BAB III METODE ARTIFICIAL LIFT
Bermacam – Bermacam – macam macam jenis peralatan perala tan pengangkatan buatan, namun dalam bab ini akan dijelaskan lima jenis artificial lift yang banyak digunakan di lapangan minyak yaitu: gas lift , sucker rod pump, pump, electric submersible pump, pump, progressive cavity pump, pump, dan jet dan jet pump. pump. Desain artificial lift untuk sebuah sumur, direkomendasikan bahwa pada awalnya sumur dianggap sebagai sumur natural flow, flow, oleh karena itu harus disiapkan sistem produksi untuk melihat sumur tersebut dapat mengalir dan pada laju alir berapa. Tujuan dari artificial lift adalah adalah untuk menetapkan tubing intake pressure sehingga reservoir merespon dan memproduksi memproduksi laju alir yang diharapkan. Desain dan analisa dari berbagai artificial lift dapat dibagi menjadi dua bagian, yang pertama adalah komponen reservoir ( inflow performance relationship) relationship) yang menggambarkan kemampuan sumur untuk memproduksikan fluida. Komponen yang kedua menggambarkan seluruh pipa dan sistem artificial lift . Tubing intake pressure lalu pressure lalu dapat ditentukan dit entukan untuk laju alir yang berubah-ubah dan ketika kurva intake ini terletak pada plot yang sama dengan kurva IPR, laju alir untuk metode pengangkatan dapat ditentukan. Gambar 3.1. menunjukkan contoh laju alir untuk masing-masing metode artificial lift yang yang berbeda. Sedangkan Gambar 3.2. menunjukkan laju alir sumur alami dengan kondisi sumur berproduksi, karena tubing intake pressure memotong pressure memotong kurva IPR. Gambar 3.3. menunjukkan sumur mati karena tubing intake pressure tidak memotong kurva IPR. Sumur ini harus dipasang artificial lift untuk untuk mengubah tubing intake curve sehingga curve sehingga memotong kurva IPR. Untuk sumur yang masih mampu mengalir secara alami, tidak berarti artificial lift tidak dipertimbangkan untuk dipasang. Banyak sumur mampu memproduksi laju alir yang lebih tinggi ketika dipasang artificial lift , dan hal ini hampir sering dilakukan untuk mempercepat produksi atau ketika terjadi situasi yang kompetitif.
74
75
Gambar 3.1. Contoh Tubing Intake Pressure Untuk Tiap Artificial Lift (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
Gambar 3.2. Sumur Berproduksi (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
Gambar 3.3. Sumur Mati (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
76
Suckerr Ro R od Pump Pump 3.1. Sucke Sucker rod pump atau pump atau sering juga disebut beam pumping adalah adalah salah satu metode artificial lift yang yang memanfaatkan gerakan naik- turun dari plunger untuk mendorong fluida reservoir ke permukaan.
Gambar 3.4. Beam Pumping System (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
Gambar 3.5. Macam-macam Pompa Sucker Rod (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
77
Menurut standar American Petroleum Institue (API). (API).
Pumping Unit dapat
dibedakan ada tiga macam:
a. Standa tandarr d atau atau C onventi onventional onal T ype. ype. Pada tipe ini samson ini samson post menopang menopang walking beam pada bahagian tengah. Pumping Unit tipe ini paling banyak dipakai pada industri perminyakan dan tersedia dalam bermacam-macam ukuran (ada yang mencapai 100 Horse 100 Horse Power ). ). Conventional type ini type ini ada 2 (dua) bagian: 1.
Crank Counter Balance System; System ; dimana counter weight dipasang dipasang pada crank .
2. Beam Counter Balance System; System; dimana balancing load ( counter weight ) dipasang pada walking beam. beam.
b. L ow Torque Torque Unit Uni t ( M ar k I I unitorque unitorque pump umpi ng unit ) Pada tipe ini, samson post menopang walking beam beam pada bagian ujung belakang. Pada ukuran ukuran kerangka kerangka yang yang sama, biasanya biasanya unit ini membutuhkan Horse membutuhkan Horse Power yang lebih sedikit jika j ika dibandingkan dengan conventional type. type. Ukuran yang tersedia tidak bervariasi banyak dengan terbesar sampai mencapai 125 Horse Power .
c. Ai A i r B alance lance Unit Uni t Pada tipe ini tabung udara yang bertekanan digunakan sebagai pengganti counter weight . Pumping Unit ini ini lebih kecil dan ringan dari tipe unit yang lain dan diperlengkapi dengan air kompressor. kompressor. Ukuran yang dibuat terbatas, tetapi ada yang mencapai 150 Horse 150 Horse Power .
API telah membuat membuat standarisasi kode Pumping Pumping Unit Unit : C
-
160D - 173 - 64
(1)
(2)
(3)
(4)
Artinya: (1)
:
A = Air Balance B = Beam Counter Balance
78
C = Conventional M = Mark II . (2)
:
160 = Peak torque rating , dalam ribuan In-lb D = Double reduction gear reducer reducer
(3)
:
(4)
:
173 = Polished rod rating , dalam ratusan lb 64 = Panjang langkah ( stroke) stroke) maximum, in (panjang langkah yang lain 54 in dan 48 in )
Prinsip Kerja Pompa Sucker Rod Pada saat upstroke, plunger bergerak ke atas menyebabkan tekanan di bawah turun. Karena tekanan dasar sumur lebih besar besa r dari tekanan dalam pompa, akibatnya standing valve valve terbuka dan minyak masuk ke dalam barrel . Pada saat downstroke beban downstroke beban fluida yang ada di dalam barrel dan tekanan yang diakibatkan oleh naiknya plunger , maka standing valve valve menutup sedangkan travelling valve pada plunger plunger terbuka akibat akibat tekanan minyak yang tidak di dalam barrel , selanjutnya pada saat upstroke maksimum upstroke maksimum minyak akan dipindahkan ke dalam tubing. t ubing.
Gambar 3.6. Mekanisme Kerja Sucker Rod (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
Sucker Ro R od Pump Pump 3.1.1. Peralatan Sucker Peralatan sucker rod pump pump dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu peralatan di atas permukaan dan di bawah permukaan. Peralatan-peralatan tersebut terse but saling berhubungan dalam kelancaran sucker kelancaran sucker rod pump. pump.
79
Sucker Ro R od Pump Pump 3.1.1.1. Peralatan Peralata n Di atas Permukaan Sucker Peralatan di atas permukaan ini i ni memindahkan energi energi dari suatu prime suatu prime mover ke sucker rod . Selain itu peralatan ini juga mengubah gerak berputar dari prime mover menjadi menjadi suatu gerak bolak balik dan juga mengubah kecepatan prime kecepatan prime mover menjadi langkah pemompaan yang sesuai.
a. Pr P r i me move moverr Merupakan penggerak utama, dimana prime mover akan memberikan gerakan putar yang diubah menjadi gerak naik turun pada polish pada polish rod dan sucker dan sucker rod untuk diteruskan ke peralatan bawah ba wah permukaan. Prime permukaan. Prime mover dapat dapat berupa mesin gas, diesel, motor bakar dan listrik. Prime listrik. Prime mover ini ini disesuaikan dengan tersedianya sumber tenaga tersebut. Jadi pemilihan motor diusahakan mempunyai daya yang cukup untuk mengangkat fluida dan rangkaian rod dengan kecepatan yang diinginkan.
b. V-B V -B elt V-belt terletak diantara prime mover dan gear reducer . V-belt berfungsi untuk meneruskan gerakan rotasi prime mover. Gerakan rotasi prime rotasi prime mover akan akan menggerakkan v-belt , sehingga v-belt bisa bisa meneruskan gerakan rotasi tersebut ke gear reducer .
c. Ge G ear R educer ucer Berfungsi mengubah kecepatan putar dari prime mover menjadi langkah pemompaan yang sesuai. Gear reducer juga juga merupakan transmisi yang berfungsi untuk mengubah kecepatan putar dari prime mover , gerak putaran prime mover diteruskan ke gear ke gear reducer dengan dengan menggunakan belt . Yang mana belt ini ini dipasang engine pada engine pada prime prime mover dan dan unit sheave pada gear pada gear reducer .
d. Cr C r ank Sha S haft ft Merupakan poros crank yang berfungsi untuk mengikat crank pada gear reducer . Gerak rotasi dari gear dari gear reducer diteruskan diteruskan ke crank , sedangkan crank shaft sebagai poros/tetap.
e. Crank C rank Merupakan sepasang tangkai yang menghubungkan crank shaft pada shaft pada gear gear reducer dengan dengan counterbalance. counterbalance . Pada crank ini terdapat lubang-lubang tempat
80
pitman bearing . Besar kecilnya langkah atau stroke atau stroke pemompaan pemompaan yang diinginkan dapat diatur disini, dengan cara mengubah-ubah pitman bearing . Apabila kedudukan pitman bearing ke posisi lubang mendekati counterbalance, counterbalance, maka langkah pemompaan menjadi bertambah besar atau sebaliknya.
f. Coun Countterbala rbalanc nce e Adalah sepasang pemberat yang berfungsi untuk mengubah gerak berputar dari prime dari prime mover menjadi menjadi gerak naik turun, menyimpan tenaga prime tenaga prime mover pada pada saat down-stroke down-stroke atau pada saat counterbalance counterbalance menuju ke atas, yaitu pada saat kebutuhan tenaga kecil atau minimum dan membantu tenaga prime tenaga prime mover mover pada pada saat up-stroke (saat up-stroke (saat counterbalance counterbalance bergerak ke bawah) sebesar tenaga potensialnya, karena kerja prime kerja prime mover yang yang terbesar adalah pada saat up-stroke (pompa up-stroke (pompa bergerak ke atas) yang mana sejumlah minyak ikut terangkat ke atas permukaan.
g. Pitma Pitman Adalah penghubung antara walking beam beam pada equalizer hearing dengan dengan crank . Lengan pitman pitman merubah gerakan berputar dari counterbalance counterbalance menjadi gerakan naik turun pada walking beam. beam.
h. Walking Walki ng B eam Merupakan tangkai horizontal di bawah horse head . Fungsinya merupakan gerak naik turun yang dihasilkan oleh pasangan pitman-crank-counterbalance pitman-crank-counterbalance,, ke rangkaian pompa di dalam sumur melalui rangkaian rod .
i . H or se H ead . Menurunkan gerak dari walking beam beam ke unit pompa di dalam sumur melalui bridle, bridle, polish rod dan sucker string atau atau merupakan kepala dari walking beam yang beam yang menyerupai kepala kuda.
j. Bri B ri dle Merupakan nama lain dari wire line hanger , yaitu merupakan sepasang kabel baja yang disatukan pada carrier bar . Bridge berfungsi sebagai tenaga angkat dari rangakaian peralatan bawah permukaan.
81
k. Ca C arrie rr ierr B ar Merupakan alat yang berfungsi sebagai tempat bergantungnya rangkaian dan polished rod . Carrier bar ini ini sebagai penyangga dari polished dari polished rod clamp rod dan polished menjaga agar rod tidak tidak jatuh.
l. P olishe li shed d Ro R od Clamp Clamp Komponen yang bertumpu pada carrier bar yang fungsinya untuk mengeraskan kaitan polish kaitan polish rod pada pada carrier bar . Polished rod clamp juga sebagai tempat dimana dinamometer diletakkan. diletakkan.
m. Polished P olished R od Polished rod adalah rod yang berukuran lebih pendek. Polished rod merupakan bagian teratas dari rangkaian rod yang yang muncul dipermukaan. Sebagai fungsinya untuk menyesuaikan panjang rod dengan dengan kedalaman yang diinginkan
n. Stuffi Stuffing ng Bo B ox Dipasang di atas kepala sumur (casing (casing atau tubing head ) untuk mencegah/menahan minyak agar supaya tidak keluar ke luar bersama naik turunnya t urunnya polish polish rod . Dengan demikian seluruh aliran minyak hasil pemompaan akan mengalir ke flowline flowline lewat crosstee. crosstee. Disamping itu juga berfungsi sebagai tempat kedudukan polish head rod sehingga sehingga dengan demikian polish rod dapat dapat bergerak naik turun dengan bebas.
o. Sam S ampso pson n Post P ost Merupakan kaki- kaki penyangga atau penopang walking beam. beam. Beratnya walking beam beam bertumpu pada sampson post . Untuk menjaga kestabilan ketinggian pada setiap kaki-kaki sampson kaki-kaki sampson post , maka sampson maka sampson post diletakkan diletakkan pada bidang yang datar.
p. p. Sad Saddle B eari ng Alat ini sebagai penghubung walking beam dengan beam dengan sampson post bagian teratas sehingga walking beam beam tetap bergerak pada posisinya. Alat ini bekerja dengan cara sebagai poros pada gerakan walking beam, beam, dan menjaga kedudukan walking beam. beam.
82
q. E quali ualizzer Adalah bagian atau dari pitman dari pitman yang yang dapat bergerak secara leluasa menurut kebutuhan operasi pemompaan minyak berlangsung. Equalizer berlangsung. Equalizer diletakkan diletakkan diantara crank shaft dan pitman dan pitman crank . Sebagai penyelaras dengan gerakkan crank disetiap disetiap sisi.
r. B rake rake Brake Brake di sini berfungsi untuk mengerem gerak pompa jika dibutuhkan, misalnya pada saat akan dilakukan reparasi sumur atau unit pompanya sendiri. Prime mover dimatikan dimatikan dan dengan adanya brake yang brake yang diletakkan di gear di gear reducer dapat memposisikan head horse pada horse pada tinggi maksimum atau tinggi minimum untuk mempermudah ketika perawatan.
Sucker Ro R od Pump Pump 3.1.1.2. Peralatan Peralata n Di Bawah Permukaan Sucker Untuk peralatan pompa di bawah permukaan ( subsurface ( subsurface pump equipment equipment ) terdiri dari empat komponen utama, yaitu : working barrel, plunger, travelling valve dan standing dan standing valve. valve.
a. Work Workii ng B arr el Merupakan tempat plunger dapat bergerak naik turun sesuai dengan langkah pemompaan dan menampung minyak terisap oleh plunger pada pada saat bergerak ke atas (up (up stroke). stroke). Working barrel yang yang terdiri dari sejumlah liner yang diselubungi oleh jacket (biasanya diberi simbol L) dan working barel yang terdiri dari satu bagian utuh dan kuat (diberi simbol simbol H atau W).
b. Plunge P lungerr Merupakan bagian dari pompa yang terdapat di dalam barrel dan dapat bergerak naik turun yang berfungsi sebagai penghisap minyak dari formasi masuk ke barrel yang yang kemudian diangkat ke permukaan melalui tubing.
c. Tubi Tubi ng Seperti halnya pada peralatan sembur alam, tubing digunakan untuk mengalirkan minyak dari dasar sumur ke permukaan setelah minyak diangkat oleh plunger pada saat up stroke. stroke.
83
d. Standi Standi ng V alve Merupakan bola yang ikut bergerak naik turun menurut gerakan plunger gerakan plunger dan dan berfungsi mengalirkan me ngalirkan minyak mi nyak dari working barrel masuk masuk ke plunger dan dan hal ini terjadi pada saat plunger saat plunger bergerak bergerak ke atas dan selanjutnya sel anjutnya standing standing valve membuka. valve membuka. Pada saat plunger bergerak ke bawah standing bawah standing valve akan valve akan menutup untuk mencegah fluida keluar ke annulus.
e. Tr T r aveli veling ng Va V alve Merupakan bola yang ikut bergerak naik turun menurut gerakan plunger gerakan plunger dan dan berfungsi mengalirkan me ngalirkan minyak mi nyak dari working barrel masuk masuk ke plunger dan dan hal ini terjadi pada saat plunger bergerak ke bawah serta menahan minyak keluar dari plunger pada saat plunger bergerak bergerak ke atas.
f. Gas Gas Anchor Anchor Merupakan komponen pompa yang dipasang dibagian bawah dari pompa yang berfungsi untuk memisahkan gas dari minyak agar gas tersebut tidak ikut masuk ke dalam pompa bersama-sama dengan minyak, untuk menghindari masuknya pasir atau padatan ke dalam pompa, dan mengurangi atau menghindari terjadinya tubing stretch. stretch. Gas ini dialirkan masuk ke annulus dan dilepaskan ke permukaan melalui Ada dua macam type Gas Anchor , yaitu : - Poorman type Larutan gas dalam minyak yang masuk ke dalam anchor akan melepaskan diri dari larutan (bouyancy (bouyancy effect ). ). Minyak akan masuk ke dalam barrel melalui suction pipe, pipe, sedangkan gas yang telah terpisah akan dialihkan melalui annulus. Apabila suction pipe pipe terlalu panjang atau diameternya terlalu kecil, maka akan terjadi pressure loss loss yang cukup besar sehingga menyebabkan terjadinya penurunan PI sumur pompa. Sedangkan apabila suction pipe terlalu pipe terlalu besar akan a kan menyebabkan annulus antara dinding anchor dengan suction dengan suction pipe menjadi pipe menjadi lebih kecil, sehingga kecepatan aliran minyak besar dan akibatnya gas masih terbawa oleh butiran-butiran minyak. Diameter gas anchor yang terlalu besar akan menyebabkan penurunan PI sumur pompa.
84
-
Packer type Minyak masuk melalui ruang antara dinding anchor dan suction pipe, pipe, kemudian minyak jatuh di dalam annulus antara casing dan gas anchor dan ditahan oleh packer, selanjutnya minyak masuk ke pompa melalui suction pipe. pipe. Disini minyak yang masuk ke dalam annulus sudah terpisah dari pompa.
g. Tangka Tangkaii Pom Pompa Tangkai pompa (sucker rod string) terdiri dari Sucker rod, Pony rod dan Polished rod. Sucker rod Merupakan batang/rod batang/rod penghubung antara plunger dengan peralatan di permukaan. Fungsi Fungsi utamanya adalah melanjutkan gerak naik naik turun dari horse head ke plunger ke plunger . Berdasarkan konstruksinya, maka sucker maka sucker rod dibagi dibagi menjadi 2 (dua) : a. Berujung box-pin b. Berujung pin-pin Berujung pin-pin Untuk menghubungkan menghubungkan antara dua buah sucker buah sucker rod digunakan sucker digunakan sucker rod coupling rod coupling . Umumnya panjang satu single dari sucker rod yang sering digunakan berkisar antara 20-30 ft. Terdapat beberapa macam ukuran sucker ukuran sucker rod , seperti pada tabel di bawah ini, di mana ukuran-ukuran tersebut merupakan standar API. Dalam perencanaan sucker rod selalu selalu diusahakan atau yang dipilih yang ringan, artinya memenuhi kriteria ekonomis, tetapi dengan syarat tanpa mengabaikan kelebihan (allowable stress) stress) pada sucker rod tersebut. Sucker rod yang dipilih dari permukaan, sampai unit pompa di dasar sumur ( plunger ) tidak perlu sama diameternya, tetapi dapat dilakukan/dibuat kombinasi dari beberapa tipe dan ukuran rod. Sucker string yang merupakan kombinasi dari beberapa tipe dan ukuran tersebut. Disebut Tappered Rod String . Poni rod Merupakan rod yang yang mempunyai panjang yang lebih pendek dari panjang rod umumnya (25 feet). Fungsinya adalah untuk melengkapi panjang dari sucker rod , apabila tidak mencapai me ncapai kepanjangan yang dibutuhkan ukurannya adalah : 2, 4, 6, 8, 12 feet.
85
Polished rod Adalah tangkai rod yang yang berada di luar sumur yang mengubungkan sucker dengan carrier bar dan dan dapat naik turun di dalam stuffing box. rod string dengan box. Diameter stuffing box lebih box lebih besar daripada diameter sucker diameter sucker rod , yaitu : 1 1/8, 1 ¼, 1 ½, 1 ¾. Panjang polished Panjang polished rod adalah adalah :8,11,16, 22 feet.
Gambar 3.7. Peralatan Bawah Permukaan Sucker Rod (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
Gambar 3.8. Klasifikasi Pompa menurut API (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
86
Pompa digerakan oleh sucker oleh sucker rod string dan dan peralatan pompa yang berada di permukaan. Batang pompa yang ditarik dapat dibagi menjadi tiga ti pe dasar yaitu : 1. Tubing pumps 2. Rod pumps 3. Casing pumps ( pumps ( lebih besar dari rod pumps ) pumps ) Perbedaan yang mendasar antara tubing pump dan rod pump pump adalah cara menginstalasi working barrel . Pada tubing pump, working barrel terhubung sampai dasar dari tubing dan bergerak masuk ke sumur sebagai sebuah bagian utuh dari tubing stringi. stringi. Sedangkan pada rod pump, pump, working barrel adalah sebagai bagian utuh dari seluruh rangkaian bawah permukaan pompa dan bergerak sebagai unit pada sucker rod string di di dalam tubing string. Tabel string. Tabel III – 1 – 1. menunjukan ukuran maksimum plunger maksimum plunger yang bisa digunakan digunakan dalam tubing string.
Tabel III-1. Ukuran Maksimum Pompa (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
Tubing size, size , in PUMP
Tubing one-piece, thin-wall barrel (TW) (TW) Tubing one-piece, heavy-wall barrel (TH) (TH) Tubing liner barrel (TL) barrel (TL)
1,900
2 38
2 78
3 1⁄2
1 12
1 34
2 14
2 34
1 12
1 34
2 14
2 34
-
1 34
2 14
2 34
Rod one-piece, Thin-wall barrel (RW) Rod one-piece, heavy-wall barrel (RH) (RH)
1 14
1 12
2
2 12
1 118
1 14
1 34
2 14
Rod liner barrel (RL) barrel (RL)
-
1 14
1 34
2 14
87
Sucker Ro R od Pump Pump 3.1.2. Analisa Peralatan Sucker Komponen-komponen peralatan pompa sucker rod merupakan suatu gabungan yang komplek dan menyatu, dengan kata lain akan saling ketergantung satu dengan yang lain. Oleh karena itu penting dilakukannya analisa peralatan pompa untuk menjaga effisiensi pompa pompa mengangkat fluida naik ke permukaan. permukaan.
3.1.2.1. Analisa Gerakan R od
Apabila sucker Apabila sucker rod digantung digantung pada polished rod atau atau bergerak naik turun pada kecepatan konstan, maka gaya yang bekerja pada polished rod adalah adalah berat dari sucker dari sucker rod , WR, dalam hal ini sucker ini sucker rod mengalami mengalami percepatan. Polished percepatan. Polished rod akan menderita beban tambahan yaitu beban percepatan.
Wr g
a ............................................ ................................................................. ............................................. ................................(3-1) ........(3-1)
Keterangan : Wr = Berat rod g = Percepatan gravitasi a = Percepatan maksimum yang terdapat pada sucker pada sucker rod string Faktor percepatan atau faktor dimana bobot mati dari rod harus dikalikan dengan faktor kecepatan ini untuk mendapatkan beban percepatan yang maksimal, dinyatakan sebagai :
a g
........................................... ................................................................ ............................................. ..................................(3-2) ..........(3-2)
Keterangan : a = Percepatan maksimum yang terdapat pada sucker pada sucker rod string g = Percepatan gravitasi α = Faktor percepatan Suatu study terhadap gerakan yang ditransmisikan dari prime mover ke sucker rod menunjukkan bahwa gerakan sucker rod hampir merupakan gerak beraturan yang sederhana. Gerak beraturan bera turan ini dapat dinyatakan di nyatakan sebagai proyeksi suatu partikel yang bergerak melingkar pada garis tengah lingkaran tersebut.
88
Gambar 3.8. Sistem Gerakan Sucker Rod (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
Apabila hal tersebut diatas dihubungkan dengan sistem sucker sistem sucker rod , maka : 1. Diameter lingkaran menyatakan panjang langkah polished langkah polished rod . 2. Waktu untuk sau kali putaran dari partikel yang melingkar sama dengan waktu untuk satu kali siklus pemompaan. Percepatan maksimum dari pada sistem sucker sistem sucker rod terjadi terjadi pada awal up stroke dan stroke dan awal down stroke, stroke , yaitu pada saat titik proyeksi mempunyai jarak yang jauh dari pusat gerak melingkar. Pada saat tersebut percepatan dari pada proyeksi sama dengan percepatan gerak melingkar, yaitu : a=
V p r e
2
............................................ ................................................................. ............................................. ................................(3-3) ........(3-3)
Keterangan : V p
= Kecepatan partikel
r e
= Jari-jari lingkaran
Apabila waktu untuk satu kali putaran, maka : V p =
2 r e
......................................... ............................................................... .............................................. ...............................(3-4) .......(3-4)
Apabila N = jumlah putaran persatuan waktu : Vp = 2 2 r e N........................................ N................................................................... .................................................(3......................(3-5) 5)
89
Keterangan : N = 1/ 1/, jika persamaan 3-3 dan 3-5 disubstitusikan pada persamaan 3-2 didapat :
V p
2
r e g
4 2 r e N 2
g
........................................... ................................................................. ........................................(3..................(3-6) 6)
Untuk sumur pompa : N = Kecepatan pemompaan r e = Dapat dihubngkan dengan dengan polished polished rod , stroke length yaitu length yaitu : r e = S/2 Dengan demikian persamaan 3-6 menjadi : =
2 2 SN
g
......................................... .............................................................. ........................................... .............................(3-7) .......(3-7)
Panjang langkah polished rod biasanya dinyatakan dalam inchi, dan kecepatan pemompaan dalam stroke dalam stroke per menit (SPM), (SPM), maka : =
=
2 2 SN 2 in / min min 1 ft 32,2
SN 2 70500
1 min min
ft / sec 2 12in 3600 sec 2
........................................... ................................................................. ............................................ ...........................(3-8) .....(3-8)
Sucker Ro R od Stri Stri ng 3.1.2.2. Sucker Sucker rod string didapati didapati pada sumur-sumur yang dalam, dan tidak hanya terdiri dari satu macam diameter, merupakan tappered rod (makin (makin ke atas makin besar diameternya, karena ka rena membawa beban yang lebih berat). Dengan anggapan bahwa stress disetiap bagian sama (pada puncak masing-masing interval). Pada Tabel III-2, R 1, R 2, R 3, dan seterusnya adalah fraksi panjang dari seluruh rod, dan karena umumnya suatu potongan rod mempunyai mempunyai panjang 25 ft, maka pembulatan selalu 25 ft.
