1. PENDAHULUAN Farmasi berasal dari kata farmakon (Yunani) yang berarti obat. Sejak dulu setiap orang yang sakit akan berusaha mencari obat. Selain untuk mengobati, obat juga digunakan untuk memelihara kesehatan, dan mencegah penyakit dimana penggunanya adalah orang yang sehat. Senyawa kimia yang digunakan sebagai obat dapat berasal dari alam yaitu tumbuhan, hewan, mikroba, mineral, dan hasil sintesis. Kimia Farmasi adalah ilmu yang mempelajari tentang obat dengan memanfaatkan senyawa kimia berdasarkan sifat fisika kimianya. Karena obat mempunyai beraneka ragam kerja dan efek pada tubuh, maka kualitas/mutu obat harus terjamin. Upaya yang dilakukan adalah menganalisis obat dari bahan baku yang digunakan, produk antara, produk ruahan, produk akhir sampai produk jadi tersebut dipasarkan. Analisis yang dilakukan dapat secara kualitatif maupun kuantitatif menggunakan metode konvensional (titrimetri) dan instrumen. Selain kedua mata pelajaran tersebut, sebagai penunjang adalah mata pelajaran gravimetri, elektrokimia, K3, DKL, analisis organoleptik, pengetahuan bahan dan analisis jenis. Diharapkan setelah selesai mempelajari modul ini siswa memahami konsep senyawa dan sediaan obat, dapat melakukan analisis obat yang terutama digunakan diindustri farmasi. Selain itu juga di industri terkait seperti obat tradisional/jamu, kosmetik, makanan, bahan baku, dan di laboratorium klinik. Modul Farmasi ini merupakan modul yang harus dikuasai siswa kelas IV SMK Program Keahlian Kimia Analisis dan Kimia Industri untuk mencapai kompetensi melaksanakan pengujian/prosedur di Industri Farmasi. Modul ini berisi materi yang mencakup kemampuan mengungkapkan konsep-konsep Farmasi dan kemampuan menganalisis obat dan sediaan obat sesuai prosedur farmakope dan jurnal-jurnal lainnya.
1
1.1 Petunjuk Penggunaan Modul Modul ini dirancang sebagai bahan untuk melangsungkan pembelajaran maupun kerja mandiri. Untuk meningkatkan proses dan hasil belajar, maka pada bagian ini diberikan panduan belajar bagi siswa dan panduan mengajar bagi guru. 1. Panduan Belajar bagi Siswa a.
Bacalah dengan seksama secara keseluruhan modul ini (skimming)
b.
Buatlah diagram yang berisikan materi utama yang dibicarakan dalam modul ini berikut aktifitas yang diminta. Beri kota segi empat untuk setiap materi/konsep utama yang dibicarakan. Tiap kotak diberi nomor urut untuk memudahkan penelusuran isi konsepnya.
c.
Pahami isi masing-masing konsep yang tertera pada diagram.
d.
Diskusikan dengan guru dan teman-teman tentang konsep-konsep yang belum anda fahami hingga mendapat kejelasan.
e.
Jawablah semua soal yang menguji penguasaan konsep, kemudian periksa hasilnya dengan kunci jawaban yang disediakan. Pelajarilah kembali apabila penguasaan kurang dari 80%. Gunakanlah kunci jawaban setelah anda mengerjakan soal, dan hanya digunakan untuk mengetahui pemahaman nyata anda.
f.
Selesaikanlah tugas-tugas yang diberikan pada modul ini.
2. Panduan Mengajar bagi Guru a. Sebelum pembelajaran dengan modul ini dilangsungkan, terlebih dahulu dipersiapkan OHT (Overhead Transparancies) yang memuat struktur materi/konsep utama dalam bentuk diagram. Transparansikan bagan ruang lingkup materi Farmasi dan kaitannya dengan konsep-konsep lain. b. Tugaskan pada kelompok siswa untuk menelaah konsep Farmasi. Diskusikan kesulitan siswa dalam memahami dan melakukan analisis Obat dan Sediaan Obat serta latih keterampilan siswa dalam melakukan analisis Farmasi. c. Bimbing siswa dalam melakukan praktek dan menganalisis data.
2
d. Evaluasi kemampuan siswa dalam aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. Bagi siswa yang belum mencapai penguasaan minimal 80% untuk mempelajari kembali secara mandiri materi dalam modul ini di rumah. 1.2 Kompetensi Kompetensi yang harus dicapai melalui modul ini mencakup aspek-aspek : Kompetensi
: Melaksanakan analisis Farmasi
Sub Kompetensi
: Mempelajari konsep analisis Farmasi
Kriteria untuk kerja
: Mengidentifikasi/menggolongkan obat, menyiapkan sampel, pereaksi, serta melakukan metode analisis
Pengetahuan
: Analisis kualitatif dan kuantitatif dengan metode konvensional dan instrumen.
Keterampilan
: Terampil dalam menyiapkan dan melakukan analisis senyawa dan sediaan obat.
Sikap
: Teliti dan cermat dalam melakukan analisis dan mengolah data hasil analisis.
1.3 Cek Kemampuan Berikut ini merupakan lembar pengecekan kemampuan anda terhadap isi materi yang akan dicapai pada modul. Lembar isian tersebut harus dipandang sebagai alat evaluasi diri, oleh karena itu harus diisi dengan sejujurnya, dan apabila sebagian besar pertanyaan sudah anda kuasai, maka anda dapat mengerjakan soal atau minta pengujian praktek pada guru. Beri tanda cek (v) pada tingkat penguasaan sesuai yang ada. No.
Aspek yang harus dikuasai
1.
Pengetahuan siswa tentang obat, dan sediaan
2.
obat. Pengetahuan siswa tentang pengertian tablet,
3. 4.
salep/krim, cairan, dan injeksi. Pengetahuan siswa tentang validasi metode Pengetahuan siswa tentang evaluasi sediaan
Tingkat Penguasaan Baik Sedang Kurang
3
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
tablet. Keterampilan siswa dalam melakukan Uji Batas Keterampilan siswa dalam menganalisis tablet Keterampilan dalam menganalisis krim/salep Keterampilan siswa dalam menganalisis Injeksi Keterampilan siswa dalam menganalisis cair Keterampilan siswa dalam CPOB Keterampilan siswa dalam metode pengambilan
12.
sampel Pemahaman siswa dalam menghubungkan antara data percobaan dengan teori.
Keterangan tingkat penguasaan siswa :
Baik
: 80 – 100
Sedang : 60 – 79
Kurang : 0 – 59
1.4 Rencana Belajar Siswa Tabel berikut merupakan rambu-rambu rencana pembelajaran dengan menggunakan Modul ini. Rambu-rambu ini bersifat fleksibel dan dapat dimodifikasi sesuai dengan kondisi sekolah. Jenis Kegiatan KBM 1
Tanggal
Waktu 7 jam
Pengertian Kimia
Tempat
Perubahan
Tanda
Belajar Kelas
dan Alasan
Tangan
Laboratorium
Farmasi, industri terkait yang berhubungan dengan kimia farmasi, definisi obat, dan penggolongannya KBM 2
4
7 jam
Kelas
Sediaan Cair:
Laboratorium
Suspensi, Emulsi, Eliksir KBM 3
7 jam
Sediaan Setengah Padat dan injeksi KBM 4 Obat Antibiotika KBM 5 Sediaan Padat KBM 6
Kelas Laboratorium
7 jam
Kelas
7 jam
Laboratorium Kelas
7 jam
Laboratorium Kelas
Metode
Laboratorium
pengambilan contoh dan CPOB KBM 7 Evaluasi tablet
7 jam
Kelas Laboratorium
berdasarkan F1 IV KBM 8 Validasi Metode
5
1 Kegiatan Belajar 1 Melalui kegiatan belajar satu ini, diharapkan siswa dapat: 1) Mengetahui industri terkait yang berhubungan dengan kimia farmasi 2) Mengetahui analisis obat alam dengan metode KLT 3) Mengetahui analisis obat berdasarkan gugus fungsionalnya 1.1 Uraian umum tentang obat Bila kita mendengar kata farmasi, maka selalu terpikir oleh kita tentang obat, baik obat sintetik ataupun obat alam. Padahal selain itu, industri terkait yang berhubungan dengan ilmu kimia farmasi begitu luas, antara lain kosmetik, makanan/minuman, bahan baku, dan laboratorium klinik. Industri terkait ini mempunyai metode analisis yang sama yaitu metode titrasi dan instrumen. Pembatasan materi yang akan dibahas dalam modul ini difokuskan pada obat. Obat dalam definisi luas adalah semua zat kimia (kecuali makanan), yang bisa mempengaruhi fungsi faal (fisiologi) makhluk hidup. Berdasarkan sumbernya obat digolongkan menjadi tiga yaitu: a. Obat alamiah/ obat yang terdapat di alam, yaitu pada tanaman, hewan, dan mineral. b. Obat semisintetik/ obat hasil sintesis yang bahan dasarnya berasal dari bahan obat yang terdapat di alam. c. Obat sintetik murni, obat yang bahan dasarnya tidak berkhasiat, setelah disintesis akan didapatkan senyawa dengan khasiat farmakologis tertentu. Berdasarkan Permenkes, obat yang dipasarkan digolongkan berdasarkan khasiatnya, yaitu: a. Obat Narkotika (daftar O), yaitu obat yang ada dalam daftar obat Narkotik (SK Menkes RI No. 2882/Dirjen/SK70), yang hanya bisa dibeli dengan resep dokter. Cirinya setiap kemasan ada tanda lingkaran warna merah dengan huruf
N
didalamnya. b. Obat Keras (daftar G), yaitu obat yang ada dalam daftar obat Keras (SK Menkes RI No.633 dan 6171, SK Dirjen Far No.2669), yang hanya bisa dibeli dengan resep
6
