BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pemilihan bahan untuk diaplikasikan pada suatu komponen atau alat yang digunakan pada temperatur tinggi diperlukan pertimbangan dan analisis yang tepat dalam pemilihan bahan tersebut. Oleh karena itu diperlukan seorang design engineer yang memiliki pemahaman tentang sifat termal bahan serta aplikasi sifat termal dari berbagai macam bahan. Sifat panas atau “thermal “thermal properties” pada suatu bahan merupakan sifat yang menunjukkan respon bahan terhadap panas yang diterima suatu bahan. Untuk mengetahui sifat termal suatu bahan, maka perlu dibedakan antara temperatur dengan kandungan kalor yang terdapat pada bahan. Sebagai suatu materi yang menyerap energi dalam bentuk panas, pada bahan tersebut akan mengalami kenaikan temperatur dan volume. Energi yang terdapat pada bahan tersebut dapat dialirkan ke daerah yang lebih dingin pada suatu specimen jika terdapat gradient temperatur (perbedan terperatur) , yang menyebabkan specimen itu bisa meleleh. Sejumlah energi bisa ditambahkan ke dalam bahan melalui pemanasan, medan listrik, medan magnit, bahkan gelombang cahaya seperti pada peristwa photo listrik yang telah kita kenal. Respons bahan terhadap macam-macam tambahan energi tersebut tentulah berbeda. Pada penambahan energi melalui pemanasan misalnya, respons bahan termanifestasikan mulai dari kenaikan temperatur sampai pada emisi thermal tergantung dari besar energi yang masuk. Pada peristiwa photolistrik respons tersebut termanifestasikan sebagai emisi elektron dari permukaan metal tergantung dari frekuensi cahaya yang kita berikan, yang tidak lain adalah besar energi yang sampai ke permukaan metal. Dalam mempelajari sifat non-listrik bahan, kita akan mulai dengan sifat thermal, yaitu respons bahan terhadap penambahan energi secara termal (pemanasan). Dalam bahan padat, terdapat dua kemungkinan penyimpanan energi thermal; yang pertama adalah penyimpanan dalam bentuk vibrasi atom / ion di sekitar posisi keseimbangannya, dan yang kedua berupa energi kinetik yang dikandung oleh elektron-bebas. Ditinjau
secara makroskopis, jika suatu padatan menyerap panas maka energi internal yang ada dalam padatan meningkat yang diindikasikan oleh kenaikan temperaturnya. Jadi perubahan energy pada atom-atom dan elektron-bebas menentukan sifat-sifat thermal padatan. Sifat-sifat thermal yang akan kita bahas adalah kapasitas panas, panas spesifik, pemuaian, dan konduktivitas panas.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui sifat-sifat termal pada bahan yang meliputi kapasitas panas, panas spesifik pemuaian, ekspansi termal, konduktivitas termal, dan tegangan termal.
1.3 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini yaitu a. Apa yang dimaksud dengan sifat termal pada bahan ? b. Bagaimana sifat kapasitas panas pada bahan ? c. Bagaimana sifat konduktivitas panas pada bahan ? d. Bagaimana sifat ekspansi termal pada pada bahan ? e. Bagaimana sifat tegangan termal pada bahan ?
