Patofisiologi Vertigo Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut : a. Teori rangsang berlebihan (overstimulation) Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah. b. Teori konflik sensorik Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab. c. Teori neural mismatch Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala. d. Teori otonomik Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebaga usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi; gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan (Gb. 3). e. Teori neurohumoral Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan terori serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo. f. Teori sinap Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor); peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.
5.2 Labirynthitis Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin, disebut labirinitis umum (general), dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan labirinitis yang terbatas (labirinitis sirkumskripta) menyebabkan terjadinya vertigo saja atau tuli saraf saja. Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi ke ruang perilimfa. Terdapat dua bentuk labirinitis, yaitu labirinitis serosa dan labirinitis supuratif. Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi dalam bentuk labirinitis supuratif akut difus dan labirinitis supuratif kronik difus. Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin, disebut labirinitis umum (general), dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan labirinitis yang terbatas (labirinitis sirkumskripta) menyebabkan terjadinya vertigo saja atau tuli saraf saja. Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi ke ruang perilimfa. Terdapat dua bentuk labirinitis, yaitu labirinitis serosa dan labirinitis supuratif. Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi dalam bentuk labirinitis supuratif akut difus dan labirinitis supuratif kronik difus. Pada labirinitis serosa toksin menyebabkan disfungsi labirin tanpa invasi sel radang, sedangkan pada labirinitis supuratif, sel radang menginvasi labirin, sehingga terjadi kerusakan yang ireversibel, seperti fibrosis dan osifikasi. Pada kedua bentuk labirinitis itu operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dari telinga tengah. Kadang-kadang juga diperlukan drainase nanah dari labirin untuk mencegah terjadinya meningitis. Pemberian antibiotika yang adekuat terutama ditujukan kepada pengobatan otitis media kronik dengan atau tanpa kolesteatoma. A. Labirinitis Serosa Difus Labirinitis serosa difus seringkali terjadi sekunder dari labirinitis sirkumskripta atau dapat terjadi primer pada otitis media akut. Masuknya toksin atau bakteri melalui tingkap lonjong, atau melalui erosi tulang labirin. Infeksi tersebut mencapai end osteum melalui saluran darah. Diperkirakan penyebab labirinitis serosa yang paling sering adalah absorpsi produk bakteri di telinga dan mastoid ke dalam labirin. Bentuk ringan labirinitis serosa selalu terjadi pada operasi telinga dalam, misalnya pada operasi fenestrasi, terjadi singkat, danbiasanya tidak menyebabkan gangguan pendengaran. Kelainan patologiknya seperti inflamasi non purulen labirin. Pemeriksaan histlogik pada potongan labirin menunjukkan infiltrasi seluler awal dengan eksudat serosa atau serofibrin. Gejala dan tanda serangan akut labirinitis serosa difus adalah vertigo spontan dan nistagmus rotatoar, biasanya ke arah telinga yang sakit. Kadang-kadang disertai mual dan muntah, ataksia dan tuli saraf. Labirinitis serosa difus yang terjadi sekunder dan labirinitis sirkumskriota mempunyai gejala yang serupa tetapi lebih ringan, akibat telah terjadi kompensasi. Tes fistula akan positif kecuali bila fistulanya tertutup jaringan. Ada riwayat gejala labirinitis sebelumnya, suhu badab normal atau mendekati