BAB I PENDAHULUAN
Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak dalam tubuh manusia, yaitu sekitar 55 – 60% dari protein serum yang terukur. Albumin terdiri atas rantai polipeptida tunggal dengan berat molekul 66 kilodalton (kDa) dan terdiri dari 585 asam amino. Pada molekul albumin terdapat 17 ikatan disulfida yang menghubungkan asam-asam amino yang mengandung sulfur. Molekul albumin tidak meningkatkan viskositas plasma dan terlarut sempurna karena berbentuk globular (Kaplan & Pesce, 2010). Albumin disintesis di sel-sel hepatosit. Messenger ribonucleatid acid (mRNA) yang disekresikan inti sel hepatosit ke sitoplasma berikatan dengan ribosom membentuk polisom. Polisom mensintesis preproalbumin (albumin dengan penambahan 24 gugus asam amino pada terminal N). Preproalbumin diubah menjadi proalbumin (albumin dengan penambahan 6 gugus asam amino pada terminal N) di sistem retikulum endoplasma. Proalbumin diubah menjadi albumin di aparatus golgi sebelum disekresikan oleh sel-sel hepatosit. Albumin segera disekresikan setelah disintesis, tidak disimpan di dalam hati. Sintesis albumin terutama dikontrol oleh tekanan osmotik koloid dan oleh diet protein dari makanan (Burtis et al, 2006). Albumin memasuki pembuluh darah dengan dua cara, melalui sistem limfatik hati kemudian menuju duktus toraksikus dan langsung dari hepatosit menuju sinusoid hati. 90% albumin masih tersisa dalam intravaskuler setelah 2 jam. Waktu paruh albumin 16 jam. Konsentrasi albumin dalam plasma darah berkurang 10% dalam 24 jam (Peralta, 2016). Pemecahan albumin masih menjadi subjek penelitian sampai saat ini. Setelah disekresikan ke plasma, albumin memasuki ruang antar sel dan kembali ke plasma lewat duktus toraksikus. Sejumlah kecil albumin dipecah di endotolium kapiler, sumsum tulang dan sinusiod sel hati. Albumin sebanyak 3,3 gram melalui filtrasi glomelurus per hari. Albumin mengalami reabsorbsi pada tubulus ginjal sebanyak 71% di ansa henle, 23% di tubulus distal dan 3% di duktus kolektifus (Tojo & Kinugasha, 2012).
1
Albumin memiliki sejumlah fungsi penting antara lain : albumin mampu mengikat air, kation seperti ion kalsium (Ca2+), ion natrium (Na+) dan ion kalium (K+), asam lemak, hormon, bilirubin dan obat-obat; memberi tekanan osmotik di dalam kapiler; bermanfaat dalam pembentukan jaringan sel baru dan membantu keseimbangan asam basa karena banyak memiliki anoda bermuatan listrik (Burtis et al, 2006). Pengukuran kadar albumin dalam serum ini dapat membantu menentukan apakah pasien memiliki penyakit hati atau penyakit ginjal dan menentukan status gizi pasien. Pengukuran serum albumin juga dapat digunakan sebagai penentu prognosis pada pasien dengan penyakit kritis untuk memprediksi kematian dan kesakitan (Gosavi & Shinde, 2016). Kadar albumin yang tinggi (hyperalbuminemia) ditemui pada pasien yang menderita gangguan pernapasan seperti penderita Tuberculosis (TB), dehidrasi dan konsumsi alkohol, leukemia dan defisiensi vitamin A. Kadar albumin yang rendah ditemui pada keadaan ascites, luka bakar yang luas, glomeluronefritis, penyakit hati, sindrom malabsorbsi (seperti penyakit Crohn’s), sindrom nefrotik dan malnutrisi (Pherson & Pincus, 2012). Electroimmunoassay adalah prosedur yang direferensikan untuk pengukuran kadar albumin serum. Electroimmunoassay dilakukan dengan memisahkan albumin dari protein lain melalui elektroforesis, kemudian kadarnya diukur melalui ikatan albumin dengan antiserum albumin manusia yang berasal dari kelinci (Varcoe, 2001). Serum protein elektroforesis adalah metode pemisahan jenis protein berdasarkan pergerakan molekul bermuatan dalam suatu medan listrik. Percepatan pergerakan molekul tersebut tergantung dari muatan, bentu serta ukuran masingmasing jenis protein (O’Connel et al, 2005). Electroimmunoassay dinilai paling akurat karena gangguan sampel dapat diminimalisir, seperti bilirubin dan salisilat yang dapat berikatan dengan albumin, dan pecahnya eritrosit (serum lisis) yang dapat mempengaruhi determinasi kolorimetrik (Kaplan & Pesce, 1989).
