24
Grafik Perbandingan Suhu dengan Densitas
Suhu (ºC)
Densitas (gr/ml)
ABSTRAK
Minyak bumi sebagai bahan bakar lokomotif revolusi teknologi dunia telah mengalami eksploitasi berlebihan hingga menyebabkan polusi dan kelangkaan cadangan minyak bumi dunia. Maka perlu dilakukan upaya untuk mengatasi kelangkaan minyak bumi dengan menggunakan bahan bakar alternatif terbarukan. Energi terbarukan saat ini sedang dikembangkan guna mengatasi masalah krisis energi yang ada di Indonesia. Salah satu bentuk dari energi yang dikembangkan saat ini adalah biodiesel. Produksi biofuel terutama biodiesel telah menjadi alternatif dalam mengatasi kelangkaan bahan bakar minyak. Penggunaan unit produksi yang efektif telah menjadi faktor yang sangat diperhatikan dalam dunia industri. Unit produksi yang saat ini sedang berkembang salah satunya adalah metode distilasi reaktif. Dalam metode ini proses reaksi dan pemisahan secara distilasi berdasarkan titik didih terjadi dalam satu alat sehingga lebih efisien dalam proses maupun secara ekonomis. Dalam pembuatan biodiesel kita perlu mereaksikan senyawa asam lemak bebas dengan methanol, supaya membentuk senyawa ester (biodiesel) dan air. Kemudian senyawa ester ini dipisahkan untuk dimurnikan dan dapat digunakan sebagai alternative pengganti bahan bakar solar. Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi biodiesel menggunakan metode distilasi reaktif guna memperoleh biodiesel yang efektif.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Minyak bumi sebagai bahan bakar lokomotif revolusi teknologi dunia telah mengalami eksploitasi berlebihan hingga menyebabkan polusi dan kelangkaan cadangan minyak bumi dunia (Demirbas, 2008). Produksi biofuel terutama biodiesel telah menjadi alternatif dalam mengatasi kelangkaan bahan bakar minyak. Permintaan biodiesel baik ekspor maupun konsumsi dalam negeri mencapai 1,1 juta ton pada tahun 2011 (Redaksi Bakrie Global, 2011). Namun permintaan yang tinggi ini tidak didukung oleh perkembangan industri biodiesel di Indonesia (Fukuda et al, 2009; Hala et al, 2009). Hambatan utama industri biodiesel di Indonesia adalah harga bahan baku berupa minyak nabati yang tinggi dan merupakan minyak konsumsi (edible oil) (Hala et al, 2011).
Minyak goreng bekas merupakan salah satu bahan baku yang memiliki peluang untuk pembuatan biodiesel, karena minyak ini masih mengandung trigliserida, di samping asam lemak bebas. Data statistik menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan produksi minyak goreng. Dari 2,49 juta ton pada tahun 1998, menjadi 4,53 juta ton tahun 2004 dan 5,06 juta ton pada tahun 2005 (Warta ekonomi, 2006). Selain ketersediaannya yang relatif berlimpah, minyak goreng bekas merupakan limbah sehingga berpotensi mencemari lingkungan berupa naiknya kadar COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD (Biology Oxygen Demand) dalam perairan, selain itu juga menimbulkan bau busuk akibat degradasi biologi. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha-usaha pemanfaatan minyak goreng bekas tersebut. Salah satunya adalah sebagai bahan baku dalam pembuatan biodiesel.
Penelitian ini melakukan analisis pembuatan biodiesel dari minyak jelantah menggunakan metode Distilasi Reaktif. Digunakan metode distilasi reaktif karena memiliki banyak keuntungan diantaranya meningkatkan kecepatan overall dan efisiensi, produk yang dihasilkan mempunyai harga konversi dan kemurnian yang tinggi, produk yang dihasilkan mempunyai selektivitas yang tinggi, mengurangi penggunaan bahan baku dan produk samping, mengurangi biaya produksi, mengurangi penggunaan peralatan dan penggunaan energi, meningkatkan kualitas produk bahan kimia karena lebih sedikit terkena panas, serta lebih sedikit limbah dan produk samping.
Rumusan Masalah
Permasalahan dalam proposal ini adalah bagaimana cara pengolahan minyak jelantah untuk dijadikan sebagai energi alternatif yaitu biodiesel. Masalah ini sangat berpotensi sebagai energi alternatif pengganti solar di masa mendatang.
Maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan dalam penulisan laporan berikut ini:
Apa yang harus dilakukan agar limbah minyak jelantah bisa dimanfaatkan bagi kesejahteraan umat manusia ?
Bagaimana proses pembuatan bidiesel dengan bahan baku minyak jelantah ?
Apa kelebihan dan kelemahan biodiesel dari bahan baku minyak jelantah tersebut dibandingkan dengan bidiesel berbahan baku lain ?
Tujuan Praktikum
Dengan permasalahan yang ada, maka tujuan dari proposal ini adalah sebagai berikut :
Mengetahui bagaimana proses pembutan biodiesel yang berbahan dasar minyak jelantah tersebut.
Mengetahui kelebihan dan kelemahan biodiesel yang berbahan baku minyak jelantah tersebut berdasarkan kualitas dan kuantitas yang dihasilkan dibanding dengan produk biodiesel lain.
