MAKALAH TUGAS INDIVIDU
METODE PEMBUKTIAN DARI KASUS TEROR PENYIRAMAN AIR KERAS YANG DILAKUKAN TERHADAP PENYIDIK KPK (KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI): NOVEL BASWEDAN
MATA KULIAH: KIMIA FORENSIK
Diselesaikan oleh:
Adrian Ferrariski Putra
1406601113
UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2017
(2014)
DAFTAR ISI Daftar Isi.............................................................................................................. i BAB 1 ................................................................................................................. 1 1.1 Pendahuluan .................................................................................... 1 BAB 2 ................................................................................................................. 2 2.1 Ilmu Forensik .................................................................................. 2 BAB 3 ................................................................................................................. 3 3.1 Tujuan Ilmu Forensik dan Toksikologi........................................... 3 3.2 Metode Pembuktian Kasus ............................................................. 3 BAB 4 ................................................................................................................. 5 4.1 Deskripsi Kasus .............................................................................. 5 BAB 5 ................................................................................................................. 7 5.1 Kajian dan Evaluasi ........................................................................ 7 PENUTUP ........................................................................................................... 9 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 10
i
1
BAB 1 1.1 Pendahuluan Forensik berasal dari kata forensis dalam bahasa latin yang berarti forum atau mimbar. Secara terminologi, forensik merupakan penerapan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk penegakan hukum dan keadilan. Ilmu pengetahuan di sini sifatnya beragam seperti ilmu kimia, biologi, fisika, dan farmasi yang diaplikasikan untuk penelusuran bukti tindak kriminalitas sehingga ilmu forensik sering disebut juga sebagai ilmu kriminalistik. Pada abad ke-19, Josep Bonaventura Orfila pada suatu pengadilan di Prancis dengan percobaan keracunan pada hewan dan dengan buku toksikologinya dapat meyakinkan hakim, sehingga menghilangkan anggapan bahwa kematian akibat keracunan disebabkan oleh hal mistik. Pada pertengahan abad ke 19, ilmu kimia, mikroskopi, dan fotografi pertama kali dimanfaatkan dalam penyidikan kasus criminal (Eckert, 1980). Revolusi ini merupakan gambaran peran dari petugas penyidik dalam penegakan hukum. Alphonse Bertillon (1853-1914) adalah seorang ilmuwan yang pertama kali secara sistematis meneliti ukuran tubuh manusia sebagai parameter dalam indentifikasi personal. Sampai awal 1900-an metode dari Bertillon sangat ampuh digunakan pada proses indentifikasi personal untuk pengusutan tindak kriminalitas. Bertillon dikenal sebagai bapak identifikasi kriminal (criminal identification). Francis Galton (1822-1911) pertama kali meneliti sidik jari dan mengembangkan metode klasifikasi dari sidik jari. Hasil penelitiannya sekarang ini digunakan sebagai metode dasar dalam personal identifikasi. Leone Lattes (1887-1954), seorang professor di institut kedokteran forensik di Universitas Turin, Itali, melakukan investigasi dan identifikasi bercak darah yang mengering. Lattes menggolongkan darah ke dalam 4 klasifikasi, yaitu A, B, AB, dan O. Dasar klasifikasi ini masih kita kenal dan dimanfaatkan secara luas sampai sekarang. Dalam perkembangan selanjutnya, semakin banyak bidang ilmu yang dilibatkan atau dimanfaatkan dalam penyidikan suatu kasus kriminal untuk kepentingan hukum dan keadilan. Ilmu pengetahuan tersebut sering dikenal dengan Ilmu Forensik. Dewasa ini, Ilmu Forensik dikatagorikan ke dalam ilmu pengetahuan alam dan dibangun berdasarkan metode ilmu alam. (Purwadianto, 2000).