dokter. Cirinya setiap kemasan ada tanda lingkaran warna merah dengan huruf K didalamnya. c. Obat bebas terbatas (daftar W), yaitu obat yang terdapat dalam daftar obat Bebas Terbatas (SK Menkes RI No 6355 dan SK Dirjen Far No. 2193 dan SK No. 1761), yang bisa dibeli tanpa resep di Apotek dan toko obat berizin. Cirinya pada setiap kemasan ada tanda lingkaran warna biru dan tambahan label misalnya P. No. 1. Awas obat keras bacalah aturan mamakainya. d. Obat bebas, obat ini bisa dibeli bebas baik di apotek, toko obat maupun di supermarket atau di toko atau warung biasa. Cirinya pada setiap kemasan ada tanda lingkaran warna hijau. Penggolongan lain adalah obat ethical (berdasarkan resep) dan OTC (Over the Counter) seperti obat bebas, suplemen makanan, jamu dan kosmetik. Penamaan obat berdasarkan senyawa kimia yang dikandungnya (obat generik) dan obat paten. Obat generik adalah nama resmi obat yang dikeluarkan oleh WHO, digunakan di semua negara tanpa melanggar hak paten obat bersangkutan. Obat paten adalah obat produksi suatu perusahaan dengan nama khas yang dilindungi hukum, yang disebut merk dagang (trade mark). Contoh: Nama kimia : Asam asetilsalisilat Nama generik : Asetosal Nama paten : Aspirin R (Bayer), Naspro R (Nicholas) Monografi senyawa obat ada dalam Farmakope Indonesia edisi IV mencantumkan nama resmi obat dengan obat generik (bukan obat paten), identifikasi dan penentuan kadar. 1.2 Rangkuman Obat dalam definisi sempit (obat modern) adalah zat kimia yang dengan cara pemberian dan dosis tertentu bisa dipakai untuk mendiagnosa, mengurangi, menghilangkan, mencegah, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan rohani atau
7
badani pada manusia atau hewan, memperelok badan atau bagian badan dari menusia atau hewan. 1.3 Tugas Buatlah logo untuk obat-obat yang tergolong dalam daftar O, G, W, dan obat bebas. 1.4 Tes Formatif Berilah contoh obat yang tergolong pada obat alam, semisintetik, dan sintetik. 1.5 Kunci Jawaban a. Obat alam, contoh pada tumbuhan: kunyit, kinin, pada hewan: minyak ikan, dan pada mineral: belerang, kalsium. b. Obat semisintetik, contoh: morfin yang terdapat pada tanaman opium dibuat sintetiknya yaitu kodein. c. Obat sintetik, contoh: obat analgetik, antihistamin, diuretik. 1.6 Lembar kerja siswa Percobaan 1 Analisis ekstrak kunyit dengan metode Kromatografi Lapis Tipis Peralatan dan bahan yang digunakan Bejana kromatografi, pipa kapiler, plat KLT, ekstrak kunyit, kurkumin standar, kristal iod, Eluen toluen : CHCl3 : metanol = 44 : 44 : 2 . Cara kerja 1. Siapkan beberapa plat lapis tipis silika gel. Ekstrak kunyit yang telah dilarutkan dalam metanol, diambil dengan menggunakan pipa kapiler. Totolkan di atas plat KLT di bagian bawah (kira-kira 0,7 cm). Masukkan kedalam bejana kromatografi yang telah diisi eluen, jangan sampai terendam.
8
2. Setelah selesai elusi (kira-kira 1 cm dari tepi atas silika), keringkan di udara. Bercakbercak noda hasil pemisahan bisa dilihat setelah plat disimpan dalam bejana yang sudah berisi uap iod jenuh. 3. Tentukan harga Rf dari noda-noda yang diperoleh. Percobaan 2 Analisis obat berdasarkan gugus fungsional Peralatan dan bahan yang digunakan Plat tetes, pipet tetes, tabung reaksi, HCl 3N, Pereaksi Diazo I (NaNO 2 dalam air), Pereaksi Diazo II (2 -naftol dalam NaOH), FeCl 3 1%, pereaksi Fehling I (larutan CuSO4 . 5H2O 7%, pereaksi Fehling II (35 g KNa-tartrat + 10 g NaOH + air sampai 100 ml) Catatan: Pereaksi Diazo I : 10 g NaNO2 dalam 100 ml air suling. Pereaksi Diazo II: 0,25 g 2-naftol dalam 100 ml NaOH 3N. Cara kerja Haluskan sampel obat yang ada, kemudian untuk identifikasi gunakanlah seujung spatula, tambahkan pereaksi dibawah ini: 1. Dalam tabung reaksi: tambahkan larutan 2 ml HCl 3N
, dinginkan dalam es,
tambahkan 2 ml pereaksi Diazo I dan 1 ml pereaksi Diazo II. Terbentuk warna merah jingga cerah (untuk gugus amina aromatik primer). 2. Dalam tabung reaksi: tambhkan 1 ml campuran pereaksi Fehling I dan II sama banyak, panaskan 30 menit di penangas air. Terbentuk endapan Cu 2O warna merah bata (untuk gugus yang dapat mereduksi). 3. Pada plat tetes: tambahkan beberapa tetes FeCl3 1%, terbentuk warna ungu (untuk gugus fenol).
9
2 Kegiatan Belajar 2 Melalui kegiatan belajar dua ini, diharapkan siswa dapat: 1) Mengetahui bahan baku, dan bahan pembantu pada senyawa obat 2) Mengetahui sifat fisika kimia senyawa obat 3) Terampil dalam menganalisis senyawa obat dengan metode uji batas 4) Mampu menjelaskan metode-metode uji batas 2.1 Bahan baku dan sediaan obat Agar obat dapat memberikan efek terapi yang maksimal, maka dibuat dalam berbagai bentuk sediaan. Sediaan obat terdiri dari bahan berkhasiat dan bahan pembantu (bahan tambahan). Sedian obat (Obat Jadi)
Bahan berkhasiat
Bahan Pembantu
Sediaan obat merupakan : 1) Sistem yang sangat kompleks, sebagai satu kesatuan yang memungkinkan terjadinya antar aksi masing – masing komponen tunggal satu terhadap lainnya. 2) Bagian yang penting dari kerja suatu obat 3) Stabil secara kimia, fisika dan mikrobiologis selama penyimpanan tertentu dan waktu penggunaannya. Bahan pembantu merupakan unsur – unsur farmasetik yang tidak aktif secara fisiologis, tetapi dengan bahan pembantu memungkinkan bahan aktif diubah menjadi bentuk sediaan yang cocok. Contoh bahan pembantu yaitu : bahan pengisi, pelicin, pewarna, pengawet, pelarut, pengental, dll.
10
Karena obat berhubungan dengan hidup seseorang, maka baik bahan berkhasiat maupun bahan pembantu haruslah terjamin kemurniannya. Kontrol Kemurnian penting dilakukan untuk menghindari terjadinya keracunan, menghindari interaksi bahan baku yang akan digunakan untuk formulasi, dan menjaga stabilitas bahan obat. Untuk keperluan tersebut perlu dilakukan penentuan pencemaran dalam bahan aktif melalui suatu uji yang disebut uji batas. Pada analisis uji batas, tidak diperlukan konsentrasi yang tepat. Cukup untuk menetapkan apakah pencemar ini tidak melebihi batas yang sudah ditentukan. Oleh karena itu Farmakope Indonesia IV telah menentukan suatu harga batas, yang penentuannya dilaksanakan dengan metode kolorimetri. a. Analisis Uji Batas Timbal Prinsip : mengubah garam Pb menjadi Pb sulfida dengan penambahan Na sulfida. Pada kondisi penetapan, larutan sampel yang berwarna coklat dibandingkan dengan larutan standar yang diketahui konsentrasinya. Jika larutan sampel berwarna lebih coklat muda dibandingkan dengan larutan pembanding, maka sampel memenuhi syarat batas logam berat sesuai dengan yang tertera pada monografi (dinyatakan dalam % timbal dalam sampel). Alat yang digunakan, yaitu gelas Nessler. b. Analisis Uji Batas Arsen Prinsip : mengubah senyawa arsen dalam sampel menjadi arsin (AsH3) dengan pereduksi Zn/HCl. Gas H2 yang terbentuk dan menguap menuju kertas HgCl 2 mengubah warna kertas HgCl2 menjadi kuning. Warna tersebut dibandingkan dengan standar yang diketahui konsentrasinya. Bila warna kuning tidak lebih tua dari standar, maka kandungan arsen tidak melebihi batas seperti yang tertera pada masing – masing monografi. Alat yang digunakan adalah alat Gutzeit. c. Analisis Uji Batas Besi Prinsip : mengubah senyawa feri menjadi senyawa koordinat ferotioglikolat dengan pereduksi asam tioglikolat. Bila warna ungu yang terbentuk tidak lebih tua dibandingkan
11
dengan larutan standar, maka kandungan feri tidak melebihi batas seperti yang tertera pada masing – masing monografi. Alat yang digunakan : gelas Nessler. Dalam pengembangan bahan obat menjadi bentuk sediaan obat, perlu diketahui sifat lipofil dan hidrofilnya. Kedua sifat ini dapat ditentukan berdasarkan partisi atau distribusinya dari satu fase ke fase yang lainnya yang ditentukan dengan koefisien partisi yaitu nisbah konsentrasi dalam kedua fase. Analisis untuk mengukur kelipofilan molekul senyawa aktif yaitu dengan menentukan koefisien partisi. Rumus Koefisien Partisi : P=
[Kons. Obat dalam pelarut organik] ------------------------------------------- = [Kons. Obat dalam air]
[Kons. Lipid] ---------------[Kons. Air]
Corg = ------Cair
Senyawa – senyawa yang sangat llipofil menunjukkan harga P yang tinggi, sedangkan senyawa – senyawa yang sedikit lipofil (hidrofil) mempunyai harga P yang rendah. Penentuan koefisien partisi secara laboratorium berdasarkan proses ekstraksi, yaitu proses perpindahan konstituen dari satu fase ke fase lain yang tidak bercampur dengan cara kontak antara fase tersebut. Prosesnya dapat dilakukan secara sederhana dengan menggunakan corong pisah. Setelah kesetimbangan tercapai, kedua fase dipisahkan dan dilakukan analisis pada zat pelarut. 2.2 Rangkuman Analisis Uji Batas merupakan analisis semikuantitatif dimana tidak diperlukan konsentrasi yang tepat, tetapi dengan membandingkan antara larutan sampel dengan larutan standar. Alat yang digunakan adalah gelas Nessler/ alat Gutzeit. 2.3 Tugas Buatlah reaksi-reaksi yang terjadi pada analisis Uji Batas Timbal, Arsen, dan Besi. 2.4 Tes Formatif 12
Jelaskanlah uji batas apakah yang dilakukan untuk bahan pembantu gliserin, natrium klorida.
