MENJAWAB KERAGUAN TIMUR KURAN SEBUAH MAKALAH DEKONTRUKSI DARI JURNAL YANG BERJUDUL “ON THE NOTION OF ECONOMIC JUSTICE IN CONTEMPORARY ISLAMIC THOUGHT” (Timur Kuran)
Disusun oleh : Kelompok Makro Ekonomi Islam_MPS 2013 A Bambang Abdul Aziz Fachri Naufal Putu Aldi Risa Azzahra Afrida Rusdianto Uus Adawiyah Siti Mabruroh
PENDAHULUAN Segala puji bagi Allah sehingga kami bisa menyelesaikan makalah dekontruksi dari artikel karya ekonom terkemuka Timur Kuran yang berjudul On The Notion Of Economic Justice In Contemporary Islamic Thought, dan ucapan terimakasih kepada pihak yang telah mendukung terselesainya makalah ini terutama kepada dosen yang kami kagumi bapak Lutfhi Hamidi, SE, Ag, MA, semoga Allah membalas segala kebaikan beliau. Tujuan kami membuat makalah ini adalah untuk men-dekontruksi atau menjawab pemikiran dari Timur Kuran sesuai dengan litelatur yang kami temukan dan didiskusikan. Timur Kuran merupakan seorang ahli ekonomi Turki-Amerika, profesor ekonomi dan political Science dan seorang Gorter Family Professor di Islamic Studies - Duke University (wikipedia). Tujuan Timur Kuran membuat artikel yang berjudul On The Notion Of Economic Justice In Contemporary Islamic Though adalah untuk menggambarkan (describe) dan mengevaluasi (evaluate) gagasan ekonomi keadilan berdasar apa yang ada dalam litelatur (sumber informasi misal buku dan lain – lain). Kritik dan kesimpulan yang menyudutkan ekonomi Islam, itulah yang menjadi bahan dekontruksi kami. Karena kami yakin bahwa ekonomi Islam adalah sebuah ekonomi keadilan yang mensejahterakan dunia kelak. Dalam artikel Timur Kuran, dia banyak mengkritik dua prinsip ekonomi Islam yaitu prinsip keadilan dan prinsip kejujuran, lebih masuknya lagi dia mengkritik instrumen distribution of wealth (distribusi harta), consensus (Ijma) analogical reasoning (Qiyas) , dia menyebutnya dengan ketidak konsisten ekonomi Islam. Dengan dasar banyak perbedaan diantara madzhab. Oleh karenanya, kami akan menjelaskan instrumen pendistribusian kekayaan khususnya zakat, ijma dan qiyas dan tambahan tentang pembahasan ekonomi kapitalis dan ekonomi sosialis. Karena beliau dalam artikelnya bernada meremehkan ekonomi Islam
“In the massive contemporary litelature that has come to be known as “Islamic economic, the claim is repeatedly made that an Islamic economic system would achieve a greater degree of economic justice than existing capitalist and socialist systems”. (Kuran, 1989 : hal) Ekonomi kapitalis dengan praktek ribanya yang sedang berkuasa hari ini, sudah dibuktikan secara historis bahwa menyebabkan krisis ekonomi dunia dan terjadi setiap 5 tahun sekali. (harus menyiapkan data referensi). Akhirnya pembaca bisa memilah dan memilih sistem ekonomi mana yang akan menjadi solusi untuk menyelamatkan kesenjangan dan mengangkat kesejahteraan ekonomi dunia saat ini. PEMBAHASAN Dalam artikelnya Timur kuran menjelaskan, agar sebuah masyarakat bisa mencapai kepada ekonomi keadilan, ahli ekonomi Islam mengatakan ekonomi dalam masyarakat harus bersdasarkan dua prinsip equality (pemerataan) dan fairness (kejujuran). 1 Timur kuran mengkritisi ekonomi keadilan yang ditawarkan oleh ekonomi Islam. Ekonomi Islam menawarkan dua prinsip, yaitu prinsip keadilan dan prinsip kejujuran. Prinsip keadilan melarang ketidakmerataan dalam distribusi barang, dengan instrumen distributin of wealth (distribusi harta) misal dengan zakat, harta warisan dan kemanusiaan charity (wakaf dan shadaqah)2 dan prinsip kejujuran melarang pendapatan yang dilarang oleh syariat. Bagaimana cara mendapatkanya dan cara transaksi menurut Islam. Timur kuran juga mengkritisi tentang distribution of wealth atau distribusi kekayaan dengan instrumen zakat. Dia mengatakan bahwa zakat tidak akan bisa memaratakan kekayaan “It is not clear therefore, that zakat promote equality ; it might well promote inequality” kata dia zakat dalam skema kecil dalam sektor pertanian, pertambangan, dan pembuatan barang metal, bisa menjadi objek zakat 1
Timur Kuran, On The Notion Of Economic Justice In Contemporary Islamic Though, 1989, hal. 172 2 Ibid.
(tahun permulaan dalam Islam. Namun sekarang banyak industri baik barang dan jasa, kata dia skema zakat ini tidak bisa diterapkan karena belum ada perhitungan yang khusus tentang nisabnya.3 Secara etimologi, zakat memiliki beberapa makna yang diantaranya adalah suci. “(QS. Asy-Syams: 9). Maksudnya adalah suci dari dosa dan kemaksiatan. Selain itu, zakat bisa bermakna tumbuh dan berkah. Secara syar’i, zakat adalah sedekah tertentu yang diwajibkan dalam syariah terhadap harta orang kaya dan diberikan kepada orang yang berhak menerimanya.4 Setiap muslim diwajibkan untuk membayar zakat, atas hartanya yang telah mencapai nishab. Zakat didistribusikan kepada 8 golongan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an. Yang artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk memerdekakan hamba sahaya, untuk membebaskan orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah:60) Penetapan terhadap kedelapan golongan tersebut bukan berarti harta zakat wajib dibagikan kepada mereka. Dan zakat boleh dialokasikan kepada delapan golongan tersebut jika dimungkinkan dan memadai. Namun, zakat boleh saja hanya diberikan kepada salah satu dari golongan tersebut. Diriwayatkan dari An-Nasa’i, “jika harta zakat banyak dan cukup untuk dibagikan kepada delapan golongan, maka harus dibagikan. Namun, jika tidak memadai boleh diberikan hanya pada satu golongan.”Imam Maliki berkata,”Zakat harus diprioritaskan kepada golongan yang paling membutuhkan.”5 Dalam perkembangannya, zakat dapat menimbulkan dampak bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Karena zakat merupkan instrumen
3
Ibidi., hal. 177 DR. Said Sa’ad Marthon, Ekonomi Islam Di Tengah Krisis Ekonomi Global, 2007, hal. 118. Dalam artikel timur kuran dijelaskan tujuan zakat yaitu untuk pendistribusian dari yang punya kepada yang tidak punya hal. 176 5 DR. Said Sa’ad Marthon,Opcit., hal. 122. 4
dalam memenuhi kebutuhan fakir dan miskin serta penerima zakat lainnya. Adapun dampaknya yaitu :
Produksi Dengan adanya zakat, fakir dan miskin dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Seluruh income yang mereka dapatkan dari zakat akan dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan sekunder mereka. Dengan demikian, permintaan yang ada dalam pasar akan mengalami peningkatan, dan seorang produsen harus meningkatkan produksi yang dilakukan untuk memenuhi demand yang ada.
Investasi Dengan diwajibkannya zakat, hal tersebut akan mendorong untuk melakukan investasi. Dengan alasan, jika dia tidak melakukan investasi maka dia akan mengalami kerugian finansial, karena harta tersebut ditarik ke dalam zakat setiap tahunnya. Dengan adanya alokasi zakat atas fakir dan miskin, hal tersebut akan menambah pemasukan merekasehingga konsumsi yang dilakukan akan bertambah. Dan peningkatan konsumsi akan mendorong peningkatan produksi dimana hal tersebut akan mendorong adanya peningkatan investasi.
Lapangan kerja Dengan adanya zakat , permintaan akan tenaga kerja semakin bertambah dan pengangguran akan berkurang. Seperti dijelaskan diatas, zakat akan meningkatkan produksi dan investasi dalam dunia usaha sehingga permintaan terhadap karyawan akan bertambah.
Pengangguran dan Kesenjangan Sosial Islam mengakui adanya perbedaan atas tingkat kehidupan dan rezeki masyarakat, hal tersebut sesuai dengan karakter dasar dan kemampuan manusia. Akan tetapi, perbedaan yang ada bukan berarti membiarkan orang yang kaya semakin kaya dan orang yang miskin semakin jatuh miskin sehingga kesenjangan sosial semakin nampak. Karena itu, diperlukan intervensi untuk meminimalisir keadaan tersebut. Yaitu dengan cara mewajibkan zakat bagi orang-orang kaya, hal tersebut juga
dimaksudkan agar harta tidak hanya berputar disekitar orang-orang kaya dan kesenjangan sosial yang ada akan berkurang serta peningkatan hidup masyarakat semakin membaik.
Pertumbuhan ekonomi Zakat menyebabkan meningkatnya pendapatan fakir dan miskin yang pada akhirnya konsumsi yang dilakukan juga meningkat. Secara teori, dengan adanya peningkatan konsumsi maka sektor produksi dan investasi akan mengalami peningkatan. Dengan demikian, permintaan terhadap tenaga kerja ikut meningkat sehingga pendapatan dan kekayaan masyarakat juga akan mengalami peningkatan. Fenomena tersebut mengindikasikan adanya pertumbuhan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat.6
Penjelasan diatas cukup bisa menjawab pernyataan Timur Kuran yang meragukan, dengan mengatakan perintah - perintah (injunctions) apakah masuk akal untuk dijadikan harapan dalam dua prinsip keadilan “ Whether the injunctions put forth by the Islamic economist can reasonably be expexted to secure their two principle of justice” 7 Dia menjelaskan tentang difinisi keadilan menurut ahli ekonomi Islam. Lalu ringkasan perintah-perintah (injunction) dalam Islam. Dan dia menyebutkan bahwa pokok dalam bahasannya yaitu untuk mendebat injuction (perintah-perintah) dalam model kemasyarakatan yang cacat dan ruang interpretasi bagi ahli ekonomi Islam. Menurut dia dalam banyak konteks Injunction membawa prinsip keadilan kepada konflik.8 Injunction (perintah-perintah ) dalam insturmennya mengambil kategori larangan (prohibitions), pembatasan (restriction), kewajiban (obligation) dan Ihsan / kebaikan (responsibility).9 Kata dia injuntion ini menjadi pertimbang
6
Ibid, hal 126-128. Timur Kuran, Opcit.,hal.176 8 Timur Kuran, Opcit.,hal.171 9 Timur Kuran, Opcit.,hal.173 7
para ahli ekonomi Islam dalam memberikan produk hukum dalam ekonomi Islam. 10
Tentang consensus atau kesepakatan lebih dikenal dengan Ijma, dan analogical reasoning atau penganalogian masalah. Kedua bahasan tersebut Timur Kuran membahasnya dan sekaligus mengkritiknya, Timur Kuran mengakui sebuah ijma atau konsensus itu perlu, supaya masyarakat yang tidak tahu bagaimana cara menghukumi suatu masalah bisa mengambil produk hukum yang sudah jadi yaitu konsensus. Timur kuran mengkritisi adanya perbedaan pendapat diantara ulama madzhab11. Adanya perbedaan produk hukum diantara madzhab fiqih, menurut Timur Kuran adalah sebuah ketidak konsistenan dalam ekonomi Islam. Karena tidak semua individu bisa menelaah suatu peristiwa atau praktek- praktek dalam kehidupannya apakah halal atau haram berdasarkan syariah. Maka dalam Islam ada instrumen ijma. Ijma’ adalah salah satu dalil syara’ yang memiliki tingkat kekuatan argumentatif setingkat dibawah dalil-dalil nash (Al-Qur’an dan Hadits). Ijma merupakan dalil pertama setelah Al-qur’an dan Hadits yang dapat dijadikan pedoman dalam menggalil hukum-hukum syara. Menurut pengertian lain ijma ialah kesepakatan para mujtahid dalam suatu masa setelah wafatnya Rasulullah SAW, terhadap hukum syara’ yang bersifat praktis (‘amaly).
12
Ijma’ itu dapat terwujud apabila ada empat unsur berikut:
Ada sejumlah mujtahid ketika suatu kejadian, karena kesepakatan (Ijma’) tidak mungkin ada kalau tidak ada sejumlah ulama mujtahid, yang masing-masing mengemukakan pendapat yang ada penyelesaian pandangan.
Bila ada kesepakatan para ulama mujtahid umat islam terhadap hukum syara’ tentang suatu masalah atau kejadian pada waktu terjadinya tanpa memandang negeri, kebangsaan atau kelompok mereka.
10
Timur Kuran, Opcit.,hal.176 Ibid., hal. 181 12 Prof. Muhamad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, hal. 308 11
Jadi, kalau ulama mujtahid Makkah, Madihan, Irak, Hijaz saja umpamanya yang sepakat terhadap suatu hukum syara’ tidak dapat dikatakan Ijma’ menurut syara’ kalau bersifat regional. Tetapi harus bertahap internasional. Masalah mungkin terjadi Ijma’ atau tidak, lain lagi persoalannya, karena ada diantara ulama’ yang mengatakan mungkin dan ada pula yang mengatakan tidak mungkin.
Kesepakatan semua ulama mujtahid itu dapat diwujudakan dalam suatu hukum tidak dapat dianggapIjma’ kalau hanya berdasarkan pendapat mayoritas, jika mayoritas setuju, sedangkan minoritas tidak setuju. Berarti tetap ada perbedaan pendapat.
Kesepakatan para ulama mujtahid itu terjadi setelah ada tukar menukar pendapat lebih dahulu, sehinga diyakini betul putusan yang akan ditetapkan. 13
Kehujjahan Ijma’ menurut Pandangan Ulama’. Jumhur ulama berpendapat, bahwa Ijma’ dapat dijadikan argumentasi (hujjah) berdasarkan dua dalil berikut: 1. Hadits-hadits yang menyatakan bahwa umat Muhammad Saw. tidak akan bersepakat terhadap kesesatan. Apa yang menurut pandangan kaum muslimin baik, maka menurut Allah Swt. juga baik. Oleh karena itu, amal perbuatan para sahabat yang telah disepakati dapat dijadikan argumentasi. 2. Imam Syafi’i meriwayatkan sebuah atsar, bahwa khalifah Umar Ibn Khattab r.a. suatu hari memberikan khutbah di Syam, kemudian beliau berkata sebagai berikut:
ا ْك ِر ُم الصَّحابِ ْي ثُ َّم الَّ ِذيْن يلُوْ نهُ ْم ثُ َّم:اِ َّن رسُوْ ل هللاِ قام فِيْنا كمقا ِم ْي فِ ْي ُك ْم فقال ْ الَّ ِذيْن يلُوْ نهُ ْم ثُ َّم ي ُ ِف واليُسْتحْ ل ُ ِظهر ُْال ِك ْذب حتَّى ا َّن ال َّرجُل يحْ ل ف وي ْشه ُدواليُسْت ْشه ُداالفم ْن س َّرهُ بحْ بحةُ ْالجنَّ ِة ف ْلي ْلز ِم ْالجماعة فأ ِ َّن ال َّشيْطان مع
13
Muhammad Syariyansah, ijma’ sebagai sumber hukum islam yang ketiga, http://islaminstituthere.blogspot.com/2014/10/al-ijma-sebagai-sumber-hukum-islam-yang.html, 5 April 2015
اْل ْثني ِْن ابْع ُد والي ْخلُو َّن ر ُج ٌل بِا ْمزأ ٍة فأ ِ َّن ال َّشيْطان ثلِثُهُم وم ْن ِ ْ ْالف ِّذوهُو ِمن س َّر ْتهُ حسنةٌ وساء ْتهُ سيِّئةٌ فهُو ُم ْؤ ِم ٌن Artinya: “(suatu ketika) Rasulallah Saw berdiri dihadapan kami (para sahabat) sebagaimana saya berdiri dihadapan kalian. Kemudian beliau bersabda: “golongan yang paling mulia adalah para sahabatku, kemudian generasi sesudahnya (tabi’in), kemudian generasi sesudahnya (tabi’it tabi’in). Setelah generasi itu, maka muncullah kebohongan, sehingga ada seseorang yang bersaksi, padahal ia tidak diminta menjadi saksi. Ingatlah barangsiapa yang ingin masuk surga, maka ikutilah para jama’ah, karena syaithan itu bersama orang yang menyendiri, dan ia akan lebih jauh kepada dua orang (dibanding hanya seorang). Jika ada dua sejoli (seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan suami istri, dan bukan mahram) bersepi-sepi, maka syaithanlah teman yang ketiga. Barangsiapa bergembira atas kebaikannya, dan bersedih atas kejelekan perbuatannya, maka ia adalah seorang mukmin yang sejati” Yang dimaksud dengan jama’ah pada atsar diatas adalah mengikuti pendapat yang telah mereka sepakati.14 3. Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa: 115
dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.
14
Ibid., hal. 314
Nash ini menjelaskan bahwa mengikuti jalan yang bukan jalannya orang mukmin adalah haram. Karena orang yang melakukan hal tersebut berarti menentang Allah dan Rasulnya. 15
Ulama yang berhak membentuk ijma’ Ijma’ dibentuk oleh para mujtahid. Akan tetapi menurut pandangan jumhur, bahwa para mujtahid yang ahli bid’ah seperti kaum khawarij, Rafidhah, Qadariyah, dan jahmiyah, tidak dapat dimasukan dalam kategori mujtahid yang dapat membentuk ijma’. Mujtahid yang masuk dalam nominasi sebagai pembentuk ijma’ ialah: mujtahid yang menguasai masalah-masalah fiqih beserta dalil-dalilnya dan methode penggalian hukumnya. Imam Asy-syaukani dalam kitab Irsyadul Fuhul berkata “ijma’ yang dapat diakui dalam setiap disiplin ilmu tersebut, bukan dari orang lain. Dengan demikian ijma’ yang diakui dalam masalah-masalah fiqih ialah pendapat semua fuqaha, sehingga jika ada salah satu dari fuqaha tersebut menentang pendapat diatas, berarti pendapat fuqaha tersebut belum diakui sebagai ijma’ yang sah. Dan pendapat salah satu fuqaha itu tidak dapat dianggap menyimpang, karena ia termasuk dalam kelompok fuqaha yang terikat oleh dasar yang sama.16 Pengertian qiyas menurut ulama ushul fiqih adalah menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada nashnya dalam Al-Qur’an dan Hadits dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Mereka juga membuat definisi lain, Qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya persamaan illat hukum.17 Rukun Qiyas 1. Al-ashl
: sumber hukum yang berupa nash-nash yang
menjelaskan tentang hukum, atau wilayah tempat sumber hukum
15
Ibid., hal 315 Ibid., hal. 321 17 Ibid., hal. 337 16
2. Al-Far’
: sesuatu yang tidak ada ketentuan nash
3. Al-Hukm
: hukum yang dipergunakan qiyas untuk memperluas
hukum dari asal ke Far’ (cabang) 4. Al-Illat
: alasan serupa antara asal dan Far’.
