BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Program Kesehatan Kerja mempunyai tujuan utama yaitu memberikan perlindungan kepada pekerja dari bahaya kesehatan yang berhubungan dengan lingkun gan kerja dan promosi kesehatan pekerja. Lebih jauh lagi adalah menciptakan kerja yang tidak saja aman dan sehat, tetapi juga nyaman serta meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas. Kantor Perburuhan Internasional (ILO) pada tahun 2005 memperkirakan bahwa diseluruh dunia setiap tahun 2.2 juta orang meninggal karena kecelakaan-kecelakaan dan penyakit-penyakit akibat kerja. Dan kematian-kematian akibat kerja nampaknya meningkat. Lagi pula, diperkirakan bahwa setiap tahun terjadi 270 juta kecelakaan-kecelakaan yang akibat kerja yang tidak fatal (setiap kecelakaan paling sedikit mengakibatkan paling sedikit tiga hari absen dari pekerjaan) dan 160 juta penyakit-penyakit baru akibat kerja. Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan permasalahan pemerintah, pengusaha, pekerja dan keluarganya diseluruh dunia. Sementara beberapa beb erapa industri bersifat lebih berbahaya dari industri yang lain, kelompok pekerja migran dan pekerja berpenghasilan kecil yang lain lebih banyak dihadapkan pada risiko mengalami kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dan kesehatan yang kurang baik, karena kemiskinan seringkali memaksa mereka untuk menerima pekerjaan yang tidak aman. Berbagai pendekatan sering dilakukan dalam menghadapi risiko dalam organisasi atau perusahaan salah satunya yaitu menerapkan Manajemen Risiko, dalam pengertian umum, risiko tinggi yang dihadapi sebenarnnya merupakan suatu tantangan yang perlu diatasi dan melalui suatu pemikiran positif diharapkan akan memberikan n ilai tambah atau imbalan hasil yang tinggi pula.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah akan memberikan gambaran mengenai apa yang akan dibahas pada bab selanjutnya, adapun rumusan masalah yang akan dibahas yaitu mengenai komponen manajemen risiko ditempat kerja yang terdiri dari : 1. Apa definisi risiko dan manajemen risiko ? 2. Apa tujuan diterapkannya manajemen risiko di tempat kerja ? 3. Apa manfaat diterapkannya manajemen risiko di tempat kerja ?
4. Apa komponen utama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja ? 5. Bagaimana proses manajemen risiko di tempat kerja ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yakni bersumber dari apa yang telah dirumuskan pada rumusan masalah yaitu : 1. 2. 3. 4. 5.
Untuk mengetahui dan paham definisi risiko dan manajemen risiko Untuk mengetahui dan paham tujuan diterapkannya manajemen risiko di tempat kerja Untuk mengetahui dan paham manfaat diterapkannya manajemen risiko di tempat kerja Untuk mengetahui dan paham komponen utama manajemen risiko di tempat kerja Untuk mengetahui dan paham proses manajemen risiko di tempat kerja
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI RISIKO DAN MANAJEMEN RISIKO
Risiko adalah ketidakpastian tentang kejadian di masa depan. Beberapa definisi tentang risiko, sebagai berikut: 1. Risk is the change of loss, risiko diartikan sebagai kemungkinan akan terjadinya kerugian,
2. Risk is the possibility of loss, risiko adalah kemungkinan kerugian, 3. Risk is Uncertainty, risiko adalah ketidakpastian, 4. Risk is the dispersion of actual from expected result , risiko merupakan penyebaran hasil actual dari hasil yang diharapkan, 5. Risk is the probability of any outcome different from the one expected , risiko adalah probabilitas atas sesuatu outcome berbeda dengan outcome yang diharapkan. Dari beberapa definisi diatas, maka risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tak diinginkan atau tidak terduga. Dengan kata lain “kemungkinan” itu sudah menunjukkan adanya ketidakpastian. Ketidakpastian itu merupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko. Dan jika dikaji lebih lanjut “kondisi yang tidak pasti” itu timbul karena berbagai sebab, antara lain; jarak waktu dimulai perencanaan, keterbatasan informasi yang diperlukan, keterbatasan pengetahuan pengambil keputusan dan sebagainya. 1. Menurut Smith (1990 dikutip dalam Anonim 2009) Manajemen Resiko didefinisikan sebagai proses identifikasi, pengukuran,dan kontrol keuangan dari sebuah resiko yang mengancam aset dan penghasilan dari sebuah perusahaan atau proyek yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian pada perusahaan tersebut. 2. Menurut Clough and Sears (1994 dikutip dalam Anonim 2009), Manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu pendekatan yang komprehensif untuk menangani semua kejadian yang menimbulkan kerugian. 3. Menurut William, et.al (1995 dikutip dalam Anonim 2009) Manajemen risiko juga merupakan suatu aplikasi dari manajemen umum yang mencoba untuk mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab dan akibat dari ketidakpastian pada sebuah organisasi. 4. Dorfman (1998 dikutip dalam Anonim 2009) Manajemen risiko dikatakan sebagai suatu proses logis dalam usahanya untuk memahami eksposur terhadap suatu kerugian.
