TUGAS TEKNIK TENAGA LISTRIK (TTL)
PEMBANGKITAN ENERGI LISTRIK
DISUSUN OLEH
Abid Alim Mustaqim I0714001
Aji Fauzan H I0714003
Andriawan Jaya P I0714004
Anrico Gideon A I0714005
Aulia Ardan S I0714006
Bima Tri P I0714007
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2015
1. DASAR TEORI PEMBANGKITAN LISTRIK
1.1 Pengertian
Sistem Pembangkitan Tenaga Listrik berfungsi membangkitkan energi listrik melalui berbagai macam pembangkit tenaga listrik.
Pada Pembangkit Tenaga Listrik ini sumber-sumber energi alam dirubah oleh penggerak mula menjadi energi mekanis yang berupa kecepatan atau putaran, selanjutnya energi mekanis tersbut di rubah menjadi energi listrik oleh generator.
1.2 Dasar Teori
1.2.1 Generator
suatu mesin yang mengubah tenaga mekanis menjadi tenaga listrik.
GENERATOREnergi MekanisEnergi ListrikGENERATOREnergi MekanisEnergi Listrik
GENERATOR
Energi Mekanis
Energi Listrik
GENERATOR
Energi Mekanis
Energi Listrik
Tenaga mekanis digunakan untuk memutar kumparan kawat penghantar dalam medan magnet ataupun sebaliknya memutar magnet diantara kumparan kawat penghantar.
Tenaga listrik yang dihasilkan oleh generator tersebut adalah arus searah (DC) atau arus bolak-balik (AC), hal ini tergantung dari susunan atau konstruksi dari generator, serta tergantung dari sistem pengambilan arusnya.
1.2.2 Prinsip Kerja Generator
Teori yang mendasari terbentuknya GGL induksi pada generator ialah Percobaan Faraday.
Percobaan Faraday membuktikan bahwa pada sebuah kumparan akan dibangkitkan GGL Induksi apabila umlah garis gaya yang diliputi oleh kumparan berubah-ubah.
Ada 3 hal pokok terkait dengan GGL Induksi ini, yaitu :
Adanya flux magnet yang dihasilkan oleh kutub-kutub magnet.
Adanya kawat penghantar yang merupakan tempat terbentuknya EMF.
Adanya perubahan flux magnet yang melewati kawat penghantar listrik.
2. JENIS PEMBANGKIT
Sistem Pembangkitan tenaga listrik berdasarkan sumbernya dapat dikategorikan menjadi 2 yakni :
Energi Terbarukan : Mikrohidro, Tenaga Surya, Tenaga Gelombang, Tenaga Angin, Air, dan Biomasa.
Energi Tak Terbarukan : Minyak Bumi
2.1. PLTA(Pembangkit Listrik Tenaga Air)
Sumber energi ini didapatkan dengan memanfaatkan energi potensial dan energi kinetik yang dimiliki air, yang kemudian akan memutar turbin pada generator.
Saat ini, sekitar 20% konsumsi listrik dunia dipenuhi dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Di Indonesia saja terdapat puluhan PLTA, seperti : PLTA Singkarak (Sumatera Barat), PLTA Gajah Mungkur (Jawa Tengah), PLTA Karangkates (Jawa Timur), PLTA Riam Kanan (Kalimantan Selatan), dan PLTA Larona (Sulawesi Selatan), dll.
2.1.1 Kelebihan PLTA
Bendungan yang digunakan biasanya dapat sekaligus digunakan untuk kegiatan lain, Bendungan yang digunakan biasanya dapat sekaligus digunakan untuk kegiatan lain, seperti irigasi atau sebagai cadangan air dan pariwisata.
Bebas emisi karbon yang tentu saja merupakan kontribusi berharga bagi lingkungan.
Tidak menyebabkan polusi gas rumah kaca
Respon pembangkit listrik yang cepat dalam menyesuaikan kebutuhan beban. Sehingga
pembangkit listrik ini sangat cocok digunakan sebagai pembangkit listrik tipe peak untuk kondisi beban puncak maupun saat terjadi gangguan di jaringan.
Kapasitas daya keluaran PLTA relatif besar dibandingkan dengan pembangkit energy terbarukan lainnya dan teknologinya bisa dikuasai dengan baik oleh Indonesia.
PLTA umumnya memiliki umur yang panjang, yaitu 50100 tahun.
2.1.2 Kelemahan PLTA
Mebutuhkan inventasi yang besar
Membutuhkan lahan yang luas untuk membuat pusat listrik yang berkapasitas besar
Memerlukan lapangan yang luas dan terbuka (mengurangi areal pertanian dan bangunan).