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini yaitu
BAB II ISI
2.1 Sifat Termal
Sifat termal pada bahan sering dikaitkan dengan proses perpindahan kalor. Sifat termal adalah respons bahan terhadap penambahan energi secara termal (pemanasan). Sejumlah energi bisa ditambahkan ke dalam bahan melalui pemanasan, medan listrik, medan magnit, bahkan gelombang cahaya seperti pada peristwa photolistrik yang telah kita kenal. Respons bahan terhadap macam-macam tambahan energi tersebut tentulah berbeda. Misalnya pada penambahan energi melalui pemanasan respons bahan termanifestasikan mulai dari kenaikan temperatur sampai pada emisi termal tergantung dari besar energi yang masuk. Pada peristiwa photolistrik tanggapan tersebut termanifestasikan sebagai emisi elektron dari permukaan metal tergantung dari frekuensi cahaya yang diberikan, yang tidak lain adalah besar energi yang sampai ke permukaan metal. Dalam bahan padatan, terdapat dua kemungkinan penyimpanan energi termal; yang pertama adalah penyimpanan dalam bentuk vibrasi atom / ion di sekitar posisi keseimbangannya, dan yang kedua berupa energi kinetik yang dikandung oleh elektron bebas. Ditinjau secara makroskopis, jika suatu bahan padat menyerap panas maka energi internal yang ada dalam padatan meningkat yang diindikasikan oleh kenaikan temperaturnya. Koefisien daya hantar berbeda dengan koefisien muai panas, walaupun keduanya dipengaruhi oleh temperatur. Kenaikan temperatur suatu bahan, akan mengakibatkan perubahan susunan atom yang mengiringi pencairan
dan pengaturan kembali susunan atom-atom
yang
diakibatkan perubahan temperatur, yang pada akhirnya akan mengganggu daya hantar panas bahan tersebut. Sifat termal dapat juga didefinisikan sebagai sifat yang menunjukkan respon bahan terhadap panas yang diterima suatu bahan. Untuk mengetahui sifat termal suatu bahan, maka perlu dibedakan antara temperatur dengan kandungan kalor. Temperatur adalah tinggi rendahnya (level ) termal dari suatu aktivitas, sedangkan kandungan kalor adalah besarnya energi thermal.
Sifat termal yang terdapat pada bahan meliputi kapasitas panas bahan, pemuaian termal bahan, konduktivitas termal bahan, stress akibat pengaruh termal. Sifat termal lain yang secara alami terdapat pada bahan yaitu titik leleh dan beku, panas laten, panas respirasi, panas adsorpsi, koefisien ekspansi panas, konstanta dielektrik, emisivitas, absorpsivitas (pindah panas radiasi). 2.2 Kapasitas Panas Bahan
Sebuah bahan padat ketika dipanaskan akan mengalami peningkatan temperature yang menandakan terdapat energi yang diserap oleh bahan padat tersebut. Kapasitas panas (heat capacity) adalah jumlah panas yang diperlukan untuk meningkatkan temperatur padatan sebesar satu derajat K.
Konsep mengenai kapasitas panas
dinyatakan dengan dua cara, yaitu a. Kapasitas panas pada volume konstan, Cv, dengan persamaan
dengan E adalah energi internal padatan yaitu total energi yang ada dalam padatan baik dalam bentuk vibrasi atom maupun energi kinetik elektron-bebas. b. Kapasitas panas pada tekanan konstan, Cp, dengan relasi
dengan H adalah enthalpi. Pengertian enthalpi dimunculkan dalam termodinamika karena sesungguhnya adalah sangat sulit untuk meningkatkan kandungan energi internal pada tekanan konstan. Jika dimasukkan energi panas ke sepotong logam, sesungguhnya energi yang dimasukkan tidak hanya meningkatkan energi internal melainkan juga untuk melakukan kerja pada saat pemuaian terjadi. Pemuaian adalah perubahan volume pada bahan ketika dipanaskan, dan pada saat volume berubah dibutuhkan energi sebesar perubahan volume kali tekanan udara luar dan energi yang diperlukan ini diambil dari energi yang dimasukkan. Oleh karena itu didefinisikan enthalpi untuk mempermudah analisis, yaitu H = E + PV
2.2.1 Panas Spesifik
Panas spesifik (specific heat) adalah kapasitas panas per satuan massa per derajat K, yang juga sering dinyatakan sebagai kapasitas panas per mol per derajat K. Untuk membedakan dengan kapasitas panas yang ditulis dengan huruf besar (Cv dan Cp), maka panas spesifik dituliskan dengan huruf kecil (cv dan cp). 2.2.2 Getaran Kapasitas Panas
Pada kebanyakan padatan prinsip utama asimilasi energi panas adalah dengan meningkatan energi getaran atom. Atom dalam bahan padat terus-menerus bergetar pada frekuensi yang sangat tinggi dan dengan amplitudo yang relatif rendah. Dari pada menjadi saling tidak terhubung antara satu sama lain, getaran atom yang berdekatan digabungkan oleh sifat dari ikatan atom. Getaran ini dikoordinasikan sedemikian rupa sehingga dihasilkan gelombang kisi berjalan (traveling lattice waves), fenomena dadpat dilihat pada gambar berikut
Gambar 1 Skema representasi dari kisi gelombang dalam kristal dari getaran atomic Ini dapat dianggap sebagai gelombang elastis atau gelombang suara sederhana, yang memiliki panjang gelombang pendek dan frekuensi sangat tinggi, yang merambat melalui kristal dengan kecepatan suara. Energi getaran panas pada bahan terdiri dari rangkaian gelombang elastis, yang memiliki jangkauan distribusi dan frekuensi tertentu.