normal. Pada labirinitis serosa ketulian bersifat temporer, biasanya tidak berat, sedangkan pada labirinitis supuratif terjadi tuli saraf total yang permanen. Bila pada labirinitis serosa ketulian menjadi berat atau total, maka mungkin telah terjadi perubahan ,menjadi labirinitis supuratif. Bila pendengaran masih tersisa sedikit disisi yang sakit, berarti tidak terjadi labirinitis supuratif difus. Ketulian pada labirinitis serosa difus harus dibedakan dengan ketulian pada penyakit non inflamasi labirin dan saraf ke VIII. Prognosis labirinitis serosa baik, dalam arti menyangkut kehidupan dan kembalinya fungsi labirin secara lengkap. Tetapi tuli saraf tempore yang berat dapat menjad tuli saraf yang permanen bila tidak diobati dengan baik. Pengobatan pada stadium akut yaitu pasien harus tirah baring (bed rest) total, diberikan sedatif ringan. Pemberian antibiotika yang tepat dan dosis yang adekuat. Drainase telinga tengah harus
dipertahankan. Pembedahan merupakan indikasi kontra. Pada staium lanjut OMA, mungkin diperlukan mastoidektomi sederhana (simpel) untuk mencegah labirinitis serosa. Timpanomastoidektomi diperlukan bila terdapat kolesteatom dengan fistula. B. Labirinitis supuratif akut difus Labirinitis supuratif akut difus, ditandai dengan tuli total pada telinga yang sakit diikuti dengan vertigo berat, mual, muntah, ataksia dan nistagmus spontan ke arah telinga yang sehat. Labirinitis supuratif akut difus dapat merupakan kelanjutan dari labirinitis serosa yang infeksinya masuk melalui tingkap lonjong atau tingkap bulat. Pada banyak kejadian, labirinitis ini terjadi sekunder dari otits media akut maupun kronik dan mastoiditis. Pada beberapa kasus abses subdural atau meningitis, infeksi dapat menyebar ke dalam labirin dengan atau tanpa terkenanya telinga tengah, sehingga terjadi labirinitis supuratif. Kelainan patologik terdiri dari infiltrasilabirin oleh sel-sel leukosit polimorfonuklear dan destruksi struktur jaringan lunak. Sebagian dari tulang labirin nekrosis, dan terbentuk jaringan granulasi yang dapat menutup bagian tulang yang nekrotik tersebut. Keadaan ini akan menyebabkan terbentuknya sekuestrum, paresis fasialis, dan penyebab infeksi ke intrakranial. Mual, muntah, vertigo dan ataksia dapat berat sekali bila awal dari perjalana labirinitis supiratif tersebut cepat. Pada bentuk yang perkembangannya lebih lambat, gejala akan lebih ringan oleh karena kompensasi labirin yang sehat. Terdapat nistagmus horizontal rotatoar yang komponen cepatnya mengarah ke telinga yang sehat. Dalam beberapa jam pertama penyakit, sebelum seluruh fungsi labirin rusak, nistagmus dapat mengarah ke telinga yang sakit. Jika fungsi koklea hancur, akan mentebabkan tuli saraf total permanen. Suhu badan normal atau mendekati normal, bila terdapat kenaikan, mungkin disebabkan oleh otitis media atau mastoiditis. Tidak terdapat rasa nyeri. Bila terdapat, mungkin disebabkan oleh lesi lain, bukan oleh labirinitis. Selama fase akut, posisi pasien sangat khas. Pasien akan berbaring pada sisi ynag sehat dan matanya mengarah ke sisi yang sakit, jadi ke arah komponen lambat nistagmu. Posisi ini akan mengurangi perasaan vertigo. Tes kalori maupun tes rotasi tidak boleh dilakukan selama fase akut, sebab vertigo akan diperhebat. Diagnosis ditegakkan dari riwayat penyakit, tanda dan gejala labirinitis dengan hilangnya secara total dan permanen fungsi labirin. Pemeriksaan rontgen telinga tengah. Os mastoid dan os petrosus mungkin menggambarakan sejumlah kelianan yang tidak berhubungan dengan labirin. Bila dicurigai terdapat iritasi meningeal, maka harus dilakukan pemeriksaan cairan spinal. Labirinitis supuratif akut difus tanpa komplikasi, prognosis ad vitam baik. Dengan antibiotika mutahir komplikasi meningitis dapat sukses diobati, sehingga harus dicoba terapi medikamentosa dahulu sebelum