2.2 PLTMH(Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro)
PLTMH adalah suatu pembangkit listrik skala kecil yang menggunakann tenaga air sebagai tenaga penggeraknya seperti sungai, saluran irigasi, atau air terjun alam
Seperti pada PLTA, PLTMH ini memanfaatkan energi potensial dan energy kinetic dari air yang mengalir untuk memutar turbin yang terhubung dengan generator
Perbedaan PLTMH dengan PLTA adalah besarnya tenaga listrik yang dihasilkan. PLTA dibawah ukuran 200 KW digolongkan sebagai PLTMH.
2.2.1 Kelebihan PLTMH
Cocok untuk daerah terpencil dan pedesaan dengan aliran sungai yang memadai
Murah
Energi yang terbarukan/ tidak pernah habis
Bersih, ramah lingkungan
Konstruksi sederhana sehingga mudah dioperasikan
Dapat dipadukan dengan program lain seperti irigasi ataupun perikanan
2.2.2 Kelemahan PLTMH
Tenaga listrik yang dihasilkan kecil
Bergantung pada aliran air
2.3 PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya)
Pada prisipnya panel surya Solar Cell mengubah sinar matahari menjadi energi listrik yang kemudia disimpan dalam baterei atau aki untuk digunakan setiap saat. Digunakan secara besarbesaran, untuk lingkungan tertentu atau satu unit rumah atau bangunan.
2.3.1 Kelebihan PLTS
Memanfaatkan sinar matahari tanpa biaya
Praktis dan hemat
Energi yang terbarukan/ tidak pernah habis
Bersih, ramah lingkungan
Umur panel sel surya panjang/ investasi jangka panjang
Praktis, tidak memerlukan perawatan
Sangat cocok untuk daerah tropis seperti Indonesia
2.3.2 Kelemahan PLTS
Ketergantungan oleh sinar matahari, tetapi untuk hal ini diatasi dengan kekuatan penyimpanan aki/baterei
Biaya awal relatif mahal
2.4 PLTB (Pembangkit LIstrik Tenaga Panas Bumi)
PLTP menggunakan siklus uap dan air dalam pembangkitannya. Pada pembangkit listrik ini, bahan panas bumi dipakai membangkitkan panas dan uap pada boiler.
Panas bumi didapat dari kantong uap di perut bumi yang kemudian digunakan untuk memanaskan boiler. Semburan uap dialirkan ke turbin uap penggerak generator. Setelah menggerakkan turbin,
uap akan diembunkan dalam kondensor menjadi air dan disuntikkan kembali ke dalam perut bumi menuju kantong uap.
2.4.1 Kelebihan PLTB
Biaya operasional lebih murah daripada PLTU, karena tidak perlu membeli bahan bakar
2.4.2 Kelemahan PLTB
Memerlukan biaya investasi yang besar terutama untuk biaya eksplorasi dan pengeboran
perut bumi.
2.5 PLTBayu(Pembangkit LIstrik Tenaga Angin)
PLTB memanfaatkan angin untuk memutar turbin angin yang diteruskan untuk memutar rotor pada generator yang kemudian membangkitkan listrik
2.5.1 Kelebihan PLTBayu
Energi yang terbarukan/ tidak pernah habis
Bersih, ramah lingkungan
Berkontribusi dalam ketahanan energi dunia dimasa depan
2.5.2 Kekurangan PLTBayu
Derau suara yang dihasilkan mengganggu
Mempengaruhi ekologi, burung dapat terluka jika terbang/melewati kincir angina
Ketersediaan angin yang tidak konsisten/hanya cocok pada beberapa daerah saja
2.6 PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut)
Secara umum cara kerjanya menggunakan sebuah tabung beton dipasang pada ketinggian tertentu dipantai dan ujungnya dipasang dibawah permukaan air laut. Ketika ada ombak yang datang ke pantai, air dalam tabung beton tersebut mendorong udara dibagian tabung yang terletak didarat. Gerakan yang yang sebaliknya terjadi saat ombak surut. Gerakan urada yang berbolak balik inilah yng digunakan untuk memutar turbin yang dihubungkan dengan generator
2.6.1 Kelebihan PLTG
Tidak butuh bahan bakar
Tidak menghasilkan limbah/ramah lingkungan
Mudah dioperasikan
Biaya perawatan rendah
Menghasilkan energy dalam jumlah yang memadai
Hemat biaya operasional
2.6.2 Kelemahan PLTG
Bergantung pada ombak
Perlu menemukan lokasi yang ideal yang ombaknya kuat dan konsisten
Membutuhkan alat konversi yang handal yang mampu bertahan dengan kondisi laut yang memilikiki tingkat korosi tinggi dan kuat arus laut
2.7 PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap)
PLTU menggunakan siklus uap dan air dalam pembangkitannya. Pada pembangkit listrik ini, bahan bakar minyak, gas alam, atau batubara dipakai membangkitkan panas dan uap pada boiler.