Manfaat Praktikum
Melalui praktikum yang dilakukan, mahasiswa dapat membuat biodiesel berbahan baku minyak jelantah dengan proses distilasi reaktif serta mengetahui kadar dari biodiesel yang dihasilkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Biodiesel
Biodiesel didefinisikan sebagai campuran ester monoalkil yang dihasilkan oleh reaksi esterifikasi asam lemak dan alkohol. Biodiesel memiliki kelebihan dibanding bahan bakar minyak, antara lain dapat digunakan langsung tanpa modifikasi mesin, kandungan oksigen terlarut yang dapat meningkatkan efisiensi pembakaran mesin, emisi CO, sulphur dan NO yang sedikit hingga ramah lingkungan. Bahan utama berupa minyak nabati yang terbaharui menjadikan biodiesel sebagai salah satu kandidat pengganti petroleum-based fuel yang makin menipis (Rachmaniahet al, 2004).
Biodiesel dapat disintesis melalui esterifikasi asam lemak bebas atau transesterifikasi trigliserida dari minyak nabati dengan metanol sehingga dihasilkan metil ester. (Elisabeth, dkk., 2001 dalam Suirta, 2009). Pembuatan biodiesel juga harus memperhatikan standar mutu yang telah ditetapkan. Apabila biodiesel yang dihasilkan sudah memenuhi standar mutu maka biodiesel tersebut layak digunakan, namun jika biodiesel yang dihasilkan memiliki kualitas dibawah standar mutunya maka biodiesel tersebut belum layak pakai. Berikut ini disajikan tabel standar mutu biodiesel :
Tabel 1. Standart dan Mutu Biodiesel
Minyak Jelantah sebagai Bahan Baku Biodiesel
Minyak jelantah adalah minyak limbah yang berasal dari minyak goreng seperti minyak jagung, minyak sayur, minyak samin, minyak matahari, dll. Minyak goreng bekas merupakan salah satu bahan baku yang memiliki peluang untuk pembuatan biodiesel, karena minyak ini masih mengandung trigliserida, di samping asam lemak bebas. Data statistik menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan produksi minyak goreng. Dari 2,49 juta ton pada tahun 1998, menjadi 4,53 juta ton tahun 2004 dan 5,06 juta ton pada tahun 2005 (Warta ekonomi,2006). Selain ketersediaannya yang relatif berlimpah, minyak goreng bekas merupakan limbah sehingga berpotensi mencemari lingkungan berupa naiknya kadar COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD (Biology Oxygen Demand) dalam perairan, selain itu juga menimbulkan bau busuk akibat degradasi biologi. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha-usaha pemanfaatan minyak goreng bekas tersebut, salah satunya adalah sebagai bahan baku dalam pembuatan biodiesel. Berikut disajikan sifat fisika dan kimia minyak jelantah.
Sifat Fisik Minyak Jelantah
Sifat Kimia Minyak Jelantah
Warna coklat kekuning-kuningan
Hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol.
Berbau tengik
Proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak.
Terdapat endapan
Proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak.
Tabel 2. Sifat Fisik dan Kimia Minyak Jelantah
Distilasi Reaktif
Distilasi reaktif merupakan proses satu tahap, dimana reaksi dan distilasi terjadi dalam satu tempat kolom distilasi. Prinsip dari distilasi reaktif ini adalah mereaksikan reaktan dalam suatu stage dengan katalis dalam kolom kemudian produk yang dihasilkan langsung terpisah karena terjadi perbedaan tekanan uap atau perbedaan titik didih (Musafir, 2008). Dengan proses distilasi reaktif dapat menghemat biaya investasi dan memperoleh kemurnian produk yang lebih tinggi. Konversi dapat ditingkatkan jauh melampaui apa yang diharapkan oleh kesetimbangan karena penghilangan terus menerus produk reaksi dari zona reaktif.
Gambar 1. Skema Distilasi Reaktif
Dari skema tersebut, proses dilakukan dengan menggunakan distilasi reaktif (reactive distillation), dimana merupakan alat yang mengkombinasikan antara distilasi dan reaksi dalam satu unit kolom. Reaktan berupa alkohol dan asam lemak, yang diubah menjadi produk berupa biodiesel. Pada zona reaksi dilakukan pemisahan produk, serta pengembalian (recycle) sisa reaktan ke zona tersebut. Dengan proses ini diharapkan akan lebih menguntungkan, karena dua unit proses hanya menjadi satu proses saja, produk hasil bisa lebih murni dan konversi lebih tinggi (Kompasiana, 2013).
Penggunaan teknologi distilasi reaktif pada suatu reaksi akan mempercepat reaksi mencapai kesetimbangan. Untuk proses kimia, distilasi reaktif merupakan penggabungan antara reaksi dan pemisahan dalam satu unit proses, sehingga distilasi reaktif memberikan beberapa keuntungan, yaitu :
Meningkatkan kecepatan overall dan efisiensi
Produk yang dihasilkan mempunyai harga konversi dan kemurnian yang tinggi
Produk yang dihasilkan mempunyai selektivitas yang tinggi, mengurangi penggunaan bahan baku dan produk samping
Mengurangi biaya produksi, mengurangi penggunaan peralatan dan penggunaan energi
Meningkatkan kualitas produk bahan kimia karena lebih sedikit terkena panas
Lebih sedikit limbah dan produk samping (Kompasiana, 2013).
