Bab I Pendahuluan 1.1 Pengertian Gadai dan Pegadaian 1. Makna gadai secara etimologi / bahasa adalah “tertahan” sebagai mana dalam satu ayat al-Qur’an , “Tiap-tiap jiwa tertahan (untuk mempertanggungjawabkan) atas apa yang telah diperbuatnya (QS. Al-Muddatstsir [74]: 38) Atau bermakna “diam tidak bergerak”, sebagaimana dikatakan para ahli fiqh: “Haram bagai seseorang kencing di air yang rahin, yaitu air yang tidak bergerak” Makna gadai menurut istilah ahli fiqh adalah “barang yang dijadikan sebagai jaminan hutang apabila tidak dapat melunasinya”. (Lihat Fathul Bari 5/173, al-Mughni 6/443, Aunul Ma;bud 9-10 / 319). 2. Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur (si berutang), atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditor itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada krediturkreditur lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biayabiaya mana harus didahulukan.1 3. Perusahaan Umum Pegadaian Perusahaan umum pegadaian adalah satu-satunya badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai seperti yang dimaksud dalam kitab UndangUndang Hukum Perdata pasal 1150 di atas. 4. Pegadaian adalah sebuah BUMN di Indonesia yang usaha intinya adalah bidang jasa penyaluran kredit kepada masyarakat atas dasar hukum gadai. Jajaran direksi Pegadaian saat ini adalah Direktur Utama Chandra Purnama, Direktur Keuangan Budiyanto, Direktur Pengembangan Usaha Wasis Djuhar, Direktur Operasi Moch. Edy Prayitno, dan Direktur Umum dan SDM Sumanto Hadi. 1.2 Tentang Pegadaian Di Indonesia Kegiatan pinjam meminjam berupa uang telah lama beredar dan dikenal oleh masyarakat Indonesia. Sebelum lembaga Pegadaian dikenal kebanyakan masyarakat yang memerlukan pinjaman uang mendatangi lintah darat/rentenir dengan memberikan jaminan yang mereka miliki serta membayar bunga melampaui batas kewajaran dan mencekik leher. Sehingga tujuan mereka yang utama untuk mengatasi masalah keuangan yang sedang 1
Sumber hukum Pasal 1150 s.d. Pasal 1160 Kitab undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
1
dihadapi telah meniadi masalah baru karena disamping membayar uang pokok pinjaman mereka diwajibkan membayar bunga uang yang sangat tinggi. Dalam mengatasi masalah peminjaman uang ini maka pemerintah membentuk lembaga keuangan perbankan. Sejarah pegadaian penuh warna. Berawal dari Bank Van Leening yang didirikan VOC pada tanggal 20 Agustus 1746 di Batavia. Voc dibubarkan bersama Bank Van Leening, kemudian
dibentuk
pegadaian
yang
dikelola
swasta.
Karena
aktivitasnya
malah
menyusahkan rakyat maka pegadaian diambil alih kembali sebagai monopoli pemerintah untuk membantu kehidupan buruh tani dan nelayan kecil. Lalu berdasarkan Staatblad 1901 No. 131 tanggal 12 Maret 1901, didirikan pegadaian milik pemerintah yang pertama di Sukabumi. Dalam perjalanannya, pegadaian beberapa kali mengalami perubahan bentuk. Dengan Staatblad 1930 No. 266, lembaga ini berubah menjadi jawatan pegadaian berstatus lembaga resmi pemerintah. Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 178 tahun 1961, bentuk lembaga diubah lagi menjadi Perusahaan Jawatan ( Perjan ) Pegadaian melalui Peraturan Pemerintah No. 7 tanggal 11 Maret 1969. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1990, Perjan Pegadaian diubah menjadi perusahaan umum Pegadaian, dengan status PERUM Pegadaian diharapkan mampu megelola usahanya secara profesional, berwawasan bisnis oriental tanpa meninggalkan misinya yaitu pertama turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan dan kebijaksanaan dan program pemeritah dibidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai, kedua mencegah timbulnya praktek ijon, pegadaian gelap, riba dan pinjaman tidak wajar lainnya. Tujuan Perum Pegadaian kembali dipertegas dalam Peraturan Pemerintah RI No. 103 Tahun 2001. Yakni, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama golongan menengah kebawah, melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai. Juga menjadi penyedia jasa di bidang keuangan lainnya, berdasarkan ketentuan perundang – undangan yang berlaku, serta menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktek riba dan pinjaman tidak wajar lainnya. 1.3 Bentuk Hukum Pegadaian Perjanjian gadai itu dibenarkan oleh Islam, berdasarkan Al-Qur’an dalam surat AlBaqarah ayat 283, Artinya : “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh penggadai). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Dan ijma ulama atas hukum pegadaian ialah mubah (boleh) perjanjian gadai. Perjanjian mereka sedikit berbeda pendapat tentang : “apakah gadai itu hanya dibolehkan dalam keadaan berpergian saja, atau bisa dilakukan 2
dimana saja dan kapan saja?” madzhab Dzahiri, Mujahid dan Al-Dhahak hanya boleh gadai pada berpergian saja, berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 283 diatas, sedangkan jumhur (kebanyakan ulama) membolehkan gadai pada waktu berpergian dan juga berada ditempat tinggalnya. Berdasarkan praktek Nabi sendiri yang melakukan gadai pada waktu nabi berada di Madinah, sedangkan ayat yang mengaitkan gadai dengan berpergian itu tidak dimaksudkan sebagai syarat sahnya gadai, melainkan hanya menunjukkan bahwa gadai itu pada umumnya dilakukan pada waktu sedang berpergian (pada waktu itu) Pegadaian sebagai BUMN berbentuk Perusahaan Umum (PERUM) mempunyai kedudukan strategis dalam membangun perekonomian masyarakat kecil/menengah, yaitu membantu Pemerintah meningkatkan kesejahteraan masyarakat kecil/menengah melalui jasa penyaluran kredit atas dasar hukum gadai dan usaha lain yang menguntungkan (pasal 7 P.P.103/2000) hal ini sebagai pelaksanaan dari ketentuan pasal 36 U.U.No.19/2003 tentang BUMN bahwa maksud dan tujuan PERUM adalah "Menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan jasa barangdan/atau jasa yang berkuallitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat" . Tertera juga seperti pada penjelasan di atas PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 178 TAHUN 1961 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN NEGARA PEGADAIAN2 1.4 Pegadaian Syariah Terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP103/2000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Alloh SWT dan setelah melalui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha syariah. Konsep operasi Pegadaian syariah mengacu pada sistem administrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah/ Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan 2
Lihat Materi Tentang Pegadaian di Indonesia
3
Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian Syariah pertama kali berdiri di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah ( ULGS) Cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003. Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta di tahun yang sama hingga September 2003. Masih di tahun yang sama pula, 4 Kantor Cabang Pegadaian di Aceh dikonversi menjadi Pegadaian Syariah. Sebagaimana halnya instritusi yang berlabel syariah, maka landasan konsep pegadaian Syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadist Nabi SAW. Adapun landasan konsep yang dipakai adalah : 1. Quran Surat Al Baqarah 283 : “ Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para
saksi)
menyembunyikan
persaksian.