2
BAB 2 2.1 Ilmu Forensik Ilmu Forensik dikatagorikan ke dalam ilmu pengetahuan alam dan dibangun berdasarkan metode ilmu alam. Dalam padangan ilmu alam sesuatu dianggap ilmiah hanya dan hanya jika didasarkan pada fakta atau pengalaman (empirisme), kebenaran ilmiah harus dapat dibuktikan oleh setiap orang melalui indranya (positivesme), analisis dan hasilnya mampu dituangkan secara masuk akal, baik deduktif maupun induktif dalam struktur bahasa tertentu yang mempunyai makna (logika) dan hasilnya dapat dikomunikasikan ke masyarakat luas dengan tidak mudah atau tanpa tergoyahkan (kritik ilmu) (Purwadianto 2000). Adanya pembuktian ilmiah diharapkan membuat polisi, jaksa, dan hakim tidak tidak terlalu bergantung hanya dengan pengakuan dari tersangka atau saksi hidup dalam penyidikan dan menyelesaikan suatu perkara. Karena saksi hidup dapat berbohong atau diminta berbohong, maka jka hanya berdasarkan keterangan saksi dimaksud, tidak dapat dijamin tercapainya tujuan penegakan kebenaran dalam proses perkara pidana dimaksud. Dalam pembuktian dan pemeriksaan secara ilmiah, kita mengenal istilah ilmu forensik dan kriminologi. Secara umum ilmu forensik dapat diartikan sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan. Beberapa ilmu yang menunjang ilmu forensik diantaranya adalah ilmu kedokteran, farmasi, kimia, biologi, fisika, dan psikologi. Sedangkan kriminalistik merupakan cabang dari ilmu forensik. Kriminalistik merupakan penerapan atau pemanfaatan ilmu-ilmu alam pada pengenalan, pengumpulan/pengambilan, identifikasi, individualisasi, dan evaluasi dari bukti fisik, dengan menggunakan metode/teknik ilmu alam di dalam kepentingan hukum atau peradilan (Sampurna 2000). Pakar kriminalistik adalah seorang ilmuwan forensik yang bertanggung jawab terhadap pengujian (analisis) berbagai jenis bukti fisik, dia melakukan indentifikasi, kuantifikasi, dan dokumentasi dari bukti-bukti fisik. Dari hasil analisisnya kemudian dievaluasi, diinterpretasi dan dibuat sebagai laporan (keterangan ahli) dalam kepentingan hukum atau peradilan (Eckert 1980). Sebelum melakukan tugasnya, seorang kriminalistik harus mendapatkan pelatihan atau pendidikan untuk pembekalan kemampuan pengenalan dan pengumpulan bukti-bukti fisik secara cepat. Di dalam perkara pidana, kriminalistik sebagaimana dengan ilmu forensik lainnya, juga berkontribusi dalam upaya pembuktian melalui prinsip dan cara ilmiah.