90
Tabel III-2. Kombinasi Untuk Sucker Rod (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
Ukuran rod pada string (in)
5/8 – 5/8 – ¾ ¾ ¾ - 7/8 7/8 – 7/8 – 1 1 5/8 – 5/8 – ¾ ¾ - 7/8
¾ - 7/8 – 7/8 – 1 1
¾ - 7/8 – 7/8 – 1 – 1 – 1 1 1/8
Harga R sebagai fungsi Luas Plunger (Ap) Catatan : R 1 adalah yang bawah atau terkecil R1 = 0,759 – 0,759 – 0,0896 0,0896 Ap R2 = 0,241 + 0,0896 Ap R1 = 0,786 – 0,786 – 0,0566 0,0566 Ap R2 = 0,214 + 0,0566 Ap R1 = 0,814 – 0,814 – 0,0375 0,0375 Ap R2 = 0,186 + 0,0375 Ap R1 = 0,627 – 0,627 – 0,1393 0,1393 Ap R2 = 0,199 + 0,0737 Ap R3 = 0,175 + 0,0655 Ap R1 = 0,644 – 0,644 – 0,0894 0,0894 Ap R2 = 0,181 + 0,0478 Ap R3 = 0,155 + 0,0146 Ap R1 = 0,582 – 0,582 – 0,1110 0,1110 Ap R2 = 0,159 + 0,0421 Ap R3 = 0,137 + 0,0364 Ap R4 = 0,123 + 0,0325 Ap
ff ecti cti ve P lunger Stro Str oke 3.1.2.3. E ffe Jumlah volume minyak yang diperoleh selama se lama pemompaan tidak tergantung ter gantung pada panjang polished rod , tetapi tergantug pada gerakan relatif plunger relatif plunger terhadap terhadap working barrel yang yang disebut effective plunger stroke. stroke. Pada dasarnya langkah ini berbeda dengan polished dengan polished rod stroke. stroke. Perbedaan ini disebabkan oleh : 1. Adanya rod stretch dan stretch dan tubing stretch. stretch. 2. Adanya plunger Adanya plunger over travel yang yang disebabkan adanya percepatan. Dengan demikian perlu diperkirakan adanya rod stretch dan stretch dan tubing stretch serta over travel . Yang mana hal ini telah dikembangkan oleh Marsh dan Coberly. Pada saat down stroke, stroke, standing valve tertutup dan travelling valve terbuka, beban fluida bekerja pada tubing yang menyebabkan elongasi pada tubing tersebut. Pada awal up stroke, stroke, travelling valve tertutup, valve tertutup, menimbulkan perpanjangan pada rod dan pembukaan pada standing valve menyebabkan tubing mengalami stretch. stretch.
91
Kembalinya tubing ke panjang semula menyebabkan working barrel bergerak bergerak lebih ke atas. Perpanjangan rod menyebabkan plunger bergerak ke bawah. Dengan demikian effective plunger stroke berkurang stroke berkurang sebesar jumlah perpanjangan rod dan dan tubing yang disebabkan oleh beban fluida. Untuk suatu deformasi elastik, deformasi elastik, terdapat perbandingan antara stress stress yang bekerja pada suatu benda dengan strain strain yang dihasilkan oleh stress oleh stress tersebut tersebut yang besarnya konstan, yaitu : E=
Stress Strain
........................................... ................................................................. ............................................ ...........................(3-9) .....(3-9)
Keterangan : E = modulus elastisitas, tergantung pada beban yang dipergunakan Sedangkan stress merupakan gaya persatuan luas, maka : A...................................................................................... .........................(3-10) ...(3-10) Stress = F/ A................................................................ Dan strain adalah fraksi perubahan panjang, yaitu : Strain = e /L........................... /L...................................................... ................................................. ...................................(3-11) .............(3-11) Gaya (F) dinyatakan dalam Lb, penampang (A) dinyatakan dalam in 2. perpanjangan (e) dan panjang mula-mula (L) dinyatakan dalam satuan sama. Umumnya besarnya perpanjangan dalam in. Sedangkan panjang dalam ft, dengan demikian persamaan 3-11 3-11 berubah menjadi : Strain = Strain =
e 12 L
.......................................... ............................................................... ........................................... ..........................(3-12) ....(3-12)
Kemudian disubstitusikan kedalam persamaan 3-9 menjadi : E= e=
F / A e / 12 L
12 FL EA
12 FL eA
............................................ .................................................................. ........................................... ............................(3-13) .......(3-13)
Gaya yang disebabkan oleh beban fluida yang disebabkan adanya perbedaan tekanan sepanang plunger sepanang plunger , dan bekerja pada luas permukaan A p, adalah: F = P x A p........................................... ...................................................................... ...............................................(3....................(3-14) 14) Apabila dianggap bahwa pompa dipasang pada working fluid level , perbedaan tekanan ( (P) pada plunger pada plunger adalah adalah tekanan kolom fluida dengan specific gravity SG, sepanjang L (kedalaman pompa).
92
P = 0,433 SG S G L................................. L............................................................. .................................................. ......................(3-15) (3-15) Untuk suatu hal yang umum, dimana working fluid level terletak pada kedalaman D, tekanan C (dibawah plunger ) yang disebabkan oleh kolom fluida didalam casing setinggi (L – (L – D) D) harus diperhitungkan. Dengan demikian : P = 0,433 SG L – L – 0,433 0,433 SG (L – (L – D)........................................ D).................................................... ............ (3-16) P = 0,433 SG D Dari persamaan 3-13 : e
= = =
12 FL EA
12 x0,433SGDA P L EA 520SGDAL EA
Persamaan 3-16 di atas merupakan persamaan umum. Persamaan tersebut dapat untuk menghitung perpanjangan dari suatu benda yang mengalami pembebanan. Berdasarkan persamaan 3-16, maka : 1. Perpanjangan tubing (e t) adalah : et = 5,20 SG D A p L / E At.................................................. .....................................................................(3...................(3-17) 17) 2. Perpanjangan rod string (e (er ) adalah : er = 5,20 SG D Ap L / E A r ................................................ ....................................................................(3....................(3-18) 18) Keterangan : et
= Perpanjangan tubing, in
er
= Perpanjangan rod , in
SG
= Specific gravity fluida
D
= Working fluid level , ft
L
= Kedalaman letak pompa, ft
A p
= Luas penampang plunger penampang plunger , sq-in
At
= Luas penampang tubing, sq-in
Ar
= Luas penampang rod , sq-in
93
= Modulus elastisitas = 30 x 106
E
Bila dipasang anchor pada tubing, maka bentuk L/A, dapat diabaikan. Besarnya Ar, At, Ap dari masing-masing ukuran rod , tubing atau plunger dapat dilihat pada Tabel III-3, III-4 dan III-5 berikut : Tabel III-3. Data Sucker Rod (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
R od Siz Si ze, Ar ea Plunger Plunger
R od Wei Wei ght
K onstant onstanta a, K
in
(in2)
(lb/ft)
½
0,196
0,72
5/8
0,307
1,13
0,046
¾
0,442
1,63
0,066
7/8
0,601
2,22
0,102
1
0,785
2,90
0,117
1 1/8
0,994
3,67
0,148
Tabel III-4. Data Tubing (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
N or mal Siz Si ze
Outside
Weight
Wall
(in)
Diameter
(lb/ft)
Ar ea
(in)
(sq-in)
1½
1,900
2,90
0,800
2
2,375
4,7
1,304
2½
2,875
6,50
1,812
3
3,500
9,30
2,59
3½
4,000
11,00
3,077
4
4,500
12,75
3,601
94
Tabel III-5. Data Plunger Pompa (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
Diameter
Area
P ump C ontent ontent
in
Aq-in
Bbl/day/in/spm
1
0,785
0,116
11/16
0,886
0,131
1¼
1,227
0,182
1½
1,767
0,262
1¾
2,405
0,357
1 25/32
2,448
0,369
2
3,142
0,466
2¼
3,976
0,590
2¼
4,909
0,728
2¾
5,940
0,881
3¾
11,045
1,639
4 3/4
17,721
2,630
Untuk desain dari sucker rod string terdapat 2 cara yaitu dengan desain tapered dan untapered . Tapered adalah desain yang mana ukuran string ukuran string nya nya terdiri dari panjang yang berbeda masing-masing memiliki ukuran diameter yang berbeda. Untuk desain untapered, string untapered, string rod hanya memakai 1 ukuran diameter yang sama. Biasanya desain desain tapered digunakan untuk kedalaman lebih dari 3500 ft. Harga maksimum dan minimum beban yang didapat oleh rod string harus harus ditentukan agar desain atau peralatan yang dipakai di permukaan mampu menahan beban yang diterima. Adapun cara untuk mendesain sebuah tapered sucker rod string adalah menentukan maksimum stress untuk tiap bagian string bagian string rod . Sehingga, tiap bagian rod string yang yang dipilih memiliki maksimum stress maksimum stress yang berbeda namun tetap aman untuk dipakai dan terhindar rod break dan buckling yang mungkin mungkin terjadi terja di pada saat pemompaan.
95
Persentase tiap ukuran rod ditentukan dari tabel (lampiran 1). Contoh perhitungan desain tapered , sebuah pompa dengan plunger berdiameter 2 in dipasang pada kedalaman 6050 ft terdiri dari 3 rod dengan masing-masing diameternya 34 in, 78 in dan 1 in. Sucker rod yang tersedia memiliki panjang 25 ft. Tentukan panjang tiap bagian dari tapered rod string . Dari tabel (lampiran 1, dengan rod no.86); no.86); R 1 = 32,8 % untuk 1 in R 2 = 33,2 % untuk 78 in R 3 = 33,9 % untuk 34 in Kemudian, L1 = 6050 x 0,328 = 1984,4 ft L2 = 6050 x 0,332 = 2008,6 ft L3 = 6050 x 0,339 = 2051 ft Jadi, untuk rod 25 ft L1 = 2000 ft L2 = 2000 ft L3 = 2050 ft
Untuk Tappered rod string , perpanjangan rod dicari untuk masing-masing bagian, yaitu : e1 = 5,20 SG D A p L1 / E A1................................................ ...................................................................(3...................(3-19) 19) e2 = 5,20 SG D A p L2 / E A2................................................ ...................................................................(3...................(3-20) 20) Keterangan : e1 = Perpanjangan rod bagian rod bagian pertama dengan panjang L1 e2 = Perpanjangan rod bagian rod bagian kedua dengan panjang L2 Dari gabungan persamaan diatas, perpanjangan rod total adalah : er = =
5,20SGDA P L1 E
L 2 ... ........................................... ............................................................(3-2 .................(3-21) 1) A A 1 2
Rod mengalami perpanjangan akibat berat rod itu sendiri dan beban percepatan. Untuk tappered rod , beban rod bervariasi rod bervariasi secara uniform dari uniform dari harga nol (yaitu dari bagian bawah rod ) sampai sebesar Wr (yaitu (yaitu puncak dari rod ). ). Rata-rata
96
berat dari rod yang menyebabkan perpanjangan adalah W r /2, /2, apabila dipusatkan pada L/2. Perpanjangan rod yang mengakibatkan berat rod dan beban percepatan, tidak sama besarnya pada waktu upstroke ataupun upstroke ataupun downstroke. downstroke. Pada akhir downstroke, downstroke, perpanjangan rod , adalah : ed =
12(Wr Wr ) L / 2 EAr
........................................... ................................................................. .............................(3-22) .......(3-22)
dan perpanjangan pada waktu upstroke, upstroke, adalah : eu =
12(W r W r ) L / 2
EAr
........................................... ................................................................ ..............................(3-23) .........(3-23)
Dari persamaan 3-22 dan 3-23 dapat ditentukan perpanjangan yang disebabkan oleh beban percepatan, yaitu : e p = ed – e eu =
12W r L
EAr
........................................... ................................................................ ................................(3-24) ...........(3-24)
Sedang berat rod string , adalah : Wr = =
r LAr
144
......................................... ............................................................... ............................................ ...........................(3-25) .....(3-25)
Keterangan : = Faktor percepatan r = Density rod , lb/cuft 490 lb/cuft untuk baja. Maka : ep =
12 L 490 LAt EAr
144
40,8 L2 E
.......................................... ............................................................(3..................(3-26) 26)
Keterangan : E = Modulus young besi = 30 x 10 6 Psi Persamaan 3-26 digunakan untuk untappered rod string , sedangkan untuk tappered rod string dilakukan dilakukan pendekatan dengan persamaan berikut ; ep = (32,8 L2) / E........................................ E.............................................................. .......................................(3-2 .................(3-27) 7) Keterangan : Ep = Plunger overtravel , in L = Panjang rod , ft
97
= Faktor percepatan = S N2 /70500 S = Panjang langkah, in N = langkah/menit, SPM Persamaan 3-27 akan memberikan perbedaan sekitar 25% tetapi hal in tidak berpengaruh banyak dalam effective plunger stroke. stroke. Dengan demikian effective plunger stroke stroke adalah panjang langkah ( polished ( polished rod stroke) stroke) dikurangi dengan perpanjangan rod ditambah dengan (rod ( rod & tubing stretch) stretch) sebagai akibat beban fluida ditambah dengan plunger overtravel , maka : S p = S + e p – (e (et + er ).............................................. )................................................................... ..............................(3-28) .........(3-28) Penggabungan persamaan 3-17, 3-21, 3-26, dan 3-28 didapatkan persamaan sebagai berikut : S p = S +
40,8 L2 E
5,20SGDA P L1 E
L 2 ... ...................................(3-29) A1 A2
Dalam hal ini tappered rod string , persamaan 3-29 menjadi : S p = S +
40,8 L2 E
5,20SGDA P 1 E
..................................................(3-30) At
Keterangan : L1, L2, L3, ...adalah panjang-panjang rod (bila (bila diameternya berbeda-beda untuk sistem tersebut), ft A1, A2, A3,...adalah luas penampang masing-masing bagian rod yang berbeda-beda untuk, inch2. Catatan : Dalam hal tubing dipasang anchor , maka At dapat diabaikan dan persamaan 3-29 tidak mengandung A t.
3.1.2.4. Kecepatan Kecepatan Pompa
Akibat pemompaan akan timbul getaran yang dialami oleh rod string rod string . Getaran yang dialami rod tersebut tersebut adalah merupakan resultan dari getaran aslinya
98
(transmitted wave) wave) dengan getaran yang dipantulkan ( reflected wave). wave). Apabila transmitted wave wave dan reflected wave wave terjadi serempak ( syncronous), syncronous), maka akibatnya akan terjadi resultan getaran getara n yang maksimum (saling menguatkan). Akan tetapi bila antara kedua macam tidak terjadinya terjadi nya saling bergantian (non (non-- syncronous), syncronous), maka resultannya merupakan getaran yang saling melemahkan. Maka dapatlah dimengerti bahwa kecepatan pemompaan setiap menit harus tidak boleh menimbulkan getaran yang maksimum, karena hal tersebut dapat membahayakan rod string (menyebabkan putus). Sehingga dibuat supaya getaran yang terjadi adalah getaran yang saling melemahkan. Secara teoritis, dengan ketentuan kecepatan getaran pada baja sa ma dengan 15800 fps, maka akan terjadi getaran non-syncronous, non-syncronous, jika : N = 237000 / n L.................................. L............................................................. ...............................................(3....................(3-31) 31) Keterangan : N = Kecepatan pemompaan, SPM L = Panjang sucker Panjang sucker rod string , ft n = Bilangan tidak bulat Jadi menentukan N dari pemompaan harus dipilih supaya harga n tidak bulat. Dihindarkan harga n = 1, 2, 2, 3, ...dst, karena harga n bulat akan terjadi getaran getaran yang syncronous yang syncronous..
3.1.2.5. Perhitungan Counterbalance
Fungsi utama counterbalance counterbalance adalah menyimpan tenaga pada waktu upstroke upstroke dan waktu downstroke downstroke serta melepaskan tenaga pada waktu upstroke. upstroke. Secara teoritis counterbalance effect ideal (Ci) harus sedemikian rupa sehingga prime mover akan akan membawa beban rata-rata yang sama besarnya baik pada waktu upstroke ataupun upstroke ataupun pada waktu downstroke, downstroke, yang dinyatakan sebesar : Wmax – Ci Ci = Ci – Ci – W W min................................................ ..................................................................... .........................(3-32) ....(3-32) Counterbalance yang Counterbalance yang ideal adalah : Ci = 0,5 (W max + Wmin).................................................. )........................................................................ .......................(3-33) .(3-33)
99
Dengan menggunakan parameter Wmax dan Wmin yang didapat dari hasil perhitungan polished rod load , maka akan diperoleh counterbalance effect ideal sebesar : Ci = 0,5 We Wr ( ( 1- 0,127 SG).......................................................... SG)...............................................................(3-34) .....(3-34)
3.1.2.6. Perhitungan Torsi (Puntiran)
Perhitungan
torsi torsi sangat
erat
hubungannya
dengan
perencanaan
counterbalance, counterbalance, karena pumping karena pumping unit unit harus harus bekerja tidak boleh melebihi puntiran yang diijinkan pada gear pada gear reducer reducer yang yang telah ditentukan oleh pabrik pabri k pembuatannya. pembuatannya. Besarnya beban polished rod (W) ditransmisikan ke crank melalui pitman pitman yang bergerak dengan arah vertikal. Dari gambar tersebut puntiran bersih dinyatakan sebagai berikut: Wmax = Wf Wr (1 ) ......................................................................................................... (3-35) .. Keterangan : Wf
= Beban fluida, lb
Wr
= Beban rod, lb rod, lb
= Faktor percepatan, in
Wmax = Beban Polished Beban Polished rod maksimum, lb
Apabila geometri dari peralatan permukaan diabaikan, yaitu jarak dari “ saddle bearing ” ke “tail “tail bearing ” serta “ struktural unbalance” unbalance” dari instalasi permukaan, maka akan diperoleh persamaan untuk untuk : Ci = 2 Wc d /S............................................................. /S................................................................................... .........................(3-36) ...(3-36) Keterangan : Ci
= Crank counterbalance Crank counterbalance,, lbs
Wc
= Berat counterbalance, counterbalance, lbs
S
= Panjang langkah, in
d
= jarak crankshaft ke pitman ke pitman bearing, in bearing, in
Tp = W (S/2) sin - Ci (S/2) sin = (W – (W – Ci) Ci) (S/2) sin ................................................ ..................................................................(3..................(3-37) 37)
100
Harga maksimum untuk variabel-variabel W dan sin masing – masing masing adalah Wmax dan sin = 1 atau = 90, dengan demikian puntiran maksimum ( peak peak torque) torque) adalah : T p = (Wmax – Ci) Ci) (S/2)............................................. (S/2)................................................................... ...............................(3-38) .........(3-38) Keterangan : T p = Peak = Peak torque maksimum, Lbs torque maksimum, Dalam perhitungan harga peak torque (Ci) diasumsikan 95% dari harga idealnya (Ci), maka persamaan 3-38 menjadi : Tp = (Wmax – (Wmax – 0,95 0,95 Ci) (S/2).................................... (S/2)......................................................... ...........................(3-39) ......(3-39)
3.1.2.7. Kapasitas Pompa ( Pump Displacement )
Dengan prinsip torak (piston), maka volume teoritis pemompaan ( pump ( pump displacement ) adalah : PD = A p (in2) x S p (in / stroke) x N = 0,1484 A p S p N bbl / hari
Stroke 1440menit / hari x menit 9702in 3 bbl ............................................. ..................................................(3-40) .....(3-40)
Peramaan 3-40 di atas harga 0,1484 Ap merupakan konstanta untuk suatu diameter plunger tertentu dan dinotasikan dengan K yang disebut se bagai konstanta pompa : PD = K S p N bbl / hari....................... ha ri.............................................. .............................................. ............................(3-41) .....(3-41) Untuk mencari harga rate rate produksi yang sebenarnya dari pump displacement perlu perlu diketahui “effisiensi volumetris” dari pompa tersebut, Ev Jadi : q = PD/ E v......................................... .................................................................... ................................................. ........................(3-42) ..(3-42) Keterangan : q
= Rate produksi, Rate produksi, bbl/hari
PD
= Pump = Pump displacement , bbl/hari
Ev
= Efisiensi volumetris antara 25 – 100% tergantung dari gas di sumur tersebut, umumnya diambil antara 75-80%
101
Sucker Ro R od Pump Pump 3.1.2.8. Efisiensi Total Sucker Dengan mengetahui besarnya horse power , maka akan dapat ditentukan efisiensi total dari pompa pompa sucker sucker rod . Efisiensi total pompa adalah hasil kali dari dua efisiensi, yaitu efisiensi permukaan (above ( above ground efficiency) efficiency ) dan efisiensi bawah permukaan (bellow ground efficiency). efficiency ). Besarnya horse power yang perlu diketahui disini adalah : Polished rod horse power (PRHP) (PRHP) (HHP) Hidroulic horse power (HHP) Power input (power yang dibutuhkan prime mover selama pemompaan berjalan) atau brake horse power (BHP) (BHP)
3.1.2.9. Perhitungan Beban P olished R od (P olished R od L oad )
Dalam hal ini yang diabaikan beban getaran dan beban percepatan sehubungan dengan fluida yang diangkat. Selama si klus pemompaan terdapat lima faktor yang mempengaruhi beban bersih (net ( net load ) polished rod yaitu yaitu : a. Beban fluida b. Beban mati dari pada rod c. beban percepatan dari pada sucker pada sucker rod rod d. Gaya ke atas pada sucker pada sucker rod rod yang yang tercelup dalam fluida e. Gaya gesekan Berat tappered rod tappered rod string string adalah adalah : Wr = M1L1 +M2L2 +......+ MnLn.................................................. .......................................................................(3.....................(3-43) 43) Keterangan : M1
= berat rod section pertama section pertama dari tappered rod, lb/ft
L1
= panjang rod , section pertama, ft
Dengan menganggap density rod 490 lb /cuft, volume rod string rod string sama dengan fluida yang dipindahkan rod string string adalah adalah : Volume =
W berat ...............................................................(3.....................(3-44) 44) r cuft .......................................... density 490
102
Densitas fluida yang dipindahkan 62,4 SG (dimana SG = Specific gravity Specific gravity)) lb/cuft. Gaya ke atas yang bekerja pada rod , adalah berat fluida yang dipindahkan yaitu : Gaya ke atas =
W r
x62,4SG 490
= -0,127 W r SG................................... SG.............................................................(3..........................(3-45) 45) Beban fluida yang digunakan dalam perhitungan beban polished beban polished rod rod adalah adalah berat kolom fluida yang ditahan oleh plunger, volume dari kolom fluida dari plunger dan setinggi setinggi rod string string adalah adalah : Volume =
LA P 144
cuft............................................ cuft................................................................. ..................................(3-46) .............(3-46)
Volume fluida dapat diperoleh dari persamaan 3-46 dikurangi persamaan 3-44. Volume =
LA P W r cuft........................................... cuft............................................................... .........................(3-47) .....(3-47) 144 490
Beban fluida Wf adalah : Wf = 62,4 SG ( LA P / 144) (W r / 490)...............................................(3-48) Wf = 0,433 SG ( LA P 0,294W r )............................................ .......................................................(3-49) ...........(3-49) Beban fluida tersebut hanya bekerja pada polished pada polished rod rod pada pada waktu upstroke. upstroke. Selanjutnya beban gesekan tidak dapat diturunkan secara matematis, tetapi beban ini dapat diperkirakan secara empiris dengan dynamometer tes. tes. Sedangkan untuk keperluan desain, gesekan ini dapat dinyatakan sebagai + F, pada waktu upstroke dan – dan – F F pada waktu downstroke. downstroke. Jadi, beban polished beban polished rod rod maksimum maksimum yang terjadi pada waktu upstroke adalah upstroke adalah : Wmax = Wf + Wr + Wr + F..................................... F........................................................... ............................(3-50) ......(3-50) Beban polished Beban polished rod rod minimum minimum yang terjadi saat downstroke : downstroke : Wmin = Wf – – W Wr - - 0,127 W r SG – SG – F................. F....................................... .................................(3-51) ...........(3-51) Jika persamaan 3-50 digunakan untuk menghitung beban maksimum, suku yang terakhir diabaikan, oleh karena itu beban gesekan tidak da pat dihitung dengan tepat. Wmax = Wf + Wr (1 - ).................................................. )........................................................................ .......................(3-52) .(3-52)
103
Dengan cara yang sama, perhitungan beban minimum juga dengan mengabaikan beban gesekan. Wmin = Wr (1 - - 0,127 SG)............................................... SG)..............................................................(3-53 ...............(3-53))
ydr auluc H or se P owe ower 3.1.2.10. H ydr Hydraulic Horse Power (HHP) adalah besarnya horse power yang diperlukan pompa untuk mengangkat sejumlah fluida secara vertikal saat pemompaan berlangsung. Hal penting di dalam penentuan horse power ini ini adalah net lift (L lift (L N), pengertian net lift yaitu, yaitu, jarak angkat efektif pompa dalam satuan ft. Besarnya net lift , dapat ditentukan dengan persamaan dibawah :
2,31 Pt .................................................................. ................................(3-54) .........(3-54) , ft ........................................... SG
L N = L x Keterangan : L
= Pump setting depth, depth, ft
Pt
= Tubing pressure, pressure, psi
SG
= Specific gravity fluida gravity fluida
Selanjutnya besarnya horse power horse power dapat dapat ditentukan dengan persamaan : HHP = (7,36 x 10 -6) q SG L N, hp............................................ hp............................................................(3-5 ................(3-55) 5) Keterangan : q
= Rate produksi,BPD Rate produksi,BPD
SG
= Specific gravity fluida gravity fluida
L N
= Net lift , ft
H or se P ower (P ower I nput nput ) 3.1.2.11. B r ake Ho Power input input ini menunjukkan besarnya horse power yang yang dibutuhkan oleh prime mover pada operasi pompa sucker rod ada dua power load yang harus dipertimbangkan selama terjadi gerakan fluida dari pompa ke permukaan, yaitu pertama adalah hidraulic horse power seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, dan kedua adalah friction adalah friction horse power diberi diberi simbol H, harga friction harga friction horse power dapat dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
104
Hf =
0,25W r .S . N .in lb / min min 12in / ftx ftx 33000 ft lb / min/ hp
= (6,31 x 10 -7) Wr S N , hp........................................... hp..............................................................(3...................(3-56) 56) Keterangan : Wr = Berat rod string , lb S = Panjang stroke Panjang stroke,, in N = Jumlah stroke Jumlah stroke permenit, permenit, spm Selanjutnya besarnya brake horse power (BHP) merupakan penjumlahan hidraulic hidraulic dan friction horse power . Untuk mengatasi tekanan yang tidak dapat diperkirakan dalam peralatan dipermukaan maka diambil faktor keselamatan sebesar 1,5. brake horse power dituliskan dituliskan : BHP = 1,5 (H b + Hf ).................................................. )....................................................................... ...........................(3-57) ......(3-57)
3.1.2.12. Penentuan Efisiensi Total Pompa
Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa efisiensi total pompa adalah merupakan hasil kali dari dua efisiensi, yaitu efisiensi permukaan (above (above ground efficiency) efficiency) dan efisiensi bawah permukaan (bellow ( bellow ground efficiency). efficiency ). Above ground efficiency yaitu efficiency yaitu efisiensi pompa yang berhubungan dengan keperluan horse power oleh prime mover di permukaan, dan besarnya dinyatakan dengan perbandingan antara polished rod horse power terhadap power input pada pada prime mover (brake (brake horse power ). ). Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : Above Ground Efficiency
=
=
Polishe Polished d rod horsepower Brake horse power power
PRHP BHP
Bellow ground effisiensi effisiensi yaitu effisiensi yang berkaitan dengan peralatan bawah permukaan di dalam mengangkat fluida permukaan, besarnya efisiensi ini dinyatakan dengan perbandingan antara horse power terhadap polished terhadap polished rod horse power dan dan secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :
105
Bellow Ground Efficiency
=
=
Hydraulic Hydraulic horsepower Polishe Polished d rod horsepower HHP
, Hp PRHP PRHP
Sehingga besarnya efisiensi total pompa adalah : Effisiensi total = Efisiensi permukaan x Efisiensi bawah permukaan =
PRHP HHP x , Hp BHP PRHP PRHP
Sucker Ro R od Pump Pump 3.1.3. Perencanaan Sucker Perencanaan sucker rod pump ( sucker sucker rod ) bertujuan untuk mendapatkan parameter-parameter pompa secara optimal sesuai dengan potensi sumur. Sebelum dilakukan perencanaan pompa perlu dilakukan dila kukan analisa perhitungan perilaku pompa. Tujuan dari analisa perhitungan pompa sucker rod ini ini adalah untuk mendapatkan perilaku yang efisien dari peralatan yang tersedia. Adapun langkah-langkah perencanaan pompa sucker rod adalah sebagai sebagai berikut : 1. Setting Depth Pompa (L) Pompa (L) L =H – =H – (P (Pwf /G /Gf ) +S............................................ +S.................................................................. ...................................(3-58) .............(3-58) Keterangan : H
= Kedalaman sumur dari permukaan sampai top perforasi, ft
Pwf
= Tekanan dasar sumur, Psi
Gf
= Gradient formasi, psi/ft
S
= Submergence, Submergence, berkisar antara 60 – 60 – 100 100 ft
2. Panjang Langkah ( stroke) stroke) Berdasarkan L dan PD, maka dari chart pump unit section (Tabel section (Tabel III-1, III3, III-4, dan III-5) diperoleh API size dan Effective dan Effective Plunger Stroke. 3. Penentuan Diameter Plunger, Tubing, Rod SPM - Berdasarkan Berdasarkan API size pada langkah “2” dan kedalaman L maka dari tabel desain data diperoleh :
Diameter plunger
106
Diameter tubing
Ukuran rod
Kecepatan Pemompaan (SPM)
4. Acceleration 4. Acceleration Faktor Faktor = SN2 / 70500................................. 70500............................................................ ................................................. .......................(3-59) .(3-59) Keterangan : S = Panjang langkah, inchi N = Kecepatan pemompaan, SPM 5. Panjang Langkah Plunger Efektif SP = S +
40,8 L2 E
5,20SGDA P L1 E
L 2 ... ...................................(3-60) A1 A2
Atau untuk untapered : : SP = S +
40,8 L2 E
5,20SGDA P 1 E
................................................(3-61) At
Keterangan : SP
= Panjang langkah efektif plunger, in.