Esterifikasi
Produksi metil ester dapat dilakukan melalui transesterifikasi minyak nabati dengan metanol ataupun esterifikasi langsung asam lemak hasil hidrolisis minyak nabati dengan metanol. Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester. Esterifikasi mereaksikan asam lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat, seperti asam sulfat, asam sulfonat, asam sulfonat organik atau resin penukar kation asam kuat. Asam-asam tersebut biasa dipilih dalam praktek industrial (Soerawidjaja, 2006).
Proses esterifikasi adalah reaksi reversibel dimana asam lemak bebas (free fatty acid/FFA) dikonversi menjadi alkil ester melalui katalis asam (HCl atau umumnya H2SO4). Ketika konsentrasi asam lemak bebas dalam minyak tinggi, esterifikasi simultan dan reaksi transesterifikasi melalui katalis asam dapat berpotensi untuk mendapatkan konversi biodiesel yang hampir sempurna (Lotero et al., 2005).
Esterifikasi umumnya dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar FFA tinggi (berangka asam 5 mg-KOH/g). Pada tahap ini, asam lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasanya diikuti dengan tahap transesterifikasi, tetapi sebelum produk esterifikasi diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu (Soerawidjaja, 2006).
Reaksi esterifikasi sebagai berikut :
Methanol
Alkohol yang dipakai pada proses transesterifikasi yakni methanol. Methanol merupakan jenis alkohol yang paling disukai dalam pembuatan biodiesel karena methanol (CH3OH) mempunyai keuntungan lebih mudah bereaksi/lebih stabil dibandingkan dengan etanol (C2H5OH).
Sifat – sifat fisik dan kimia methanol ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel 3. Sifat Fisik dan Kimia Methanol
Asam Sulfat
Asam sulfat (H2SO4) merupakan asam mineral (anorganik), karena itu katalis H2SO4 disebut katalis asam mineral. Menurut Juan, dkk (2007) pada proses esterifikasi, katalis yang banyak digunakan pada awalnya adalah katalis homogen asam donor proton dalam pelarut organic, seperti H2SO4, HF, H3PO4, dan RSO3H, PTSA. Katalis H2SO4 dalam reaksi esterifikasi adalah katalis atom positif karena berfungsi untuk mempercepat reaksi esterifikasi yang berjalan lambat. Pemilihan penggunaan asam sulfat (H2SO4) sebagai katalisator dalam reaksi esterifikasi dikarenakan beberapa faktor, diantaranya : (Anonim,2007)
Asam sulfat selain bersifat asam juga merupakan agen pengoksidasi yang kuat (Hendyana,1986)
Asam sulfat dapat larut dalam air pada semua kepekatan
Reaksi antara asam sulfat dengan air adalah reaksi eksoterm yang kuat
Jika air ditambahkan asam sulfat pekat maka ia mampu mendidih
Karena afinitasnya terhadap air, maka asam sulfat dapat menghilangkan bagian terbesar uap air dan gas yang basah, seperti udara lembab (Sukardjo drs,1984)
Asam sulfat pekat mampu mengikat air (higroskopis), jadi untuk reaksi setimbang yang menghasilkan air dapat menggeser arah reaksi ke kanan (ke arah produk).
Berat jenis
Jika biodiesel mempunyai massa jenis melebihi ketentuan, akan terjadi reaksi tidak sempurna pada konversi minyak nabati. Biodiesel dengan mutu seperti ini seharusnya tidak digunakan untuk mesin diesel karena akan meningkatkan keausan mesin, emisi, dan menyebabkan kerusakan pada mesin.
Viskositas
Viskositas yang tinggi atau fluida yang masih lebih kental akan mengakibatkan kecepatan aliran akan lebih lambat sehingga proses derajat atomisasi bahan bakar akan terlambat pada ruang bakar. Dalam proses transesterifikasi dimana asam lemak bereaksi dengan katalis NaOH dan membentuk sabun. Dengan adanya sabun yang dihasilkan dalam pembuatan biodiesel maka mengakibatkan tegangan permukaan biodiesel menjadi tinggi, dan apabila tegangan permukaan tinggi maka susah untuk memecah molekul senyawa tersebut, hal ini berkaitan dengan tingkat kekentalan dari senyawa biodiesel tersebut.
Kadar air
Makin kecil kadar air dalam minyak maka mutunya akan semakin baik pula karena akan memperkecil terjadinya hidrolisis yang dapat menyebabkan kenaikan kadar asam lemak bebas, kandungan air dalam bahan bakar dapat juga menyebabkan turunnya panas pembakaran, berbusa dan bersifat korosif jika bereaksi dengan sulfur karena akan membentuk asam.
Bilangan asam
Angka asam yang tinggi merupakan indikator biodiesel masih mengandung asam lemak bebas. Berarti, biodiesel bersifat korosif dan dapat menimbulkan kerak pada injektor mesin diesel. Biodiesel dinyatakan mengandung asam lemak siklopropenoid yang akan berpolimerisasi akibatnya injektor mesin diesel akan tersumbat.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 BAHAN DAN ALAT
3.1.1 Bahan yang digunakan
Minyak goreng bekas (jelantah)
Metanol
H2SO4
Air
KOH
Alkohol 95%
HCl
Aquades
Indikator PP
3.1.2 Alat yang digunakan
Seperangkat
Alat Destilasi Reaktif
Corong pemisah
Pipet tetes
Beaker glass
Gelas ukur
Piknometer
Viskosimeter Oastwald
Corong
Botol sampel
Buret
Erlenmeyer
Klem dan statif
Labu takar
Sendok reagen
Pengaduk
Botol indicator
Kompor
Neraca digital
Kaca arloji
Prosedur Kerja
Katalis Asam Sulfat (0,36% bobot minyak)Katalis Asam Sulfat (0,36% bobot minyak)3.2.1 Pembuatan Biodiesel
Katalis Asam Sulfat (0,36% bobot minyak)
Katalis Asam Sulfat (0,36% bobot minyak)
MethanolMethanolDisaringDisaringEsterifikasi Esterifikasi Minyak jelantahMinyak jelantah
Methanol
Methanol
Disaring
Disaring
Esterifikasi
Esterifikasi
Minyak jelantah
Minyak jelantah
Methyl EsterMethyl EsterAir + minyak sisaAir + minyak sisa
Methyl Ester
Methyl Ester
Air + minyak sisa
Air + minyak sisa
Gambar 2. Diagram blok prosedur kerja pembuatan biodiesel
Perlakuan Pendahuluan
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Membersihkan kolom distilasi dengan air.
