1
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Menurut EPA/U.S Environmental Protection Agancy, Agancy, limbah medis adalah semua bahan buangan yang dihasilkan dari fasilitas pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, klinik, bank darah, praktek dokter gigi, klinik hewan, serta fasilitas penelitian medis dan laboratorium. Sedangkan menurut Depkes RI (2002) limbah medis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medik, perawatan gigi, farmasi, penelitian, pengobatan, perawatan atau pendidikan yang menggunakan bahan bahan yang beracun, infeksius, berbahaya atau membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan tersebut. ters ebut. Sarana pelayanan kesehatan merupakan tempat
bertemunya
kelompok
masyarakat
penderita
penyakit,
kelompok
masyarakat pemberi pelayanan, kelompok pengunjung dan kelompok lingkungan sekitar. Adanya interaksi di dalamnya memungkinkan menyebarnya penyakit bila tidak didukung dengan kondisi lingkungan yang baik dan saniter (Paramita, 2007). Limbah rumah sakit tersebut apabila terjangkau oleh binatang pengganggu atau serangga seperti lalat, kecoa, tikus dan lain-lain dapat menularkan penyakit (Depkes RI, 2002). Pengelolaan limbah rumah sakit di Indonesia masih dalam kategori belum baik. Berdasarkan kriteria WHO, pengelolaan limbah rumah sakit yang baik bila presentase limbah medis 15%, namun kenyataannya di Indonesia mencapai 23,3%, melakukan pewadahan 20,5% dan pengangkutan 72.2%. Rumah sakit yang sudah melakukan pengolahan limbah cair sebesar 53,4% dan 51,1% melakukan pengelolaan dengan instalasi IPAL atau septic atau septic tanc(Arifin,2008). tanc(Arifin,2008). Pengelolaan limbah medis padat harus dilakukan secara khusus. Pewadahan harus menggunakan tempat khusus yang kuat, anti bocor, anti tusuk, dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang lain tidak dapat membukanya. Pemusnahan menggunakan insenerator dengan suhu tinggi sekitar 1.200ºC setelah itu residu yang sudah aman dibuang ke landfill (Ditjen P2MPL, 2002:18). Suatu kebijakan kebijakan
2
dari manajemen dan prosedur-prosedur tertentu yang berhubungan dengan segala aspek dalam pengelolaan sampah rumah sakit sangat diperlukan dalam pengelolaan limbah rumah sakit (Chandra, 2012) Rumah sakit Islam Ibnu Sina adalah rumah sakit yang tipe B yang menyediakan pengobatan rawat inap, rawat jalan. Oleh karena itu rumah sakit pastinya menghasilkan limbah – limbah limbah yang dapat mencemari lingkungan sekitar atau bahkan penduduk disekitaran rumah sakit. Limbah – limbah limbah tersebut berupa limbah medis padat atau cair, limbah sampah makanan pasien atau pegawai rumah sakit dan limbah pembuangan manusia seperti tinja. Yang menjadi perhatian disini adalah mengenai limbah medis, limbah tersebut merupakan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang mengandung mikroorganisme pathogen, infeksius dan radioaktif. Limbah tersebut sebagian dapat dimanfaatkan ulang dengan teknologi tertentu dan sebagian lainnya sudah tidak dapat dimanfaatkan kembali. Jumlah limbah medis yang bersumber dari fasilitas kesehatan diperkirakan semakin lama semakin meningkat. Penyebabnya yaitu jumlah rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, maupun laboraturium medis me dis yang terus bertambah. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis proses penanganan limah medis padat dan cair serta untuk mengetahui faktor-faktor yang berkaitan dengan terlaksananya penangan limbah medis padat dan cair di Rumah Sakit Islam Islam Ibnu Sina dan apakah limbah – limbah limbah tersebut sudah ditangani dengan benar sehingga tidak menyebabkan masalah kesehatan terhadap warga yang tinggal disekitaran rumah sakit,pasien yang dirawat di rumah sakit tersebut Tahun 2016. B.
Rumusan Masalah
Bagaimana penanganan limbah medis padat di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Kota Pekanbaru pada penerapan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X2004 1204/MENKES/SK/X2004??
3
C.
Tujuan Penelitian 1.
Tujuan umum
Tujuan
umum
dari
pelaksanaan
penelitian
ini
adalah
untuk
mengetahui penanganan limbah medis padat di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Kota Pekanbaru 2.
Tujuan khusus
a.
Menjelaskan bagaimana cara rumah sakit tersebut menangani limbah medis padat.
b.
Memastikan bahwa limbah medis di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina sudah di tangani menurut syarat sanitasi yang sudah ditetapkan.
c.
Memastikan bahwa warga yang tinggal disekitaran rumah sakit dan pasien yang sedang dirawat di rumah sakit tidak terkena pengaruh dari limbah medis tersebut.
D.
Manfaat 1.
Untuk Rumah Sakit Islam Ibnu Sina
Dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan untuk melengkapi dokumen internal guna akreditasi rumah sakit dan menentukan kebijakan terkait manajemen pengelolaan limbah medis padat di rumah sakit serta melengkapi data yang sudah ada. 2.
Untuk Institusi
Dapat dijadikan referensi untuk diadakannya penelitian selanjutnya serta menambah wawasan dan pengetahuan pembaca guna referensi bahan bacaan 3.
Untuk Penelitian
Dapat dijadikan sarana penerapan dan pengembangan ilmu yang secara teoritik di dapat dalam perkuliahan sehingga menambah pengetahuan serta digunakan untuk syarat tugas akhir. E.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui cara penanganan limbah medis padat di rumah sakit islam ibnu sina kota pekanbaru
4
F.
Penelitian Sejenis
Keterangan
Topik Penelitian
Penelitian Sekarang
An – Nada
Aris Bs, Eko H
(2015)
(2014)
(2012)
Sistem Pengelolaan
Sistem
Evaluasi
Limbah Medis
Pengelolaan
Pengolahan
Padat Dan Cair
Limbah Medis
Limbah Cair
Serta Faktor –
Padat Pada Rs.