2.2 TUJUAN DITERAPKANNYA MANAJEMEN RISIKO DI TEMPAT KERJA
Manajemen risiko kesehatan di tempat kerja mempunyai tujuan: meminimalkan kerugian akibat kecelakaan dan sakit, meningkatkan kesempatan/peluang untuk meningkatkan produksi melalui suasana kerja yang aman, sehat dan nyaman, memotong mata rantai kejadian kerugian akibat kegagalan Tindakan manajemen resiko diambil oleh para praktisi untuk merespon bermacam-macam resiko. Responden melakukan dua macam tindakan manajemen resiko yaitu mencegah dan memperbaiki. Tindakan mencegah digunakan untuk mengurangi, menghindari, atau mentransfer resiko pada tahap awal proyek konstruksi. Sedangkan tindakan memperbaiki adalah untuk mengurangi efek-efek ketika resiko terjadi atau ketika resiko harus diambil (Shen 1997 dikutip dalam Anonim 2009). Manajemen resiko adalah sebuah cara yang sistematis dalam memandang sebuah resiko dan menentukan dengan tepat penanganan resiko tersebut. Ini merupakan sebuah sarana untuk mengidentifikasi sumber dari resiko dan ketidakpastian, dan memperkirakan dampak yang
ditimbulkan dan mengembangkan respon yang harus dilakukan untuk menanggapi resiko (Uher 1996 dikutip dalam Anonim 2009).
2.3 MANFAAT DITERAPKANNYA MANAJEMEN RISIKO DI TEMPAT KERJA
Manfaat yang diperoleh dengan menerapkan manajemen resiko antara lain (Mok et al., 1996 dikutip dalam Anonim 2009) 1. Berguna untuk mengambil keputusan dalam menangani masalah-masalah yang rumit. 2. Memudahkan estimasi biaya. 3. Memberikan pendapat dan intuisi dalam pembuatan keputusan yang dihasilkan dalam cara yang benar. 4. Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk menghadapi resiko dan ketidakpastian dalam keadaan yang nyata. 5. Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk memutuskan berapa banyak informasi yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah. 6. Meningkatkan pendekatan sistematis dan logika untuk membuat keputusan. 7. Menyediakan pedoman untuk membantu perumusan masalah. 8. Memungkinkan analisa yang cermat dari pilihan-pilihan alternatif. Menurut Darmawi (2005 dikutip dalam Anonim 2009) Manfaat manajemen risiko yang diberikan terhadap perusahaan dapat dibagi dalam 5 (lima) kategori utama yaitu : 1. 2. 3. 4.
Manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan dari kegagalan. Manajemen risiko menunjang secara langsung peningkatan laba. Manajemen risiko dapat memberikan laba secara tidak langsung. Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya perlindungan terhadap risiko murni, merupakan harta non material bagi perusahaan itu. 5. Manajemen risiko melindungi perusahaan dari risiko murni, dan karena kreditur pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang dilindungi maka secara tidak langsung menolong meningkatkan public image. Manfaat manajemen risiko dalam perusahaan sangat jelas, mak a secara implisit sudah terkandung didalamnya satu atau lebih sasaran yang akan dicapai manajemen risiko antara lain sebagai berikut ini (Darmawi 2005 dikutip dalam Anonim 2009). a. Survival b. Kedamaian pikiran c. Memperkecil biaya d. Menstabilkan pendapatan perusahaan
e. Memperkecil atau meniadakan gangguan operasi perusahaan f. Melanjutkan pertumbuhan perusahaan g. Merumuskan tanggung jawab social perusahaan terhadap karyawan dan masyarakat.
2.4 KOMPONEN UTAMA MANAJEMEN RISIKO DI TEMPAT KERJA
Komponen utama manajemen risiko kesehatan dalam kesehatan kerja adalah penilaian risiko (risk assessment), surveilans kesehatan (health surveillance), dan pencatatan (records). Di dalam komponen penilaian risiko (risk assessment), terdapat unsur tahapan yang meliputi Identifikasi bahaya (hazard identification), Penilaian dosis/intensitas efek (dose-effect assessment), dan karakterisasi risiko. Untuk dapat melakukan karakterisasi risiko perlu diketahui status kesehatan pekerja dan penilaian pajanan. Di dalam komponen surveilans kesehatan tercakup unsur surveilans medis dan pemantauan biologis. 2.4.1.PENILAIAN RISIKO 1. Identifikasi Bahaya
Langkah pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja adalah identifikasi atau pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi faktor risiko kesehatan yang dapat tergolong fisik, kimia, biologi, ergonomik, dan psikologi yang terpajan pada pekerja. Untuk dapat menemukan faktor risiko ini diperlukan pengamatan terhadap proses dan simpul kegiatan produksi, bahan baku yang digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan termasuk hasil samping proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses p roduksi. Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka diperlukan: pemilikan material safety data sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan, pengelompokan bahan kimia menurut jenis bahan aktif yang terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan, dan bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya. Ketika ditemukan dua atau lebih faktor risiko secara simultan, sangat mungkin berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi kurang berbahaya. Sebagai contoh, lingkungan kerja yang bising dan secara bersamaan terdapat pajanan toluen, maka ketulian akibat bising akan lebih mudah terjadi. Potensi bahaya atau hazard merupakan segala hal atau sesuatu yang mempunyai kemungkinan mengakibatkan kerugian pada manusia, harta benda maupun lingkungan. Ditempat kerja, potensi bahaya sebagai sumber risiko khususnya terdapat keselamatan dan kesehatan di perusahaan akan selalu dijumpai, antara lain berupa: 1. 2. 3. 4. 5.