Pembuatan Biodiesel dengan Metode Distilasi Reaktif
Menyiapkan bahan baku minyak goreng bekas 1000 ml, methanol 250 ml, dan katalis asam (H2SO4) 10 ml.
Mengisi lubang input dengan minyak goreng bekas, methanol dan H2SO4.
Mengatur suhu 30˚C, 35˚C, 40˚C, 45˚C, 50˚C, 55˚C pada temperatur kontrol.
Menyalakan mesin dengan menekan tombol On Off.
Menyalakan kompor pemanas, api akan mati secara otomatis ketika suhu di dalam tray sudah sesuai dengan yang diinginkan.
Campuran minyak, metanol dan H2SO4 masuk pada kolom tray 1, metanol yang titik didihnya dibawah minyak akan naik keatas dan keluar melalui top kolom masuk ke kondensor untuk di dinginkan.
Masuk kondensor dalam bentuk uap dan keluar dari kondensor berfase cair,lalu masuk kembali ke kolom distilasi reaktif sebagai refluks.
Sebagian metanol yang terikut kebawah masuk reboiler untuk diuapkan kembali lalu keluar naik ke atas melewati lubang tray dan menyebar secara horizontal agar terjadi kontak dengan minyak.
Pengambilan top produk dengan cara membuka valve di top kolom dan kondensor dan untuk pengambilan bottom produk dengan membuka valve bagian bawah kolom.
Pengujian Densitas
Menimbang Pinometer kosong.
Menimbang piknometer yang telah terisi biodiesel.
Lakukan perhitungan densitas dengan rumus
ρ=Piknometer isi-piknometer kosongvolume piknometer
Pengujian Viskositas
Siapkan alat viskosimeter dengan bola hisap
Masukkan biodiesel kedalam alat viskosimeter dan pasang bola penghisap
Siapkan stopwatch dan nyalakan ketika biodiesel mulai turun melewati tanda batas
Ukur viskositas dengan rumus :
μ×=dxtxdotoμo
Keterangan :
µx = Viskositas fluida
dx = Densitas fluida
tx = Waktu fluida
do = Densitas air
to = Waktu air
µo = Viskositas air
Pengujian Nyala
Siapkan lampu Bunsen
Masuknnya biodiesel kedalam lampu Bunsen
Nyalakan Bunsen. Bila sumbu pada Bunsen tidak habis termakan api maka pengujian nyala biodiesel berhasil. Namun bila sumbu pada Bunsen habis termakan oleh api (hangus) maka pengujian nyala biodiesel gagal.
Penentuan Angka Asam
Pembuatan larutan KOH 0,1 dalam 100 ml aquades
Siapkan KOH 0,56 gr
Masukkan kedalam beaker glass, kemudian tambahkan aquades sedikit untuk melarutkan KOH dan aduk hingga KOH larut dalam aquades.
Setelah KOH larut, masukkan larutan KOH kedalam labu takar ukuran 100 ml, tambahkan aquades hingga tanda batas.
Kemudian gojog hingga merata.
Pembuatan larutan HCl 0,1 N dalam 250 ml aquades
Siapkan HCl 0,77 ml
Masukkan kedalam labu takar ukuran 250 ml
Tambahkan aquades hingga tanda batas pada labu takar.
Kemudian gojog labu takar hingga larutan HCl tercampur merata.
Standarisasi KOH dengan larutan HCl
Siapkan larutan HCl 0,1 N di dalam buret
Masukkan 20 ml larutan KOH ke dalam Erlenmeyer 250 ml, ditambahkan 3 tetes indikator PP.
Dititrasi dengan larutan HCl (yang sudah diisikan kedalam buret) sampai titik akhir titrasi (terjadi perubahan warna)
Ukur volume HCl yang dibutuhkan dan hitung normalitas larutan KOH dengan rumus :
NKOH=VHCl×NHClVHCl
Pengujian angka asam
Ambil 10 ml minyak jelantah, yang kemudian di tambahkan alcohol 95% sebanyak 20 ml di dalam erlenmeyer.
Lakukan pemanasan hingga suhu 70ºC
Tambahkan indikator PP sebanyak 2 tetes
Titrasi dengan larutan KOH 0,1 N yang telah di siapkan didalam buret.
Ukur volume kebutuhan KOH yang diperlukan
Hitung bilangan asam, dengan rumus :
Bilangan Asam= ml KOH x N KOH x 56,1gram minyak
Ambil 10 ml biodiesel (variable I), yang yang kemudian di tambahkan alcohol 95% sebanyak 20 ml di dalam erlenmer.