= Acceleration faktor. Acceleration faktor.
L
= Setting depth pompa, depth pompa, ft.
E
= Modulus elastisitas, T. (besarnya tergantung dari bahan.)
D
= Working fluid level , ft.
Ap
= Luas penampang plunger, sq. In.
SG
= Specific gravity fluida gravity fluida
At
= Luas penampang tubing, sq. In.w
L1, L2.. = Panjang rod, ft. A1,A2...= Luas penampang rod , sq. In. 6. Pump 6. Pump Displacement PD = K Sp N....................................... N.................................................................. ................................................. .......................(3-62) .(3-62) Ketarangan : PD
= Pump = Pump Displacement , Bbl/day
K
= Konstanta plunger tertentu
107
Sp
= Panjang langkah plunger efektif, in.
N
= kecepatan pemompaan, SPM
7. Efisiensi Volumetris Pompa Ev = (qt/PD) 100%........................................... 100%................................................................. .....................................(3-63 ...............(3-63)) Keterangan : Ev
= Efisiensi volumetris pompa, %
qt
= Produksi total, bpd
PD
= Pump = Pump Displacement , bpd
8. Berat Rod Berat Rod String Wr = L x m.......................................... m..................................................................... ................................................. ......................(3-64) (3-64) Keterangan : Wr
= Berat rod string , lb.
L
= Setting depth pompa, depth pompa, ft.
m
= Berat rod , lb/ft
9. Berat Fluida Wf = 0,433 SG (L ( L Ap – Ap – 0,294 0,294 Wr).............................................. Wr).......................................................(3-65) .........(3-65) Keterangan : Wf
= Berat fluida, lb
SG
= Specific gravity fluida
L
= Setting depth pompa, depth pompa, ft
Ap
= Luas penampang plunger, sq.in.
Wr
= Berat rod string , lb
10. Beban Polished Beban Polished Rod Wmax = Wf + Wr ( 1 + )................................................... )..................................................................(3-6 ...............(3-66) 6) Wmin = Wr (1- - 0,127 SG)……………………………………….( SG )……………………………………….(3-67) 3-67) 11. Rod 11. Rod Stress Stress maks
= Wmaks / Ar, Psi............................................. Psi........................................................(3-68) ...........(3-68)
Stress min
= Wmin / Ar, Psi............................................. Psi..........................................................(3-69) .............(3-69)
Keterangan : Ar
= Luas Penampang rod, sq.in.
108
12. Counterbalance Ci = 0,5 Wf + Wr ( 11 - 0,127 Sg), lb.....................................................(3-70 lb.....................................................(3-70)) 13. Torque Tp =
(Wmaks 0,95Ci) S 2
, lb-in....................................... lb-in............................................................(3-7 .....................(3-71) 1)
14. Tenaga Motor Hh = 7,36 x 10 -6 Q SG L, Hp....................................................... Hp................................................................(3-72) .........(3-72) Hf = 6,31 x 10 -7 Wr S N, Hp...................................................... Hp................................................................(3-73) ..........(3-73) Hb = 1,5 (Hh + Hf), Hp......................................................... Hp......................................................................(3-74 .............(3-74a) a) Keterangan : Hh = Hydraulic = Hydraulic horse power to lift fluida fluida Hf = Subsurface frictional power loss Hb = Brake = Brake horse power Motor Rating Rating = = Hb / 0,75, Hp Diameter engine sheave engine sheave prime prime mover : : de = (Nu du) / Ne ........................................... .................................................................. ...................................... ............... (3-74b) Keterangan : de
= diameter engine sheave, sheave, in
Nu
= diameter unit sheave, sheave, in
Ne
= kecepatan engine sheave, sheave, rpm
Nu
= kecepatan unit sheave, sheave, rpm
Sucker Ro R od Pump Pump 3.1.4. Optimasi Sucker Maksud optimasi adalah menganalisa pengaruh dari harga kecepatan pemompaan (N) dan panjang langkah (S) terhadap efisiensi volumetris dari pompa pompa sucker rod . Optimasi pompa sucker pompa sucker rod ini ini meliputi beberapa langkah, yakni : a) Perhitungan perencanaan Sucker Rod Pump. Pump . b) Perhitungan Inflow Perhitungan Inflow Performance Relationship (IPR). Relationship (IPR). c) Perhitungan Re-design Perhitungan Re-design Sucker Rod Pump berdasarkan Pump berdasarkan stroke stroke maksimum maksimum pompa terpasang.
109
Sucker Ro R od Pump Pump a). Prosedur Perencanaan Sucker Untuk itu perlu diketahui terlebih dahulu dasar prosedur perhitungan desain sucker rod . Langkah-langkah perhitungan yang dilakukan untuk mengetahui effisiensi volumetris (% Ev) dari sucker dari sucker rod pump dan pump dan perhitungan terhadap te rhadap beban pada sumur seperti yang terdapat pada sub bab sebelumnya.
Perf or mance Re R elations lationshi hip p aktual. b). Perhitungan I nflow Perfo Sesuai dengan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, bahwa pembuatan grafik IPR dengan menggunakan metoda-metoda perhitungan kinerja aliran fluida dari formasi ke lubang sumur dapat dikelompokkan berdasarkan kriteria jumlah fasa yang mengalir, pengaruh skin pengaruh skin dan dan pengaruh turbulensi.
Sucker Ro R od . c). Prosedur Optimasi Pompa Sucker Dengan memperhatikan ukuran pompa, kemudian dicari harga kecepatan pemompaan (N) yang optimum berdasarkan panjang stroke (S) stroke (S) maksimum pompa terpasang untuk mendapatkan laju (q) yang optimal. Prosedur dalam melakukan desain ulang sucker rod pump pump berdasarkan panjang langkah (S) maksimum pompa pompa terpasang adalah sebagai berikut ; 1. Menghitung Ap (in 2) , K, Wr (lb), dan Wf (lb). - Ap
= 0,25π d2
- Ar
= 0,25π d2
- K
= 0,1484Ap
- Wr
untuk Tappered Rod String.
Wr
= M1L1+M2L2+……+MnLn
Wr untuk Untappered Rod String Wr
= MxL
Berat kolom fluida (Wf) Wf
= 0,433 SG L Ap
110
2. Menghitung konstanta “a”. a
=
1 T Atr Wf (0,9 0,5063SF )Wr SF . Atr Ap 4
Menghitung konstanta “b”. b
=
c (1 0,5625SF (1 0,5625SF ) 56.400 K . Ap p WrN
Menghitung konstanta “c”. c
=
c 1 0 , 625 SF ( 1 0 , 5625 SF ) p 45120 K . 2 . Ap.S Wr
3. Menentukan persamaan Pump persamaan Pump Intake untuk Intake untuk N. P
= a + bv
Menentukan persamaan Pump persamaan Pump Intake untuk Intake untuk S. P
= a +c v2
4. Berdasarkan persamaan yang diperoleh pada langkah (5), dihitung untuk satu harga N, dengan mengasumsikan beberapa harga q sehingga diperoleh harga P, kemudian diplot pasangan data (q,P) untuk satu harga N pada grafik IPR sumur. 5. Berdasarkan persamaan yang diperoleh pada langkah (6), dihitung untuk satu harga S, dengan mengasumsikan beberapa harga q sehingga didapat harga P, kemudian diplot pasangan data (q,P) untuk satu harga S pada grafik IPR sumur. 6. Dari kurva yang didapat akan menghasilkan perpotongan antara kurva Pump Intake dengan Intake dengan kurva IPR, dimana untuk satu kurva Pump Intake yang memotong kurva IPR akan mendapatkan pasangan data (N,q) atau (S,q) sesuai dengan jenis kurva Pump kurva Pump Intake nya. Intake nya. 7. Memplot pasangan data (N,q) dan (S,q) menjadi kurva sehingga akan didapatkan kurva hubungan hubungan (N vs q) dan (S vs q). 8. Dari kurva hubungan antara S, N dan q akan didapatkan laju produksi dengan menggunakan sucker rod pump berdasarkan pump berdasarkan stroke stroke maksimum maksimum pompa terpasang.
111
9. Menghitung beban dengan diketahui stroke stroke maksimum pompa terpasang (S), laju produksi produksi (q = “x”, “x”, bpd), N (N = “y”, spm) dan P
(P
= “z”,psi, dari kurva IPR). -
menghitung α1
SN 2 c 1 α 1 = p 70500 -
, c/p = crank pitman ratio
menghitung α2
SN 2 c 1 α 2 = 70500 p -
menghitung PPRL ( Peak polished rod load ) PPRL =Wf + (0,9Wr (0,9Wr + Wr + α1.Wr) – Wr) – P P .Ap
-
menghitung αmaks maks
-
PPRL PPRL Ar
menghitung MPRL ( Minimum Polished rod load ) MPRL = Wr – Wr – 0,1 0,1 Wr – Wr – α2 Wr =0.9Wr – =0.9Wr – α2 Wr
-
menghitung αmin min
MPRL MPRL Ar
Menghitung effisiensi volumetric yang baru dengan S = “stroke maksimum pompa terpasang”, in. N = “y”, spm. Dan q = “x” bpd, adalah : -
menghitung α1
-
SN 2 70500
menghitung Plunger menghitung Plunger Overtravel (ep). (ep).
112
Untuk Untappered
40.8. L2 .
ep
E
Untuk Tappered 2
ep = -
46,5 L
E
menghitung Perpanjangan Rod Perpanjangan Rod (er). (er). untuk jenis Untappered er =
5,20SGDApL EAr EAr
untuk jenis Tappered er = -
5,20SGDAp L1 L2 L3 ..... E A1 A2 A3
menghitung Pump menghitung Pump Displacement (PD). (PD). PD = K Sp N
-
menghitung effisiensi volumetric sumur yang baru (setelah di redesign) redesign) Ev
q
x100% PD
Dari prosedur perhitungan beberapa harga S dan N, yang kemudian diplot juga dengan kurva IPR aktual, maka akan didapatkan grafik seperti dibawah ini :
113
Gambar 3.9. Perpotongan Kurva IPR dengan (N vs q) dan (S vs q)
Dari hasil perpotongan antara outflow outflow dan inflow tersebut inflow tersebut lalu diplot lagi antara flow antara flow rate ra te (q) terhadap panjang langkah (S) maupun kecepatan pemompaan (N).
Gambar 3.10. Perpotongan kurva hubungan (N vs q) dan (S vs q)
Dari grafik ini maka bisa ditentukan pasangan harga S dan N untuk harga q yang diinginkan.
114
lectrr i cal cal Sub S ubm mer sib si ble Pump 3.2. E lect Electric Submersible Pump Pump adalah pompa yang dimasukkan ke dalam lubang sumur yang digunakan untuk memproduksi minyak secara artificial lift (pengangkatan buatan) dan digerakkan oleh motor listrik. Peralatan pompa listrik submersible submersible terdiri dari pompa sentrifugal , protector dan motor listrik. Unit ini ditenggelamkan di cairan, disambung dengan tubing dan motornya dihubungkan dengan kabel ke permukaan yaitu switcboard yaitu switcboard dan dan transformator . Pompa ESP terdiri dari pompa sentrifugal bertingkat banyak yang berputar 3475 – 3500 RPM, 60 Hz dengan motor listrik induksi sinkron kutub 3 fase, berbentuk sangkar, instalasi ESP dapat dilihat pada Gambar 3.11. Pompa ESP biasanya dipakai untuk laju produksi 200 – 2500 STB/ day, walaupun dapat digunakan untuk produksi sampai 30000 STB/day.
Gambar 3.11.
lectricc Subm Submer sib si ble P ump ump Instalasi E lectri (Brown, Kermit, E ., ., ”The ”The Technology Of Artificial Lift Method ”, ”, 1980)
115
Prinsip kerja ESP adalah berdasarkan pada prinsip kerja pompa sentrifugal dengan sumbu putarnya tegak lurus. Pompa sentrifugal adalah motor hidrolik yang dapat memompakan cairan, dengan jalan memutar cairan yang melalui impeler pompa. Cairan masuk ke dalam impeler pompa pompa menuju poros pompa, dikumpulkan oleh diffuser dan kemudian akan dilempar keluar. Tenaga mekanis motor oleh impeler dirubah dirubah menjadi tenaga hidrolik. Impeler hidrolik. Impeler terdiri terdiri dari dua piringan yang di dalamnya terdapat sudu-sudu. Pada saat impeler diputar diputar dengan kecepatan sudut , cairan yang ditampung dalam rumah pompa kemudian dialirkan melalui diffuser dan sebagian tenaga kinetik dirubah menjadi tenaga potensial berupa tekanan, karena cairan dilempar keluar maka akan terjadi proses penghisapan.
Gambar 3.12. mpeler dan Skema I mpe dan Diffuser (Brown, Kermit, E ., ., ”The ”The Technology Of Artificial Lift Method ”, ”, 1980)
lectrr i cal cal Subme Submer sib si ble Pump 3.2.1. Peralatan E lect lectrica call Sub S ubm mer sib si ble Pump 3.2.1.1. Peralatan Di Atas Permukaan E lectri Tubi ng H ead a. Tubi Kepala sumur harus dilengkapi dengan tubing head atau atau system pack-off . Tubing head untuk pompa reda sedikit berbeda dengan tubing head biasa. Perbedaannya terletak pada adanya kabel yang melalui tubing head tersebut.
116
Adapun fungsi dari tubing head ini adalah sebagai penyokong rangkaian tubing tempat keluarnya kabel dan untuk menutup ruang antara casing dengan tubing.
unctii on B ox b. J unct Diperlukan sebagai tempat menghubungkan kabel dari berbagai sumur dari switchboard . Kabel tersebut perlu dipisahkan untuk memberi kesempatan gas dalam kabel keluar terlepas ke atmosfer. Junction atmosfer. Junction box terletak box terletak antara well head dan dan switchboard .
Switchb hbo oard c. Switc Merupakan panel kontrol yang dilengkapi dengan push button button (on/off) untuk over atau under load protection, protection , fuse, fuse, ammater recording , lampu signal, intermitting timer dan remote control . Switchboard berfungsi sebagai pengontrol kerja pompa (mengontrol operasi arus listrik yang dibutuhkan oleh motor). Fungsi peralatan yang ada pada switchboard pada switchboard adalah : - Start/stop panel , yang berfungsi untuk menghidupkan atau mematikan motor. - Breaker , sebagai pemutus aliran listrik saat dilakukan reparasi pompa. - Sekering, merupakan pengaman jika terjadi hubungan singkat pada arus listrik atau terjadi over voltage. voltage. - Recording ammater , sebagai pencatat besarnya arus yang digunakan motor.
V ari able Spe Speed D r i ve d. Vari Sistem ESP dioperasikan dengan frekuensi tetap 50 atau 60 Hz. Secara umum Variable Speed Drive Drive (VSD) merupakan switchboard yang mempunyai kapasitas frekuensi yang dapat diubah. VSD digunakan untuk mengubah frekuensi yang masuk ke dalam AC power menjadi frekuensi lainnya, biasanya berkisar antara 30-90 Hz. Dengan range range frekuensi maka pengaturan putaran pompa diharapkan akan didapatkan pemompaan yang optimum dengan tanpa harus merubah perencanaan jumlah stage jumlah stage.. d. Transformer
Berfungsi sebagai perubah tegangan primer yang tinggi menjadi tegangan sekunder yang rendah sesuai yang dibutuhkan dibutuhkan motor. Adanya tegangan tinggi yang masuk ke motor akan merusak pompa. Sehingga diperlukan transformer untuk menyesuaikan tegangan tersebut.
117
lectrica call Sub S ubm mer sib si ble Pum P ump p 3.2.1.2. Peralatan Di Bawah Permukaan E lectri a. Motor listrik
Motor listrik yang digunakan adalah motor induk tiga fase, dua katup, squirrel cage. cage. Fungsi dari motor ini adalah untuk menggerakkan shaft pompa sehingga impeller-impeller -nya -nya berputar. Putaran motor listrik list rik umumnya dirancang dengan kecepatan 3500 putaran per menit (RPM), dengan frekuensi 60 Hz. Motor diisi dengan minyak yang tahan terhadap tegangan listrik yang tinggi. Motor didesain untuk tegangan yang dapat dipakai antara 230 sampai 5000 volt, dengan satuan listrik 12 sampai 125 Ampere. Penambahan daya HP dari motor dilakukan dengan merangkai panjang motornya. Rangkaian motor ESP (bertingkat) dapat mencapai menca pai 750 HP dengan panjang sekitar 90 ft. selain ukuran motor, yang perlu diperhatikan adalah horse power dan dan seri motor. Jenis seri menunjukkan diameter motor yang harus sesuai dengan diameter dalam casing sumur.
Gambar 3.13. Motor Pompa ESP (Brown, Kermit, E ., ., ”The ”The Technology Of Artificial Lift Method ”, ”, 1980)
118
b. Kabel
Kabel dipakai sebagai sarana penghantar daya listrik dari permukaan ke motor yang letaknya di dalam sumur. Kabel selain tahan temperatur dan tekanan fluida, serta kedap terhadap resapan liquid dari sumur. Untuk itu kabel harus memiliki bagian seperti : - Konduktor - Isolasi - Sarung Ada dua jenis kabel yang biasa dipakai round cable atau cable atau flat flat cable. cable. Jenis – Jenis – jenis kabel dapat dapat dilihat pada Gambar 3.14. Biasanya kabel jenis round mempunyai mempunyai usia pakai lebih lama dari pada jenis flat , tetapi memerlukan ruang penempatan yang lebih besar. Bila digunakan flat kabel seluruhnya maka kehilangan tenaga listrik akan bertambah 8 %. Juga flat Juga flat kabel kabel mudah rusak dalam pemasangannya. Kabel listrik terdiri dari tiga kabel yang diisolir satu sama lain dengan pembalut dari karpet. Ketiganya Ketiganya terbungkus oleh suatu pelindung yang terbuat dari baja penampang kawat tembaga berubah-ubah fungsi fungsi tegangan arus dari motor dan biasanya dipilih antara 16,25 atau 35 mm2. Hubungan antara tubing dan kabel dilakukan dengan pertolongan kabel clamp. clamp.