Dan
barangsiapa
yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” 2. Hadist : Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda : Rasulullah membeli makanan dari seorang yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi. HR Bukhari dan Muslim 3. Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda : Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung risikonya. HR Asy’Syafii, al Daraquthni dan Ibnu Majah 4. Nabi Bersabda : Tunggangan ( kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan bintanag ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan. HR Jamaah, kecuali Muslim dan An Nasai 5. Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah bersabda : Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki ( oleh yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya ( menjaga)nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya. HR Jemaah kecuali Muslim dan NasaiBukhar 4
Bab II Pembahasan 2.1 Tujuan Pegadaian : •
Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan
program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran pinjaman uang pinjaman atas dasar hukum gadai. •
Pencegahan praktek ijon, pegadaian gelap, riba dan pinjaman tidak wajar
lainnya. 2.2 Manfaat Pegadaian : •
Bagi Nasabah Prosedur yang relatif lebih sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat terutama apabila dibandingkan dengan kredit perbankan. Disamping itu, mengingat jasa-jasa yang ditawarkan perum pegadaian maka manfat lain yang dapat diperoleh nasabah adalah: -
Penaksiran nilai suatu barang bergerak dari suatu institusi yang telah
berpengalaman dan dapat dipercaya. -
Penitipan suatun barang bergerak pada tempat yang aman dan dapat
dipercaya. •
Bagi Perum Pegadaian -
Penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh
peminjam dana. -
Penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh
nasabah yang memperoleh jasa tertentu dari perum pegadaian -
Pelaksanaan misi perum pegadaian sebagai suatu badan usaha milik
negara yang bergerak dalam bidang pembiayaan berupa pemberian bantuan kepada masyarakat yang memerlukan dana dengan prosedur dan cara yang relatif sederhana. 2.3 Kegiatan Usaha •
Penghimpunan dana -
Pinjaman jangka pendek dari perbankan
-
Pinjaman jangka pendek dari pihak lainnya (utang kepada rekanan,
utang kepada nasabah, utang pajak, dan biaya yang masih harus dibayar, pendapatan diterima di muka, dll) -
Penerbitan obligasi. 5
Perum pegadaian sudah 2 kali menerbitkan obligasi, yang jangka waktunya masingmasing 5 tahun. Tahun 1993 → rp. 25 milyar, tahun 1994 → rp. 25 milyar. -
Modal sendiri
Modal awal → kekayaan negara di luar apbn sebesar rp. 205 milyar Penyertaan modal pemerintah Laba ditahan. •
Penggunaan dana -
Uang kas dan dana likuid lain
→ untuk kewajiban yang jatuh tempo, penyaluran dana, biaya operasional, pembayaran pajak. -
Pembelian dan pengadaan berbagai macam bentuk aktiva tetap dan
inventaris → Tanah, bangunan, kendaraan, meubel. Dll -
Pendanaan kegiatan operasional
→ Gaji pegawai, honor, perawatan peralatan. -
Penyaluran dana
→ Lebih dari 50 % dana yang dihimpun oleh perum pegadaian tertanam dalam aktiva ini, karena ini merupakan kegiatan utama untuk memperoleh pendapatan, disamping sumber-sumber lainnya ( surat berharga dan lelang) -
Investasi lain.
Kelebihan dana (idle fund) ini dapat digunakan untuk investasi jangka pendek dan jangka menengah. Ex: investasi di bidang properti 2.4 Produk dan Jasa Perum Pegadaian a. Pemberian Pinjaman Atas Dasar Hukum Gadai Yaitu mengsyaratkan pemberian pinjaman atas dasar penyerahan barang bergerak oleh penerima pinjaman. Sehingga nilai pinjaman yang diberikan dipengaruhi oleh nilai barang bergerak yang akan digadaikan. Prosedur Pemberian Dan Pelunasan Pinjaman Pengajuan pinjaman/kredit -
Calon nasabah datang langsung ke loket penaksir dan menyerahkan
barang yang akan dijaminkan dengan menunjukkan KTP atau surat kuasa apabila pemilik barang tidak bisa datang sendiri. -
Barang jaminan tersebut diteliti kualitasnya untuk menaksir dan
menetapkan harganya, dan dapat ditentukan besarnya pinjaman yang dapat diterima nasabah. 6
Barang yang dapat digadaikan: perhiasan, kendaraan, barang elektronik, barang rumah tangga, mesin-mesin, tekstil, barang-barang yang dianggap bernilai oleh perum pegadaian. Selanjutnya, pembayaran uang pinjaman dilakukan oleh kasir tanpa
-
ada potongan biaya apapun kecuali potongan premi asuransi.
PETUGAS PENAKSIR
Barang Jaminan
NASABAH Pelunasan Pinjaman -
Penetapan uang Pinjaman: 84 % - 89 % x Nilai Taksir
Uang Pinjaman Uang pinjaman dapat dilunasi setiap saat tanpa harus menunggu
selesainya jangka waktu -
KASIR
Nasabah membayar kembali pinjaman + sewa modal (bunga)
langsung kepada kasir disertai bukti surat gadai -
Barang dikeluarkan oleh petugas penyimpanan barang jaminan.