3
BAB 3 3.1 Tujuan Ilmu Forensik dan Toksikologi Pemeriksaan forensik dalam kasus keracunan, dapat dibagi dalam dua kelompok, yang pertama bertujuan untuk mencari penyebab kematian, misalnya kematian akibat keracunan morfin, sianida, karbon monoksida, keracunan insektisida, dan lain sebagainya, dan kelompok yang kedua – dimana sebenarnya yang terbanyak kasusnya, akan tetapi belum banyak disadari – adalah untuk mengetahui mengapa suatu peristiwa, misalnya peristiwa pembunuhan, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan pesawat udara dan perkosaan dapat terjadi. Dengan demikian, tujuan yang kedua bermaksud untuk membuat suatu rekaan rekonstruksi atas peristiwa yang terjadi. Bila pada tujuan pertama dari pemeriksaan atas diri korban diharapkan dapat ditemukan reaksi atau obat dalam dosis yang mematikan, maka tidaklah demikian pada yang kedua, dimana disini yang perlu dibuktikan atau dicari korelasinya adalah sampai sejauh mana reaksi obat tersebut berperan dalam memungkinkan terjadinya berbagai peristiwa. Dalam menghadapi kasus yang demikian, maka peranan kedokteran kehakiman sangatlah penting dalam menentukan apakah korban benar-benar meninggal karena efek toksik suatu zat, atau sebab lain. Selain dengan pemeriksaan otopsi, dokter juga bekerja sama dengan bagian toksikologi dalam menentukan adanya zat tertentu dan jumlahnya yang ada pada korban. 3.2 Metode Pembuktian Kasus Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi dua golongan, yang sejak semula sudah dicurigai kematian akibat keracunan dan kasus yang sampai saat sebelum di autopsi dilakukan, belum ada kecurigaan terhadap kemungkinan keracunan. Kemungkinan kematian akibat keracunan harus diperhatikan bila pada pemeriksaan setempat (scene investigation) terdapat kecurigaan akan keracunan, bila pada autopsi ditemukan kelainan yang lazim ditemukan pada keracunan dengan zat tertentu, misalnya lebam mayat yang tidak biasa, luka bekas suntikan sepanjang vena dan keluarnya buih dari mulut dan hidung serta bila pada autopsi tidak ditemukan penyebab kematian. Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penting, yaitu : 3.2.1 Pemeriksaan di tempat kejadian Pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk membantu penentuan penyebab kematian dan menentukan cara kematian. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengumpulkan keterangan sebanyak mungkin tentang saat kematian termasuk barang bukti. 3.2.2 Pemeriksaan lanjutan Pemeriksaan ini dikerjakan dengan mengamati kondisi korban dengan teliti mulai dari keadaan baunya, keadaan paikan, kondisi tubuh,
4
hingga organ-organ dalamnya bila pemeriksaan dilakukan terhadap mayat.
5
BAB 4 4.1 Deskripsi Kasus Kasus yang akan saya bahas dalam makalah ini adalah kasus teror penyiraman air keras yang dilakukan terhadap penyidik KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), yaitu novel baswedan. Kronologi terjadinya kasus terror tersebut adalah sebagai berikut.
Pukul 4.45 WIB, Novel Baswedan, penyidik senior KPK, menunaikan ibadah salat subuh berjamaah di masjid Al Ihsan, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Pukul 5.00 WIB, Novel pulang menuju kediamannya yang berjarak sekitar 50 m dari masjid tempat ia salat subuh. Saat ia berada di depan rumah Ketua RT, Jalan Deposito No 08, RT 03, RW 10, Kelurahan Pesanggrahan Dua, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta, muncul dua orang berboncengan sepeda motor matic.
6
Seorang di antaranya kemudian menyiramkan air keras ke wajah Novel. Air keras mengenai mata korban, Novel berteriak minta tolong dan berusaha kembali ke masjid untuk cuci muka. Karena penglihatan terganggu dan buruburu, Novel menabrak pohon. Warga sekitar datang menolong. Novel dipapah ke tempat wudhu Masjid Al Ihsan untuk cuci muka, membersihkan air keras di wajahnya.
Pukul 5.30 WIB, Novel tiba di rumah sakit RS Mitra Keluarga, Kelapa Gading setelah diantarkan oleh beberapa Jemaah (jarak TKP ke rumah sakit sekitar 4,5 km). Pukul 14.00 WIB, Novel dipindahkan ke rumah sakit Jakarta Eye Centre, Menteng, Jakarta.
