali melimpahkan wewenang kepada negara selaku Badan Penguasa. Dengan demikian, negara tidaklah perlu memiliki tetapi hanya cukup dengan hak menguasai yang berarti menurut hukum memberikan wewenang kepada negara selaku Badan Penguasa untuk melakukan hal-hal sebagai berikut : 1. Mengatur dan menyelesaikan peruntukkan, penggunaan persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa; 2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; 3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa (Bachtiar Effendie, 1993:2).
2
Adapun tindak lanjut dari Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) tersebut yaitu dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau sering disebut dengan UUPA. Dalam UUPA mengenai bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam, termuat dalam Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa : “ bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam didalamnya pada tingkat yang tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat”. Kekuasaan negara yang termaktub dalam pasal diatas yaitu kekuasaan mengatur pengelolaan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Kekuasaan mengatur fungsi bumi ini mencakup mengenai tanah. Ini dapat dipertegas dalam Pasal 1 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa “bidang tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan suatu bidang yang terbatas”. Sehingga disini, tanah merupakan bagian dari bumi, di samping di tanam dibumi, atau di tubuh bumi. Kepemilikan tanah masyarakat berangkat dari pandangan religius yang menganggap tanah sebagai bagian dari alam semesta ciptaan Tuhan untuk kepentingan makhluknya. Manusia sebagai salah satu bagian dari makhluk berupaya mencari apa yang menjadi kebutuhan, memanfaatkan apa yang diperoleh, dan menggali terus sumber daya alam yang lebih baru. Karena lahan pertanahan saat itu tidak terukur luas, tidak jelas subjek dan batasnya, maka kepemilikan tanah diukur berdasarkan tanah itu secara nyata telah dimanfaatkan, diusahakan, dan dirawat (Yanto Sufriyadi, 2011:47). Padahal, untuk saat sekarang ini tanah mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat, sementara ketersediaan tanah relatif tetap sehingga membuat masyarakat berusaha untuk memperoleh tanah tersebut dengan berbagai cara. Hal itu membuat peranan tanah bagi pemenuhan sebagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tanah bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Dengan meningkatnya keperluan akan tanah, maka tidak heran bahwa tanah makin lama makin banyak yang tersangkut masalah. Masalah ini juga terjadi di negara-negara berkambang misalnya masalah sengketa tanah yang berhubungan dengan pemilik tanah yang berbatasan dan penolakan proposal
3
pembangunan oleh Kantor Pertanahan, ini merupakan beberapa fenomena umum yang terjadi di masyarakat sehari-hari mengenai tanah (Conrad Tang and Steve Lam, 2001:78). Sehingga, dengan itu akan meningkat
pula keperluan akan
kepastian hukum di bidang pertanahan. Problematika pertanahan terus mencuat dalam dinamika kehidupan bangsa kita. Berbagai daerah di nusantara tentunya memiliki karakteristik permasalahan pertanahan yang berbeda diantara satu wilayah dengan wilayah yang lainnya. Keadaan ini semakin nyata sebagai konsekuensi dari dasar pemahaman dan pandangan orang Indonesia terhadap tanah (Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, 2009:1). Permasalahan yang sering mengemuka yaitu menyangkut persoalan konversi tanah dari Letter C menjadi sertipikat, peralihan hak, sengketa yang diakibatkan turun waris, dan lain sebagainya (Anonim, 2010:33). Akibat
adanya
permasalahan
di
bidang
pertanahan
yang
dapat
menimbulkan konflik-konflik yang berkepanjangan antarwarga masyarakat, maka upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan menyelenggarakan pendaftaran tanah. Penyelenggaraan pendaftaran tanah bertujuan memberikan kepastian hukum
kepada
tanah-tanah
perseorangan, badan
yang
dimohonkan
hukum, swasta
haknya
bagi
keperluan
maupun bagi kepentingan
instansi