Uap yang dihasilkan digunakan untuk memutar turbin yang dikopel langsung dengan sebuah generator sinkron. Setelah melewati turbin, uap yang bertekanan dan bertemperatur tinggi tadi muncul menjadi uap yang bertemperatur dan bertekanan rendah. Panas yang disadap oleh kondensor menyebabkan uap berubah menjadi air yang kemudian dipompakan kemvali menuju boiler
2.7.1 Kelebihan PLTU
Efisiensi Tinggi.
Cocok untuk memenuhi beban dasar.
Daya yang dihasilkan besar.
Bisa menggunakan segala jenis bahan bakar
Biaya perawatan murah
Usia mesin lebih lama.
2.7.2 Kelemahan PLTU
Proses start lama.
Membutuhkan lahan yang luas.
Membutuhkan air pendingin yang cukup banyak
Investasi awal mahal.
Proses pembangunan lama.
Emisi gas buang tidak ramah lingkungan (biasanya untuk bahan bakar batubara atau residu).
Fondasi berat
2.8 PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel)
PLTD biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik dalam jumlah beban kecil, terutama untuk daerah baru yang terpencil atau untuk listrik pedesaan. Di dalam perkembangannya PLTD dapat juga menggunakan bahan bakar gas (BBG).Mesin diesel ini menggunakan ruang bakar dimana ledakan pada ruang bakar tersebut menggerak piston yang kemudian pada poros engkol dirubah menjadi energi putar. Energi putar ini digunakan untuk memutar generator yang merubahnya menjadi energi listrik.
2.8.1 Kelebihan PLTD
Penggunaan bahan bakar menentukan tingkat efisiensi pembakaran dan prosesnya.
lokasi bisa dimana saja (pantai sampai pegunungan) dengan kapasitas bisa disesuaikan, malahan di desa terpencil dengan pengguna sedikit
2.8.2 Kelemahan PLTD
menggunakan sumber daya alam terbatas/tak terbaharukan/fosil
3. KONDISI PEMBANGKIT DI INDONESIA
3.1 KAPASITAS TERPASANG TENAGA LISTRIK NASIONAL
Sampai dengan akhir tahun 2014 kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik di Indonesia mencapai 53.065,50 MW yang terdiri dari pembangkit PLN sebesar 37.379,53 MW dan Non PLN sebesar 15.685,97 MW dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 50.898,51 MW, maka kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik naik sebesar 2.166,99 MW atau 4,25%.
NASIONAL
PLN
Prosentase kapasitas terpasang per jenis pembangkit sebagai berikut : PLTU 20.451,67 MW (52,10%), PLTGU 8.886,11 MW (22,64%), PLTD 2.798,55 (7,13%), PLTA 3.526,89 MW (8,98%), PLTG 3.012,10 MW (7,67%), PLTP 573 MW (1,46%), PLT Surya dan PLT Bayu 9,20 MW (0,02%). Adapun total kapasitas terpasang nasional termasuk sewa dan IPP adalah 51.620,58 MW
3.2 SARANA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK PLN
Penyediaan tenaga listrik akhir tahun 2014 sebesar 228.554,90 GWh yang terdiri atas produksi tenaga listrik PLN sebesar 175.296,97 GWh dan pembelian sebesar53.257,93 GWh. Dibandingkan dengan tahun 2013, dimana produksi tenaga listrik PLN sebesar 163.965,74 GWh, tahun 2014 produksi listrik PLN naik sebesar11.331,23 GWh atau 6,91%. Sedangkan pembelian tahun 2014 adalah sebesar 53.257,93 GWh, naik sebesar 1.035,14 GWh atau sebesar 1,94%.
NASIONAL
PLN
3.3 Existing dan perencanaan
Data yang ada hingga 2014 menunjukkan total pembangkit yang ada di Indonesia yaitu sebesar 5.507 unit dengan rincian.
Namun dengan produksi 5000 generator, Indonesia hanya mampu membuat 84 % rasio elektrifikasi. Maka dari itu pemerintah mengadakan program pemenuhan kebutuhan listrik 2024 yang mentargetkan 70.000 MW kapasitas pembangkit.