Faktor fisik : kebisingan, cahaya, radiasi, vibrasi, suhu, debu Faktor kimia : gas, uap, asap, logam berat Faktor biologik : tumbuhan, hewan, bakteri, virus Aspek ergonomi : desain, sikap dan cara kerja Stresor : tekanan produksi, beban kerja, monotoni, kejemuan
6. Listrik dan sumber energi lainnya 7. Mesin, peralatan kerja, pesawat 8. Kebakaran, peledakan, kebocoran 9. Tata rumah tangga (house keeping) 10. Sistem Manajemen peusahaan 11. Pelaksana / manusia : perilaku, kondisi fisik, interaksi Risiko adalah manifestasi atau perwujudan potensi bahaya (hazard event) yang mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar, tergantung dari cara pengelolaannya, tingkat risiko mungkin berbeda dari yang paling ringan atau rendah sampai ke tahap yang paling berat atau tinggi. Melalui analisis dan evaluasi semua potensi baha ya dan risiko, diupayakan tindakan minimalisasi atau pengendalian agar tidak terjadi bencana atau kerugian lainnya. Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi : 1. Menentukan personil penilai Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain diluar perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenan gan maupun kemampuan lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja yang luas, personil penilai dapat merupakan suatu tim yang terdiri dari beberapa orang. 2. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian / departemen, jenis pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat membantu dalam sistematika kerja penilai. 3. Kunjungan / Inspeksi tempat kerja Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection” yang bersifat umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang terkait. 4. Identifikasi potensi bahaya Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja, misalnya melalui : 1. inspeksi / survei tempat kerja rutin 2. informasi mengenai data keelakaan kerja dan penyakit, absensi 3. laporan dari (panitia pengawas Kesehatan dan Keselamatan Kerja) P2K3, supervisor atau keluhan pekerja 4. lembar data keselamatan bahan (material safety data sheet)
5. dan lain sebagainya Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap potensi bahaya tersebut untuk memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama pada kemungkinan potensi bahaya tersebut menjadi suatu risiko. 5. Mencari informasi / data potensi bahaya Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan. 6. Analisis Risiko Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat keparahan, frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk mengatasi risiko tersebut dibahas secara rinci dan dicatat selengkap mungkin. Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi, namun melalui upaya sitematik, perbaikan senantiasa akan diperoleh. 7. Evaluasi risiko Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan lan gkah yang sangat menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi risiko, dikembangkan dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari pa ra ahli seringkali dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko. 8. Menentukan langkah pengendalian Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti : 1. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering control, pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin atau pelindung diri. 2. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman berkaitan dengan risiko 3. Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja. 4. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian kesehatan berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain. 5. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan pertama sesuai dengan kebutuhan. 9. Menyusun pencatatan / pelaporan Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun sebagai bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun sesuai dengan kondisi yang ada.
10. Mengkaji ulang penelitian Pengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu atau bila terdapat perubahan dalam proses produksi, kemajuan teknologi, pengembangan informasi terbaru dan sebagainya, guna perbaikan berkelanjutan penilaian risiko tersebut. 2.Penilaian Pajanan
Proses penilaian pajanan merupakan bentuk evaluasi kualitatif dan kuantitatif terhadap pola pajanan kelompok pekerja yang bekerja di tempat dan pekerjaan tertentu dengan jenis pajanan risiko kesehatan yang sama. Kelompok itu dikenal juga dengan similar exposure group (kelompok pekerja dengan pajanan yang sama). Penilaian pajanan harus memenuhi tingkat akurasi yang adekuat dengan tidak hanya mengukur konsentrasi atau intensitas pajanan, tetapi juga faktor lain. Pengukuran dan pemantauan konsentrasi dan intensitas secara kuantitatif saja tidak cukup, karena pengaruhnya terhadap kesehatan dipengaruhi oleh faktor lain itu. Faktor tersebut perlu dipertimbangkan untuk menilai potensial faktor risiko (bahaya /hazards) yang dapat menjadi nyata dalam situasi tertentu. Risiko adalah probabilitas suatu bahaya menjadi nyata, yang ditentukan oleh frekuensi dan durasi pajanan, aktivitas kerja, serta upaya yang telah dilakukan untuk pencegahan dan pengendalian tingkat pajanan. Termasuk yang perlu diperhatikan juga adalah perilaku bekerja, hygiene perorangan, serta kebiasaan selama bekerja yang dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan. 3. Karakterisasi Risiko
Tujuan langkah karakterisasi risiko adalah mengevaluasi besaran (magnitude) risiko kesehatan pada pekerja. Dalam hal ini adalah perpaduan keparahan gangguan k esehatan yang mungkin timbul termasuk daya toksisitas bila ada efek toksik, dengan kemungkinan gangguan kesehatan atau efek toksik dapat terjadi sebagai konseku ensi pajanan bahaya potensial. Karakterisasi risiko dimulai dengan mengintegrasikan informasi tentang bahaya yang teridentifikasi (efek gangguan) dengan perkiraan atau pengukuran intensitas / konsentrasi pajanan bahaya dan status kesehatan pekerja.