2
Tabel 1. Metode Pengukuran Kadar Albumin (Kaplan & Pesce,1989). No Metode
1.
Prinsip Albumin diendapkan diukur kadarnya metode biuret) Asam glioksilat + triptofan pada globulin purple chromogen diukur pada panjang gelombang (λ) 540 nm. Total protein – globulin = albumin. Albumin dipisahkan dari jenis protein lain pada medan listrik.
Sampel Serum
Keterangan Dahulu digunakan
Serum
Kekuranganya harus mengukur kadar protein total
Serum
Butuh banyak tenaga
2.
Pengendapan (dengan garam & dengan asam) Kadar triptofan
3.
Elektroforesis
4
Immunochemical : a. Electroimmunoassay Protein dipisahkan dalam medan Serum listrik kemudian kadarnya diukur melalui ikatan albumin dengan antiserum albumin yang telah diselimutkan dalam suatu media. b. Radian Protein berdifusi melalui media Serum immunodiffusion yang mengandung ab spesifik. c. Turbidimetry
d. Nephelometry
e. Radioimmunoassay
5.
Kompleks antigen (ag)-antibodi (ab) mengurangi transmisi cahaya dibandingkan ag yang bebas. Kompleks ag-ab menyebarkan cahaya lebih banyak dibanding ag yang bebas. Albumin berlabel radioaktif berkompetensi dengan albumin yang diukur untuk berikatan dengan ab yang jumlahnya terbatas
Serum
Serum, liquor cerebrospi nal (LCS) Serum, LCS, urin
Dye Binding : a. Bromocresol Green Albumin berikatan dengan Serum (BCG) pewarna hijau, dibaca pada λ 628 nm
b. Bromocresol Purple Albumin berikatan dengan Serum (BCP) pewarna ungu, dibaca pada λ 603 nm
c. Bromphenol Blue
Adalah strip tes yang akan berubah warna dari kuning sampai ke warna tertentu sesuai kadar albumin
3
Urin
Direferensikan, butuh banyak tenaga
Direferensikan, butuh banyak tenaga Harga reagen mahal Harga reagen mahal
Diutamakan untuk sampel urin
Tidak spesifik untuk albumin jika pembacaan absorbansi dilakukan lebih dari 30 menit Tidak spesifik untuk albumin jika pembacaan absorbansi dilakukan setelah 30 menit. Tidak spesifik, tetapi lebih sensitif untuk albumin.
Metode pengukuran albumin pada alat yang dimiliki Instalasi Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Moewardi : Tabel 2. Alat Ukur Kimia di Instalasi Patologi Klinik RSUD dr. Moewardi (Dok. Prib). No
Alat
1.
Advia
2.
I Lab
3.