Rumah Sakit
Faktor Yang
Dr. H. Moch.
Dengan Sistim
Berkaitan Dengan
Ansari Saleh
Bio Natural
Pelaksanaan
Banjarmasin
(Studi Kasus Di
Pengelolaan
Rsud Kelet
Limbah Medis
Jepara)
Padat Dan Cair Di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2015 Desain Penelitian Variabel
Analitik Kualitatif
Cross Sectional
Cross Sectional
Perilaku
Perilaku
Penanganan
Pengetahuan
Pengetahuan
Limbah
Sikap
Sikap Ketersediaan Sarana
Subjek
Petugas Pengolah
Petugas
Limbah Medis
Sarana Pengolahan Limbah
Tempat
Rumah Sakit
Rs. Dr. H. Moch.
Rsud Kelet
Umum Kabanjahe
Ansari Saleh
Jepara
Kabupaten Karo
Banjarmasin
Tahun 2015
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Telaah pustaka 1.
Rumah Sakit a.
Pengertian Rumah Sakit
Rumah
sakit
menyelenggarakan
adalah sarana
suatu
kesehatan
sarana yang
kesehatan
yang
menyertakan
upaya
kesehatan rujukan, dan dalam ruang lingkup ilmu kesehatan masyarakat, termasuk didalamnya upaya pencegahan penyakit mulai dari diagnosis dini dan pengobatan yang tepat, perawatan intensif dan rehabilitatsi orang sakit sampai tingkat penyembuhan optimal (Wiku Adisasmito. 2009:33) 2.
Limbah 1.
Pengertian Limbah
Menurut WHO memberikan pengertian bahwa limbah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Madelan, 2003). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1204 Tahun 2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, limbah adalah semua limbah yang dihasilkan dari suatu kegiatan dalam bentuk padat, cair, dan gas. Limbah adalah hasil buangan dari suatu kegiatan yang juga merupakan suatu bentuk materi yang menurut jenis dan kategorinya mempunyai manfaat atau daya perusak untuk manusia dan lingkungannya (Permenkes RI, 2004). Menurut Kepmenkes RI No. 1204 (2004) pengelolaan limbah medis yaitu rangkaian kegiatan mencakup segregasi, pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan dan penimbunan limbah medis. Menurut WHO (2005) beberapa bagian penting dalam pengelolaan limbah rumah sakit yaitu minimasi limbah, pelabelan dan
6
pengemasan, transportasi, penyimpanan, pengolahan dan pembuangan limbah. Proses pengelolaan ini harus menggunakan cara yang benar serta memperhatikan aspek kesehatan, ekonomis, dan pelestarian lingkungan. Minimisasi
limbah adalah upaya untuk mengurangi volume,
konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang berasal dari kegiatan pelayanan kesehatan dengan cara reduksi pada sumbernya dan/pemanfaatan
limbah
berupa
reuse,
recycle dan
recovery
(Kepmenkes RI No. 1204, 2004). Konsep minimisasi limbah berupa reduksi limbah langsung dari sumbernya menggunakan pendekatan pencegahan dan teknik yang meliputi perubahan bahan baku (pengelolaan bahan dan modifikasi bahan), perubahan teknologi (modifikasi proses dan teknologi bersih), praktek operasi yang baik (housekeeping, segregasi limbah, preventive maintenance), dan perubahan produk yang tidak berbahaya. 2.
Limbah medis padat
Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radio aktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat. 1)
Limbah medis berdasarkan potensi bahaya
Berdasarkan potensi bahaya yang dapat ditimbulkan oleh Ditjen P2MPL, limbah medis dikategorikan sebagai berikut : a)
Limbah infeksius Limbah yang diduga mengandung patogen dalam
konsentrasi yang cukup dapat menyebabkan penyakit pada pejamu yang rentan (A. Pruss, dkk, 2005:3) yang dihasilkan oleh laboraturium, kamar isolasi, kamar perawatan.
7
b)
Limbah patologis Limbah patologis terdiri dari jaringan organ, bagian
tubuh, janin manusia dan bangkai hewan, darah, dan cairan tubuh (A. Pruss, dkk, 2005:4) c)
Limbah benda tajam Limbah benda tajam mempunyai potensi bahaya
tambahan yang dapat menyebabkan infeksi dan cidera karena mengandung bahan kimia bercaun atau radioaktif (DepKes, 2002:72) yaitu seperti jarum suntik, pisau bedah, peralatan infuse, gergaji, pecahan kaca dan paku, baik terkontaminasi maupun tidak karena berpotensi menularka penyakit. Dala pedoman bersama International Labour Organization Dan World Health Organization (ILO DAN WHO) tentang pelayanan kesehatan dan HIV/AIDS disebutkan bahwa rumah sakit harus membuat prosedur untuk menangani dan membuang benda tajam, termasuk alat suntik, da memastikan bahwa pelatihan,pemantauan, dan evaluasi penerapannya dilaksanakan dengan baik (ILO dan WHO 2005:26) d)
Limbah farmasi Mencakup semua produk obat, farmasi, vaksin, dan
serum yang sudah kadaluarsa, tidak digunakan, tumpah, terkontaminasi, yang tidak diperlukan lagi dan harus dibuang dengan tepat termasuk barang yang akan dibuang setelah digunakan untuk menangani produk farmasi (A. Pruss, dkk, 2005:4). e)
Limbah sitotoksis Limbah
yang
berasal
dari
bahan
yang
terkontaminasi dari persiapan obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup, urin,
8
tinja, dan muntahan pasien yang mengandung obat sitotoksik (A. Pruss, dkk, 2005:5). f)
Limbah kimiawi Limbah kimia mengandung zat kimia yang berasal
dari aktifitas diagnostik dan eksperimen serta dari pemeliharaan
kebersihan,
aktifitas
keseharian,
dan
prosedur pemberian desinfektan (A. Pruss, dkk, 2005:6) g)
Limbah kontainer bertekanan Limbah
ini berasal dari gas yang digunakan di