pemerintah. Dengan dilakukannya pendaftaran hak atas tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota, maka masyarakat yang melakukan pendaftaran tanah akan mendapatkan jaminan kepastian hukum mengenai pemilik tanah yang kemudian diperoleh sertipikat tanah yang memuat data fisik dan data yuridis. Dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA, memeritahkan diselenggarakan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum. Selanjutnya didalam Pasal 19 ayat (2) di tentukan bahwa pendaftaran tanah yang di maksud dalam ayat (1) meliputi: 1. Pengukuran, pemetan dan pembukuan tanah; 2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihannya; 3. Pemberian surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
4
Pasal 19 ayat 3 UUPA menentukan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya. Menurut pertimbangan Menteri Agraria, peraturan tentang pendaftaran tanah selain diatur dalam UUPA juga diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Namun, peraturan ini dipandang tidak dapat lagi sepenuhnya mendukung tercapainya hasil yang lebih nyata pada pembangunan nasional sehingga dibuatlah suatu revisi terhadap peraturan tersebut yang mana untuk lebih memacu palaksanaan pendaftaran tanah, yaitu keluarlah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dengan sampai saat ini menjadi dasar kegiatan pendaftaran tanah. Kemudian, oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagai pelaksana pendaftaran tanah yang akan dilakukan
oleh
Kantor
Pertanahan
Kabupaten/Kota.
Pendaftaran
tanah
diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip bahwa tanah secara nyata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat; berperan secara jelas guna terciptanya tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan; menjamin keberlanjutan sistem kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; serta untuk meminimalkan perkara, masalah, sengketa dan konflik. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Adapun mengenai tujuan pendaftaran tanah termuat dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yaitu :
5
1. Memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah; 2. Menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan; 3. Terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Pendaftaran tanah merupakan salah satu hal pokok yang seharusnya mendapat perhatian dari pemerintah. Sebagaimana kita ketahui bahwa akhir-akhir ini banyak terjadi sengketa tanah dan sebagian besar diantaranya berhubungan dengan pendaftaran tanah (Tuti Hutabalian, 2008:8). Permasalahan yang terjadi dalam pendaftaran tanah adalah proses administrasi yang cenderung rumit sehingga memerlukan waktu yang cukup lama serta biaya yang cukup tinggi untuk mendapatkan sertipikat tanah (Wisma Teguh Pambudiarta, 2011:3). Sebagaimana upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan diatas telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Hal ini terdapat dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah tersebut yang menyatakan bahwa “pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka. Dengan demikian, Peraturan Pemerintah ini telah memberikan kemudahan kepada para pemilik tanah dalam melakukan pendafataran tanah yang mana pendaftarannya harus berdasarkan asas-asas pendaftaran tanah. Kondisi ini akan mendorong peran Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali yang semakin penting dalam mengawal terlaksananya pendaftaran tanah di seluruh wilayah Kabupaten Boyolali. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis bermaksud untuk mengkaji lebih mendalam mengenai asas-asas
pendaftaran tanah dalam
sertipikasi hak atas tanah. Dengan demikian, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang tertuang dalam bentuk penulisan hukum yang berjudul “IMPLEMENTASI
ASAS-ASAS
PENDAFTARAN
TANAH
DALAM
SERTIPIKASI HAK ATAS TANAH DI KABUPATEN BOYOLALI”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan usaha dalam melakukan suatu penelitian hukum yang lebih baik, terstruktur, terarah yang dimaksudkan untuk memberikan
6