Dalam menyongsong pemenuhan kebutuhan listrik untuk tahun 2024, PLN merencanakan untuk membangun Pembangkit tambahan yang dapat membantu memenuhi kebutuhan listrik. Di pembangkit itu nantinya akan menyesuaikan dengan potensi yang ada dan dimiliki tiap daerah. Tentu saja yang lebih diutamakan adalah pemanfaatan energy terbarukan dengan rincian:
PLTMH, diupayakan dikembangkan terutama oleh swasta atau masyarakat untuk melistriki kebutuhan
setempat dan juga untuk disalurkan ke grid atau sistem kelistrikan PLN;
PLTB, potensi tenaga angin di Indonesia sangat terbatas maka pengembangan PLTB hanya di
daerah yang memiliki potensi tenaga angin;
PLT Biomass, akan dikembangkan terutama di daerah yang banyak tersedia pasokan biomassa.
Energi kelautan, walaupun potensi energi kelautan diduga sangat besar, namun mengingat teknologi
dan keekonomiannya masih belum diketahui, PLN baru akan melakukan uji coba skala
kecil sebagai pilot project untuk penelitian dan pengembangan;
Biofuel: tergantung kepada kesiapan pasar biofuel, PLN siap untuk memanfaatkan biofuel apabila
tersedia;
PLTS: PLN akan mengembangkan program PLTS terutama di wilayah terluar dan yang terisolasi
untuk mempercepat rasio elektrifikasi.
Untuk daerah-daerah terpencil, nantinya akan menggunakan PLTS agar mempercepat rasio penyebaran listrik.
3.3.1 Rencana pengembangan system pembangkit jawa bali
Tambahan kapasitas pembangkit tahun 2015 - 2024 untuk Sistem Jawa Bali adalah 38,5 GW atau penambahan kapasitas rata-rata 3,8 GW per tahun, termasuk PLTM skala kecil tersebar sebanyak 333 MW dan PLT Bayu 50 MW. Dari kapasitas tersebut PLN akan membangun sebanyak 8,6 GW atau 22% dari tambahan kapasitas keseluruhan. Partisipasi swasta direncanakan cukup besar, yaitu 20,0 GW atau 52%, dan proyek unallocated sebesar 10,0 GW atau 26%. PLTU batubara akan mendominasi jenis pembangkit yang akan dibangun, yaitu mencapai 27,0 GW atau 70,1%, disusul oleh PLTGU gas dengan kapasitas 6,8 GW atau 17,7% dan PLTG 0,2 GW atau 0,6%. Sementara untuk energy terbarukan khususnya panas bumi sebesar 1,9 GW atau 4,9%, PLTA sebesar 2,6 GW atau 6,7%, dan pembang kit lainnya 0,05 GW atau 0,1%. Neraca Daya Sistem Jawa - Bali diperlihatkan pada Tabel-7.
Pada Gambar-11 terlihat bahwa batubara akan mendominasi energi primer yang digunakan, yaitu 67,6% dari seluruh produksi pada tahun 2024, disusul oleh gas alam (termasuk LNG) sebesar 20,9%, panas bumi 7,9%, PLTA 2,8% dan BBM dalam jumlah yang sangat kecil (0,8%). Peranan BBM yang pada tahun 2015 masih sekitar 3,4% akan menurun dan menjadi sangat kecil pada tahun 2024. Penurunan ini dapat diwujudkan apabila bahan bakar tersedia dalam jumlah seperti yang direncanakan dan hal ini harus diusahakan secara maksimal dalam rangka menekan biaya pokok produksi.Kontribusi gas alam akan menurun dari 21,0% pada 2015 menjadi 12,2% pada 2024 karena diperkirakan tidak ada tambahan pasokan gas lapangan yang pasti. Sedangkan peran LNG meningkat dari sekitar 5% menjadi 8,7% tahun 2024. Pembangkit berbahan bakar LNG akan difungsikan mengoperasikan pembangkit beban puncak dan pembangkit 'must run'. Kontribusi panas bumi yang pada tahun 2015 hanya 4,9% akan naik menjadi 7,9% pada tahun 2024. Pasokan gas berdasarkan kontrak saat ini diperlihatkan pada Tabel-8. Dari Tabel-8 terlihat bahwa pasokan gas untuk 10 tahun ke depan cenderung menurun, terutama untuk Priok, Muara Karang, Muara Tawar, Gresik dan Grati. Sedangkan untuk Tambak Lorok dan Pesanggaran (Bali) yang selama ini menggunakan BBM, diharapkan dapat memperoleh pasokan gas dari beberapa sumber baru.
3.3.2 Rencana pengembangan system pembangkit sumatera
Untuk rencana pembangunan di sumatera direncanakan penambahan sebesar 2.627 mw sampai tahun 2024
Komposisi produksi listrik per jenis energi primer di Sumatera diproyeksikan pada tahun 2024 akan
menjadi 54,9% batubara, 13,6% gas alam (termasuk LNG), 14,4% tenaga air, 1,2% minyak dan
15,9% panas bumi seperti diperlihatkan pada Gambar-13.
