PENCIPTAAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF TAFSIR
S{U>FI>-FALSAFI> > IBN ‘ARABI< Lailiyatis Sa’adah* Abstrak
Artikel ini menjelaskan tentang kedudukan perempuan dalam Penafsiran Ibn ‘Arabi>. Prinsip penulis atas ayat-ayat yang berbicara tentang perempuan adalah pandangan sufi yang menekankan aspek-aspek esoterik es oterik hubung hubungan an gender gender antara antara kaum kaum laki-la laki-laki ki dan peremp perempuan uan.. Pada Pada wilaya wilayah h ‘Arabi> dalam memahami aplikasiny aplikasinya, a, tafsir s}u>f>-alsaf> Ibn ‘Arabi> kedudu kedudukan kan peremp perempuan uan dalam dalam al-Qur’an al-Qur’an,, berope beroperasi rasi masuk masuk ke jantun jantung g persoalan secara dasariah atau yang lazim dikenal dalam istilah filsafat ontologi!. "ebagaimana para mufassir pada umumnya, ia juga berangkat dari proses penciptaan Adam dan #awa, yang bersumbu pada dua jenis penciptaan$ tanah %Adam& dan tulang rusuk %perempuan&. Kata Kuni! Ibn ‘Arabi, s}u>f>-alsaf> , Penciptaan Perempuan. A" P#ndahuluan
'alam hal penafsiran, Ibn ‘Arabi> tidak pernah menolak makna makna literal dan makn maknaa z}a>hir . (amun dia senantiasa menambahkan pada pengertian literal suatu suatu penafsi penafsiran ran yang yang didasar didasarkan kan pada pada sebuah sebuah pence penceraha rahan! n! yang yang mengat mengatasi asi berbagai pembatasan kognitif yang sangat fatal, ini terlihat dari metode ta’wil yang yang digu diguna naka kann nnya ya.. 'ia 'ia serin seringk gkal alii meny menyata ataka kan n pada pada kita kita bahw bahwaa )uha )uhan n meny menying ingka kapk pkan an tabir tabir rahasi rahasiaa makn maknaa-ma makn knaa suat suatu u teks teks %al%al-Qu Qur’a r’an& n& kepa kepada da seseora seseorang ng gnostis gnostis yang yang tidak tidak pernah pernah dilaku dilakukan kan-(y -(yaa kepada kepada yang yang lain, lain, dan pen penyi ying ngka kapa pan! n! terse tersebu butt dapa dapatt dipe diperc rcay ayaa selam selamaa tida tidak k berse bersebe bera rang ngan an dan dan bertentangan dengan makna literal.* (amun sangat disayangkan, keberadaan tafsir sufi selalu s elalu dipandang sebelah mata, marginal, dan bahkan dianggap dianggap bid’ah bid’ah serta sesat oleh para ulama hadis maupun ahli fi+ih. "ebab bagi mereka, corak tafsir sufi hanya disandarkan disandarkan pada pengalaman pribadi dan keagamaan seorang sufi itu sendiri, yang notabene memp mempun unya yaii dun dunia ia yang yang berb berbed eda! a! deng dengan an keba kebany nyak akan an umat umat musli muslim m pada pada umumnya. umumnya. )ermasuk )ermasuk misalnya, misalnya, tentang tentang wah}dat al-wuju>d, yang sampai 1ogyakarya, tahun 223 * alumnus )# akultas shuluddin /( "unan 0alijaga 1ogyakarya, 14illiam 5. 5hittick, The Sufi Path of Knowledge: Ibn ‘Arabî’s Metaphysics of Iagination %(ew
! 86i. 1ork$ ni6ersity (ew 1ork Press, *737& ! Tafsir al"#ur’an: Ka$ian Kritis! %b$e&tif dan 29ihat )hameem shama, Metodologi Tafsir Koprehensif! terj. #asan :asri dan Amroeni, Amroeni, %;akarta$
saat ini masih menjadi kontro6ersi abadi di antara para pemikir dan tokoh agama /slam.
‘Arabi>, "elan "elanju jutny tnya, a, dari dari segi segi aplik aplikasi asi tafsi tafsirr s}u>f>-alsaf Ibn ‘Arabi>, sebenarnya merujuk pada pengalaman mistik yang dialaminya dengan mengamati pendayagunaan imajinasi yang mampu menjelmakan penampakan )uhan )uhan %tajalli>&, sehingga sehingga kreati6itas kreati6itas yang dimilikinya dimilikinya merupakan merupakan limpahan! dari daya kreasi )uhan, yang tidak lepas dari asal /lahi %di'ine % di'ine origine&. origine&. Artikel ini akan berupaya menyingkap persoalan perempuan dalam kaca mata
Ibn ‘Arabi> yang memiliki corak tersendiri dalam tafsirnya yaitu su su fals falsa a..
Untu Untuk k samp sampai ai ke pemb pembah ahas asan an inti, inti, maka maka perlu perlu
diungkap keterkaitan penulis dengan persoalan perempuan dan karakteristik tafsir yang diusungnya. $" Ibn ‘Arabi>, dan P#rt#%uannya d#n&an P#r#%'uan('#r#%'uan yan& ia Ka&u%i
Abu> Abu> Bakr Bakr uh! uh!am amma mad d Ibn Ibn al"‘ al"‘Ar Arab abi> i> al"# al"#$a $a>t >tim imi> i> al" al" %$a>&i>,> atau atau yang yang biasa biasa dike dikena nall deng dengan an Ibn Ibn al"‘ al"‘Ara Arabi bi>, >, dilahirkan dilahirkan di ?urcia, Andalusia %sekarang ?urcia masuk wilayah "panyol "elatan& pada =@2 #**@= #**@= ?. 9ahir pada malam senin senin bertepatan bertepatan pada tanggal tanggal *B
> li al-n al-na> a>s s&. 'ilahi 3Ada pendapat lain mengatakan bahwa nama panjangnya sebagaimana yang tertulis dalam
al"%$a>&i> al" autografinya adalah Abu> ‘Abd Allah uh!ammad Ibn al"‘Arabi> al"%$a>&i> Teatis )ilsafat #$a>timi>. 'ihat 4illiam 5. 5hittick . Ibn ‘Arabi>!, dalam (nsi&lopedi Teatis Isla! terj. )im penerjemah penerjemah ?izan %:andung$ ?izan, 22>&, @*B. 'an ada juga yang mengatakan, dia bernama lengkap uh!ammad Ibn ‘Ali> Ibn uh!ammad Ibn al"‘Arabi> al" %$a>&i> al"#$ati>mi>. 9ihat 0autsar Azhari (oer, Ibn ‘Arabi>,Wah{dat al-Wuju>d dala Perdebatan %;akarta$ Paramadina, *77=&, *B. Darian arian pendapat soal nama lengkap Ibn ‘Arabi> ini menunjukkan sisi keunikan dari panorama pemikirannya dalam dunia /slam. Mencari *elerang 40eterangan ini didapat dari berbagai sumber, diantaranya lihat 5laude Addas, Mencari Merah: Kisah +idup Ibn ‘Arabi> ! terj. Eaimul Am Am %;akarta$ "erambi, "erambi, 22C&, >3. 9ihat juga Teatis )ilsafat Isla F ! @*B, (urasiah 4illiam 5. 5hittick. Ibn ‘Arabi>! dalam (nsi&lopedi Teatis Telaah Pei&iran Sye&h Sye&h al"A&bar Ibn ‘Arabi> a+ihsutan #rp, Meraih +a&i&at Melalui Syariat: Telaah %:andung$ ?izan, 22=&, 7G )osun )osun :ayrak al-;errahi, "ekilas "ekilas tentang 0ehidupan Ibn ‘Arabi>! dalam Ibn ‘Arabi>, -isalah Keesraan! terj. #adri Arie6 %;akarta$ "erambi, 22=&, Power yang merupakan >=. :uku yang berjudul Risa>lah al-Anwa>r.
keluarga berdarah Arab dari suku %a>&i>,= dan oleh generasi berikutnya diberi gelar Syai&h al"A&bar %guru teragung&, Muh{yi> al-Di>n %penghidup agama&, dan Ibn Aat}u>n %putera Plato&.@ Perjalanan kehidupan sang "yaikh sungguh sangat panjang dan berliku serta penuh rintangan. ntuk mengetehui biografi lengkapnya, dapat dilihat di buku atau kitab-kitab yang mengulas tentang dirinya. )etapi dalam konteks tulisan ini, penulis hanya menyuguhkan perjalanan kehidupan sang "yaikh, ketika ia bertemu dengan perempuan-perempuan yang ia kagumi. "ebab, dari pengalamannya itulah di kemudian hari nanti, perempuan-perempuan tersebut yang menjadi inspirasi dan memberi pengaruh amat kuat dalam percikan pemikirannya, terkait dengan kecenderungannya dalam menafsirkan perempuan dalam al-Qur’an. :agi Ibn ‘Arabi>, perempuan adalah makhluk yang dapat menjadi sumber inspirasi atau ilham. "eperti juga yang diungkapkan "chimmel, bahwa jika pun posisi perempuan telah diturunkan dalam berbagai bidang sejak zaman (abi, perempuan tetap memainkan peranan yang sangat penting dalam berbagai bidang, termasuk dalam tasawuf ,B baik sebagai subyek maupun obyek yang mengantarkan pada pendekatan /lahi. 5"eyyed #ossein (asr, Three Musli Sages: A'icenna! Suhrawardi!