tindakan operasi. Bila terjadi gejala dan tanda komplikasi intrakranial yang menetap, walaupun telah diberikan terapi adukuat dengan antibiotika, drainase labirin akan memberiprognosis lebih baik daripada bila dilakukan tindakan operasi radikal. C. Labirinitis kronik (laten) difus Labirinits supurati stadium kronik atau laten dimulai, segera sesudah gejala vestibuler akut berkurang. Hal ini mulai dari 2-6 minggu sesudah awal periode akut. Patologi Kira-kira akhir minggu ke X setelah serangan akut telinga dalam hampir seluruhnya terisi oleh jaringan granulasi. Beberapa area infeksi tetap ada. Jaringan granulasi secara bertahap berubah menjadi jaringan ikat dengan permulaan kalsifikasi. Pembentukan tulang baru dapat mengisi penuh ruangan-ruangan labirin dalam 6 bulan sampai beberapa tahun pada 50 % kasus. Gejala Terjadi tuli total di sisi yang sakit. Vertigo ringan dan nistagmus spontan biasanya ke arah telinga yang sehat dapat menetap sampai beberapa bulan atau sampai sisa labirin yang berfungsi dapat
mengkompensasinya. Tes kalori tidak menimbulkan respon di sisi yang sakit dan tes fistula pun negatif, walaupun terdapat fistula. Pengobatan Terapi lokal harus ditujukan keseiap infeksi yang mungkin ada. Drainase bedah atau eksenterasi labirin tidak di indikasikan, kecuali suatu fokus di labirin atau daerah perilabirin telah menjalar atau dicurigsi menyebar ke struktur intrakaranial dan tidak memberi respons terhadapterapi antibiotika. Bila ada indikasi dapat dilakukan mastoidektomi. Bila dicurigai ada fokus infeksi dilabirin atau di os petrosus, dapat dilakukan drainase labirin dengan salah satu operasi labirin. Setipa sekuestrum yang lepas harus dibuang, harus dihindari terjadinya trauma N VII. Bila saraf fasial lumpuh, maka harus dilakukan dengan kompresi saraf tersebut. Bila dilakukan operasi tulang temporal, maka harus biberikan antibiotika sebelun dan sesuadah operasi. 5.4 Vestibular Neuritis a. Defenisi Vestibular neuritis adalah gangguan pada sistem vestibular yang tidak berhubungan dengan penurunan pendengaran dan penyakit-penyakit lain pada sistem saraf pusat [1]. Vestibular neuritis adalah gangguan yang disebabkan oleh infeksi virus pada nervus vestibularis. Biasa juga disebut sebagai Vestibular Neuronitis. b. Epidemologi Vestibular neuritis dapat terjadi pada semua kelompok usia terutama pada dekade ke 3 dan ke 4 tetapi jarang ditemukan kasus pada anak-anak. c. Etiologi Vestibular neuritis diduga disebabkan oleh infeksi virus pada nervus vestibularis yang berjalan dari telinga tengah ke batang otak. Belum diketahui virus apa tepatnya yang menyebabkan masalah ini dan kenyataannya banyak virus yang dapat menginfeksi nervus vestibularis. Beberapa pasien mempunyai riwayat infeksi saluran napas atas (common cold) atau flu yang mendahului onset terjadinya gejala-gejala vestibular neuritis, beberapa yang lain tidak mempunyai riwayat infeksi virus yang mendahului serangan vertigo. d. Patofisiologi Neuritis vestibular disebabkan oleh infeksi virus yang biasanya berasal dari family herpes. Selain itu, herpes zoster juga merupakan salah satu penyebab penyakit ini. Infeksi virus ini menyebabkan aliran darah ke system vestibular berkurang. Ketika satu dari dua nervus vestibularis terinfeksi, maka terjadi imbalance antara kedua sisi, sehingga terjadi vertigo. e. Pemeriksaan Penunjang • Dilakukan pemeriksaan fungsi pendengaran dan elektronistagmografi (rekaman pergerakan mata dengan menggunakan metoda elektronik). Pemeriksaan nistagmus lainnya adalah dengan memasukkan sejumlah kecil air es ke dalam setiap saluran telinga lalu pergerakan mata penderita direkam. • Untuk membedakan neuronitis vestibularis dari penyebab vertigo lainnya bisa dilakukan pemeriksaan MRI kepala. • Nistagmus - Tes Romberg yang dipertajam (sharpen Romberg Test)