rumah sakit yang kerap dikemas dalam tabung, catridge, dan kaleng aerosol. Penggunaan gas dalam kontainer bertekanan harus dilakukan dengan hati – hati karena kontainer dapat meledak jika terbakar atau tanpa sengaja bocor (A. Pruss, dkk, 2005:7). h)
Limbah dengan kandungan logam berat Limbah ini termasuk dalam subkategori limbah
kimia berbahaya dan biasanya bersifat toksik, seperti limbah merkuri yang berasal dari bocoran peralatan kedokteran yang rusak, misalnya thermometer, alat pengukur tekanan darah, dan sebagainya (A. Pruss, dkk, 2005:7). 2)
Pemilahan Limbah
Pemilahan
limbah
dilakukan
agar
mempermudah
pengelolaan sampah. Beberapa sampah medis harus dilakukan pengelolaan khusus yang berbeda dengan sampah non medis, karena mengandung virus dan kuman yang apabila menyebar ke masyarakat akan mempengaruhi kesehatannya. Pemilahan limbah bisa dilakukan
dengan berdasarkan
warna kantong atau kontainer plastik yang
merupakan cara
yang paling tepat dalam pengelolaan limbah medis. Proses pemilahan
dan
pengurangan
jumlah
limbah
merupakan
persyaratan keamanan yang penting untuk petugas yang
9
mengelola limbah. Menyediakan tempat penampungan dengan memberikan
label
pada
tempat
pembuangan
dan
juga
ditempatkan di tempat yang mudah dilihat dan dijangkau. Untuk limbah
berbahaya
dan
sangat
berbahaya,
sebaiknya
menggunakan kemasan ganda yaitu kantong plastik di dalam kontainer untuk memudahkan pembersihan (Pruss, A dkk., 2005). 3)
Pengumpulan Limbah Medis
Menurut Depkes (2006) pada tahap pengumpulan limbah, maksimal 2/3 bak sampah terisi sudah harus diambil, sedangkan menurut Pruss, A dkk (2005) kontainer harus diangkat jika sudah 3/4 penuh. Rumah sakit harus memiliki program rutin untuk pengumpulan limbah untuk menghindari penumpukan pada tempat pengumpulan limbah, dan diletakkan pada ruangan pengumpulan limbah yang sudah sesuai standar sanitasinya. Setelah diangkut, limbah medis dikumpulkan dalam ruang khusus. Penyimpanan limbah medis harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim hujan maksimal 48 jam dan musim kemarau maksimal 24 jam 4)
Penampungan sementara limbah medis
Tempat penampungan sementara harus memiliki lantai yang kokoh dengan dilengkapi drainase yang baik dan mudah dibersihkan serta didesinfeksi. Selain itu tidak boleh berada dekat dengan dapur. Harus ada pencahayan yang baik serta kemudahan akses untuk kendaraan pengumpul limbah. Menurut Reinhardt dan Gordon (1991) tempat penampungan sementara limbah medis harus dilengkapi dengan penutup, menjaga agar area penyimpanan limbah medis tidak tercampur dengan limbah non medis, membatasi akses sehingga hanya orang tertentu yang dapat memasuki area tempat penampungan, serta labeling dan pemilihan tempat yang tepat.
10
5)
Pengangkutan Limbah Medis
Setelah limbah dikumpulkan maka yang dilakukan selanjutnya adalah pengangkutan limbah medis yang dilakukan oleh petugas kebersihan. Pengangkutan harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup. Limbah
harus diangkut
dengan alat angkut yang sesuai untuk mengurangi risiko yang dihadapi pekerja yang terpajan limbah. Pengangkutan limbah dari ruang/unit yang ada di rumah sakit ke tempat penampungan limbah sementara melalui rute yang paling cepat yang harus direncanakan sebelum perjalanan dimulai atau yang sudah ditetapkan (Pruss, A dkk., 2005). Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat pelindung diri yang sudah ditentukan, seperti : topi/helm,masker,pelindung mata, pakaian panjang, pelindung kaki/sepatu boot dan sarung tangan khusus. 6)
Pemusnahan limbah medis
Pengolahan
limbah
medis yang termasuk kategori
limbah bahan berbahaya dan beracun adalah proses untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak berbahaya dan tidak beracun sebelum ditimbun dan memungkinkan untuk dimanfaatkan kembali. Pemusnahan dan pembuangan yang aman merupakan langkah kunci dalam pengurangan penyakit atau cedera melalui kontak dengan bahan yang berpotensi menimbulkan resiko kesehatan dan pencemaran lingkungan. Tahap akhir pengelolaan limbah medis adalah dengan menggunakan incinerator . Limbah medis yang telah terkumpul dalam ruang kemudian dibawa dan dibakar , pembakaran dilakukan
dua
hari
sekali
dengan
kapasitas
maksimal
incenerator 5 m³ (Paramita, 2007). Bagi rumah sakit yang tidak memiliki incenerator maka harus bekerjasama dengan pihak rumah sakit yang memiliki incenerator untuk memusnahkan
11
limbah tersebut yang diberi waktu penyimpanan hanya 24 jam didalam ruangan yang khusus. B.
Pengolahan Limbah Medis Infeksius Dan Benda Tajam
Limbah
ini
harus
diolah
dengan
insenerator
bila
memungkinkan, dan dapt diolah bersama dengan limbah infeksius lainnya. Perlengkapan insinerasi harus diperhatikan dengan cermat berdasarkan sarana dan prasarana dan situasi di rumah sakit. Insenerator untuk limbah medis rumah sakit dioperasikan pada suhu antara 900ºC dan 1200ºC (A. Pruss, dkk, 2005:91). 1.
Pengolahan Limbah Farmasi
Limbah
farmasi
dalam
jumlah
yang
besar
harus
dikembalikan kepada distributor, sedangkan dalam limbah sedikit dan tidak memungkinkan untuk dikembalikan, supaya dimusnahkan melalui insenerator pada suhu 1000ºC. 2.