Lakukan pemanasan hingga suhu 70ºC
Tambahkan indikator PP sebanyak 2 tetes
Titrasi dengan larutan KOH 0,1 N yang telah di siapkan didalam buret.
Ukur volume kebutuhan KOH yang perlukan
Hitung bilangan asam, dengan rumus :
Bilangan Asam= ml KOH x N KOH x 56,1gram minyak
Ulangi langkah untuk pengujian angka asam biodiesel untuk variable II, III, IV, V, dan VI.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel Hasil Pengamatan
Variabel
Rasio Bahan
Waktu
Suhu
Volume Biodiesel
Warna
Densitas
Viskositas
Minyak jelantah
Metanol
Katalis H2SO4
I
1 liter
250 ml
10 ml
1 jam
30oC
132 ml
Coklat pekat
0,887 gr/ml
5,165 Cp
II
1 liter
250 ml
10 ml
1 jam
35oC
306 ml
Coklat pekat
0,879 gr/ml
4,854 Cp
III
1 liter
250 ml
10 ml
1 jam
40oC
273 ml
Coklat pekat
0,874 gr/ml
4,299 Cp
IV
1 liter
250 ml
10 ml
1 jam
45oC
268 ml
Coklat pekat
0,864 gr/ml
3,73 Cp
V
1 liter
250 ml
10 ml
1 jam
50oC
275 ml
Coklat pekat
0,856 gr/ml
3,266 Cp
VI
1 liter
250 ml
10 ml
1 jam
55oC
259 ml
Coklat pekat
0,854 gr/ml
2,744 Cp
Pada proses distilasi reaktif ini menggunakan sampel 1 liter minyak jelantah untuk percobaan dengan variabel waktu 1 jam dengan variable berubah berupa suhu dari 30 C-55 C dimana diperoleh minyak sebanyak 132 ml, 306 ml, 273 ml, 268 ml, 275 ml, dan 259 ml. Minyak jelantah tersebut sebelum diproses menjadi biodiesel mengalami perlakuan pendahuluan meliputi penyaringan minyak jelantah, penambahan methanol dan katalis H2SO4. Penyaringan minyak jelantah berfungsi untuk menghilangkan zat pengotor yang ada pada minyak jelantah karena zat pengotor ini dapat mengganggu proses esterifikasi dan mengganggu kerja alat dari destilasi reatif. Setelah disaring dilakukan penambahan methanol dan katalis H2SO4 dimana sesuai dengan reaksi esterifikasi yaitu :
Fungsi katalis yaitu untuk mempercepat proses reaksi. Pada esterifikasi biasanya katalis yang digunakan berupa asam kuata yaitu HCl dan H2SO4 Pada praktikum kami, kami menggunakan metanol sebagai pelarut asam lemak bebas pada minyak jelantah dimana perbandingan bahan baku dan pelarut yaitu 1 : 4. Metode yang kami gunakan adalah destilasi reaktif, yaitu distilasi berdasarkan titik didih sekaligus proses reaksi esterifikasi langsung sekaligus sehingga keluaran terbentuk 3 lapisan yaitu metal ester, air, dan minyak jelantah sisa dengan pengaturan suhu.
Suhu yang kami gunakan adalah 30 C-55 C dimana diperoleh minyak sebanyak 132 ml, 306 ml, 273 ml, 268 ml, 275 ml, dan 259 ml. Suhu sengaja dibuat rendah karena pada dasarnya titik didih methanol adalah 64,7 C. Setelah itu dilakukan pengujian densitas dengan piknometer didapati densitas sesuai dengan table pengamatan dan viskositas dengan viskosimeter Otswald didapat viskositas sesuai tebel pengamatan. Metil ester yang didapat berwarna cokelat pekat.
Tabel Pengujian Nyala Biodiesel
Variabel
Nyala
Tidak Nyala
I
-
II
-
III
-
IV
-
V
-
VI
-
Pada uji nyala, metal ester (biodiesel) yang kami uji tidak nyala dalam arti biodiesel yang kami uji membakar sumbu sehingga lama kelamaan sumbunya habis dimakan api, padahal seharusnya ketika dibakar tidak membakar sumbu seperti galnya pada menghidupkan lilin. Hal ini disebabkan jumlah pelarut yang digunakan (methanol) banyak sehingga metil ester yang dihasilkan agak dingin.
Tabel Pengujian Angka Asam
Tabel Standarisasi KOH
KOH
Indikator PP
Perubahan warna
Kebutuhan HCl
Sebelum titrasi
Sesudah titrasi
20 ml
2 tetes
Ungu
bening
20,5 ml
Tabel Pengujian Angka Asam Minyak Jelantah Sebelum Terbentuk Biodiesel
Minyak jelantah
Metanol
KOH
Perubahan warna
Angka asam
Sebelum titrasi
Sesudah titrasi
10 ml
20 ml
8,5 ml
Kuning
Merah muda
5,54 gr/ml
Sebelum dilakukan uji angka asam terhadap biodiesel, dilakukan uji angka asam terhadap minyak jelantah dengan perlakuan minyak ditambah pelarut methanol dan dipanaskan pada suhu 70 C. Ditambahkan methanol karena minyak larut dalam alcohol bukan air. Fungsi dipanaskan adalah untuk mempercepat reaksi antara minyak dengan alcohol, serta fungsi dipanaskan sampai 70 C karena titik didih alcohol 70 C. Setelah dipanaskan sampai 70 C ditetesi 3 tetes indicator PP yang berfungsi sebagai penanda TAT ketika titrasi. Perubahan warna yang didapat setelah ditetesi indicator PP dalah tetap kuning, kemudian dititrasi dengan larutan KOH 0,1 N dan warna yang dihasilkan merah muda dengan kebutuhan KOH yang didapat 8,5 ml. Angka asam didapat berdasarkan perhitungan :
Bilangan Asam= ml KOH x N KOH x 56,1gram minyak
sehingga didapat nilai angka asam 5,54 gr/ml.
