MIKOTOKSIN
Mikotoksin adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada toksin yang dihasilkan oleh cendawan. Lebih lengkapnya, mikotoksin didefinisikan sebagai produk alami dengan bobot molekul rendah yang dihasilkan sebagai metabolit sekunder dari cendawan berfilamen dan dapat menyebabkan penyakit bahkan kematian pada manusia, hewan, tumbuhan, maupun mikroorganisme lainnya. Jenis-jenis mikotoksin
Terdapat enam jenis mikotoksin utama yang sering merugikan manusia, yaitu aflatoksin, citrinin, ergot alkaloid, fumonisin, ochratoxin, patulin, trichothecene, dan zearalenone. Tabel 1. Jenis Mikotoksin, sumber dan bahaya yang sering terkontaminasi Mikotoksin
Jamur
yang
Bahan
yang
sering
memproduksi
terkontaminasi
Aspergillus flavus
Jagung, biji kapok, kacang,
Aspergillus parasiticus
kedelai
Penicillium citrinum
jagung, beras, gandum, barley, barley,
Spesies monascus
dan gandum hitam
Ergot alkaloid
Claviceps purpurea
Gandum, hewan ternak
Fumonisin
Fusarium verticilloides
jagung
Aflatoksin
Citrinin
Fusarium graminearum Ochratoksin A
Aspergillus ochraceus
Gandum, barley,oats, jagung,
Aspergillus nigri
dll
Penicillium verrucosum Patulin
Fusarium miniliformin
Jagung
Trichothecenes
Fusarium graminiearum
Jagung, gandum, barley
Fusarium culmorum Zearalenone
Fusarium graminearum
1
Jagung,
gandum,
barley,
rumput
a. Aflatoksin
Aflatoksin merupakan segolongan senyawa toksik (mikotoksin, toksin yang berasal dari fungi) yang dikenal mematikan dan karsinogenik bagi manusia dan hewan. Spesies penghasilnya adalah segolongan fungi (jenis Gambar 1 : Aflatoksin B1
kapang) dari genus Aspergillus, terutama A. flavus (dari sini nama "afla" diambil) dan A. parasiticus yang
berasosiasi dengan produk-produk biji-bijian berminyak atau berkarbohidrat tinggi. Kandungan aflatoksin ditemukan pada biji kacang-kacangan (kacang tanah, kedelai, pistacio, atau bunga matahari), rempah-rempah (seperti ketumbar, jahe, lada, serta kunyit), dan serealia (seperti gandum, padi, sorgum, dan jagung). Aflatoksin juga dapat dijumpai pada susu yang dihasilkan hewan ternak yang memakan produk yang terinfestasi kapang tersebut. Obat juga dapat mengandung aflatoksin bila terinfestasi kapang ini. Toksin ini memiliki paling tidak 13 varian, yang terpenting adalah B1, B2, G1, G2, M1, dan M2. Aflatoksin B1 dihasilkan oleh kedua spesies, sementara G1 dan G2 hanya dihasilkan oleh A. parasiticus. Aflatoksin M1, dan M2 ditemukan pada susu sapi dan merupakan epoksida yang menjadi senyawa antara. Aflatoksin B1, senyawa yang paling toksik, berpotensi merangsang kanker, terutama kanker hati. Serangan toksin yang paling ringan adalah lecet (iritasi) ringan akibat
kematian
jaringan
(nekrosis).
Pemaparan
pada
kadar
tinggi
dapat
menyebabkan sirosis, karsinoma pada hati, serta gangguan pencernaan, penyerapan bahan makanan, dan metabolisme nutrien. Toksin ini di hati akan direaksi menjadi epoksida yang sangat reaktif terhadap senyawa-senyawa di dalam sel. Efek
2
karsinogenik terjadi karena basa N guanin pada DNA akan diikat dan mengganggu kerja gen. Pada keracunan akut oleh aflatoksin, di hati terjadi kegagalan metabolisme karbohidrat dan lemak dan sintesa protein, sehingga terjadi penurunan fungsi hati karena adanya perombakan pembekuan darah, icterus dan penurunan sintesis protein serum. Sementara itu, pada keracunan kronik akan menyebabkan imunosupresif yang diakibatkan penurunan akitivitas vitamin K dan penurunan aktivitas fagositas (phagocytic) pada makrofak. Setiap spesies hewan mempunyai kepekaan yang berbeda terhadap keracunan akut aflatoksin, dengan nilai LD50 yang bervariasi antara 0,3 hingga 17,9 mg/kg berat badan (Tabel 2) dan organ hati merupakan target utama yang terserang. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa hewan yang paling peka terhadap aflatoksin adalah kelinci dan itik . b. Citrinin
Citrinin pertama kali diisolasi dari Penicillium citrinum
Thom
pada
tahun
1931.[5]
Mikotoksin
ini
ditemukan sebagai kontaminan alami pada jagung, beras, Gambar 2 : Citrinin
gandum, barley, dan gandum hitam (rye).[5] Citrinin juga diketahui dapat dihasilkan oleh berbagai spesies Monascus
dan hal ini menjadi perhatian terutama oleh masyarakat Asia yang menggunakan Monascus sebagai sumber zat pangan tambahan.[6] Monascus banyak dimanfaatkan untuk diekstraksi pigmennya (terutama yang berwarna merah) dan dalam proses pertumbuhannya, pembentukan toksin citrinin oleh Monascus perlu dicegah. Citrinin telah mengakibatkan menyebabkan
yellow rice desease di Jepang. Citrinin
nephrotoxin pada semua spesies hewab uji, toksisitas akut akan
bervariasi di berbagai spesies. LD 50% untuk bebek adalah 57 mg / kg; untuk ayam itu adalah 95 mg / kg, dan untuk kelinci itu adalah 134 mg / kg. Citrinin dapat
3
bertindak sinergis dengan ochratoxin A untuk menekan sintesis RNA dalam ginjal murine.(Bennett, 2003 : 501) c. Ergot Alkaloid
Ergot alkaloid diproduksi oleh berbagai jenis cendawan, namun yang utama adalah golongan Clavicipitaceae. Dulunya kontaminasi senyawa ini pada makanan dapat menyebabkan epidemik keracunan ergot (ergotisme) yang dapat ditemui dalam dua bentuk, yaitu bentuk gangren (gangrenous) dan kejang (convulsive). Pembersihan serealia secara mekanis tidak sepenuhnya memberikan proteksi terhadap kontaminasi senyawa ini karena beberapa jenis gandum masih terserang ergot dikarenakan varietas benih yang digunakan tidak resiten terhadap Claviceps
purpurea,
penghasil
ergot
alkaloid. Pada hewan ternak, ergot alkoloid dapat menyebabkan tall fescue
toxicosis
yang ditandai dengan penurunan produksi
Gambar 3: tall fescue toxicosis
susu, kehilangan bobot tubuh, dan fertilitas menurun. d. Fumonisin
Fumonisin
ditemukan
pada
tahun
1988
pada
Fusarium verticilloides dan F. proliferatum yang sering Gambar 4 : Fuminosin
mengontaminasi jagung.[8] Namun, selain kedua spesies tersebut masih banyak cendawan yang dapat menghasilkan
fumonisin. Toksin jenis ini stabil dan tahan pada berbagai proses pengolahan jagung sehingga dapat menyebabkan penyebaran toksin pada dedak, kecambah, dan tepung jagung.[8] Konsentrasi fumonisin dapat menurun dalam proses pembuatan pati jagung dengan penggilingan basah karena sen yawa ini bersifat larut air.
4
Fumonisin bersifat sangat toksik terhadap kuda
dan
keledai
dan
menyebabkan
nekrosis di otak (leucoencephalomalacia = LEM). Disamping itu juga menyebabkan kanker hati pada tikus dan gangguan saluran pernafasan pada babi (porcine pulmonary edema = PPE). Kejadian LEM dilaporkan terjadi
di
Afrika
Selatan
dan
Cina
Gambar 5 : equin leucoencephalomalacia
(MARASAS, 2001) . Fumonsin BI (FBI) bersifat toksik pada sistem saraf pusat, hati, pankreas, ginjal dan saluran pernafasan pada beberapa spesies hewan . Unggas merupakan hewan yang tahan terhadap fumonisin (HENRY et al., 2000), dimana pemberian 80 ppm FBI pada ayam pedaging selama 21 hari tidak berefek negatif terhadap perubahan berat badan, efisiensi pakan dan konsumsi air . Namun untuk burung puyuh, pada pemberian melebihi 250 mg/kg berat badan selama 4 minggu menyebabkan penurunan produksi telur sebesar 44,3% dan pada pemberian melebihi 50 mg/kg berat badan terjadi penurunan berat telur (BUTKERAITIS et al ., 2004) . Untuk ruminansia, pemberian FBI (i .v .) pada anak sapi sebesar 1 mg/kg per hari selama 7 hari menyebabkan penurunan nafsu makan mulai hari ke-4, dan pada hasil pemeriksaan histolopatologi terlihat adanya kerusakan hati dan ginjal yang parah dan ketidakseimbangan fungsi hati, kenaikan konsentrasi sphinganin dan sphingosindi hati, ginjal, jantung maupun paru-paru (MATHUR et al, 2001) .
e. Ochratoxin
Ochratoxin dihasilkan oleh cendawan dari genus Aspergillus,
Fusarium,
and
Penicillium
dan
banyak
terdapat di berbagai macam makanan, mulai dari serealia, Gambar 6 : Ochratoxin
5
babi, ayam, kopi, bir, wine, jus anggur, dan susu.[9] Secara umum, terdapat tiga macam ochratoxin yang disebut ochratoxin A, B, dan C, namun yang paling banyak dipelajari adalah ochratoxin A karena bersifat paling toksik di antara yang lainnya[9]. Pada suatu penelitian menggunakan tikus dan mencit, diketahui bahwa ochratoxin A dapat ditransfer ke individu yang baru lahir melalui plasenta dan air susu induknya.[9] Pada anak-anak (terutama di Eropa), kandungan ochratoxin A di dalam tubuhnya relatif lebih besar karena konsumsi susu dalam jumlah yang besar.[9] Infeksi ochratoxin A juga dapat menyebar melalui udara yang dapat masuk ke saluran pernapasan Okratoksin A (OA) adalah mikotoksin yan dihasilkan terutama oleh Aspergillus ochraceus yan tumbuh pada kisaran suhu 8 - 37 °C (pertumbuha optimum pada 25 - 31 °C) serta pembentukan okratoksin A pada kisaran suhu 15 - 37 °C (pembentukan optimum pada 25 - 28 °C). ( Widiastuti, 2006 :118) Berbagai dosis akut (LD50 ) dari OA pada berbagai rute dan hewan dapat dilihat pada Tabel 3 yang memperlihatkan bahwa anjing dan babi merupakan hewan yang paling peka terhadap OA. f.
Patulin
Patulin dihasilkan oleh Penicillium, Aspergillus, Byssochlamys, dan spesies yang paling utama dalam memproduksi
senyawa
ini
adalah
Penicillium
expansum.[10] Toksin ini menyebabkan kontaminasi pada Gambar 7 : Patulin
buah, sayuran, sereal, dan terutama adalah ap el dan produk produk olahan apel sehingga untuk diperlukan perlakuan
tertentu
untuk
menyingkirkan
patulin
dari
jaringan-jaringan
tumbuhan.[10]
Contohnya adalah pencucian apel dengan cairan ozon untuk mengontrol pencemaran patulin. Selain itu, fermentasi alkohol dari jus buah diketahui dapat memusnahkan patulin.
6
g. Trichothecene
Mikotoksin golongan trikotesena mempunyai gugus 12,13-epoksitrikotesene
dan
ikatan
olefinik
yang
tersubtitusi pada berbagai sisi rantai (BENNET dan Gambar 8 : Trichothecene
KLICH, 2003) . Mikotoksin golongan ini terdiri atas 200 300 senyawaan sejenis yang bersifat toksik melalui
penghambatan sintesis protein pada ribosom. Terdapat 37 macam sesquiterpenoid alami yang termasuk ke dalam golongan trichothecene dan biasanya dihasilkan oleh Fusarium, Stachybotrys, Myrothecium, Trichodemza, dan Cephalosporium.[11] Toksin ini ditemukan pada berbagai serealia dan biji-bijian di Amerika, Asia, dan Eropa.[12] Toksin ini stabil dan tahan terhadapa pemanasan maupun proses pengolahan makanan dengan autoclave.[12] Selain itu, apabila masuk ke dalam pencernaan manusia, toksin akan sulit dihidrolisis karena stabil pada pH asam dan netral.[12] Berdasarkan struktur kimia dan cendawan penghasilnya, golongan trichothecene dikelompakan menjadi 4 tipe, yaitu A (gugus fungsi selain keton pada posisi C8), B (gugus karbonil pada C8), C (epoksida pada C7,8 atau C9,10) dan D (sistem cincin mikrosiklik antara C4 dan C15 dengan 2 ikatan ester). Tanda-tanda klinis keracunan trikotesena dibagi dalam 5 kelompok yaitu (1) menyebabkan penolakan pakan, (2) menyebabkan nekrosis kulit, (3) menyebabkan gangguan pencernaan, (4) menyebabkan koagulopati dan (5) menyebabkan gangguan imunologik (OSWEILLER et al ., 1985) . DON atau sering disebut vomitoksin merupakan mikotoksin trikotesena yang rendah toksisitasnya (LD 50 untuk ayam pedaging betina secara oral adalah 140 mg/kg berat badan dan pada anak itik secara oral adalah 27 mg/kg berat badan) . T-2 toksin adalah mikotoksin yang paling toksik diantara trikotesena lainnya (LD 50 untuk babi secara i .v adalah 1,21 mg/kg berat badan dan untuk anak ayam secara oral adalah 1,75 mg/kg berat badan) (HUFF et al., 1981 ; JECFA 47, 2001) .
7
h. Zearalenone
Zearalenone adalah senyawa estrogenik yang dihasilkan oleh cendawan dari genus
Fusarium
seperti
F.
graminearum
dan
F.
culmorum
dan
banyak
mengkontaminasi nasi jagung, namun juga dapat ditemukan pada serelia dan produk tumbuhan.[12] Senyawa toksin ini stabil pada proses penggilingan, penyimpanan, dan pemasakan makanan karena tahan terhadap degradasi akibat suhu tinggi.[12] Salah satu mekanisme toksin ini dalam menyebabkan penyakit pada manusia adalah berkompetisi untuk mengikat reseptor estrogen. Zearalenon mempunyai aktivitas estrogenic terhadap babi, sapi perah, anak kambing, ayam, kalkun dan kelinci, namun hewan yang paling peka terhadap zearalenon adalah babi (KHAMIS et al ., 1996 ; SUNDOLF dan STRICKLAND, 1986) . Pada sapi, zearalenon sebesar 0,75 ppm dan 0,5 ppm DON menyebabkan kegagalan reproduksi, diare dan penurunan produksi (COPPOCK et al ., 1990 ; DACASTO et al ., 1995) . Pemberian zearalenon pada babi sebesar 110 mg/hewan per hari (setara dengan 1,1 mg/kg berat badan per hari) 7 – 10 hari setelah kawin menyebabkan 3 dari 4 babi tersebut gagal bunting (LONG dan DIEKMAN, 1986) . Zearalenon mempunyai kemampuan untuk membentuk hormon alami zeranol (nama lainnya zearalenol) dalam bentuk a dan 3 yang merupakan bentuk reduksi dari zearalenon yang terbentuk sesaat setelah hewan mengkonsumsi zearalenon dalam dosis tinggi dan mempunyai aktivitas estrogenik 4 kali lipat dibandingkan zearalenon (KENNEDY et al ., 1998) . Pemberian dosis tinggi zearalenon (6000 mg setara dengan 12 mg/kg berat badan) secara oral pada sapi laktasi menimbulkan residu pada susu dengan konsentrasi tertinggi zearalenon 6,1 pg/L, a-zearalenol 4 μg/L, dan 13zearalenol 6,6 μg/L (PRELUSKY et al., 1990) . Efek mikotoksin pada hewan dan manusia
Jika terkonsumsi, mikotoksin akan sangat berbahaya bagi tubuh, hal ini karena mikotoksin bersifat mutagenik, terratogenik, dan karsinogenik. Bahan pangan
8
yang rawan terhadap kontaminasi mikotoksin adalah jagung, kopi, dan serealia. Contohnya adalah aflatoksin yang banyak mengkontaminasi jagung dan kacang tanah, serta ochratoksin yang dihasilkan oleh kapang A. Ochraceus dan Penicillium verrucosum yang banyak terdapat pada kopi. Terhadap tubuh, organ yang menjadi target dari mikotoksin pun berbeda-beda. Aflatoksin toksik terhadap hati, sedangkan target spesifik ochratoksin adalah menyerang organ ginjal Banyak mikotoksin yang dapat menyebabkan berbagai penyakit pada hewan manusia melalui makanan, salah satunya adalah kontaminasi citrinin pada produk keju karena proses fermentasi keju yang melibatkan P. citrinum dan P. expansum penghasil citrinin. Pada manusia dan hewan, citrinin dapat menyebabkan penyakit kronis, di antaranya dapat terjadi akibat toksisitas pada ginjal dan terhambatnya kerja enzim yang berperan dalam respirasi. Aflatoksin merupakan senyawa karsinogenik yang dapat memicu timbulnya kanker liver pada manusia karena konsumsi susu, daging, atau telur yang terkontaminasi dalam jumlah tertentu. Kehilangan tanaman pangan akibat kontaminasi aflatoksin juga sangat merugikan manusia, baik petani maupun kalangan industri hasil pertanian di dunia. Pada laki-laki, kandungan ochratoxin A yang terlalu tinggi di dalam tubuhnya dapat menyebabkan kanker testis. Mikotoksin
Spesies yang peka
Aflatoksin
Semua hewan ternak dan unggas Terutama babi dan sapi
Pengaruh
Okratoksin
Hepatotoksin dan imunosupresi Estrogenik dan kelainan reproduktif Terutama babi dan unggas Nefrotoksin
Toksin T-2
Terutama babi dan unggas
Zearalenon
Deoksin ivaleno l Fumonisin
Lesi di mulut, kehilangan nafsu makan Terutama babi dan unggas Dermatotoksin, penolakan pakan Terutama babi dan kuda Kerusakan saraf, kerusakan hati
9
Aflatoksin dapat menyebabkan penyakit liver pada hewan (terutama aflatoksin B1) yang ditandai dengan produksi telur, susu, dan bobot tubuh yang menurun. Untuk mereduksi atau mengeliminasi efek aflatoksin pada hewan, dapat digunakan amoniasi dan beberapa molekul penyerap. Pada ayam petelur, babi, sapi, tikus, dan mencit, toksin fumonisin sulit siserap namun penyebarannya sangat cepat dan ditemukan dapat tertimbun di hati dan ginjal hewan hingga menyebabkan kerusakan oksidatif. Senyawa ochratoxin A bersifat karsinogenik, mutagenik, teratogenik, dan mampu menimbulkan gejala imunosupresif pada berbagai hewan. Pada ternak babi, senyawa zearalenone dapat menyebabkan kelainan reproduksi yang disebut vulvovaginitis. Ayam pedaging yang mengkonsumsi ransum terkontaminasi mikotoksin terbukti pertumbuhannya terhambat. Hal ini setidaknya pernah dibuktikan dari percobaan yang dilakukan oleh Jones et al. (1982) pada tabel 2. Terlihat semakin besar konsentrasi aflatoksin, pertumbuhan ayam menjadi terhambat. Tabel 2. Pengaruh Aflatoksin terhadap Performan Ayam Pedaging
Sumber : Jones et al., 1982
Begitu pula pada ayam petelur. Adanya kontaminasi mikotoksin akan mengakibatkan penurunan produksi telur, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Kasus “blood spot” dapat dipicu karena aflatoksin. Kualitas kerabang telur juga menurun karena aflatoksin akan menghambat proses konversi vitamin D3 yang terkandung dalam ransum menjadi bentuk aktif. Adanya mikotoksin ini akan mengakibatkan penurunan kadar protein serum, lipoprotein dan karotenoid.
10
Kematian
akibat
mikotoksin
juga
bukan suatu keniscayaan. Hal ini seringkali disebabkan kerusakan organ-organ vital ayam, seperti paru-paru, kantung udara, hati maupun ginjal. Selain itu, efek immunosuppressive juga mengakibatkan sistem pertahanan tubuh ayam lemah (mudah terinfeksi penyakit) dan pembentukan titer antibodi hasil vaksinasi
Gambar 9 : Kasus “blood spot” karena
aflatoksin (Sumber : WATT Poultry)
menjadi kurang optimal.
Gambar 12 : Ochratoksin mengakibatkan ginjal
bengkak dan pucat (Sumber : ThePoultrySite)
Gambar 10 : Bintik-bintik putih pada paru-paru
karena serangan spora Aspergillus (Sumber : ThePoultrySite)
Gambar 11 : Ukuran bursa Fabricius lebih kecil (b) akibat aflatoksin dibandingkan normal (a) (Sumber : Anonimous)
11
Daftar Pustaka
J. W. Bennett and M. Klich.2003. Mycotoxins. Clinical Microbiology Reviews, Vol. 16, No. 3: 497-508. Mulyawanti et al.2006. Aflatoksin Pada Jagung Dan Cara Pencegahannya. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian Vol.2 2006 : 23-34 Yenny.2006. Aflatoksin Dan Aflatoksikosis Pada Manusia.Jakarta. Universa Medicina Januari-Maret 2006, Vol.25 No.1: 43-48. Widiastuti.2006. Mikotoksin: Pengaruh Terhadap Kesehatan Ternak dan Residunya Dalam Produk Ternak Serta Pengendaliannya. WARTAZOA Vol. 16 No.3 Th . 2006 : 116-122 Bahri et al. 2005. Efek Aflatoksin B1 (AFB1) Pada Embrio Ayam. JITV Vol 10 No 2 tahun 2005 :167. Wikipedia . 2012.Mikotoksin. http://id.wikipedia.org/ diakses pada 10 Desember 2012. Infomedion. 2010. Bahaya Mikotoksin. http://info.medion.co.id diakses pada 10 Desember 2012/
12