2.5 Kunci Jawaban Bahan pembantu Gliserin perlu dianalisis Uji batas Arsen dan Timbal sedangkan Natrium klorida analisis Uji batas besi. 2.6 Lembar kerja siswa Analisis Uji Batas Besi Peralatan dan Bahan Yang Digunakan Gelas Nessler, besi (III) ammonium sulfat, asam sulfat 2 N, ammonium tiosianat P, asam klorida p, ammonium peroksida sulfat P Cara kerja 1. Pembuatan Larutan Baku Besi : larutkan 863,4 mg besi (III) ammonium sulfat P dalam air, tambahkan 10 ml asam sulfat 2 N dan encerkan dengan air hingga 100 ml. Pipet 10 ml larutan ini ke dalam labu tentukur 1000 ml, tambahkan 10 ml asam sulfat 2 N, encerkan dengan air sampai tanda. Tiap ml larutan ini mengandung 10 ug Fe. 2. Pembuatan Larutan Ammonium Tiosianat : larutkan 30 g ammonium tiosianat P dalam air hingga 100 ml. Pembuatan Larutan Baku : pipet 1 ml larutan baku besi (10 ug Fe) ke dalam tabung Nessler, encerkan hingga 45 ml, tambahkan 2 ml asam klorida P dan campur. Buat larutan uji untuk natrium klorida, lakukan uji batas untuk NaCl, ikuti prosedur dalam Farmakope IV hal 928.
13
3. Kegiatan Belajar 3 Melalui kegiatan belajar tiga ini, diharapkan siswa dapat: 1) Mengetahui macam-macam sediaan solid (padat), bahan pembantu, dan pembuatan tablet 2) Mengetahui evaluasi/kontrol sediaan tablet: uji desintegrasi, friabilitas, dan disolusi 3) Terampil melakukan analisis obat antibiotika dengan metode Spektrofotometri dan KCKT 4) Terampil melakukan analisis uji disolusi obat antibiotika metode Spektrofotometri 3.1 Sediaan Padat Pemakaian obat dalam bentuk sediaan padat umumnya secara oral (melalui mulut). Karena sediaan ini dalam bentuk kering, maka mudah penggunaannya dan secara farmasetika lebih stabil daripada bentuk sediaan lain. Macam-macam sediaan padat: 1) Pulvis, pulveres (serbuk) adalah campuran homogen dua atau lebih obat yang diserbukkan. Ada 2 macam serbuk, yaitu: •
Serbuk tak terbagi (pulvis) adalah serbuk yang digunakan untuk pemakaian luar/dalam. Contoh serbuk tabur yang digunakan untuk obat luar.
•
Serbuk terbagi (pulveres) adalah serbuk yang dibagi dalam bobot yang kurang lebih sama, dibungkus dengan kertas perkamen atau bahan pengemas lain yang cocok. Contoh: puyer yang dibagi dalam beberapa bungkus.
2) Tablet (tabulae = compressi) adalah sediaan padat dibuat secara kempa cetak, berbentuk rata atau cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. 3) Kapsul (capsulae) adalah sediaan obat yang terbungkus dalam suatu cangkang yang terbuat dari metil selulosa, gelatin atau bahan lain yang cocok.
14
Dari ketiga jenis sediaan diatas, yang paling sering digunakan adalah tablet dan kapsul. Sediaan padat yang digunakan melalui dubur (anus) adalah suppositoria yaitu sediaan padat yang berbentuk terpedo, dapat melunak, melarut atau meleleh pada suhu tubuh.
3.1.1 Sediaan Tablet Berdasarkan penggunaan secara oral, tablet digolongkan menjadi tablet bukal, tablet sublingual, tablet isap dan tablet kunyah. 1) Tablet bukal digunakan dengan cara dimasukkan di antara pipi dan gusi dalam rongga mulut. Adsorbsi terjadi melalui mukosa mulut masuk peredaran darah. 2) Tablet sublingual digunakan dengan jalan dimasukkan di bawah lidah. 3) Tablet isap (lozenges, trochisi) digunakan untuk efek lokal di mulut dan tenggorokan. 4) Tablet kunyah biasanya mempunyai rasa enak, dengan dikunyah maka pemecahan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil lebih cepat. Berdasarkan prinsip pembentukannya, tablet digolongkan menjadi tablet kempa dan tablet cetak. Tablet kempa dibuat dengan tekanan tinggi terhadap serbuk/granul menggunakan cetakan baja. Dapat dibuat berbagai ukuran & bentuk tablet berbentuk kapsul disebut kaplet. Tablet cetak dibuat dengan menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam cetakan lalu dikeringkan. Kepadatan tablet tergantung ikatan kristal yang terjadi selama proses pengeringan. Formulasi sediaan tablet: 1) Bahan berkhasiat/bahan aktif Bahan berkhasiat dapat berbentuk serbuk halus, serbuk kristal, serbuk voluminous/ serbuk higroskopis. 2) Bahan pembantu/bahan tambahan
15
Bahan pembantu: pengisi, pengikat, lubrikan, penghancur, adsorben, surfaktan, pembawa rasa & bau, pewarna. • Pengisi, untuk membentuk tablet dengan ukuran yang sesuai, karena umumnya dosis efektif obat hanya beberapa miligram saja. Contoh pengisi: Laktosa, amilum, kalsium laktat trihidrat, dekstrosa, sukrosa. • Pengikat, untuk membentuk granul dalam proses granulasi sehingga mempermudah pencetakan karena daya perekat yang dimilikinya. Contoh bahan pengikat: Akasia/gom (larutan 10-25%), tragakan, gelatin, selulosa. • Lubrikan/pelicin, untuk memudahkan aliran granul saat dicetak, menghindari lengketnya massa cetak pada punch & dies, memudahkan pembebasan tabet dari cetakan. Contoh: Mg stearat, Mg lauril sulfat. • Penghancur/desintegran, untuk mempermudah hancurnya tablet sehingga cepat memberikan efek. Contoh: selulosa, gom, alginat. • Adsorben, untuk mengikat sejumlah air dalam keadaan kering. Contoh: laktosa, Mg oksida, aerosil. • Surfaktan, untuk mempercepat penetrasi cairan ke dalam tablet sehingga tablet dapat hancur. Contoh: Na lauril sulfat, aerosil. • Penawar bau & rasa:, pada tablet lozenges, kunyah, effervescent. Contoh penawar rasa: minyak jeruk, minyak permen. Contoh penambah rasa: aspartam, natrium siklamat. • Pewarna, untuk meningkatkan nilai estetis tablet, memudahkan kontrol selama pembuatan. Bahan pewarna resmi dalam sediaan farmasi sesuai dengan FD&C. Metode Pembuatan Tablet:: 1). Granulasi basah 2). Granulasi kering 3). Cetak langsung. ad.1. Metode Granulasi basah
16
Dilakukan dengan menggunakan larutan pengikat dalam air (mucilago) atau pengikat organik seperti alkohol, dll. Cara pembuatan: ⇒ Bahan-bahan tablet ditambah pengikat kering lalu ditambah air sampai di dapat massa untuk granulasi tablet. ⇒ Pengikat dibuat dulu mucilago dalam air lalu ditambahkan ke dalam bahan-bahan tablet sampai didapat massa untuk granulasi basah. ad.2. Metode Granulasi kering Proses ini menunjukkan granulasi campuran serbuk kering dengan cara kompresi tanpa melibatkan panas dan pelarut. Ada 2 proses yang dapat dilakukan untuk metode ini yaitu Slugging dan Prekompresi. Slugging melibatkan proses prekompresi campuran serbuk dan cetakan tablet sehingga dihasilkan slug yang kemudian dihancurkan (milled) dan diayak menjadi granul. Prekompresi menggunakan mesin untuk menekan. ad.3. Metode Cetak langsung Serbuk zat berkhasiat langsung dicetak menjadi tablet, bila perlu ditambah bahan pembantu seperti pengisi, desintegran dan lubrikan. 3.2 Evaluasi Sediaan Tablet a. Uji Keseragaman Bobot Bertujuaan untuk mengetahui keseragaman bobot tablet. Berdasarkan bobot rata-rata penimbangan. b. Uji Ketebalan tablet Berdasarkan ketebalan rata-rata tablet. Bertujuaan untuk mengetahui ketebalan rata-rata tablet. Menggunakan alat jangka lengkung/sorong. c. Uji Kekerasan tablet Bertujuan untuk mengetahui kekerasan tablet agar tidak terlalu rapuh/terlalu keras. Berdasarkan pengukuran besar tekanan yang diperlukan alat untuk mematahkan tablet. Alat yang digunakan: Hardness tester.