Tabel Pengujian Angka Asam pada Biodiesel
Variabel
Biodiesel
Alkohol
Indikator PP
Volume KOH
Perubahan warna
Angka asam
Sebelum titrasi
Sesudah titrasi
I
10 ml
20 ml
3 tetes
96,4 ml
Coklat pekat
Merah muda
0,82 mg KOH/gr
II
10 ml
20 ml
3 tetes
75,4 ml
Coklat pekat
Merah muda
0,77 mg KOH/gr
III
10 ml
20 ml
3 tetes
52 ml
Coklat pekat
Merah muda
0,77 mg KOH/gr
IV
10 ml
20 ml
3 tetes
50 ml
Coklat pekat
Merah muda
0,78 mg KOH/gr
V
10 ml
20 ml
3 tetes
44 ml
Coklat pekat
Merah muda
0,85 mg KOH/gr
VI
10 ml
20 ml
3 tetes
41 ml
Coklat pekat
Merah muda
0,79 mg KOH/gr
Setelah dipisahkan antara metil ester, air, dan minyak sisa, didapatkan metil ester (biodiesel) yang akan diuji angka asamnya. Dengan proses yang sama pada perlakuan minyak jelantah yaitu ditambah pelarut methanol dan dipanaskan pada suhu 70 C. Ditambahkan methanol karena minyak larut dalam alcohol bukan air. Fungsi dipanaskan adalah untuk mempercepat reaksi antara minyak dengan alcohol, serta fungsi dipanaskan sampai 70 C karena titik didih alcohol 70 C. Setelah dipanaskan sampai 70 C ditetesi 3 tetes indicator PP yang berfungsi sebagai penanda TAT ketika titrasi. Perubahan warna yang terjadi setelah ditetesi indicator PP adalah tetap cokelat pekat dan setelah dititrasi dengan KOH perubahan warna yang terjadi adalah merah muda. Kebutuhan KOH dan angka asam yang didapat bisa dilihat pada table uji angka asam.
Tabel SNI Biodiesel
Pada praktikum kami massa jenis yang didapat yaitu 0,854 gr/ml-0,879 gr/ml dibandingakan dengan massa jenis SNI yaitu 0,85 gr/ml- 0,89 gr/ml. Hal ini menandakan massa jenis biodiesel kelompok kami sesuai dengan table SNI biodiesel.
Pada viskositas yang didapat kelompok kami yaitu 2,744 cp – 5,165 cp sedangkan pada table SNI table viskositas yang didapat 2,3 cp – 6,0 cp. Hal ini membuktikan bahwa viskositas kelompok kami sesuai dengan table SNI biodiesel. Titik nyala pada praktikum kami tidak dapat menyala sedangkan pada table SNI minimal 100 C. Perbedaan ini karena pada praktikum kami terdapat keterbatasan alat di lab yaitu untuk uji titik nyala hanya menggunakan Bunsen sehingga tidak bisa uji nyala secara kuantitatif dan seharusnya biodiesel yang sebenarnya dapat menyala. Hal inni disebabakan terlalu banyak metanol (pelarut) yang digunakan kelompok kami.
Angka asam yang didapat kelompok kami sebesar 0,77 mg KOH/g- 0,82 mg KOH/gr sedangkan pada table SNI angka asam yang diperoleh maksimal 0,8 mg KOH/gr. Hal ini membuktikan bahwa angka asam kelompok kami sesuai dengan table SNI biodiesel.
4.5 Grafik Perbantingan Suhu dengan Viskositas
Pada grafik perbandingan suhu dan viskositas didapatkan grafik yang semakin menurun dimana semakin tinggi suhu maka viskositas semakin rendah. Hal ini sesuai teori bahwa viskoitas berpengaruh pada suhu dan berbanding terbalik pada suhu. Persmaan yang didapat yaitu y = -0,099x + 8,244 dan R2=0,995.
4.6 Grafik Perbandingan Suhu dengan Densitas
Pada perbandingan suhu vs densitas didapatkan grafik menurun dimana semakin tinggi suhu maka densitas semakin kecil. Hal ini sesuai teori dimana densitas berbanding terbalik dengan suhu. Persamaan yang didapat yaitu y = -0,001x + 0,928 dengan R2 = 0979
4.7 Grafik Perbandingan Suhu dengan Volume Minyak
Pada grafik perbandingan suhu dengan volume minyak didapatkan kurva fluktuatif. Hal ini disebabkan suhu yang kami setting berbeda beda sehingga menyebabkan volume biodiesel yang dihasilkan juga berbeda – beda. Persamaan yang didapat yaitu y = 3,068 x+121,7 dengan R2 = 0,224
Perbandingan dengan Jurnal
Jurnal yang kelompok kami ambil berjudul "Esterifikasi dari Asam Lemak Bebas dalam 2 Tingkat Termal dalam Kolom Destilasi Reaktif". Berdasarkan jurnal yang kelompok kami dapatkan dapat diambil pembahasan dari jurnal berdasarkan simulasi pada jurnal.