Pengolahan Limbah Sitotoksis
Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan tidak boleh dengan pembunuhan (landfill) atau kesaluran limbah umum. Insenerasi pada suhu tinggi sekitar 1200ºC dibutuhkan untuk menghancurkan bahan sitotoksik. Insenerasi pada suhu rendah dapat menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke udara. 3.
Pengolahan Limbah Kimiawi
Pengolahan limbah kimia berbahaya dalam jumlah kecil seperti residu yang terdapat dalam kemasan sebaiknya dibuang dengan insenerasi pirolitik, kapulisasi, atau timbun (landfill). Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam dalam besar
secara
aman
dan
murah
adalah
jumlah
dengan
cara
mengembalikan limbah kimia tersebut kepada distributor yang akan ditangani secara aman, atau dengan cara dikirim ke negara yang memiliki peralatan yang cocok untuk mengolahnya (Ditjen P2MPL, 2004:28).
12
4.
Pengolahan Limbah Kandungan Logam Berat
Limbah dengan kandungan mercuri atau cadmium tidak boleh dibakar atau diinsenerasi karena beresiko mencemari udara dengan uap beracun dan tidak boleh diuang ke landfill karena dapat mencemari air tanah. Cara yang disarankan adalah dengan dikirim ke negara yang mempunyai fasilitas pengolah limbah
dengan
kandungan
ogam
berat.
Bila
tidak
memungkinkan limbah bisa dibuang ke tempat penyimpanan aman sebagai tempat pembuangan akhir untuk limbah industry yang berbahaya. Cara lain yang paling sederhana adalah dengan kapulisasi kemudian dilanjutkan dengan landfill. Bila hanya dalam jumlah kecil dapat dibuang dengan limbah biasa (Ditjen P2MPL, 2004:29). 5.
Pengolahan Limbah Kontainer Bertekanan
Cara yang terbaik menangani limbah kontainer bertekanan adalah dengan daur ulang atau penggunaan kembali. Agen halogenida dalam bentuk cair dan dikemas dalam botol harus diperlukan
sebagai
limbah
kimia
berbahaya
untuk
pembuangannya (Ditjen P2MPL, 2004:29). 6.
Pengolahan Limbah Radioaktif
Setiap rumah sakit yang menggunakan sumber radioaktif yang terbuka untuk keperluan diagnosa, terapi atau penelitian harus menyiapkan tenanga khusus yang terlatih khusus dibidang radiasi. Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam kebijakan dan strategi nasional yang menyangkut peraturan, infrasturktur, organisasi pelaksana dan tenaga yang terlatih. C.
Pembuangan Akhir Limbah Medis
Hasil dari pengolahan limbah medis berupa abu merupakan tahap akhir dari pengelolaan limbah medis, biasanya dengan cara penimbunan (landfill ). Tujuan dari penimbunan limbah medis di tempat penimbunan adalah untuk menampung dan mengisolasi limbah
13
medis yang sudah tidak dimanfaatkan lagi dan menjamin perlindungan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan dalam jangka panjang. Tempat atau lokasi yang diperuntukkan khusus sebagai tempat penimbunan ( secure landfill ) limbah medis didesain sesuai dengan persyaratan penimbunan limbah B3. Tempat penimbunan mempunyai sistem pengumpulan dan pengolahan lindi. D.
Persyaratan Pewadahan Limbah Medis
Syarat pewadahan limbah medis, antara lain : 1.
Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya. Misalnya fiberglass.
2.
Disetiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia tempat pewadahan yang terpisah dengan limbah nonmedis.
3.
Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang sehari apaila 2/3 bagian telah terisi limbah.
4.
Untuk benda – benda tajam harus ditampung pada tempat khusus (safety box) seperti botol atau karton yang aman.
5.
Tempat pewadahan limbah medis infeksius dan sitotoksik yang tidak langsung kontak dengan limbah harus segera dibersihkan dengan larutan desinfektan apabila akan dipergunakan kembali, sedangkan untuk kantong plastik yang telah di pakai dan kontak langsung dengan limbah tersebut tidak boleh digunakan lagi
Standar lain yang harus dipenuhi dalam pewadahan limbah medis ini menyangkut penggunaan label yang sesuai dengan kategori limbah. Detail warna dan lambang label sebagai berikut : A.
Bangsal harus memiliki minimal dua macam tempat limbah, satu untuk limbah medis (warna kuning) dan satunya lagi untuk non-medis (warna hitam).
B.
Semua limbah dari kamar operasi dianggap sebagai limbah medis.
14
C.
Semua limbah dari kantor, biasanya berupa alat tulis, dianggap sebagai limbah non-medis.
D.
Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah medis dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang.
(Label limbah medis) E.
Sumber Daya Pengelolaan Limbah Medis Rumah Sakit 1.
Tenaga pengelola
Petugas pengelola limbah bertanggung jawab langsung kepada Direktur rumah sakit dan petugas pengelola limbah bekerja sama dengan petugas pengontrol infeksi, kepala bagian farmasi, dan teknisi radiologi agar memahami prosedur yang tepat dalam penanganan dan pembuangan limbah (A. Pruss, dkk, 2005:49). Selain itu dalam pengelolaan limbah di Puskesmas juga terdapat campur tangan tenaga kerja (sanitarian), adapun peran dan fungsi seorang sanitarian adalah: a.
Berperan
sebagai
tenaga
pelaksana
kegiatan
kesehatan lingkungan, dengan fungsi: 1)
Menentukan
komponen
lingkungan
mempengaruhi kesehatan lingkungan
yang
15
2)
Melaksanakan pemeriksaan dan pengukuran komponen
lingkungan
secara
tepat
berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan. 3)
Menginformasikan
hasil
pemeriksaan/
pengukuran. b.
Berperan
sebagai
tenaga
pengelola
kesehatan
lingkungan, dengan fungsi : 1)
Menganalisis hasil pengukuran komponen lingkungan yang mempengaruhi kesehatan lingkungan.