17
d. Uji Kerenyahan tablet (Friabilitas) Bertujuan untuk menguji ketahanan tablet terhadap kehilangan berat yang disebabkan goresan ringan dalam penanganan dan pengapalan. Menggunakan alat Friabilator. e. Uji Daya hancur tablet (Desintegrasi) Bertujuan untuk mengetahui waktu hancur tablet dalam tubuh. Berdasarkan pengukuran waktu yang diperlukan tablet untuk terhancurkan dalam pelarut yang mendekati sifatnya dengan cairan lambung. Peralatan Uji Daya hancur tablet: Rangkaian keranjang yang terdapat 6 buah tabung gelas transparan sepanjang 77,5 + 2,5 mm, diameter dalam + 21,5 mm dan tebal dinding + 2 mm, yang terbuka di bagian atas. Bagian bawah keranjang terdapat saringan yang terbuat dari stainless steel berukuran 10 mesh. f. Uji Disolusi Bertujuan untuk mengetahui daya larut tablet dalam tubuh. Berdasarkan pengukuran banyaknya partikel yang terlarut dalam cairan lambung/usus buatan pada kondisi dan waktu tertentu. Peralatan Disolusi Wadah bulat setengah bola, tinggi 160 – 170 mm, diameter dalam 98 – 106 mm, kapasitas 1000 ml. Terbuat dar kaca borosilikat atau bahan transparan lain yang inert. Penangas air transparan yang digunakan untuk menjaga temperatur di dalam wadah disolusi. Motor penggerak yang dilengkapi dengan alat pengatur kecepatan rotasi. Pengaduk yang terdiri atas batang logam yang inert dan keranjang logam berbentuk silinder atau elemen pengaduk yang terdiri atas batang logam yang inert dan suatu dayung yang merupakan satu kesatuan yang dapat dilapisi dengan pelapis yang inert. Gambar peralatan evaluasi sediaan tablet
18
Alat uji kekerasan tablet
Alat uji kerenyahan tablet
(Tablet Hardness Tester)
(Friability Tester)
Alat uji daya hancur tablet
Alat uji disolusi
(Disintegrator Tester)
(Dissolution Tester)
3.3 Rangkuman Sediaan tablet terdiri dari bahan berkhasiat dan bahan pembantu, maka untuk analisisnya bahan pembantu perlu diisolasi dulu sehingga tidak mengganggu dalam pengukuran. Misalnya dengan ekstraksi atau penyaringan. Untuk mengetahui apakah tablet yang dihasilkan telah memenuhi kriteria atau tidak, maka diperlukan beberapa pengujian, diantaranya adalah: Uji Keseragaman Bobot, Ketebalan, Kekerasan, Kerenyahan, Daya Hancur, dan Disolusi. 3.4 Tugas Jelaskanlah perbedaan antara ketiga metode pembuatan tablet dan tuliskanlah perhitungan untuk Uji Kerenyahan Tablet.
19
3.5 Tes Formatif Sebutkanlah bahan pengisi yang digunakan untuk tablet kunyah dan sebutkanlah uji penampilan untuk evaluasi sediaan tablet. 3.6 Kunci Jawaban Manitol dan sorbitol banyak digunakan dalam formulasi tablet kunyah. Uji penampilan sediaan tablet secara visual meliputi warna (homogenitas zat warna), bentuk (bundar, permukaan rata/cembung), cetakan (garis patah, tanda, logo pabrik).
3.7 Lembar kerja siswa Percobaan 1 Analisis Kloramfenikol kapsul metode Spektrofotometri Peralatan dan bahan yang digunakan Spektrofotometer uv, labu ukur, pipet gondok, kapsul kloramfenikol. Cara kerja 1) Sejumlah 20 kapsul dibuka dan dicampur isinya. 2) Ditimbang sejumlah serbuk setara 200 mg kloramfenikol, dilarutkan dalam 800 ml air. 3) Dihangatkan jika perlu sampai larut sempurna, diencerkan sampai 1000 ml. 4) Dipipet 10 ml dan diencerkan dengan air hingga 100 ml. 5) Ukur serapan pada panjang gelombang maksimum 278 nm, A(1%, 1 cm) adalah 298. Hitung kadar kloramfenikol. Percobaan 2 Uji Disolusi Peralatan dan bahan yang digunakan Seperangkat alat disolusi, tablet Ampisilin (tidak bersalut), air. Cara kerja
20
1. Masukkan 1 tablet pada masing-masing tabung dari keranjang, masukkan satu cakram pada tiap tabung dan jalankan alat (kecepatan 100 rpm), gunakan air 900 ml bersuhu 37° ±2° sebagai media kecuali dinyatakan menggunakan cairan lain dalam masingmasing monografi. 2. Setelah 45 menit, angkat keranjang dan amati semua tablet : semua tablet harus hancur sempurna. Bila 1 atau 2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya : tidak kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus hancur sempurna. 3. Lakukan penetapan jumlah C16H19N3O4S, yang terlarut dengan mengukur serapan filtrat larutan uji secara spektrofotometri, jika perlu encerkan dengan Media disolusi dan bandingkan dengan serapan larutan baku Ampisilin BPFI yang diketahui kadarnya dalam media yang sama. Toleransi: Dalam waktu 45 menit harus larut tidak kurang dari 75% (Q) C16H19N3O4S, dari jumlah yag tertera pada etiket. 4. Kegiatan Belajar 4 Melalui kegiatan belajar empat ini, diharapkan siswa dapat: 1) Mengetahui macam-macam sediaan liquid/cair 2) Mengetahui evaluasi sediaan liquid 3) Terampil melakukan analisis sediaan sirup 4.1 Sediaan Liquid/Cair Definisi sediaan liquid adalah sediaan cair yang dibuat dengan melarutkan satu jenis obat/ lebih dalam pelarut, dimaksudkan untuk digunakan sebagai obat dalam, obat luar atau dimasukkan dalam rongga tubuh. Macam-macam sediaan liquid: 1) Eliksir adalah sediaan berupa larutan obat dengan zat tambahan seperti gula, zat pengawet, zat pewarna dan zat pewangi, sehingga mempunyai rasa dan bau yang sedap. Sebagai pelarut utama adalah etanol 90% dan dapat ditambahkan gliserol, sorbitol dan propilenglikol. 2) Sirupi (sirup) adalah larutan pekat gula yang ditambah obat/pewangi, merupakan larutan jernih berasa manis. Ditambah gliserol, sorbitol/polialkohol lain dalam jumlah sedikit untuk meningkatkan kelarutan obat dan menghalangi pembentukan hablur sakarosa.
21
3) Emulsa (Emulsi) adalah sediaan berupa campuran dua fase cairan dalam sistem dispersi, fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi. 4) Suspensi adalah sediaan berupa campuran dua fase dimana fasa luar berbentuk cair sedangkan fasa dalam terdiri dari partikel yang tidak larut, terdispersi diseluruh fasa luar. Sediaan suspensi dirancang bukan untuk mencegah terjadinya pemisahan fasa, tetapi untuk memperlambat kecepatan sedimentasi dan mengupayakan agar partikel yang telah tersedimentasi dapat disuspensi dengan baik. Penggunaan suspensi di bidang farmasi: 1) Menutupi rasa zat berkhasiat yang tidak enak atau pahit. Misalnya Kloramfenikol palmitat. 2) Untuk anak-anak yang sukar menelan obat berbentuk padat, maka zat berkhasiat yang tidak larut dalam air dibuat bentuk suspensi dimana zat aktif yang tidak larut terdispersi dalam medium cair. 4.2 Evaluasi Sediaan Liquid Evaluasi secara rutin sediaan liquid meliputi:evaluasi kimia (penentuan kadar zat berkhasiat), evaluasi fisika (penentuan pH, BJ, viskositas, volume, berat sediaan, uji volume terpindahkan), evaluasi biologi (jumlah cemaran mikroba dan potensi), dan evaluasi sediaan jadi. 4.3 Rangkuman Penggunaan sediaan larutan, suspensi dan emulsi terutama ditujukan untuk anak-anak sehingga untuk memperbaiki penampilan sediaan ditambahkan flavour yang terdiri dari pemanis (sukrosa), penambah rasa (vanila), pewarna 4.4 Tugas Jelaskanlah mengapa pada sediaan sirup perlu ditambahkan pengawet.