Gambar 3. Kolom RTCD
Gambar 4. Flowshet RTCDGambar 4. Flowshet RTCD
Gambar 4. Flowshet RTCD
Gambar 4. Flowshet RTCD
Simulasi menjelaskan tentang umpan berupa asam triolein masuk ke reactor hidrolisa bereaksi dengan air untuk menggeser titik kesetimbangan ke produk. Hasil reaksi berupa asam oleat dan gliserol. Aliran air dari decanter berisi kelebihan air dan gliserol. Kemurnian molar dari gliserol mengandung 96,7% jika air dihilangkan.
Fase minyak masuk ke reactor esterifikasi. Total konversi asam oleat menjadi metil asetat 99,16%. Pemisahan air menuntut persentasi yang tinggi dari energy yang dibutuhkan. Untuk simulasi konfigurasi destilasi reaktif, analisis awal yang diperlukan untuk menemukan nilai-nilai yang sesuai untuk waktu retensi. Untuk tujuan operasional, waktu retensi untuk semua tahap reaktif yang diasumsikan 0,3 jam dengan konversi 99,15%.
Jika dibandingkan dengan praktikum kami, alat yang digunakan hanya berupa kolom reaksi destilasi sederhana dimana proses esterifikasi dan destilasi terjadi dalam satu alat hanya saja produk masih harus dipisahkan agar mendapatkan metil ester murni (biodiesel).
Kemungkinan total konversi biodiesel dari kelompok kami masih rendah karena bahan baku yang kami gunakan minyak jelantah sedangkan pada jurnal bahan baku yang digunakan berupa bahan yang mengandung asam triolein.
Jadi, kesimpulan dari perbandingan dengan jurnal adalah pada praktikum kami waktu retensi yang dibutuhkan adalah 1 jam tapi dengan kemurnian yang rendah dibandingkan dengan RTCD (Reactor Thermal Coupled Dirrect) dengan waktu retensi 0,3 jam didapatkan kemurnian biodiesel yang cukup tinggi.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Biodiesel didefinisikan sebagai campuran ester monoalkil yang dihasilkan oleh reaksi esterifikasi asam lemak dan alkohol. Pada praktikum pembuatan biodiesel kelompok kami menggunakan bahan baku minyak jelantah dan methanol dengan katalis H2SO4 melalui proses distilasi reaktif. Bahan dan katalis (variable tetap) dimasukkan kedalam kolom distilasi reaktif dengan variable berubahnya berupa suhu yaitu 30˚C, 35˚C, 40˚C, 45˚C, 50˚C, 55˚C. Kemudian output dari alat ditampung untuk dipisahkan hingga didapatkan hasil biodiesel yang murni. Setelah didapat biodieselnya kemudian dilakukan uji densitas, uji viskositas, uji angka asam, dan uji nyala sehingga dapat diketahui kualitas biodiesel yang didapatkan. Pada praktikum yang kelompok kami lakukan didapatkan untuk uji densitas, viskositas, dan angka asam sesuai dengan tabel SNI biodiesel tetapi untuk uji nyala tidak sesuai karena keterbatasan alat pada lab yang kami gunakan.
Kelebihan biodiesel berbahan baku minyak jelantah antara lain bahan baku lebih murah, jelas bahwa bahan baku pembuatan biodiesel dari minyak jelantah lebih murah harganya daripada minyak goreng baru atau minyak nabati lain yang merupakan bahan baku pembuatan biodiesel standar. Selain itu tidak mengganggu ketahanan pangan, karena bahan bakunya berasal dari limbah atau sisa penggorengan makanan. Kelebihan lainnya yaitu lebih irit, menurangi emisi asap, mengurangi emisi CO2, tidak menghasilkan SO2, dan sebagai bahan bakar alternatif yang dapat diperbarui. Sedangkan kelemahan biodiesel berbahan baku minyak jelantah adalah energy yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan energy yang dihasilkan mesin berbahan bakar solar, kandungan energy biodiesel diketahui 11% lebih kecil dari bahan bakar diesel yang berbasis minyak bumi. Selain itu kualitas oksidasi rendah sehingga bila disimpan dalam waktu yang lama biodiesel cenderung berubah menjadi gel yang dapat menyebabkan penyumbatan berbagai komponen mesin. Kelemahan lainnya adalah tidak tahan pada musim dingin karena pada musim dingin biodiesel cepat membeku sehingga dapat menyumbat saluran bahan bakar pada kendaraan.