Dominasi pembangkit batubara di Sistem Sumatera akan sangat terlihat terutama setelah tahun
2019, atau dengan beroperasinya PLTU Riau Kemitraan (2x600 MW), dan PLTU Jambi (2x600 MW).
Bahkan pada kondisi tertentu PLTU Sumsel 8, 9, dan 10 (3.000 MW) yang dialokasikan untuk mentransfer
daya ke Sistem Jawa - Bali, dapat pula dikondisikan memasok Sistem Sumatera. Dengan
dominasi pembangkit-pembangkit batubara di Sistem Sumatera, maka BPP di Sistem Sumatera akan
menjadi sangat ekonomis. Dari Gambar-13 juga terlihat bahwa terjadi penurunan konsumsi Gas
terutama pada tahun 2018 sampai 2020. Kondisi ini terjadi dengan berakhirnya kontrak sewa pembangkit
gas di Sumatera, dan tidak dilakukan lagi perpanjangan kontrak.
3.3.3 Rencana pengembangan system pembangkit Kalimantan barat
Dalam perencanaannya daya tambahan yang akan di hasilkan adalah sebesar 200 mw
Produksi energi per jenis energi primer di sistem Kalimantan Barat diberikan pada Gambar-14. Peranan masing-masing energi primer tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: pada tahun 2015 belum ada pembangkit berbahan bakar non-BBM yang beroperasi, maka produksi pembangkit dengan BBM pada sistem interkoneksi akan mencapai 1.586 GWh. Sejalan dengan rencana pengoperasian PLTU batubara dan impor listrik dari Sarawak, maka penggunaan BBM pada sistem kelistrikan Kalbar akan jauh berkurang. Penggunaan sumber energi air akan mulai berkontribusi pada tahun 2022 setelah PLTA Nanga Pinoh 98 MW beroperasi.
3.3.4 Rencana pengembangan system pembangkit Kalsemtingra
Pada periode 2015 - 2024 direncanakan penambahan kapasitas pembangkit baru baik milik PLN
maupun IPP sebesar 3.409 MW, termasuk yang sudah dalam tahap proses pengadaan dan yang sedang
konstruksi. Porsi paling besar adalah PLTU batubara, yaitu 2.459 MW kemudian disusul PLTG/
MG/GU 830 MW dan PLTA 120 MW. Rencana pengembangan pembangkit di sistem Kalseltengtimra
diperlihatkan pada Tabel-13.
Peranan BBM di Sistem Kalseltengtimra pada tahun 2015 diperkirakan masih tinggi, yaitu sekitar 1.696 GWh (26%). Mulai tahun 2018 peran BBM akan berkurang dan digantikan dengan gas alam dan batubara, seiring dengan dibangunnya PLTG/MG/GU peaker dengan bahan bakar gas/LNG serta PLTU batubara. Peran PLTU makin besar dari 4.158 GWh (63%) pada tahun 2015 menjadi 13.322 GWh (79%) pada tahun 2024. Produksi dari tenaga air juga meningkat dari 106 GWh pada tahun 2015 menjadi 470 GWh pada tahun 2024.
3.3.5 Rencana pengembangan system pembangkit Sulawesi utara
Tambahan kapasitas pembangkit baru yang direncanakan selama periode 2015-2024 adalah 1.226
MW, terdiri dari PLTU 714 MW, PLTP 120 MW, PLTG/MG/GU Peaker lengkap dengan gas storage 350
MW dan PLTA 42 MW.
Proyeksi produksi energi di Sistem Sulbagut dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2024 terlihat pada Gambar-17. Peranan BBM di Sistem Sulbagut pada tahun 2015 diperkirakan masih tinggi, yaitu sekitar 911 GWh (43%). Mulai tahun 2017 peran BBM direncanakan akan berkurang dan digantikan dengan gas alam sehubungan masuknya PLTG/MG/GU peaker dengan bahan bakar gas dan LNG serta beroperasinya PLTU batubara. Peran PLTU makin besar dari 458 GWh (22%) pada tahun 2015 menjadi 3.600 GWh (62%) pada tahun 2024. Peran batubara akan melampaui PLTP mulai tahun 2019 setelah sebagian proyek PLTU beroperasi. Peranan energi panas bumi akan meningkat setelah PLTP Lahendong V dan VI beroperasi, dari 521GWh (25%) tahun 2015 menjadi 1.030 GWh (18%) pada tahun 2024. Kebutuhan BBM akan terus menurun dari 239 ribu kiloliter pada tahun 2015 menjadi nol pada tahun 2019 setelah pembangkit non BBM beroperasi penuh
3.3.6 Rencana pengembangan system pembangkit Sulawesi Selatan
Sistem Sulbagsel telah direncanakan proyek-proyek pembangkit non-BBM dengan kapasitas total 4.550 MW. Proyek tersebut terdiri dari PLTU 1.240 MW, PLTG/GU/ MG 1.120 MW dan PLTP 60 MW.