2)
Merancang dan merekayasa intervensi masalah lingkungan yang mempengaruhi kesehatan manusia.
3)
Mengintervensi hasil pengukuran komponen lingkungan yang mempengaruhi kesehatan manusia
4)
Mengorganisir intervensi masalah komponen lingkungan
5)
Mengevaluasi
hasil
intervensi
masalah
komponen lingkungan c.
Berperan sebagai tenaga pengajar, pelatih dan penyuluh kesehatan lingkungan, dengan fungsi: 1)
Menginventarisasi pengetahuan, sikap dan perilaku
masyarakat
tentang
kesehatan
lingkungan 2)
Menetapkan masalah kesehatan lingkungan yang
perlu
diintervensi
dari
aspek
pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat 3)
Merencanakan
bentuk
intervensi
terhadap
pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang kesehatan lingkungan
16
4)
Melaksanakan
intervensi
terhadap
pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang tidak sesuai dengan kaidah kesehatan lingkungan 5) d.
Mengevaluasi hasil intervensi.
Berperan
sebagai
tenaga
peneliti
kesehatan
lingkungan dengan fungsi: 1)
Menentukan masalah kesehatan lingkungan
2)
Melaksanakan penelitian teknologi tepat guna bidang kesehatan lingkungan (Depkes RI, 2006).
F.
Sarana dan Prasarana Pengelolaan
Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan sarana (tools). Tools merupakan syarat suatu usaha untuk mencapai hasil yang ditetapkan, maka sebaiknya rumah sakit harus menyediakan sarana pengelolaan limbah medis padat dimulai dari wadah pemilahan limbah, troli untuk pengangkutan limbah medis padat dari ruangan penghasil
limbah
ke
tempat
penampungan
sementara
(bak
penampung), dan menggunakan insenerator untuk pembuangan terakhir. Pengelola limbah disediakan alat pelindung diri seperti apron, sarung tangan dan sepatu boots. G.
Dampak Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan Dan Lingkungan
Pengelolaan limbah yang kurang baik akan memberikan pengaruh negatif terhadap kesehatan dan lingkungan yang dapat menimbulkan berbagai masalah yaitu seperti : 1.
Gangguan kenyamanan dan estetika, berupa warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi, dan rasa dari bahan kimia organik,
2.
Menyebabkan kerusakan harta benda, dapat disebabkan oleh garam – garam yang terlarut (korosif, karat), air yang
17
berlumpur dan sebagiannya yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit, 3.
Gangguan atau kerusakan tanaman dan binatang dapat disebabkan oleh virus, senyawa nitrat, bahan kimia, petisida, logam nutrient tertentu dan fosfor,
4.
Gangguan terhadap kesehtan manusia dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa kimia, pestisida, serta logam seperti Hg, Pb dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi, dan
5.
Gangguan genetik dan reproduksi, meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan sistem reproduksi manusia misalnya
pestisida
dan
bahan
radioaktif
(Satmoko
Wisaksono, 2001:4) dan juga tingginya angka kepadatan vektor penyakit (lalat, tikus, nyamuk, kecoa dan lain-lain) dan dapat juga timbulnya penyakit menular seperti : penyakit diare, penyakit kulit, penyakit scrub thypus, demam berdarah dengue, penyakit demam thypoid, kecacingan. Pengelolaan limbah rumah sakit maupun Puskesmas yang tidak baik akan memicu risiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit dari pasien ke pekerja, dari pasien ke pasien, dari pekerja ke pasien, maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung (Ariyanto, 2007). Pajanan limbah medis yang berbahaya dapat mengakibatkan infeksi atau cidera. Limbah medis yang tidak dikelola dengan baik akan memberikan dampak terhadap kesehatan, antara lain (WHO, 2005): 1.
Dampak limbah infeksius dan benda tajam
Dampak yang ditimbulkan dari limbah infeksius dan benda
tajam
adalah
infeksi
virus
seperti
Human
Immunodeficiency Virus/ Acquired Immunodeficiency Syndrome
18
(HIV/AIDS) dan hepatitis, infeksi ini terjadi melalui cidera akibat benda yang terkontaminasi umumnya jarum suntik. Cidera terjadi karena kurangnya upaya memasang tutup jarum suntik sebelum dibuang ke dalam kontainer, upaya yang tidak perlu seperti membuka kontainer tersebut dan karena pemakaian materi yang tidak anti robek dalam membuat kontainer. Risiko tersebut terjadi pada perawat, tenaga kesehatan lain, pelaksana pengelola sampah dan pemulung di lokasi pembuangan akhir sampah. Dikalangan pasien dan masyarakat, risiko tersebut jauh lebih rendah. Namun beberapa infeksi yang menyebabkan media lain atau disebabkan oleh agen yang lebih resisten dapat menyebabkan risiko yang bermakna pada masyarakat dan pasien. Contoh: pembuangan air kotor dari rumah sakit yang tidak terkendali yang merawat pasien kolera memberikan dampak yang cukup besar terhadap terjadinya wabah kolera di Negara Amerika Latin. 2.
Dampak limbah kimia dan farmasi
Penanganan zat kimia atau farmasi secara tidak tepat di instansi pelayanan kesehatan juga dapat menyebabkan cidera. Kelompok risiko yang terkena penyakit pernapasan atau kulit akibat terpajan zat kimia yang berwujud uap aerosol atau cairan adalah apoteker, ahli anestesi, tenaga perawat, pendukung serta pemeliharaan. 3.
Dampak limbah sitotoksik
Potensi bahaya tersebut muncul dalam bentuk peningkatan kadar senyawa mutagenik di dalam urine pekerja yaang terpajan dan meningginya risiko abortus. Tingkat keterpajanan pekerja yang membersihkan urinal (semacam pispot) melebihi tingkat keterpajanan perawat dan apoteker, pekerja tersebut kurang menyadari bahaya yang ada sehingga hanya melakukan sedikit pencegahan.
19
4.
