PENDAHULUAN
Penggunaan obat herbal di masyarakat pada umumnya dilakukan tanpa adanya peresepan oleh dokter, hanya digunakan berdasarkan penggunaan secara turun temurun. Kebanyakan orang yang menggunakan herbal sebagai obat tidak mendapatkan informasi secara spesifik mengenai jumlah yang dikonsumsi dan cara mengkonsumsi, padahal tidak semua obat herbal aman untuk dikonsumsi, ada beberapa senyawa yang terkandung dalam senyawa alam yang berkhasiat menyembuhkan dan ada beberapa senyawa lainnya yang dapat menyebabkan toksik.
Racun adalah zat atau senyawa yang dapat masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Umumnya berbagai bahan kimia yang mempunyai sifat berbahaya atau bersifat racun, telah diketahui.
BAHAN ALAM
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicofyledonae
Bangsa : Solanales
Suku : Scrophulariaceae
Marga : Digitalis
Jenis : Digitallis purpurea L.
Nama umum : Digitalis
Nama daerah : Digitalis (Jawa)
Deskripsi
Habitus : Herba, semusim, tinggi 30-50 cm
Batang : Lunak, bulat, diameter 1-2 cm, hijau kekuningan.
Daun : Tunggal, bulat telur, tepi bergerigi, ujung tumpul, pangkal meruncing, pertulangan menyirip, panjang 15-40 cm, lebar 5-8 cm, permukaan atas dan permukaan bawah berambut, hijau.
Bunga : Majemuk, bentuk tandan, kelopak terdiri dari lima daun kelopak, hijau mahkota putih keunguan, bentuk terompet, benang sari empat, tangkai sari putih, kepala sari berbintik ungu, kepala putik putih kekuningan, putih keunguan.
Buah : Kotak, bentuk kerucut, beruang dua, berbulu halus, kuning kotor
Biji : bulat pipih kecil, masih muda kuning pucat setelah tua kuning kecoklatan
Akar : tunggang, coklat muda
Sifat Fisika-Kimia
Bau : tidak berbau
Rasa : pahit
Titik lebur : 298,05°C
Kelarutan : larut dalam metanol, namun tidak larut dalam air dingin, dietil eter, aseton
Penyimpanan : < 10°C
Senyawa Aktif
Daun Digitallis purpurea L. berkhasiat sebagai obat lemah jantung. Daun digitalis mengandung alkaloida, saponin, glikosida jantung dan polifenol. Glikos meliputi digitoxin, digoxin dengan kandungan digoxin paling banyak. Glikosida jantung merupakan kelompok senyawa steroid yang digunakan pada pengobatan congestive heart failure (CHF).
Glikosida jantung memiliki indeks terapi yang sangat kecil: dimana hanya sedikit perbedaan dosis antara dosis yang berfek terapi dengan dosis toksik. Digoxin menimbulkan efek terapi pada dosis antara 1-2 ng/mL, dan menimbulkan efek toksik pada dosis lebih dari 3 ng/mL.
CHF (congestive heart failure)
CHF (congestive heart failure) merupakan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang cukup untuk tubuh dan gagal untuk mempertahankan sirkulasi darah. Hal ini dapat disebabkan oleh gangguan kemapuan dari otot-otot jantung berkontraksi atau peningkatan beban kerja yang diverikan pada jantung.
Peningkatan volume darah dan cairan interstitial dan pelebaran pembuluh darah terjadi karena:
Tersumbatnya pulmonary dan pembengkakan pada jantung kiri
Pembengkakan sekitar jantung pada gagal jantung
Hal ini dapat disebabkan karena arteriosklerosis, katup, hipertensi, penyakit jantung bawaan dan dilatasi kardiomiopati. Adanya penurunan curah jantung dan peningkatan curah jantung dan adanya peningkatan aliran balik vena. Sistem sympathetic diaktifkan untuk meningkatkan kecepatan dan kemampuan kontraksi jantung.
Untuk mengobati CHF ini dilakukan dengan meningkatkan output jantung. Obat-obat yang dapat digunakan untuk mengobati CHF ini yakni obat-obat glikosida jantung antara lain digitoksin dan digoxin. Digoxin bekerja dengan :
mengatur konsentrasi kalsium di sitosol,
meningkatkan kontraktilitas otot jantung. Caranya yakni dengan bergabung dengan Na+ / K* ATPase di membran sel jantung secara reversibel. Ini adalah enzim yang menggunakan energi dari ATP untuk bertindak sebagai pompa. Enzim tersebutakan memompa Na+ keluar dan Ca+masuk. Akibatnya akan menyebabkan peningkatan Ca+ di intraseluler. Dalam keadaan normal pompa Na+ /Ca+ akan memompa Ca+ keluar dan memompa Na+ kedalam. Tetapi ketika jumlah Na+ dalam intraseluler meningkat, enzim ini akan berhenti berfungsi dan konsentrasi Ca+ dalam sel akan meningkat. Karena sel jantung mengalami peningkatan jumlah Ca+, maka Ca+ tersedia dalam jumlah yang lebih dan kemampuan kontraksi sistolik akan sangat meningkat.