2.4.2 SURVEILANS KESEHATAN
Surveilans kesehatan merupakan penilaian keadaan kesehatan pekerja yang dilakukan secara teratur dan berkala. Surveilans kesehatan terdiri atas surveilans medis (termasuk pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan penunjang, serta pemantauan biologis. Lebih tepat lagi bahwa bentuk/ isi dan kekerapan ( frequency) pemeriksaan kesehatan ini ditetapkan oleh dokter yang berkompeten dalam program kesehatan kerja. Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan harus memperhatikan hasil proses penilaian risiko. Bentuk dan jenis pemeriksaan kesehatan harus secara tegas terkait dengan bahaya kesehatan yang teridentifikasi dan sesuai karakter risikonya. Kekerapan pemeriksaan kesehatan ditentukan
oleh besaran risiko kesehatan dan gangguan kesehatan terkait. Sebagai pedoman umum adalah mengacu pada peraturan dan perundangan di Indonesia yaitu sekali setiap tahun. Surveilans medis terdiri atas tiga hal penting yaitu pemeriksaan kesehatan pra-kerja (preemployment atau preplacement medical examination), sebelum subjek pemeriksaan bekerja atau ditempatkan, Pemeriksaan kesehatan berkala (periodic medical examination) yang terkait dengan pajanan bahaya kesehatan, dan pemeriksaan kesehatan khusus (specific medical examination) yang terkait dengan kembali bekerja (returning to work) setelah terdapat gangguan kesehatan yang bermakna dan penyakit yang berat. Tujuan pemeriksaan kesehatan pra-kerja adalah : 1. 1.
Menetapkan kemampuan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan penempatan pekerja
2. Mengidentifikasi kondisi kesehatan yang mungkin diperburuk oleh pajanan bahaya kesehatan, kerentananan calon pekerja terhadap bahaya kesehatan tertentu yang memerlukan eksklusi pada individu dengan pajanan tertentu. 3. Menetapkan data dasar (baseline data) evaluasi sebelum pekerja ditempatkan atau melaksanakan pekerjaannya. Data dasar ini berguna sebagai pertimbangan kelak adanya gangguan kesehatan dan adanya kaitan dengan pajanan bahaya kesehatan di tempat kerja. Tujuan Pemeriksaan Kesehatan Berkala adalah : 1. Mendeteksi sedini mungkin setiap gangguan kesehatan yang mungkin terjadi dan disebabkan oleh pajanan bahaya kesehatan di tempat kerja, dan kondisi kerja. 2. Mendeteksi perubahan status kesehatan (penyakit yang tidak berhubungan dengan pekerjaan) yang bermakna dapat menyebabkan ga ngguan kesehatan apabila melanjutkan pekerjaan, atau menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap paj anan bahaya kesehatan di tempat kerja atau kondisi kerja. Riwayat kesehatan dan riwayat pekerjaan secara lengkap diperlukan untuk dapat dilakukan pemeriksaan kesehatan yang sesuai terutama bila diketahui adanya pajanan yang berulang dan kemungkinan gangguan kesehatan. Tujuan Pemeriksaan Kesehatan Khusus yakni pada dasarnya pemeriksaan kesehatan khusus sama dengan pemeriksaan kesehatan prakerja. Dalam hal ini hasil pemeriksaan kesehatan khusus ditempatkan sebagai data dasar menggantikan data dasar hasil pemeriksaan kesehatan prakerja. Jenis pemeriksaan yang dilakukan pada pemeriksaan kesehatan khusus tergantung pada riwayat penyakit dan status kesehatan saat terakhir atau saat pemulihan.