Gambar 3.14. Kabel (Brown, Kermit, E ., ., ”The ”The Technology Of Artificial Lift Method ”, ”, 1980)
119
Seal Sect Section ion (Protector ) c. Sea Protector diletakkan diletakkan di antara motor dan pompa. Fungsinya : Tempat menyimpan bahan pelumas untuk pompa. Tempat menyimpan minyak untuk pompa. Menjaga tekanan dalam pompa dan motor agar selalu lebih besar dari tekanan luar pompa. Mencegah masuknya cairan ke dalam motor. Protector terdiri dari dua kamar yaitu kamar atas dan kamar bawah. Keduanya dipisahkan oleh piston. Tekanan hidrostatis cairan dalam pompa sumur masuk ke dalam protector dalam protector melalui melalui orifice dan orifice dan bekerja pada piston. Karena tegangan di dalam kamar atas, tekanan dijaga agar lebih besar tekanan di luar pompa. Di dalam kamar atas dimasukkan minyak pelumas pompa, sedangkan di dalam kamar bawah permukaan dimasukkan minyak minyak motor.
Gambar 3.15. Seal Section atau Protector (Brown, Kermit, E ., ., ”The ”The Technology Of Artificial Lift Method ”, ”, 1980)
120
ntak e Secti Secti on (Separator Gas) d. I ntak Gas separator dipasang antara bagian protector bagian protector dan dan pompa. Gas yang akan dipisahkan dari cairannya dibuang ke annulus. annulus. Pada prinsipnya bekerja secara gravitasi atau sentrifugal, dimana jika terjadi putaran, maka gas akan mengalir di tengah dan dikirim ke annulus. Sedangkan minyak akan terlempar ke pinggir oleh gaya sentrifugal dan dialirkan ke inlet pompa. pompa. Pada
sumur-sumur
yang
tidak
banyak
mengandung
gas,
cukup
menggunakan pump intake intake saja. Tetapi pada sumur-sumur GOR tinggi, gas separator dapat disambungkan pada pompa guna memberikan effisiensi pompa. Dalam hal ini terdapat 3 jenis gas separator yang sering dipakai antara lain : Standar intake, untuk GLR 10 – 10 – 15 15 %. Rotary gas gas separator, untuk GLR GLR 90 %. Static gas separator, untuk GLR 20 %.
Gambar 3.16. Gas Separator atau Intake Section (Brown, Kermit, E ., ., ”The ”The Technology Of Artificial Lift Method ”, ”, 1980)
121
e. Pompa Sentrifugal
Pompa submersible submersible adalah tipe pompa centrifugal multi tingkat. Setiap tingkat terdiri dari bagian yang bergerak yaitu impeller dan dan bagian yang stasioner yang stasioner (tidak bergerak) yaitu diffuser . Tipe dan ukuran dari tiap tingkat menentukan volume dari fluida yang dapat diproduksi. Jumlah tingkatnya menentukan jumlah head yang yang dihasilkan, apabila dikalikan dengan daya (HP) pert ingkat dan spesiic gravity-nya, gravity-nya, maka jumlah HP motor yang dibutuhkan dapat ditentukan. Pompa tandem adalah beberapa single beberapa single pump (pompa pump (pompa tunggal) yang disusun seri baik secara hydraulic hydraulic untuk memberikan total head dari pompa yang dibutuhkan untuk keperluan tertentu. Komponen ini, seperti halnya poros pompa dibuat khusus yang tahan korosi, scale korosi, scale,, temperatur tinggi, pasir dan jumlah tingakat yang digunakan untuk ukuran tertentu tergantung pada head pengangkatan. pengangkatan.
Motor Le L ead Cable Cable f. Moto Motor lead cable cable disebut juga motor lead extension extension dan berbentuk flat (pipih). Panjangnya dibuat sepanjang pothead pada pada motor sampai dengan bagian atas dari pompanya, pompanya, yang kemudian disambungkan dengan power kabelnya. Seal section, section, gas separator dan pompa dengan flat dengan flat cable ini cable ini dimasukkan agar total diameter luar rangkaian pompa dan motor lead cable tidak cable tidak terlalu besar besa r untuk dimasukkan sumur, terutama pada sumur yang menggunakan liner yang ukurannya lebih besar dari diameter casing. Motor casing. Motor lead cable diberi cable diberi pelindung (cable ( cable guards) guards) untuk mencagah kerusakan pada waktu dimasukkan ke dalam sumur.
lectrr i cal cal Sub S ubm mer sib si ble Pump 3.2.2. Analisa Peralatan E lect Komponen-komponen peralatan electrical submersible pump merupakan suatu gabungan yang komplek dan menyatu, dengan kata lain saling tergantung satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu penting dilakukannya analisa peralatan pompa untuk menjaga effisiensi pompa pompa mengangkat fluida naik ke permukaan. permukaan.
3.2.2.1. Pemilihan Jenis Dan Ukuran Pompa
Tipe pompa diklasifikasikan atas : ukuran casing minimum dan laju produksi yang dianjurkan. Pemilihan tipe ti pe pompa harus didasarkan pada besar laju
122
produksi yang diharapkan, pada head pengangkatan yang sesuai. Ukuran casing juga diperhitungkan diperhit ungkan di dalam pompa, sehingga diusahakan diusaha kan seekonomis se ekonomis mungkin, yaitu dengan memilih seri yang tertinggi dan mempunyai diameter terbesar selama ukuran casing memungkinkan. Dalam memilih tipe pompa yang akan dipergunakan adalah pertimbangan laju produksi yaitu dalam range optimum, range optimum, sehingga dicapai efisiensi yang tinggi. Jika dari hasil pemilihan pompa berdasarkan kapasitas dan ukuran casing terdapat dua tipe yang memenuhi syarat, maka pertimbangan lainnya untuk memilih adalah besarnya horsepower yang yang dibutuhkan dipilih terkecil dan perbedaan harga tipetipe pompa tersebut, dipilih yang termurah.
3.2.2.2. Penentuan Jumlah Tingkat Pompa
Stage pompa Stage pompa ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut : N =
TDH GfH
…………………………………………………………...(3-75) ………………………………………………………… ...(3-75)
Keterangan : N
= jumlah tingkat, stage tingkat, stage
Gf
= gradien fluida, psi/ft
H
= head , ft/stage
TDH
= Total Dynamic Head,ft Head, ft
3.2.2.3. Pemilihan Motor
Pemilihan ukuran motor yang dibutuhkan berdasarkan pada : -
Tegangan listrik yang tersedia
-
Ukuran casing sumur
-
Besarnya horse power yang yang dibutuhkan Ukuran motor juga dibatasi oleh ukuran minimum casing yang dipakai
seperti halnya pompa. Untuk seri motor yang dipilih disesuaikan dengan seri pompa yang telah dipilih. Besarnya horse power motor motor dihitung dengan persamaan : HP = SGxNxH p…………………………………………… p……………………………………………..………………(3-76) ………………(3-76) Keterangan : SG
= Spesific gravity fluida gravity fluida
123
Hp
= Horse = Horse power motor motor untuk tiap stage, HP/stage Apabila besarnya hp yang dibutuhkan motor dari hasil perhitungan tidak
sama dengan hp yang tersedia maka dipilih motor yang dimiliki hp yang lebih besar dan yang paling mendekati.
3.2.2.4. Pemilihan Kabel Listrik
Untuk pemilihan kabel listrik ditentukan oleh besarnya arus listrik yang mengalir, penurunan voltage serta voltage serta clearance antara clearance antara tubing dan colar dengan casing. Dianjurkan memilih kabel yang mempunyai penurunan voltage voltage di bawah atau sekitar 30 volt/1000 ft. Panjang kabel ditentukan berdasarkan kedalaman setting depth pump ditambah pump ditambah 100 ft untuk keperluan di permukaan.
Switchb hbo oard 3.2.2.5. Pemilihan Ukuran Transformer Dan Switc Di dalam menentukan switchboard yang akan dipakai perlu diketahui terlebih dahulu berapa besarnya voltage voltage yang akan bekerja pada switchboard tersebut. Besarnya tegangan yang bekerja pada switchboard dapat dihitung dari persamaan berikut : Vs = Vm + Vc……………………………………………..……….. Vc……………………………………………..………..(3-77) (3-77) Vc = (L/100) x Voltage Drop………………….……………………(3-78) Drop………………….…………………… (3-78) Keterangan : Vs = Surface voltage, voltage, volt Vm= Motor Vm= Motor voltage, voltage, volt Vc = Correction voltage, voltage, volt L = Panjang kabel, ft Voltage Drop = Kehilangan voltage, volt/1000 volt/1000 ft Untuk menentukan besarnya tegangan transformer yang diperlukan dihitung dengan persamaan berikut : T=
Vsx Im Im x x1,73 1000
……………………...…………………………….(3-79) ……………………...…………………………….( 3-79)
Keterangan : T = Ukuran transformer , KVA
124
Vs = Surface Voltage, Voltage, volt Im = Ampere motor, ampere
lectrr i cal cal Subme Submer sib si ble Pum P ump p 3.2.3. Perencanaan E lect Merencanakan suatu pemilihan unit ESP untuk suatu sumur adalah merupakan hal yang sangat penting karena akan menentukan efisinensi pompa terhadap laju alir fluida. Sebelum memilih jenis ESP yang akan dipasang untuk suatu sumur terlebih dahulu harus kita tentukan kemampuan produksi dari sumur tersebut dengan tes produksi. Sesudah itu barulah kita dapat melakukan perhitungan-perhitungan yang yang cukup panjang untuk menentukan jenis pompa yang cocok dipasang pada sumur tesebut. Dalam perhitungan perencanaan ESP ini perlu ditunjang adanya data-data lengkap dan akurat agar pemilihan pompanya bisa efisien dan ekonomis. Berikut ini adalah urutan data-data yang diperlukan untuk perencanaan ESP. Metode yang digunakan adalah metode analitis dengan bantuan gambar dan table sesuai merek dagang terpilih. Persyaratan perencanaan ini berlaku untuk lubang sumur tegak (vertikal). Langkah kerja : 1. Data yang diperlukan (data sumur, reservoir, dan fluida). Unit ESP dibuat dengan bermacam-macam ukuran diameter housing -nya -nya (OD). Ukuran casing pada umumnya dinyatakan dari diameter luarnya (OD) sedangkan berat casing akan bisa menentukan diameter dalamnya (ID) yang merupakan tempat untuk dilewati rangkaian ESP. jadi dengan mengetahui ID casing akan bisa menentukan serie (OD) ESP yang akan dipasang. 2. Hitung berat jenis rata-rata dan gradien tekanan fluida produksi menurut : SGrata-rata =
1 xSGoil xSGoil WORxSGwate r 1 WOR
……………………. …………………….…..……( ..……(3-80) 3-80)
Gradien fluida (Gf ) = 0,433 x SG rata-rata Bila mengandung gas kurangi G f sekitar sekitar 10%
125
3. Tentukan kedudukan kedudukan pompa pompa (PSD) di atas lubang perforasi teratas. Jarak antara motor dan lubang perforasi teratas kurang lebih 50 ft. Hal ini dilakukan untuk mencegah abrasi pada peralatan pompa. 4. Tentukan laju produksi diinginkan dengan cara memilih kemudian mencoba harga Pwf untuk menghitung harga laju total menurut persamaan : qTotal = (Ps-Pwf) (Ps-Pwf) x PI………………………………..…………………(3-81) PI………………………………..…………………(3-81) Hitung laju yang diinginkan (qo) menurut persamaan : qo =
1
………………………………….. ..……….…… ……….……....(3-82) ....(3-82) xqtot xqtot ………………………………… 1 WOR
Apabila harga tersebut belum sesuai, ulangi memilih harga Pwf dengan cobacoba. 5. Hitung Pump Hitung Pump Intake Pressure (PIP) Pressure (PIP) menurut persamaan : PIP = Pwf – Pwf – G Gf x x (Mid perfo – perfo – PSD)……………………….…………… PSD)……………………….…………… (3-83) Harga PIP harus lebih besar dari da ri Pb (tekanan jenuh), bila tidak terpenuhi te rpenuhi ulangi langkah 4 dan 5 dengan laju laj u produksi yang lebih rendah. 6. Hitung harga HD menurut persamaan : HD = PSD -
PIPx PIPx 2,31 ft / psi SG
7. Tentukan kehilangan tekanan sepanjang tubing (Hf) (Hf) dengan menggunakan menggunakan Gambar 3.17. 8. Hitung Total Dynamik Head (TDH) (TDH) menurut persamaan : TDH =
THP TH P Gf
+ HD +H………………………… …………………………..……………………..(3-84) ……………………..(3-84)
9. Pilih jenis dan ukuran dari katalog perusahaan pompa bersangkutan bersangkutan dan tabel III-6. yang menunjukkan effisiensi maksimum untuk laju produksi yang diperoleh di langkah 4. baca harga head capacity (HC) capacity (HC) dan daya kuda motor (HP motor) pada laju produksi tersebut. 10. Hitung jumlah stages jumlah stages atau atau tingkat Jumlah stages Jumlah stages = =
TDH HC
…………………………………….... …………………………………… ....………….( ………….(3-85) 3-85)
11. Hitung daya kuda yang diperlukan :
126
HP = HP motor x jumlah stages jumlah stages………………………..……………….( ………………………..……………….(3-86) 3-86) 12. Tentukan jenis motor pada tabel yang memenuhi HP tersebut.(pada Tabel III6). 13. Untuk masing-masing jenis motor hitung kecepatan aliran di annulus motor FV =
0,0119 xqtotal xqtotal ( IDca sin g ) 2 (ODmotor ) 2
Jenis motor dan OD motor terkecil yang memberikan FV > 1 ft/dtk adalah pasangan yang harus dipilih. 14. Baca harga arus listrik list rik (A) dan tegangan listrik (Vmotor) yang dibutuhkan untuk jenis motor yang bersangkutan. 15. Dari harga arus listrik tersebut pilih jenis kabel pada gambar 3.18 (dianjurkan memilih jenis kabel yang mempunyai kehilangan tegangan di bawah atau sekitar 30 volt tiap 1000 ft. V kabel = (Mid Perfo- 50) x V/ 1000 ft………………………………(3-87) ft………………………………(3-87) 16. Memilih transformator dan switchboard dan switchboard a. Hitung tegangan yang yang diperlukan motor dan kabel (Vtotal) = V motor + V kabel b. Hitung KVA = 1,73 1,73 x Vtot xA/1000 c. Dari tabel tentukan transformator yang yang memenuhi hasil perhitungan 16 b karena aliran 3 fasa maka transformator yang yang dipilih adalah sepertiga dari hasil hitungan 16.b. d. Dari tabel tentukan switcboard yang sesuai 17. Lakukan perhitungan total tegangan pada waktu start sebagai sebagai berikut : a. Kebutuhan tegangan untuk start untuk start = = 20,35 x voltage rating b. Kehilangan tegangan tegangan selama start selama start = = 3 x kehilangan tegangan biasa 18. Bandingkan apakah total tegangan pada waktu start tidak tidak melebihi tegangan yang dikeluarkan oleh switcboard oleh switcboard . Apabila tidak melebihi, berarti perencanaan pe rencanaan telah betul, apabila melebihi ulangi langkah 16.
127
Gambar 3.17. Chart Kehilangan Tekanan Dalam Pipa (Brown, Kermit, E ., ., ”The ”The Technology Of Artificial Lift Method ”, ”, 1980)
128
Tabel III-6. Jenis Motor ESP (Brown, Kermit, E ., ., ”The ”The Technology Of Artificial Lift Method ”, ”, 1980)
129
Gambar 3.18. Chart Kehilangan Kehilangan Tegangan (Brown, Kermit, E ., ., ”The ”The Technology Of Artificial Lift Method ”, ”, 1980)
lectrica call Sub S ubm mer sib si ble Pump 3.2.4. Optimasi E lectri Optimasi Electric Optimasi Electric Submergible Pump Pump (ESP) (ESP) dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perbandingan antara produktivitas formasi dengan kapasitas pompa yang terpasang. Sebelumnya perlu diketahui terlebih dulu prosedur untuk
130
mengetahui effisiensi volumetris dari ESP terpasang pada suatu sumur, yakni sebagai berikut : a.
b.
Penentuan Specific Gravity Fluida Gravity Fluida 1.
SG Campuran (SG f )
:WCx Gair + + (1-WC) x SGminyak
2.
Gradien Fluida (Gf)
: SGf x x 0,433 psi / ft
Penentuan Pump Penentuan Pump Intake Pressure (PIP) Pressure (PIP) 1.
Perbedaan Kedalaman
= Middle Perforation Perforation - PSD (TVD)
2.
Perbedaan Tekanan
= Perbedaan kedalaman x Gf
3. Pump Intake Pressure c.
= Pwf – Pwf – Perbedaan Perbedaan Tekanan .
Kedalaman Total Dynamic Head (TDH) (TDH) 1.
Menentukan Fluid Menentukan Fluid Over Pump (FOP) Pump (FOP) FOP
2.
PIPx PIPx 2,31 ft / psi SGf
Menentukan Vertical Lift (H (HD) Vertical Lift (H (HD) = Pump = Pump Setting Depth (TVD) Depth (TVD) – – FOP FOP
3.
Menentukan Tubing Friction Loss (H Loss (Hf ) Dalam menentukan besarnya harga Friction Loss Loss (F) dapat digunakan Grafik Friction Loss seperti Loss seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.19. atau dapat juga menggunakan persamaan berikut; 1,85
1,85
100 qt 2,083 C 34.3 Friction Loss (F) = 4,8655 ID
Kemudian menghitung Tubing Friction Loss Los s (Hf ). ). Tubing Friction Loss (H Loss (Hf ) = F x PSD (MD) 4.
Menentukan Tubing Head (H (HT) Tubing Head (HT) =
5.
Tubing Pr essurex2,31 ft / psi SGf
Menentukan Total Dynamic Head (TDH) (TDH) Total Dynamic Head (TDH) (TDH) = HD + HF + HT
131
d.
Penentuan Effisiensi Volumetris (% Ev) 1.
Menentukan Head Menentukan Head per Stage, Stage, (ft/stage) dengan persamaan ; Head per Stage, Stage, (ft/stage) =
TDH TD H Stages
2. Berdasarkan Head Berdasarkan Head per Stage Stage tersebut tersebut kemudian dari Grafik Pump Grafik Pump Performance Curve Curve seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.20. dan 3.21. untuk tipe pompa terpasang diperoleh harga produksi (qtheoritical) dalam Bpd. 3.
Menentukan Effisiensi Volumetris (% Ev) % Ev =
qactual
x100% qtheoritical
Gambar 3.19. ction L oss William-Hazen Grafik F ri ction (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
132
Gambar 3.20.
R ecom commended nded Ope Oper ati ati ng R ange Pum Pump p Performa Perf ormance nce Cur ve untuk A-30 50Hz (Brown, Kermit, E ., ., ”The ”The Technology Of Artificial Lift Method ”, ”, 1980)
lectical Sub S ubm mer sib si ble Pum P ump p Perencanaan Optimasi E lectical Optimasi dilakukan dengan pengaturan dan penyesuaian kembali tipe pompa, jumlah stage, stage, motor dan lain-lain berdasarkan data produksi yang diinginkan sesuai dengan produkitivitas formasi dalam status periode tertentu, sehingga diperoleh laju produksi (Q L) yang optimum. Dasar perencanaan optimasi suatu unit pompa electical submersible pump dibagi menjadi tiga metode. Pertama dilakukan perencanaan ulang terhadap electical submersible pump pump untuk, Pump Setting Depth (PSD) Depth (PSD) berubah dengan Tipe dan Stage Pompa Stage Pompa tetap. Yang kedua, dengan PSD tetap namun Tipe dan Stage Stage Pompa berubah dan yang ketiga baik Pump Setting Depth, Depth, Tipe dan Stage pompa Stage pompa berubah semuanya.
tti ng D epth pth Berubah dengan Tipe dan Stage Pompa Tetap a. P ump Setti Optimasi Pump Setting Depth Depth (PSD) dilakukan dengan mengubah kedalaman tersebut dari PSD minimum sampai dengan PSD maksimum, dimana pada evaluasi tersebut menggunakan menggunakan tipe dan stage yang telah terpasang.
133
Prosedur penentuan laju produksi (q L) optimum pada berbagai variasi PSD dengan tipe dan stage pompa tetap : 1. Menentukan PSD minimum dan PSD maksimum dengan menggunakan Persamaan
Pc
PSDmin
= WFL
PSDmaks
= Dmidperfora si
Gf Pc Gf
2. Menentukan PSD observasi (PSD min < PSDobs < PSDmax) 3. Menentukan Pwf berdasarkan q asumsi dan menentukan Total Dynamic Head pada pada setiap kedalaman dan q assumsi. 4. Membaca harga Head Capacity Capacity dan Pump Performance Curve berdasarkan harga laju produksi assumsi dan menghitung menghitung Head Head . 5. Mengulangi langkah (2) sampai (5) untuk harga PSD untuk masingmasing assumsi. Berdasarkan langkah-langkah di atas, maka dapat mengubah kedalaman pompa sumur. Dari hasil perhitungan, didapatkan hasil yang jika ditunjukkan dengan grafik adalah sebagai berikut.
Gambar 3.21.
Stage Tetap. Grafik Hasil Perencanaan PSD Berubah dengan Tipe dan Sta
134
tti ng D epth pth Tetap dengan Tipe dan Stage Stage Pompa Berubah b. P ump Setti Merupakan optimasi dengan mengubah-ubah tipe dan jumlah tingkat ( stage) stage) pompa pada Pump Setting Depth Depth tetap. Pemilihan pompa dibatasi oleh pemilihan Casing (Check ( Check Clearances) Clearances) dan laju produksi yang diinginkan dimana laju tersebut seharusnya masih berada dalam kapasitas laju produksi yang direkomendasikan. Untuk meningkatkan effisiensi pengangkatan, dilakukan evaluasi jumlah tingkat pompa. Prosedur untuk membuat kurva intake yang digunakan untuk mendapatkan jumlah tingkat ( stage) stage) pompa yang paling tepat, yaitu : 1.
Memilih pompa yang sesuai dengan ukuran casing casi ng dan laju produksi yang diinginkan.
2.
3.
Menghitung ρfsc dan γfsc
ρfsc
= 350WC x γwsc + 350 (1-WC) γosc
γfsc
= (ρfsc/350)
Mengasumsikan laju produksi bervariasi, kemudian menentukan head/stage dari head/stage dari Pump Pump Performance Curve dan Curve dan menghitung tekanan intake pompa (P3), setelah mengetahui harga tekanan discharge Pompa (P2) masing-masing maka dilakukan perhitungan laju produksi.
4.
Memplot laju produksi terhadap tekanan intake intake dari tiap stage asumsi pada kurva IPR.
5.
Membaca laju produksi sebagai hasil perpotongan dari kurva IPR dan tekanan Intake tekanan Intake..
Plot grafik IPR yang telah dibuat, diplot dengan tekanan intake intake untuk masing-masing stage stage asumsi menunjukkan bahwa, dengan semakin banyak tingkatan ( stage) stage) pompa yang dipakai akan semakin besar pula kemampuan untuk mengangkat fluida. Seperti yang ditunjukkan Gambar 3.23.
135
Gambar 3.22. Kurva IPR dengan TIP Tubing 2,441 in
Gambar 3.23. Grafik Hasil Perencanaan PSD Tetap denganTipe dan Stage Pompa Berubah
tti ng D epth pth Berubah dengan Tipe dan Stage Pompa Berubah c. P ump Setti Dalam perencanaan electical submersible pump (ESP) pump (ESP) untuk PSD berubah dengan Tipe dan Stage pompa Stage pompa juga berubah, langkah perhitunganny perhit ungannyaa sama seperti perhitungan pada dua bab sebelumnya. sebelumnya. Langkah-langkahnya Langkah-langkahnya sebagai berikut : 1.
Mengasumsikan PSD obs yang berada dalam range ra nge PSDmin dan PSDmaks.
136
2.
Memilih tipe pompa yang sesuai dengan produktivitas formasinya dengan langkah perhitungan yang yang sama seperti pada bab sebelumnya.
3.
Menentukan Total Dynamic Head (TDH) (TDH) dan Head dan Head Pompa Pompa pada PSD obs dengan mengasumsikan beberapa harga laju produksi dan jumlah stages (SPS stages (SPS stok).
4.
Mengulangi langkah 1 sampai 3 untuk PSD asumsi l ainnya.
5.
Memilih pompa PSD pada asumsi yang menghasilkan laju produksi yang berada dalam batas (range) pompa yang direkomendasikan dan sesuai dengan produktivitas formasi.
Secara keseluruhan prosedur perhitungan optimasi dengan merubah PSD sekaligus tipe dan stage stage pompa, merupakan kombinasi antara perencanaan PSD tetap, tipe dan stage stage pompa berubah dengan dengan PSD berubah, tipe dan stage tetap. stage tetap. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.24 maka harga laju produksi yang memberikan harga lebih besar dengan PSD yang semakin dalam, dal am, dan menggunakan stage pompa yang semakin besar.
Gambar 3.24. Grafik Hasil Perencanaan Evaluasi ESP dengan PSD Berubah Tipe dan Stage Pompa Berubah.