22
4.5 Tes Formatif Sebutkan bahan pembantu yang digunakan pada sediaan cair. 4.6 Kunci Jawaban Bahan pembantu terdiri dari: pelarut, pengatur pH, pengawet, antioksidan, penambah rasa, dan pengental. Pelarut untuk sediaan larutan adalah air, karena air tidak toksis, secara fisiologis dapat dicampurkan dan air mempunyai kemampuan melarutkan kebanyakan bahan aktif obat dan bahan penambah.
4.7 Lembar Kerja siswa Percobaan 1 Analisis Parasetamol Sirup Peralatan dan Bahan yang digunakan Spektrofotometer, labu ukur, Sirup Parasetamol, NaOH 0,1 N. Cara kerja 1. Ditimbang seksama 1,5 g sirup, ditambahkan 100 ml air dan 20 ml NaOH 0,1 N, diencerkan dengan air secukupnya hingga 200 ml. 2. Di pipet 5 ml larutan ini ditambahkan 9,5 ml NaOH 0,1N, diencerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml. 3. Serapan larutan diukur pada panjang gelombang maksimum 257 nm, A (1%, 1cm) adalah 715. Dihitung bobot zat dalam mg dalam sirup. Syarat: Sirup Parasetamol
23
mengandung Parasetamol C8H9NO2 tidak kurang dari 95% dan tidak lebih dari 105% dari jumlah yang tertera pada etiket. Percobaan 2 Analisis Kloramfenikol Palmitat Suspensi Peralatan dan Bahan Yang Digunakan Spektrofotometer, labu ukur, Suspensi Kloramfenikol Palmitat, etanol 95%. Cara kerja 1. Sejumlah suspensi yang ditimbang seksama setara dengan 300 mg kloramfenikol diencerkan secukupnya dengan air hingga 1000 ml, dicampur, dibiarkan 10 menit. 2. Larutan diatas di pipet 5 ml, diencerkan dengan etanol 95% secukupnya hingga 100 ml. 3. Serapan diukur dengan spektrofotometeri pada panjang gelombang maksimum 271 nm. 4. Dihitung kadar kloramfenikol Palmitat dimana A (1%, 1cm) adalah 178. Dihitung pula kadar kloramfenikol. Kesetaraan Kloramfenikol menurut Farmakope Indonesia IV: 1 g Kloramfenikol Palmitat setara dengan 575 mg kloramfenikol. Kadar kloramfenikol C11H12Cl2N2O5 tidak kurang dari 95% dan tidak lebih dari 115% dari jumlah yang tertera pada etiket.
24
5. Kegiatan Belajar 5 Melalui kegiatan belajar lima ini diharapkan siswa dapat: 1) Mengetahui penggolongan obat analgetika dan kombinasi obat analgetika 2) Terampil melakukan analisis bahan baku obat analgetika dan sediaan sirup kombinasi analgetika. 5.1 Penggolongan Obat Analgetika Analgetik adalah obat yang mengurangi atau menghilangkankan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Obat Analgetika juga mempunyai efek sebagai antipiretik, yaitu obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Contoh: Asetaminofen, Asam asetilsalisilat, Metampiron (Novalgin), Salisilamid, Asam Mefenamat. Obat golongan ini bekerja pada mediator rasa nyeri.
25
Analgetika yang bekerja pada susunan syaraf pusat (SSP) disebut analgetika narkotik. Memiliki daya penghalang rasa nyeri yang kuat, sehingga digunakan untuk nyeri yang sedang sampai kuat. Selain sebagai analgetika, juga menimbulkan perasaan nyaman (euforia) serta menimbulkan kantuk dan tidur (mengurangi kesadaran), serta berefek adiksi (ketagihan). Contoh: Morfin HCl, Opii pulvis, Petidin HCl, Metadon. 5.2 Kombinasi Obat Analgetika Penggunaan obat kombinasi dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi konsumen sehingga tidak menggunakan masing-masing obat secara terpisah. Biasanya obat ini digunakan untuk demam yang disertai pilek, dan batuk. 1) Antitusif dan Ekspektoran Antitusif adalah obat yang digunakan untuk menekan batuk. Contoh: Dekstrometorfan Hidrobromida. Ekspektoran adalah obat yang digunakan untuk mempertinggi sekresi dari saluran pernafasan dan atau mencairkan riak sehingga mudah dikeluarkan. Contoh: amonium klorida, Bromheksin hidroklorida, Gliseril guaiakolat, Ipecacuanhae radix. 2) Dekongestan hidung Digunakan untuk melonggarkan hidung yang tersumbat. Contoh: Fenil propanolamin, Efedrin HCl. 3) Antihistamin Obat yang digunakan untuk melawan atau memblokir pekerjaan histamin, dapat menyembuhkan adanya alergi dan anafilaktik. Kebanyakan antihistamin mempunyai efek ikutan menidurkan ( ngantuk). Contoh: CTM, Difenhidramin HCl, Prometazin HCl. 5.3 Rangkuman Analisis obat analgetika berdasarkan sifat kimia fisikanya seperti keasaman/kebasaan, struktur yang dikandungnya, sehingga beberapa dapat dianalisis secara titrasi asam basa, titrasi bebas air, dan titrasi redoks.
26
5.4 Tugas Tuliskan reaksi Antalgin bila dianalisis dengan Titrasi Iodimetri. 5.5 Tes formatif Carilah Penggolongan Antalgin berdasarkan efek farmakologis dan sebutkan sediaansediaan yang mengandung Antalgin. 5.6 Kunci Jawaban Antalgin adalah obat Analgetika – Antipiretika. Sediaan Antalgin yaitu Tablet, kaplet, injeksi. 5.7 Lembar kerja siswa Percobaan 1 Analisis Antalgin Metode Titrasi Iodimetri Peralatan dan Bahan yang digunakan Buret, erlenmeyer, bahan baku Antalgin, aquadest, HCl 0,02N dan larutan iod 0,1 N, amilum. Cara kerja Sejumlah 0,2 sampel ditambah 5 ml aquadest, 5 ml HCl 0,02 N dan dititrasi dengan larutan iod 0,1 N menggunakan amilum sebagai indikator sampel warna biru bertahan selama 5 menit. Percobaan 2 Analisis Dekstrometorfan HBr Sirup Metode Titrasi Bebas Air Analisis Kualitatif a. Kedalam sampel ditambahkan 1 tetes HCl encer. b. Ditambahkan 1 ml K4 Fe(CN)6 , 1 tetes FeCl3 dan 4 ml H2O.
27
c. Didiamkan selama 15 menit, amati perubahan yang terjadi (uji positif ditandai dengan hilangnya warna biru pada larutan). Analisis Kuantitatif a. Sebanyak 5 ml sampel dimasukkan ke dalam corong pemisah. b. Ditambahkan 5 ml air panas, 10 ml NaOH 20% kemudian didinginkan. c. Sampel diekstraksi dengan CHCl3 sebanyak 25 ml, 10 ml, dan 10 ml. d. Ekstrak yang dihasilkan ditampung dalam erlenmeyer kering (bebas air). e. Hasil ekstraksi diekstrak lagi sebanyak 4x dengan pelarut masing-masing 10 ml H2O hingga bebas basa, dilakukan pengecekan pH. f. Hasil ekstraksi ditampung dalam erlenmeyer kering kemudian ditambahkan 20 ml asam asetat glasial dan indikator kristal violet. g. Sampel dititar dengan HClO4 0,02 N hingga mencapai titik akhir, perubahan warna dari ungu-biru-hijau toska. Pembuatan blanko sampel a. Kedalam erlenmeyer kering dimasukkan 20 ml asam asetat glasial, 45 ml CHCl 3 dan indikator kristal violet. b. Dititrasi dengan HClO4 0,02 N hingga mencapai titik akhir titrasi ungu-biru-hijau toska. Pembuatan blanko standar a. Dimasukkan 20 ml asam asetat glasial, dan indikator kristal violet ke dalam erlenmeyer kering. b. Dititrasi dengan HClO4 0,02 N hingga mencapai titik akhir titrasi ungu-biru-hijau toska. Standarisasi HClO4 0,02 N a. Ditimbang kalium biftalat sebanyak 0,0206 gram dalam erlenmeyer kering. b. Ditambahkan 20 ml asam asetat glasial dan indikator kristal violet.
28
c. Dititrasi dengan HClO4 0,02 N hingga mencapai titik akhir titrasi ungu-biru-hijau toska.