Ibn ‘Arabi> %5ambridge$
#ar6ard ni6ersity Press, *7@7&, 7. juga #enry 5orbin, 1reati'e Iagination in the Sufis of Ibn ‘Arabi>, terj. %Perancis$ lammarion, *7=3&. 'alam !utu>h}a>t- nya, Ibn ‘Arabi> memberi pernyataan bahwa Plato adalah seorang filosof bijak yang patut untuk diteladani, sebab Plato dapat menyempurnakan pengetahuannya %pemikirannya& yang menggunakan kontemplasi dan pengalaman spiritual. )idak heran jika kemudian Ibn ‘Arabi> meneladaninya, sehingga ia disebut dengan putra Plato!. 9ihat Ibn ‘Arabi>, al-!utu>h}a>t al-Ma"iyyah %:eirut$ (a>r al")$a>dir, tt.&, jld. //, =>. "elanjutnya disebut !utu>h}a>t. #al ini sebagaimana dikutip juga oleh 5laude Addas, Mencari *elerang Merah2! *=7. 6 Ibid0 9ihat
'alam sejarah pemikiran /slam, tokoh yang memakai nama al"‘Arabi> ada dua. Pertaa, Ibn ‘Arabi>, seorang tokoh sufi terkemuka, yang dalam hal ini merupakan tokoh yang penulis bahas. Kedua adalah Abu> Bakr uh!ammad Ibn al"‘Arabi> al"a&a>ri> %C@3-=C> # *2B@-**C3 ?&, seorang #a>d}i> dari Andalusia. Para sarjana yang t elah membaca keseluruhan kitab Ibn ‘Arabi>> menyatakan bahwa penulisan yang benar dari nama Ibn al"‘Arabi> adalah tanpa partikel al!, karena ia sendiri dalam kitabnya mencantumkan namanya demikian, yakni Ibn ‘Arabi>. 9ihat 0autsar Azhari (oer, Ibn al-‘Arabi>,Wah{dat al-Wuju>d.00! *B. 7Annemarie "chimmel, .iwa&u adalah 3anita: Aspe& )einin dala Spiritualitas Isla! terj.
#al itu terlihat dari permulaan perjalanan sufi muda Ibn ‘Arabi> ketika ia bertemu dengan seorang perempuan bernama aryam binti uh!ammad
ibn ‘Abdu>n al"Bi*a>&i> yang kemudian ia jadikan pendamping hidup. 0esertaan ?aryam menemani "ang "yaikh muda untuk mengembara dalam dunia mistik adalah faktor yang sangat kondusif dalam mempercepat penbentukan diri "ang "yaikh menjadi seorang sufi, seperti ditunjukkan oleh percakapan berikut$ /steriku yang saleh, aryam binti uh!ammad ibn ‘Abdu>n al" Bi*a>&i berkata kepadaku$ 'alam tidur, aku selalu memimpikan seseorang yang selalu berkunjung kepadaku, namun tak pernah kutemui di dunia ini. 'ia bertanya$ Apakah engkau bermaksud menempuh jalan spiritualH! 0u jawab$ )entu saja. )api aku tidak tahu bagaimana cara mencapainyaI! 'ia berkata$ 5aranya melalui lima hal$ tawakal %al-tawa""ul&, keyakinan %al-ya#i>n&, kesabaran %al-s}abr & , niat yang sungguh-sungguh %al-‘azi>$ah&, dan kejujuran % al-s}id#&.’!3 0ekuatan perempuan sebagai inspirasi Ibn ‘Arabi> juga terlihat dalam beberapa karyanya yang puitis yaitu, %arju$a>n al-Asywa># %Penafsir 0erinduan&. 0arya ini terlahir setelah ia bertemu dengan seorang perempuan, figur cahaya murni, yang ia lukiskan bagaikan :eatrice bagi 'ante, :il+is bagi "ulaiman. Perempuan yang dalam syair indahnya ia tahbiskan bagaikan malaikat, lantaran baginya, perempuan itu menjadi manifestasi shophia aeterna yang kasatmata. :aginya, pesona kilasan pandangannya, keagungan tutur bicaranya begitu memukau sehingga bila kata-katanya panjang lebar, bagaikan air yang mengalir deras dari mata air, bila ia berbicara ringkas bagaikan suatu kefasihan ajaib. Perempuan ini adalah epifani dari wajah Allah yang indah bagi Ibn
‘Arabi> hingga ia merasa perlu untuk mengatakan, bahwa jika engkau mencintai suatu wujud karena keindahannya, engkau tidak lain mencintai Allah, karena ia adalah satu-satunya wujud yang indah. 7 Perkenalan dengan perempuan ini terjadi dimulai pada suatu malam, ketika
Ibn ‘Arabi> bertawaf mengitari 0a’bah dalam buaian mabuk spiritual. "ementara pada saat itu pula, ia meneriakkan syair-syairnya ketika menyadari kehadiran seseorang di sampingnya$
8Ibn
‘Arabi>, !utu>h}a>t, jld. /. B3.
9;uwandi Ahmad, The 4oung Sufi: .e$a& 1inta Sang Sufi Muda %1ogyakarta$ )inta, 22=&, 3.
1ang kurasakan adalah seberkas cahaya yang menerpa bahuku, yang dipantulkan oleh tangan-tangan lembut. Aku berbalik dan kulihat seorang perempuan, salah seorang putri +u>m. )ak pernah kulihat wajah yang secerah dia, atau kata-kata yang begitu indah, cerdas, halus, dan suci. 0ecerdasannya melebihi orang-orang di zamannya, juga kefasihan, kecantikan, dan pengetahuannya. 'ia berkata padaku$ 4ahai gurukuI Apa yang baru saja engkau katakanH! *2 Ibn ‘Arabi> membacakan kembali syair yang baru saja ia ucapkan, kata demi kata. Perempuan itu menafsirkannya dan terkagum-kagum atas puisi yang diucapkannya, serta memintanya untuk meneruskan bait demi bait syair indah itu. 9alu, "ang "yaikh menanyakan siapa nama perempuan itu. 0ejernihan mata,! jawabnya. "eperti yang dijelaskan Ibn ‘Arabi>, "etelah itu aku mengucapkan salam kepadanya dan pergi. )ak lama setelah itu, aku bersahabat dengannya.! ** Pelipur 9ara! dan "umber ?atahari! adalah dua diantara banyak nama yang diberikan kepada perempuan ini. "iapakah perempuan yang dapat mengilhami sang Syai&h al"A&bar iniH 'ia adalah i-$a>m binti $a>hir ibn +ustam , putri dari seorang guru sufi yang saat itu menduduki posisi penting di 0ota ?akkah dan seorang cendekiawan serta aster yang bijak. Perkenalan Ibn ‘Arabi> dengan i-$a>m terjadi ketika ia melabuhkan pejalanannya di ?akkah setelah menandai adanya permulaan fase kedua. ase dimana Ibn ‘Arabi> mengalami peningkatan kualitas kehidupan mistiknya pada tahun =73 #pertengahan *2 ?. ;adi tidaklah benar jika dalam fase-fase ini ia melahirkan karya yang dituduh mengandung
syahwat
dan
dibuat
atas
dorongan
hawa
nafsu
dengan
menyamarkannya sebagai syair-syair mistik, sebagaimana yang dilontarkan oleh
u#aha>& Aleppo. Penyanggahan atas tuduhan tersebut termuat dalam kitab yang ia tulis kemudian, al-Dza"ha>&ir wa al-A'la>#. 'alam kitab ini ia menyatakan bahwa puisi-puisinya yang termuat dalam kitab %arju$a>n al-Asywa># adalah puisi yang berkaitan dengan kebenaran-kebenaran /lahi dalam berbagai
‘Arabi>, %arju$a>n al-Asywa># %:eirut$ (a>r )$a>dir, 22>&, **. "elanjutnya disebut %arju$a>n. 9ihat juga 5laude Addas, Mencari *elerang Merah000! >22->2*. 11Ibn ‘Arabi>, %arju$a>n, *. 10Ibn
bentuk, seperti tema-tema cinta, eulogi, nama-nama dan sifat-sifat perempuan, nama-nama sungai, tempat-tempat dan bintang-bintang. *
i-$a>m merupakan obyek pencariannya dalam harapan, perawan yang paling murni, dan baginya, perkenalan dengan i-$a>m memberikan banyak hal yang lebih mempesona daripada yang ada di dalam kehidupan aktual, karena perempuan belia ini mengetahui persis apa yang Ibn ‘Arabi> maksudkan. ?aka tampaklah dari sini, bahwa imajinasi kreatif! Ibn ‘Arabi> telah merubah
i-$a>m menjadi a6atar )uhan.*>
"eperti yang dinyatakan Ibn ‘Arabi>
dalam pengantarnya atas di>wa>n ini$ "etiap kali aku menyebut sebuah nama, nama dialah yang kusebut. "etiap kali aku menyebut sebuah rumah, rumah dialah yang kusebut. )etapi, !segera ia memperingatkan pembacanya, dalam menyusun syair ini, yang kupaparkan adalah ilham /lahi dan wahyu spiritualF.! *C "ementara itu, kedua gurunya yang mulia, yakni /asmi>n dan
0a>t!imah meski sudah berusia lanjut, akan tetapi kedua figur ini memberikan pengaruh yang kuat pada orientasi kehidupan spiritual Ibn ‘Arabi>. 0husus yang disebut terakhir ini adalah ibu spiritualnya dengan penuh rasa bakti. Ibn
‘Arabi> menceritakan ajaran 0a>t$imah yang ditujukan ke arah kehidupan yang karib dengan Rabb al-A&la>. "uatu ikatan yang menakjubkan melingkupi hubungan antara Ibn ‘Arabi> dan 0a>t!imah. 'ikatakan, bahwa meskipun berusia lanjut, syai"hah yang mulia terlihat masih cantik dan anggun sebegitu rupa sehingga tampak seperti gadis yang masih berusia empat belas tahun, dan Ibn ‘Arabi> muda pun selalu memerah mukanya ketika bertatapan dengannya. /a memiliki banyak murid, dan selama dua tahun, Ibn ‘Arabi> termasuk di antaranya. "alah satu kharisma yang diterimanya sebagai karunia )uhan, 0a>t!imah beroleh surat al"0a>tih!ah sebagai &hada"nya!. Pada suatu saat, ketika seorang perempuan yang tengah menderita memerlukan pertolongan, mereka membacakan 0a>tih!ah bersama12Ibn
‘Arabi>, !utu>h}a>t, jld. ///. =@.
