METALOGRAFI
Tujuan : Mengetahui struktur mikro (metal) dan perubahan stuktur mikro yang mempengaruhi sifat-sifat mekanis logam.
Metalografi meliputi tahap-tahap sebagai berikut : 1.Cutting, yaitu mengetahui prosedur proses pemotongan sampel dan menetukan teknik pemotongan yang tepat dalam pengambilan sampel metalografi sehingga didapat benda uji yang representatif. 2.Mounting, yaitu menempatkan sampel pada suatu media, untuk memudahkan penanganan sampel yang berukuran kecil dan tidak beraturan tanpa merusak sampel.
3.Grinding, yaitu meratakan dan menghaluskan permukaan sampel dengan cara menggosokkan sampel pada kain abrasif atau ampelas. 4.Pemolesan (Polishing), yaitu mendapatkan permukaan sampel yang halus dan mengkilat seperti kaca tanpa menggores, sehingga diperoleh permukaan sampel yang halus bebas goresan dan mengkilap seperti cermin, menghilangkan ketidakteraturan sampel hingga orde 0,01 µm. 5.Etsa, yaitu mengamati dan mengidentifikasi detil struktur logam dengan bantuan mikroskop optik setelah terlebih dahulu dilakukan proses etsa pada sampel, mengetahui perbedaan antara etsa kimia dengan elektro etsa serat aplikasinya. Preparasi sampel
1.1Cutting (pemotongan) Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskop optik merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan sampel tersebut didasarkan pada tujuan pengamatan yang hendak dilakukan. Pada umumnya bahan komersial tidak homogen sehingga satu sampel yang diambil dari suatu volume besar tidak dapat dianggap representatif. Pengambilan sampel harus direncanakan sedemikian sehingga menghasilkan sampel yang sesuai dengan kondisi rata-rata bahan/kondisi ditempat-tempat tertentu (kritis) dengan memperhatikan kemudahan pemotongan pula. Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai contoh untuk pengamatan mikrostruktur
material yang mengalami kegagalan, maka sampel diambil sedekat mungkin pada daerah kegagalan (pada daerah kritis dengan kondisi terparah), untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh dari daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai. Beberapa sistem pemotongan sampel berdasarkan media pemotong yang digunakan, meliputi proses pematahan, pengguntingan, pemotongan abrasi (abrasive cutter), gergaji kawat, dan EDM (Electric Discharge Machining). Berdasarkan tingkat deformasi yang dihasilkan, teknik pemotongan terbagi menjadi dua yaitu : teknik pemotongan dengan deformasi yang besar menggunakan gerinda, sedangkan teknik pemotongan dengan deformasi yang kecil menggunakan low speed diamond saw. 1.2Mounting Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengampelasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dan lain-lain. Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa), sifat eksoterm, viskositas rendah, penyusutan linear rendah, sifat adhesi yang baik, memiliki kekerasan yang sama dengan sampel flowabilitas yang baik, dapat menembus pori, dan celah. Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM mempunyai bentuk ketidakteraturan yang terdapat pada sampel yaitu bahan mounting harus konduktif. Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis ragam etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material palstik dan sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener atau bakelit. Penggunaan castable ersin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castasble resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik/lunak sehingga kurang cocok untuk material-material yang keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam.
1.3Grinding (Pengamplasan) Sampel yang baru saja dipotong atau sampel yang telah terkorosi memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar tersebut harus diratakan agar pengamatan struktur mudah dilakukan. Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang ukuran abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah (hingga 150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (180 hingga 600 mesh). Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung pada kekerasan permukaan dan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan. Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air. Air berfungsi sebagai pemindah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul sehingga dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas. Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketika melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah 450/900 terhadap arah sebelumnya. 1.4Polishing (Pemolesan) Setelah di amplas sampai halus (600 grit), sampel harus dilakukan pemolesan. Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus, bebas goresan dan mengkilap seperti cermin serta menghilangkan ketidakteraturan sampel hingga orde 0,01 µm. Permukaan sampel yang akan diamati dibawah mikroskop harus benar-benar rata. Apabila permukaan sampel kasar/bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel. Tahap pemolesan kasar terlebih dahulu dilakukan kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus. Terdapat tiga metode pemolesan antara lain sebagai berikut : a.Pemolesan elektrolit kimia mempunyai hubungan rapat arus dan tegangan bervariasi untuk larutan elektrolit dan material yang berbeda untuk tegangan, terbentuk lapisan tipis pada permukaan, dan hampir tidak ada arus yang lewat, maka terjadi proses etsa. Sedangkan pada tegangan tinggi terjadi proses pemolesan. b.Pemolesan kimia mekanis merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang dilakukan serentak diatas piringan halus. Partikel pemoles abrasif dicampur dengan larutan pengetsa yang umum digunakan. c.Pemolesan elektro mekanis (metode Reinacher) merupakan kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis pada piring pemoles. Metode ini sangat baik untuk logam mulia, tembaga, kuningan, dan perunggu.
1.5Etching (Etsa) Etsa merupakan proses penyerangan/pengikisan batas butir secara selekti fdan terkendali dengan pencelupan kedalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati terlihat deng an jelas dan tajam. Untuk beberapa material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa, sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat. Etsa dibagi menjadi dua macam, yaitu : a.Etsa kimia merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia dimana zat etsa yang digunakan memiliki karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati. Perlu diingat bahwa waktu etsa jangan terlalu lama (umumnya sekitar 4-30 detik), dan setelah di etsa segera dicuci dengan air mengalir lalu dengan alkohol kemudian dikeringkan. b.Elektroetsa merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektroetsa. Cara ini dilakukan dengan pengaturan tegangan dan kuat arus listrik serta waktu pengetsaan. Etsa jenis ini biasanya khusus untuk Stainless Steel karena dengan etsa k imia sulit untuk mendapatkan detail strukturnya. Pengamatan struktur makro dan mikro Pengamatan metalografi dengan mikroskop optik dapat dibagi dua, yaitu : 1.Metalografi makro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran 10-100 kali 2.Metalografi mikro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran diatas 100 kali
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Metalografi merupakan ilmu yang mempelajari karakteristik struktur dari logam atau paduan. Mikroskop merupakan peralatan yang paling penting untuk mempelajari struktur mikro suatu logam. Mikroskop memungkinkan untuk menghitung ukuran butir, distribusi dari fasafasanya dan inklusi yang memiliki efek yang besar terhadap sifat logam. Fasa adalah suatu kondisi dimana komponen kimianya sama. Struktur mikro adalah suatu struktur yang hanya bisa dilihat dengan bantuan alat, dalam hal ini mikroskop optik yang dijadikan sebagi alat dalam pengujian ini, sedangkan struktur makro adalah suatu struktur yang hanya bisa dilihat dengan cara visual/kasat mata. Pengamatan metalografi dibagi menjadi dua, yaitu metalografi makro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan pembesaran 10 - 1000 kali, dan metalografi mikro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan pembesaran 1000 kali. Pada analisa mikro digunakan mikroskop optik untuk menganalisa strukturnya. Berhasil tidaknya analisa ini ditentukan oleh preparasi benda uji, semakin sempurna preparasi benda uji, semakin jelas gambar struktur yang diperoleh. Pada dasarnya pengujian metalografi mencakup dua spesimen pengujian, antara lain : pengujian merusak atau Destructive Test (DT) yang mencakup pengujian tarik dan tekan, pengujian kekerasan, pengujian impak, uji charpy dan relaksasi tegangan, uji kelelahan dan pengujian keausan. Yang kedua adalah pengujian yang tidak merusak atau Non Destructive Test (NDT) yang menggunakan metode ultrasonik, metode magnetik, metode akustik, metode radiografi dan yang terakhir adalah pemeriksaan visual. Logam mempunyai sifat-sifat istimewa yang menjadi dasar penggunaanya. Salah satu sifat yang dimiliki oleh logam adalah sifat mekanik. Sifat-sifat mekanik yang dimiliki oleh logam antara lain kekuatan, kekerasan, ketangguhan, keuletan, mampu bentuk, dan mampu las. Sifat-sifat mekanik tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain komposisi kimia, perlakuan yang diberikan, dan struktur butirnya. Struktur butir yang terdapat pada suatu logam dipengaruhi oleh perlakuan yang diterima oleh logam tersebut, yang akan mempengaruhi pada sifat mekanik logamnya, misalnya pengerolan pada suatu logam maka struktur butir logam tersebut akan laminar (memanjang) dan sifat kekerasannya akan naik. Contoh lain hasil dari heat treatment, dengan mengamati struktur
butirnya selain gambaran sifat mekaniknya yang dapat diketahui, fasa yang ada juga dapat diketahui. 1.2 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini adalah untuk mempelajari struktur mikro dari suatu logam yang telah dilakukan proses perlakuan panas dengan menggunakan mikroskop optik. 1.3 Batasan Masalah
Pada percobaan ini logam yang akan dipelajari struktur mikronya adalah Baja AISI 1045 sebelum dilakukan proses perlakuan panas (base metal ), dikuens didalam media air, media oli dan baja AISI 1045 yang dinormalising. Proses mounting menggunakan bakelit denganukuran amplas yang dipakai grid 600,800, 1000, 1200 dan 1500. 1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan laporan ini dibagi menjadi enam bab. Bab I menjelaskan mengenai latar belakang, tujuan percobaan, batasan masalah, sistematika penulisan. Bab II menjelaskan mengenai tinjauan pustaka yang berisi mengenai teori singkat dari percobaan yang dilakukan, Bab III menjelaskan mengenai metode penelitian, Bab IV menjelaskan mengenai data percobaan, Bab V menjelaskan mengenai pembahasan dan Bab VI menjelaskan mengenai kesimpulan dari percobaan. Selain itu juga di akhir laporan terdapat lampiran yang memuat contoh perhitungan, jawaban pertanyaan dan tugas serta terdapat juga blangko percobaan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metalografi
Metalografi adalah salah satu ilmu tentang logam yang mempelajari dan menyajikan struktur mikro maupun topografi logam, fasa-fasa, ukuran butir dan distribusinya, serta sifat-sifat logam serta paduannya dengan menggunakan peralatan mikroskop. Metalografi merupakan pengujian dan pengamatan terhadap strukutur butir suatu logam. Dalam pengamatan secara metalografi dapat diperoleh gambaran struktur butiran suatu logam. Pengujian metalografi harus menggunakan bantuan dari mikroskop optik. Metalografi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang struktur makro dan mikro dari suatu logam, bisa juga diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang sifat mekanik dan sifat fisik dari suatu material atau logam.Sebelum kita berbicara jauh tentang ilmu metalografi ada baiknya kita mulai dengan desain pengujian, pengujian yang ideal harus mempunyai arti
(meaningfull ), dapat dipercaya (reliable), dapat dilakukan kembali (reproducible), diketahui presisinya (of known precision), dan ekonomis (econonomical ). Ada dua masalah dalam tahap pemilihan material, antara lain : 1. Pengaturan prosedur fisik (diuraikan dalam standar) 2. Penentuan jumlah spesimen (berdasarkan standar atau pengalaman) sebagai contoh adalah material pelat hasil giling (rolling plate) harus dibuat dalam 3 arah pengujian, yang pertama untuk casting metal , forging metal dan yang ketiga adalah heat treated metal yang mana kesemuanya itu harus dilakukan dengan representataif. Sebelum kita menguji suatu material logam, yang harus dipertimbangkan adalah dalam tahap pemotongan ( shearing, punching, flame cutting ) tidak boleh membuat cacat awal pada material logam uji, dimensi atau toleransi spesimen harus tercatat dan yang terakhir adalah penandaan (marking ) harus dilakukan karena ditakutkan akan terjadi kekeliruan pada saat benda uji atau logam akan diuji. Karena pada dasarnya tujuan dari pengujian ini adalah untuk mendapatkan sifat mekanik dan
sifat fisik
dari
suatu
material
logam maka sangat penting sekali kita
harus
mempertimbangkan design dari suatu struktur atau mesin maka yang harus kita lakukan adalah melihat kekutan dari mesin yang akan kita coba, untuk menjalankan fungsinya secara aman dan baik. Contoh sebuah crane harus medukung ( support ) beban tanpa terjadi perpatahan atau tanpa pembengkokan (bending ) sehingga tidak mempersulit operator crane. Kekuatan atau strength adalah kemampuan dari struktur atau komponen untuk tahan terhadap pembebanan tanpa terjadi kerusakan (failure) yang disebabkan oleh tegangan eksternal ataupun deformasi berlebihan. Sedangkan mechanical propertis adalah sesuatu yang berhubungan dengan sifat elastis ataupun plastis material terhadap suatu pembebanan yang diberikan.Pada dasarnya sifat mekanis material melipiti : kekutan (strength), kekakuan ( stiffness), elastisitas, plastisitas, resilience dan ketangguhan (toughness). Kekuatan diukur melalui tegangan yang terjadi pada material dalam kondisi tertentu. Kekakuan ( stiffnes) adalah besarnya deformasi elastis yang terjadi dibawah pembebanan dan diukur melalui modulus elastis. Elasticity (elastisitas) adalah kemampuan suatu material untuk berdeformasi tanpa terjadinya perubahan permanen setelah tegangan dilepaskan. Plasticity (plastisitas) adalah kemampuan material untuk berdeformasi permanen tanpa terjadi perpatahan. Ukuran plastisitas biasanya ditunjukan dengan besarnya keuletan (ductility). Resilience adalah
energi yang diserap material didaerah elastis. Ketangguhan (taughness) adalah energi yang dibutuhkan untuk mematahkan material. 2.2 Klasifikasi sifat-sifat logam
Sifat-sifat yang ada pada logam meliputi sifat fisik dan sifat mekanik, tetapi yang akan dibahas pada uraian kali ini hanya meliputi sifat mekanis dari suatu logam. Sifat mekanis terbagi menjadi dua yang sangat berpengaruh sekali terhadap keadaan dari suatu material logam, yaitu sifat mekanik daerah plastis dan sifat mekanis daerah elastis. 1. Sifat mekanik daerah elastis Kekuatan elastis ( yield strength) yaitu kemampuan suatu bahan untuk menerima beban tanpa terjadi deformasi plastis, untuk logam yang getas titik yield dicari dengan off set metode yaitu tarik garis sejajar dengan garis elatis dari titik regangan 0,2% atau 3,5% hingga memotong kurva. Kekakuan ( stiffness) yaitu kemampuan suatu bahan pada daerah elastis dan hanya mengalami deformasi elastis tetapi hanya sedikit. Parameter kekakuan adalah modulus young (E), dirumuskan sebagai berikut . Resilien yaitu kemampuan menyerap energi tanpa terjadi deformasi plastis, parameternya adalah modulus of resilience dirumuskan sebagai berikut : 2/2.E 2. Sifat mekanik daerah plastis Tensile strength adalah suatu kemampuan bahan untuk menerima beban tanpa menjadi putus, kekuatan seiring dengan kekerasan akan mempengaruhi UTS (Ultimate Tensile Strength), UTS besar maka kekerasannya akan meningkat. Keuletan (ductility) adalah kemampuan suatu bahan untuk deformasi plastis tanpa patah, keuletan dinyatakan dengan % perpanjangan dan % pengurangan luas penampang. Ketangguhan t(oughness) adalah banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan satu satuan volume suatu bahan, secara grafik adalah luas penampang dibawah kurva dari uji tarik. Dalam tahapan pengerjaan, sebelum material logam diuji suatu material harus diukur terlebih dahulu. Disini pengukuran tidak hanya ditekankan pada panjang, lebar dan tinggi dari material saja, akan tetapi meliputi sudut, volume, massa, gaya, tekanan, interval waktu, temperatur, arus listrik, tegangan listrik dan tahanan listrik. Setiap pengukuran kecuali perhitungan (counting ) selalu terdapat variasi kesalahan dan ini harus terkontrol atau diketahui sehingga pengujian dapat disebut sebagi material logam yang mempunyai kepresisian dan keakuratan yang nyata. 2.3 Pengamatan metalografi
Fase adalah suatu kondisi dimana komponen kimianya sama. Struktur mikro adalah suatu struktur yang hanya bisa dilihat dengan bantuan alat, dalam hal ini mikroskop optik yang dijadikan sebagi alat dalam pengujian ini, sedangkan struktur makro adalah suatu struktur yang hanya bisa dilihat dengan cara visual/kasat mata. Pengamatan metalografi dibagi menjadi dua, yaitu : metalografi makro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan pembesaran 10 - 1000 kali, sedangkan metalografi mikro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan pembesaran 1000 kali. Pengamatan metalografi dibagi menjadi 2, yaitu : a. Metalografi makro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan pembesaran 10-500 kali. b. Metalografi mikro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan pembesaran 1000 kali. Pada analisa mikro digunakan mikroskop optik untuk menganalisa strukturnya. Berhasil tidaknya analisa ini ditentukan oleh preparasi benda uji, semakin sempurna preparasi benda uji, semakin jelas gambar struktur yang diperoleh. Tahapan persiapan benda uji metalografi secara umum adalah sebagai berikut : a. Memilih atau mengambil spesimen Ada tiga cara dalam memilih dan mengambil spesimen dari sifat dan tujuan penyelidikan : 1. Kontrol kualitas 2. Analisa keruasakan 3. Keperluan penelitian b. Pemotongan benda uji Pemotongan jangan sampai merusak struktur bahan akibat gesekan alat potong dengan benda uji. Untuk menghindari pemanasan setempat dapat digunakan air sebagai pendingin. Selain itu juga perlu menghindari perubahan bentuk spesimen akibat beban alat pemotongan. Pada dasarnya ada tiga arah pemotongan : 1. Arah memanjang 2. Arah menyilang 3. Arah sejajar c. Mounting Dilakukan untuk benda uji yang kecil dan tipis sehingga memudahkan pemegang benda uji. Proses mounting biasanya menggunakan bakelit.
d. Pengampelasan Dilakukan pada permukaan yang hendak diamati. Dimulai dari amplas yang paling kasar (#400, #600, dan #800) sampai amplas yang paling halus (#1000 dan #1200) dengan posisi tegak lurus sekitar 90
o
terhadap benda uji. Pada proses pengampelasan memakai mesin berputar, yang
digunakan sebagai medianya adalah ampelas dengan tingkat kekasaran yang berbeda. Selama proses pengampelasan benda uji harus dialiri secara terus-menerus untuk menghindari terjadinya panas. Hasil yang diperoleh permukaan spesimen dengan goresan yang searah, halus dan homogen.. e. Polishing Dilakukan untuk menghilangkan goresan-goresan yang masih ada bekas pengampelasan yang halus. Pemolesan dilakukan dengan bahan poles seperti pasta gigi atau autosol, dan aluminium oksida. Tujuan polishing yaitu untuk mendapatkan permukaan spesimen yang memenuhi syarat untuk diperiksa di bawah mikroskop. f.
Etsa Dilakukan untuk mengikis daerah batas butir sehingga struktur bahan dapat diamati
dengan jelas dengan menggunakan mikroskop optik. Pada dasarnya ada perubahan atau perkembangan struktur mikro yang terjadi selama proses etsa, dikarenakan : 1. Perbedaan warna akibat distribusi struktur mikro. 2. Jenis kekerasan yang berbeda. g. Proses Pencucian Proses pencucian benda uji dilakukan setelah proses pengampelasan, polishing, dan setelah etsa. Proses pencucian paling bersih menggunakan alkohol kemudian dikeringkan. Selain alkohol dapat juga menggunakan air bersih dan aquades untuk mencuci benda uji. h. Analisa Proses analisa dilakukan dibwah mikroskop optik. Spesimen yang telah memenuhi syarat diamati dibawah mikroskop optik. Berhasil atau tidaknya dalam mengidentifikasi dan mengamati mikro struktur, lebih banyak ditentukan oleh pengetahuan dan pengalaman mengenai berbagai logam dan paduan. Mikroskop cahaya pada semua cabang metalurgi fisik, kegunaan mikroskop amat besar. Yang amat sederhana adalah mikroskop cahaya yang terdiri dari tiga bagian pokok : ü Lensa Pemantul ( illuminator ), untuk memantulkan permukaan logam.
ü Lensa Objektif, yang mempunyai daya pisah. ü Lensa Mata (eye lens), untuk memperbesar bayangan yang terbentuk oleh lensa objektif. Pengujian mikroskop dilakukan setelah pemolesan selesai dan setelah selesai proses etsa. Proses etsa dilakukan dengan bantuan larutan kimia yang sesuai dapat memberikan gambaran seperti kelarutan dan ukuran butir, distribusi fase, hasil deformasi plastis dan eksistensi dari pengotor dan cacat-cacat. Proses kimia atau etsa permukaan, mula-mula memperlihatkan batasan butir tetapi lebih lanjut etsa akan memperlihatkan bayangan yang berbeda antara satu butir dengan butir yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa larutan etsa tidak mengikis permukaan logam seluruhnya melainkan sepanjang bidang-bidang kristalografi tertentu. Bagian yang memiliki orientasi yang sama kemudian terdapat dalam butir, dan karena setiap butir memiliki orientasi yang berbeda dari butir-butir sekitarnya, setiap butir akan menentukan sinar kelensa objektif pada mikroskop dan hasilnya akan timbul sinar, sementara butir-butir disekitarnya memantulkan semua sinar kelain arah dan tampak lebih gelap. (a) (b) Normal Microskop Object Reflecting Gambar 2.1 Susunan skematis sistem mikroskop BAB III PROSEDUR PERCOBAAN 3.1 Diagram Alir Percobaan
Mounting Rough Grinding #600, #800, Benda uji AISI 1045 Fine Grinding #1000,#1200 dan #1500 polishing Etching dengan larutan nital Pengamatan dibawah mikroskop Data Pembahasann Literatur Kesimpulan
Gambar 3.1 Diagram alir percobaan metalografi 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang digunakan
1. Benda uji 2. Blower 3. Penjepit spesimen 4. Mesin mounting
5. Palu 6. Mesin poles 7. Mikroskop optik 8. Mesin heat treatment
9. Kompresor 3.2.2 Bahan yang digunakan
1. Benda Uji 2. Kertas amplas 600#, 800#, 1000#, 1200#.dan 1500# 3. Air 4. Etanol 5. Alumina 6. Nital 7. Bakelit 8. Waks 9. Kapas 3.3 Prosedur Percobaaan
A. Prosedur Percobaan Metalografi 1. Mempersiapkan benda uji AISI 1045 yang belum di heat treatment, sampel yang sudah dikuens dengan oli, sampel yang dikuens dengan air dan sampel yang sudah dinormalising. 2. melakukan mounting pada benda uji yang telah dipotong dengan menggunakan bakelit. 3. Benda uji diamplas kasar pada permukaan yang akan diamati. menggunakan amplas
dengan ukuran 600#, dan 800#. Cara pengamplasan yaitu menekan permukaan benda uji
yang akan diamati ke amplas lalu menggerakkan maju sambil memberikan tekanan secukupnya. Selama pengamplasan, gerakan amplas hanya satu arah. Dalam mengamplas memberikan air pendingin, sehingga geram-geram dapat hilang. Jika ingin merubah arah muka, menggunakan arah tegak lurus terhadap arah sebelumnya jangan lupa bersihkan dulu dengan air, 4. Setelah pengamplasan kasar selesai, melakukan pengamplasan halus, sebelumnya
spesimen dibersihkan dengan air. Prosedur pengamplasan harus sama dengan pengamplasan kasar. Amplas yang digunakan yaitu 1000#, 1200 # dan 1500#. 5. membersihkan dengan air, kemudian melakukan poles kasar. Secara berkala lihat permukaan yang dipoles. 6. Lalu melakukan poles halus dengan menggunakan alumina, mengoleskan alumina sedikit keatas kain poles, lalu melakukan langkah seperti poles kasar, jika permukaan telah selesai seperti cermain dan tidak ada goresan maka pemolesan telah selesai. 7. membersihkan permukaan benda uji dengan menggunakan air dan alkohol (etanol ) untuk
mengilangkan lemak dan benda uji telah siap untuk dietsa. Cara etsa yaitu: mencelupkan permukaan yang akan diteliti kedalam larutan etsa selama kurang lebih 5 detik. Lalu mengangkat dan membersihkan dengan blower . Benda uji yang telah dietsa jangan sampai tergores dan terkena lemak. (menggunakan larutan nital 2%). B. Prosedur Precobaan Identifikasi Struktur Mikro 1. menaruh sample pada tempat prepat, dimana sebelumnya bagian belakang sample
ditetempeli lilin (waks). 2. meletakkan benda uji diatas meja objektif mikroskop optik. 3. menyalakan lampu mikroskop dan menentukan pembesaran lensa objektif. 4. mengatur fokus lalu mengamati struktur mikro dan menggambarkan apa yang terjadi. 5. Setelah selesai mengambil kembali benda uji dari meja objektif dan mematikan lampu fokus. BAB IV DATA HASIL PERCOBAAN 4.1 Data Hasil Percobaan
Dari percobaan yang telah dilakukan mengenai pengujian impak, maka diperoleh data hasil pengujian seperti yang terdapat dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data hasil percobaan Bahan:Base Metal Bahan:dinormalising
Bahan:kuens dengan air Bahan: dikuens dengan oli BAB V PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka didapatkan bentuk struktur mikro yang berbeda tergantung kepada perlakuan panas yang diberikan 1.Sampel yang tidak dilakukan pengerjaan panas
Bahan :AISI 1045 (0,45%C) Perlakuan :Tidak di heat treatment Kekerasan : 16 HRC 1. Sampel yang Normalizing Bahan : Baja 0,4% C
Perlakuan : Normalizing Pembesaran : 500 kali Beban pengujian : 150 kgf Kekerasan rata-rata : 53 HRC Normalising merupakan suatu proses perlakuan panas dimana logam dibiarkan dingin diudara. Nilai kekerasan yang didapat pada pengujian dengan menggunakan metode Rockwell skala C adalah 53 HRC. Pada pengamatan struktur mikronya 5.2.2 Quenching Oli
Bahan : Baja 0,4% C Perlakuan : Quenching oli Pembesaran : 500 kali Beban pengujian : 150 kgf Kekerasan rata-rata : 44,67 HRC Struktur mikro : Martensit Pada pengamatan kedua, benda uji yang menggunakan metode pengujian sebelumnya artinya yang dilakukan proses perlakuan panas dengan menggunakan metode quenching media oli didapatkan hasil struktur mikro yang berbeda dengan pengamatan benda uji yang pertama dan
kedua, pada pengamatan ini struktur mikro yang diperoleh adalah martensit, perlakuan panas dengan media oli terlihat putih bening disertai dengan garis-garis sebagai fasa martensit. Karena pada metode quenching ini, proses pendinginannya dilakukan dengan menggunakan oli dan dilakukan dengan cepat maka sifat fisik dari baja hasil pengujian ini keras sekali, oleh karena struktur mikro yang terkandung didalam benda uji ini mengandung martensit maka kita bisa menyimpulkan baja jenis ini keras sekali. 5.2.3 Quenching Air
Bahan : Baja 0,4% C Perlakuan : Quenching Air Pembesaran : 500 kali Beban pengujian : 150 kgf Kekerasan rata-rata : 56,12 HRC Struktur mikro : Martensit Pada pengamatan kedua, benda uji yang menggunakan metode pengujian sebelumnya artinya yang dilakukan proses perlakuan panas dengan menggunakan metode quenching media air didapatkan hasil struktur mikro yang berbeda dengan pengamatan benda uji yang pertama yang paling banyak mempengaruhi adalah paduan antara ferrite dengan martensit, karena pada metode quenching proses pendinginannya dilakukan dengan mengunakan air dan dilakukan dengan sangat cepat maka sifat fisik dari baja hasil pengujian ini sangat keras sekali, oleh karena struktur mikro yang terkandung didalam benda uji ini mengandung martensit maka kita bisa menyimpulkan baja jenis ini sangat keras sekali. 5.1.4 Tidak dilakukan Heat Treatment
Bahan : SS 400 (0,18% C) Perlakuan : Tidak dilakukan Heat Treatment Pembesaran : 500 kali Struktur mikro : Ferrit Pada pengamatan keempat, benda uji yang tidak menggunakan metode pengujian sebelumnya artinya tidak dilakukan proses perlakuan panas didapatkan hasil struktur mikronya ferrite.
Pada dasarnya pengamatan seperti yang tersebut di atas sudah bisa dikatakan baik, karena benda uji pada pengamatan ini tidak dilakukan proses perlakuan panas terlebih dulu beda halnya apabila benda uji ini dilakukan proses perlakuan panas, tetapi karena kita menguji dan mengamati benda kerja yang mana pada proses pengujian ini harus ada suatu benda uji yang memiliki karakteristik yang berbeda dan ini diperlukan pada setiap kali kita menguji suatu benda kerja. Di sini jelas terlihat bahwa benda uji yang sebelumnya dilakukan proses laku panas akan sangat berbeda dengan benda uji yang sama sekali tidak menggunakan proses laku panas, pada pengamatan ini menghasilkan struktur mikro yang sudah terdapat kandungan ferrit. Di bawah ini digambarkan diagram fasa Fe3C yang mencakup keterangan dari beberapa pembentukan yang terjadi pada hasil pengujian. Gambar 2. Diagram fasa Fe3C Gambar 3. Diagram TTT Berdasarkan gambar diatas kita dapat menjelaskan sifat mekanik dari masing-masing fasa yang terbentuk dengan bantuan diagram dan beberapa literature yang sesuai dengan standart yang digunakan. BAB VI KESIMPULAN
Dari hasil percobaan yang dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan diantaranya : 1. Pada hasil dari normalising terbentuk dari ferrite dan cementite yang sedikit, dan kemudian terbentuk pearlite yang lebih banyak. 2. Pada hasil dari full annealing terbentuk fasa ferrite yang lebih banyak dan pearlite yang lebih sedikit. Hasil dari full annealing sifatnya lunak. 3. Pada hasil dari quenching terbentuk martensite sehingga sifatnya lebih keras. 4. Proses heat treatment yang diberikan berbeda maka komposisi fasanya juga akan berbeda. 5. Waktu pendinginan yang berbeda akan menyebabkan komposisinya berbeda. 6. Dengan bantuan mikroskop optik memakai pembesarannya 500x sudah dapat melihat struktur mikronya. 7. Bila hasil komposisi fasanya yang terbentuk adalah martensite maka sifatnya akan keras, bila komposisi utamanya adalah ferrite maka akan lunak.
8. Untuk mendapatkan sifat akhir yang keras dapat menggunakan quenching . 9. Untuk mendapatkan sifat akhir yang lunak dapat menggunakan full annealing. DAFTAR PUSTAKA 1. Davis, H.E, dan G.E, Troxell, “The Testing and Inspection of Engineering Material”,
Mc. Graw-Hill, New York, 1964. 2. Avner, S.H., “ Introduction to Physical Metallurgy”, Mc. Graw-Hill, New York, 1964.
”, Fakultas Teknik Universitas 3. ” Buku panduan praktikum laboratorium metalurgi II Sultan Ageng Tirtayasa, cilegon, Banten, 2007. 4. Lakhtin, Y.,” Engineering Physical Metallurgy”, MIR Published, Moscow, 1968. 5. Van Der Voort, “Metallography Principles and Practices”. 6. Thelning, 1984, “Steel and its heat treatment ”, Buttherworths.
LAMPIRAN A. Jawaban Pertanyaan dan Tugas
1. Pada percobaan Metalografi, suatu tekstur struktur fasa akan muncul setelah sample dietsa, mengapa hal ini dapat terjadi? Jelaskan mekanismenya! Jawab : Etsa dilakukan untuk mengikis daerah batas butir sehingga struktur bahan dapat diamati dengan jelas dibawah mokroskop optik. Apabila tidak dilakukan etsa maka kita akan kesulitan dalam hal pengamatan benda uji karena benda uji hasil polishing belum tentu kelihatan benar benar halus oleh karena itu masih perlu dilakuakn etsa. Mekanismenya adalah sebagai berikut : menyelupkan benda uji yang akan diteliti kedalam larutan etsa selama kurang lebih 5 detik, kemudian diangkat dan dibersihkan dengan blower . 2. Apa yang dimaksud dengan Mounting ? Mengapa diperlukan proses Mounting ! Jawab : Mounting (pembingkaian) adalah suatu proses yang dilakukan pada uji metalografi yang hanya bisa dilakukan untuk benda uji yang kecil dan tipis sehingga memudahkan kita pada saat pemegangan benda uji. Karena benda pada pengamatan ini mengunakan benda uji yang kecil maka kita memerlukan proses mounting sebagai proses pembantunya. 3. Apa manfaat pengujian metalografi dan bagaimana aplikasinya dalam dunia industri? Jawab :
Ilmu metalografi adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur makro dan mikro dari suatu logam, dan bisa juga diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang sifat mekanik dan sifat fisik dari suatu material atau logam, manfaatnya kita bisa melihat struktur apa yang terkandung dalam suatu material logam dan tahapan apa yang harus kita lakukan untuk memproduksi suatu material logam dengan kekuatan yang kita inginkan sesuai dengan pengujian. Aplikasi dalam dunia industri pada pengujian metalografi adalah bisa digunankan untuk mengetahiu kadar kekuatan dari suatau material logam dan unsur atau paduan apa yang harus digunakan untuk menghasilkan logam dengan kekuatan yang kita inginkan, karena tujuan pada uji metalografi disini adalah untuk mendapatkan struktur mikro dari suatu logam maka aplikasi yang sering dipakai dalam dunia industri adalah bagaimana mendapatkan suatu material dengan kekuatan yang diinginkan. 4. Sebutkan hasil metalogarafi jenis-jenis besi tuang dan bagaimana sifat mekanisnya: Jawab : Besi tuang kelabu adalah besi tuang kelabu mempunyai bidang patah berwarna abuabu dan didalam besi tuang sebagian dari karbon (C) merupakan karbon bebas atau disebut grafit yang berbentuk pelat-pelat tipis yang tersebar. Lamel-lamel grafit ini sebetulnya merupakan retak–retak halus sehingga mengurangi sifat-sifat mekanis, kuat tariknya rendah dan regangannya hampir tidak ada. Besi tuang kelabu lebih mudah dituang dari pada baja, oleh karena temperatur tuangnya lebih rendah dan sifat pengerutannya lebih kecil. Besi tuang malabel : besi tuang ini mempunyai garfit berbentuk bundar-bundar atau berbentuk bola seperti pada besi tuang nodular dan mempunyai sifat mekanis yang lebih baik. Besi tuang nodular : besi tuang nodular adalah jenis besi tuang yang mampu tempa yang kuat dan ulet. 5. Bagaimana pembentukan struktur martensite dan bainite? Jawab: •
Mekanisme pembentukan bainit Bainit tidak berbentuk lamellar seperti perlit tetapi berupa sementit platelet yang
terperangkap dalam ferrit yang sangat halus. Bainit memiliki kekerasan 40-60 HRB, lebih kuat dari perlit lebih tangguh dan lebih ulet dari martensit. Bainit terbentuk dimulai, pada pendinginan setelah melewati temperature A1 austenit (FCC) akan mengalami transformasi allotropik menjadi