-
Barang yang digadaikan dikembalikan kepada nasabah.
b. Penaksiran Nilai Barang Barang-barang yang akan ditaksir pada dasarnya meliputi semua barang semua barang bergerak yang bisa digadaikan , terutama emas, berlian, dan intan. Atas jasa pegadaian ini perum pegadaian memperoleh penerimaan dari pemilik barang berupa ongkos penaksiran. c. Penitipan Barang Perum pegadaian dapat melakukan jasa tersenut karena perum pegadaian mempunyai tempat yang memadai. Masyarakat biasanya menitipkan barang di pegadaian pada dasarnya karena alasan keamanan penyimpanan, terutama bagi masyarakat yang akan meninggalkan rumahnya untuk jangka waktu yang lama. Nasabah dikenakan ongkos penitipan. d. Jasa lain Perum pegadaian dapat juga menawarkan jasa-jasa lain seperti kredit pada pegawai, tempat penjualan emas, dll. 2.5 Pelelangan Pelelangan dilakukan apabila terjadi hal-hal berikut: a. Pada saat masa pinjaman habis atau jatuh tempo, nasabah tidak bisa menebus barang yang digadaikan dan membayar kewajiban lainnya karena berbagai alasan. b. Pada saat masa pinjaman habis atau jatuh tempo, nasabah tidak memperpanjang batas waktu pinjamannya karena berbagai alasan. 7
Hasil pelelangan akan digunakan untuk melunasi seluruh kewajiban nasabah kepada perum pegadaian yang terdiri dari: •
Pokok pinjaman
•
Sewa modal atau bunga
•
Biaya lelang
Tidak Laku/lebih rendah dari taksiran→ dibeli pemerintah, kerugian ditanggung perum pegadaian. 2.6 Lain-lain Tentang Sistem Pegadaian Di Indonesia Unsur-unsur : 1. gadai diberikan hanya atas benda bergerak; 2. jaminan gadai harus dikeluarkan dari penguasaan Pemberi Gadai (Debitor), adanya penyerahan benda gadai secara fisik (lavering); 3. gadai memberikan hak kepada kreditor untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas piutang kreditur (droit de preference); 4. gadai memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mengambil sendiri pelunasan secara mendahului. Sifat : 1. Gadai merupakan perjanjian yang bersifat assesoir (tambahan) terhadap perikatan pokok, yang tanpa adanya keberadaan dari utang pokok, maka hak atas benda yang digadaikan tidak pernah ada. Gadai diberikan setelah adanya perjanjian pokok; 2. Bersifat memaksa, berkaitan dengan adanya penyerahan secara fisik benda gadai dari Debitur/Pemberi Gadai kepada Kreditur/Penerima Gadai; 3. Dapat beralih atau dipindahkan, benda gadai dapat dialihkan atau dipindahkan oleh Penerima Gadai kepada Kreditur lain namun dengan persetujuan dari Pemberi Gadai; 4. Bersifat individualiteit, sesuai Pasal 1160 KUH Perdata, bahwa benda gadai melekat secara utuh pada utangnya meskipun karena meninggalnya debitur atau kreditur diwariskan secara terbagi-bagi, namun hak gadai atas benda yang digadaikan tidak dapat hapus dengan begitu saja hingga seluruh utang telah dilunasi; 5. Bersifat menyeluruh (totaliteit), berarti hak kebendaan atas gadai mengikuti segala ikutannya yang melekat dan menjadi satu kesatuan dengan benda terhadap mana hak kebendaan diberikan; 6. Tidak dapat dipisah-pisahkan (Onsplitsbaarheid), berarti pemberian gadai hanya dapat diberikan untuk keseluruhan benda yang dijadikan jaminan dan tidak mungkin hanya sebagian saja; 8
7. Mengikuti bendanya (Droit de suite), pemegang hak gadai dilindungi hak kebendaannya, ke tangan siapapun kebendaan yang dimiliki dengan hak kebendaan tersebut beralih, pemilik berhak untuk menuntut kembali dengan atau tanpa disertai ganti rugi; 8. Bersifat mendahulu (droit de preference), bahwa Penerima Gadai mempunyai hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda gadai; 9. Sebagai Jura in re Aliena (yang terbatas), gadai hanya semata-mata ditujukan bagi pelunasan utang. Gadai tidaklah memberikan hak kepada Pemegang Gadai/Penerima Gadai untuk memanfaatkan benda yang digadaikan, terlebih lagi mengalihkan atau memindahkan penguasaan atas benda yang digadaikan tanpa izin dari Pemberi Gadai. Subyek : 1. Dari segi individu (person), yang menjadi subyek gadai adalah setiap orang sebagaimana dimaksud Pasal 1329 KUH Perdata; 2. Para Pihak, yang menjadi subyek gadai adalah : •
a.Pemberi Gadai atau Debitur;
•
b.Penerima Gadai atau Kreditur;
•
c.Pihak Ketiga yaitu orang yang disetujui oleh Pemberi Gadai dan Penerima Gadai untuk memegang benda gadai sehingga disebut Pemegang Gadai.