Dampak limbah radioaktif
Ada beberapa kecelakaan yang terjadi akibat pembuangan zat radioaktif secara tidak tepat. Kecelakaan terjadi adalah kasus yang mencakup radiasi di lingkungan rumah sakit akibat pemakaian instrumen radiologi yang tidak benar, penanganan bahan radioaktif secara tidak tepat atau pengendalian radioterapi yang tidak baik. limbah radio aktif dapat mengakibatkan kemandulan, wanita hamil melahirkan bayi cacat, kulit keriput. H.
Jumlah limbah padat
Rumah sakit akan menghasilkan sampah medis dan non medis. Untuk itu usaha pengelolaannya terlebih dahulu menentukan jumlah limbah yang dihasilkan setiap hari. Jumlah ini akan menentukan jumlah dan volume sarana penampungan lokal yang harus disediakan, pemilihan incinerator dan kapasitasnya dan juga bila rumah sakit memiliki
tempat
pengolahan
sendiri
jumlah
produksi
dapat
diproyeksikan untuk memperkirakan pembiayaan dan lain-lain. Dalam pelaksanaan sehari-hari sering alat ukur volume diterapkan langsung pada alat-alat pengumpul dan pengangkut sampah. Volume sampah harus diketahui untuk menentukan ukuran bak sampah dan sarana pengangkutan. (Depkes RI, 2002). I.
Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit
Sistem manajemen lingkungan rumah sakit (SMLRS) adalah sistem pengelolaan lingkungan yang merupakan bagian dari rangkaian manajemen di rumah sakit yang meliputi pendekatan struktur organisasi, kegiatan perencanaan, pembagian tanggung jawab dan wewenang, praktik menurut standar operasional, prosedur khusus, proses berkelanjutan dan pengembangan sumber daya manusia untuk mengembangkan, menerapkan, mencapai, mengkaji, mengevaluasi, dan mensinergikan kebijakan lingkungan dengan tujuan rumah sakit (Wiku adisasmito,2008:6). Rumah
sakit
di
Indonesia
dapat
menerapkan
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 tentang
20
pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Keputusan Menteri
Kesehatan
1204/MENKES/SK/X/2004
Republik tentang
Indonesia Persyaratan
Nomor Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit dan Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia atau dapat disesuaikan dengan kebijakan yang dibuat oleh pimpinan rumah sakit. Kegiatan pengelolaan biasanya meliputi pemilahan limbah, penampungan, pengangkutan dan pembuangan akhir. Sesuai dengan peraturan pemerintah Nomor 74/2001, limbah B3 ini perlu dikelola sesuai dengan aturan yang ada sehingga pengelolaan lingkungan hidup di rumah sakit perlu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan (Wiku Adisasmito, 2008:7). Direktur rumah sakit melaui pemberitahuan tertulis harus mengangkat secara resmi para anggota tim pengelola limbah dan menetapkan tugas serta tanggung jawab tiap anggota (A. Pruss, dkk, 2005:48). J.
Sistem Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di rumah sakit merupakan
upaya
untuk
memberikan
jaminan
kesehatan
dan
meningkatkan derajat kesehatan para pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan, pencegahan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi. Manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit adalah suatu proses kegiatan yang dimulai dengan tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian yang bertujuan untuk membudayakan kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit (Kepmenkes RI No.432, 2007:6). Tujuan dan diterapkannya SMK3 di rumah sakit adalah agar terciptanya cara kerja, lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan dalam rangka melindungi karyawan, pimpinan, dan masyarakat dari kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja
21
(PAK), menjaga agar alat dan bahan yang dipergunakan dalam proses kegiatan yang hasilnya dapat dipakai dan dimanfaatkan secara benar, efisien, serta produktif (Hamzah Hayim, 2005:62). Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan kebijakan keselamatan kerja, yaitu :
1.
1.
meingkatkan pengetahuan keselamatan kerja karyawan,
2.
penggunaan alat pelindung diri (APD),
3.
penataan tempat kerja yang baik dan aman,
4.
pertolongan pertama pada kecelakaan,
5.
pencegahan kebakaran, dan
6.
perijinan untuk kegiatan yang dapat menimbulkan bahaya.
Pelatihan Petugas Dalam Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
Perilaku yang didasari dengan pengetahuan dan kesadaran akan lebih bertahan lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran. Rogers (dalam Notoatmojo, 2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu: 1.
Awareness,
orang
tersebut
menyadari
dalam
arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek). 2.
Interest , dimana orang mulai tertarik pada stimulus.
3.
Evaluation,
menimbang-nimbang
terhadap
baik
dan
tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. 4.
Trial , telah mulai mencoba perilaku baru.
5.
Adoption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Tujuan pokok diadakannya pelatihan adalah untuk menggugah kesadaran permasalahan kesehatan, keselamatan, dan lingkungan yang berkaitan dengan limbah rumah sakit atau layanan kesehatan lainnya. Informasi yang diberikan adalah mengenai risiko yang berkaitan dengan penanganan limbah, prosedur penanganan limbah, instruksi pemakaian alat pelindung diri (APD), dan pedoman jika terjadi
22
keadaan darurat saat mengelola limbah. Pekerja yang perlu diberi pelatihan adalah semua pegawai rumah sakit, termasuk dokter senior. 2.