137
J et Pump Pump 3.3. Je Jet pump adalah pump adalah perkembangan dari hydraulic pump unit (HPU). (HPU) . Jet Jet pump telah dikembangkan sejak tahun 1930. Jet 1930. Jet pump mulai ta hun 1970 di pump mulai popular pada tahun industri minyak dan sangat populer digunakan di perumahan untuk memompa air. Jet pump cukup pump cukup baik untuk memproduksi minyak dengan laju cukup besar, karena biaya operasi rendah, tidak mudah rusak karena tidak ada bagian metal yang bergerak, toleran terhadap pasir dan sedikit gas (gas tersebut dapat membantu mengangkat minyak ke atas bila GOR 400-500 SCF/STB) mengimbangi kehilangan efisiensi pompanya. pompanya. Laju produksinya 50-15000 B/D. Daya kuda tr iplex 6-275 hp dan kedalaman pemasangan 15000 ft. Kelemahan dari jet dari jet pump antara lain : 1. Membutuhkan daya kuda relatif besar dan efisiensinya rendah, hanya disekitar 25-35% maksimum. 2. Untuk menghindari cavitasi, cavitasi, dibutuhkan penenggelaman pompa cukup dalam dan tekanan isap ( suction intake, intake, Pps) yang besar 3. Harga pemasangannya cukup mahal.
Prinsip Kerja Jet Kerja Jet Pump Prinsip kerja pompa jet adalah berdasarkan transfer momentum antara momentum antara dua aliran power aliran power fluid bertekanan bertekanan tinggi yang dialirkan melalui suatu nozel dan dan energi potensial (tekanan) diubah ke energi kinetis dalam bentuk kecepatan tinggi tinggi atau jet. Fluida produksi bercampur dengan power fluid di di pipa pencampuran yang disebut throat . Dengan bercampurnya power bercampurnya power fluid dengan dengan fluida produksi maka momentum dipindahkan ke fluida produksi sehingga energinya akan meningkat. Dengan dilakukannya pencampuran tersebut (pipa melebar dengan sudut sekitar 6 o) maka kecepatan fluida (terutama power fluid ) akan berkurang dan sebagian energinya diubah kembali ke energi potensial (tekanan) yang cukup untuk mengirim campuran ( power fluid balik balik dan produksi) tersebut ke permukaan (Gambar 3.25.).
138
Gambar 3.25. Casing Tipe J et Pump Pump (Brown, Kermit, (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980) 1980)
Power Fluid Power fluid adalah adalah fluida yang digunakan sebagai media penghantar untuk mentransfer energi yang diberikan dari permukaan ke fluida sumur. Energi diberikan pada fluida ini adalah dengan memompakan fluida ke dalam sumur melalui tubing dengan tekanan injeksi tertentu. Kualitas power Kualitas power fluid , baik minyak maupun air yaitu viskositas dan terutama jumlah partikel padat merupakan faktor yang sangat mempengaruhi umur pompa. Untuk itu power itu power fluid fluid harus harus bersih dari partikel-partikel partikel-parti kel dan dapat berfungsi sebagai pelumas. Partikel padat yang diijinkan adalah 10-15 ppm untuk minyak dengan berat jenis 30-40 °API, ukuran partikel tidak lebih dari 15 mikron dengan kadar garam maksimum sebesar 12 lb/1000 bbl minyak dari lapangan la pangan yang bersangkutan harus di proses dan dibersihkan agar dapat digunakan sebagai power fluid . Pemilihan minyak atau air sebagai fluida kerja tergantung pada beberapa faktor, yaitu :
Air lebih aman terhadap bahaya kebakaran dan polusi.
139
Pompa untuk air memerlukan pelumas dan penyekat pada toraknya, sedangkan untuk minyak tidak.
Biaya pemeliharaan dan operasi pompa minyak lebih kecil.
Bila digunakan air sebagai fluida kerja maka tekanan kerja pompa lebih besar karena air lebih berat daripada minyak.
Bila fluida formasi termasuk minyak berat, fluida kerja miyak lebih mudah bercampur dan mengalir ke permukaan. Untuk operasi Jet operasi Jet Pump, Pump, tersedia 2 jenis sistem power sistem power fluid , yaitu:
b.
CPF (close (close power fluid ), ), di mana power fluid yang mengalir kembali ke permukaan terpisah dari fluida produksi. Sistim ini hanya bisa dilakukan untuk pompa piston hidrolik (Gambar 3.26.)
c.
OPF (open (open power fluid ), ), di mana power fluid bercampur dengan fluida produksi dan sebagian dari campuran ini akan diproses dan dibersihkan dan sebagian kembali ke tangki penyimpan power fluid untuk diinjeksikan kembali ke sumur-sumur. Sistem OPF dapat untuk pompa piston hidrolik maupun jet. (Gambar 3.27.)
Gambar 3.26. losed d P ower F luid lui d Fasilitas Permukaan Pada Sistem C lose (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
140
Gambar 3.27. Open Po P ower F luid lui d Fasilitas Permukaan Pada Sistem Ope (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method” , 1980)
Pump 3.3.1. Peralatan J et Pump Peralatan jet pump pump dibagi menjadi dua macam, yaitu peralatan di atas permukaan dan peralatan di bawah permukaan. Peralatan-peralatan Peralatan-peralata n tersebut saling berhubungan selama kelancaran proses jet proses jet pump. pump.
Pump 3.3.1.1. Peralatan Di Atas Permukaan J et Pump Pada dasarnya fasilitas peralatan permukaan dari jet pump pump sama dengan peralatan permukaan umumnya. Separator, heater treater, manifold adalah adalah contoh peralatan permukaan yang umum dipermukaan, tetapi didalam jet pump pump dikenal juga peralatan khusus yang digunakan, yakni peralatan yang jarang dijumpai pada peralatan permukaan umumnya. umumnya.
1. G as B oot Peralatan ini berfungsi untuk melepaskan fluida dari molekul-molekul gas yang terkandung didalamnya. Mekanisme kerja dari peralatan ini dengan cara gravity setling .
141
2. Powe Power F luid Tank Tank Tank ini berfungsi sebagai tempat menampung power fluid fl uid . Pencampuran dengan fluida produksi dipisahkan dahulu di separator di separator , treater , dan gas dan gas power fluid dengan boot . Hasil pemisahan menghasilkan fluida produksi yang ditampung dalam production tank t ank dan power dan power fluid yang yang ditampung dalam power fluid tank t ank . Power fluid disimpan disimpan sebagai stock sebagai stock untuk untuk diinjeksikan kembali ke bawah permukaan.
3. Surfa Surf ace Pump Pump Surface pump didesain pump didesain khusus untuk memompakan power fluid ke ke bawah permukaan. Peralatan surface pump pump ini juga harus dilengkapi oleh relief valve, valve, pressure gauge gauge,, dan safety dan safety switches switches untuk mengontrol tekanan dipompa. Discharge dipompa. Discharge line line dari relief valve valve dan back pressure control valve valve seharusnya tidak disambungkan secara langsung dengan suction line pompa, pompa, tetapi disambungkan dengan separate line yang line yang mengalir kembali ke tank. Hal ini dikarenakan ketika minyak mengalir dari tekanan tinggi ke tekanan rendah, gas akan le pas dari minyak ( solution). solution). Jika gas masuk ke pompa, gas ini akan mengurangi efisiensi efisie nsi volumetrik dari pompa. (Gambar 3.28.)
Gambar 3.28.
T r i plex lex P ump ump (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
142
Pump 3.3.1.2. Peralatan Di Bawah Permukaan J et Pump 1. Nozzle Nozzle Nozzle berfungsi untuk menyemprotkan power fluid dari permukaan ke throat . Tenaga untuk menyemprotkan ini berasal dari tekanan injeksi pompa yang digunakan dipermukaan. Pada nozzle yang nozzle yang paling kecil (diameter = 0,06869 inch) dapat mengalir power mengalir power fluid dengan dengan laju alir sekitar 200 sampai 300 bpd, dan pada nozzle yang nozzle yang paling besar (diameter = 0,57220) dapat mengalir power fluid dengan dengan laju alir sekitar 16000 sampai 18000 bpd.
1. Throat Throat berfungsi sebagai pipa tempat bercampurnya power fluid power fluid yang disemprotkan oleh nozzle dan nozzle dan fluida produksi yang didorong oleh tekanan dari dasar sumur. Mekanisme pencampuran di throat ini dengan cara spread (menyebar) power fluid fluid ke ke fluida produksi.
Throat
Nozzle
Gambar 3.29. Throat Dan Nozzle Pada Jet Pump (SPE 59021., ”Test of Hydraulic Jet Pump in The Balam 91 Well”, 2000)
2. Diffuser Diffuser di jet di jet pump berfungsi pump berfungsi sebagai tempat fluida campuran mengalir ke combined fluid return return yang selanjutnya menuju kepermukaan. Diameter diffuser lebih besar dan throat .
143
Pump 3.3.2. Analisa Peralatan J et Pump 3.3.2.1. Analisa Ukuran Nozzle Dan Throat
Ukuran nozzle mempengaruhi laju aliran sedangkan perbandingan nozzle dan throat mempengaruhi luas nozzle dan nozzle dan throat mempengaruhi mempengaruhi head yang yang terjadi selain juga laju aliran alira n yang berhubungan dengan head itu itu seperti juga pada ESP. Makin besar perbandingan nozzle terhadap nozzle terhadap throat maka maka makin besar pula head yang yang bisa didapat, karena laju produksi yang didapat berkurang dan berarti bahwa makin besar momentum yang bisa diserap oleh produksi tadi dan dan ini ini sesuai sesuai dengan dengan pompa pompa yang yang relatif lebih dalam dengan produksi kecil. Karena ukuran throat dan dan nozzle bermacam-macam, nozzle bermacam-macam, maka diperlukan grafik ulah ( performance curves) curves) pompa jet dalam jumlah yang banyak. Untuk mengatasi hal ini Gosline dan O'Brien telah menurunkan beberapa persamaan untuk kelakuan jet pump, pump, yang selanjutnya dikembangkan oleh Cunningham. Dengan persamaan-persamaan ini, dan dengan mengetahui geometri pompanya, maka kelakuan jet pump pump tersebut dapat ditentukan. Persamaan persamaan yang diturunkan tanpa dimensi, dapat digunakan untuk setiap ukuran pompa. Oleh karena selama operasi harga Reynold Number cukup besar, maka pengaruh viskositas dapat diabaikan.
144
Tabel III-7. Luas Dan Diameter Nozzel Dan Throat (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
Tabel III-8. Nozzle Throat National untuk Pemilihan Pompa (Pedoman Pertamina, “Teknik Produksi” Jakarta, 2003)
# 1 2 3 4 5 6 7 8 9
NATIONAL Nozzle Throat Area # Area 0,0024 1 0,0064 0,0031 2 0,0081 0,0039 3 0,0104 0,0050 4 0,0131 0,0064 5 0,0167 0,0081 6 0,0212 0,0103 7 0,0271 0,0131 8 0,0346 0,0167 9 0,0441
Nozzle N N N N N N
Throat N-1 N N+1 N+2 N+3 N+4
R 0,483 0,380 0,299 0,235 0,184 0,145
X A B C D E
145
Tabel III-9. Pemilihan Kombinasi Pompa National ( Pedoman Pertamina, “Teknik Produksi” Jakarta, 2003)
Nozzle 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
X
A 0,0040 0,0050 0,0065 0,0082 0,0104 0,0133 0,0169 0,0215 0,0274 0,0350
0,0033 0,0042 0,0054 0,0068 0,0087 0,0111 0,0141 0,0179 0,0229
NATIONAL Throat annulus area (in area (in2) B C 0,0057 0,0080 0,0073 0,0101 0,0093 0,0129 0,0118 0,0164 0,0150 0,0208 0,0191 0,0265 0,0243 0,0338 0,0310 0,0431 0,0395 0,0543 0,0503 0,0698
D 0,0108 0,0137 0,0175 0,0222 0,0282 0,0360 0,0459 0,0584 0,0743 0,0947
E 0,0144 0,0183 0,0233 0,0296 0,0277 0,0481 0,0612 0,0779 0,0992 0,1264
3.3.2.2. Cavitation
Faktor lain yang harus diperhatikan pula adalah kavitasi (cavitation ( cavitation), ), yaitu keadaan di mana kecepatan fluida yang masuk terlalu ce pat, sehingga tekanan turun di bawah tekanan titik gelembung (bubble ( bubble point pressure), pressure ), sehingga gelembung gas yang keluar dari larutan akan mengakibatkan getaran ( shock ( shock wave) wave) yang dapat mengikis dinding throat . Kerusakan pompa dapat terjadi dalam waktu relatif singkat (beberapa jam atau beberapa hari saja setelah kejadian tersebut).
J et Pump Pump 3.3.3. Perencanaan Je 1.
Siapkan data pendukung : Laju aliran yang diharapkan ( q s), Pump intake ), Gas-Oil Ratio ( ), Water cut (WC ( WC ), ), Gradien Pump Gradien Pump intake pressure ( pressure ( PIP ), Ratio (GOR GOR), fluid (G ( G s), Panjang tubing ( ( L), L), Viskositas (μd, μ o, μw), Gradien fluida (G (Gn, Go, Gd , Gw), Tekanan injeksi power injeksi power fluid ( ( P P inj ), Pump setting Depth (D). Depth (D). inj), Pump
2.
Dari data laju produksi q s, tekanan isap PIP dan GOR, GOR, hitung luas anulus minimum Asm minimum Asm agar tidak terjadi kavitasi.
A sm q s 1
G 1 WC GOR ....................(3-88) 24650 PIP 691 PIP s
Keterangan : Asm
= Luas Annulus minimum, in 2
146
3.
qs
= Laju alir yang diharapkan, bpd
PIP
= Pump = Pump Intake Pressure, Pressure, psi
Gs
= Pump = Pump Intake Gradient , psi/ft
WC
= Water cut , fraksi
GOR
= Gas Oil Ratio, Ratio , scf/bbl
Dari Tabel " Nozzle and Throat Annulus Area" Area " Tabel III-9 pilih suatu kombinasi nozzle dan nozzle dan throat yang yang luas anulusnya lebih besar, yang terdekat dengan harga A sm.
4.
Anggap tekanan kerja pompa di atas permukaan P inj inj, yang minimum besarnya antara 2000 - 4000 psi.
5.
Hitung tekanan di nozzle ( nozzle ( P P n)
P n Pinj Pinj Gn D P f D ............................................. .................................................................... .........................(3-89) ..(3-89) Keterangan :
6.
Pn
= Tekanan Nozzle Tekanan Nozzle,, psi
Pinj
= Tekanan injeksi power injeksi power fluid , psi
Gn
= Gradien Power Gradien Power Fluid , psi/ft
D
= Pump Setting Depth, Depth, ft
Pf
= Head = Head Pressure Loss, Loss, psi
Hitung laju power laju power fluid (qn (qn)) menggunakan persamaan (3-90). qn 832 An
P n PIP Gn
............................................. ................................................................... .................................(3-90) ...........(3-90)
Keterangan :
7.
qn
= laju alir power alir power fluid, bpd fluid, bpd
An
= Luas area nozzle, nozzle, in2
Pn
= Tekanan nozzle, nozzle, psi
PIP
= Pump = Pump intake pressure, pressure, psi
Gn
= Gradien power Gradien power fluid , psi/ft
Hitung laju alir fluida campuran (discharge (discharge flow rate) rate ) yang kembali ke permukaan (qd (qd ), ), dengan menggunakan persamaan berikut
147
q d q n q s ......................................... ................................................................. ............................................... .............................(3......(391) Keterangan :
8.
qd
= discharge flow rate, rate, bpd
qn
= laju alir power alir power fluid , bpd
qs
= laju alir yang diharapkan, bpd
Hitung gradien suction gradien suction pompa pompa (gradien fluida produksi)
G s Gw WC 1 WC Go ......................................... ................................................................ ..........................(3-92) ...(3-92) Keterangan :
9.
Gs
= Gradien fluida produksi, psi/ft
Gw
= Gradien air, psi/ft
WC
= water cut , fraksi
Go
= gradient minyak, psi/ft
Hitung gradien fluida campuran yang kembali ke permukaan
Gd G s q s Gn qn / qd ............................................ ................................................................... ..........................(3-93) ...(3-93) Keterangan : Gd
= Gradien fluida campuran (discharge gradient ), ), psi/ft
Gs
= Gradien fluida produksi, psi/ft
qs
= laju alir yang diharapkan, bpd
Gn
= Gradien power Gradien power fluid , psi/ft
qn
= laju alir power alir power fluid , bpd
qd
= discharge flow rate, rate, bpd
10. Hitung persen kadar air fluida campuran (WCD ( WCD). ).
WC d q s WC / qd .......................................... ................................................................. ........................................(3.................(3-94) 94) Apabila power Apabila power fluid adalah adalah air, maka
WC d q n q s WC / qd ........................................... ................................................................... .............................(3-95) .....(3-95) Keterangan : WCd
= water cut discharge, discharge, fraksi
11. Hitung GLR ( gas gas liquid ratio, ratio, perbandingan gas-cairan) fluida yang kembali :
148
GLR q s 1 WC GOR / qd ............................................. .................................................................... ..........................(3-96) ...(3-96) Keterangan : GLR
= Gas liquid ratio, ratio, scf/bbl
12. Jika GLR lebih besar dari 10 SCF/STB, tentukan kehilangan tekanan fluida yang kembali ( P fd ) dengan menggunakan menggunakan korelasi aliran alira n multifasa vertikal dan lanjutkan ke langkah 14. 13. Jika GLR kurang dari 10 SCF/STB, tentukan viskositas fluida campuran yang kembali ke permukaan (μ ( μd ) menggunakan persamaan (3-97) dan selanjutnya hitung kehilangan tekanan fluida yang kembali ( P fd ) d
WC d w 1 WC d o ........................................... ..................................................................(3 .......................(3-97) -97)
Keterangan : μd
= viskositas discharge, cp
μo
= viskositas minyak, cp
μw
= viskositas air, cp
Harga viskositas campuran (μ (μd ) yang dihitung persamaan (3-97), dengan anggapan bahwa campuran minyak - air tidak menghasilkan emulsi dan, bila power fluid digunakan adalah minyak maka viskositasnya sama dengan viskositas minyak yang diproduksi. 14. Tentukan tekanan discharge pressure ( P P d ) , yaitu jumlah dari tekanan d), hidrostatika di pipa balik, kehilangan tekanan karena friksi ( P ( P fd ) dan tekanan kepala sumur (THP atau Pwh atau Pwh). ).
P d Gd D P fd D Pwh Pwh ............................................ ................................................................... .........................(3-98) ..(3-98) 15. Hitung N ( Dimensionless Dimensionless pressure ratio) ratio) dari persamaan (3-98)
N
P d PIP ............................................ ................................................................... ............................................. ........................(3-99) ..(3-99) P n P d
16. Hitung M ( Dimensionless Mass Flow Ratio) Ratio)
M
q s [(1 2,8
GOR 2 ) (1 WC ) WC ]G s PIP ..............................................(3-100) qnGn
149
Gambar 3.30. digunakan untuk mencari harga N harga N untuk pompa National pompa National . Untuk pompa lain lakukan interpolasi. 17. Hitung qs yang baru, perbandingan antara M terbaca (gambar 3.30) dan M perhitungan
q s q s
Mread Mread M
. .......................................................... ................................................................................ ........................ (3-101)
18. Hitung laju aliran maksimum qsc tanpa terjadi kavitasi.
q sc
q s At An .......................................... ................................................................. ....................................(3-10 .............(3-102) 2) A sm
Keterangan : qsc
= laju alir sebelum kavitasi, bpd
At
= Luas area throat , in2
An
= Luas area nozzle, nozzle, in2
Asm
= Luas Annulus minimum, in 2
qs
= laju alir yang diharapkan, bpd
19. Hitung daya kuda pompa permukaan, HP, dengan mengangg menganggap ap bahwa efisiensi ef isiensi sebesar 90%. HP
1,7 x10 5 q n P . inj eff eff
.......................................... ................................................................. ....................................(3-10 .............(3-103) 3)
Keterangan : eff
= effisiensi pompa, %
150
Gambar 3.30.
Dimensionless Characteristics Curve (National Pump) (Pedoman Pertamina, “Teknik Produksi” Jakarta, 2003)
Pump 3.3.4. Optimasi J et Pump Optimasi jet Optimasi jet pump dilakukan pump dilakukan dengan mencari laju produksi optimum atau laju produksi yang diinginkan terlebih dahulu. Laju produksi tersebut dapat ditentukan dari kurva IPR sumur. Setelah itu dilakukan pemilihan jenis pompa dipermukaan dengan kapasitasnya dan pemilihan ukuran nozzle nozzle dan throat yang diperlukan sesuai dengan kemampuan reservoir. Dalam optimasi jet pump pump dilakukan dengan merubah tekanan pompa dipermukaan dan merubah diameter ukuran nozzle nozzle dan throat . Tekanan pompa dipermukaan dan diameter ukuran nozzle dan nozzle dan throat berhubungan berhubungan langsung dengan laju alir power fluid power fluid dan dan hasil pencampuran power fluid power fluid dengan dengan fluida produksi. Setiap jenis pompa dipermukaan memiliki kapasitas tekanan maksimum operasi, sedangkan ukuran nozzle dan nozzle dan throat yang yang tersedia hanya terbatas.
151
3.4. G as L i ft
Ditinjau dari cara penginjeksian gasnya ke dalam sumur, injeksi gas dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu : 1. Continuous Gas Lift , dimana gas diinjeksi secara terus menerus ke dalam annulus dan melalui valve yang dipasang pada tubing , gas masuk ke dalam tubing tersebut. 2. Intermittent Gas Lift Lif t , dimana gas hanya diinjeksikan pada setiap selang waktu tertentu sehingga injeksi gas merupakan suatu siklus injeksi. Tabel III-10. Kriteria Penentuan Sistem Injeksi (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Of Artificial Lift Method”, 1980)
PI
BHP
Sistem Injeksi
>0,5
Mampu mengangkat kolom cairan minimum 70%
Continuous
dari dasar sumur >0,5
Mampu mengangkat kolom cairan yang kurang
Intermittent
dari 70% atau minimum 40% dari dasar sumur.
<0,5
Mampu mengangkat kolom cairan minimum 70%
Intermittent
dari dasar sumur <0,5
Mampu mengangkat kolom cairan yang kurang
Intermittent
dari 70% atau minimum 40% dari dasar sumur.
if t 3.4.1. Tipe G as L ift nti nous nous F low low Gas Li L i ft 3.4.1.1. C onti Continuous Gas Lift merupakan proses pengangkatan fluida dari suatu sumur dengan cara menginjeksikan gas yang bertekanan relatif lebih tinggi secara terus menerus ke dalam tubing dengan maksud untuk meringankan kolom cairan yang ada di dalam tubing. Karena penginjeksian dilakukan secara kontinyu, maka memerlukan kesetimbangan aliran minyak dari formasi ke dalam lubang sumur dengan rate rate yang cukup tinggi. Gambar 3.31. menunjukkan suatu operasi dari continuous gas lift .
152
Apabila dapat diperkirakan besarnya gradien tekanan aliran rata-rata di bawah dan di atas titik injeksi, maka Pwf dapat dapat dihitung dengan persamaan : Pwf = = Pwh + Gfa L + Gfb (D – (D – L)........... L)....................................... ................................................(3....................(3-104) 104) Keterangan: Pwf
= Tekanan alir dasar sumur, psi
Pwh
= Tekanan pada well head , psi
Gfa
= Gradien tekanan rata-rata di atas titik injeksi, psi/ft
Gfb
= Gradien tekanan rata-rata di bawah titik injeksi, psi/ft
L
= Kedalaman titik injeksi, ft
D
= Kedalaman sumur total, ft
Gambar 3.31. Conti nuous nuous Gas Li L i ft Mekanisme Mekanisme Operasi Conti (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
153
Dengan demikian dasar dari perencanaan gas lift adalah adalah menentukan Pwf yang diperlukan supaya sumur dapat berproduksi dengan rate rate yang diinginkan, yaitu dengan cara menginjeksikan gas pada kedalaman tertentu di dalam tubing. Sesuai dengan fungsinya, katup – katup – katup gas katup gas lift terdiri terdiri dari : 1. Katup unloading , yaitu sebagai jalan masuk dari annulus ke tubing, untuk mendorong cairan yang semula digunakan untuk mematikan sumur. 2. Katup operasi, yaitu sebagai jalan masuk gas dari anulus ke tubing untuk untuk mendorong fluida reservoir ke permukaan. 3. Katup tambahan, yaitu sebagai katup operasi jika Ps turun. Pada tahap pertama, injeksi gas akan mengaktifkan katup-katup unloading sehingga cairan untuk mematikan sumur akan terangkat ke permukaan dan level cairan dalam anulus turun. Kemudian katup unloading secara secara bergantian bekerja dan level cairan dalam anulus a nulus akan mencapai katup operasi. Gas injeksi inje ksi akan masuk ke dalam tubing secara secara kontinyu jika tekanan injeksi gas dalam anulus lebih besar dari tekanan aliran dalam tubing . Oleh karena itu letak katup operasi ditempatkan pada kedalaman sehingga sehingga tekanan alir dalam tubing lebih kecil dari tekanan injeksi injeksi gas di anulus. Penempatan katup operasi ditentukan dari titik keseimbangan, yaitu titik yang mana tekanan aliran di dalam tubing sama sama dengan tekanan injeksi gas di anulus, setelah dikurangi dengan tekanan differensial 100 100 psi. Dengan masuknya gas injeksi melalui melal ui katup operasi maka perbandingan gas cairan di atas titik injeksi akan lebih besar daripada perbandingan gas cairan di bawah titik injeksi. Dengan demikian dasar perencanaan pere ncanaan gas gas lift adalah adalah penentuan Pwf yang diperlukan agar sumur dapat berproduksi dengan rate rate yang diinginkan, yaitu dengan cara menginjeksikan gas pada kedalaman tertentu di dalam tubing. Diagram tekanan kedalaman seperti terlihat pada Gambar 3.32. memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai continuous gas lift dan merupakan dasar perencanaan. Umumnya Umumnya perencanaan continuous gas lift bertolak bertolak dari laju produksi yang diinginkan. Apabila indeks produktivitasnya dan tekanan statik diketahui, maka tekanan alir dalam sumur yang sesuai dengan laj u produksi yang diinjeksikan dapat dihitung.