Selain itu, dalam rangka mengoptimalkan potensi hidro yang sangat besar dan tersebar di Provinsi Sulsel, Sulbar, Sulteng dan Sultra, direncanakan akan dibangun bebera proyek PLTA oleh PLN dan oleh pengembang swasta sebagai proyek IPP dengan kapasitas total sekitar 2.130 MW.
Proyeksi produksi energi di Sistem Sulbagsel periode tahun 2015 – 2024 sebagaimana terlihat pada Gambar-19. Peran BBM pada tahun 2015 diperkirakan masih cukup besar 1.085 GWh (15%), namun mulai tahun 2019 peran BBM akan habis digantikan oleh gas alam berupa LNG sehubungan masuknya PLTGU Makassar Peaker dan PLTGU Sulsel Peaker serta beroperasinya beberapa PLTU batubara. Peranan pembangkit gas pipa secara nominal naik, tetapi secara persentase menurun, yaitu dari 2.009 GWh (27%) pada tahun 2015 menjadi 4.114 GWh (18%) pada tahun 2024. Hal ini karena adanya penambahan kapasitas pembangkit gas oleh swasta dan pembangkit peaker dengan bahan bakar LNG. Peranan pembangkit batubara akan menjadi dominan, yaitu dari prakiraan 2.452 GWh (33%) pada tahun 2015 akan naik menjadi 9.320 GWh (41%) pada tahun 2024. Peranan pembangkit hidro semakin meningkat dari 1.982 GWh (26%) tahun 2015 naik menjadi 8.650 GWh (38%) pada tahun 2024 dengan masuknya beberapa proyek PLTA yaitu Bonto Batu, Malea, Karama, Bakaru II, Poko, Poso 1, Kalaena 1, Salu Uro, Seko, Buttu Batu, Masupu, Paleleng, Tabulahan, Lasolo, Konawe dan Watunohu. Kebutuhan BBM di Sistem Sulbagsel cenderung terus menurun, dari 280 ribu kiloliter pada tahun 2015 direncanakan akan habis pada tahun 2019 setelah pembangkit non BBM beroperasi penuh. Penggunaan batu bara terus meningkat dari 1,8 juta ton pada tahun 2015 menjadi 7,0 juta ton pada tahun 2024 atau naik sekitar 4 kali lipat. Volume pemakaian gas alam termasuk LNG juga terus meningkat dari 20 bcf pada tahun 2015 menjadi 38 bcf pada tahun 2024. Panas bumi akan mulai berkontribusi pada tahun 2024 sebesar 421 GWh.
3.3.7 Rencana pengembangan system pembangkit Lombok
Untuk memenuhi kebutuhan listrik jangka panjang 2015 - 2024, di Sistem Lombok telah direncanakan proyek-proyek pembangkit non-BBM dengan kapasitas total 685 MW. Proyek tersebut terdiri dari PLTM 5 MW, PLTU 450 MW, PLTGU 210 MW dan PLTP 20 MW. Tabel-16 memperlihatkan rencana pengembangan pembangkit di Sistem Lombok
Proyeksi produksi energi di Sistem Lombok periode 2015 – 2024 terlihat pada Gambar-21. Peran BBM pada tahun 2015 diperkirakan masih cukup besar 852 GWh (70%), namun mulai tahun 2018 peran BBM akan habis digantikan oleh gas alam berupa CNG sehubungan masuknya PLTGU Lombok Peaker dan beroperasinya PLTU batubara. Peran pembangkit gas secara nominal naik, tetapi secara persentase menurun, yaitu dari 329 GWh (23%) pada tahun 2015 menjadi 386 GWh (15%) pada tahun 2024. Hal ini karena adanya penambahan kapasitas pembangkit gas PLTG/MG/GU Lombok Peaker 2. Peranan pembangkit batubara akan menjadi dominan, yaitu dari prakiraan 315 GWh (26%) pada tahun 2015 akan naik menjadi 2.213 GWh (80%) pada tahun 2024. Pembangkit hidro meningkat dari 36 GWh (3%) tahun 2015 naik menjadi 40 GWh (1%) pada tahun 2024 dengan masuknya beberapa proyek PLTM tersebar di Sistem Lombok. Panas bumi akan mulai digunakan di Sistem Lombok pada tahun 2021 sebesar 139 GWh.