13;uwandi Ahmad, The 4oung Sufi000! 30
‘Arabi>, %arju$a>n, hlm. 7. Peringatan ini ternyata berbuah sia-sia dan tidak dapat mencegah u#aha>& Aleppo untuk menuduhnya tengah menyusun karya erotis yang dipenuhi 14Ibn
oleh hawa nafsu.
sama, sampai kemudian memberinya sosok tetap, pribadi dan jasadi meskipun subtil dan halus sifatnya. *= 'alam kebersamaannya dengan sang syai"hah ini, Ibn ‘Arabi> selalu teringat kata-kata yang pernah diucapkan kepadanya, Aku adalah ibu spiritualmu dan cahaya dari ibu jasmaniahmu!. *@ 'iceritakan lagi oleh Ibn ‘Arabi>, "uatu kali ibuku mengunjunginya, syai"hah berkata kepada ibuku, !J, cahayaI /ni puteraku, dan ia ayahmu. Perlakukan ia dengan kesalehanmu sebagai seorang anak, jangan pernah berpaling darinya.!
#al ini menunjukkan bahwa
0a>t!imah benar-benar menjadi ibu sekaligus putera /lahiah dalam ekstase Ibn ‘Arabi>.
C" Karakt#ristik Ta)sir S{uf>-Falsaf> Ibn ‘Arabi>1>>>
2. M#td# Ta)sir Ibn ‘Arabi> dala% M#%aha%i al(+ur’an 'alam hal penafsiran al-Qur’an , Ibn ‘Arabi> seringkali menyatakan pada kita bahwa )uhan menyingkapkan tabir rahasia makna-makna suatu teks alQur’an kepada seorang gnostis yang tidak pernah dilakukan-(ya kepada yang lain, dan penyingkapanK "asy ! dapat dipercaya selama tidak berseberangan atau bertentangan dengan makna literal. "emua itu merupakan penafsiran terhadap ayat-ayat yang dapat memperluas pemahaman kita terhadap penyingkapan 'iri t}in al-Qur’an. 'engan begitu, dapat dikatakan bahwa hati merupakan sumber pengetahuan selain indera dan akal. /lmu pengetahuan yang bersumber dari hati dalam perspektif epistemologi /slam disebut dengan pengetahuan ‘ira>ni>
atau
dalam bahasa ?ulyadhi 0artanegara disebut metode intuitif .()
#ami>d Abu> aid , *a"az+a %a"alla$ Ibn ‘Arabi> 3:eirut$ al"(a>r al"Baid!a&, 22C4, *B2-*B*. 9ihat langsung Ibn ‘Arabi>, !utu>h}a>t ! jld //, >CB->C3. 15#enry 5orbin, 1reati'e Iagination2! C2. asr
165laude Addas, Mencari *elerang Merah000! *>C.
#enry 5orbin, 1reati'e Iagination2! C2. 9ihat juga al"(i>n Ibn ‘Arabi>!, dalam Pengantar !us}u>s} al-*i"a$: Mutiara +i&ah 56 7abi, terj. Ahmad "ahidah dan (urjannah Arianti%1ogyakarta$ /slamika, 22C&, C.
:agi seorang sufi, setiap ayat dalam al-Qur’an mempunyai makna z}a>hir dan makna ba>t}in0 Ibn ‘Arabi> menegaskan dengan menyatakan secara berulang-ulang bahwa ilmu yang diperolehnya melalui pembukaan atau ketersingkapan! bertumpu pada makna al-Qur’an. :ahkan karya monumentalnya,
al-!utu>h}a>t al-Ma""iyyah, sebagaimana halnya dengan karya-karyanya yang lain, tidak berarti apapun jika tanpa %didasarkan pada& penafsiran alQur’an. *3 Agar dapat memasuki kesemestaan alam pikiran Ibn ‘Arabi> dalam memahami atau menafsirkan al-Qur’an, menurut 5hittick, pertama-pertama yang harus dilakukan adalah membuang segala bentuk pra-konsepsi tentang bagaimana sebuah teks mesti dipahami. 'alam pandangan Ibn ‘Arabi>, %ajaran& al-Qur’an bersifat konkret, pengejawantahan linguistis 1ang ?aha 4ujud, )uhan itu sendiri. Pada saat yang bersamaan, firman yang terwahyukan tersebut diwarnai dengan kasih %rah}$ah& dan bimbingan % hida>yah&.*7 irman )uhan melalui ayatnya
17'alam
epistemologi /slam terdapat berbagai metode ilmiah, yaitu metode obser6asi atau eksperimen %ta$ri>bi>& untuk objek-objek fisik, metode filosofis atau logis %burha>ni>& untuk juga objek-objek fisik, dan metode intuitif %‘irfa>ni>& untuk objek-objek nonfisik dengan cara yang lebih langsung. 9ihat ?ulyadhi 0artanegara, Menyiba& Tirai Ke$ahilan: Pengantar (pisteologi Isla %:andung$ ?izan, 22>& ! =. "edang al-;abiri membagi epistemologi /slam berdasarkan kecenderungan dan model berfikir bangsa Arab, yang terdiri dari baya>ni>, ‘ira>ni>, dan burha>ni>. Lpistemologi baya>ni> adalah metode pemikiran yang menekankan otoritas teks %nas}s} & secara langsung atau tidak langsung, dan dijustifkasi oleh akal kebahasaan yang digali lewat inferensi %istidla>l&. "ecara langsung artinya memahami teks sebagai pengetahuan jadi dan langsung mengaplikasikan tanpa perlu pemikiranG dalam perspektif keagamaan, sasaran bidik metode baya>ni> adalah aspek eksoterik %syariat& yang melahirkan para ahli fi+ih besar. Lpistemologi ‘ira>ni> adalah metode yang tidak didasarkan pada teks seperti baya>ni>, akan tetapi didasarkan pada &asyf! ketersingkapan rahasia-rahasia realitas oleh )uhan. 0arena itu, pengetahuan ‘ira>ni> tidak diperoleh berdasarkan analisis teks tetapi dengan olah ruhani, di mana dengan kesucian hati, diharapkan )uhan akan melimpahkan pengetahuan langsung kepadanya. "asaran bidik metode ‘ira>ni> adalah aspek esoterik, dan isu sentral metode ini adalah makna z}ahir dan batin, keduanya bukan sebagai konsep yang berlawanan, akan tetapi sebagai pasangan. ?etode ini memunculkan para tokoh sufisme terkenal. 0emudian epitemologi burha>ni>. Lpistemologi ini berdasarkan pada kekuatan rasio, akal, yang dilakukan lewat dalil-dalil logika dan tidak mendasarkan diri pada teks juga tidak pada pengalaman. ?etode ini menampilkan para filsuf yang disegani. 9ihat dalam buku antologi, tulisan A. 0hudori "holeh ?. Abid Al-;abiri$ ?odel Lpitemologi /slam8! dalam Pei&iran Isla Konteporer %1ogyakarta$ ;endela, 22>&, >2-==. 184illiam 5. 5hittick, The Sufi Path of Knowledge000! 86. 19 Ibid0
merupakan petunjuk, seperti halnya dengan alam semesta, yang melalui ayat-ayat (ya segala sesuatu yang ada merupakan manifestasi-(ya.