penegasan terhadap masalah-masalah yang diteliti sehingga memudahkan dalam pengerjaannya dan mencapai tujuan yang dikehendaki. Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian hukum ini, yaitu : “Apakah pelaksanaan serti pikasi hak atas tanah di Kabupaten Boyolali sudah sesuai dengan asas sederhana, asas aman, asas terjangkau, asas mutakhir, dan asas terbuka ?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan target yang hendak dicapai dalam suatu penelitian yang akan memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian. Tujuan penelitian ini dikategorikan ke dalam tujuan obyektif dan tujuan subyektif. Tujuan obyektif merupakan tujuan untuk memperoleh bahan hukum dalam rangka mengetahui jawaban atas permasalahan. Sedangkan, tujuan subyektif merupakan tujuan untuk memenuhi kebutuhan perorangan. Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini, yaitu : 1. Tujuan Obyektif Untuk mengetahui pelaksanaan sertipikasi hak atas tanah di Kabupaten Boyolali sudah sesuai dengan asas sederhana, asas aman, asas terjangkau, asas mutakhir, dan asas terbuka. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan kemampuan penulis di bidang Hukum Administrasi Negara, khususnya mengenai pelaksanaan sertipikasi hak atas tanah di Kabupaten Boyolali sudah sesuai dengan asas sederhana, asas aman, asas terjangkau, asas mutakhir, dan asas terbuka dalam pendaftaran tanah. b. Untuk melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar Strata 1 (sarjana) dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
7
Dalam penelitian hukum ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi penulis maupun orang lain baik di masa sekarang maupun dimasa yang akan datang. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum ini yaitu sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan sumbangan pemikiran pada pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Administrasi Negara pada khususnya. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan aduan dan referensi di bidang karya ilmiah serta bahan masukan bagi penelitian sejenis di masa yang akan datang. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemecahan atas permasalahan yang diteliti. b. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan dalam penalaran dan membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus untuk untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu-ilmu yang diperolehnya. c. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dan sebagai bahan informasi dalam kaitannya dengan perimbangan yang berhubungan langsung dengan penelitian ini.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:35).
Suatu metode
penelitian akan mempengaruhi perolehan data-data dalam penelitian yang bersangkutan untuk selanjutnya dapat diolah dan dikembangkan secara optimal sesuai dengan metode penelitian ilmiah demi tercapainya tujuan penelitian yang dirumuskan. 1. Jenis Penelitian
8
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal. Metode penelitian normatif adalah suatu prosedural penelitian ilmiah demi menemukan fakta atas logika keilmuan hukum yaitu dari sisi normatifnya. Penelitian hukum doktrinal merupakan suatu penelitian hukum yang bersifat preskriptif bukan deskriptif sebagaimana ilmu-ilmu alamiah dan ilmu-ilmu sosial (Peter Mahmud Marzuki, 2005:33). 2. Sifat Penelitian
Penelitian hukum ini, penulis menggunakan penelitian yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005:22). 3. Pendekatan Penelitian
Penelitian
hukum
ini
terdapat
beberapa
pendekatan.
Dengan
pendekatan tersebut, penulis akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan
historis
(historical
approach),
pendekatan
komparatif
(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2005:93). Dalam penelitian hukum ini, penulis menggunakan pendekatan Undang-Undang (statute approach) dan pendekatan koseptual (conceptual approach). Pendekatam Undang-Undang dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang ditangani (Peter Mahmud Marzuki, 2005:93). Dalam metode pendekatan ini perlu memahami hierarki, dan asas-asas dalam peraturan
perundang-undangan.