Macam-macam qiyas dan tingkatannya dalam hukum : Qiyas Aulawi yaitu tujuan penetapan yang menjadi Illat hukum terwujud dalam kasus furu’ lebih kuat dari ‘illat hukum dalam hukum asal. Qiyas aulawi ini termasuk dalam bab dalalah nash (metode pemahaman nash), imam syafi’i dalam kitab Ar-Risalah menunjukan kepada beberapa ulama, bahwa dia tidak memasukan qiyas aulawi kedalam golongan qiyas. Qiyas setara yaitu sifat hukum yang dianggap sebagai ‘illat dalam kasus hukum furu’ sama kuatnya dengan illat dalam hukum asal, sebagaimana mengqiyaskan budak laki-laki terhadap budak perempuan dalam masalah separoh hukuman orang merdeka. Qiyas Naqish dimana wujud ‘illat dalam hukum furu’ kurang tegas, sebagaimana dalam hukum asal, seperti illat memabukkan bagi minuman-minuman yang dibuat dari anggur. Alasan memabukan pada minuman-minuman tersebut tidak sekuat pada khamar. Akan tetapi hal ini bukan berarti menolak teori illah hukum, sebab untuk memahami nash hukum secara tepat harus mengetahui ‘illat hukum pula. Dan untuk itu ‘illat harus dibuktikan secara nyata.18 Akhirnya semuanya bisa dijelaskan bahwa ekonomi Islam adalah konsep yang sempurna untuk menyelmatkan konodisi ekonomi yag krisis hari ini, dari ketidak adilan dan ketidak jujuran. Dalam ekonomi Islam lebih menekankan pada pengharaman Riba. Ketika sistem ekonomi Islam diberlakukan, riba telah menjamur dalam kehidupan masyarakat sehingga terdapat beberapa akses yang merusak srtuktur yang merusak kehidupan ekonomi. Ekonomi Islam hadir membawa pencerahan kehidupan ekonomi masyarakat. Untuk menyikapi dampak negatif riba bagi masyarakat, sistem ekonomi Islam menawarkan sebuah solusi
18
Ibid., hal. 380-382
dimana musyarkah dan bagi hasil serta konsep-konsep jual beli dan perdagangan yang diberlakukan dalam ekonomi Islam dapat digunakan untuk meraih keuntungan tanpa harus menimbulkan kezhaliman dan ekploitasi terhadap pihak yang terkait.
Boroknya Ekonomi Kapitalis Dan Ekonomi Sosialis Dalam buku yang berjudul Gerakan Keagamaan Dan Pemikiran Jilid 1 & 2 yang diterbitakan oleh WAMI, kapitalisme adalah sebuah sistem ekonomi yang filsafat sosial dan politiknya didasarkan kepada azas pengembangan hak milik pribadi dan pemeliharaannya serta perluasan faham kebebasan. (168). Prinsip yang khas dari ekonomi kapitalis ini adalah pemerintah tidak boleh campur tangan pada kehidupan ekonomi individu19. Individu didorong untuk mencari keuntungan dengan barbagai cara dan sarana. Karena
KESIMPULAN Artikel Timur Kuran yang berjudul On The Notion Of Economic Justice In Contemporary Islamic Thought. Berisi keraguan Timur Kuran akan prinsip keadilan yang dibawa oleh ekonomi Islam. Kritisasi akan pelaksanaan insturmen pendistribusian kekayaan misal zakat sebagai formal obligation dalam kehidupan modern, dipandang tidak bisa mewujudkan prinsip equality (pemerataan). Padahal telah dijelaskan bagaimana instrumen zakat ini bisa memajukan kesejahteraan masyakat. Timur kuran juga mengakui, permasalahan yang muncul dalam dunia modern bisa dijawab oleh kesapakatan ulama (consensus) namun karena adanya perbedaan produk hukum diantara ulama, kata dia ini adalah sebuah ketidak konsistenan, makanya diperlukan konsep ijma dan qiyas. Dan dijelaskan diatas, dalam melahirkan produk hukum oleh ijma dan qiyas dilakukan dengan hati – hati dan oleh orang profesional. Akhirnya dalam artikel Timur Kuran lebih banyak mengkritisi bagaimana tekhnis pelaksanaan Ekonomi Islam kedalam ekonomi dunia. Masalah tekhnis bisa
19
Kecuali dalam batas-batas yang sangat diperlukan oleh peraturan umum dalam rangka kemanan.
diatasi dengan ijma dan qiyas, orang yang menjadi mujtahidnya lebih paham akan ekonomi, maka dia akan melahirkan produk hukum yang cocok dan bisa diterapkan dalam kegiatan ekonomi modern hari ini.