Ibn ‘Arabi> berpegang pada kenyataan bahwa kata a>yah %tanda kekuasaan Allah& dalam al-Qur’an digunakan untuk menunjuk pada sesuatu, baik ayat-ayat %yang termaktub& di dalam 0itab "uci maupun fenomena yang dapat dijumpai dalam kosmos.2 ;adi, tanda-tanda kekuasaan-(ya terejawantahkan dalam berbagai wujud yang 'ia wujudkan. 4ahyu atau firman )uhan yang tertulis, lebih mudah dipahami dibanding alam semesta, ayat )uhan yang tidak tertulis. Ibn ‘Arabi> menunjukkan kunci yang memungkinkan dicapainya pembukaan!Kterbukanya pintu pemahaman terhadap ayat yang ada di dalam makrokosmos dan mikrokosmos, alam semesta dan diri kita sendiri. /a seringkali mengutip ayat yang berbunyi, 0ami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda 9 a>ya>tkekuasaan ; 0ami, di segenap ufuk %di alam semesta& dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa 'ia adalah 1ang ?aha :enar. 'an apakah tidak cukup %bagi kamu& bahwa sesungguhnya 'ia menyaksikan segala sesuatuH! %Q". 0us!s!ilat MC*N$ =>&. :agi Ibn ‘Arabi>, al-Qur’an adalah 0itab 4ahyu yang merupakan pengejawantahan firman )uhan yang aktual, benar dan otentik. "etiap kata %laaz !& daripadanya penuh dengan makna, karena ia menyatakan realitasrealitas ke-/lahi-an baik dari segi bentuk! maupun makna!. :enar bahwa hal yang sama dapat ternyatakan dalam kaitan dengan alam semesta %kosmos&, tapi alQur’an %baca$ a>ya>t & yang tertulis memperoleh laaz $-nya dari 1ang ?aha :enar, )uhan. #al inilah yang membedakan dari nut}# atau bahasa rasional.! Al-Qur’an adalah barza"h atau dunia perantara! antara kekuatan akal pikiran manusia dengan ilmu )uhan yang dapat melihat hakikat segala sesuatu. /a menyajikan suatu sarana yang berasal dari karunia dan takdir )uhan yang dapat mengantarkan seseorang mengetahui hakikat segala sesuatu, tanpa dipengaruhi oleh berbagai distorsi egosentrisme* yang dapat merusak hakikat itu sendiri. 20 Ibid0! C@. 21 Ibid0! 86-86i.
0arena
al-Qur’an
bersifat
aktual,
bentuk
pewahyuannya
adalah
pengejawantahan rahmah dan hidayah )uhan. 'alam hal ini, Ibn ‘Arabi> menunjukkannya melalui suatu teks literal secara luar biasa. :entuk linguistik dari teks tersebut lebih diutamakan dari yang lainnya. :eberapa para pengkaji Ibn
‘Arabi> di :arat, memandang Ibn ‘Arabi> sebagai seorang penta’wil!K yang dengannya makna literal suatu teks menjadi jendela! bagi seseorang untuk memasuki! alam gaib. "emua orang dapat sepakat dengan pernyataan ini selama ia mengindikasikan suatu pemahaman bahwa tidak ada seorang mufassir muslim pun yang, sebagaimana Ibn ‘Arabi> menerapkan penafsiran secara literal terhadap al-Qur’an. Perlu ditegaskan, bahwa Ibn ‘Arabi> tidak pernah menolak makna literal dan makna z}a>hir . ;elas dari sini ia berbeda dengan para sufi dalam tafsir sufinya yang menolak makna z}a>hir dan hanya menerima makna ba>t}in ayat. 'engan demikian, dapatlah diketahui, landasan utama yang digunakan Ibn
‘Arabi> dalam menafsirkan al-Qur’an tampaknya sangat sederhana namun sangat luar biasa dan unik, karena ia tidak membatasi diri terhadap apa yang tersurat dan interpretasi-interpretasi artifisial. :agi Ibn ‘Arabi>, )uhan mengungkapkan setiap makna yang dapat dipahami oleh setiap pengucap bahasa melalui pengertian literal suatu teks %a>ya>t &.> 'ialah )uhan yang telah menciptakan
para pengucap bahasa,
menjadikan bahasa mewujud, dan
mewahyukan al-Qur’an. 'ari penjelasan di atas, dapat disimpulkan, bahwa metode tafsir Ibn
‘Arabi> dalam memahami al-Qur’an melalui penyingkapan % $u"a>syaah&, yang di dalamnya juga terdapat unsur-unsur falsafinya. 0arakteristik tafsir yang demikian itu memang menguatkan asumsi banyak pengkaji spiritualitas /slam selama ini, yakni sebagai seorang sufi sekaligus filsuf muslim, Ibn ‘Arabi> mempunyai corak pemikiran yang khas yang tidak semua kaum sufi memilikinya.
," Ta)sir Ayat(ayat t#ntan& P#r#%'uan dala% al(+ur’an 22 Ibid0 23 Ibid0! 86i.
'alam al-Qur’an, ayat-ayat yang berbicara tentang perempuan cukup banyak. 'i antaranya adalah seperti ayat yang membicarakan tentang konsep penciptaan atau asal mula kejadian perempuan$ Q". al"isa>& MCN$ *, al"A&ra>f MBN$ *37, al"umar M>7N$ @G konsep kepemimpinan rumah tangga %kedudukan laki-laki atas perempuan&$ Q". al"isa>& MCN$ >CG konsep kesaksian perempuan dalam hal hutang-piutang$ Q". al"Ba5arah MN$ 3G konsep kewarisan perempuan separo hak waris laki-laki$ Q". al"isa>& MCN$ **G tentang laki-laki yang dibolehkan berpoligami sampai empat$ Q". al"isa>& MCN$ >G tentang aurat perempuan dan hijab$ Q". al"u>r MCN$ >2->*, al"Ah!-a>b M>>N$ =>-=7G dan surat yang setengahnya juga banyak berbicara tentang masalah perempuan yaitu tentang talak dan ‘iddah adalah Q". al"%$ala>5 M@=N$ *-B, dan lain sebagainya. 'ari **C surat yang ada dalam al-Qur’an, surat yang ke-empat-lah, yaitu al"
isa>& yang banyak memuat tentang hal-hal yang berhubungan dengan perempuan dibandingkan dengan surat-surat lainnya. Jleh karena itu, surat al"
isa>& terkadang disebut juga dengan surat al-nisa>& al-"ubra>. "edangkan surat-surat lain yang dalam ayat-ayatnya juga banyak menyebut tentang hal-hal yang berhubungan dengan masalah perempuan %walau banyaknya tidak sebanding dengan surat al"isa>&& seperti al"%hala>5, disebut dengan al-nisa>& al-
s}u'ra> .C )etapi yang pasti, al-Qur’an bukanlah 0itab "uci yang hanya diturunkan untuk mengunggulkan satu kelompok atau jenis kelamin tertentu saja. 0esan dominasi terhadap kelompok atau jenis kelamin tertentu dibentuk oleh berbagai kelompok saja demi kepentingan-kepentingan duniawi dan hawa nafsunya semata. ?isi yang ada dalam al-Qur’an seperti, semangat kebebasan, keadilan, kesejajaran, penghormatan atas hak-hak asasi kemanusiaan, hanya dapat dipahami secara utuh setelah memahami kondisi sosial budaya bangsa Arab, dimana di tanah Arab-lah al-Qur’an diturunkan. :ahkan seperti ayat-ayat yang berbicara
24/stilah al-nisa>&
al-"ubra> dan al-nisa>& al-s}u'ra> diambil dari ?ahmud "yaltut
dalam bukunya Tafsir al"#ur’an al"Kari yang dikutip oleh (urjannah /smail, Perepuan dala Pasungan: *ias /a&i"la&i dala Penafsiran %1ogyakarta$ 90i", 22>&, CC.