Fonon dalam fisika adalah kuantum moda vibrasi pada kisi kristal tegar, seperti kisi kristal pada zat padat. Kristal dapat dibentuk dari larutan, uap, lelehan atau gabungan dari ketiganya. Pembentukan kristal sangat dipengaruhi oleh laju nukleasi dan pertumbuhan. Bila pertumbuhan lambat, kristal yang terbentuk akan cukup besar, disertai dengan penataan atom – atom atau molekul-molekul secara teratur dengan berulang sehingga energi potensialnya minimum. Hamburan termal elektron bebas selama konduksi elektronik adalah dengan gelombang getaran itu sendiri, dan gelombang elastis juga berperan dalam perpindahan energi selama proses konduksi termal. 2.2.3 Hubungan Temperatur dan Kapasitas Panas
Variasi temperatur pada kontribusi getaran untuk kapasitas panas pada volume konstan untuk padatan kristal sederhana ditunjukkan pada gambar x.
Gambar 2 Grafik Hubungan Temperatur dengan Kapasitas Panas Pada Volume Konstan dimana ϕD adalah Temperatur Deybe Nilai Cv adalah nol pada 0
o
K, tetapi meningkat pesat dengan kenaikan
temperature, hal ini sesuai untuk meningkatkan kemampuan dari gelombang kisi untuk meningkatkan energi rata-ratanya dengan menaikan temperatur. Pada temperatur rendah rendah hubungan antara C v dan temperatur absolut T adalah Cv = AT3
di mana A adalah konstanta suhu-independen. Diatas temperature yang disebut Debye Temperatur ϕD, tingkat Cv menjadi tidak tergantung pada temperatur dengan nilai kira kira 3R, dimana R adalah konstanta gas. Jadi meskipun total energi pada bahan meningkat seiring dengan kenaikan temperatur, jumlah energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan perubahan temperatur satu derajat adalah konstan. Harga ϕD pada temperatur di bawah temperatur kamar pada kebanyakan bahan padat yaitu 25 J/ mol-K. Koefisien muai volume, α v, adalah tiga kali koefisien muai panjang, α L. Pengukuran αL dilakukan pada tekanan konstan dengan hubungan
Berikut ini adalah analisis koefisien muai panjang dengan menggunakan model Debye, yang melibatkan kapasitas panas molar c v, kompresibilitas β, dan volume molar V.
dengan γ adalah konstanta Gruneisen. γ, α L , dan c p yang untuk beberapa material tercantum dalam Tabel berikut Tabel 1 Nilai Kapasitas Panas, koefisien ekspansi termal, konduktivitas termal pada bahan
2.2.4 Faktor-Faktor Lain Yang Turut Berperan
Memasukkan energi panas ke padatan tidak hanya menaikkan energi vibrasi atom maupun elektron. Pada padatan tertentu terjadi proses-proses lain yang juga memerlukan energi dan proses-proses ini akan berkontribusi pada kapasitas panas. Proses-proses seperti perubahan susunan molekul dalam alloy, pengacakan spin elektron dalam material magnetik, perubahan distribusi elektron dalam material superkonduktor, akan meningkatkan panas spesifik material yang bersangkutan. Proses-proses ini akan membuat kurva panas spesifik terhadap temperatur tidak monoton, dimana jika proses proses ini telah tuntas, panas spesifik kembali pada nilai normalnya. 2.3 Konduktivitas Termal
Konduksi termal adalah fenomena dimana panas berpindah dari daerah bertemperatur tinggi ke daerah bertemperatur rendah pada suatu zat. Konduktivitas atau keterhantaran termal, k, adalah suatu besaran intensif bahan yang menunjukkan kemampuannya untuk menghantarkan panas. Hal ini secara matematis didefinisikan sebagai berikut
dimana q menunjukkan fluks panas, atau aliran panas, per satuan waktu per satuan luas (area yang diambil sebagai yang tegak lurus terhadap arah aliran), k adalah konduktivitas termal, dan dT/d x adalah gradien temperatur melalui media konduksi. Satuan q dan k adalah W/m 2(Btu/ft2-h) dan W/m-K (Btu/ft-h), masing-masing. persamaan diatas hanya berlaku untuk kondisi aliran panas steady-state, yaitu situasi dimana fluks panas tidak mengalami perubahan terhadap waktu. Juga, tanda minus dalam persamaan menunjukkan bahwa arah aliran panas dari panas ke dingin, atau menuruni gradien temperatur. Persamaan diatas memiliki kesamaan bentuk dengan hukum pertama Fick pada keadaan difusi Steady-State. Pada persamaan ini, k analog dengan koefisien difusi D, dan gradien suhu sejajar dengan gradien konsentrasi, dC/d x.