Prestige 24i Premium
Prinsip kerja
Minimal sampel
Dye bindingBCG Dye bindingBCG Dye bindingBCG
Advia 1800 : 2 - 30 µL Advia 1200 : 1 - 30 µL 20 µL 20 µL
Jumlah reagen 80 - 120 µL
Range analitik
3 ml
0,1 - 8 g/dL
80 - 120 µL
0,2 - 6 g/dL
1 - 6 g/dL
Metode BCG akan dibahas lebih lanjut pada makalah ini. BCG direkomendasikan oleh American Association for Clinical Chemistry (AACC) dan paling banyak digunakan karena BCG sedikit dipengaruhi oleh senyawa penggangu seperti bilirubin dan salisilat, selain itu metode BCG relatif sederhana, spesifik dan murah. Prinsip pemeriksaannya BCG dengan albumin dalam larutan sitrat membentuk komplek warna. Komplek warna yang terbentuk dibaca pada λ tertentu dengan spektrofotometer (Doumas & Peters, 2009). Kadar globulin yang tinggi dapat mengganggu pengukuran albumin dengan metode BCG, karena BCG juga berikatan pada α dan β globulin. Seperti pada kasus pasien dengan kadar globulin yang tinggi (contoh kasus multiple myeloma), kadar albumin dalam serum dapat terukur lebih rendah dari seharusnya (Tojo & Kinugasha, 2012).
4
aBAB II PEMERIKSAAN ALBUMIN SERUM DENGAN METODE DYE BINDING – BROMOCRESOL GREEN
A. Pra Analitik 1. Tujuan Untuk mengukur secara kuantitatif kadar albumin dalam serum darah. 2. Alat dan Bahan a. Alat i. Pemeriksaan kadar albumin serum ini menggunakan Prestige 24i Premium, produksi Tokyo Boeki Machinery Service (TMS).
Gambar 1. Prestige 24i Premium (Cormay, 2013).
ii. Tabung sentrifuge iii. Sentrifuge iv. Rak tabung v. Pipet 200 µl dan pipet 20 µl. b. Bahan Reagen yang digunakan Albumin FS yang terdiri atas : i. Buffer sitrat pH 4,2 dengan konsentrasi 30 mmol/L ii. BCG 0,26 dengan konsentrasi 26 mmol/L (Proline, 2016).
5
3. Persiapan a. Persiapan pasien Sebelum pemeriksaan tidak diperlukan persiapan khusus, karena aktivitas fisik, diet dan waktu pengambilan sampel tidak banyak berpengaruh pada perubahan kadar albumin serum (Uaida et al, 2016). b. Persiapan reagen Reagen Albumin FS dimasukkan ke dalam kontainer reagen dengan hatihati agar tidak timbul gelembung. c. Persiapan alat i. Kalibrasi dan reagent blank Kalibrasi menggunakan TruCal U 5 9100 99 10 063. Kalibrasi ulang dilakukan setiap 7 hari. Reagen blank harus dilakukan setiap hari atau sebelum tes dilakukan, jika reagen jarang digunakan. Langkah langkah mengerjakan kalibrasi : - Siapkan aquabidest 200 µL dan reagen TruCal U 200 µL dalam aliquot. - Aquabidest dan reagen TruCal U diletakkan dalam tray kalibrasi seperti gambar di bawah ini, sesuai dengan posisinya, aquabidest di B1 dan reagen TruCal U di posisi S.
Gambar 2. Tray Kalibrasi Prestige 24i Premium (Dok. Prib)
- Pada layar utama, klik Calibration. - Centang kolom order pada parameter yang akan dikalibrasi, dalam uji ini adalah albumin. Klik save kemudian klik yes. - Kemudian klik start (F10).
6
Proses kalibrasi berlangsung kurang lebih 20 menit.
Gambar 3. Kurva Kalibrasi Albumin (Cormay, 2013)
ii. Quality Control (QC) Quality control menggunakan 2 level kontrol, yaitu TruLab Normal/ TruLab N Lot. 21519 (sebagai kontrol normal) dan TruLab Patologis/ TruLab
P
Lot.