Objek : Benda bergerak baik bertubuh maupun tidak bertubuh. Barang Yang Boleh Digadaikan. 1. Emas. Emas tersebut ditaksirkan berdasarkan karatase emas tersebut. 2. Barang elektronik. Barang elektronik ditaksir berdasarkan kualitas barang elektronik tersebut. 3. Kendaraan bermotor dan mobil. Kendaraan bermotor dan mobil ditaksir berdasarkan kualitas barang tersebut. Untuk persyaratan menggadaikan kendaraan bermotor dan mobil adalah BPKB, STNK, Fotocopy KTP. Barang yang tidak boleh digadaikan. 1. Bahan pakaian, kain dan pakaian. 2. Peralatan rumah tangga misalnya panci, kompor, wajan dan lain – lain. Bahan pakaian, kain dan pakaian dan peralatan rumah tangga boleh digadaikan hanya dicabang pegadaian di daerah – daerah pedesaan . 9
Pembebanan Benda Jaminan : 1) Benda gadai tidak dapat dibebankan berkali-kali kepada kreditur yang berbeda; 2) Tidak ada aturan untuk mendaftarkan benda jaminan yang menjadi obyek gadai. Kedudukan Benda Jaminan : Benda jaminan secara fisik berada di bawah penguasaan Kreditur/Penerima Gadai atau pihak ketiga yang telah disetujui kedua belah pihak. Kewajiban dan Tanggung Jawab : 1) Penerima Gadai/Kreditur : a. bertanggung jawab untuk hilangnya atau kemerosotan barangnya sekedar itu telah terjadi karena kelalaiannya; b. harus memberitahukan Pemberi Gadai, jika benda gadai dijual; c. bertanggung jawab terhadap penjualan benda gadai. 2) Pemberi Gadai diwajibkan mengganti kepada kreditur segala biaya yang berguna dan perlu, yang telah dikeluarkan oleh pihak yang tersebut belakangan guna keselamatan barang gadainya. Hak : 1) Penerima Gadai mempunyai hak: a. penguasaan benda gadai, namun tidak mempunyai hak untuk memiliki benda gadai; b. dalam hal debitur wanprestasi, untuk menjual dengan kekuasaan sendiri (parate eksekusi), sehingga hak untuk penjualan benda gadai tidak diperlukan adanya titel eksekutorial. Penerima Gadai/ Pemegang Gadai dapat melaksanakan penjualan tanpa adanya penetapan Pengadilan, tanpa perlu adanya juru sita ataupun mendahului dengan penyitaan; c. menjual benda gadai dengan perantaraan hakim, dimana kreditur dapat memohon pada hakim untuk menentukan cara penjualan benda gadai; d. mendapat ganti rugi berupa biaya yang perlu dan berguna yang telah dikeluarkan guna keselamatan barang gadai; e. retensi (menahan) benda gadai, bilamana selama hutang pokok, bunga, dan ongkos-ongkos yang menjadi tanggungan belum dilunasi maka si berhutang/debitur maka debitur tidak berkuasa menuntut pengembalian benda gadai; f. untuk didahulukan (kreditur preferen) pelunasan piutangnya terhadap kreditur lainnya, hal tersebut diwujudkan melalui parate eksekusi ataupun dengan permohonan kepada Hakim dalam cara bentuk penjualan barang gadai. 2) Pemberi Gadai tetap mempunyai hak milik atas Benda Gadai. 10
Larangan : Penerima Gadai atau kreditur tidak diperkenankan untuk memiliki atau menjadi pemilik atas benda yang digadaikan. Eksekusi : Apabila debitur atau Pemberi Gadai cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek Jaminan Gadai dapat dilakukan : 1. Kreditur diberikan hak untuk menyuruh jual benda gadai manakala debitur ingkar janji, sebelum kreditur menyuruh jual benda yang digadaikan maka ia harus memberitahukan terlebih dahulu mengenai maksudnya tersebut kepada debitur atau Pemberi Gadai; 2. Suatu penjualan benda gadai oleh kreditur berdasarkan perintah pengadilan, maka kreditur wajib segera memberitahukan kepada Pemberi Gadai. Hapusnya Gadai : 1. Apabila benda gadai dikeluarkan dari kekuasaan Penerima Gadai dan kembali ke tangan Pemberi Gadai; 2. Manakala perikatan pokok telah dilunasi atau jika utang pokok telah dilunasi semuanya atau telah hapus; 3. Hilangnya atau dicurinya benda gadai dari penguasaan Pemegang Gadai/Penerima Gadai (musnahnya benda gadai); 4. Dilepaskannya benda gadai secara sukarela oleh Pemegang/Penerima Gadai. 2.7 Bentuk Jasa Lain Pegadaian Perum Pegadaian juga menyediakan jasa lain di luar jasa gadai, yaitu meliputi jasa titipan dan jasa taksiran. Jasa titipan menyangkut layanan penitipan barang berharga seperti perhiasan, surat berharga atau brang lain. Tarif yang dibebankan untuk layanan ini adalah Rp. 2,500/item.