2.3.1 Mekanisme Perpindahan Panas Secara Konduksi
Panas dipindahakan dalam bahan padat oleh kedua gelombang getaran kisi (fonon) dan elektron bebas. Sebuah konduktivitas termal dihubungkan dengan masing-masing mekanisme ini, dan konduktivitas total adalah jumlah dari dua kontribusi, atau k = k l + k e di mana k l dan k e mewakili getaran kisi dan konduktivitas termal elektron. Energi termal yang berhubungan dengan fonon atau gelombang kisi dipindahkan dalam arah gerakan mereka. Harga k i dihasil dari perpindahan fonon dari daerah temperature tinggi ke temperature rendah dimana terdapat perubahan gradient temperature. Elektron bebas atau elektron konduksi terlibat dalam konduksi termal elektronik. Elektron bebas di daerah panas mengalami kenaikan energy kinetic yang disebabkan kenaikan temperatur. Kemudian elektron bebas itu ditransfer ke daerah dingin di mana sebagian energi kinetik ini ditransfer untuk atom itu sendiri (sebagai energi getaran) sebagai konsekuensi dari tabrakan dengan fonon atau ketidaksempurnaan lainnya dalam kristal. Kontribusi relative pada k e untuk konduktivitas termal meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi elektron bebas, karena lebih banyak elektron yang tersedia untuk ikut serta dalam proses pemindahan panas ini. 2.3.2 Logam
Dalam logam dengan kemurnian tinggi, mekanisme perpindahan panas pada elektron jauh lebih efisien dari kontribusi fonon karena elektron tidak mudah tersebar sebagai fonon dan memiliki kecepatan yang lebih tinggi. Selanjutnya, logam adalah konduktor panas yang sangat baik , karena terdapat banyak elektron bebas yang berpartisipasi dalam proses konduksi termal. Konduktivitas termal beberapa logam secara umum diberikan dalam tabel x; nilai-nilai umumnya berkisar antara sekitar 20 dan 400 W/m-K. Karena elektron bebas bertanggung jawab untuk kedua konduksi listrik dan termal dalam logam murni, perawatan teoritis menunjukkan bahwa dua konduktivitas harus berhubungan menurut hukum Wiedemann-Franz:
di mana σ adalah konduktivitas listrik, T adalah temperatur absolut, dan L adalah konstanta. Nilai teoritis L (2.44 x 10 -8 Ω-W/K 2), harus tidak bergantung pada suhu dan sama untuk semua logam jika energi panas yang dipindahkan seluruhnya oleh elektron bebas. Didalam tabel x terdapat beberapa nilai L logam yang mana harga L experimental tidak jauh berbeda dengan harga L teoritis. Paduan logam yang terdapat pengotor akan mengurangi konduktivitas termal, dengan alasan yang sama juga konduktivitas listrik akan berkurang. Pengotor yang biasanya terdapat pada logam yaitu, atom pengotor, terutama dalam larutan padat, bertindak sebagai pusat hamburan, menurunkan efisiensi gerak elektron. Berikut adalah gambar grafik konduktivitas termal versus komposisi paduan tembaga-seng yang menampilkan efek ini.