Tes Romberg ditujukan untuk adanya disfungsi sistem vestibular. Orang yang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg yang dipertajam selama minimal 30 detik. Pada tes ini pasien berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lain, tumit yang satu berada di depan jari kaki lain. Lengan dilipat ke dada dan mata ditutup. - Stepping test Pasien disuruh berjalan di tempat dengan mata ditutup sebanyak 50 langkah dengan kecepatan seperti berjalan biasa dengan mengatakan sebelumnya bahwa pasien harus berusaha agar tetap di tempat dan tidak beranjak selama tes. Tes ini dapat mendeteks gangguan vestibular. Kedudukan akhir dianggap abnormal jika penderita beranjak lebih dari 1 meter atau badan berputar lebih dari 30 derajat. - Salah tunjuk (past pointing) Pasien diminta merentangkan tangan dan telunjuknya menyentuh telunjuk pemeriksa, kemudian disuruh menutup mata, mengangkat lengannya tinggi-tinggi dan kemudian kembali ke posisi semula. Pada gangguan vestibular didapatkan salah tunjuk (deviasi) dan demikian juga dengan gangguan serebellar. f. Gambaran klinis Neuritis vestibularis ditandai oleh serangan vertigo yang mendadak dan berlangsung lama, sering disertai mual, muntah, disekuilibrium, dan muka pucat pasi. Gejala dipicu oleh gerakan kepala atau perubahan posisi. Pasien merasa sakit berat dan lebih suka diam tidak bergerak di tempat tidur. Nistagmus spontan dapat timbul, dengan fase lambat ke arah telinga yang abnormal, dan terdapat eksitabilitas kalorik yang menurun pada telinga yang sakit. Serangan vertigo yang pertama sangat berat, disertai dengan mual dan muntah dan berlangsung selama 7-10 hari. Bola mata bergerak-gerak diluar kesadaran ke arah telinga yang terkena (gejala ini disebut nistagmus). Penyakit ini membaik dengan sendirinya. Bisa terjadi dalam bentuk serangan tunggal atau beberapa kali serangan dalam waktu 12-18 bulan. Serangan berikutnya biasanya berlangsung lebih sebentar dan lebih ringan dibandingkan dengan serangan pertama kali. Penyakit ini tidak mempengaruhi fungsi pendengaran. Penyakit ini menyerang orang dewasa segala usia. Vertigo akut biasanya sembuh spontan selama beberapa jam tetapi dapat kambuh lagi setelah berhari atau berminggu-minggu. Beberapa pasien mengalami gejala sisa gangguan fungsi vestibular, yang menimbulkan kondisi disekuilibrium kronis yang paling terasa bila pasien bergerak. Separuh dari pasien akan mendapat serangan ulang berbulan-bulan atau bertahun-tahun kemudian. g. Penatalaksanaan Tindakan independen keperawatan 1. Karena gerakan kepala memperhebat vertigo, pasien harus dibiarkan berbaring diam dalam kamar gelap selama 1-2 hari pertama. 2. Fiksasi visual cenderung menghambat nistagmus dan mengurangi perasaan subyektif vertigo pada pasien dengan gangguan vestibular perifer, misalnya neuronitis vestibularis. Pasien dapat merasakan bahwa dengan memfiksir pandangan mata pada suatu obyek yang dekat, misalnya sebuah gambar atau jari yang direntangkan ke depan, temyata lebih enak daripada berbaring dengan kedua mata ditutup. 3. Karena aktivitas intelektual atau konsentrasi mental dapat memudahkan terjadinya vertigo, maka rasa tidak enak dapat diperkecil dengan relaksasi mental disertai fiksasi visual yang kuat. 4. Bila mual dan muntah berat, cairan intravena harus diberikan untuk mencegah dehidrasi. 5. Bila vertigo tidak hilang. Banyak pasien dengan gangguan vestibular perifer akut yang belum dapat memperoleh perbaikan dramatis pada hari pertama atau kedua. Pasien merasa sakit berat dan sangat takut mendapat serangan berikutnya. Sisi penting dari terapi pada kondisi ini adalah pernyataan yang meyakinkan pasien bahwa neuronitis vestibularis dan sebagian besar gangguan vestibular akut lainnya adalah jinak dan dapat sembuh. Dokter harus menjelaskan bahwa kemampuan otak untuk beradaptasi akan membuat vertigo menghilang setelah beberapa hari.