7
BAB 5 5.1 Kajian dan Evaluasi Berdasarkan penyelidikan di Tempat Kejadian Perkara (TKP), diketahui bahwa Novel mengalami bengkak di bagian kelopak mata bagian bawah kiri dan berwarna kebiruan serta bengkak di dahi sebelah kiri. Muka memar atau bengkak dan berwarna biru diyakini disebabkan oleh terbenturnya kepala Novel yang saat itu tidak dapat melihat ke pohon dan tidak disebabkan oleh bahan kimia tertentu karena tidak ada efek iritasi yang dihasilkan suatu zat kimia berupa memar kebiruan. Meski demikian, cairan yang ditumpahkan ke wajah Novel diduga air keras yang mengandung H2SO4 kurang lebih dengan konsentrasi 50% karena efek yang ditimbulkan setelah terpapar berupa iritasi yang disertai timbulnya rasa nyeri yang hebat (terlepas dari memar akibat tertabrak pohon). Asam sulfat memiliki sifat eksoterm dan bila menyentuh kulit akan menghasilkan rasa panas yang hebat. Bila H2SO4 mengenai mata, maka akan terjadi inflamasi yang ditandai dengan kondisi mata yang menjadi merah, berair, dan gatal. Dugaan bahwa air keras yang digunakan adalah H2SO4 juga semakin menguat setelah dilakukan penyelidikan terhadap barang bukti berupa cangkir berwarna hijau yang tertinggal di TKP.
Dari barang bukti yang didapatkan, dilakukan pengujian di laboratorium forensik hingga akhirnya Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menyatakan bahwa cairan tersebut merupakan H2SO4. Metode deteksi yang dapat dilakukan terhadap barang bukti yang didapatkan ialah dengan menambahkan larutan HCl (untuk membuat suasana asam) kemudian BaCl2 ke dalam larutan yang tersisa di dalam cangkir hijau di mana bila terbentuk endapan putih yang sukar larut meski dengan pemanasan, maka menunjukkan bahwa dalam cairan tersebut terdapat ion sulfat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
8
H2SO4 + BaCl2
BaSO4 + 2 HCl putih
Bila anggota tubuh kita terkena H2SO4, kita harus segera membasuh anggota tubuh kita yang terpapar dengan air mengalir (air dingin diperbolehkan) minimal selama 15 menit. Kita juga dapat membasuhnya dengan air sabun kemudian dioleskan krim anti bakteri. Untuk mengusut identitas pelaku teror ini, dapat dilakukan pengamatan sidik jari pada barang bukti yang tertinggal berupa cangkir berwarna hijau dan juga penelusuran barang bukti lainnya dengan melacak nomor polisi kendaraan yang digunakan.
9
PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pengamatan kronologi teror terhadap Novel Baswedan yang telah terjadi, dapat disimpulkan bahwa: 1) Cairan yang ditumpahkan ke wajah Novel adalah cairan aki yang mengandung ±50% HCl terbukti. 2) Penelusuran identitas pelaku dapat dilakukan berdasarkan sidik jari yang tertinggal di barang bukti berupa cangkir hijau dan penelusuran berdasarkan nomor polisi kendaraan bermotor. 3) Tindak kriminalitas ini disinyalir merupakan kejahatan berencana terlihat dari belum ditemukannya tersangka kasus ini hingga saat ini.
10
DAFTAR PUSTAKA Abernathy, Erin. 2008. An Introduction to Forensic Science Fadriah, Mariam. 2010. Mata Kuliah Ilmu Forensik. Depok: Universitas Indonesia. Juhana, Deden G. 2015. Pemeriksaan Forensik Racun, Bandung: Sekolah Tinggi Analis Bakti Asih Kurniawan, Amos A. 2014. Penetapan Kadar H2SO4 dalam Accuzuur. Wirasuta, I Made A. G. 2008. Analisis Toksikologi Forensik: Buku Ajar. Jimbaran: Universitas Udayana. http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20170411074814-255-206499/novelbaswedan-disiram-air-keras-apa-bahayanya/ (Diakses pada 4 Mei 2017 pukul 10.08). https://kumparan.com/nurul-hidayati/cairan-yang-disiramkan-ke-novel-baswedanasam-sulfat-h2so4 (Diakses pada 4 Mei 2017 pukul 10.09). http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/904800-kupas-asam-sulfat-cairanpenyerang-novel-baswedan (Diakses pada 4 Mei 2017 pukul 10.15).