Gambar x Grafik Koduktivitas Termal vs Composition Cu-Zn 2.3.3 Keramik
Bahan bukan logam adalah isolator termal karena kerzmik tidak memiliki jumlah elektron bebas yang banyak. Jadi fonon bertanggung jawab utama pada saat konduksi termal: k e jauh lebih kecil dari k l .Sekali lagi, fonon tidak seefektif elektron bebas dalam perpindahan energi panas sebagai akibat dari phonon yang berhamburan oleh ketidaksempurnaan kisi. Nilai konduktivitas termal beberapa bahan keramik terdapat pada tabel x; konduktivitas termal suhu rung berkisar antara sekitar 2 dan 50 W/m-K.
Kaca dan keramik amorf lainnya memiliki konduktivitas yang lebih rendah dari keramik kristal, karena hamburan phonon jauh lebih efektif ketika struktur atom sangat tidak teratur . Hamburan getaran kisi menjadi lebih nyata dengan meningkatnya temperatur; karenanya, konduktivitas termal pada kebanyakan bahan keramik biasanya berkurang dengan meningkatnya temperatur, setidaknya pada temperatur yang relatif rendah.
Gambar x Grafik Termal Konduktifitas Vs Temperatur pada beberapa material keramik Pada gambar x menunjukkan harga kondukfitas meningkat seiring dengan kenaikan temperature, hal ini disebabkan oleh proses perpindahan panas mengarah ke proses radiasi: sejumlah energy panas yang dihasilkan oleh radiasi inframerah dapat ditransfer melalui bahan keramik transparan.. Porositas pada bahan keramik mungkin memiliki pengaruh dramatis pada harga konduktifitas termalnya; peningkatan volume pori pada keramik akan mengurangi harga konduktifitas termalnya. Bahkan, banyak keramik berpori yang digunakan untuk isolasi termal. Perpindahan panas di pori-pori biasanya berlangsung lambat dan tidak efisien. Karena di dalam pori-pori biasanya masih mengandung udara, dimana udara memiliki harga konduktifitas termal yang sangat rendah yaitu sekitar 0,02 W/m-K. Selain itu juga, konveksi gas dalam pori-pori juga relatif tidak efektif.
2.3.4 Isolator Termal
Isolator thermal yang baik adalah material yang porous (berpori). Rendahnya konduktivitas thermal disebabkan oleh rendahnya konduktivitas udara yang terjebak dalam pori-pori. Namun penggunaan pada temperatur tinggi yang berkelanjutan cenderung akan terjadi pemadatan yang mengurangi kualitasnya sebagai isolator thermal. Isolator thermal yang paling baik adalah ruang hampa, karena panas hanya bisa dipindahkan melalui radiasi. Material polimer yang porous bisa mendekati kualitas ruang hampa pada temperatur sangat rendah; gas dalam pori yang membeku menyisakan ruang-ruang hampa yang bertindak sebagai isolator. Material isolator jenis ini banyak digunakan dalam aplikasi cryogenic. 2.3.5 Polimer
Seperti yang terdapat dalam Tabel x, harga konduktivitas termal untuk sebagian polimer berkisaran pada angka 0,3 W/m-K. Pada bahan ini, perpindahan energi dilakukan dengan getaran dan rotasi pada rantai molekul. Besarnya konduktivitas termal tergantung pada derajat kristalinitas; polimer dengan kristalinitas dan susunan struktur yang tinggi akan memiliki harga konduktivitas lebih besar daripada bahan amorf yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh koordinasi getaran yang lebih efektif pada rantai molekul saat keadaan kristalinistas. Polimer sering dimanfaatkan sebagai isolator termal karena polimer memiliki harga konduktifitas termal yang rendah. Sebagaimana dengan keramik, sifat insulative mereka dapat ditingkatkan dengan pemberian pori-pori kecil, yang biasanya terdapat pada proses pembuihan selama proses polimerisasi. Foamed polystyrene (styrofoam) umumnya digunakan cangkir dan lemari isolasi. 2.3.6 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Konduktivitas Termal
Faktor – faktor yang mempengaruhi konduktivitas termal adalah sebagai berikut a. Suhu Konduksi termal akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu b. Kandungan uap air
Konduksi
Termal
akan
meningkat
seiring
meningkanta
kandungan
kelembaman.Bila nilai (k) besar maka merupakan pengalir yg baik,tetapi bila nilai (k) kecil maka bukan pengalir yg baik. c. Berat jenis Nilai konduktifitas termal akan berubah bila berat jenisnya berubah. Semakin tinggi berat jenis makan semakin baik pengalir konduktifitas tersebut. d. Keadaan pori-pori bahan Bila semakin besar rongga maka akan semakin buruk konuktifitas termalnya.