5.2 Saran
Sebaiknya pada penggunaan variabel antara methanol dengan bahan baku minyak jelantah haruslah tepat dengan menggunakan perbandingan karena bila perbandingan antara methanol dengan bahan baku tidak tepat maka biodiesel yang dihasilkan akan sangat terasa ingin dan kemungkinan tidak dapat menyala. Selain itu pemisahan antara metil ester dengan hasil samping asir dengan minyak sisa harus benar-benar terpisah agar dapat dihasilkan biodiesel yang benar-benar murni sehingga dapat dilakukan pengujian yang akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Alauddin. 2016. Pembuatan dan Uji. http://www.uin-alauddin.ac.id/download-6.%20Syamsidar-Pembuatan%20dan%20Uji.pdf (Diakses 2 Januari 2016 pukul 09.40 WIB)
Anonim. 2010. Penggunaan Katalis H2SO4 Pada Esterifikasi. http://letshare17.blogspot.com/2010/10/penggunaan-katalis-h2so4-pada.html. (Diakses 2 Januari 2016 pukul 08.00 WIB)
Arini. 2013. Esterifikasi Minyak Jelantah dalam Produksi Biodiesel. http://eprints.undip.ac.id/44866/9/BAB_II_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf.(Diakses 2 Januari 2016 pukul 20.00 WIB)
Castro,FernandoIsraelGómez,et.al.2011.Esterification of fatty acids in a thermally coupled reactive distillation column by the two-step supercritical Methanol Method.http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0263876210002418.(Diakses 15 Januari 2016 pukul 19.00 WIB)
Geminastiti,Nunuk. 2012. Biodiesel. http://nunukgeminastiti.blogspot.com/2012/ 03/biodiesel.html. (Diakses 2 Januari 2016 pukul 19.05 WIB)
Idra,Herlina. 2014. Esterifikasi pada Pembuatan Biodiesel. http://herlinaidra. blogspot.com/2014/03/reaksi-esterifikasi-pada-pembuatan. html. (Diakses 2 Januari 2016 pukul 18.15 WIB)
May, Hanifan. 2016. Viskositas Densitas Angka Asam. digilib.itb.ac.id/jbptitbpp-gdl-hanifanmay-30847-3-2008ta-2.pd viskositas densitas angka asam (Diakses 2 Januari 2016 pukul 10.20 WIB)
Raditya, Cheryl dkk. 2013. Distilasi Reaktif Metanol-Asam Asetat-Metil Asetat-Air.http://idci.dikti.go.id/pdf/JURNAL/JTKI/JTKI%202008%202%20AGT/JTKI%207%282%29%20804809%20DISTILASI%20REAKTIF%20METANOL.pdf. (Diakses 2 Januari 2016 pukul 08.25 WIB)
LAMPIRAN
Seperangkat Alat Destilasi Reaktif
Tabel Hasil Pengamatan
Variabel
Rasio Bahan
Waktu
Suhu
Volume Biodiesel
Warna
Densitas
Viskositas
Minyak jelantah
Metanol
Katalis H2SO4
I
1 liter
250 ml
10 ml
1 jam
30oC
132 ml
Coklat pekat
0,887 gr/ml
5,165 Cp
II
1 liter
250 ml
10 ml
1 jam
35oC
306 ml
Coklat pekat
0,879 gr/ml
4,854 Cp
III
1 liter
250 ml
10 ml
1 jam
40oC
273 ml
Coklat pekat
0,874 gr/ml
4,299 Cp
IV
1 liter
250 ml
10 ml
1 jam
45oC
268 ml
Coklat pekat
0,864 gr/ml
3,73 Cp
V
1 liter
250 ml
10 ml
1 jam
50oC
275 ml
Coklat pekat
0,856 gr/ml
3,266 Cp
VI
1 liter
250 ml
10 ml
1 jam
55oC
259 ml
Coklat pekat
0,854 gr/ml
2,744 Cp
Tabel Pengujian Nyala Biodiesel
Variabel
Nyala
Tidak Nyala
I
-
II
-
III
-
IV
-
V
-
VI
-
Tabel Pengujian Angka Asam
Tabel Standarisasi KOH
KOH
Indikator PP
Perubahan warna
Kebutuhan HCl
Sebelum titrasi
Sesudah titrasi
20 ml
2 tetes
Ungu
bening
20,5 ml
Tabel Pengujian Angka Asam Minyak Jelantah Sebelum Terbentuk Biodiesel
Minyak jelantah
Metanol
KOH
Perubahan warna
Angka asam
Sebelum titrasi
Sesudah titrasi
10 ml
20 ml
8,5 ml
Kuning
Merah muda
5,54 gr/ml
Tabel Pengujian Angka Asam pada Biodiesel
Variabel
Biodiesel
Alkohol
Indikator PP
Volume KOH
Perubahan warna
Angka asam
Sebelum titrasi
Sesudah titrasi
I
10 ml
20 ml
3 tetes
96,4 ml
Coklat pekat
Merah muda
0,82 mg KOH/gr
II
10 ml
20 ml
3 tetes
75,4 ml
Coklat pekat
Merah muda
0,77 mg KOH/gr
III
10 ml
20 ml
3 tetes
52 ml
Coklat pekat
Merah muda
0,77 mg KOH/gr
IV
10 ml
20 ml
3 tetes
50 ml
Coklat pekat
Merah muda
0,78 mg KOH/gr
V
10 ml
20 ml
3 tetes
44 ml
Coklat pekat
Merah muda
0,85 mg KOH/gr
VI
10 ml
20 ml
3 tetes
41 ml
Coklat pekat
Merah muda
0,79 mg KOH/gr
Foto kegiatan praktikum
Tahap Penyaringan Minyak Jelantah
5.2 Hasil Minyak Jelantah yang telah di saring
Hasil biodiesel yang telah di destilasi reeaktif
Tahap pemisahan biodiesel dengan menggunakan corong pemisah
Tahap pengukuran viskositas
Grafik Perbandingan Suhu dengan Volume Minyak
Suhu (ºC)
Volume Biodiesel (ml)
Grafik Perbandingan Suhu dengan Viskositas
Suhu (ºC)
Viskositas (Cp)