MEKANISME AKSI
Terdapat 2 mekanisme aksi digoksin yaitu :
1. Mekanisme aksi secara langsung :
Digitalis berikatan dengan pompa sodium dalam membran sel miokardial dan menghambat fungsinya. Ketika pompa ini menghambat menyebabkan kenaikan jumlah sodium di dalam sel jantung, selanjutnya terjadi perubahan kalsium di dalam sel membran, sama dengan peningkatan kalsium di dalam menyebabkan mekanisme kontraksi sel jantung lebih optimal dan kuat.
2. Mekanisme aksi secara tidak langsung
Aksi syaraf parasimpatetik menghasilkan sinus node yang lemah dan bradikardia yang juga menghambat node atrioventrikular.
EKSTRAKSI DAN ISOLASI
Daun digitalis yang telah dikeringkan kemudian diserbukkan untuk memperkecil ukuran partikel. Dilanjutkan proses ekstraksi dengan menggunakan metode soxhletasi, karena metode ini merupakan metode ekstraksi berkesinambungan sehingga dapat menyari secara optimal dan menghemat pelarut.
Hasil ekstraksi di lanjutkan dengan langkah partisi untuk memisahkan senyawa yang diinginkan yaitu digoksin dengan senyawa-senyawa lain. Ekstrak ditambahkan pelarut yang telah dioptimasi. N-heksana untuk memisahkan senyawa non polar dan juga melarutkan klorofil kemudian ditambahkan metanol.
Identifikasi dilakukan dengan menotolkan ekstrak metanol dan dibandingkan dengan reference strandar glikosida jantung yaitu digoxin, digitoxin. Tahap isolasi dilakuakn dengan mengerok plat klt tersebut dan dilarutkan dengan metanol.
MEKANISME TOKSIK
Kelebihan kalsium dan ketidakseimbangan konsentrasi K+ dapat menginduksi arrhythmias dan atrial systolic tachycardia dengan blokade atrioventricular.
Digoxin merupakan glikosida jantung yang mengikat dan mencegah terjadinya ikatan antara sarkolema-(Na+ / K+ -) Mg2+ - ATPase. ATPase mengkatalisis terjadinya influx aktif dari ion 2 K+ dan eflux dari ion 3 Na+terhadap masing-masing gradien konsentrasi, energi disediakan dengan menghidrolisis ATP.Penghambatan ini disebabkan oleh digoxin yang menimbulkan eflux
Efek toksik dari digoxin yakni aritmias terjadi ketika konsentrasi Ca+ di sitoplasma melebihi kapasitas penyimpanan retikulum sarcoplasma. Sebagai akibatnya, beberapa siklus dari release-reuptake Ca+ yang dibutuhkan untuk memperbaiki keseimbangan Ca+ antara retikulum sarcoplasma dan sitoplasma. Dan juga, konsentrasi internal yang tinggi dari Ca+ mengaktifkan arus depolarisasi bersamaan dengan diteruskannya mode elektrogenik pertukaran Na+ - Ca+.
Mekanisme molekular dari digoksin
Digoksin adalah glikosida jantung yang berikatan dan memnghambat ikatan pada sarcolemma (Na+/K+)Mg2+-ATPase+. Katalisis ATPase ini mengaktifkann pemasukan dari ion 2K+ dan pengeluaran ion 3Na+ melawan arus gradient konsentrasi, energy tersedia dari proses hidrolisis ATP.
Penghambatan didinduksi oleh digoksin, dimulai dengan pengeluaran potassium dari sel, dan pada tingkat yang lebih tinggi akan menghambat kerja dari ATPase, terjadi sebuah peningkatan konsentrasi internal ion Sodium (Na+) pada permukaan bagian dalam dari membrane cardiac. Akumulasi dari ion sodium tersebut menyebabkan peningkatan konsentrasi kalsium bebas via pertukaran Na+-Ca+. konsentrasi ion kalsium bebas ini sebagi penyebab terhadap terjadinya inotropik dari senyawa digoksin.