tentang masalah perempuan dalam segala bidang %baca$ gender&, dapatlah disalahpahami tanpa memahami latar belakang sosial budaya masayarakat Arab.= 'alam konteks pemikiran tafsir s}u>f>-alsaf> Ibn ‘Arabi> tentang perempuan dalam al-Qur’an, ia berpendapat bahwa perempuan bukan hanya sebagai pihak inferior yang sering diabaikan keberadannya. ;auh dalam penghormatan serta kekagumannya terhadap perempuan, bagi Ibn ‘Arabi> perempuan merupakan sumber inspirasi atau ilham, yang dengannya dapat mengantarkan seseorang luruh dan mabuk ke dalam tingkatan spiritual yang sangat tinggi. :ahkan bagi Ibn ‘Arabi>, kaum perempuan sendiri juga mampu mencapai puncak tingkat spiritual seperti yang dapat dicapai oleh kaum laki-laki. ?enurut "achikoKdengan mengacu pada pemikiran Ibn ‘Arabi> dan para tokoh sufiKbahwa sejumlah sarjana modern %baik $uassiri>n maupun
$uta"alli$i>n&, telah melakukan berbagai telaah dan kajian tentang kedudukan gender dalam kesadaran /slam. #anya saja, pendekatan yang mereka gunakan adalah model-model psikologis. ?enurutnya ini memang bagus dan bemanfaat. (amun, yang demikian itu nyaris tidak mengakui tradisi /slam atas kemampuannya menganalisis jiwa manusia dengan caranya sendiri, @ sehingga terkesan memaksakan. 9alu, seperti apakah penafsiran tafsir s}u>f>-alsaf> Ibn ‘Arabi> tentang ayat-ayat atau hal-hal yang berkenaan dengan perempuanH 'ari berbagai masalah yang membicarakan tentang perempuan, hanya satu contoh yang akan penulis bahas dalam tulisan ini, sekadar menunjukkan aplikasi teori! dari tafsir
s}u>f>-alsaf> Ibn ‘Arabi> Kberkaitan dengan sebagian dari apa yang ditafsirkan oleh Ibn ‘Arabi>6yaitu tentang konsep penciptaan %asal mula kejadian& perempuan atau yang kami sebut dengan proses penciptaan #awa dari Adam dalam Q". al"isa>& MCN$ *, Q". al"A&ra>f MBN$ *37, dan dalam Q". al"
umar M>7N$ @. 259ihat (asaruddin mar, Arguen Kesetaraan .ender: Perspe&tif al"#ur’an %;akarta$
Paramadina, *777&, *2=. 269ihat "achiko ?urata, The Tao of Isla: Kitab -u$u&an tentang -elasi
D" K#dudukan P#r#%'uan Dala% Ta)sir S{u>f>-Falsaf>
Ibn
‘Arabi>; M#%aha%i Prs#s P#ni'taan -a.a dari Ada%
Ibn ‘Arabi> menyikapi ayat tentang penciptaan #awa dari Adam dengan menuliskan pernyataan sebagai berikut dalam al-!utu>h}a>t al-Ma"iyyah" nya7 )ubuh manusia pertama yang terwujud adalah Adam. /a adalah ayah pertama jenis makhluk iniF 0emudian )uhan memisahkan darinya seorang ayah kedua bagi kita, yang disebut-(ya ibu. ?aka benarlah jika dikatakan bahwa ayah pertama ini mempunyai satu tingkat lebih tinggi daripada ibu, karena ayah adalah asalnya %ibu&. B F. ?aka )uhan mengeluarkan #awa dari tulang rusuk Adam yang pendek. 'engan demikian, #awa tidak mempunyai tingkat yang sama dengan Adam, sebagaimana yang dikatakan oleh )uhan, Kau la&i"la&i 9para suai; epunyai satu ting&atan &elebihan daripada &au perepuan 9para istri;! %Q". al-:a+arah MN$ 3&. 0arena itu, kaum perempuan tidak akan mencapai tingkat kaum laki-laki. #awa berasal dari tulang rusuk, sebab tulang rusuk itu bengkok. 'engan demikian dia akan cenderung hatinya pada anak-anaknya serta pasangannya. 0ecenderungan hati laki-laki terhadap perempuan adalah kecenderungan terhadap dirinya sendiri, sebab perempuan itu merupakan bagian dari dirinya. 0ecenderungan hati perempuan terhadap laki-laki adalah karena perempuan tercipta dari tulang rusuknya, dan di dalam tulang rusuk itulah terdapat penyerahan dan kecenderungan.3 'alam pernyataan di atas, Ibn ‘Arabi> mencoba mencari akar ontologis keunggulan laki-laki atas perempuan pada proses penciptaan #awa dari Adam. :erdasarkan pernyataannya tersebut, dapat dilihat bahwa ia tampak sejalan dengan apa yang yang dipahami oleh kebanyakan para mufassir pada umumnya, khususnya para mufassir-patriarkis klasik bahwa #awa diciptakan dari tulang rusuk %d}il& & Adam, dan menganggap AdamKsebagai laki-lakiKadalah manusia pertama yang diciptakan )uhan, kemudian manusia kedua adalah #awaKsebagai perempuanKyang diciptakan dari bagian diri Adam.7 "ehingga secara ontologis, Adam sebagai laki-laki berada satu tingkat lebih tinggi daripada #awa sebagai 27Ibn
‘Arabi>, !utu>h}a>t, jld. /, *>@.
28 Ibid0! jld. /, *C.
perempuan, dan tidak akan pernah mencapai tingkatan kelebihan yang dimiliki oleh laki-laki. 'alam penjelasan lebih lanjut, Ibn ‘Arabi> mengakui keunggulan kaum laki-laki satu tingkat di atas kaum perempuan dengan perbandingan kosmologis. 0eunggulan kaum laki-laki di atas kaum perempuan telah ditetapkan oleh )uhan sebagaimana keunggulan langit dan bumi atas manusia dalam aktifitasnya, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam firman-(ya, "esungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia! %Q". al"u&mi>n MC2N$ =B&. 'alam firman-(ya yang lain, Apakah kamu yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit yang /a bangunH! %Q". al"a>-i&a>t MB7N$ B&,
Abi> 8a&far uh!ammad bin 8ari>r al"%$abari>, a>$i& alaya>n f> %a&wi>l al-/ur&a>n %:eirut$ (a>r al"9utub al"‘Ilmiyah, *77&, jld. ///, =@=-=@@. "elanjutnya disebut %asi>r al-%}abari> : Abu> al"0ad!l )yiha>b al"(i>n al" )ayyid ah!mu>d al"Alu>si>, Ru>h} al-Ma&a>ni> f> %asi>r al-/ur&a>n al Az}i>$ wa al-0ab&i al-Mas+a>ni> %:eirut$ (a>r al"0ikr,tt.&, juz. //, 3*-3@. "elanjutnya disebut %asi>r al-Alu>si>: Abui> al"0ida>& al"#$a>-! Ibn 9asi;>r , %asi>r al-/ur&a>n al-‘Az}i>$ %:eirut$ aktabah al"u>r al"‘Ilmiyyah, tt.&, juz. /, CCG )a&i>d #$a<s f> al-%asi>r %0airo$ (a>r al")alam, 2==&, jld. //, 73C-733. "elanjutnya disebut )ai>d #$a<d #$a<si>. 299ihat
:eberapa alasan mereka berpendapat demikian adalah dikarenakan adanya beberapa hadis (abi sebagai sumber otoritatif kedua setelah al-Qur’an, yang mengisyaratkan bahwa perempuan yaitu #awa, diciptakan dari salah satu tulang rusuk Adam. #adis tersebut berbunyi, &An Abi> *urairah rad}iyalla>hu ‘anhu #a>la1 2/a>la Rasululla>h
sallalla>hu ‘alaihi wa salla$1 istaus}u> bi al-nisa>& "hairan a&innahunna "huli#na $in d}ila&, wa&in a&waja syai&in $in al-d}ila& a&la>hu a&in z+ahabta tu#i>$uhu "asartahu wa&in tara"tahu la$ yazal a&waja !. 1ang berarti, =ari Abi> *urairah r0a0 ber&ata: Saling berpesanlah untu& berbuat bai& &epada perepuan! &arena ere&a dicipta&an dari tulang rusu&0 Sesungguhnya tulang rusu& yang paling beng&o& adalah yang paling atasnya0 Kalau eng&au lurus&an tulang yang beng&o& itu! eng&au a&an eatah&annya! 9tapi; $i&a eng&au biar&an! dia a&an tetap beng&o& !.
#adis ini diriwayatkan oleh Ima>m al"Bukha>ri> dalam 0ah}i>h al-u"ha>ri>-nya %kitab$ Ah}a>di>s+ al-Anbiya>& dan al-3i"a>h}4 bab$ 5hal wa 6+urriyatuhu4 no hadis$ >23C, CB3@, CB3B&, Ima>m uslim dalam 0ah}i>h Musli$-nya %kitab$ alRad}a>&4 no. hadis @@7, @B2, @B*&, Ima>m al"%irmi-;i> dalam 0unan al-%ir$iz+i> " nya %kitab$ al-%{ala># wa al-7i&a>n ‘an Rasu>lillah saw.4 bab$ Ma> a>&a f> Muda>ra>t al-3isa>&4 no hadis$ **27&, Ima>m Ah!mad ibn #$anbal dalam Musnad Ah}$ad ibn *{anbal-nya %kitab$ a>#i> Musnad al-Mu"as+s+iri>n4 no hadis$ 7*=7, 7C*7, *22CC, *2C>@&, dan oleh al"(a>rimi> dalam 0unan al-Da>ri$i>-nya %kitab$ al3i"a>h}4 no hadis$ *=&. 9ihat 5' Mausu>&ah. #adis ini dinilai sah}i>h} dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. 9ihat penilaian rawi-rawinya dalam kitab-kitab al-jarh} wa al-ta&dil seperti, Miza>n al-I&tida>l f> al-3a#d al-Rija>l karya al";ahabi>, %ahz+i>b al-%ahz+i>b karya Ibn #$a*ar al"‘As5ala>ni>, dan lain sebagainya.
'ia menyebutkan apa yang berkaitan dengan langit, lalu 'ia menyebutkan bumi, dan membentangkannya serta apa yang berkaitan dengannya. "emua ini dimaksudkan untuk menyebutkan keunggulan keduanya %langit dan bumi& atas manusia.>2 Perbandingan yang dilakukan Ibn ‘Arabi> tentang keunggulan laki-laki satu tingkat di atas perempuan sebagaimana keunggulan penciptaan langit dan bumi atas manusia. "ebab pada kenyataannya bahwa penciptaan langit dan bumi lebih hebat daripada penciptaan manusia. "elain itu pula, manusia adalah sebagai penerima akti6itas yang dilakukan oleh langit dan bumi, dan ia berada di antara keduanya serta berasal dari mereka %langit dan bumi&. Pihak yang menerima akti6itas %manusia& dinilai tidak mempunyai kekuatan seperti yang dimiliki pihak yang melakukan akti6itas %langit dan bumi&. 'ilihat dari aspek fungsionalnya, perbandingan tersebut sebagaimana Adam dan #awa. Adam lebih unggul daripada #awa, sebab #awa menerima akti6itas dari Adam. #awa dikeluarkan serta dimunculkan dari tulang rusuknya. Jleh karena itu, #awa sebagai pihak yang menerima akti6itas tidak dapat mencapai tingkat yang dimiliki Adam sebagai pihak yang melakukan akti6itas. Ibn
‘Arabi> sampai pada kesimpulan bahwa Adam %laki-laki& lebih unggul daripada #awa %perempuan&. 0alaupun perempuan ingin mencapai tingkat laki-laki, maka ia %perempuan& hanya akan mencapainya sejauh jangkauan asal penciptaannya, yaitu tulang rusuk. 'emikian pula manusia mengenal kosmos hanya sampai pada tahap di mana eksistensinya diambil darinya, tidak lebih. Penciptaan
perempuan
dari
tulang
rusuk
yang
bengkok!
atau
melengkung! %inh}ina>&, ‘awaj&, bagi Ibn ‘Arabi>, bukan berarti bahwa perempuan itu mempunyai kecenderungan dalam pengertian negatif seperti halnya ‘Arabi>, !utu>h}a>t, jld. ///, hlm. 3B. Pola hubungan yang dipaparkan oleh Ibn ‘Arabi> beragam sekali. #ubungan dalam bab ini adalah hubungan antara langit-bumi yang 30Ibn
berada di atas manusia dengan dianalogikan pada hubungan Adam yang berada di atas #awa. Pada bab berikutnya, pola hubungan yang ditampilkan oleh Ibn ‘Arabi> adalah pola hubungan langit yang mempunyai sifat sebagai yang tinggi dan bumi yang mempunyai sifat sebagai yang rendah., #ubungan ini dianalogikan pada hubungan antara ayah %laki-laki& yang mempunyai kualitas yang lebih tinggi daripada ibu %perempuan&. Akan tetapi, semua pola hubungan ini akan lebih rendah kualitasnya jika dibandingkan dengan kemutlakan )uhan. "eperti halnya langit merupakan sesuatu yang tinggi jika dihubungkan dengan bumi, tetapi langit itu rendah dalam hubungannya dengan )uhan.
pengertian yang dipahami oleh kebanyakan para mufassir dan para teolog. :agi
Ibn ‘Arabi>, tulang rusuk yang bengkok! atau melengkung!Kyang menjadi sifat, karakter atau pembawaan #awa %perempuan&Kadalah bahwa perempuan mempunyai kecenderungan cinta yang ia tujukan bagi anak-anak serta pasangannya. :erbeda dengan laki-laki, kecenderungan cinta yang ia tampakkan kepada perempuan adalah seperti kecenderungan cinta kepada dirinya sendiri, sebab perempuan adalah berasal dari dirinya %laki-laki&.
0etika tubuh Adam tampak, seperti yang kami sebutkan, ia tidak mempunyai syahwat % syahwah& untuk menikah, namun, )uhan telah mengetahui bahwa reproduksi, prokreasi dan pernikahan akan diwujudkan di dunia ini. Pernikahan di dunia ini adalah untuk meneruskan kelangsungan spesies itu. ?aka, 'ia mengeluarkan #awa dari tulang rusuk Adam yang pendek. #awa berasal dari tulang rusuk karena bengkok %atau lengkung& yang ada pada tulang-tulang rusuk. 0arena bengkok itu, ia akan cenderung %hatinya& kepada anaknya dan pasangannya. 0ecenderungan laki-laki kepada perempuan adalah kecenderungan kepada diri sendiri karena perempuan bagian dari dirinya. 0ecenderungan perempuan kepada laki-laki adalah karena perempuan diciptakan dari tulang rusuknya dan pada tulang rusuk itu terdapat kecenderungan dan kelengkuangan. 0etika #awa dikeluarkan dari Adam, )uhan mengisi ruang kosong tempat ia keluar itu dengan syahwat kepada #awa karena dalam wujud tidak tersisa kekosongan. 0etika 'ia mengisi ruang kosong itu dengan udara % hawa>& &, Adam rindu kepada #awa sebagaimana rindunya kepada dirinya sendiri karena #awa adalah bagian dari dirinya. #awa rindu kepada Adam karena Adam adalah tanah asal pembentukannya. ?aka, cinta #awa %kepada Adam& adalah cinta kepada tanah asal itu, sedangkan cinta Adam %kepada #awa& adalah cinta kepada dirinya sendiri. (amun, perempuan diberi kekuatan yang disebut malu! %h}aya>& & dalam cintanya kepada laki-lakiK sehingga ia kuat menyembunyikannyaKkarena tanah asal tidak menyatu dengan dirinya sebagaimana kesatuan Adam dengan dirinya. >* 0arena #awa adalah cabang dari Adam, )uhan menempatkan cinta dan kasih di antara keduanya, dan dengan cara itu mengundang perhatian kita pada kenyataan bahwa ada cinta dan kasih antara rahim dan yang ?aha PengasihF5inta yang ditempatkan di antara kedua pasangan itu merupakan kekekalan dalam perkawinan, yang mendorong menuju reproduksi. 0asih yang ditempatkan di antara mereka adalah kerinduan yang ada pada masingmasing pasangan terhadap satu sama lain dan menemukan kedamaian di sana %sebagaimana disebutkan dalam Q". al"A&ra>f MBN$ *37&. 31 Ibid0! jld. /, *C.
'i pihak perempuan, kerinduan ini merupakan kerinduan bagian terhadap keseluruhan, cabang terhadap akarnya, orang asing terhadap tanah asalnya. 0erinduan laki-laki terhadap pasangannya adalah kerinduan keseluruhan terhadap bagiannya, sebab melalui bagian itulah dia dapat secara tepat disebut keseluruhan, tetapi dengan tiadanya bagian itu, sebutan ini tidak akan disandangnya. /tu adalah kerinduan akar terhadap cabangnya, sebab akar melengkapi cabang. 0alau bukan karena cabang itu, kekuatan untuk memberikan kelengkapan tidak akan terwujud dari akar.> 'i sini kita melihat bahwa arti tulang rusuk bengkok! atau melengkung! yang diberikan oleh Ibn ‘Arabi> bukanlah dalam pengertian negatifK sebagaimana mufassir " patriarkis klasik sepakat mengartikannya tulang rusuk bengkok! atau melengkung! tersebut dengan tidak lurus kepada jalan yang benar!, atau menyimpang dari jalan benar!. :engkoknya perempuan diibaratkan seperti bengkoknya tulang rusuk, jika diluruskan maka akan sulit sekali, dan jika dipaksa maka akan patah. Jleh karenanya, menurut para mufassir " patriarkis klasik, sifat, karakter, atau pembawaan perempuan yang demikian menuntut agar laki-laki bersikap bijaksana menghadapinya. >> ?aka apabila arti bengkok! bagi 32 Ibid0! jld. ///, 33. 33?enanggapi
hadis tersebut diatas %lihat catatan no. >=Ktentang tulang rusuk bengkok!&, Ibn #$a*ar al"‘As5ala>ni> memberi penjelasan bahwa pesan utama hadis tersebut adalah bagaimana sebaiknya para suami memperlakukan istrinya, terutama metode memperbaiki kesalahan-kesalahan yang mungkin dilakukan oleh istri.
ibn ‘Ali> ibn #$a*ar al"‘As5ala>ni>, !ath}} al-a>ri> 0yarah} 0ah}}i>h} alu"ha>ri> 3tkp.7 al"aktabah al")alayah, tt.&, jld. D/, >@3. "enada dengan ibn #$a*ar al"‘As5ala>ni>, seorang pemikir muslim kontemporer, Quraish "hihab, mengartikan tulang rusuk sebagai berikut, )ulang rusuk yang bengkok harus dipahami dalam pengertian majazi %kiasan&, dalam arti bahwa hadis tersebut memperingatkan para lelaki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana. 0arena ada sifat, karakter, dan kecenderungan mereka yang tidak sama dengan lelaki, hal mana bila tidak disadari akan dapat mengantar kaum lelaki untuk bersikap tidak wajar. ?ereka tidak akan mampu mengubah karakter dan sifat bawaan perempuan. 0alaupun mereka berusaha akibatnya akan fatal, sebagaimana fatalnya neluruskan tulang rusuk yang bengkok!. 9ihat Quraish "hihab, Mebui&an al"#ur’an %:andung$ ?izan, *77C&, B.
mufassir " patriarkis klasik dalam konteks ini mengandung arti negatif, maka tidak bagi Ibn ‘Arabi>, sebab ia mengartikannya dalam arti positif seperti yang kita lihat dalam pernyataannya di atas. 4alaupun dalam menyikapi Q". al"isa>& MCN$ *, al"A&ra>f MBN$ *37, al"
umar M>7N$ @, dan hadis riwayat Bukha>ri-?uslim dan lain sebagainya %tentang tulang rusuk& tersebut Ibn ‘Arabi> mengakui adanya keunggulan yang dimiliki oleh laki-laki karena merupakan asal dari penciptaan perempuan, tetapi dalam beberapa tulisannya yang lain, Ibn ‘Arabi> menolak mitos penciptaan #awa dari tulang rusuk Adam sebagai akar ontologis keunggulan kaum laki-laki di atas kaum perempuan, dengan menyatakan bahwa keunggulan yang dimiliki kaum laki-laki dan perempuan sesuai dengan apa yang ada dalam diri mereka masing-masing. ... "egala sesuatu di dunia fenomenal ini tidak mampu mencapai tingkat ini, sebagaimana perempuan tidak mampu mencapai derajat yang membedakan antara laki-laki dan perempuan, bahkan jika perempuan menjadi sempurna, tidak berarti bahwa kesempurnaanya akan menyamai kesempurnaan lakilaki. "ebagian orang menyatakan bahwa tingkat itu merupakan kenyataan bahwa #awa diciptakan dari Adam, sehingga ia hanya ada melalui Adam. ?aka Adam mempunyai tingkat sebagai penyebab sekunder %hubungan sebab-akibat&, dan #awa tidak akan pernah mencapainya dalam hal itu. )etapi ini adalah persoalan sebuah entitas tertentu %yaitu, #awa&, dan kami akan menghadapkannya %melawankannya& dengan %entitas tertentu lainnya, yaitu& ?aryam dalam kaitan dengan adanya O/sa. ?aka tingkat itu bukanlah sebab munculnya ?aryam dari O/sa. "ebaliknya, perempuan adalah lokus yang menerima akti6itas, sedangkan laki-laki tidak seperti itu. 9okus yang menerima akti6itas tidak berada pada tingkat melakukan akti6itasG jadi ia mempunyai kekurangan %yaitu, lebih rendah&. ?eskipun demikian, ada ketergantungan kepadanya dan kecenderungan ke arahnya, karena ia menerima akti6itas dalam dirinya sendiri dan dengan dirinya sendiri. >C 'alam pernyataannya itu, Ibn ‘Arabi> mengatakan bahwa keunggulan laki-laki di atas perempuan bukan berasal dari kenyataan bahwa #awa tercipta dari tulang rusuk Adam, sebagaimana O/saKsalah satu (abi yang menerima mu’jizat terbesarKyang ada melalui ?aryam tanpa melalui manusia %proses kehamilan tanpa ayah, baik secara hukum maupun secara biologis&. Jleh 34Ibn
‘Arabi>, !utu>h}a>t, jld. //, CB*.
karenanya, keunggulan laki-laki sesuai dengan sifat-sifat yang mempengaruhi serta menguasainya, yaitu sifat-sifat yangKdalam bahasa )aoKdisebut dengan yang yang ada dalam dirinya dan perempuan juga dipengaruhi dan dikuasai oleh sifat-sifat yin yang ada dalam dirinya. 'ari beberapa pernyataan Ibn ‘Arabi>, "achiko ?urata mengomentari bahwa meskipun ini tampaknya bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh Ibn
‘Arabi> pada bagian-bagian lain tulisannya, dalam kenyataannya ia semata-mata manambahkan suatu presisi dengan mengemukakan bahwa mitos penciptaan #awa dari tulang rusuk Adam mengajarkan kepada kita bahwa perempuan dikuasai oleh sifat-sifat yin sampai pada satu tingkat yang tidak berlaku bagi lakilaki.>= 0emudian, suatu perbandingan menarik dari sudut prokreasi dan reproduksi yang dipaparkan oleh Ibn ‘Arabi> adalah antara Adam dan #awa pada satu pihak, dan di pihak lain adalah antara ?aryam dan /sa. Perbandingan ini seakan mengisyaratkan bahwa Ibn ‘Arabi> mengakui adanya kesetaraan antara lakilaki dan perempuan.
)uhan menciptakan O/sa dari ?aryam. ?aka ?aryam menempati kedudukan Adam, sedang O/sa menempati kedudukan #awa. 0arena seperti juga seorang perempuan diciptakan dari seorang laki-laki, maka seorang laki-laki diciptakan dari seorang perempuan. ;adi )uhan menyelesaikan dengan cara yang sama seperti ketika 'ia memulainya, dengan cara menciptakan seorang tanpa ayah sebagaimana #awa diciptakan tanpa seorang ibu. ?aka /sa dan #awa adalah dua saudara kandung, sedangkan Adam dan ?aryam adalah dua ayah mereka berdua. Perumpamaan O/sa, menurut pandangan )uhan, adalah seperti perumpamaan Adam, Sesungguhnya isal 9penciptaan ; ‘Isa di sisi Allah! adalah seperti 9penciptaan; Ada0 Allah encipta&an Ada dari tanah! &eudian Allah berfiran &epadanya: &un$adilah9seorang anusia;! a&a $adilah dia8 %Q". A>li ‘Imra>n M>N$ =7&. )uhan membandingkan keduanya dengan pengertian tiadanya orang tua laki-laki. 'ia mengemukakan ini sebagai suatu bukti untuk menunjukkan bagi O/sa bahwa ibunya bebas dari kesalahan. 'ia tidak membandingkannya dengan #awa, meskipun situasinya membenarkan hal itu, karena perempuan itu adalah tempat kecurigaan karena kehamilannya. 'ia adalah tempat terjadinya kelahiran,
359ihat "achiko ?urata, The Tao of Isla2! C.
sedangkan laki-laki bukan tempat untuk itu. ?aksud dari bukti-bukti itu adalah untuk menghapus segala keraguan. Perumpamaan itu termasuk jalan untuk menjelaskan arti bahwa O/sa seperti #awa. (amun, orang yang menentang mungkin akan menyerang dengan keragu-raguan mengenai hal ini, karena perempuan adalah, seperti telah kami katakan, tempat apa yang keluar dari dirinya, dan karena itu kecurigaan dapat timbul. 'ibuatlah keserupaan itu dengan Adam sehingga ?aryam akan terbukti bebas dari sesuatu yang biasanya terjadi. 0arena itu, munculnya O/sa dari ?aryam tanpa seorang ayah adalah seperti munculnya #awa dari Adam tanpa seorang ibu dan ia adalah ayah kedua. 0etika #awa dipisahkan dari Adam, )uhan mengisi tempatnya dalam diri Adam dengan syahwat pernikahan dengannya. ?elalui itulah terjadi penutupan! %Q". al" A&ra>f MBN$ *37& untuk mewujudkan prokreasi dan reproduksi. >@ 'ari sudut prokreasi dan reproduksi pada kutipan di atas, tampaknya Ibn
‘Arabi> menempatkan ?aryam seperti kedudukan Adam, dan menempatkan O/sa pada kedudukan #awa. "ebab O/sa tercipta melalui ?aryam, sebagaimana #awa tercipta melalui Adam. 'alam hal ini, seorang perempuan %?aryam& menempati kedudukan seorang laki-laki %Adam& sebagaimana kedudukan seorang laki-laki %O/sa& menempati kedudukan seorang perempuan %#awa&. Pada kedudukan serupa ini, Ibn ‘Arabi> menganggap bahwa seorang laki-laki diciptakan melalui seorang perempuan sebagaimana seorang perempuan diciptakan melalui seorang laki-laki. 'ari sudut pandang ini, maka dapat dikatakan bahwa laki-laki maupun perempuan mempunyai peranan yang sama. Pernyataan Ibn ‘Arabi> tentang adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan diperkuat lagi dalam beberapa perkataannya$
0emanusiaan %insa>niyyah& adalah realitas yang mencakup kaum lakilaki dan kaum perempuan, sehingga kaum laki-laki tidak mempunyai tingkat yang lebih tinggi daripada kaum perempuan dari segi kemanusiaan. 'emikian pula manusia, sama-sama berbagi kualitas kealaman %‘a>la$iyyah& dengan makrokosmos. 'engan demikian kosmos tidak memiliki tingkat yang lebih tinggi daripada manusia dari segi iniF (amun, bab ini menuntut sifat yang di dalamnya kaum perempuan dan kaum laki-laki bersatu. /tu terdapat pada apa yang kami sebut kenyataan bahwa mereka berada pada tempat menerima akti6itas. "emua ini dilihat dari segi realitas-realitas.>B 36Ibn
‘Arabi>, !utu>h}a>t, jld. /, *>@.
37 Ibid0! jld. ///, 3B.
0aum laki-laki dan perempuan menurut Ibn ‘Arabi> sejatinya adalah sama dalam hal kemanusiaan %insa>niyyah&, karena keduanya sama-sama datang ke tempat kediaman! /lahi. realitas-realitas! %h}a#a>&i#& yang dimaksud dalam pernyataan Ibn ‘Arabi> adalah akar-akar /lahi dari segala hal, atau ciri-ciri yang melekat pada segala sesuatu yang ditentukan oleh cara perwujudannya.
E" Si%'ulan
Penafsiran serta pandangan Ibn ‘Arabi> mengenai ayat-ayat yang berbicara tentang perempuan adalah pandangan sufi yang menekankan aspekaspek esoterik hubungan gender antara kaum laki-laki dan perempuan. Pandangan sufi ini berbeda
dengan para
u#aha>& dan $uta"alli$i>n yang
mempertahankan penafsiran lama yang telah mapan atas teks-teks suci al-Qur’an dan hadis-hadis (abi saw., tanpa menganalisis secara mendalam sehingga terkadang hal itu berimplikasi pada aspek-aspek eksoterik dalam hubungan gender di wilayah hukum, sosial, dan politik. Pada wilayah aplikasinya, tafsir s}u>f>-alsaf> Ibn ‘Arabi> dalam memahami kedudukan perempuan dalam al-Qur’an, beroperasi masuk ke jantung persoalan secara dasariah atau yang lazim dikenal dalam istilah filsafat ontologi!. "ebagaimana para mufassir pada umumnya, ia juga berangkat dari proses penciptaan Adam dan #awa, yang bersumbu pada dua jenis penciptaan$ tanah %Adam& dan tulang rusuk %perempuan&. ?eski demikian, pemahaman penciptaan manusia pertama itu, terutama perempuan, bagi Ibn ‘Arabi>, memiliki catatan kaki! yang harus ditegaskan, dan jauh melampaui tafsir klasik-patriaki. Perempuan, menurut Syai&h al"A&bar ini, tidak dapat dipandang sebagai manusia sekunder!Kseperti yang banyak dikemukakan oleh para mufassir kebanyakan. Antara laki-laki dan perempuan berada pada posisi penciptaan yang menghasilkan ikatan keter-saling-an.
"ang "yaikh mengilustrasikan keterkaitan itu layaknya langit %laki-laki& dan bumi %perempuan& yang sama-sama membutuhkan antara satu dengan lainnya, atau antara akar %laki-laki& dan cabang %perempuan& yang saling melengkapi. 'alam hal ini, pemahaman Ibn ‘Arabi> itu lebih pada bentuk pemuliaan dan pengagungan terhadap diri perempuan, yang dalam batas dan le6el tertentu, Ibn
‘Arabi> mengemukan sebuah stateen kontro6ersialnya, yakni tentang penampakan )uhan yang sempurna dapat dilihat pada diri perempuan. 'ari itulah, perempuan di mata Ibn ‘Arabi> dapatKsecara sekaligusK dikatakan setara, lebih rendah dan lebih tinggi daripada laki-laki. Perempuan baginya dapat setara dengan laki-laki dalam aspek-aspek tertentu, seperti kemanusiaan, tingkatan kutub % #ut}b& dan kenabian, termasuk keimamannya.
Da)tar Pustaka Addas, ?laude. M8n9ari 8l8ran' M8rah1 5isah *idu: Ibn ‘Arabi>, ter*. aimul Am. 8akarta7 )erambi, @. Ahmad, 8usi>, Abu> al"0ad!l )yiha>b al"(i>n al")ayyid ah!mu>d. Ru>h} al-Ma&a>ni> f> %asi>r al-/ur&a>n al-Az}i>$ wa al0ab&i al-Mas+a>ni> 3Beirut7 (a>r al"0ikr,tt.4, *u-. II. As5ala>ni>, Ah!mad ibn ‘Ali> ibn #$a*ar. !ath}} al-a>ri> 0yarah} 0ah}}i>h} al-u"ha>ri> 3tkp.7 al"aktabah al" )alayah, t.th.4, *ld. DI. ?hittick, Eilliam ?. %h8 0uf ath < 5nH, dalam @nsi"l<:8di %8$atis !ilsaat Isla$, ter*. %im pener*emah i-an. Bandung7 i-an, @. ?orbin, #enry. =r8ati8 I$a'inati, ter*. +alph anheim 3Priceton7 Princeton UniFersity Press, 2=J=.
0a5ihsutan #rp, urasiah. M8raih *a"i"at M8lalui 0yariat1 %8laah 8$i"iran 0y8"h al-A"bar Ibn ‘Arabi> . Bandung7 i-an, @C. #a<d al-Asa>s f> al-%asi>r. 9airo7 (a>r al")alam, 2==. *ld. II, Ibn ‘Arabi>, %arju$a>n al-Asywa>#. Beirut7 (a>r )$a>dir, @. Ibn 9asi;>r, Abui> al"0ida>& al"#$a>-!. %asi>r al-/ur&a>n al-‘Az}i>$ 3Beirut7 aktabah al"u>r al"‘Ilmiyyah, t.th. *u-. I, Ismail, ur*annah. 8r8$:uan dala$ asun'an1 ias 7a"i-la"i dala$ 8nasiran 3/ogyakarta7 '9i), @. 8errahi, %osun Bayrak. G)ekilas tentang 9ehidupan Ibn ‘Arabi>H dalam Ibn ‘Arabi>, Risalah 58$8sraan, ter*. #adri ArieF. 8akarta7 )erambi, @C. 9artanegara, ulyadhi. M8nyiba" %irai 58jahilan1 8n'antar @:ist8$ . ?ambridge7 #arFard UniFersity Press, 2=J=. oer, 9autsar A-hari. Ibn ‘Arabi>,Wah{dat al-Wuju>d dala$ 8rd8batan. 8akarta7 Paramadina, 2==C. )chimmel, Annemarie iwa"u adalah Wanita1 As:8" !8$inin dala$ 0:iritualitas Isla$, ter*. +ahmani Astuti. Bandung7 i-an, 2==. )hihab, Kuraish M8$bu$i"an al-/ur&an. Bandung7 i-an, 2==. )holeh, A. 9hudori. G. Abid Al"8abiri7 odel Lpitemologi Islam C, dalam 8$i"iran Isla$ 5, Abi> 8a&far uh!ammad bin 8ari>r. a>$i& al-aya>n f> %a&wi>l al-/ur&a>n Beirut7 (a>r al"9utub al"‘Ilmiyah, 2==@. %afta-ani, Abu al"Eafa& al"Mhanimi. 0uf dari 6a$an "8 6a$an, ter*. Ahmad +o& ‘Utsmani, Bandung7 Pustaka, 2=C. Umar, asaruddin. Ar'u$8n 58s8taraan 8nd8r1 8rs:8"ti al/ur&an. 8akarta7 Paramadina, 2===.
Ushama, %hameem. M8t, uh!ammad #$usain. al-%asi>r wa al-Muassiru>n. 9airo7 (a>r al"9utub al"#$adi>s;ah, 2=NJ.