Perlindungan
Petugas diberi latihan khusus mengenai proses pengangkutan sampah, sedangkan pengawasan dan pengolahan sampah rumah sakit maupun Puskesmas dilakukan oleh tenaga sanitasi terdidik. Limbah dari setiap unit layanan fungsional rumah sakit maupun Puskesmas dikumpulkan oleh tenaga perawat, khususnya jika berkaitan dengan pemisahan limbah medis dan non medis, sedangkan diruang lain dapat dilakukan oleh tenaga kebersihan. Petugas pengangkut harus dibekali dengan alat pelindung diri (APD) atau pakaian kerja yang memadai, seperti sepatu, baju, celana, sarung tangan, topi dan masker (Chandra, 2007). Rumah sakit juga harus memastikan bahwa alat pelindung diri yang cukup untuk setiap pekerja, peralatan harus dipelihara dan dirawat dengan benar, pekerja memiliki akses dengan alat tersebut secara gratis, pekerja juga harus dilatih bagaimana cara menggunakan alat pelindung diri dan tahu bagaimana cara memeriksa alat pelindung diri untuk mencari kerusakan pada alat tersebut dan prosedur untuk melaporkan dan menggantikannya, terdapat kebijakan penggunaan APD yang jelas dan pekerja sector kesehatan sangat waspada tentang itu (ILO dan WHO, 2005:24). Alat pelindung diri yang harus tersedia bagi semua pekerja yang bertugas mengelola limbah medis rumah sakit, yaitu : 1.
helm, dengan atau tanpa penutup wajah,
2.
masker wajah untuk petugas limbah dan masker debu untuk petugas insenerator,
3.
pelindung mata (saety goggle),
4.
overall, wearpack atau pakaian bertangan panjang,
5.
celemek untuk industry (apron),
6.
pelindung kaki atau sepatu boot industri, dan
23
7.
berbagai sarung tangan dengan berbagai ukuran, steril dan non-steril, termasuk lateks berat, vinil, kulit kedap air dan bahan tahan tusukan lainnya (A.Pruss dkk., 2005:152).
K.
Program kesehatan
Pembentukan program kesehatan kerja yang efektif yang mencakup imunisasi,pengobatan profilaktik pasca pajanan, dan surveilans kesehatan perlu dilakukan di rumah sakit yang memang melaksanakanprosedur pengelolaan limbah (A.Pruss dkk., 2005:151). 1.
Imunisasi
Imunisasi virus hepatitis B dilaporkan juga menyerang tenaga kesehatan dan pengolah limbah sehingga sebaiknya dijalankan program imunisasi terhadap penyakit tersebut. Semua pekerja yang menangani limbah juga sebaiknya menerima imunisasi typoid, imunisasi titanus, dan imunisasi hepatitis A (A.Pruss dkk., 2005:153). 2.
Pencatatan dan pelaporan
Pengelolaan
limbah
medis harus dilakukan dengan
dengan baik dan tertib untuk mengendalikan resiko yenga mungkin ditimbulkan, baik terhadap aspek kesehatan maupun lingkungan. Sistem pencatatan yang perlu dilakukan meliputi : a)
Buku pencatatan harian berupa limbah medis yang dihasilkan,
b)
Buku
pencatatan
insiden
berupa
kejadian
kecelakaan kerja pada petugas, c)
Buku pencatatan perjalanan mengenai jenis dan volume
apabila
pengolahan
limbah
lain.Informasi
diangkut
ke
mengenai
lokasi kegiatan
pengolahan limbah perlu dilaporkan kepala instansi terkait seperti pimpinan layanan kesehatan, dinas kesehatan
kabupaten
atau
kota,
dan
bapeda
kabupaten atau kota (ditjen pp & pl dan who, 2006:13).
24
B.
Kerangka teori Limbah Rumah
Rumah sakit
Sakit
Limbah Padat
Limbah Cair Limbah Non
Limbah Gas
Limbah Medis
Medis
Limbah Medis Padat Sistem
Sistem
Manajemen
Pengelolaan
Manajemen
Kesehatan Dan
Limbah Medis
Lingkungan
Keselamatan Kerja
Rumah Sakit
Rumah Sakit Kepmenkes RI No. 1204MENKES/SK/ X/2004 Sumber : A.Pruss dkk, 2005 , Bastari Alamsyah, 2007 , Ditjen P2MPL, 2004, Hamzah Hasyim, 2005, Juli Soemirat Slamet, 2002, Kepmenkes RI No.4322007, Permenkes No. 340/2010, Wiku Adisasmito, 2008, Wiku Adisasmito, 2009.
C.
Kerangka berfikir
Input
Proses
Output
Limbah Medis Padat Rumah Sakit
Pengelolaan Limbah Medis Padat :
Pengelolaan Limbah Medis Padat
1. 2. 3. 4. 5. 6.
(KepMenKes RI No 1204/Menkes/ Sk/II/2004)
Sumber Jenis Jumlah Pemilahan Pewadahan Pengumpulan 7. pengangkutan
25
BAB III METODE PENELITIAN
A.
Jenis Dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif, yaitu pendekatan yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata – kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah (Moleong, 2007). Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme dan digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (Sugiono, 2008:9). Menurut strauss dan corbin dalam Sastroasmoro dan Ismael (2011) penelitian kualitatif sebagai suatu jenis penelitian yang temuan
– temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistika atau bentuk hitungan lainnya. Peneliti dalam penelitian kualitatif mencari jawaban atas pertanyaan mengapa dan bagaimana suatu keputusan diambil oleh subyek, bukan sekedar apa, di mana, dan bilamana. Penelitian kualitatif lebih mengutamakan jumlah subyek yang sedikit namun terfokus daripada sekedar jumlah subyek yang banyak. B.
Waktu Dan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai Juni 2016. C.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah
kepala bagian sanitasi lingkungan RS
(informen kunci), koordinator tim pengendalian limbah infeksius, petugas cleaning service (informen utama), perawat, dokter, dan petugas medis lainnya (informen pendukung). Variabel penelitian dan definisi istilah
No
Variabel
Definis operasional
1
Perilaku
Kegiatan kepala sanitasi, koordinator pengendalian limbah, cleaning service
2
Pengetahuan
Pengetahuan kepala sanitasi, koordinator
26
pengendalian limbah, cleaning service cara mengolah limbah medis padat yang benar, dan kerugian apa yang ditimbulkan apabila tidak diolah dengan benar 3
Sikap
Tanggapan kepala sanitasi, koordinator pengendalian limbah, cleaning service setelah mengolah limbah medis dengan benar
4
D.
Ketersediaan
Ketersediaan alat pelindung diri (APD) untuk para
sarana
pekerja yang menangani limbah.