Pendekatan
konsep
untuk
membahas
9
penerapan asas-asas pendaftaran tanah dalam sertipikasi hak atas tanah di Kabupaten Boyolali. 4. Sumber Bahan Hukum
Sebagaimana yang dikemukakan Peter Mahmud Marzuki dalam bukunya yang berjudul penelitian hukum bahwa penelitian hukum tidak mengenal adanya data. Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seharusnya, maka diperlukan sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder (Peter Mahmud Marzuki, 2005:141). a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah peraturan perundang-undangan di Indonesia yang dalam hal ini yaitu : 1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria; 2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; 3) Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional beserta Lampiran; 4) Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; 5) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Dan Pengaturan Pertanahan beserta Lampiran. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai kualifikasi
10
tinggi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:142). Bahan hukum sekunder dalam penelitian hukum ini yaitu : 1) Buku-buku ilmiah di bidang hukum; 2) Hasil karya ilmiah para sarjana yang relevan; 3) Kamus-kamus hukum dan ensiklopedia; 4) Jurnal-jurnal hukum (termasuk yang online); 5) Literatur dari hasil penelitian lainnya. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik
pengumpulan
bahan
hukum
ini
dimaksudkan
untuk
memperoleh bahan hukum dalam penelitian. Teknik pengumpulan bahan hukum yang mendukung dan berkaitan dengan pemaparan penulisan hukum ini adalah : a. Studi dokumen atau bahan pustaka Penulis mengumpulkan, membaca dan mengkaji dokumen, buku buku, peraturan perundang-undangan, majalah dan bahan pustaka lainnya berbentuk data tertulis yang diperoleh di lokasi penelitian. b. Wawancara Wawancara merupakan suatu kegiatan pengumpulan data dengan cara mengadakan komunikasi secara langsung guna memperoleh data, baik lisan maupun tertulis atas sejumlah keterangan dan data yang diperoleh kepada narasumber dan responden. Dalam hal ini penelitian dilakukan dengan cara pengklarifikasian dengan narasumber atau responden. Narasumber atau responden dalam penelitian ini antara lain pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali yang memahami pendaftaran tanah guna menghasilkan sertipikat hak atas tanah di Kabupaten Boyolali. 6. Teknik Analisa Bahan Hukum
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode silogisme dan interpretasi dengan menggunakan logika deduktif. Logika deduktif atau sering kali disebut sebagai cara berpikir analitik mempunyai pengertian adalah cara berpikir yang bertolak dari pengertian bahwa sesuatu yang berlaku bagi keseluruhan peristiwa atau kelompok/ jenis, berlaku juga
11
bagi tiap-tiap unsur di dalam peristiwa kelompok/ jenis tersebut. Dalam penggunaannya, logika deduktif ini memerlukan alat yang disebut silogisme, yaitu sebuah argumentasi yang terdiri dari 3 buah proposisi berupa pernyataan yang membenarkan atau menolak suatu gejala. Proposi-proposi tersebut disebut premis mayor, premis minor, dan konklusi. Premis mayor merupakan ketentuan umum, premis minor adalah fakta-fakta yang bersifat khusus dan konklusi/ simpulan adalah upaya untuk menarik kesimpulan hubungan antara premis mayor dan premis minor. Menurut Philipus M.Hadjon sebagaimana dikutip oleh Peter Mahmud, metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus). Dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Marzuki, 2005:47). Di dalam logika silogistik untuk penalaran hukum yang bersifat premis mayor adalah aturan hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Mengutip pendapat dari Von Savigny, interpretasi merupakan suatu rekonstruksi buah pikiran yang tidak terungkapkan di dalam Undang-Undang. Untuk kajian akademis, seorang peneliti hukum juga dapat melakukan interpretasi. Bukan tidak mungkin hasil penelitian itu akan digunakan oleh praktisi hukum dalam praktek hukum. Dalam hal demikian, penelitian tersebut telah memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu dan praktek hukum. Interpretasi dibedakan berdasarkan kehendak pembentuk Undang-Undang, interpretasi sistematis, interpretasi historis, interpretasi teleologis, interpretasi antisipatoris, dan interpretasi modern (Peter mahmud Marzuki, 2005:106107). Adapun metode interpretasi yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah interpretasi berdasarkan kehendak pembentuk Undang-Undang. Dalam analisis deduksi ini, premis mayornya adalah Peraturan Perundang-Undangan.
Sedangkan
premis
minornya
yaitu
pelaksanaan
sertipikasi hak atas tanah di Kabupaten Boyolali yang ditinjau berdasarkan asas-asas pendaftaran tanah. Dalam hal ini sumber penelitian yang diperoleh
12
dalam penelitian ini dengan melakukan inventarisasi sekaligus mengkaji dari penelitian studi kepustakaan, aturan Perundang-Undangan beserta dokumendokumen yang dapat membantu menafsirkan norma terkait, kemudian sumber penelitian tersebut diolah dan dianalisis untuk menjawab permasalahan yang diteliti.