19922
(sebagai
kontrol
patologis)
yang
direkomendasikan oleh pihak penyedia alat. Hasil kontrol diterima bila sesuai dengan range yang ditentukan. Larutan kontrol harus sesuai dengan spesifikasi alat. Langkah-langkah mengerjakan QC : - Siapkan reagen TruLab N dan TruLab P masing-masing sebanyak 200 µL pada aliquot. - Pada tray, tempatkan reagen TruLab N pada C1 dan TruLab P pada C2. - Pada layar utama klik QC. Pilih parameter yang akan di QC. - Klik order, kemudian tulis tray C1. Klik order lagi, tulis tray C2. - Kemudian klik QC Start. 4. Sampel
7
Serum lebih dianjurkan untuk digunakan. Pada pengkuran albumin plasma akan dihasilkan nilai yang lebih tinggi karena adanya fibrinogen. Sampel tertutup stabil selama 3 hari pada suhu 2-80C, 6 bulan pada suhu -200C dan 2 tahun pada suhu -800C. Tetapi paling dianjurkan tetap sampel darah segar (Cormay, 2013). 5. Penyimpanan Reagen Reagen yang belum digunakan dan masih tersegel disimpan pada suhu 2-8oC dan dapat bertahan sampai dengan masa kadaluwarsa yang tertera pada kemasan/wadah reagen. Reagen yang sudah dibuka dapat bertahan dan tetap stabil selama 30 hari setelah kemasan dibuka pertama kali (reagent on board). B. Analitik 1. Prinsip Kerja Albumin terikat secara kuantitatif dengan pewarna bromocresol pada pH 4,2 membentuk warna hijau yang dapat dibaca pada λ 630 nm dengan menggunakan spektrofotometer (Doumas & Peters, 2009). BCG + Albumin
pH 4,2
komplek BCG Albumin.
2. Prosedur Kerja a. Sebelum melakukan pemeriksaan pastikan alat telah dilakukan pemeriksaan reagent blank dan QC. b. Pastikan sampel yang digunakan serum heparin sesuai dengan identitas barcode pada tabung dan permintaan pemeriksaan. c. Jumlah sampel yang diperlukan untuk pemeriksaan adalah minimum 20 µL. d. Masukan sampel pada cup sampel dan tempatkan pada tray khusus untuk sampel. e. Jalankan pemeriksaan dengan memilih order, klik Tray - Sample No dan isikan nomor posisi cup sampel, tekan enter. Klik dan isi Patient ID dan Name, pilih parameter yang akan diukur. Klik Order, secara otomatis nomor sampel akan bergeser ke nomor berikutnya. Klik Start untuk memulai proses pemeriksaan sampel. C. Paska Analitik 1. Penghitungan dengan standar atau kalibrator
8
Albumin (g/dL) =
𝐴 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴 𝑘𝑎𝑙𝑖𝑏𝑟𝑎𝑡𝑜𝑟
× Konstanta Kalibrator (g/dL)
Faktor konversi = Albumin (g/dL) × 144,9 = Albumin (µmol/L). 2. Nilai Rujukan Berikut adalah tabel nilai rujukan kadar albumin normal Tabel 3. Kadar Albumin Normal (Cormay, 2013) Serum Bayi/ anak Dewasa
Albumin (g/dL) 2,8-4,4 3,8-5,4 3,5-5,2 3,2-4,6
0-4 hari 4 hari-14 tahun 20-60 tahun 60-90 tahun
3. Sensitifitas (minimum detection limit) Prestige 24i Premium adalah 1,13 g/dL. 4. Spesifitas/interferensi Prestige 24i Premium Tidak ada interfensi oleh : a. Asam askorbat hingga 30 mg/dL; b. Bilirubin hingga 40 mg/dL; c. Hemoglobin hingga 400 mg/dL; d. Lipemia hingga trigliserida 500 mg/dL. 5. Presisi Hasil presisi mengacu pada Consensus of a Group of Professional Societies and Diagnostic Companies on Guidelines for Interim Reference Ranges for 14 Proteins in Serum Based on the Standardization Against the IFCC/BCR/CAP Reference Material (CRM 470). Tabel 4. Presisi pada Suhu 250C (Proline, 2016). Presisi Intra Assay n=20 Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3
Mean (g/dL)
SD (g/dL)
CV (%)
3,52 4,50 6,89
0,03 0,05 0,12
0,91 1,12 1,79
Presisi Inter Assay n =20 Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3
Mean (g/dL)
SD (g/dL)
CV (%)
3,35 4,32 6,73
0,05 0,06 0,11
1,58 1,44 1,60
Keterangan: Mean: Rerata; SD: Standard deviation; CV: Coefficient Variation.