6. Kegiatan Belajar 6 Melalui kegiatan belajar enam ini, diharapkan siswa dapat: 1) Mengetahui macam-macam sediaan semi solid dan injeksi 2) Terampil melakukan analisis sediaan semi solid dan injeksi 6.1 Sediaan Semi Solid Sediaan semi solid merupakan sediaan obat yang dimaksudkan untuk pemakaian pada kulit. Tujuan penggunaannya sebagai pelindung kulit, pelicin, pelembut, zat pengering,
29
atau untuk efek khusus dari bahan obat. Macam-macam sediaan semi solid yaitu salep dan krim. 6.1.1 Sediaan Krim Di bidang kefarmasian, sediaan krim dibuat dalam bentuk emulsi M/A untuk basis yang tercuci dengan air dan emulsi A/M sebagai pelunak dan pencuci (emulient dan cleansing). Krim berminyak mengandung zat pengemulsi A/M seperti adeps lanae, cera dan garam dari asam lemak dengan logam bervalensi 2 misalnya Ca. Krim M/A menggunakan zat pengemulsi campuran surfaktan (jenis lemak yang ampifil) merupakan rantai panjang alkohol. Untuk menstabilkan krim biasanya ditambah antioksidan dan zat pengawet seperti nipagin-nipasol. 6.1.2 Sediaan Salep Mengandung bahan aktif dalam bentuk terlarut atau terdispersi dalam pembawa. Basis salep dikelompokkan dalam basis hidrokarbon, salep serap (absorpsi), dan salep yang dapat larut dalam air. 1) Basis salep hidrokarbon terdiri dari: vaselin putih/ kuning, parafin cair/ padat dan minyak tumbuh-tumbuhan. 2) Basis salep serap dapat menyerap air terdiri antara lain: adeps lanae, Lanolin. 3) Basis salep yang dapat larut dalam air terdiri antara lain PEG (Polietilen glikol). 6.2. Sediaan Injeksi Sediaan injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang digunakan dengan cara disuntikkan (merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir). Syarat sediaan injeksi adalah harus jernih dan bebas dari partikel-partikel yang tidak larut. Oleh karena itu masalah kelarutan zat merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan. Selain itu harus steril. Suatu sediaan dikatakan steril bila tidak ada mikroorganisme yang terdeteksi pada uji sterilitas. Uji ini ditujukan untuk mendeteksi
30
adanya bakteri, jamur atau kapang yang terdapat pada produk hasil sterilisasi. Beberapa cara sterilisasi: 1) Secara mekanis: dengan memakai penyaring bakteri (bakteri filter) misalnya filter gelas G5, Seitz. 2) Secara kimia: dengan formaldehid dalam bentuk gas. 3) Secara fisik: - dengan sinar ultra violet - dengan partikel elektron - dengan pemanasan: pemanasan kering dan basah. Secara Aseptik: Tidak termasuk salah satu cara peneterilan secara mutlak, karena mikroba dalam hal ini tidak dimusnahkan, hanya sedapat mungkin dicegah adanya kontaminasi bakteri (pengotoran oleh bakteri). Bahan yang digunakan sebagai wadah pengemas dan wadah untuk pemberian sediaan parenteral meliputi komponen yang terbuat dari gelas, karet, stainles steel, dan plastik (volume besar). Wadah gelas digunakan secara luas untuk sediaan parenteral karena memberikan beberapa keuntungan sebagai berikut: 1) Mempunyai daya tahan kimia yang baik sehingga tidak bereaksi dengan kandungan wadah dan tidak mengabsorpsi atau mengeluarkan senyawa organik. 2) Bersifat tidak permeabel sehingga bila ditutup dengan baik maka pemasukan atau hilangnya gas-gas (seperti uap air) dapat diabaikan. 3) Wadah gelas mudah dicuci karena permukaannya licin. 4) Bersifat transparan sehingga dapat diamati kandungan dalam wadah. 5) Mempunyai sifat kaku, kuat dan bentuknya stabil. Tahan terhadap tusukan, dapat divakumkan. Dapat dipanaskan hingga 121 0C pada sterilisasi menggunakan uap, atau suhu 260 0C pada sterilisasi kering tanpa mengalami perubahan bentuk. Wadah plastik mempunyai keuntungan yaitu pelepasan material partikel sedikit, berkurangnya kemungkinan kontaminasi dari udara selama pemakaian, kemungkinan
31
pecah kecil, mudah disimpan waktu diangkut, mudah ditangani dan suara ribut dapat dikurangi. 6.3 Rangkuman 1) Sediaan Krim & Salep merupakan sediaan setengah padat (semi solid) yang dimaksudkan untuk penggunaan pada kulit. Formulasi umum sediaan semisolid adalah bahan aktif, pembawa (basis) dan bahan pembantu. 2) Sediaan injeksi merupakan sediaan yang digunakan secara parenteral. Bentuk ampul untuk dosis tunggal (single dose), sedangkan vial kaca, infus untuk takaran banyak (multiple dose). 6.4 Tugas Sebutkanlah bahan-bahan pembantu pada sediaan semi solid dan sediaan injeksi. 6.5 Tes Formatif 1) Sebutkan bahan pengawet pada sediaan semi solid. 2) Sebutkanlah faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian obat secara parenteral. 6.6 Kunci Jawaban 1) Bahan pengawet pada sediaan setengah padat adalah nipagin-nipasol. 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian obat secara parenteral yaitu: -
Kelarutan obat dan volume injeksi.
-
Karakteristik bahan pembawa
-
pH larutan injeksi
-
Jenis bentuk sediaan obat
-
Komposisi bahan pembantu
6.7 Lembar kerja siswa Percobaan 1 Analisis Asam Salisilat dalam Salep 2-4 Peralatan dan Bahan Yang Digunakan
32
Buret, erlenmeyer, Salep 2-4, FeCl3, H2SO4 , metanol, etanol, indikator merah fenol. Analisis Kualitatif 1) Sejumlah salep direaksikan dengan FeCl3 memberikan warna ungu. 2) Sejumlah salep ditambahkan H2SO4 dan metanol, kemudian dipanaskan, tercium bau khas metil salisilat. Analisis Kuantitatif Larutan Uji 1) Sejumlah salep setara dengan + 100 mg asam salisilat, ditimbang seksama dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml, ditambahkan 8 ml etanol yang telah dinetralkan terhadap indikator merah fenol. 2) Campuran dipanaskan diatas penangas air sampai massa salep meleleh. Cara Penetapan Larutan dititrasi dalam keadaan hangat dengan NaOH 0,1 N menggunakan indikator merah fenol. Kadar Asam Salisilat dalam salep adalah: V x N x 13,81 x 1 0,1 V
Bu
x 100%
Ke
= Volume NaOH yang digunakan dalam ml
N = Normalitas NaOH Bu = Bobot sampel yang ditimbang (gram) Ke = Jumlah asam salisilat per gram salep yang tertera pada etiket dalam mg Percobaan 2 Analisis Kalsium Klorida Injeksi Peralatan dan Bahan Yang Digunakan
33
Buret dan klem buret, statif, labu ukur, erlenmeyer, Injeksi Kalsium Klorida, HCl 3N, aquadest, NaOH 1N, indikator biru hidroksi naftol P, Larutan dinatrium EDTA 0,05M.
Cara kerja 1) Sejumlah volume injeksi yang diukur seksama setara kurang lebih 1 g kalsium klorida dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml, ditambah 5 ml HCl 3N, diencerkan sampai tanda batas. 2) Di pipet 50 ml larutan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 100 ml air, 15 ml NaOH 1N dan 300 mg indikator biru hidroksi naftol P (C20H14N2O11S3) dan dititrasi dengan dinatrium EDTA 0,05 M sampai titik akhir warna biru tua. 3) Membakukan dinatrium EDTA 0,05 M. Kesetaraan untuk Kalsium Klorida menurut FI IV adalah: 1 ml dinatrium EDTA 0,05 M setara dengan 7,351 mg CaCl2.2H2O. 7. Kegiatan Belajar 7 Melalui kegiatan belajar tujuh ini, diharapkan siswa dapat: 1) Mengetahui tentang uji stabilitas obat 2) Terampil melakukan analisis obat untuk mengetahui stabilitasnya 7.1 Uji Stabilitas Obat Stabilitas menurut definisi WHO adalah kemampuan produk untuk mempertahankan sifat fisika kimia, mikrobiologi, dan biofarmasi sebelum batas kadaluarsanya. Uji stabilitas adalah satu seri pengujian yang dirancang untuk menentukan batas kadaluarsa dan jangka waktu penggunaan pada kondisi penyimpanan tertentu. Uji stabilitas dalam dunia farmasi terbagi tiga, yaitu uji stabilitas dipercepat, uji stabilitas dalam kondisi sesungguhnya dan stabilitas on going. 1) Uji stabilitas dipercepat Merupakan studi yang dirancang untuk meningkatkan kecepatan penguraian secara kimia dan fisika suatu bahan berkhasiat atau sediaan farmasi dengan cara menggunakan kondisi penyimpanan yang berlebihan.
34
2) Uji stabilitas dalam kondisi sesungguhnya Uji ini dilakukan untuk mengetahui kandungan bahan berkhasiat pada kondisi penyimpanan yang sesungguhnya. 3) Uji stabilitas on going Uji yang dilakukan untuk mengetahui kondisi dan keaktifan dari zat yang terdapat dalam obat pada masa kadaluarsanya dan pada saat yang actual (secara langsung). Stabilitas on going dilakukan juga pada tahun pertama, kedua, dan ketiga setelah masa kadaluarsanya untuk mengontrol keaktifan dari zat yang terdapat dalam obat tersebut. 7.2 Rangkuman Uji stabilitas dapat dilakukan secara kimia, fisika dan mikrobiologi. Tiap zat aktif dalam sediaan memiliki sifat kimia, fisika, dan resistensi terhadap pertumbuhan mikroba. Sehingga untuk mengetahui stabilitasnya dapat dilakukan secara kimia, fisika, dan mikrobiologi. 7.3 Tugas Sebutkanlah manfaat dari uji stabilitas obat. 7.4 Tes formatif Jelaskanlah tujuan uji stabilitas obat. 7.5 Kunci Jawaban Tujuan uji stabilitas obat adalah 1) Memilih formulasi dan bahan kemasan yang cocok. 2) Menentukan batas kadaluarsa dan kondisi penyimpanan. 3) Menentukan perpanjangan batas kadaluarsa. 4) Menentukan pengaruh perubahan formula atau proses produksi terhadap stabilitas.