F.
Sistematika Penelitian
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum, maka penulis
menggunakan sistematika
penulisan hukum. Adapun sistematika
penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab, yang tiap bab terbagi dalam subsub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Adapun penulis menyusun sistematika penelitian hukum ini sebagai berikut bab I mengenai pendahuluan berisi latar belakang masalah yang mana sejak berlakunya UUPA hingga sekarang pendaftaran tanah belum mencapai hasil seperti yang diharapkan, masih banyaknya masyarakat yang kurang memahami tentang arti pentingnya pendaftaran tanah sehingga muncullah suatu gagasan penulis dalam penelitian hukum ini yaitu implementasi asas-asas pendaftaran tanah dalam sertipikasi hak atas tanah di Kabupaten Boyolali. Dari uraian diatas, muncul suatu permasalahan apakah pelaksanaan sertipikasi hak atas tanah di Kabupaten Boyolali sudah sesuai dengan asas sederhana, asas aman, terjangkau, asas mutakhir, asas terbuka. Adapun mengenai tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pelaksanaan sertipikasi hak atas tanah di Kabupaten Boyolali sudah sesuai dengan asas sederhana, asas aman, terjangkau, asas mutakhir, asas terbuka. Terhadap manfaat penelitian terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis. Sedangkan, metode penelitian terdiri dari jenis penelitian, sifat penelitian, pendekatan penelitian, sumber bahan hukum, teknik pengumpulan bahan hukum, dan teknik analisa hukum ini.
bahan hukum. Kemudian, dibuatlah sistematika penelitian
13
Dalam bab II mengenai tinjauan pustaka berisi kerangka teori dan kerangka pemikiran. Dalam kerangka teori menjelaskan sejumlah landasan teori dari para pakar dan doktrin hukum mengenai kedudukan asas hukum dalam peraturan perundang-undangan, asas-asas dalam pendaftaran tanah, tujuan dan objek pendaftaran tanah, sistem pendaftaran tanah, sistem publikasi pendaftaran tanah, dan jenis pendaftaran tanah. Sedangkan, kerangka pemikiran menjelaskan gambaran alur pikir dari penulis berupa konsep yang dijabarkan dalam penelitian ini. Dalam bab III mengenai hasil penelitian dan pembahasan, penulis menguraikan pokok permasalahan yaitu mengenai pelaksanaan sertipikasi hak atas tanah di Kabupaten Boyolali sudah sesuaikah dengan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir, dan terbuka. Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis bahwa pelaksanaan sertipikasi hak atas tanah di Kabupaten Boyolali yang berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir, dan terbuka belum sepenuhnya terimplementasi dengan baik. Hal ini terlihat dalam kenyataan di lapangan
yang masih menimbulkan sejumlah kendala, kendala yang paling
penting yaitu mengenai waktu dan biaya. Terhadap kendala waktu, upaya yang dapat dilakukan yaitu peningkatan kinerja dan ketepatan dalam berbagai tahapan dalam pendaftaran tanah sehingga proses kepemilikan hak atas tanah dapat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Dalam kendala biaya, pemerintah telah mencanangkan bebepara program dalam peningkatan status kepemilikan tanah. Di Kabupaten Boyolali, program peningkatan status kepemilikan tanah yaitu Program Agraria Nasional (PRONA), Redistribusi Tanah, dan Layanan Rakyat Sertipikasi Tanah (LARASITA). Bab IV dalam penelitian hukum ini yaitu penutup. Dalam bab ini, penulis menguraikan simpulan dari hasil pembahasan dan saran mengenai permasalahan dalam penelitian ini. Terakhir yaitu daftar pustaka danlampiran.