a. Pemantauan Biologis
Pemantauan biologis (biological monitoring) adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap bagian tubuh sebagai media biologis (darah, urin, liur, jaringan lemak, rambut, dll) yang ditujukan untuk mengetahui tingkat pajanan atau efeknya pada pekerja. Dengan melakukan pemantauan biologis memungkinkan kita untuk dapat mengetahui dosis yang masuk ke dalam tubuh dari gabungan berbagai cara masuk. Disamping itu dengan pemantauan biologis dimungkinkan pemeriksaan pajanan untuk jangka lama dan adanya akumulasi di dalam tubuh. Pada kasus pajanan bahan kimia, pemeriksaan dapat berupa bahan aktif atau metabolitnya. Pemantauan biologis juga ditujukan untuk mengetahui pengaruh suatu pajanan bahaya kesehatan terhadap tubuh dan kerentanan tubuh terhadap pajanan bahaya kesehatan tertentu. b. Pengendalian Pajanan Bahaya Kesehatan
Pengendalian pajanan ditujukan untuk mencegah terjadinya pajanan bahaya kesehatan, atau menurunkan tingkat pajanan sampai pada tingkat yang dapat diterima (acceptable level). Pengendalian dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung keadaan pada saat tersebut. Hirarki yang disarankan dalam pengendalian secara umum adalah; pengendalian secara teknis, pengendalian secara administratif, dan yang terakhir adalah penggunaan alat pelindung diri (personal protective equipment). Pada kasus pajanan kimia maka hirarki yang disarankan adalah: substitusi bahan yang berbahaya dengan yang tidak atau kurang berbahaya, pengendalian teknik seperti penyempurnaan ventilasi, perbaikan prosedur kerja dengan tujuan menurunkan pajanan, dan penggunaan alat pelindung diri.
2.4.3.PENATAAN DATA
Penataan data (record keeping) merupakan bagian yang tidak boleh dilupakan dalam manajemen risiko kesehatan. Seluruh data yang diperoleh dari kegiatan manajemen risiko kesehatan ini terutama data tingkat pajanan dan surveilans kese hatan harus tersimpan rapi dan dijaga untuk setiap saat dapat digunakan sampai paling tidak selama 30 tahun. Penataan data ini ditujukan agar: 1.
Dapat mengenal tren kesehatan dan masalah yang perlu penyelesaian.
2.
Memungkingkan evaluasi epidemiologi.
3.
Memenuhi persyaratan legal.
4. Tersedianya dokumentasi yang sesuai dengan pekerja dan perusahaan dalam kasus klaim kompensasi kecelakaan kerja termasuk penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. 5.
Memungkinkan pemantauan kinerja kesehatan pekerja.
Perlu dipahami bahwa data surveilans kesehatan pekerja bersifat rahasia sehingga harus mendapat penanganan untuk menjaga kerahasiaan tersebut. Data anonim harus digunakan ketika menyampaikan laporan kepada manajemen dan pengusaha, termasuk pemantauan kinerja program kesehatan dan keselamatan kerja. Data lain yang perlu ditata adalah yang terkait dengan pengendalian dan penilaian pajanan serta kegiatan surveilans kesehatan yang dilaksanakan dalam proses manajemen risiko kesehatan. Kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi termasuk penyampaian instruksi dan pelatihan, perlu dilakukan secara berkesinambungan. Pendidikan dan latihan merupakan ko mponen penting dalam perlindungan kesehatan pekerja. Tujuan utama pendidikan dan latihan ini adalah agar pekerja: 1. Mengerti, paling tidak pada tingkat dasar, bahaya kesehatan yang terdapat di lingkungan kerjanya. 2. Terbiasa dengan prosedur kerja dan melakukan pekerjaan sesuai prosedur untuk mengurangi tingkat pajanan. 3. Menggunakan alat pelindung diri dengan benar dan memelihara agar tetap berfungsi baik. 4. Mempunyai kebiasaan sehat dan selamat serta higine perorangan yang baik. 5. Mengenal gejala dini gangguan kesehatan akibat pajanan bahaya tertentu. 6. Melakukan pertolongan pertama apabila terjadi gangguan kesehatan sesegera mungkin.
2.5 PROSES MANAJEMEN RISIKO
Pemahaman risk management memungkinkan manajemen untuk terlibat secara efektif dalam menghadapi uncertainty dengan resiko dan peluang yang berhubungan dan meningkatkan kemampuan organisasi untuk memberikan nilai tambah. Menurut COSO, proses manajemen resiko dapat dibagi ke dalam 8 komponen (tahap) (1) Internal environment (Lingkungan internal) Komponen ini berkaitan dengan lingkungan dimana instansi Pemerintah berada dan beroperasi. Cakupannya adalah risk-management philosophy (kultur manajemen tentang resiko), integrity (integritas), risk-perspective (perspektif terhadap resiko), risk-appetite (selera atau penerimaan terhadap resiko), ethical values (nilai moral), struktur organisasi, dan pendelegasian wewenang. (2) Objective setting (Penentuan tujuan) Manajemen harus menetapkan objectives (tujuan-tujuan) dari organisasi agar dapat mengidentifikasi, mengakses, dan mengelola resiko. Objective d apat diklasifikasikan menjadi strategic objective dan activity objective. Strategic objective di instansi Pemerintah berhubungan dengan pencapaian dan peningkatan kinerja instansi dalam jangka menengah dan panjang, dan merupakan implementasi dari visi dan misi instansi tersebut. Sementara itu, activity objective dapat dipilah menjadi 3 kategori, yaitu operations objectives, reporting objectives dan compliance objectives.
Sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki organisasi yang ada pada seluruh divisi dan bagian haruslah dilibatkan dan mengerti resiko yang dih adapi. Penglibatan tersebut terkait dengan pandangan bahwa setiap pejabat/pegawai adalah pemilik dari resiko. Demikian pula, dalam penentuan tujuan organisasi, hendaknya menggunakan pendekatan SMAR T dan ditentukanrisk appetite and risk tolerance (variasi dari tujuan yang dapat diterima). (3) Event identification (Identifikasi resiko) Komponen ini mengidentifikasi kejadian-kejadian potensial baik yang terjadi di lingkungan internal maupun eksternal organisasi yang mempengaruhi strategi atau p encapaian tujuan dari organisasi. Kejadian tersebut bisa berdampak positif (opportunities), namun dapat pula sebaliknya atau negatif (risks). Terdapat 4 model dalam identifikasi resiko, yaitu exposure analysis, environmental analysis, threat scenario dan brainstorming questions. Salah satu model, yaitu exposure analysis, mencoba mengidentifikasi resiko dari sumber daya o rganisasi yang meliputi financial assetsphysical assets seperti tanah dan bangunan, human assets yang mencakup pengetahuan dan keahlian, dan intangible assets seperti reputasi dan penguasaan informasi. Atas setiap sumber daya yang dimiliki organisasi dilakukan penilaian resiko kehilangan dan resiko penurunan. seperti kas dan simpanan di bank. (4) Risk assessment (Penilaian resiko) Komponen ini menilai sejauhmana dampak dari events (kejadian atau keadaan) dapat mengganggu pencapaian dari objectives. Besarnya dampak dapat diketahui dari inherent dan residual risk , dan dapat dianalisis dalam dua perspektif, yaitu: likelihood (kecenderungan atau peluang) dan impact/consequence (besaran dari terealisirnya resiko). Penilaian resiko dapat menggunakan dua teknik, yaitu qualitative techniques dan quantitative techniques. Qualitative techniques menggunakan beberapa tools seperti self-assessment (low, medium, high), questionnaires, dan internal audit reviews. Sementara itu, quantitative techniques data berbentuk angka yang diperoleh dari tools seperti probability based, non-probabilistic models (optimalkan hanya asumsi consequence), dan benchmarking .
(5) Risk response (Sikap atas resiko) Organisasi harus menentukan sikap atas hasil penilaian resiko. Risk response dari organisasi dapat berupa, avoidance yaitu dihentikannya aktivitas atau pelayanan yang menyebabkan resiko, reduction yaitu mengambil langkah-langkah mengurangi likelihood atau impact dari resiko, sharing yaitu mengalihkan atau menanggung bersama resiko atau sebagian dari resiko dengan pihak lain, acceptance yaitu menerima resiko yang terjadi (biasanya resiko yan g kecil), dan tidak ada upaya khusus yang dilakukan. (6) Control activities (Aktifitas-aktifitas pengendalian)
Komponen ini berperanan dalam penyusunan kebijakan-kebijakan (policies) dan prosedur prosedur untuk menjamin risk response terlaksana dengan efektif. Aktifitas pengendalian memerlukan lingkungan pengendalian yang meliputi, integritas dan nilai etika, kompetensi, kebijakan dan praktik-praktik SDM, budaya organisasi, filosofi dan gaya kepemimpinan manajemen, struktur organisasi, serta wewenang dan tanggung jawab. Dari pemahaman atas lingkungan pengendalian, dapat ditentukan jenis dan aktifitas pengendalian. Terdapat beberapa jenis pengendalian, diantaran ya adalah preventive, detective, corrective, dan directive. Sementara aktifitas pengendalian berupa, pembuatan kebijakan dan prosedur, pengamanan kekayaan organisasi, delegasi wewenang dan pemisahan fungsi, serta supervisi atasan. Aktifitas pengendalian hendaknya terintegrasi dengan manajemen resiko sehingga pengalokasian sumber daya yang dimiliki organisasi dapat menjadi optimal. (7) Information and communication (Informasi dan komunikasi) Fokus dari komponen ini adalah menyampaikan informasi yang relevan kepada pihak terkait melalui media komunikasi yang sesuai. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penyampaiaan informasi dan komunikasi adalah kualitas informasi, arah komunikasi, dan alat komunikasi. Informasi yang disajikan tergantung dari kualitas informasi yang ingin disampaikan, dan kualitas informasi dapat dipilah menjadi: appropriate, timely, current , accurate, dan accessible. Arah komunikasi dapat bersifat internal dan eksternal. Sedangkan alat komunikasi berupa diantaranya manual, memo, buletin, dan pesan-pesan melalui media elektronik. (8) Monitoring Monitoring dapat dilaksanakan baik secara terus menerus (ongoing) maupun terpisah (separate evaluation). Aktifitas monitoring ongoing tercermin pada aktivitas supervisi, rekonsiliasi, dan aktivitas rutin lainnya. Monitoring terpisah biasanya dilakukan untuk penugasan tertentu. Pada monitoring ini ditentukan scope tugas, frekuensi, proses evaluasi metodologi, dokum entasi, dan action plan. Pada proses monitoring, perlu dicermati adanya kendala seperti reporting deficiencies, yaitu pelaporan yang tidak lengkap atau bahkan berlebihan (tidak relevan). Kendala ini timbul dari berbagai faktor seperti sumber informasi, materi pelaporan, pihak yang disampaikan laporan, dan arahan bagi pelaporan.