Sedangkan jasa taksiran, meliputi layanan dalam bentuk jasa penilaian
terhadap barang berharga, terutama emas dan berlian, khususnya dalam hal penilaian kualitas, kuantitas maupun spesifikasi lain yang sangat bermanfaat bagi masyarakat yang awam dalam hal ini. Melihat semakin berkembangnya pola bisnis berbasis syariah, Perum Pegadaian tertarik untuk menerapkan pola ini, walau nantinya tidak hanya menjadi pegadaian syariah akan tetapi memberikan pilihan lebih kepada masyarakat, mau memilih pegadaian konvensional atau pegadaian syariah. Dengan pola pegadaian syariah, memungkinkan perusahaan untuk proaktif dan lebih produktif menghasilkan berbagai produk jasa keuangan modern seperti jasa anjak piutang dan jasa sewa beli. Pegadaian konvensional lebih memposisikan perusahaan sebagai pihak yang pasif tidak terlibat dengan aktifitas bisnis 11
nasabah. Tapi dalam sisitem syariah, untuk produk-produk tertentu mengharuskan perusahaan untuk terlibat dalam menelaah usaha produktif yang ditekuni nasabah. Selain jasa pegadaian diatas, jasa lain yang juga ditawarkan oleh pegadaian adalah penjualan Koin Emas ONH. Koin Emas ONH adalah emas yang berbentuk koin yang bisa digunakan untuk tujuan persiapan dana pergi haji bagi pembelinya. Anda tinggal membeli sejumlah koin emas ONH (yang tersedia dalam berbagai pilihan berat), baik sekali saja maupun secara rutin. Setelah koin emas ONH Anda dianggap mencukupi (biasanya sekitar 250-300 gram), maka secara otomatis Anda akan didaftarkan sebagai calon jemaah haji melalui Sistem Haji Terpadu (Siskoat). Selain untuk haji, namanya juga emas, Anda juga bisa membeli emas untuk tujuan investasi lain, dan tidak harus selalu untuk haji. 2.8 Tentang Pegadaian Syariah Operasionalisasi Pegadaian Syariah Implementasi operasi Pegadaian Syariah hampir bermiripan dengan Pegadaian konvensional. Seperti halnya Pegadaian konvensional , Pegadaian Syariah juga menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak.Prosedur untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukkan bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama ( kurang lebih 15 menit saja ). Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang juga singkat. Di samping beberapa kemiripandari beberapa segi, jika ditinjau dari aspek landasan konsep; teknik transaksi; dan pendanaan, Pegadaian Syariah memilki ciri tersendiri yang implementasinya sangat berbeda dengan Pegadaian konvensional. Lebih jauh tentang ketiga aspek tersebut, dipaparkan dalam uraian berikut. Landasan ini kemudian diperkuat dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional no 25/DSNMUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut. a. Ketentuan Umum : 1. Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun ( barang ) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi. 2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun
dan
pemanfaatannya
itu
sekedar
pengganti
biaya
pemeliharaan
perawatannya. 12
3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin. 4. Besar biaya administrasi dan
penyimpanan
marhun tidak
boleh
ditentukan
berdasarkan jumlah pinjaman. 5. Penjualan marhun : •
Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya.