3.4 Potensi Energi Terbarukan di Indonesia
Melihat kondisi dan lokasi geografis Indonesia, maka banyak potensi pemanfaatan energy terbarukan yang bisa dilakukan. Diantaranya
Energy Geotermal/panas bumi
Energi panas bumi adalah sumber energy terbarukan dengan memanfaatkan energy dari panas di dalam bumi untuk menghasilkan listrik. Energi panas bumi diyakini cukup ekonomis, berlimpah, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Namun pemanfaatannya masih terkendala pada teknologi eksploitasi yang hanya dapat menjangkau di sekitar lempeng tektonik, tetapi melihat kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak gunung aktif, energi panas bumi adalah salah satu sumber energi yang sangat besar untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang dimiliki Indonesia antara lain: PLTP Sibayak di Sumatera Utara, PLTP Salak (Jawa Barat), PLTP Dieng (Jawa Tengah), dan PLTP Lahendong (Sulawesi Utara). Keuntungan Tenaga Panas Bumi, hampir tidak menimpulkan polusi atau emisi gas rumah kaca. Tenaga ini juga tidak berisik dan dapat diandalkan. Pembangkit listik tenaga geothermal menghasilkan listrik sekitar 90%, dibandingkan 65-75 persen pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Sayangnya, walaupun di Indonesia memiliki cadangan panas bumi melimpah hingga 40 % cadangan panas bumi dunia, sumber energi terbarukan yang telah terbukti bersih ini tidak dimanfaatkan secara besar-besaran.
Air
Air menghasilkan listrik dari arus kuat yang bisa memutar turbin untuk bisa menghasilkan listrik. Jika melihat di daerah Indonesia banyak sungai sungai yang bisa dimanfaatkan untuk PLTA, maka seharusnya sungai ini bisa mengkover kebutuhan listrik paling tidak untuk lingkup yang kecil.
Matahari
Cahaya dari matahari dapat dijadikan energy listrik dengan menggunakan panel surya. Indonesia adalah negara tropis dengan tingkat intensitas penyinaran matahari penuh. Maka penggunakaan PLTS sangat cocok bagi indonesia
Gelombang Laut
Indonesia adalah negara kepulauan dengan kebanyakan lingkungannya adalah laut. Bentuk kepulauan ini cocok untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit. Banyak selat di kelautan kita yang cocok untuk dipasangi pembangkit ini.
4. HAL HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PEMBANGKITAN
1. Perkiraan beban (load forecast)
Metode perkiraan beban adalah suatu cara yang digunakan untuk mengukur atau memperkirakan kejadian dimasa yang akan datang. perkiraan dapat dilakukan secara kualitatif maupun secara kuantitatif. perkiraan dengan metode kualitatif adalah perkiraan yang didasarkan pada pendapat dari yang melakukan perkiraan. sedangkan perkiraan kuantitatif adalah perkiraan yang menggunakan metode statistik. berkaitan dengan hal tersebut maka dalam perkiraan dikenal istilah prediksi dan perkiraan.
Perkiraaan ini dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Jangka panjang untuk range lebih dari 1 tahun. Jangka menengah unutk range 1 bulan samapi 1 tahun. Jangka pendek untuk range 1 jam sampai 1 minggu. Dengan kita mengerti hal ini akhirnya akan memberikan kita data mengenai penggunaan listrik untuk tiap waktu. Data ini sangat berharga untuk mengurusi penjadwalan dalam pembangkitan.
Jadwal ini dipakai untuk menentukan berapa listrik yang harus kita pasok untuk saat itu. Karena jika kita terus memasok kebutuhan listrik untuk waktu beban puncak, maka kita akan merugi. Maka dari itu perlu penjadwalan bagi kita untuk pengaturan pasokan listrik yang harus kita pasok di suatu waktu.
2. Perencanaan pengembangan (generation planning)
Harus dilakukan perencanaan pengembangan kapasitas, biaya poduksi, dan memperhitungkan investasi dan pendapatan atau hasilnya. Dalam pengembangan system pembangkitan, kita harus pandai pandai melihat potensi yang ada untuk diolah.
3. Perencanaan penyaluran (transmission planning)
Diantarannya adalah memperhatikan pengembangan tansmisi dari tahun ke tahun, system transmisi, biaya pembebasan lahan yang dilalui transmisi, system interkoneksi, rangkaian instalasi transmisi, biaya konstruksi transmisi, sistem transmisi, dan lain-lain.