BAB III PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai contoh kasus kecelakaan kerja dapat juga berupa kemungkinan terjadi kecelakaan yang dapat membahayakan para pekerja kemudian dikaitkan dengan cara mencegah dan menanggulangi kejadian tersebut melalui proses manajemen risiko. 3.1 KASUS LEDAKAN DI INDUSTRI PERTAMBANGAN
Tahun 2007 terjadi kecelakan kerja yang berhubungan dengan proses peledakan di PT Adaro, sebuah tambang batu bara di Kalimantan Selatan. Memang kasusnya tidak terlalu menyita perhatian masyarakat di Indoensia, tapi kecelakaan kerja yang mengakibatkan kematian merupakan suatu kecelakaan yang sangat serius di industri pertambangan. Kasusnya adalah seorang juru ledak meninggal dunia akibat terkena batuan oleh suatu peledakan dari hasil peledakan yang dikelolanya. Tragis memang, sebuah gambaran begitu tidak sempurnanya apa yang telah direncanakan dan apa yang mereka ingin hasilkan dari rencana yang telah dibuatnya. Ledakan dapat menimbulkan tekanan udara yang sangat tinggi disertai dengan nyala api. Setelah itu akan diikuti dengan kepulan asap yang berwarna hitam. Ledakan merambat pada lubang turbulensi udara akan semakin dahsyat dan dapat menimbulkan kerusakan yang fatal.
Untuk mencegah kejadian tersebut terjadi kembali maka diperlukan adanya manajemen risiko sehingga tidak ada kerugian baik nyawa maupun materi yang terjadi. Berdasarkan proses manajemen risiko itu sendiri, terlebih dahulu perlu mengetahui bagaimana kondisi lingkungan internal di daerah tersebut, setelah itu melakukan penetapan tujuan kemudian mengidentifikasi kemungkinan bahaya yang bakal terjadi di lingkungan itu, penilaian resiko, sikap atas resiko dan aktifitas pengendalian dapat berupa keputusan seperti apa yang mesti diambil oleh manajemen untuk mencegah kejadian tersebut misalnya : memberikan training kepada juru ledak, menjelaskan bagaimana prosedur kerja yang memadai yang sesuai dengan desain peledakannya, memberikan pengatahuan kepada seluruh pekerja mengenai pengetahuan dasar-dasar terjadinya ledakan yang membahas mengenai gas-gas yang mudah terbakar/meledak, sumber pemicu ledakan/kebakaran (bukan hanya utuk wilayah pertambangan tapi semua sektor industri). Mengetahui teknik pencegahan ledakan tambang, melalui penyiraman air, pemakaian alat-alat pencegahan standar. Tetap saling berbagi informasi dan saling komunikasi antara pekerja dan pihak lain yang lebih tahu atau mencari tahu informasi mengenai pencegahan dan penanggulangan akan risiko yang mungkin terjadi serta monitoring , hal ini dilakukan untuk mengetahui apa saja kendala yang dialami para pekerja di industri pertambangan itu sendiri, dan memantau apakah yang para pekerja lakukan sudah safety dan telah sesuai dengan standar kerja yang sesuai
3.2 KASUS KETERPAPARAN RADIASI
Contoh kasus lain yaitu bahaya terpapar radiasi yang lama dapat menimbulkan penyakit kulit bahkan kanker, dalam penanganan kasus ini jika dikaitkan dengan proses manajemen risiko yang tidak berbeda jauh dari contoh sebelumnya yakni perlu dikenali dulu kondisi lingkungan internalnya, melakukan penetapan tujuan apa yang ingin dicapai, kemudian melakukan identifikasi risiko, penilai risiko, sikap atas resiko, aktivitas dan pengendalian yang dapat terjabarkan sebagai berikut : Ada dua type energi radiasi menyebabkan masalah kesehatan yang harus diselesaikan oleh teknisi keselamatan. Pertama energi radiasi panas dari proses seperti pengo lahan baja, dan kedua adalah radiasi alpa, beta, gamma yang meningkatkan emisi partikel radioaktif. Kenaikan suhu panas menimbulkan kekejangan, iritasi kulit, dan penyakit psikologi bagi pekerja. Sumber panas biasanya dapat terlindungi atau didaur ulang untuk mengurangi jumlah energi yang dilepaskan. Pendingin udara dan sistem ventilasi mungkin mengurangi masalah sumber panas, dan melindungi peralatan dan pakaian. Sinar gamma memiliki energi yang sangat besar dan dapat menyebabkan masalah bahan radio aktif untuk melindungi terhadap radiasi sinar gamma, perlu memba ngun sarana konstruksi gedung yang tebal beberapa kaki, sebaiknya sinar alpa dan beta kurang berenergi, dapat dilindungi terhadap lapisan plastik tebal Bagian yang tak terlindungi radiasi energi secara langsung berkaitan dengan waktu. Itu sebabnya mengapa penting untuk mengukur intensitas sumber panas, dan panjang bagian yang terlindungi