6. Latihan vestibular dapat dimulai beberapa hari setelah gejala akut mereda. Latihan ini untuk rnemperkuat mekanisme kompensasi sistem saraf pusat untuk gangguan vestibular akut. Farmakologis Karena neuronitis vestibularis adalah penvakit yang dapat sembuh sendiri dengan penyebab yang tidak diketahui, pengobatan diarahkan untuk nrenyupresi gejala--gejalanya. Obat-obat berikut ini bermanfaat meredakan vertigo akibat neuronitis vestibularis, mabuk kendaraan atau gangguan vetibuler lainnya. Bila mual hebat maka obat antivertigo dapat diberikan supositoria atau injeksi. Perawatan di rumah sakit diperlukan pada pasien yang disekuilibriumnya berat atau muntahmuntah terus sehingga membutuhkan rehidrasi intravena. 1. Antihistamin Supresi vertigo bukan sifat umum dari semua antihistamin dan tidak berkaitan dengan potensi perifernya sebagai antagonis histamin. Aktivitas antihistamin yang benar-benar mengurangi vertigo (dimenhidrinat, difenhidramin, meklizin, siklizin) ternyata spesifik dan tidak hanya mensupresi pusat muntah batang otak. Sesungguhnya banyak antiemetik yang sering dipakai hanya sedikit bermanfaat untuk mengatasi vertigo. Antihistamin-antivertigojuga menunjukkan aktivitas antikolinergik pada sistem saraf pusat. Sifat ini mungkin merupakan mekanisme biokimiawi dari aktivitas antivertigo yang mendasarinya. Efek samping. Efek samping utama dari zat-zat ini adalah sedasi. Rasa mengantuk ini terutama lebih menonjol dengan dimenhidrinat atau difenhidramin. Efek sedatif ini bermanfaat pada pasien vertigo yang hebat. Bila pasien kurang menyukai efek ini maka dapat diberikan meklizin atau siklizin atau betahistin mesilat (Merislon, Betaserc). Efek samping antikolinergik berupa mulut kering atau penglihatan kabur kadang-kadang terjadi. 2. Obat antikolinergik Mensupresi aktif secara sentral dari aktivitas sistem vestibular dan dapat berguna untuk mengurangi vertigo. Skopolamin metilbromida (Holopon) 3 kali 1-2 mg sehari. Tetapi pada orang tua harus hati-hati sebab dapat menimbulkan konfusi mental dan obstruksi saluran keluar kandung kemih. 3. Prometazin dari golongan fenotiazin Merupakan yang paling efektif dari golongan ini dalam mengobati vertigo dan mabuk kendaraan. Efek samping utama adalah mengantuk. 4. Zat simpatomimetik juga mensupresi vertigo Efedrin memiliki efek sinergis bila digabung dengan obat antivertigo lainnya. Efek stimulan dari obat ini dapat mengatasi efek sedatif dari obat lainnya tetapi dapat menyebabkan insomnia, gemetar dan palpitasi. 5. Penyekat saluran kalsium perifer seperti flunarizin (Sibelium) 1-2 kali 5 mg/hari dapat diberikan pada kasus vertigo dengan penyakit vaskular yang mendasarinya. 6. Penenang minor seperti diazepam atau lorazepam bermanfaat dalam menghilangkan ansietas akut yang sering menyertai vertigo. Hidroksizin (Iterax, Bestalin) merupakan penenang yang juga memiliki sifat antihistamin serta antiemetik sehingga dapat dipakai untuk antivertigo. Dosis dewasa yang lazim adalah 25-100 mg 3-4 kali sehari. 7. Lama terapi bervariasi. Pada kebanyakan pasien, obat dapat dihentikan bila nausea dan vertigo mereda. Obat sedatif vestibular menghilangkan mekanisme kompensasi sentral sehingga penggunaan yang lama dari obat ini dapat bersifat kontraproduktif. Walaupun demikian, ada sebagian kecil pasien yang memerlukan dosis kecil secara kronis. 8. Pada umumnya, gabungan beberapa jenis obat dari golongan yang berbeda misalnya antikolinergik dengan simpatomimetik atau fenotiazin memberikan efek sinergis untuk mensupresi vertigo.