2.4 Ekspansi Termal
Umumnya bahan akan berekspansi bila suhunya dinaikkan. Dek jembatan memerlukan penyambung dan penunjang khusus untuk mengatasi ekspansi. Botol air yang sangat penuh dan tertutup rapat akan pecah bila dipanaskan, tapi anda dapat melonggarkan tutup botol logam dengan mengalirkan air panas padanya. Ini semua adalah contoh dari ekspansi termal. 2.4.1 Pengertian Ekspansi Termal
Ekspansi Termal didefinisikan sebagai perubahan dalam dimensi material sebagai akibat dari perubahan suhu. Menggambarkan kecenderungan benda padat ke increase length atau volume, ketika dipanaskan. Efek ini umumnya diamati untuk perubahan bola dalam materi tetapi juga terdeteksi dalam bentuk atom. Ekspansi Termal adalah perubahan pada suatu material yang terjadi akibat perubahan temperature. Perhitungan untuk mendapatkan koefisien ekspansi termal dilakukan untuk mengamati perubahan panjang sampel akibat kenaikan temperature yang terjadi. Besarnya koefisien ekspansi termal dipengaruhi oleh pori pada suatu material. 2.4.2 Pengertian Koefisien Ekspansi Termal
Koefisien Ekspansi Termal adalah fraksi peningkatan volume zat per derajat peningkatan suhu. Konstanta yang menjelaskan sifat ekspansi termal dari bahan tertentu juga disebut Koefisien ekspansi.
2.4.3 Jenis-Jenis Ekspansi Termal
Jenis jenis ekspansi termal yaitu : 1. Ekspansi Linear
Jika suhu suatu batang logam yang panjang mula-mulanya Lo, dinaikkan sebesar ∆T, panjangnya akan bertambah sebesar ∆L. Dengan rumus: ∆L = Lo . α . ∆T
Kemudian subtitusi persamaan 2 ke persamaan 1. Menjadi
Keterangan : ∆L adalah pemuaian panjang/perubahan panjang (m) Lo adalah panjang mula-mula (m) Lt adalah panjang akhir (m) To adalah suhu mula-mula ( 0C) Tt adalah suhu akhir ( 0C) α adalah koefisien muai panjang zat (1/ 0C) Konstanta α yang menjelaskan sifat ekspansi termal dari bahan tertentu dapat disebut dengan koefisien ekspansi linear (coeefisien of linear expansion).Satuan α adalah K -1 atau (C0)-1. 2. Ekspansi volume
Jika semua dimensi suatu benda padat berekspansi ketika mengalami kenaikan suhu, maka volum benda padat itu juga berekspansi mengalami pertambahan
panjang dalam tiga arah, yaitu arah memanjang, arah melebar, dan arah meninggi. Pertambahan tersebut dianamakan Ekspansi volume. Dengan rumus
Subtitusi persamaan 2 ke persamaan 1
Keterangan : ∆V adalah pemuaian volum/perubahan volum (m 3) Vo adalah volum mula-mula (m 3) Vt adalah volum akhir (m 3) To adalah suhu mula-mula ( 0C) Tt adalah suhu akhir ( 0C) adalah
koefisien muai volum zat (1/ 0C)
Konstanta
menggambarkan
sifat ekspansi volume pada bahan tertentu dapat
disebut sebagai koefisien ekspansi volume, satuan
adalah
K -1 atau (C0)-1. Untuk
caiaran, pemuaian volume merupakan satu-satunya parameter pemuaian. untuk pemuaian gas hal yang perlu diperhatikan pada gas yaitu volume, tekanan dan suhu. 2.4 Tegangan Termal
Tegangan termal adalah tegangan yang terjadi pada suatu benda yang diakibatkan oleh perubahan temperatur. Pemahaman dasar tentang sifat dan asal usul tegangan
termal sangatlah penting karena tegangan ini merupakan penyebab dari patahan suatu bahan atau deformasi plastis yang tidak diinginkan. 2.4.1 Tegangan yang Dihasilkan dari Tehanan dan Kontraksi Ekspansi Termal