7.6 Lembar kerja siswa Percobaan 1
35
Pengaruh Temperatur Terhadap Kestabilan Asetosal Sirup Analisis ini bertujuan untuk mengetahui stabilitas Asetosal Sirup dengan metode dipercepat. Suhu pemanasan 400, 600, dan 800 . Lama pemanasan untuk tiap suhu: 10, 20, 30, 40, 50 dan 60 menit. Peralatan dan Bahan Yang Digunakan Buret dan klem buret, statif, labu ukur, erlenmeyer, Sirup Asetosal, NaOH 0,1N, indikator fenolftalein. Cara kerja 1. Menentukan normalitas NaOH 0,1 N menggunakan Asam kalium ftalat, indikator fenolftalein atau biru timol. 2. Prosedur: a. Suhu pemanasan 400, 600, dan 800 (masing-masing 6 botol, total 18 botol). b. Lama pemanasan untuk tiap suhu: 10, 20, 30, 40, 50 dan 60 menit (10 menit pertama dianggap konsentrasi awal larutan). c. Contoh hasil percobaan: Suhu 10’
20’
Waktu (menit) 30’ 40’
50’
(awal) 0
40 C
Volume Peniter
Percobaan 2 Analisis etanol dalam sediaan eliksir Peralatan dan Bahan yang digunakan Seperangkat alat kromatografi gas, pipet gondok, sampel sediaan eliksir. Cara kerja 1) Membuat larutan standar: pipet 2 ml etanol 96%, encerkan sampai 50 ml.
36
60’
2) Larutan sampel dipipet 10 ml kemudian diencerkan sampai 50 ml 3) Lakukan pengukuran dengan kromatografi gas. 4) Menghitung kadar etanol dalam sampel eliksir. 8. Kegiatan Belajar 8 Melalui kegiatan belajar delapan ini, diharapkan siswa dapat: 1) Mengetahui penggolongan obat Antibiotika 2) Terampil melakukan analisis sediaan obat Antibiotika 8.1 Obat Antibiotika Merupakan kelompok yang terpenting diantara zat antibakteri. Definisi Antibiotika adalah obat yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan atau dapat membunuh mikroorganisme lain. Berdasarkan kerjanya dibagi menjadi spektum luas (broad spectrum) dan spektrumsempit (narrow spectrum). Mekanisme aktivitas antibiotika adalah: 1) Pada dinding sel bakteri, mengakibatkan dinding sel bakteri pecah. Contohnya turunan penisilin dan sefalosporin. 2. Pada membran sel, mengakibatkan isi sel penting seperti polipentida keluar dari membran sel. Contohnya Nistatin, amfoterisin B. 3. Terhadap protein sel. Contohnya kloramfenikol, tetrasiklin. 4. Terhadap inti sel yaitu RNA. Contohnya: Rifampisin. Penggolongan antibiotika yang paling umum digunakan terutama untuk ISPA (infeksi saluran pernapasan atas) adalah turunan penisilin (ampisilin dan amoksisilin) dan sefalosporin. Keduanya merupakan golongan antibiotika ß-laktam. Struktur dasar turunan penisilin adalah 6-APA (Aminopenisilenat) sedangkan turunan sefalosporin adalah 7ACA (Aminosefalosporanat). Ampisilin mengandung gugus amina dimana isomer dekstro lebih aktif daripada isomer levo. Ampisilin anhidrat lebih baik diabsorpsi daripada ampisilin trihidrat karena zat-zat
37
hidrat mengandung air kristal dalam molekulnya sehingga diabsorpsi lebih lambat dibandingkan zat-zat anhidrat. Amoksisilin strukturnya seperti ampisilin dengan tambahan gugus hidroksi fenol. Absorpsi Amoksisilin dalam tubuh tidak dipengaruhi oleh makanan. 8.2 Rangkuman Antibiotika penisilin mengalami hidrolisis dalam suasana asam, dan basa sehingga perlu diperhatikan pH yang tepat saat pembuatannya (pH 6,0 – 6,8). 8.3 Tugas Berilah beberapa contoh obat antibiotika dengan nama paten dan bentuk sediaannya. 8.4 Tes formatif Sebutkan perubahan yang terjadi pada antibiotika penisilin hasil hidrolisis asam dan basa. 8.5 Kunci Jawaban Hidrolisis asam membentuk asam penisilenat dan hidrolisis basa membentuk asam penisiloat. 8.6 Lembar kerja siswa Percobaan 1 Analisis Kloramfenikol Salep Peralatan dan Bahan Yang Digunakan Spektrofotometer, alat pengocok, pipet ukur, kertas saring, salep Kloramfenikol, eter minyak tanah. Cara kerja 1. Sejumlah salep kloramfenikol yang ditimbang seksama setara dengan 10 mg kloramfenikol, dilarutkan dalam 50 ml eter minyak tanah.
38
2. Ekstraksi (sari) berturut-turut dengan 50 ml, 50 ml, 50 ml, dan 30 ml air. Ekstrak dikumpulkan dan diencerkan dengan air secukupnya sampai 200 ml, dicampur, disaring, dibuang filtrat pertama. 3. Di pipet 10 ml dan diencerkan sampai 50 ml. Serapan larutan diukur pada panjang gelombang maksimum 278 nm dan A (1%, 1cm) adalah 298. Dihitung kadar kloramfenikol. Persyaratan FI IV: Salep Kloramfenikol mengandung kloramfenikol C11H12Cl2N2O5 tidak kurang dari 85% dan tidak lebih dari 105% dari jumlah yang tertera pada etiket. Percobaan 2 Analisis Amoksisilin sirup kering Peralatan dan bahan yang digunakan Seperangkat alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, saringan membran filter dengan porositas 0,45 µm, kertas saring whatman no. 41, gelas piala, corong, batang pengaduk, labu ukur, pipet, aquabidest : asetonitril (96:4), kalium dihidrogen fosfat, kalium hidroksida 10%, asam fosfat. Kondisi pengoperasian KCKT Jenis kolom
: µ Bondapak C 18
Sistem alir fasa gerak
: Isokratik
Detektor
: UV λ 230 nm
Laju alir
: 1,5 ml/menit
Volume injeksi
: 20 µl
Pembuatan larutan pengencer Ditimbang dengan teliti 6,8 gram KH 2PO4 dilarutkan dengan 1 liter aquades, diukur pH dari larutan tersebut dan dipastikan agar pH dari larutan tersebut adalah 5,0 + 0,1. Bila pH lebih dari 5,1 maka ditambahkan asam fosfat, sedangkan jika pH kurang dari 4,9 maka ditambahkan KOH 10%.
39
Preparasi fasa gerak Dengan membuat larutan pengencer sebanyak 288 ml, dan ditambahkan dengan asetonitril sebanyak 12 ml, disaring larutan tersebut kemudian disonikasi. Preparasi larutan induk Ditimbang dengan teliti 60 mg Amoksisilin pulverized standar kemudian dimasukkan ke labu ukur 50 ml dilarutkan dan diencerkan dengan larutan pengencer hingga volume 50 ml, dengan demikian diperoleh larutan induk dengan konsentrasi 1,2 mg. Pembuatan deret standar Deret standar dibuat dengan memipet 3,5; 4,0; 4,5; 5,0; 5,5; 6,0; dan 8,5larutan induk kemudian dimasukkan ke labu ukur 50 ml, lalu dilarutkan dan diencerkan dengan larutan pengencer sampai volume 50 ml. Kemudian dihomogenkan sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 0,084 mg/ml, 0,096 mg/ml, 0,108 mg/ml, 0,120 mg/ml, 0,132 mg/ml, 0,144 mg/ml dan 0,156 mg/ml. Tiap masing-masing konsentrasi kemudian diukur dengan menggunakan KCKT. Preparasi larutan uji Ditimbang dengan teliti 10 gram sampel kemudian ditambahkan 55 ml aquades, dikocok dengan cepat kemudian diukur BJ dari sampel yang sudah dilarutkan ditimbang sampel tersebut sesuai dengan BJ nya dikalikan dengan 2,6090 sebagai faktor kesetaraan ke labu ukur 50 ml. Dilarutkan dan diencerkan dengan laurtan pengencer sampai volume 50 ml. Kemudian disaring larutan tersebut, dipipet 5 ml larutan tersebut kemudian dimasukkan ke labu 50 ml dilarutkan dan diencerkan dengan larutan pengencer sampai volume 50 ml, disaring dengan membran filter 0,45 µl. Diukur dengan KCKT sebanyak 10 kali.