besi alpha (BCC) dan karena besi alpha tidak bisa melarutkan karbon dalam jumlah banyak maka karbon yang sebelumnya diaustenit akan keluar dari larutan dan membentuk inti sementit dibatas butir austenit. Semakin banyak karbon yang keluar dari austenit membentuk sementit, austenit disekitar sementit makin sedikit karbon dan akan menjadi ferrit. Ada gaya dorong yang mendorong atom-atom besi gamma untuk merubah posisinya agar menjadi besi alpha. Makin rendah temperaturnya dibawah A1 makin besar gaya dorongnya, sehingga sebagian austenit akan membentuk ferrit. Karena austenit kaya akan karbon sedang ferrit sebaliknya maka karbon yang terperangkap secara difusi akan keluar membentuk sementit pada arah bidang kristallografi tertentu dari ferrit yang terbentuk, struktur ini disebut bainit. Cara pembentukan bainit dilakuakn dngan memanaskan baja sampai temperatur austenit kemudian didinginkan dengan cepat sampai dibawah hidung diagram TTT dan diatas garis Ms, serta dibiarkan pada temperatur tersebut sampai transformasi selesai. Mengenai hal ini dibawah dijelaskan dan digambarkan diagram TTT dari mekanisme pembentukan bainit, bainit terbentuk dari austenit yang langsung bertransformasi dengan austenit membentuk bainit. Ingat bainit terbentuk karena adanya proses transformasi dari pearlite menjadi austenite dan langsung bertransformasi membentuk bainit, begitu pula dengan pembentukan yang dialami oleh martensite akan sama mekanismenya tetapi akan berbeda dalam hal bertransformasi. Diagram TTT •
Mekanisme pembentukan martensit Karena austenit kaya akan karbon sedang ferrit sebaliknya maka karbon yang
terperangkap secara difusi akan keluar membentuk sementit pada arah bidang kristallografi tertentu dari sementit yang terbentuk, struktur ini disebut martensit. Cara pembentukan martensit dilakukan dengan memanaskan baja sampai temperatur austenit kemudian didinginkan dengan cepat sampai diatas hidung diagram TTT dan diatas garis Ms, serta dibiarkan pada temperatur tersebut sampai transformasi selesai. Transformasi dari austenit menjadi martensite berlangsung dengan mengeluarkan sejumlah panas sehingga reaksi eutektoid berlangsung secara isothermal. Temperatur akan turun lagi bila reaksi eutektoid sudah selesai.
Pada temperatur yang lebih rendah lagi maka sudah tidak lagi ada perubahan fase pada garis A1 yang terjadi adalah reaksi eutektoid yaitu austenit menjadi martensite, sedang ferit yang sudah ada (ferrit proeutektoid) tidak mengalami perubahan. Semakin tinggi kadar karbon (dalam range baja hipoeutektoid) maka jumlah martensitnya akan semakin banyak dibandingkan dengan perlit. Mekanisme pembentukan martensit bisa langsung dilihat dari diagram dibawah ini. Mekanisme pembentukan martensit Pada temperature dibawah garis A1 tidak akan terjadi lagi transformasi dari austenit menjadi martensite, dimana pada temperature kamar struktur terdiri dari perlit yang terbungkus jaringan sementit. 6. Sebutkan macam-macam larutan etsa dan sebutkan penggunaannya dari larutan etsa tersebut? Jawab : Nital, banyak digunakan untuk mengetsa daerah batas butir sehingga struktur bahan dapat diamati dengan jelas dibawah mikroskop optik. Alkohol, banyak digunakan untuk membersihkan daerah bekas pemolesan yang kelihatannya tidak teratur dan masih bergelombang, sehingga didapatkan benda uji yang memiliki daerah/struktur bahan yang mengkilap atau licin. 7. Zat etsa apa yang digunakan untuk pengamatan material berikut : a. Kuningan b. Besi tuang putih c. Baja 0,2 % Sebutkan pula fasa-fasa yang diharapkan terbentuk setelah ditambah zat etsa! Jawab : a. Kuningan Zat etsa yang digunakan adalah nalkohol. Zat yang diharapkan adalah austenit. b. Besi tuang putih Zat etsa yang digunakan adalah nital. Zat yang diharapkan adalah pearlit. c. Baja 0,2 % Zat etsa yang digunakan adalah nital. Zat yang diharapkan adalah martensit Lampiran B Gambar Alat dan Bahan
Mesin Polishing Compressor Baja karbon Mikroskop optik