Mari kita perhatikan batang padat homogen dan isotropik yang dipanaskan atau didinginkan secara merata; yaitu, tidak ada gradien suhu yang berlaku. Untuk ekspansi bebas atau kontraksi, batang itu akan mengalami tegangan bebas. Namun, jika gerakan aksial batang tertahan oleh kekerasan batang, maka tegangan termal akan terjadi. Besarnya tegangan σ yang dihasilkan dari perubahan suhu dari T f ke T o adalah Σ = Eαl(T0 – Tf) = Eαl ∆T f Dimana E adalah modulus elastisitas dan koefisien linear tegangan termal. Ketika dilakukan pemanasan (T f > T 0), tegangan akan mengalami tekanan (σ < 0) , saat ekspansi batang dibatasi. Tentu saja jika batang mengalami pendinginan (T f < T 0) maka akan terjadi tegangan tensil (σ < 0). Tegangan yang ditunjukkan pada persamaan x adalah sama dengan tegangan yang dibutuhkan untuk terjadi tekanan elastic (elongasi) pada batang untuk kembali ke kondisi awalnya setelah mengalami ekspansi termal dengan perubahan temperatur T 0 - T f . 2.4.2 Tegangan yang Dihasilkan dari Gradien Temperatur
Ketika suatu benda padat dipanaskan atau didinginkan, distribusi temperature internal akan bergantung pada ukuran, bentuk, konduktivitas termal bahan, dan laju perubahan suhu. Tegangan termal akan terjadi sebagai akibat dari gradien temperature di seluruh benda, yang biasanya disebabkan oleh pemanasan atau pendinginan cepat, perubahan temperatur diluar akan lebih cepat dari pada perubahan temperature didalam; perubahan diferensial dimensi berfungsi untuk membatasi ekspansi bebas atau kontraksi elemen volume yang saling berdekatan. Misalnya, pada saat pemanasan, bagian luar spesimen akan lebih panas dan karena itu panas akan meluas ke bagian dalam spesimen. Oleh karena itu, tegangan tekan permukaan akan diinduksi dan diseimbangkan oleh tegangan tensile interior. Kondisi tegangan interior-eksterior akan dibalik untuk mempercepat pendinginan sehingga permukaan benda akan berada pada keadaan tegang.
2.4.3 Kejutan Termal Pada Bahan Rapuh
Untuk logam elastis dan polimer, pengentasan tegangan induksi termal mungkin Dapat dicapai dengan deformasi plastik. Namun, sifat non-elastis pada kebanyakan keramik akan meningkatkan kemungkinan terjadinya patahan getas akibat dari tekanan tersebut. Pendinginan yang cepat pada bahan rapuh lebih memungkinkan untuk menimbulkan kejutan termal dari pada melalui pemanasan, karena tegangan induksi permukaan mengalami penarikan. Pembentukan retakan dan propagasi pada permukaan yang cacat lebih memungkinkan ketika tegangan yang terjadi mengalamai penarikan Kapasitas bahan untuk menahan kegagalan semacam ini disebut tahanan kejutan termal. Bahan keramik merupakan bahan yang cepat untuk didinginkan, ketahanan pada kejutan termal tidak hanya tergantung pada besarnya perubahan temperatur, tetapi juga pada sifat mekanik dan termal bahan. Tahanan kejutan termal terbaik adalah pada keramik karena keramik memiliki kekuatan fraktur tinggi σf dan konduktivitas termal yang tinggi, serta memiliki nilai modulus elastisitas dan koefisien ekspansi termal yang rendah. Tahanan pada banyak bahan dengan jenis kegagalan ini dapat ditentukan mengalami pendekatan parameter TSR (Thermal Shock Resistance) :
Kejutan termal dapat dicegah dengan mengubah kondisi eksternal ke tingkat bahwa pendinginan atau pemanasan tarif berkurang dan gradien suhu di seluruh tubuh diminimalkan. Modifikasi karakteristik termal dan / atau mekanik dalam Persamaan 19,9
juga
dapat
meningkatkan
ketahanan
thermal
shock
material.
BAB III KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA