Tugas Diskusi Mandiri
MICONAZOLE
Oleh: M. Rifqi Farizan A. NIM. I1A008003
BAGIAN FARMAKOLOGI & TERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU Januari, 2013
1
BAB I PENDAHULUAN
Obat-obat anti jamur juga disebut dengan obat anti mikotik, dipakai untuk mengobati dua jenis infeksi jamur: infeksi jamur superficial pada kulit atau selaput lender dan infeksi jamur sistemik pada paru-paru atau system saraf pusat. Infeksi jamur dapat ringan, seperti pada tinea pedis; atau berat, seperti pada paru-paru atau jamur seperti candida spp (ragi), merupakan bagian dari flora normal pada mulut, kulit, usus halus dan vagina. Kandidiasis dapat terjadi sebagai infeksi oportunistik jika
mekanisme
pertahanan
tubuh
terganggu.
Obat-obat
seperti
antibiotik,
kontrasepsi oral dan imonusupredif, dapat juga mengubah mekanisme pertumbuhan tubuh. Infeksi jamur oportunistik dapat ringan (infeksi ragi pada vagina) atau berat (Infeksi Jamur Sistematik). 1 Infeksi jamur pada kulit, rambut dan kuku adalah masalah infeksi
yang
umum ditemui sehari-hari. Infeksi jamur sering disebut mikosis, dapat dibagi menjadi mikosis superfisialis, mikosis subkutan dan mikosis sistemik. Mikosis superfisialis biasanya menyerang kulit, rambut, dan kuku. Mikosis subkutan menyerang otot dan jaringan ikat dibawah kulit, sedangkan mikosis sistemik melibatkan organ tubuh baik secara primer maupun oportunistik.2,3 Penelitian mengenai obat antijamur saat ini telah mengalami perkembangan pesat. Klasifikasi obat antijamur berdasarkan cara penggunaannya dibagi atas obat antijamur topikal dan sistemik.
4,5
Penggunaan obat antijamur topikal diindikasikan
pada infeksi jamur dengan area yang terbatas dan pasien yang memiliki kontraindikasi penggunaan antijamur sistemik. Antijamur sistemik diberikan pada mikosis superfisialis, mikosis subkutan dan sistemik. 6,7 Sedangkan bila berdasarkan tempat kerja, obat antijamur saat ini dibagi menjadi empat golongan utama yaitu polien, azol, alilamin dan ekinokandin. Terdapat juga obat antijamur yang tidak termasuk kelompok di atas seperti flusitosin, griseofulvin dan sebagian obat antijamur topikal lainnya. 8,9,10
2
Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan dalam memberikan terapi infeksi jamur adalah luas dan derajat keparahan infeksi, lokasi yang terserang jamur, kondisi komorbiditas, potensi kemungkinan interaksi obat, biaya dan akses untuk mendapatkan obat antijamur serta kemudahan pemakaian obat.4
MEKANISME KERJA OBAT ANTIJAMUR
Saat ini difahami bahwa obat antijamur memiliki 3 titik tangkap pada sel jamur (Gambar 1 dan 2). Target pertama pada sterol membran plasma sel jamur, kedua mempengaruhi sintesis asam nukleat jamur, ketiga bekerja pada unsur utama dinding sel jamur yaitu kitin, β glukan, dan mannooprotein.5 Kebanyakan obat antijamur sistemik bekerja secara langsung (seperti golongan polien) pada sterol membran plasma, dan bekerja secara tidak langsung (seperti golongan azol). Sedangkan golongan ekinokandin secara unik bekerja pada unsur utama dinding sel β1,3 glukan.6 1.
Sterol membran plasma : ergosterol dan sintesis ergosterol Ergosterol adalah komponen penting yang menjaga integritas membran sel jamur dengan cara mengatur fluiditas dan
keseimbangan dinding
membran sel jamur. Kerja obat antijamur secara langsung (golongan polien) adalah menghambat sintesis ergosterol dimana obat ini mengikat secara langsung ergosterol dan channel ion di membran sel jamur, hal ini menyebabkan gangguan permeabilitas berupa kebocoran ion kalium dan menyebabkan kematian sel. Sedangkan kerja antijamur secara tidak langsung (golongan azol) adalah mengganggu biosintesis ergosterol dengan cara mengganggu demetilasi ergosterol pada jalur sitokrom P450 (demetilasi prekursor ergosterol).9
2. Sintesis asam nukleat Kerja obat antijamur yang mengganggu sintesis asam nukleat adalah dengan cara menterminasi secara dini rantai RNA dan menginterupsi sintesis DNA. Sebagai contoh obat antijamur yang mengganggu sintesis asam nukleat
3
adalah 5 flusitosin (5 FC), dimana 5 FC masuk ke dalam inti sel jamur melalui sitosin permease. Di dalam sel jamur 5 FC diubah menjadi 5 fluoro uridin trifosfat yang menyebabkan terminasi dini rantai RNA. Trifosfat ini juga akan berubah menjadi 5 fuoro deoksiuridin monofosfat yang akan menghambat timidilat sintetase sehingga memutus sintesis DNA.9
3. Unsur utama dinding sel jamur : glukans Dinding
sel
jamur
memiliki
keunikan
karena
tersusun
atas
mannoproteins, kitin, dan α dan β glukan yang menyelenggarakan berbagai fungsi, diantaranya menjaga rigiditas dan bentuk sel, metabolisme, pertukaran ion pada membran sel. Sebagai unsur penyangga adalah β glukan. Obat antijamur seperti golongan ekinokandin menghambat pembentukan β1,3 glukan tetapi tidak secara kompetitif. Sehingga apabila β glukan tidak terbentuk, integritas struktural dan morfologi sel jamur akan mengalami lisis. (Gambar 1)9
Gambar 1. Target kerja antijamur pada dinding sel jamur
4
Sintesis dinding sel * Ekinokandin, pneumokandin dan papulokandins; menghambat sintesis glukan. * Polyxins dan nikkomycin; menghambat sintesis kitin Fungsi membran ‡ Polien ; mengikat ergosterol Peptida antimikrobial : defensins, protegrins, gallinacini, cecropins A, thanatin dan dermaseptins † Pradimicins dan benanomicins : mengikat mannoproteins dan menyebabkan gangguan calciumdependent pada permebilitas membran Sintesis ergosterol ‡ Azol; menghambat sitokrom P 450dependent 14-α-demethylase ‡ Allylamines (naftifin dan terbinafin) dan thiocarbamate (tolnaftaf); menghambat squalene epoxidase † Morpholine (amorolfine); menghambat ∆14-reductase, ∆7 , ∆8isomerase, oxido-squalan cyclase, dan ∆24 methyltransferase Inti
‡ griseofulvin
Sintesis asam nukleat ‡5-fluorocytosine, Sordarins : miscoding RNA dan menghambat thymidylate synthesis Cispentacin derivates *Dalam penelitian †Potensial target ‡ Obat yang tersedia
Gambar 2. Titik tangkap obat antijamur 9
BAB II
5
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Miconazole adalah imidazol antijamur agen, dikembangkan oleh Janssen Pharmaceutica,
biasanya
dioleskan
pada
kulit
atau
selaput
lendir
untuk
menyembuhkan infeksi jamur. Ia bekerja dengan menghambat sintesis ergosterol, suatu komponen penting dari membran sel jamur. Hal ini juga dapat digunakan terhadap spesies tertentu Leishmania protozoa yang merupakan jenis parasit bersel satu yang juga mengandung ergosterol dalam membran sel mereka. Selain tindakannya antijamur dan antiparasit, juga memiliki beberapa sifat antibakteri yang terbatas.1,4
B.
Nama, Struktur dan Sifat Kimia
Mikonazol nitrat, 1-(2,4-dikloro-beta-(2,4-diklorobenzil)oksi)-fenetil)imidazol mononitrat. Merupakan serbuk hablur, putih atau praktis putih, berbau lemah. Sangat sukar larut dalam air dan isopropanol, sukar larut dalam etanol, kloroform, dan propilen glikol, agak sukar larut dalam metanol, larut dalam d imetilformamid, mudah larut dalam dimetilsulfoksida.2
6
Gambar 3. Struktur Miconazole
KELOMPOK ANTIJAMUR AZOL
Diperkenalkan untuk pertama kalinya pada tahun 1944, antijamur azol berperanan penting dalam penatalaksanaan infeksi jamur. Kelompok azol dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan jumlah nitrogen pada cincin azol. Kelompok imidazol (ketokonazol, mikonazol, dan klotrimazol) terdiri dari dua nitrogen
dan
kelompok
triazol
(itrakonazol,
flukonazol,
varikonazol,
dan
posakonazol) mengandung tiga nitrogen.10 Kedua kelompok ini memiliki spektrum dan mekanisme aksi yang sama. Triazol dimetabolisme lebih lambat dan efek samping yang sedikit dibandingkan imidazol, karena keuntungan itulah para peneliti berusaha mengembangkan golongan triazol daripada imidazol. 8
7
Mekanisme kerja obat golongan azol
Gambar 4. Mekanisme biosintesis ergosterol dan mekanisme kerja berberapa obat antijamur terhadap biosintesis ergosterol 10
Pada umumnya golongan azol bekerja menghambat biosintesis ergosterol yang merupakan sterol utama untuk mempertahankan integritas membran sel jamur. Bekerja dengan cara menginhibisi enzim sitokrom P 450, C-14-α-demethylase yang bertanggung jawab merubah lanosterol menjadi ergosterol, hal ini mengakibatkan dinding sel jamur menjadi permeabel dan terjadi penghancuran jamur. 7,8
8
C.
Farmkodinamik
Miconazole memiliki aktivitas antifungi terhadap dermatofita dan ragi, serta memiliki aktivitas antibakteri terhadap basil dan kokus gram positif. Aktivitas ini menghambbat biosintesa ergosterol di dalam jamur dan mengubah komposisi komponen-komponen lemak di dalam membran, yang menyebabkan nekrosis sel jamur.9
D. Farmakokinetik
Miconazole yang diberikan per oral memilki biovaibilitas rendah (25-30%) karena miconazole diabsorbsi sedikit dalam rongga usus. Dosis 1000 mg pada orang sehat memproduksi kadar plasma 1,16 µg/ml,2-4 jam setelah pemberian. Kadar ini cukup untuk mikosis superfisial dan mikosis sistemik. Sebagian miconazole yang diabsorbsi hampir seluruhnya dimetabolisme. Kurang dari 1% dosis yang diberikan, tidak mengalami perubahan di dalam urin. Tidak ditemukan metabolit aktif eliminasi terjadi dalam 3 fase dan waktu paruh dicapai 20 jam - 25 jam (untuk fase 3). Daya absorbsi Miconazole melalui pengobatan oral yang kurang baik inilah yang menyebabkan pemberiannya diberikan secara topikal.9 E. Dosis
Obat ini tersedia dalam bentuk krem 2% dan bedak tabur dipakai dua kali sehari, oleskan secukupnya, merata, pada kulit terinfeksi. Untuk mencegah
9
kambuhan terapi dilanjutkan 10 hari sesudah gejala hilang, infeksi kuku dan ujung jari 1 kali sehari, oleskan secukupnya, bungkus rapat tidak berlubang, sesudah kuku terlepas, terapi diteruskan hingga tampak pertumbuhan kuku baru.3,4 F. Bentuk Sediaan dan Nama Dagang
•
Komposisi tunggal
1.
Kalpanax Cream 5 Gram (Kalbe Farma)
2.
Daktarin Cream 5 dan 10 Gram (Janssen-Cilag)
3.
Daktarin Liq. Soap 50 ml (Janssen-Cilag)
4.
Daktarin Powder 20 Gram (Janssen-Cilag)
5.
Daktarin Oral Gel 10 dan 20 Gram (Janssen-Cilag)
6.
Fungares 5 dan 10 Gram (Guardian Pharmatama)
7. Micoskin 5 dan 10 Gram (Corsa) 8. Micrem 5 Gram (Merck) 9. Moladerm 10 Gram (Molex Ayus)
•
Kombinasi dengan obat lain
1.
Benoson-M Cream 5 Gram (Berno) kombinasi dengan Betametason Valerat 0.1%
10
2.
Brentan Cream 5 Gram (Janssen-Cilag) kombinasi dengan Hidrokortisom Asetat 1%
3. Daktarin Diaper Ointment 10 Gram (Janssen-Cilag) kombinasi dengan Seng Oksida 1,5%.
G. Penggunaan Klinik
Mikonazol Nitrat diidikasikan untuk infeksi kulit yang disebabkan oleh dermatofit atau khamir dan fungi lainnya seperti: 1. Pityriasis versicolor (panu) 2. Tinea corporis (kurap di leher/badan) 3. Tinea cruris (kurap di selangkangan) 4. Tinea pedis (kutu air di telapak kaki atau athlete’s foot) Karena memiliki khasiat antibakteri terhadap bakteri gram positif, maka Mikonazol Nitrat dapat digunakan untuk mengobati penyakit fungi yang mengalami infeksi sekunder bakteri.6
H. Efek Samping
11
Biasanya krim Mikonazol Nitrat dapat ditoleransi dengan baik. Pada orang yang terlalu sensitif (sangat jarang terjadi) dapat timbul iritasi dan hipersensitivitas kulit.7
I.
Kontraindikasi
Tidak boleh digunakan pada pasien yang alergi terhadap Mikonazol atau bahan tambahan yang terdapat pada krim.8
J.
penyimpanan
Simpan dalam wadah tertutup baik dan terhindar dari jangkauan anak-anak, hindari panas, lemari pendingin dan cahaya.10
K. Interaksi Obat
Interaksi obat sangat jarang terjadi pada pemakaian topical namun adanya penyerapan oleh kulit memungkinkan terjadinya interaksi obat:10 -
Amphotericin B: kemungkinan menghambat efek amfoterisin B.
-
Karbamazepin: meningkatkan kadar carbamazepin dalam darah
-
Warfarin: meningkatkan efek antikoagulan warfarin
12
BAB III PENUTUP
Dari Segi terapeutik infeksi jamur dapat dibedakan atas infeksi sistemik, dermatofit, dan mukokutan.Infeksi sistemik dapat lagi dibagi atas infeksi dalam dan infeksi subkutan. Dasar farmakologis dari pengobatan infeksi jamur belum sepenuhnya dimengerti. Secara umum infeksi jamur dibedakan atas infeksi sistemik dan infeksi jamur topical. Dalam pengobatan beberapa anti jamur dapat digunakan untuk kedua bentuk infeksi tersebut. Ada infeksi jamur topical yang dapat diobati secara sistemik ataupun topical.1,2 Sedangkan bila berdasarkan tempat kerja, obat antijamur saat ini dibagi menjadi empat golongan utama yaitu polien, azol, alilamin dan ekinokandin.
13
Terdapat juga obat antijamur yang tidak termasuk kelompok di atas seperti flusitosin, griseofulvin dan sebagian obat antijamur topikal lainnya.5 Mikonazol adalah obat antifungi golongan imidazol, yang dikembangkan pertama kali oleh Janssen Pharmacetical, dan biasanya digunakan secara topikal (seperti kulit) atau pada membran mukosa untuk mengobati infeksi yang disebabkan fungi. Mekanisme aksi mikonazol adalah inhibisi biosintesis ergosterol, merusak membran dinding sel jamur yang selanjutnya akan meningkatkan permeabilitas, sehingga menyebabkan hilangnya nutrisi sel.6,7
DAFTAR PUSTAKA
1. Verma S, Heffernan MD. Superficial Fungal Infection: Dermatophytosis, onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BS, Paller AS, Leffel DJ. eds. Fitzpatricks’s Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: Mc Graw-Hill.2008.p 1807-1821. 2. Hay RJ. Deep Fungal Infections. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BS, Paller AS, Leffel DJ. eds. Fitzpatricks’s Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: Mc Graw-Hill.2008.p 1831-1844 3. Gupta AK, Copper EA. Update in antifungal therapy of dermatophytosis. Mycopathologia (2008) 166;353-367 4. High WA, Fitzpatrick JE. Topical Antifungal Agents. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BS, Paller AS, Leffel DJ. eds. Fitzpatricks’s Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: Mc Graw-Hill.2008.p 2116-2121 5. Bellantoni MS, Konnikov N. Oral antifungal agents. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BS, Paller AS, Leffel DJ. eds. Fitzpatricks’s Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: Mc Graw-Hill.2008.p 2211-2217 6. Dismukes WE. Introduction to antifungal drugs. Clinical infectious disease 2000; 30:653-7
14
7. Ashley ES et.al. Pharmacology of systemic antifungal agents. Clinical Infectious Disease D 2006;43 (Suppl 1):28-39. 8. Gupta AK. Systemic antifungal agents. In: Wolverton ES, editor. Comprehensive dermatology drug therapy. Indianapolis, Indiana: W.B. Saunders Company;2002. Pp75-99. 9. Gubbins PO, Anaissie EJ. Antifungal therapy. In: Anaissie EJ, McGinn MR, Pfaller. Clinical Mycology. 2nd Ed. China: Elsevier. 2009. p161-196. Kyle AA, Dahl MV. Topical therapy for fungal infections. Am J Clin 10. Dermatol 2004:5(6):443-461.
15