•
Apabila
rahin
tetap
tidak
melunasi
utangnya,
maka
marhun
dijual
paksa/dieksekusi. •
Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
•
Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.
b. Ketentuan Penutup Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya. Teknik Transaksi Sesuai dengan landasan konsep yang ada, pada dasarnya Pegadaian Syariah berjalan di atas dua akad transaksi Syariah yaitu. 1. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah. 2. Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukan akad rukun dari akad transaksi tersebut meliputi : •
Orang yang berakad : 1) Yang berhutang (rahin) dan 2) Yang berpiutang (murtahin). 13
•
Sighat ( ijab qabul)
•
Harta yang dirahnkan (marhun)
•
Pinjaman (marhun bih)
Dari landasan Syariah tersebut maka mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai berikut : Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Pegadaian Syariah akan memperoleh keutungan hanya dari bea sewa tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman.. Sehingga di sini dapat dikatakan proses pinjam meminjam uang hanya sebagai ‘lipstick’ yang akan menarik minat konsumen untuk menyimpan barangnya di Pegadaian. Adapun ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut meliputi : 1. Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik/bathil seperti murtahin mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas. 2. Marhun Bih ( Pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang dirahnkan tersebut. Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu. 3. Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya,milik sah penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya. 4. Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang dirahnkan serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur. 5. Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi,biaya penyimpanan,biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi. Untuk dapat memperoleh layanan dari Pegadaian Syariah, masyarakat hanya cukup menyerahkan harta geraknya ( emas, berlian, kendaraan, dan lain-lain) untuk dititipkan disertai dengan copy tanda pengenal. Kemudian staf Penaksir akan menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan dijadikan sebagai patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan (jasa simpan) dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh Perum Pegadaian. Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90% dari nilai taksiran barang. 14
Setelah melalui tahapan ini, Pegadaian Syariah dan nasabah melakukan akad dengan kesepakatan : 1. Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum empat bulan . 2. Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp 90,- ( sembilan puluh rupiah ) dari kelipatan taksiran Rp 10.000,- per 10 hari yang dibayar bersamaan pada saat melunasi pinjaman. 3. Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Pegadaian pada saat pencairan uang pinjaman. Nasabah dalam hal ini diberikan kelonggaran untuk : •
melakukan penebusan barang/pelunasan pinjaman kapan pun sebelum jangka waktu empat bulan,
•
mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dahulu jasa simpan yang sudah berjalan ditambah bea administrasi,
•
atau hanya membayar jasa simpannya saja terlebih dahulu jika pada saat jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya.
Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi hutang atau hanya membayar jasa simpan, maka Pegadaian Syarian melakukan eksekusi barang jaminan dengan cara dijual, selisih antara nilai penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpan dan pajak merupakan uang kelebihan yang menjadi hak nasabah. Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun untuk mengambil Uang kelebihan, dan jika dalam satu tahun ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut, Pegadaian Syariah akan menyerahkan uang kelebihan kepada Badan Amil Zakat sebagai ZIS. Pendanaan Aspek syariah tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan Pegadaian syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah, murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan Bank Muamalat sebagai fundernya, ke depan Pegadaian juga akan melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan syariah lain untuk memback up modal kerja. Dari uraian ini dapat dicermati perbedaan yang cukup mendasar dari teknik transaksi Pegadaian Syariah dibandingkan dengan Pegadaian konvensional, yaitu 15
1. Di Pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang disebut sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman. 2. Pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian : hutang piutang dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga Pegadaian konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik fidusia. Berbeda dengan Pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa simpanan.
Tugas Hukum Komersil
Pegadaian Dan Sistem Gadai Di Indonesia Disusun oleh
Angger Reno : 0610210015 Cipto Hadi Tri S : 061021302
16
Universitas Brawijaya Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Malang
17