9
CV dihitung dari =
𝑆𝐷×100 𝑀𝑒𝑎𝑛
CV maksimum untuk pemeriksaan albumin adalah 6% (Depkes, 2013).
6. Linearitas Linearitas pemeriksaan albumin dengan Prestige 24i Premium adalah 6 g/dL. Ketika nilainya melebihi rentang maka sampel harus diencerkan 1+ 1 larutan Natrium Chlorida (NaCl) (9 g/L) dan hasilnya dikalikan dengan 2.
10
BAB III SIMPULAN
1. Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak dalam tubuh manusia (sekitar 55 – 60% dari protein serum yang terukur) yang terdiri atas rantai polipeptida tunggal dengan berat molekul 66 kDa dan terdiri dari 585 asam amino.
Pada
molekul
albumin
terdapat
17
ikatan
disulfida
yang
menghubungkan asam-asam amino yang mengandung sulfur. 2. Pengukuran kadar albumin serum berguna untuk mendukung diagnosis suatu penyakit dan menetukan status gizi pasien. 3. Metode standar yang diusulkan untuk pemeriksaan albumin adalah electroimmunoassay. Metode tersebut mahal dan membutuhkan waktu lama. Metode yang sering digunakan untuk menggantikannya adalah BCG karena relatif sederhana, spesifik dan murah. 4. Prinsip kerja pengukuran kadar albumin serum dengan metode BCG adalah albumin terikat secara kuantitatif dengan pewarna bromocresol pada pH 4,2 membentuk warna hijau yang dapat dibaca pada λ 630 nm.
11
Daftar Pustaka Burtis C. A., Ashwood E., Bruns D. E. 2006. Tietz Textbook of Clinical Chemistry and Molecular Diagnostics. 4th ed. USA: Elsevier Saunders, pp:538-546. Cormay S. A. 2013. Prestige 24i Albumin: Diagnostic Kit for Determine of Albumin Concentration. Poland: PZ Cormay SA. Depkes. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2013 Tentang Cara Penyelenggaraan Laboratorium Klinik Yang Baik. Jakarta: Depkes. Doumas B. T., Peters, T. Jr. 2009. Origin of dye-binding methods for measuring serum albumin. J Clin Chem. 55(3):583-584. Gosavi S., Shinde P. 2016. Serum albumin : a prognostic marker in critically ill patient. IJSR. 253(5):207-210. Kaplan L. A., Pesce A. J. 2010. Clinical Chemistry . Theory, Analysis, Correlation. 5th ed. USA: Mosby In, pp:512-513. Kaplan L. A., Pesce A. J. 1989. Clinical Chemistry . Theory, Analysis, Correlation. 2nd ed. USA: Mosby In, pp:1030-1031. O’Connel T. MD., Horita, T. MD., Kasravi B. MD. 2005. Understanding and Interpreting Serum Protein Electrophoresis. USA: American Family Presicion,p:71. Peralta R. MD. 2016. Hypoalbuminemia. http://emedicine.medcape.com/article/166724overview. (diunduh 5 September 2016). Pherson Mc., Pincus. 2012. Henry’s Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods. 22th ed. USA: Elsevier Saunders,pp:264-265. Proline. 2016. Albumin FS : Reagen Diagnostik untuk Pemeriksaan In Vitro Secara Kuantitatif Terhadap Albumin pada Serum atau Plasma dengan Sistem Fotometrik. Germany: DiaSys Diagnostic Systems. Tojo A., Kinugasha S. 2012. Mechanism of glomerular albumin filtration and tubular reabsorbtion. Int J Nephrol. 219(4):854-855. Uaida P. O., Urumwensodia K. O., Arainru G. E., Agwubike E. O. 2016. Effect of physical and flexibily exercise on plasma level of Some liver enzyme of young adults. Trop J Pham Res.15(2):421-425. Varcoe J. S. 2001. Clinical Biochemistry : Techniques and Instrumentation, A Practical Course. London : World Scientific,pp:67-68.
12
13