pada periode intensitas yang telah diketahui. Perlindungan juga dapat berisikan penggunaan kantang atau pengendali jarak jauh yang tak terlindungi mengurangi proporsi jarak setiap persegi. Salah satu masalah besar ialah adanya bahaya penyebaran bahan radiasi yang mencemari. Beberapa substansi memilki umur paruh yang singkat (kekuatan radio aktifnya setengah dari interrval, yang singkat) dan sedikit susah. Yang lainn ya memiliki umur paruh yang panjang, mungkin terdiri dari radioaktif yang berbahaya selama 1000 tahun. Untuk mencegah penyebaran bahan berbahaya ini, orang-orang yang bekerja didaerah radioaktif menggunakan sepatu pelindung dan memakai pakaian yang tak dapat dipindahkan d ari batas ruangan pakaian. Untuk mencegah bahan radioaktif yang tersembunyi, digunakan alat-alat untuk mengukur rata-ratanya. Ketika radiasi pada tempat yang tersembunyi terjadi, secara individu dapat dicegah dari kembalinya potensi area yang berbahaya hingga dapat dilakukan dengan aman. Penjabaran diatas juga dapat dijadikan informasi bagi para pekerja dan semua aspek yang terlibat dalam proses kerja itu, tetap saling mengkomunikasikan hal tersebut, dan kegiatan monitoring dilakukan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan dari metode pencegahan yang telah diberikan dan apa kendala dalam penerapannya sehingga diharapkan dapat dilakukan tindakan segera jika memang terjadi sesuatu hal buruk dan kecelekan kerja dapat mencapai zero accident.
BAB IV PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Risiko adalah ketidakpastian tentang kejadian di masa depan. Manajemen risiko merupakan penerapan secara sistematis dari kebijakan manajemen, prosedur dan akitivitas dalam kegiatan identifikasi bahaya, analisa, penilaian, penanganan dan pemantauan serta review risiko. 2. Manajemen risiko kesehatan di tempat kerja mempunyai tujuan: meminimalkan kerugian akibat kecelakaan dan sakit, meningkatkan kesempatan/peluang untuk meningkatkan produksi melalui suasana kerja yang aman, sehat dan nyaman, memotong mata rantai kejadian kerugian akibat kegagalan.
3. Manfaat penerapan manajemen risiko di tempat kerja untuk meminimalisir kejadian kecelakaan kerja, sehingga pekerja merasa aman dan nyaman dan bekerja, dapat mencegah dan mengambil keputusan dengan segera akan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin akan terjadi. 4. Komponen utama manajemen risiko kesehatan dalam kesehatan kerja adalah penilaian risiko (risk assessment), surveilans kesehatan (health surveillance), dan pencatatan (records). 5. Proses manajemen risiko terdiri atas menganalisis lingkungan internal, menetapkan tujuan, identifikasi resiko, penilaian resiko, sikap atas resiko, aktifitas-aktifitas, pengendalian, informasi dan komunikasi serta monitoring
4.2 SARAN
Proses manajemen risiko sangat perlu diterapkan di setiap tempat kerja, sehin gga proses kerja dapat lebih produktif dan menguntungkan bagi pihak perusahaan/organisasi itu sendiri dan tentunya dapat terhindar risiko kecelakaan kerja yang dapat membahayakan karyawan. DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2008. ManajemenRisiko.[Online].http://kesehatandankeselamatankerja.blogspot.com/20 08/01/manajemen-risiko-untuk-k3.html.[Diakses 6 september 2011] Anonim.2009. DefinisidanManfaatPenerapanManajemenRisiko.[Online].http://jurnalsdm.blogsp ot.com/2009/09/manajemenresikodefinisidanmanfaat.html. [Diakses6september2011] Ariagusti.2011. ManajemenRisikoDalamKeselamatan&KesehatanKerja.[Online]. http://ariagusti.wordpress.com/2011/01/07/manajemenrisikodalamkeselamatan-dan-kesehatankerja/.[Diakses 6 september 2011] Ariagusti.2011. ManajemenRisikoK3diPerusahaanPertambangan.[Online].http. http://www.dosenkesmas.ManajemenRisikoK3diPerusahaanPertambangan_BlogDosenKesehata nMasyarakat.html.[Diakses29Oktober2011] Ishak,Aulia.2004. ManajemenK3DalamUpayaMeningkatkanProduktivitasKerja. [Online].http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1458/1/industriulia3.pdf.[Diakses29Okt ober2011] Mansyur,Muchtaruddin.2007. ManajemenRisikoKesehatanDiTempatKerja.[Online].http://docs.g oogle.com/viewer?a=v&q=cache:InJ_9_qznQIJ:indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/ article/download/534/533+Manajemen+Risiko+Kesehatan+di+Tempat+Kerja.html.%5BDiakses 6 september 2011]
Mulyadi,HendraDicky.2011. ManajemenRisiko.[Online].http://
[email protected]. [Diakses 10 september 2011] Rachmadi.2011. ManajemenResiko(JanganTakutDenganResiko).[Online].http://www.eocommun ity.com/showthread.php?tid=16221. [Diakses 10 september 2011]