154
Apabila perbandingan gas cairan dari formasi diketahui, maka kurva gradien tekanan aliran mulai dari dasar sumur dapat digambarkan. Berdasarkan tekanan injeksi gas yang tersedia, garis gradien dalam anulus dapat digambarkan dan titik keseimbangan antara tekanan gas dalam dala m annulus dengan tekanan alir dalam tubing dapat ditentukan. Kemudian letak katup operasi dapat pula ditentukan pada kedalaman yang mempunyai tekanan alir dalam tubing 100 psi lebih kecil dari tekanan injeksi gas. Apabila tekanan alir di kepala sumur tertentu, maka perlu diinjeksikan sejumlah gas tertentu, sehingga memberikan perbandingan gas cairan titik injeksi yang tepat dan menghasilkan gradien aliran di atas titik injeksi yang diinginkan. Gradien aliran harus har us menghasilkan penurunan tekanan sedemikian rupa sehingga tekanan aliran di permukaan sama dengan tekanan di kepala sumur. Berdasarkan perbandingan gas cairan yang diperoleh tersebut serta GLR f , maka jumlah gas yang diinjeksikan dapat dihitung.
Gambar 3.32. Gas Lift Lif t Kontinyu Diagram Kedalaman-Tekanan Untuk Perencanaan Sumur Gas Kontinyu (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
155
Pada keadaan sebenarnya, pressure traverse traverse yang digunakan tidak selalu tepat dengan hasil pengukuran gradien aliran di dalam sumur. Kesalahan dapat berkisar antara 10 -20%. Dengan demikian akan terjadi pula kesalahan dalam menempatkan katup operasi. Untuk mengatasi kesalahan ini perlu ditambah katupkatup pada selang di atas dan di bawah katup opersai. Selang ini disebut dengan Bracketing Envelope. Envelope. Perencanaan continuous gas lift meliputi meliputi :
Penentuan titik injeksi.
Penentuan jumlah gas injeksi.
Penentuan kedalaman katup-katup sembur buatan.
nter mi tent tent F low low G as Li L i ft 3.4.1.2. I nte Proses pengangkatan cairan pada intermittent gas lift berbeda dengan continuous gas lift . Pada continuous gas lift , kolom cairan dicampur dengan gas injeksi untuk mengurangi gradien kolom cairan sehingga tekanan aliran di dalam tubing turun. Sedangkan pada intermittent gas lift , gas diinjeksikan dengan tekanan tinggi (lebih besar dari tekanan kolom cairan), sehingga cairan terangkat akibat pengembangan dan pendorongan gas injeksi, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3.33. Intermitent gas lift merupakan merupakan proses yang berulang dan dapat dibagi dalam tiga periode (seperti yang terlihat dalam Gambar 3.34), yaitu : 1. Periode Aliran masuk Ditunjukkan oleh Gambar 3.34. distribusi tekanan dari awal sam pai titik A, selama periode ini cairan mengalir dari reservoir masuk ke dalam lubang sumur dan terkumpul dalam tubing di atas katup (valve ( valve)) operasi. Selama periode ini valve valve dalam keadaan tertutup. Kenaikan tekanan yang ditunjukkan dalam kurva diakibatkan oleh bertambahny berta mbahnyaa cairan caira n yang masuk ke dalam tubing. 2. Periode Pengangkatan Ditunjukkan oleh Gambar 3.34. mulai dari titik A sampai titik D. bila cair an yang terkumpul dalam tubing sudah sudah cukup, valve akan valve akan terbuka dan gas yang bertekanan tinggi masuk ke dalam tubing untuk mengangkat slug mengangkat slug cairan cairan ke
156
permukaan. Dari kurva tersebut terlihat pada saat valve valve terbuka terjadi kenaikan tekanan dalam tubing yang yang tajam sehingga mencapai maksimum (kurva BC) kemudian turun (kurva CD). Turunnya tekanan ini disebabkan oleh penurunan tekanan dalam casing dan pengembangan gas dalam tubing . 3. Periode Penurunan Tekanan Ditunjukkan oleh kurva DE yang mana setelah valve tertutup valve tertutup slug slug terangkat terangkat ke permukaan, maka pengaruh tekanan injeksi hilang. Pada kurva terlihat bahwa penurunan tekanan sedikit demi sedikit dan hal ini disebabkan oleh cairan yang tidak ikut terangkat te rangkat ke permukaan jatuh kembali ke dasar sumur sehingga menimbulkan tekanan balik. Tekanan tubing mencapai mencapai minimum pada titik E, kemudian proses berulang ke inflow performance (periode aliran masuk).
Gambar 3.33.
Unl oadi adi ng-I ng -I nter nter mi tte ttent F low Well Well Operasi Unlo (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
157
Gambar 3.34. nter mi ttent tent G as Li L i ft Grafik Tekanan Dasar Sumur Pada Proses I nte (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
3.4.2. Peralatan G as L i ft
Peralatan gas Peralatan gas lift dapat dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu peralatan di atas permukaan dan peralatan di bawah permukaan. Peralatan-peralatan Peralatan-peralata n tersebut saling berhubungan dalam kelancaran proses gas proses gas lift .
3.4.2.1. Peralatan Di Atas Permukaan G as L i ft
Peralatan di atas permukaan adalah semua peralatan yang diperlukan untuk proses injeksi gas ke dalam sumur yang terletak terleta k di permukaan. Peralatan-peralatan tersebut meliputi :
L i ft Chri Chr i stm stmas Tre Tr ee 1. Well H ead dan dan G as Li Well head bukan merupakan alat khusus pada operasi gas lift , tetapi digunakan pada metode sembur alam. Alat ini berfungsi sebagai tempat menggantungkan casing dan tubing serta merupakan tempat dudukan christmas tree. tree. Sedangkan christmas tree sendiri tree sendiri berfungsi untuk mengatur laju produksi dan menjaga tekanan reservoir. Gas lift X-mastree dipakai X-mastree dipakai untuk sumur-sumur gas lift yang dalam dan produksi hariannya cukup besar.
158
2. Stasiun Kompressor
Alat ini berfungsi untuk menaikkan tekanan gas injeksi sesuai dengan keperluan. Di dalam stasiun kompressor terdapat beberapa buah kompressor yang dihubungkan dihubungkan dengan manifold . Dari stasiun kompressor ini gas bertekanan tinggi dikirimkan ke sumur-sumur melalui stasiun distribusi. 3. Stasiun Distribusi
Dalam menyalurkan gas injeksi dari kompressor ke sumur terdapa t beberapa macam cara, yaitu : o
Stasiun Distribusi Langsung Pada sistem ini gas dari kompressor disalurkan langsung ke sumur produksi. Sistem ini mempunyai kelemahan yaitu bila kebutuhan gas untuk masingmasing sumur tidak sama sehingga injeksi tidak efisien.
o
Stasiun Distribusi dengan Pipa Induk Sistem ini lebih ekonomis karena panjang pipa dapat diperpendek. Tetapi karena sumur yang satu berhubungan dengan sumur yang lain maka a pabila salah satu sumur sedang dilakukan injeksi gas, sumur yang lain bisa terpengaruh.
o
Stasiun Distribusi dengan Stasiun Distribusi Stasiun ini sangat efektif sehingga sering digunakan. Gas dikirim dari stasiun pusat kompressor ke stasiun distribusi kemudian dibagi ke sumursumur dengan menggunakan pipa.
4. Alat-alat Kontrol Kontrol
Beberapa jenis alat control yang digunakan pada operasi gas operasi gas lift adalah adalah : o
Choke Control dan Regulator dan Regulator Choke control adalah alat yang digunakan untuk mengatur jumlah gas injeksi sehingga dalam waktu tertentu (saat valve terbuka) valve terbuka) gas tersebut ter sebut dapat mencapai suatu harga tekanan yang dibutuhkan. Choke control ini ini dirangkai dengan regulator yang yang berfungsi untuk membatasi jumlah gas injeksi yang dibutuhkan. Bila gas injeksi telah cukup maka regulator akan akan menutup.
159
o
Time Cycle Control Time Cycle Control adalah adalah alat yang berfungsi untuk mengotrol laju aliran gas injeksi dalam intermittent gas lift untuk untuk interval waktu tertentu. Time cycle control dapat diatur sesuai dengan yang diinginkan.
3.4.2.2. Peralatan Di Bawah Permukaan G as Li ft
Peralatan di bawah permukaan untuk operasi gas lift adalah adalah valve (katup) valve (katup) gas gas lift . Katup-katup ini dipasang pada tubing dan berfungsi untuk : o
Mengosongkan sumur dari fluida workover atau kill fluid supaya fluida dapat mencapai titik optimum di dalam tubing .
o
Mengatur aliran injeksi gas ke dalam tubing , baik pada proses unloading (pengosongan sumur) maupun pada proses pengangkatan fluida.
lve G as Li L i ft 1. Jenis-jenis V alve Berdasarkan macam tekanan (tekanan casing atau tekanan tubing) yang berpengaruh terhadap operasi valve, valve, maka valve gas lift dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu : a. Casing Pressure Operating Valve Valve Valve ini bekerja karena tekanan casing dan biasanya disebut pressure valve. Valve ini Valve ini dalam posisi tertutup sensitif (50 – (50 – 100 100 %) terhadap tekanan casing dan 100 % terhadap tekanan casing dalam keadaan terbuka. Ini berarti untuk membuka valve valve diperlukan kenaikan tekanan dalam casing dan untuk menutup valve diperlukan valve diperlukan adanya penurunan tekanan dalam casing . b. b. Fluid Operated Valve Valve ini Valve ini bekerja karena tekanan fluida dalam tubing. t ubing. Dalam posisi tertutup valve valve ini (50 – 100 %) sensitif terhadap tekanan dalam tubing dan dalam posisi terbuka 100 % sensitif terhadap tekanan dalam tubing . Ini berarti valve valve akan membuka apabila tekanan dalam tubing naik naik dan valve akan valve akan menutup bila tekanan te kanan dalam tubing menurun. c. Thortling Pressure Valve (Valve Kontinyu) Kontinyu) Valve ini Valve ini disebut dengan valve yang proposional atau valve aliran valve aliran kontinyu. kontinyu. Dalam posisi tertutup valve ini sama dengan pressure valve, valve, tetapi apabila dalam
160
posisi terbuka, valve valve ini sensitif terhadap tekanan dalam tubing . Berarti untuk membuka valve valve diperlukan tekanan dalam casing dan untuk menutup valve diperlukan penurunan tekanan dalam tubing atau casing . Gambar 3.35. menunjukkan skema valve gas lift aliran aliran kontinyu.
Gambar 3.35. Skema Thortling Pressure Valve (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
161
3.4.3. Instalasi G as Li ft
Secara umum macam instalasi secara prinsip dipengaruhi oleh apakah sumur itu akan ditempatkan sebagai aliran intermittent atau aliran continyu, continyu, juga pemilihan jenis valve tergantung valve tergantung pada sumur yang akan ditempatkan sebagai sumur intermittent gas lift atau atau sebagai sumur continuous gas lift . Dalam menentukan tipe instalasi awal harus bertitik tolak dari kemampuan sumurnya termasuk tekanan dasar sumur dan Productivity dan Productivity Index (PI).
Opened d I nstall nstallat atii on) 3.4.3.1. Instalasi Terbuka ( Opene Pada installasi ini tubing dipasang dalam sumur tanpa packer tanpa packer dan standing dan standing valve, valve, gas diinjeksikan melalui casing-tubing annular dan fluida diproduksikan melalui tubing . Tipe ini baik untuk continuous gas lift , yang mana packer tidak tidak dipasang dengan suatu alasan seperti gas tidak dapat menyembur di sekitar tubing. Jika instalasi ini digunakan pada intermittent gas lift maka maka pada saat shut-down saat shut-down time fluida akan ke anulus casing (Gambar 3.36.).
Semi Close Closed d I nst nstallat llati on) 3.4.3.2. Instalasi Setengah Terbuka ( Sem Instalasi setengah tertutup mirip dengan intallasi terbuka, bedanya pada instalasi ini dipasang packer dipasang packer dan dan tidak menggunakan standing valve Instalasi ini cocok untuk continuous flow gas lift dan dan intermittent flow gas lift .
losed I nstallat nstallatii on) 3.4.3.3. Instalasi Tertutup ( C losed Installasi tertutup mirip dengan instalasi setengah tertutup hanya pada installasi tertutup dipasang packer dan standing valve. valve. Standing valve valve diletakan dibawah valve valve yang paling bawah atau pada ujung tubing string, dimaksudkan untuk mencegah masuknya gas yang diinjeksikan ke dalam sumur. Standing valve ini dipasang pada instalasi intermittent gas lift dan dan dengan pemasangan ini akan menaikan laju produksi.
162
Gambar 3.36. Tipe Instalasi Gas L ift (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
3.4.4. Perencanaan G as L i ft
nti nous nous Ga G as Li L i ft 3.4.4.1. Perencanaan Dan Perhitungan C onti Perencanaan instalasi gas lift bertujuan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari perolehan minyak. Adapun metode yang digunakan adalah metode grafis berdasarkan pressure berdasarkan pressure traverse dan traverse dan gradien tekanan gas di anulus. a. Penentuan Titik Injeksi
Langkah kerja penentuan titik injeksi : 1. Menyiapkan data penunjang : a. Kedalaman sumur (D) b. Ukuran tubing (dt) dan casing (dc) c. Laju produksi cairan yang diinginkan (q L) d. Kadar air (KA) e. Perbandingan gas cairan sebelum instalasi sembur buatan di pasang f.
Tekanan statik (Ps)
g. PI untuk aliran satu fasa atau kurva IPR untuk aliran dua fasa
163
h. Tekanan kepala sumur (P wh) i.
Tekanan injeksi gas (Pso)
j.
Temperatur dasar sumur (TBHP), temperatur di permukaan (Ts) dan gradien thermal (Gt)
k. API minyak, spesifik gravity air ( ( w), spesifik gravity gas injeksi ( ( gi) 2. Menyiapkan kertas transparan Membuat sumbu kartesian berskala yang sesuai dengan skala pressure skala pressure traverse. traverse. Menggambarkan tekanan pada sumbu datar dan kedalaman pada sumbu tegak dengan titik asal (nol) di sudut kiri kertas. 3. Menghitung tekanan alir dasar sumur sumur berdasarkan berdasarkan laju alir yang diinginkan (q L) dengan menggunakan persamaan :
Untuk aliran satu fasa :
P wf P s
qL PI
............................................ ................................................................... ..................................(3-105 ...........(3-105))
Untuk aliran dua fasa (persamaan Vogel) :
Pwf 0,125Ps (1 81 80(q L /q max .......................................(3-106) 106) max ) .......................................(34. Memplot titik (Pwh,D) 5. Memilih pressure Memilih pressure traverse yang traverse yang sesuai berdasarkan q L, kadar air, dan diameter tubing yang yang digunakan. 6. Dari titik Pwf plot gradient tekanan alir di bawah titik injeksi ke arah atas. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan kurva gardien tekanan alir yang sesuai dengan GLRf, atau dengan gradient tekanan campuran yang dapat dihitung dengan rumus :
Gf mix WOR(Go) (1 WOR)Gw ................................................... .......................................................... ........ (3-107) Keterangan : Gf mix mix
=
gradien tekanan campuran
Go
=
Gradien tekanan minyak
=
SGo (0,433)
=
Gradien tekanan air
=
SGw (0,433)
Gw
164
7. Plot titik tekanan kick off (Pko) (Pko) dimana Pko yang besarnya 50 psi lebih besar dari tekanan operasi (Pso) yang besarnya 100 psi pada kedalaman 0 (di permukaan). 8. Dari titik Pso, tarik garis ke bawah sampai memotong garis gradient tekanan alir di bawah titik injeksi dengan memperhitungkan gradient gas injeksi. Gradient gas injeksi dapat diperoleh dengan menggunakan Weight of Gas Colomn Chart (Gambar (Gambar 3.38 dan Gambar 3.39). Titik potong ini merupakan titik keseimbangan antara tekanan tubing dan annulus atau Point of Balance (POB). 9. Tentukan Point Tentukan Point of Injection Injecti on (POI) (POI) yang besarnya 100 psi lebih kecil dari POB pada kurva gradient tekanan alir. POI = POB – POB – 100, 100, psi ............................................ .................................................................. .................................. ............ (3-108) 10. Plot tekanan kepala sumur (Pwh) pada kedalaman 0 (di permukaan) 11. Dari titik Pwh, plot gradient tekanan alir di atas titik injeksi dengan menghubungkan POI dengan Pwf. Dengan menggunakan kurva gradient tekanan alir yang sesuai, kurva ini akan menunjukan perbandingan gas cairan (GLR) total. Seperti terlihat pada Gambar 3.32. b. Penentuan Jumlah Gas Gas Injeksi Injeksi
Langkah kerja penentuan jumlah gas injeksi adalah sebagai berikut : 1. Memplot titik (Pwh,0). 2. Menghitung jumlah gas injeksi, yaitu : qgi = qL (GLR t - GLR f f ).................................................. )...............................................................(3-109 .............(3-109)) 3. Mengkoreksi harga Qgi pada temperatur titik injeksi, yaitu ; a. Menentukan temperatur di titik injeksi : Tpoi = (Ts + Gt Di) + 460 0 ................................................. ...........................................................(3-110) ..........(3-110) b. Menghitung faktor koreksi : Corr = 0,0054
γgiTpoi ........................................... ..............................................................(3...................(3-111) 111)
c. Volume gas injeksi terkoreksi adalah sebesar : qgicorr = = qgi Corr........................................... Corr.................................................................. .............................(3-112) ......(3-112) Keterangan :
165
qgi
=
laju injeksi gas, scf/day
GLR t
=
gas liquid ratio total, scf/stb
GLR f f
=
gas liquid ratio formasi, scf/stb
Sgi
=
specific gravity gas gravity gas injeksi
Tpoi
=
temperatur pada ttitk injeksi, oR
Gt
=
Gradien temperature, 0C/100ft
Di
=
Kedalaman titik injeksi, ft
c. Penentuan Kedalaman Kedalaman Katup-katup Sembur Buatan
Langkah kerja penentuan kedalaman katup-katup adalah sebagai berikut : 1. Siapkan data dan grafik penunjang : a. Kertas transparan hasil penentuan titik injeksi dan jumlah gas injeksi. b. Tekanan differential (P (Pd). c. Tekanan kick off (P (Pko). d. Gradien statik fluida dalam sumur (G s). e. Kesalahan korelasi pressure traverse traverse terhadap hasil pembuatan pressure traverse di traverse di lapangan setempat, besarnya antara 10 – 10 – 20 20 %. 2. Buat garis perencanaan tekanan tubing yang didapatkan dengan menarik garis dari (P2,0) dengan POI. P2 = Pwh + 0,2 (Pso)................... (Pso) ......................................... ............................................ ...................................... ................ (3-113) (3-113) 3. Tarik garis Kill Fluid Gradient dari Pwh sebesar 0,4 – 0,5 psi/ft hingga memotong garis injeksi gas (Pko), dimana Pko = Pso + 50. Titik perpotongan ini merupakan kedalaman valve pertama (Dv1) atau valve yang paling atas. 4. Untuk menetukan kedalaman valve kedua (2), (3),…dst, dapat dilakukan beberapa cara, diantaranya : a. Surface Opening Pressure (Pso) Pressure (Pso) tetap b. Surface Opening Pressure (so) Pressure (so) berkurang 25 psi untuk setiap valve. I. Penentuan kedalaman valve dengan Pso tetap 1. Tarik garis horizontal dari Dv1 hingga memotong garis perencanaan tubing.
166
2. Dari perpotongan garis perencanaan tubing dengan garis horizontal, tarik garis sejajar dengan garis Kill garis Kill Fluid Gradient Gradient sebesar sebesar 0,4 – 0,4 – 0,5 0,5 psi/ ft hingga memotong garis Pso. Titik potong tersebut merupakan kedalaman valve 2 (Dv2). 3. Lakukan langkah 1 dan 2 untuk Dv3, Dv4,..dst sampai pada kedalaman katup yang lebih dalam dari titik t itik injeksi (POI), sehingga diperoleh : valve (1)…….ft valve (2)…….ft valve (3)…….ft dst II. Penetuan kedalaman valve dengan Pso berkurang 25 psi 1. Tarik garis horizontal Dv1 hingga memotong garis perenca naan tekanan tubing. 2. Dari perpotongan garis perencanaan tekanan tubing dengan garis horizontal, tarik garis sejajar dengan garis Kill Fluid Gradient sebesar sebesar 0,4 – 0,4 – 0,5 0,5 psi/ ft hingga memotong garis injeksi 25 psi lebih rendah dari garis Pko (Pso1). Titik potong tersebut merupakan kedalaman valve 2 (Dv2). 3. Ulangi langkah langkah tersebut di atas untuk menentukan Dv3, Dv4, dst sampai pada kedalaman katup yang lebih dalam dari titik injeksi (POI) Dari langkah tersebut diatas, kita peroleh sebagai berikut : Valve no. 1 2 3
Kedalaman Dv1 Dv2 Dv3
Pso Pko Pko – Pko – 25 25 Pko – Pko – 50 50
Dimana Pko = Pso - 50 Sedangkan penetuan spasi katup secara analitis dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut :
Dv1
Pko Pwh Gs
............................................ ................................................................... ............................................ ....................... (3-114)
167
Dv2, v3... Dv1, v 2..
Pso1, Pso2.... Pwh Dv1, v 2...(Gu) Gs
....................... ....................... (3-115)
Keterangan : Dv1, v2…
=
kedalaman katup 1, 2, dst, ft
Pso1, Pso2… Pso2… =
tekanan buka permukaan 1, 2, dst, psi
Pwh
=
tekanan kepala sumur, psi
Gs
=
gradient kill fluid, psi/ft
Gu
=
gradient unloading, psi/ft
Gu didapatkan dari grafik ( Gambar 3.40 dan Gambar 3.41)
Gambar 3.37. Ilustrasi Penentuan Spasi Katup Gas L ift (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
nter mi tent tent G as Li L i ft 3.4.4.2. Perencanaan Dan Perhitungan I nte
168
Perencanaan sumur intermittent gas lift meliputi : penentuan jumlah gas injeksi penetuan spasi katup dan penetuan tekanan katup di bengkel (kondisi standar).
a. Penentuan Spasi Valve Penentuan spasi valve dapat valve dapat secara analitis dan secara grafis. Langkah – langkah langkah yang harus dilakukan untuk perencanaan spasi valve secara grafis adalah sebagai berikut : 1. Pada kertas grafik kartesian buat system sumbu koordinat dengan kedalaman sebagai sumbu tegak dan tekanan sebagai sumbu datar. 2. Plot titik (Pso,0), Pso = Tekanan yang tersedia - 50 3. Tentukan gradient gas dengan grafik (Gambar 3.38 dan Gambar 3.39) dan buat garis gradient gas dalam sumur mulai dari titik (Pso,0) dan perpanjang garis tersebut sampai di dasar sumur. 4. Plot tekanan tubing di di permukaan (untuk intermittent gas lift , tekanan ini sama dengan tekanan separator) 5. Tentukan gradient unloading dengan dengan menggunakan grafik (Gambar 3.40 dan Gambar 3.41) sesuai dengan ukuran tubing dan dan rate yang rate yang diinginkan. 6. Plot garis gradient unloading berdasarkan berdasarkan Gu dari langkah 5 mulai dari tekanan separator di di permukaan dan perpanjang garis tersebut sampai dasar sumur. 7. Tentukan tekanan penutup yang konstan di permukaan, yaitu : Psc = Pso – Pso – 100 100 ………………………………………………….….(3-116) ………………………………………………….….(3-116) 8. Tentukan gradien gas dengan grafik (Gambar 3.38 dan Gambar 3.39) dan buat garis gradien gas dalam sumur mulai dari titik (Psc,0) dan perpanjang garis tersebut sampai di dasar sumur. Pcv = Psc+DGg ……………………………………………………..(3-117) ……………………………………………………..(3-117) 9. Tarik garis kill fluid dengan dengan gradient 0,4 psi/ft – psi/ft – 0,5 0,5 psi /ft dari Psep. Perpanjang garis tersebut sampai memtong garis Pso, perpotongan ini merupakan letak titik valve (1). valve (1). 10. Dari perpotongan tersebut (langkah 9), buat garis horizontal ke kiri sampai memotong garis unloading .