Instrument Penelitian
Instrument penelitian adalah perangkat yang digunakan untuk pengumpulan data (Soekidjo Notoadmodjo, 2006:48). Instrument utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri yang dibantu dengan pedoman observasi, pedoman wawancara mendalam. Pedoman wawancara yang digunakan adalah pedoman wawancara semi terstruktur, yaitu bermula ditanyakan pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu per satu diperdalam dengan mengorek keterangan lebih lanjut (Suharsimi Arikunto, 2006:227) dan juga dibantu dengan alat perekam suara untuk memudahkan peneliti dalam mengingat pada saat mencatat kembali hasil wawancara dan kamera untuk mendokumentasikan kegiatan selama penelitian dalam bentuk foto. E.
Pengolahan Data
Sistem pengolahan data yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah menggunakan metode pengamatan, wawancara, dan dokumentasi serta observasi langsung dan juga menggunakan sumber data yang diperoleh dari data primer dan data sekunder yang selanjutnya diolah menjadi informasi sesuai yang dibutuhkan. Data yang sudah diperoleh kemudian diolah melalui proses dan kemudian melalui tahap pemeriksaan untuk mendapatkan hasil akhir yang diharapkan. Agar validitas data terjangkau perlu dilakukan triangulasi data, yaitu : 1.
Triangulasi sumber yaitu proses untuk menguji kebenaran data (validitas) yang diperoleh dengan cara membandingkan hasil wawancara mendalam antara jawaban informan utama dengan
27
informan pendukung terhadap pertanyaan yang diajukan sesuai tujuan penelitian. 2.
Triangulasi metode yaitu proses untuk menguji keabsahan atau kebenaran yang diperoleh dengan cara membandingkan antara informasi yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan hasil observasi.
3.
Triangulasi data yang diperoleh dengan cara membandingkan antara data primer dan data sekunder. a.
Sumber Data Primer Data primer yang didapat dalam penelitian ini bersumber dari
hasil observasi terhadap pengelolaan limbah, petugas pengangkat limbah, dan petugas insenerator. Peneliti menggunakan teknik snowball sampling dimana peneliti meminta agar informasi kunci (kepala bagian sanitasi lingkungan RS, koordinator tim pengendalian limbah infeksius, petugas cleaning service) memberi rekomendasi atau usulan untuk bertanya kepada informasi kedua, ketiga, dan selanjutnya sampai data yang dibutuhkan mencukupi (Suharsimi Arikunto, 2006:17). b.
Sumber Data Sekunder Data sekunder diperoleh melalui telaah dokumen yang terkait
dalam pengelolaan limbah medis padat di rumah sakit. Telaah dokumen dilakukan pada data yang berkaitan dengan pengelolaan limbah yang berasal dari rumah sakit. F.
Analisis Data
Data hasil penelitian ini termasuk data kualitatif yang lebih merupakan wujud kata – kata daripada deretan angka – angka. Analisis data kualitatif dilakukan melalui cara induktif, yakni pengambilan kesimpulan umum berdasarkan hasil observasi yang khusus (Soekidjo Notoadmodjo, 2005:186). Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan teknik analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman dalam Basrowi dan Suwandi (2008:209) mencakup tiga kegiatan yaitu : (1) reduksi data, (2) penyajian data, (3) simpulan.
28
1.
Reduksi data Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan, perhatian,
pengabstraksian, dan pentransformasi data kasar dari lapangan yang dilakukan dari awal sampai akhir penelitian. Pada proses reduksi ini, jika dirasa kebenaran data belum valid, maka data akan dicek ulang dengan informan lain yang dirasa peneliti lebih mengetahui (Basrowi dan Suwandi, 2008:209). Pada tahap ini peneliti memilah data mana yang akan disajikan pada ulasan dan hasil penelitian. Data tersebut dipilah berdasarkan fakta yang ditemukan oleh peneliti serta didukung oleh dokumentasi pada saat pengamatan berlangsung. 2.
Penyajian data Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam proses ini peneliti mengelompokkan hal yang serupa menjadi kategori dan data yang diklasifikasikan berdasarkan tema ini (Basrowi dan Suwandi, 2008:209). 3.
Simpulan Simpulan hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang
utuh. Simpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Pada tahap ini, mahasiswa membuat rumusan proposisi yang terkait dengan prinsip logika, mengangkatnya sebagai temuan penelitian, kemudian dilanjutkan dengan
mempelajari
secara
berulang
terhadap
data
yang
ada,
pengelompokan data yang telah terbentuk, dan proposisi yang telah dirumuskan. Langkah selanjutnya yaitu pelaporan hasil penelitian secara lengkap (Basrowi dan Suwandi, 2008:209).
29
DAFTAR PUSTAKA
Pruss dkk, 2005, Pengelolaan Aman L imbah L ayanan K esehatan , jakarta: penerbit buku kedokteran EGC. Anselm Strauss dan juliet corbin, 2007, Dasar – Dasar Penelitian Kualitatif , yogyakarta : pustaka pelajar. Basrowi dan Suwandi, 2008, Memahami Penelitian Kualitatif , Jakarta: PT. Rineka Cipta. Chandra Dewi Asmarhany. (2014). Pengelolaan Limbah Medis Padat Di Rumah Sakit Umum Daerah Kelet Kabupaten Jepara. Semarang : Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan. Ditjen P2MPL, 2004, Kepmenkes RI Nomor:1204/ME NKE S/SK /X/2004 Tentang Persyaratan K esehatan L ingkungan R umah Saki t , Jakarta: departemen kesehatan republik indonesia. ILO dan WHO, 2005, Pedoman Bersama I LO/WHO Tentang Pelayanan Kesehatan Dan H I V/AI DS , jakarta: Direktorat Pengawasan Kesehatan Kerja Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI. Yuni fandeswari. (2015). Analisis Perilaku B idan Terhadap Penggunaan Alat A.
Pelindung Diri Di Ruang B ersalin Rumah Sakit I bu Dan Anak Zainab Pekanbaru. Pekanbaru : Skripsi. Ilmu Kesehatan Masyarakat Yayasan Hangtuah.