40
9. Kegiatan Belajar 9 Melalui kegiatan belajar sembilan ini, diharapkan siswa dapat: 1) Mengetahui metode pengambilan sampel obat dan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) 2) Terampil melakukan analisis dengan metode Spektrofotometri Absorpsi Atom 9.1 Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel sediaan jadi dapat didasarkan pada produk yang rusak dan tidak rusak. Ada 3 tipe metoda pengambilan sampel: 1) Pengambilan sampel tunggal 2) Pengambilan sampel ganda 3) Pengambilan sampel banyak ad. 1. Pengambilan sampel tunggal Pada cara ini ditetapkan bahwa jumlah sampel yang akan diambil dari setiap lot sediaan obat dan jumlah produk yang rusak tidak boleh berlebihan. Contoh: 100 sampel (n) diambil dari suatu lot, bila 2 (c) atau kurang ditemukan rusak, maka lot tersebut diterima. Kurva karakteristik operasi adalah kurva yang digunakan untuk menunjukkan bagaimana kemungkinan diterima dari suatu lot akan bervariasi dengan mutu sampel yang diperiksa. ad. 2. Pengambilan sampel ganda Sampel pertama lebih kecil dari pengambilan sampel tunggal. Sampel kedua, dua kali lebih besar dari sampel pertama. Bila suatu lot diterima, atau ditolak pada sampel pertama, berarti ada penghematan. Bila hasil dari sampel pertama ditolak, maka sampel kedua dilakukan pemeriksaan. Hasil dari kedua pemeriksaan dikombinasi dan dibandingkan dengan harga yang diterima/ditolak pada tahap akhir. Contoh: sampel pertama 50 (n1 = 50) diambil dari satu lot. Bila ada 2 (C1 = 2) atau kurang yang rusak, maka lot tersebut diterima. Bila ada 7 atau lebih produk yang rusak maka lot ditolak. Bila kerusakan ada 3 dan tidak lebih dari 6 (C 2 = 6), sampel kedua diambil 100 (n2 = 2 x 50 =
41
100). Bila kombinasi sampel (n1 + n2 = 150 ) dan jumlah sampel yang rusak ada 6 atau kurang, maka lot tersebut diterima; bila sampel rusak ada 7 atau lebih, lot ditolak. ad. 3. Pengambilan sampel banyak Sampel yang diambil lebih dari dua (2) untuk pengambilan kesimpulan akhir. Contoh: pada keadaan cara pengambilan contoh banyak standar. Bila dari suatu lot jumlah sampel kumulatif, diterima dan yang ditolak ada 20; 40; 60; 80; 100; 120; dan 140, dan 0; 1; 3; 5; 8; 9 dan 10 serta 4; 5; 6; 8; 10; 11 dan 12 secara berurutan, maka lot tersebut ditolak bila jumlah yang rusak pada setiap tahap sampling sama dengan atau lebih dari jumlah yang ditolak. Bila tidak, prosedur pengambilan contoh banyak diteruskan sampai 7 sampel ketika keputusan diterima, atau ditolak harus dihasilkan. Dokumen yang memuat jaminan keamanan senyawa obat dan sediaannya tercantum dalam Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Syarat-syarat penting dari aturan CPOB adalah: a. Kecermatan yang tinggi pada seluruh langkah produksi. b. Ketersediaan bangunan yang cocok. c. Pencegahan kontaminasi melalui pemisahan ruangan terhadap proses pembuatan dan pengemasan. d. Pencegahan pengotoran melalui kerja higienis produksi yang sempurna. e. Jaminan kualitas tinggi bagi seluruh materi awal untuk pembuatan sediaan obat. f.
Transparansi dokumentasi seluruh proses pembuatan dan kontrol membuat keseluruhan proses dapat dilihat sampai bagian terkecilnya dan dapat diawasi.
g. Informasi pokok dari aturan CPOB adalah menghasilkan kualitas dan sebagai kontrol digunakan alat bantu untuk menjamin produksi obat. h. Berdasarkan kemurnian mikrobiologis pengelompokan obat dibagi 2 yaitu produk steril dan produk dengan jumlah bakteri terbatas. 9.2 Rangkuman Sebelum melakukan pemeriksaan suatu barang atau material baik bahan baku maupun bahan jadi di industri farmasi, dilakukan pengambilan sampel dari barang atau material yang hendak dianalisis yang disebut sampling. Sehingga setelah diperiksa, barang atau
42
material tersebut dapat diketahui apakah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan sehingga dapat melanjutkan ke proses selanjutnya.
9.3 Tugas Jelaskanlah mengapa sampling perlu dilakukan di industri farmasi? 9.4 Tes Formatif Bahan atau material apakah yang diambil untuk sampling? 9.5 Kunci Jawaban Sampel dapat diambil dari bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk akhir. 9.6 Lembar kerja siswa Analisis Na dan K dalam garam oralit Alat dan bahan yang digunakan Seperangkat alat Spektrofotometer Absorpsi Atom (AAS), pipet volum, garam oralit, aquades. Cara kerja 1) Ditimbang seksama lebih kurang 1,2 gram sampel yang setara dengan + 100mg Na dan + 38 mg K. Larutkan dengan air dan encerkan sampai 100 ml. 2) Dipipet 1,0 ml larutan tersebut dan encerkan dengan air sampai 50 ml (Larutan A). Penentuan kadar Na Larutan baku 1) Larutan baku Na 1000 ppm dipipet 1 ml, masukkan dalam labu 50 ml dan encerkan dengan air sampai tanda (larutan B). 2) Dari larutan B dibuat larutan dengan konsentrasi 0,2 ppm, 0,4 ppm, 0,6 ppm, dan 0,8 ppm.
43
3) Larutan baku K 1000 ppm dipipet 1 ml, masukkan dalam labu 50 ml dan encerkan dengan air sampai tanda (larutan C). 4) Dari larutan C dibuat larutan dengan konsentrasi 0,2 ppm, 0,4 ppm, 0,6 ppm, dan 0,8 ppm. Larutan uji 1) Sebanyak 3,0 ml larutan A dipipet dan diencerkan dengan air sampai 100 ml diukur dengan alat AAS pada λ = 589 nm. 1 gram natrium klorida dan trinatrium sitrat dihidrat masing-masing setara dengan 393,4 mg dan 234,5 mg Na. 2) Sebanyak 3,0 ml larutan A dipipet dan diencerkan dengan air sampai 100 ml diukur dengan alat AAS pada λ = 767 nm. 1 gram kalium klorida setara dengan 524,5 mg K.
44
10. Kegiatan Belajar 10 Melalui kegiatan belajar sepuluh ini, diharapkan siswa mampu: 1) Menjelaskan validasi metode analisis yang digunakan untuk menjamin mutu senyawa obat 2) Menggunakan parameter-parameter validasi metode analisis Spesifikasi mutu produk farmasi mutlak harus ditetapkan secara memadai untuk menjamin keamanan dan khasiatnya. Mutu obat dijabarkan dalam spesifikasi yang harus diuji dengan metode yang valid. Tujuan validasi metode analisis adalah untuk membuktikan bahwa metode tersebut sesuai untuk tujuan penggunaannya. Secara umum karakteristik validasi adalah akurasi, presisi (ripitabilitas, presisi antara, reprodusibilitas), spesifisitas/selektivitas, sensitifitas (batas deteksi, batas kuantitasi), rentang dan linieritas. 10.1
Akurasi
Akurasi atau ketepatan adalah kedekatan masing-masing hasil pengujian dengan nilai sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen recovery dari penetapan kadar sampel yang diketahui kadarnya dan sejumlah analit yang diketahui ditambahkan ke dalam matriks yang inert. 10.2
Presisi
Presisi adalah derajat kesesuaian diantara hasil uji masing-masing sampel dengan penggunaan metode analisis berulang-ulang terhadap sampel homogen yang disampling berulang-ulang. Presisi dinyatakan sebagai varian, deviasi baku atau koefisien variasi dari suatu seri pengukuran. 10.2.1 Ripitabilitas Ripitabilitas menyatakan presisi metode analisis yang dilakukan dalam kondisi yang sama dalam interval waktu yang singkat. 10.2.2 Presisi Antara Presisi antara menyatakan variasi dalam laboratorium yang sama, misalnya pengujian dilakukan pada hari yang berbeda, oleh analis yang berlainan, dan peralatan yang tidak sama.
45
10.2.3 Reprodusibilitas Reprodusibilitas menyatakan presisi antar laboratorium (studi kolaborasi, biasanya digunakan untuk standarisasi metode). 10.3 Spesifisitas/selektivitas Spesifisitas adlah kemampuan metode analisis untuk mengukur secara akurat dan spesifik respon analit dalam lingkungan senyawa pengganggu yang mungkin ada dalam sampel. 10.4 Sensitifitas Mengacu pada respon yang didapat dari analit dengan kadar tertentu, termasuk didalamnya yaitu batas deteksi dan batas kuantitasi. 10.4.1 Batas Deteksi (LOD) Batas deteksi adalah konsentrasi terendah yang dapat dideteksi tapi tidak harus secara kuantitatif. 10.4.2 Batas Kuantitasi (LOQ) Batas kuantitasi adalah konsentrasi terendah yang dapat ditetapkan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima. 10.5 Rentang Rentang presedur analisis adalah interval antara konsentrasi (jumlah) tertinggi dan terendah analit dalam sampel. 10.6 Linieritas Linieritas suatu prosedur analisis adalah kemampuannya untuk memberikan hasil uji yang secara langsung proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel dalam rentang yang ditentukan.
46
Daftar Pustaka: 1. Roth, H.J., G. Blasshe, Farmasi Analisis, terjemahan S. Kisman dan S. Ibrahim, cetakan II, Gajah Mada Univ, Press, Yogyakarta, 1995. 2. Beckett, A.H., J.B. Stenlake, Practical Pharmaceutical Chemistry, 3rd ed., Part 1 & 2, The Athlone Press, London, 1975. 3. Farmakope Indonesi edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,1995. 4. Connors, K.A., A Textbook of Pharmaceutical Analysis, 3rd ed., John Wiley and Sons Inc., New York, 1982.
__________________________________________________________
47