169
11. Dari perpotongan (langkah 10), buat garis sejajar dengan gradien fluida yang mematikan sumur (langkah 9) sampai memotong garis gradient gas yang berawal dari titik (Psc,0), titik ini merupakan letak dari valve (2) valve (2) 12. Dari perpotongan tersebut (langkah 11), buat garis horisontal ke kiri sampai memotong garis unloading . 13. Lakukan langkah 11 dan 12 untuk mendapatkan latak katup Dv3, Dv4, dst lanjutkan sampai dasar sumur Sedangkan penetuan spasi katup secara analitis dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut :
Dv1
Pko Pwh Gs
........................................... ................................................................. .................................. ............ (3-118)
Dv2, v3... Dv1, v 2..
Pso1, so2.... Pwh Dv1, v 2...(Gu) Gs
………..(3-119) ………..(3-119)
Keterangan : Dv1, v2…
= Kedalaman katup 1, 2, dst, ft
Pso1, Pso2… = Tekanan buka permukaan permukaan 1, 2, dst, psi Pwh
= Tekanan kepala sumur, psi
Gs
= Gradient kill fluid , psi/ft
Gu
= Gradient unloading , psi/ft
Gu didapatkan dari grafik ( Gambar 3.40 dan Gambar 3.41) b. Penentuan Jumlah Gas Injeksi
Gas yang diperlukan untuk mengangkat slug cairan dari dasar sumur ke permukaan adalah volume gas yang yang diperlukan untuk mengisi tubing pada pada tekanan gas rata-rata bawah slug dari dasar sumur ke permukaan. Langkah-langkah untuk menentukan besarnya gas injeksi adalah : 1. Siapkan data penujangnya sebagai berikut : a. Kedalaman katup operasi (umumnya di ujung tubing) b. Tekanan buka katup operasi (Pv), di hitung hit ung dengan rumus :
Pv Pso Ggi D . …………………………………………. …………………………………………..(3-120) .(3-120) Keterangan : Pv
= Tekanan buka katup operasi pada kedalaman, psi
170
Pso = Surface operating pressure, pressure, psi Ggi = Gradient tekanan gas injeksi, psi/ft D
= Kedalaman, ft
2. Pilih grafik yang sesuai dengan ukuran tubing t ubing dan tekanan separator tekanan separator 3. Plot kedalaman katup pada sumbu kedalaman 4. Dari titik tersebut tarik garis horisontal ke kanan sampai memotong sumbu volume gas 5. Baca volume gas injeksi yang diperlukan (q gi, MMCF) c. Penentuan Tekanan Buka Katup
Prosedur menetukan tekanan buka katup adalah sebagai berikut : 1. Dari hasil spasi katup, buat skala temperatur yang berhimpitan dengan sumbu tekanan 2. Plot titik (Ts,0) dan (Tb,D) kemudian hubungkan kedua titik tersebut 3. Baca temperatur untuk setiap kedalaman katup (Tv) 4. Baca tekanan tubing untuk untuk setiap kedalaman katup (Pt). 5. Baca tekanan tutup katup setiap kedalaman (Pvc), Pvc = Pd 6. Tentukan ukuran port ukuran port yang yang diperlukan, sebagai berikut : a. Tentukan perubahan tekanan dalam casing ( casing (ΔPd) berdasarkan jumlah gas yang diinjeksikan serta ukuran casing dan dan tubing . b.
Hitung harga R untuk setiap katup : R
Pd ……………………………………............(3-121) …………………………………… ............(3-121) Pvc Pd Pt
c. Tentukan ukuran port ukuran port masing-masing masing-masing katup dengan membandingkan me mbandingkan harga R dari langkah b dengan harga R dari ukuran pada Tabel III-11. 7. Hitung tekanan buka katup (Pvo) pada setiap kedalaman katup Pvo
Pvc 1 R
Pt (TEF ) ………………………………………… …………………………………………(3-122) (3-122)
8. Tentukan tekanan dome (Pd) untuk setiap valve pada valve pada temperature 60 oF, menurut persamaan :
Pd @ 60 Ct ( Pd ) ……………………………………………... ……………………………………………...(3-123) (3-123) Ct didapat didapat dari Tabel III-12.
171
9. Hitung tekanan setting di work shop shop (Ptro) pada temperature 60oF, dengan persamaan : Ptro Ptro
Pd @ 60 1 R
…………………………….……………..……(3-124) …………………………….……………..…… (3-124)
Tabel III-11. “R values”
B ellow A r ea and and Seat Seat Ar ea Re R elati lati onshi onship p for A b = 0,77 in i n 2 for 1 ½” Valve Valve 2 and 0,29 in i n for 1” Valve (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980) Diameter of Spread
For 1“ O.D Valves
For 1 ½” O.D Valves
Control Seat (in)
R
1 – R – R
R
1 – R R
3 16
0,0863
0,9137
0,0359
0,9641
¼
0,1534
0,8466
0,0638
0,9362
9
0,1942
0,8058
-
-
0,2397
0,7603
0,0996
0,9004
0,2900
0,7100
-
-
8
0,3450
0,6550
0,1434
0,8566
16
0,4697
0,5303
0,1952
0,8048
½
-
-
0,2562
0,7438
9
-
-
0,3227
0,6773
5
32
16
11
32
3 7
16
172
Tabel III-12.
T emper atur Co C or r ecti cti on F actor ctor (C ( C t) fo f or N i trogen B ase ased on 60oF (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
173
Gambar 3.38.
Wei Wei ght of of G as Co C olumn lumn Cha C harr t (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
174
Gambar 3.39.
Wei Wei ght of of G as Co C olumn lumn Cha C harr t (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
175
Gambar 3.40. Unloading Gradient Chart (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
176
Gambar 3.41.
Unload Unloadi ng G r adi ent Chart (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
177
Gambar 3.42. Penentuan Ukuran Port (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
178
Gambar 3.43. Penentuan Ukuran Port (Brown, Kermit, E., ”The Technology Of Artificial Lift Method”, 1980)
179
3.4.5. Optimasi G as Li ft
Tujuan dari injeksi gas pada operasi continuous gas lift adalah untuk memperkecil besarnya gradien tekanan alir di dalam tubing sehingga dengan demikan tekanan yang dibutuhkan untuk mengangkat fluida juga menjadi lebih kecil, akibatnya, juga menjadikan harga Pwf turun. Dengan menurunnya harga Pwf, maka drawdownnya drawdown nya akan semakin besar. Akan tetapi pada kenyataan di lapangan tidak selalu seperti itu. Hal ini dikarenakan pada keadaan tertentu dengan bertambahnya laju injeksi gas bukan memperkecil gradien tekanan aliran tetapi justru sebaliknya, karena adanya laju gas yang terlalu besar maka kecepatannya juga semakin besar sehingga gesekan yang terjadi te rjadi ikut bertambah yang akhirnya akan memperbesar gradien tekanan alirannya disamping dimungkinkan juga adanya tekanan balik. Dengan semakin besarnya gradien tekanan aliran menyebabkan mengecilnya drawdown drawdown tekanan yang akan menurunkan laju produksi. Pada sub bab ini akan mengoptimasi harga GLR total maupun besar laju injeksi yang optimum untuk mendapatkan laju produksi yang maksimum. Pengertian GLR optimum adalah suatu harga dimana penambahan gas lebih lanjut tidak akan menaikkan laju produksi, tetapi sebaliknya. Persoalan sumur-sumur gas sumur-sumur gas lift akan menjadi lebih sulit, hal ini dikarenakan di dalam penyelesaian menggunakan variabel yang berbeda. Untuk suatu harga laju produksi tertentu, perhitungan gradien tekanan aliran fluida di dalam pipa digunakan dengan menggunakan parameter GLR formasi, yaitu perhitungan dimulai dari tekanan dasar sumur sampai operating valve serta valve serta dari reservoir sampai lubang sumur. Sedangkan untuk laju produksi yang sama perhitungan gradien tekanan aliran fluida dengan menggunakan parameter GLR total, yaitu diatas titik injeksi sampai ke kepala sumur yang divariasikan dengan berbagai harga laju produksi total.
nti nuous nuous Ga G as Li L i ft Metode Optimasi C onti Dalam melakukan optimasi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Membuat kurva inflow performance (IPR). performance (IPR).
180
2. Menghitung distribusi tekanan sepanjang tubing hingga mencapai titik injeksi dari tekanan kepala sumur untuk berbagai harga GLR total asumsi (scf/stb), untuk setiap harga laju produksi. 3. Menghitung distribusi tekanan sepanjang tubing dari titik injeksi sampai dasar sumur pada Pwf untuk setiap setia p laju produksi asumsi dengan menggunakan kurva gradien tekanan pada GLR formasi. 4. Hasil perhitungan distribusi tekanan te kanan pada berbagai harga GLR kemudian diplot terhadap kurva IPR hasil perhitungan pada langkah 1 seperti ditunjukkan pada Gambar 3.44. 5. Dari Gambar 3.44. dapat ditentukan kondisi optimum sumur tersebut, yang kemudian hasil dari langkah 4 dapat dibuat suatu grafik yang disebut dengan kurva performance gas lift (Gambar 3.45). Berdasarkan data-data di atas, maka dapat dilakukan perhitungan sehingga didapatkan kurva IPR yang dipotongkan dengan kurva Tubing Intake Intake dengan menggunakan senitivitas GLR. Hasil dari sensitivitas GLR tersebut akan diplotkan pada kurva hidrolik (GLR Vs Rate Vs Rate). ). Dengan demikian akan dapat diketahui berapa bera pa besarnya GLR GLR optimum dan laju produksi produksi maksimum sebelum penambahan injeksi injeksi gas lebih lanjut akan menurunkan rate produksi. rate produksi.
181
2500
IPR GLR 663 GLR 800 2000
GLR 1000 GLR 1600 GLR 2000 GLR 2500 GLR 3000
1500 i
GLR 3500
s P
GLR 4000 , n a n a k e T
1000
500
0 0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
Laju Produksi, stb/d
Gambar 3.44. Kurva IPR dan GLR Asumsi
1220
1200
1180 l at o T i s k
u 1160 d o r P ju a L
1140
1120
1100 0
500
1000
1500
2000
2500
3000
GLR Total, scf/stb
Gambar 3.45.
G as Li ft Per Per formance formance C urve ur ve
3500
4000
4500
182
ssi ve C avi avi ty P ump ump 3.5. P r og r essive Progressive Cavity Pump (PCP) Pump (PCP) merupakan salah satu jenis pompa putar (rotary pump) pump) yang terdiri dari rotor berbentuk ulir yang digerakkan oleh penggerak melalui rod dan drive head , serta berputar didalam stator yang merupakan bagian diam dari pompa yang dihubungkan kepermukaan oleh tubing. Prime mover umumnya menggunakan motor listrik yang dipasang dipermukaan didekat wellhead yang dihubungkan dengan perantara v-belt drive ke drive assembly-nya. assembly-nya. Stator pompa biasanya dihubungkan dengan tubing produksi dipermukaan (pada tubular PCP) PCP) dan stator dan stator pompa pompa dimasukkan dalam tubing (pada insertabel PCP). PCP). PCP terdiri dari dua komponen utama, yaitu stator yang yang diam berbentuk pipa selubung yang bagian dalamnya terbuat dari bahan elastomer yang yang berbentuk “double threaded helical ” dan rotor yang yang bergerak secara rotary dan rotary dan dalam keadaan normal akan memompa fluida dan mendorongnya kepermukaan secara positif ( positive positive displacement pump). pump). Arti positif disini adalah bahwa fluida yang telah masuk kedalam pompa seluruhnya akan didorong kepermukaan tanpa adanya fluida yang mengalir balik seperti yang terjadi pada pompa ESP. Bila tekanan absolut dari cairan pada suatu titik didalam pompa berada dibawah tekanan gelembung pada temperatur cairan, maka gas yang semula terlarut didalam cairan akan terbebaskan. te rbebaskan. Gelembung-gelembung gas gas ini akan mempunyai tekanan lebih tinggi, dimana gelembung akan mengecil lagi secara tiba-tiba yang mengakibatkan shock yang besar pada dinding didekatnya. Fenomena ini disebut kavitasi. Kejadian ini berhubungan dengan kondisi pengisapan. Bila kondisi berada diatas tekanan gelembung, maka kavitasi tidak akan terjadi. Pada PCP ini justru sistem kerjanya membuat kavitasi, sehingga pengaruh tekanan gelembung dapat diabaikan, tetapi pengesetan pompa tetap perlu diperhitungkan.
183
Gambar 3.46.
P r ogr essiv Ca C avity P ump ump (SPE 110479., ”World’s First Metal PCP SAGD PCP SAGD Field Test Shows Promising Artificia-Lift Technology for Heavy-Oil Heavy-Oil Hot Production: Joslyn Field Case”, 2007)
Prinsip Kerja Progressive Kerja Progressive Cavity Pump Pada PCP prinsip yang bekerja yaitu proses pemindahan rongga-rongga yang terbentuk antara rotor dan stator yang berlangsung secara terus-menerus dimana motor yang berputar dalam stator . Pada waktu rotor berputar secara eksentris di eksentris di dalam stator dalam stator serangkaian serangkaian rongga-rongga (cavities ( cavities)) yang terpisah 180 o satu sama lain bergerak maju dari sisi sebelah bawah naik menuju sisi pompa sebelah atas. Pada saat sa at rongga yang satu mengecil, rongga yang bersebelahan akan membesar dengan kecepatan yang sama sehingga terjadi aliran fluida tanpa kejutankejutan, karena tidak ada katup (valve ( valve)) seperti pada pompa sucker rod sehingga tidak ada gas yang terperangkap ( gas lock ) yang dapat mengurangi efisiensi pompa dan aliran yang ada berlangsung secara kontinyu dengan kecepatan rendah yang konstan (low (low velocity non-pulsating positive displacement). Pompa displacement). Pompa jenis ini mampu menahan tekanan tersekat masing-masing rongga satu sama lain oleh suatu seal yang terbentuk seperti garis ( seal line) line) antara rotor dan stator dan stator atau atau tepatnya pada bagian elastomernya.
184
Elastomer merupakan bagian dari stator berbentuk karet yang sangat penting perannya dalam pertimbangan penggunaan pompa PCP ini. Elastomer reaktif terhadap fluida produksi (minyak) dan mefmbentuk clearance antara clearance antara rotor dan stator dan stator .
Gambar 3.47. Prinsip Kerja PCP (SPE 110479., ”World’s First Metal PCP SAGD Field Test Shows Promising Artificia Lift Technology for Heavy-Oil Heavy-Oil Hot Production: Joslyn Field Case”, 2007)
ssi ve C avity vity P ump ump 3.5.1. Tipe-Tipe P r og r essive ubular Pr P r ogre ogr essive ssi ve C avity vity P ump ump 3.5.1.1. T ubular Jenis tubular PCP ini terdiri dari beberapa jenis yang kesemuanya itu tergantung dari kebutuhan yang diperlukan, karena penggunaan PCP ini haruslah disesuaikan dengan kapasitas produksi pompa yang digunakan dengan kemampuan dari reservoir itu sendiri untuk mensuplai fluida produksi dari reservoir ke lubang sumur. Laju produksi yang dihasilkan oleh PCP jenis ini lebih besar dibandingkan dengan jenis Insertable jenis Insertable PCP . Penggunaan turbular PCP ini biasanya lebih banyak pada sumur onshore dikarenakan onshore dikarenakan saat pemasangannya diperlukan penyambungan antara tubing dengan stator dengan stator yang yang sudah tentu lebih le bih mudah dilakukan di onshore. onshore.
nser tab table Pro Pr og r essive ssi ve C avi avi ty P ump ump 3.5.1.2. I nser Jenis Insertable Jenis Insertable PCP ini juga terdiri dari beberapa jenis yang kesemuanya juga tergantung dari kebutuhan yang diperlukan. diperluka n. Laju produksi yang dihasilkan oleh PCP jenis ini lebih kecil dibandingkan jenis tubular PCP dikarenakan saat pemasangannya, stator dan rotor dimasukkan langsung kedalam tubing yang otomatis akan memperkecil volume fluida yang di produksikan. Penggunaan
185
insertable PCP ini ini mempunyai kelebihan yaitu lebih mudah untuk memasangnya tanpa harus disambung dengan tubing. Oleh karena itu PCP jenis ini cenderung banyak digunakan digunakan pada sumur di offshore. offshore.
ssi ve C avity Pump Pump 3.5.2. Peralatan P r og r essive Secara umum peralatan Progressive peralatan Progressive Cavity Pump (PCP) Pump (PCP) dibagi menjadi dua bagian, peralatan bawah permukaan dan peralatan atas permukaan. Peralatan peralatan tersebut saling berhubungan dalam kelancaran progressive kelancaran progressive cavity pump. pump.
ogr essive ssi ve C avity vity P ump ump 3.5.2.1. Peralatan Di Atas Permukaan P r ogre Peralatan diatas permukaan berfungsi sebagai penggerak peralatan bawah permukaan, dimana pergerakannya berupa putaran ( rotary system). system). Peralatan atas permukaan progressing permukaan progressing cavity pump terdiri pump terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut :
over 1. P r i me M ove Penggerak pompa utama pada umumnya digunakan motor listrik yang dipasang dipermukaan dekat well head . Kekuatan dari motor listrik disesuaikan dengan kebutuhan daya untuk pengangkatan fluida dari dalam sumur. Jenis motor ini dapat digunakan electric motor , gas engine, engine , gasoline engine atau engine atau diesel engine tergantung kondisi lapangan dan sumber tenaga yang ada. Pemasangan kedalaman pompa ( Pump Setting Depth) Depth) merupakan fakor yang menentukan pada daya listrik (motor ( motor voltage) voltage ) yang nantinya berpengaruh terhadap besarnya putaran motor ( RPM ), ), karena semakin dalam semakin besar pula RPM yang yang dibutuhkan. 2. Well H ead
Well head adalah adalah bagian utama sumur yang berguna untuk mematikan dan menghidupkan produksi / aliran dari sumur. Well head dilengkapi dilengkapi dengan : -
Tubing Head Adapter
-
Tubing Head dan dan Tubing Hanger
-
Blow Out Preventer
186
3. V-belt System V-belt adalah adalah tali kipas yang menghubungkan roda dari prime dari prime mover mover ( ( Prime Prime Mover Sheave) Sheave ) dengan roda dari drive ( drive ( Drive Sheave), Sheave ), dimana tali kipas ini tidak boleh teralu kencang dan tidak t idak boleh terlalu t erlalu kendur untuk mencapai me ncapai putaran yang optimal.
ssembly 4. D r i ve H ead A ssem Adalah rangkaian peralatan yang meneruskan tenaga dari prime mover dengan V-belt untuk memutar rod dan pompa ulir. Letaknya diatas well head yang yang dilengkapi dengan well head frame untuk frame untuk disambungkan ke well head , terdiri dari komponen-komponen komponen-komponen sebagai berikut : A. Backstop Break Assembly Alat ini disebut juga “ Roller-Ramp Overruning Clutch” Clutch ” yang berfungsi sebagai alat pengaman bagi seluruh peralatan progressing cavity pump. pump. Break akan bekerja pada waktu drive shaft berusaha berusaha akan berputar balik atau berputar berlawanan arah dengan jarum jam. Hal ini dapat terjadi apabila mesin penggeraknya stall penggeraknya stall (macet (macet atau mati). Bila mesin penggerak berhenti pada saat keadaan normal, fluida dalam tubing t ubing akan turun melalui elemen pompa. Ketika itu terjadi, rotor pompa pompa dan rod-string akan akan berputar balik. Torqeu (gaya Torqeu (gaya puntir) dibangkitkan oleh motor listrik dan dipindahkan ke rod-string dan kekuatan dari mesin penggeraknya. Bila mesin penggeraknya berhenti, rod-string akan akan berusaha berputar balik untuk menghilangkan torquetorquenya. Pada waktu rod-string bergerak bergerak balik ini, perbedaan ukuran dari roda gigi penurunan putaran berubah berubah menjadi mempercepat dan dan memindahkan memindahkan kecepatan putaran pada sheave pada sheave yang yang bekerja secara potensial dan membahayakan. Tugas dari backstop break adalah adalah untuk mencegah rod-string dan dan komponen lainnya berputar balik, dengan demikian torque yang torque yang tersimpan dapat direndam secara terkendali. Prinsip kerja backstop break assembly assembly adalah terdiri dari rollerramp overruning clutch yang clutch yang dipasakkan kepada drive shaft dan dan dikelilingi oleh break and and assy (sabuk assy (sabuk rem) yang seluruh bagian yang bekerja ditempatkan pada housing dan dan diberi penutup.
187
Overruning clutch clutch menggunakan roller ramp ramp yang dirancang dapat bergerak bebas pada arah putaran satu sa tu dan bekerja pada arah sebaliknya. Pada waktu bekerja normal dimana drive shaft -nya -nya berputar searah jarum jam, alat ini tidak bekerja dan roller-roller akan akan mengembang dan bergulir bebas. Akan tetapi bila drive shaft berusaha berusaha untuk berputar balik maka roller-roller dengan dengan segera terjepit diantara ramp putar ramp putar dan silinder yang diam dan ditahahan oleh sabuk
remnya.
Kekuatan
cengkeraman
remnya
dilepaskan
dengan
mengendorkan sedikit ikatan baut penegang ( tension bolt ) sehingga daya cengkeramnya berkurang. Alat ini terutama terdiri dari sebuah overruning clutch clutch yang didalamnya terdapat satu outer race seal dan ditempatkan diatasnya, serta satu lip seal yang yang ditempatkan dibawahnya. B. Drive Shaft Ujung bawah dari drive shaft disambungkan dengan pony-rod dan selanjutnya disambungkan dengan rangkaian sucker rangkaian sucker rod sampai sampai ke ujung rotor pompa. C. Spiral Bevel gear Reducer Assembly Susunan roda gigi bevel ini gunanya adalah selain untuk mengurangi kecepatan putaran, juga untuk mengubah arah putarannya secara menyiku sesuai dengan rotasi dari rotor pompa. D. Stuffing Box Assembly Merupakan bagian aas dari drive head assembly, assembly, digunakan sebagai penyekat kebocoran ke bocoran terdiri dari housing yang yang didalamnya berisi satu set ringring packing . Pada bagian terbawah dari packing housing dipasang packing washer . Diatas washer dipasang dua susun ring packing dan diantaranya dipasang lantern rings (ring-ring lantera) lantera) tempat memasukkan grease (pelumas). Pada bagian paling atas dipasang packing gland penekan penekan packing yang terdiri dari dua belahan yang diikat secukupnya agar tidak terjadi kebocoran antara drive shaft yang yang berputar dan packing dan packing -nya. -nya.
188
Gambar 3.48. Susunan Progressive Progressive Cavity Pump (SPE 30271 ., ” Progressive Cavity Pump Systems Applications in Heavy Oil Production” , 1995)
ssi ve C avi avi ty Pump 3.5.2.2. Peralatan Di Bawah permukaan P r ogr essive 1. Gas Anchor
Komponen ini merupakan peralatan tambahan dan dipasang pada bagian bawah. Alat ini diletakkan diantara dia ntara seal (penyekat) (penyekat) dan pompa. Fungsinya untuk memisahkan gas dari minyak agar gas tidak ikut masuk kedalam pompa, karena adanya gas akan mengurangi efisiensi pompa. Gas anchor ini ini bila diperlukan saja dipasang, yakni pada sumur yang memiliki kandungan gas tinggi. 2. Tubing Anchor
Merupakan tambahan yang dipasang pada bagian bawah rangkaian pompa. Fungsinya untuk meredam getaran pda tubing saat pompa dioperasikan/ dij alankan pada putaran (RPM) tertentu. 3. Centralizer
Merupakan alat tambahan yang dipasang pada tubing yang berfungsi untuk menjaga tubing tetap berada di tengah-tengah lubang bor dan mencegah gesekan langsung antara tubing dengan dinding casing. Biasanya
centralizer ini
diaplikasikan pada sumur bersudut (deviated ( deviated well) dengan well) dengan kemiringan yang kecil.