4. Perencanaan distribusi (distribution planning)
Memperhatikan rencana supply utama pada bulk station, besar tegangan subtransmisi, sistem jaringan subtransmisi, dan lain-lain.
5. Perencanaan pengoperasian (operation planning)
Merencanakan sistem pengoperasian, merencanakan program computer, load flow program, dan lainnya agar pengoperasian dapat efektif dan efisien.
6. Supply bahan bakar (fuel supply planning) atau sumber tenaga primer/bahan baku)
Merencanakan kebutuhan bahan baiak atau sumber energi primer, ketersediaan bahan bakar, sistem pengiriman, dan lain-lain.
7. Perencanaan lingkungan (environment planning) atau perencanaan kondisi lingkungan.
Memperhatikan lingkungan sekitar, bentuk plant, lokasi, dan desain pengolahan limbah, dan lain-lain.
8. Riset dan pengembangan (research & development planning/R&Dplanning)
Riset dan pengembangan terkait pengembangan sistem pembangkit, meliputi biaya, karakteristik, dan kelayakan alternatif sumber energi dan pengembangan teknologi, dan lain-lain.
9. Perencanaan lokasi dari stasiun pembangkit
Dalam membuat suatu pembangkit listrik, perlu pemilihan tempat yang tepat. Kita harus mempertimbangkan faktor untuk membuat pembangkit di didaerah yang dekat dengan lokasi sumber energy agar lebih mudah dan cepat barang yang akan dikirimkan. Dan juga daerah yang dekat dengan penduduk yang banyak, sehingga lebih mudah untuk mentrasmisikannya.
5. KESIMPULAN
Dari tulisan ini dapat diambil kesimpulan
Dalam penanganan efisiensi energy listrik bisa dilakukan dengan salah satunya yaitu membuat jadwal pemasokan energy listrik yang tepat untuk setiap waktu. Dengan itu nantinya tidak akan ada daya yang terbuang sia sia .
Dalam mengatasi peningkatan kebutuhan energy yang terus meningkat, perlu adanya pembuatan pembangkit-pembangkit baru yang bisa mensupply kebutuhan listrik. Tiap daerah harus bisa mencukupi listrik di daerahnya masing masing.
Kita harus bisa memanfaatkan potensi yang ada dari tiap wilayah di Indonesia untuk dijadikan pembangkit listrik. Yang dimaksud potensi disini adalah potensi untuk dijadikan sebuah pembangkit listrik dengan tenaga alternative.
Kita juga harus mempunyai teknologi yang tinggi untuk bisa memanfaatkan energy alternative dengan lebih baik.
Menggunakan Operasi Ekonomis. Operasi ekonomis ialah proses pembagian atau penjatahan beban total kepada masing – masing unit pembangkit, seluruh unit pembangkit dikontrol terus – menerus dalam interval waktu tertentu sehingga dicapai pengoperasian yang optimal, dengan demikian pembangkit tenaga listrik dapat dilakukan dengan cara paling ekonomis. Pertimbangan yang diambil untuk mencapai operasi ekonomis pada sistem tenaga dapat dibagi atas dua bagian, yaitu:
1. Economic Dispatch yaitu pengaturan sistem pembangkit
yang berkomitmen dalam melayani beban untuk meminimalisasi rugi – rugi saluran dan total biaya produksi.
2. Unit commitment yaitu menentukan jadwal (schedule)
on/off pembangkit untuk dapat memenuhi kebutuhan beban. Agar suatu sistem tenaga dapat eroperasi secara ekonomis maka pertimbangan Economic Dispatch dan Unit Commitment harus secara simultan dipertimbangkan Gabungan perhitungan kedua pertimbangan ini menjadikan suatu permasalahan yang kompleks yang melibatkan dimensi yang besar. Untuk mendapatkan solusi operasi ekonomis sistem tenaga maka diperlukan perhitungan terhadap fungsi – fungsi yang menjadi bagiannya yaitu fungsi biaya bahan bakar (Fuel Cost Function), dan fungsi kenaikan biaya produksi (Incremantal Production Cost). Konfigurasi pembebanan atau penjadwalan pembangkit yang berbeda dapat memberikan biaya operasi pembangkit yang berbeda pula, tergantung dari karakteristik masing – masing unit pembangkit yang dioperasikan.
Ada beberapa metode dalam penjadwalan pembangkit dalam usaha menekan biaya operasi, yakni:
1. Berdasarkan Umur Pembangkit
2. Berdasarkan Rating (Daya Guna) Pembangkit
3. Berdasarkan Kriteria Peningkatan Biaya Produksi Yang sama (Equal Incremental Cost)