189
Stator 4. Sta Terletak diatas gas diatas gas anchor yang yang dihubungkan dengan tubing produksi dan berfungsi sebagai dudukan dari dari rotor. Stator terbuat terbuat dari bahan campuran synthetic campuran synthetic elastomer dengan steel tube tube yang tahan terhadap korosi dan abrasi. Adapun spesifikasi dari stator dari stator adalah adalah : a) Medium High Acrylonitrile, Acrylonitrile, digunakan dengan kondisi :
SG minyak < 30 oAPI
Fluida dengan GOR rendah
Jika ada CO2
Temperatur maksimum 200 o F
b) Ultra High Acrylonitrile, Acrylonitrile, digunakan dengan kondisi :
SG minyak > 30 oAPI
Fluida dengan sedikit dalam larutan (GLR ≈ 0)
Temperatur maksimum 200 o F
c) Very High Acrylonitrile, Acrylonitrile, digunakan dengan kondisi :
Bila terdapat kandungan asam (H 2S) dengan maksimum konsentrasi 15,00 ppm atau 1,5 % dalam larutan
Banyak terdapat faktor abrasi (pasir kasar)
Bila terdapat Iron Sulfide Sulfide dan Hydrogen Sulfide Sulfide dengan maksimum konsentrasi 20,00 ppm atau 20 % dalam larutan
Temperatur maksimum 200 o F. Mengingat bahwa elastomer mempunyai keterbatasan dan sangat
berperanan penting pe nting dalam pompa PCP ini, maka ma ka perlu perl u juga diperhatikan batasan batasannya, sehingga se hingga nantinya nantin ya didapat jenis elastomer yang yang tepat untuk kandidat sumur. Berikut adalah beberapa contoh elastomer yang yang sering digunakan :
190
Tabel III-13. Spesifikasi Spesifikasi Elastomer (www.dyna-drill.com , ” Dyna-Lift Progressing Cavity Pumps”, Pumps”, 2006) Elastomer
Tipe Elastomer
Keterangan
Batas
Ketahanan
Ketahanan
Ketahanan
Temperatur
H2S
CO2
Pasir
90 ºC
Cukup
Baik
Baik
125 ºC
Sangat
Sangat
Baik
Baik
Baik
Cukup
Sangat
Sangat
Baik
Baik
Sangat
Sangat
Baik
Baik
Baik
(ºC) NBR-1A
Medium-High Medium-High
Sangat baik digunakan pada
Acrylonitrile
daerah yang abrasi, Baik untuk
NBR
viskositas minyak diatas 25 ºAPI, toleran terhadap 2% H2S, dan 2-3% volume pasir
NBR-OR
High
Sangat baik digunakan pada
Acrylonitrile
daerah yang abrasi, Baik untuk
NBR
viskositas minyak diatas 35 ºAPI, toleran terhadap 3-5% H2S, dan 2-3% volume pasir
NBR-SR
Medium-High Medium-High
Sangat baik digunakan pada
Acrylonitrile
daerah yang abrasi, Baik untuk
NBR
viskositas minyak diatas 25
85 ºC
ºAPI, toleran terhadap 2% H2S, dan 5% volume pasir HSN-38
Medium-High
Sangat baik digunakan pada
Acrylonitrile
daerah yang abrasi, Baik untuk
NBR
viskositas minyak diatas 25-30
150 ºC
ºAPI, toleran terhadap 3-5% H2S, dan 2-3% volume pasir
5. Rotor
Rotor ini ini bentuknya seperti ulir dan merupakan salah satu bagian dari PCP yang berputar. Komponen ini dimasukkan kedalam tubing dan dihubungkan dengan rod diatasnya. Rotor ini dibuat dari bahan stainless stainless atau chrome chrome yang tahan terhadap korosi dan abrasi. Adapun spesifikasi dari rotor adalah adalah : a. Chrome Plate ( ), digunakan untuk sumur-sumur yang cairannya cair annya Plate ( Alloy Alloy Steel ), banyak mengandung faktor abrasi (pasir). b. Non Plated (Stainless (Stainless Steel ), ), digunakan untuk sumur-sumur yang cairannya banyak mengandung asam seperti H 2S. Dalam memilih rotor selain pertimbangan diatas, juga sangat dipengaruhi oleh viscositas fluida viscositas fluida dan BHT ( Bottom Hole Temperature) Temperature) reservoir.
191
Gambar 3.49. Penampang Stator, Rotor dan Stator Rotor PCP. (SPE 113324, “Design of Progressive Cavity Pump Wells.”, 2008)
Kemampuan tekanan pompa ini berdasarkan atas jumlah seal line line atau stage. stage. Dimana 1 stage 1 stage = 1,5 x P s , atau 1 stage 1 stage = 3 x Pr .Dengan .Dengan bertambahnya stage bertambahnya stage maka kemampuan tekanan pompa bertambah demikian pula dengan kedalamnya. Besar kecilnya laju alir dapat diperhitungkan dengan menggunakan persamaan berikut,
= × 4 × × Keterangan : q
= Laju alir, gpm
d
= diameter stator, in
e
= eccentricity, eccentricity, in
Ps
= Panjang pitch Panjang pitch stator , in
N
= Putaran per menit, rmp
192
Stator
Rotor
Gambar 3.50.
Stat Stator Dan gr essive C avity Pump Dan R otor P r ogre (SPE 110479., ”World’s First Metal PCP SAGD Field Test Shows Promising Artificia Lift Technology for Heavy-Oil Heavy-Oil Hot Production: Joslyn Field Case”, 2007)
Sucker Ro R od 6. Sucker Merupakan penghubung antara rotor dengan dengan peralatan penggerak yang ada di permukaan. Fungsinya adalah melanjutkan gerak berputar dari drive shaft atau atau gear reducer yang yang ada didalam drive head ke ke rotor . Umumnya panjang satu single satu single sucker rod berkisar berkisar antara 25-30ft.
R od 7. P ony Ro Merupakan sucker rod yang mempunyai ukuran panjang lebih pendek. Fungsinya adalah melengkapi panjang dari sucker dari sucker rod apabila apabila panjang dari sucker dari sucker rod tidak tidak mencapai panjang yang dibutuhkan. Panjang pony rod adalah adalah 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 ft.
3.5.2.3. Peralatan Tambahan
Peralatan tambahan ( Accessory Accessory Screwpump Tools) Tools) berguna untuk menunjang operasi perlatan utama agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Adapun peralatan tersebut adalah:
1. H ydr ydr aulic Ski Sk i ds Adalah suatu unit perlatan yang mentrasmisikan tenaga dari prime dari prime mover mover ke ke drive head dengan sisem Hydraulic Power Transmision Unit (HPTU). Alat ini
193
dilengkapi denga peralatan monitor tenaga putar dan penutup aliran (Torque ( Torque Monitoring dan Shutdown Assembly) Assembly ) yang berfungsi memutuskan aliran atau tenaga dari prime dari prime mover dan dan menghentikannya bila terjadi putaran tinggi, sehingga drive dan drive dan rod tidak tidak rusak.
2. Tubi Tubi ng On-Off Tools Tools Alat ini berfungsi sebagai penyambung tubing pada beberapa titik rawan, sehingga tubing terjaga agar tidak terlepas, karena alat ini dapat membebaskan tegangan pada tubing dan meredam putaran yang berlawanan arah (berlawanan arah jarum jam). Dan bila dikombinasikan dengan anchor atau catcher akan lebih menstabilkan kedudukan tubing.
3. Sucke 3. Suckerr Ro R od Ce Cent ntraliz ralize ers Alat ini berfungsi untuk menjaga agar rangkaian rod tetap tetap berada ditengahtengah (centralizing (centralizing ) tubing, sehingga memberikan putaran yang maksimum selain mencegah rangkaian rod menempel pada tubing yang dapat mengesek dan mengikisnya. Pada fluida produksi yang mengandung pasir, bahan elastomer dari sleeve dapat sleeve dapat menahan dan melindungi peralatan dari pengikisan tersebut. Selain i tu sucker rod centralizer juga juga meminimalkan friction meminimalkan friction loss yang loss yang dapat mengurangi laju produksi, karena dirancang tidak bergerak bergerak dan mempunyai baling-baling. Alat ini terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu: a. Centralizer Shaft : terbuat dari baja yang diberi lapisan chrome, chrome, sehingga dapat menaahan abrasi yang tinggi serta mempunyai lubang ditengahtengah rod yang yang ditengahkan. b. Centralizer Sleeve: Sleeve: terbuat dari nitrile dengan nitrile dengan baling-baling yang akan melekatkan shaft melekatkan shaft pada pada tubing.
ssi ve C avity Pump 3.5.3. Perencanaan P r og r essive Perencanaan terdiri atas pengujian didalam usaha untuk menentukan suatu bentuk sistem yang optimal untuk suatu aplikasi tertentu. Prosedur perhitungan perencanaan penggunaan penggunaan PCP terdiri dari : -
Penentuan Tipe Pompa
-
Efisiensi Volumetris Pompa
194
A. Penentuan Tipe Pompa
Adapun langkah-langkah dalam perencanaan PCP sebagai berikut : 1.
Mempersiapkan data-data data-data yang yang diperlukan seperti : data sumur, sumur, data pompa, dan data lainnya.
2. Mempersiapkan pembuatan kurva IPR Sebagai contoh, Menggunakan Metode Pudjo Sukarno dengan asumsi : -
Faktor skin sama dengan nol
-
Minyak, air dan gas berada pada satu lapisan dan mengalir secara radial
-
Water cut (WC) (WC) tinggi
a. Menentukan SG minyak (SGoil), (SGoil), SG campuran (SGmix), Gradien Fluida (Gf) b. Menentukan konstanta P1 dan P2 c. Menentukan WC @ Pwf Ps d. Menghitung konstanta A0, A1, A2 e. Menentukan laju produksi produksi total cairan maksimum maksimum (qt max) f.
Menghitung harga qo, WC, qw qw serta qtotal qtotal berdasarkan harga qt max (pada Pwf asumsi Ps)
g. Mentabulasikan nilai hasil perhitungan perhitungan (terutama nilai qo, WC, WC, qw dan qt) h. Plot antara (Pwf vs vs qo), (Pwf vs qw), (Pwf vs qtot) 3. Menentukan Pump Menentukan Pump Setting Depth a. Mempersiapkan data sumur b. Menentukan Pump Menentukan Pump Intake Pressure (PIP) Pressure (PIP) PIP = Pwf – Pwf – Gf Gf (mid (mid depth perforasi – perforasi – pump pump intake pressure) pressure) ........(3-125) Catatan : Untuk perhitungan optimasi dengan asumsi Pwf berubah : PIP = Pwf – Pwf – Gf Gf (mid (mid depth perforasi – perforasi – pump pump intake intake - P) ..............(3-126)
P
Pwf PwfAsumsi PwfAsumsi Gf
.......................................... ................................................................ ........................(3-127) ..(3-127)
c. Menentukan Setting Depth Pompa
WFL WFL mid . perforasi perforasi
Pwf Pwf Gf
............................................ ......................................................... ............. (3-128a)
195
PSD optimum = WFL +
Pc PIP Gf
..................................... ..................................................(3-128 .............(3-128b) b)
4. Menentukan Lifting Menentukan Lifting Capacity (TNL) Capacity (TNL) dengan asumsi P asumsi P flowline TNL = ( pump setting depth terpasang depth terpasang x Gf ) + P flowline ...........................(3-129) 5. Menentukan Tipe Pompa yang Digunakan Berdasarkan lifting capacity dan capacity dan rate produksi rate produksi yang diinginkan (dari IPR) dapat ditentukan tipe pompa yang digunakan berdasarkan Quick Selection Guide. Guide . (Tabel III-14). Contoh, bila menginginkan laju alir sebesar 1000 bfpd dengan kedalaman pompa 500 ft, maka digunakan pompa size pompa size 10-H-685. 10-H-685. 6. Menentukan RPM Pompa Menggunakan kurva performance performance dari tipe pompa yang digunakan dapat diperoleh RPM pompanya berdasarkan plot q vs TNL (Gambar 3.51.) 7. Menghitung Torque Torque = Torque =
TNL (m) x q pump displ acement 125
friction torque ............(3-130) ............(3-130)
* harga friction harga friction torque antara torque antara 50 – 50 – 200 200 lb/ft diambil 100 -120. 8. Menghitung Horse Menghitung Horse Power Motor (HP (HP motor) HP polish rod =
HPhydraulic =
RPMxTorque RPMxTorque 5252
.......................................... ............................................................... ...........................(3-131) ......(3-131)
Q (m 3 /D) x PS PSD D optimum (m) 4360
.......................................... ...........................................(3-132) .(3-132)
Hpmotor = = HP polish rod + HPhydrulic ............................................... ...............................................................(3-1 ................(3-133) 33) 9. Menentukan Jenis Drive Jenis Drive Head Menggunakan jenis drive head berdasarkan berdasarkan spesifikasi pompa (Gambar 3.52.) 10. Memilih Ukuran V-belt, Diameter Sheave Pump dan Pump dan Diameter Sheave Motor Menggunakan (Tabel III-15.), yang disesuaikan dengan pump speed yang digunakan.
196
Tabel III-14. Pedoman Pemilihan Quick Selection Guide (Pedoman Pertamina, (Pedoman Pertamina, “Teknik Produksi” Jakarta, 2003) 2003)
197
Gambar 3.51. Grafik Performance Pompa. (Pedoman Pertamina, “Teknik Produksi” Jakarta, 2003)
198
Gambar 3.52. Spesifikasi Pompa. (Pedoman Pertamina, “Teknik Produksi” Jakarta, 2003)
199
Tabel III-15. Type dan Acc A cce esso ssori es Pompa. Pemilihan D r i ve Type (Pedoman Pertamina, “Teknik Produksi” Jakarta, 2003)
200
ogr essive ssi ve C avity Pump 3.5.4. Analisa Peralatan P r ogre Sucti on 3.5.4.1. Kondisi Sucti Pada waktu pompa dimasukkan ke dalam fluida sumur dan pompa dijalankan, maka level fluida akan turun dari posisi statiknya (Static ( Static Fluid Level ). ). Suction Head didefinisikan sebagai jarak antara lubang masuk pompa ( Pump ( Pump Intake) Intake) dengan permukaan level fluida kondisi operasi (Operation Fluid Level / Working Fluid Level ). ). Hs =PIP / Gf , feet…………………………………………………...(3-134) feet…………………………………………………...(3-134) Keterangan : Hs
= Suction Head , feet
PIP
= Pump = Pump intake pressure, pressure, psi
Gf
= Gradient fluida, psi/ft
3.5.4.2. Kondisi Discharge
Pada kondisi operasi, kerja yang dibutuhkan pompa untuk menaikkan dari level energi ke level lainnya disebut Total Dynamic Head (TDH). (TDH). TDH juga dinyatakan sebagai pressure sebagai pressure total, total, dimana pompa bekerja dan TDH dinyatakan sebagai head . TDH dirumuskan sebagai berikut: TDH = OFL + (Pt x 2,31/SG) + Hf, head…………................ head …………..........................(3-135) ..........(3-135) Keterangan : OFL
= Operation Fluid Level (Working Fluid Level), Level) , feet
Pt
=Tekanan tubing dipermukaan, dipermukaan, psi
SG
= Specific Gravity
HF
= Kehilangan tekanan karena friksi, ft
tti ng D epth pth 3.5.4.3. Penentuan P ump Setti Suatu batasan umum untuk menentukan letak kedalaman pompa dalam suatu sumur adalah bahwa harus ditenggelamkan di dalam fluida sumur. Sebelum perhitungan perkiraan Pump perkiraan Pump Setting Depth dilakukan, Depth dilakukan, terlebih dahulu diketahui parameter yang menentukannya, menentukannya, yaitu static yaitu static fluid level (SFL) (SFL) dan working fluid level (WFL) (WFL) untuk menentukannya digunakan alat sonolog atau atau dengan operasi wireline, wireline, bila sumur
201
tersebut tidak menggunakan packer . Jika sumur menggunakan packer, maka penentuan SFL dan dan WFL dilakukan dengan : A. Static Fluid Level (SFL, (SFL, ft) Apabila sumur dalam keadaan mati (tidak diproduksikan), sehingga tidak ada aliran, maka tekanan di depan perforasi sama dengan tekanan statik sumur (Ps). Sehingga kedalaman permukaan fluida di anulus (SFL, ft) adalah :
Ps
Pc , feet…………………………………..(3-136) feet…………………………………..(3-136) Gf Gf
SFL = D mid perf -
B. Working Fluid Level / / Operating Fluid Level (WFL, (WFL, ft) Bila sumur diproduksikan dengan rate rate produksi sebesar q (bbl/D), dan tekanan alir dasar sumur adalah Pwf (psi), maka ketinggian (kedalaman bila diukur dari permukaan) fluida di annulus adalah :
Pwf Pc , feet feet ………………………………( ………………………………(3-137) 3-137) Gf Gf
WFL = D mid perf - Keterangan : SFL
= Static fluid level , ft
WFL
= Working fluid level , ft
Ps
= Tekanan statik sumur, psi
Pwf
= Tekanan alir dasar sumur, psi
q
= Rate produksi, Rate produksi, B/D
Dmid perf
= Kedalaman mid perforasi, perforasi, ft
Pc
= Casing head pressure, pressure , psi
Gf
= Gradient fluida, psi/ft
P ump ump Sett Settii ng D epth Mi M i nim ni mum Posisi minimum dalam waktu yang singkat akan terjadi pump off , oleh karena ketinggian fluid level di di atas pompa relatif sangat kecil atau pendek. Pada kondisi ini pump ini pump intake pressure (PIP) pressure (PIP) akan menjadi kecil. Jika PIP mencapai harga di bawah tekanan bubble point (Pb), maka akan terjadi penurunan efficiency volumetric volumetric dari pompa (disebabkan terbebasnya gas dari larutan). Pump setting depth (PSD) depth (PSD) minimum dapat ditulis dengan persamaan : PSD min = WFL + Pb/Gf + Pc/ Gf, ft………………………………(3-138) ft……………………………… (3-138)
202
Keterangan : PSDmin
= Pump = Pump setting depth minimum, minimum, ft.
WFL
= Working fluid level , ft
Pb
= Tekanan buble point , psi
Pc
= Casing head pressure, pressure , psi
Gf
= Gradien fluida, psi/ft
P ump Setti tti ng D epth Optimum Untuk menentukan kedalaman pompa optimum dapat dipergunakan persamaan sebagai berikut : Pfop = PIP – PIP – Pc………………………………………………….… Pc………………………………………………….….(3-139) .(3-139) Keterangan : Pfop
= Tekanan kolom fluida di atas pompa, psi
PIP
= Pump = Pump intake pressure, pressure, psi
Pc
= Casing head pressure, pressure , psi
Apabila gradien fluida (Gf) diketahui, maka dapat ditentukan tinggi kolom fluida di atas pompa, yaitu : Hfop =
Pfop Pfop Gf
……………………………………………………......(3-140) …………………………………………………….... ..(3-140)
Sehingga apabila kedalaman level fluid pada pada kondisi operasi WFL diketahu, maka kedalaman pompa dapat ditentukan dengan persamaan : PSD opt =WFL + Hfop……………………………………………..,,(3-141) Hfop……………………………………………..,,(3-141) Keterangan : PSD opt
= Pump setting depth optimum, optimum, ft
WFL
= Working fluid level , ft
Hfop
= tinggi kolom fluida di atas pompa ( submerger ), ), ft
Pump Setting Depth Maksimum Pompa pada keadaan maksimum, juga kedudukan yang kurang menguntungkan. Karena dalam keadaan ini memungkinkan terjadinya overload (pembebanan berlebihan), yaitu pengangkatan beban kolom fluida yang terlalu berat. Kedalaman pump Kedalaman pump setting depth (PSD depth (PSDmax) dapat didefinisikan :
203
PSDmax = D mid perf -
Pb
Pc
Gf Gf
, feet feet ………………………………..( ………………………………..(3-142) 3-142)
Keterangan : Dmid perf
= Kedalaman mid perforasi, perforasi, ft
Pc
= Casing head pressure, pressure , psi
Gf
= Gradient fluida, psi/ft
Pb
= Tekanan buble point , psi
ogr essive ssi ve C avity vity P ump ump 3.5.5. Optimasi P r ogre Laju produksi optimum atau yang diinginkan dapat ditentukan dari kurva IPR sumur atau kapasitas dalam barrel dari fluida yang diproduksikan per hari per psi drawdown (PI). Setelah itu dilakukan pemilihan jenis pompa dengan kapasitas yang diperlukan sesuai dengan kemampuan reservoir. Dalam optimasi PCP dapat dilakukan dengan mengatur pump setting depth (PSD) dan kecepatan pompa untuk berputar. Perlu diketahui setiap sumur memiliki PI reservoir yang bervariasi sehingga PSD dan kecepatan pompa diatur menyesuaikannya. Letak PSD sendiri masih harus terletak dala m batas PSDmaksimum dan PSDminimum. Dengan mengatur PSD hingga didapat kondisi optimum sa ja hanya akan berpengruh kepada kenaikkan efisensi pompa yang kecil. Pengaturan kecepatan pompa juga perlu dilakukan. Namun setiap jenis pompa memili ki batasan kapasitasnya, termasuk kecepatan putar pompa maksimum. Jika melebihi kecepatan tersebut, putaran akan menyebabkan pompa tersebut bergetar. Keadaan ini akan menyebabkan tubing bisa saja terkikis dan rusak. Oleh karena itu, pemilihan jenis pompa dengan kapasitasnya menjadi hal penting dalam dal am optimasi PCP. Evaluasi Efisiensi Volumetris
Penentuan efisiensi volumetrik pompa PCP dilakukan dengan maksud untuk mengetahui keefektifan kerja dari pompa yang direncanakan. Suatu penggantian tipe pompa atau perubahan unit dapat dilakukan agar didapatkan kapasitas produksi yang diinginkan. Besarnya efisiensi volumetrik pompa
204
diperoleh dengan membandingkan rate produksi aktual dari sumur terhadap rate produksi teoritis. Qtheory = V . N ................................................ ...................................................................... .......................................(3-1 .................(3-143) 43) Keterangan : Qtheory = theoritical flow rate (bbl/day rate (bbl/day atau m 3/day) V
= pump displacement (bbl/day/RPM (bbl/day/RPM atau m 3/day/RPM)
N
= rotation speed (RPM) (RPM)
Sehingga persamaan volumetric didapat : EV =
Q aktual Qteori
x100% ......................................... ............................................................... ..................................(3-144 ............(3-144))
Keterangan : EV
= volumetric pumping efficiency (%) efficiency (%)
Qaktual
= actual flow rate (bbl/day, rate (bbl/day, atau m 3/day)
Qteori
= theoritical flow rate (bbl/day rate (bbl/day atau m 3/day)
Screening Cri teri a A rtificia rtifi ciall L i ft 3.6. Scree S creeni ning ng Cr C r i ter i a Sucker R od P ump ump 1. Scree Kedalaman Operasi : 16000 feet TVD Mengatasi Korosi : Baik sampai istimewa Volume Operasi : 5 Sampai 6000 BFPD Mengatasi Adanya Gas : Cukup sampai baik Mengatasi Adanya Padatan : Cukup sampai baik Densitas Fluida : >8 ⁰API Perawatan : Workover rig Tenaga Penggerak Utama : Gas atau Listrik Aplikasi di offshore : offshore : Buruk
Screening Cri teri a E lect lectica icall Subm Submersible rsible Pump Pump 2. Scree
Kedalaman Operasi : 15000 feet TVD
Mengatasi Korosi : Baik
Volume Operasi : 200 Sampai 60000 BFPD
205
Mengatasi Adanya Gas : Buruk sampai cukup
Mengatasi Adanya Padatan : Buruk sampai cukup
Densitas Fluida : >8 ⁰API
Perawatan : Workover rig Workover rig
Tenaga Penggerak Utama : Motor Listrik
Aplikasi di offshore : offshore : Istimewa
Screening Cri teri a J et Pump Pump 3. Scree Kedalaman Operasi : 15000 feet TVD Mengatasi Korosi : Baik sampai istimewa Volume Operasi : 300 sampai 20000 BFPD Mengatasi Adanya Gas : Cukup sampai baik Mengatasi Adanya Padatan : Buruk sampai baik Densitas Fluida Fluida : >8⁰API Perawatan : Hydraulic : Hydraulic atau wireline Tenaga Penggerak Utama : Listrik Aplikasi di offshore : offshore : Baik sampai istimewa
Screening Cri teri a G as L i ft 4. Scree Kedalaman Operasi : 18000 feet TVD Mengatasi Korosi : Baik sampai istimewa Volume Operasi : 100 Sampai 50000 BFPD Mengatasi Adanya Gas : Istimewa Mengatasi Adanya Padatan : Baik sampai istimewa Densitas Fluida : >15 ⁰API Perawatan : Wireline atau Wireline atau workover rig Tenaga Penggerak Utama : Kompresor gas Aplikasi di offshore : offshore : Istimewa
Screening Cri teri a Pro Pr ogre gr essi ssi ve Cavi Cavi ty Pump Pump 5. Scree
Kedalaman Operasi : 12000 feet TVD
Mengatasi Korosi : Cukup sampai baik
Volume Operasi : 5 Sampai 6000 BFPD
206
Mengatasi Adanya Gas : Baik
Mengatasi Adanya Padatan : Istimewa
Densitas Fluida : <40 ⁰API
Perawatan : Workover rig
Tenaga Penggerak Utama : Gas atau listrik
Aplikasi di offshore : offshore : Baik