Efek toksik dari digoksin (seperti arrhythmias) terjadi ketika ion Ca2+ sitoplasmik meningkat konsentrasinya melebihi kemampuan penyimpanan dari reticulum sakroplasmik. Sebagai akibatnya maka konsentrasi internal ion Ca2+ tersebut berlebih, beberapa siklus dari Ca2+ release – reuptake dibutuhkan untuk terjadinya kesetimbangan Ca2+ diantara reticulum sakroplasmik dan sitoplasma. Sebagai tambahan, konsentrasi internal yang tinggi dari ion Ca2+ mengaktivasi sebuah depolarisasi (masuk ke dalam) arus menuju mode pertukaran electrogenic Na+-Ca2+ (3Na/2Ca). Arus tersebut menghasilkan penundaan setelah depolarisasi yang memberikan peningkatan extra-systole dan medukung terjadinya ventricular arrhythmias secara in vivo. Peningkatan ion Na+ secara internal mendukung terjadinya dua efek pada konsentrasi kalsium : pengeluaran ion Ca+ secara normal terjadi secara pertukaran elektrogenik Na+ - Ca+ sehingga jumlahnya ion Ca+ berkurang dan pemasukan ion Ca+ didukung pertukaran via Na+ - Ca+ pada cara terbalik sebagai hasil dari konsentrasi internal yang tinhhi dari ion Na+. Toksisitas dari digoksin dapat menyebabkan gagal jantung, dikarenakan pertukaran Na+ - Ca+ meningkat.
Sifat farmakologi dari tiga inti dari Na+ /K+ -ATPase isoform menjelaskan peran dari hypokalemia pada efek toksik dari digoksin. Fungsi dari Na+ /K+ -ATPase adalah heterodimer dari sub unit alfa dan beta. Subunit alfa bertanggung jawab pada sisi katalis dan pengikatan digoksin oleh, ATP, Na+ , dan K+. Tiga isoform itu memiliki afinitas yang sama pada digoksin, di kisaran nanomolar, namun afinitasnya jelas bervariasi sesuai dengan konsentrasi potassium. Dengan adanya alpha 1 dan alpha 3 isoform pada cairan fisiologis menunjukkan sensitivitas yang lebih rendah3-5-kali untuk digoksin; dikarenakan adanya kalium akan memberikan sebuah efek menghambat berikatan dengan digoksin. Sebaliknya, pada alfa 2
isoform tetap sangat sensitif terhadap glikosida jantung. Alpha 2 isoform tersebut sangat cepat mengikat dan melepas digoksin (dalam beberapa menit), dimana wktu paruh untuk disosiasi dari digoksin berikatan dengan alpha 1 dan alpha 3 masing-masing adalah 80 dan 30 menit. Dengan demikian, dalam kondisi fisiologis, alfa 2 isoform dapat efektif menghambat pada konsentrasi rendah digoksin. Telah diasumsikan bahwa, dengan adanya konsentrasi tinggi digoksin, alpha 1 dan alpha 2 isoform terhambat dan menyebabkan efek beracun.
Manifestasi toksisitas digoksin
Untuk mengobati gagal jantung kongestif, juga digunakan untuk mengobati fibrilasi atrial gangguan irama jantung pada atrium (serambi bagian atas jantung yang membiarkan darah mengalir ke jantung).
Efek Samping:
1. Efek samping biasanya dalam kaitan dengan keracunan Digoksin atau kelebihan dosis dan biasanya Digoksin dapat diterima dengan baik apabila diberikan sesuai dengan dosis yang direkomendasikan untuk gagal jantung kongestif (CHF).
2. Keracunan Digoksin: Efek GI (N/V, anoreksia, diare, sakit di bagian perut) biasanya merupakan tanda-tanda pertama dari keracunan Digoksin; Tanda-tanda lain dari keracunan Digoksin: Efek CNS (sakit kepala, kelelahan, sakit di bagian wajah, kelemahan, kepeningan, kebingungan mental); Gangguan penglihatan (mengaburkan penglihatan, gangguan warna); Racun bisa menyebabkan efek CV yang serius (memperburuk gagal jantung (HF), arrhythmias, ditemukan adanya konduksi).
3. Hipokalemia bisa mempengaruhi seseorang pada keracunan Digoksin.
Pengelolaan toksisitas Digoksin
Ketika terjadi efek racun dari digoksin yang berhubungan dengan hipokalemia maka terjadi ketidakseimbangan hydroelectrolytic dimana dapat ditangani dengan pemberian perfusi intravena kalium klorida 40mmol / L per jam, dengan pemantauan elektrokardiografi. Hiperkalemia dapat diobati hanya dengan menggunakan digoksin khusus fragmen imunoglobulin (Fab) yang akan memindahkan digoksin dari pompa Na+-K+ dan memperbaiki
Aliran kalium kedalam sel.
Seperti antidigoksin lainnya Fragmen immunoglobulin (Fab) tersebut menunjukkan treatmen yang cepat dan efisien. Ditetapkan pada manusia sejak tahun 1976, pendekatan ini digunakan bahkan pada konsentrasi digoksin dalam plasma setinggi 100 ng / ml (200 nmol / L). Biasanya, konsentrasi kalium dinormalisasi dalam 1 jam, dengan jangka waktu tersebut sebagian perilaku normal juga telah dipulihkan, penetralan toksisitas secara tuntas terjadi dalam waktu 4 jam.
Daftar Pustaka
Crambert G, Hasler U, Beggah AT, et al. Transport andpharmacological properties of nine different human Na, K-ATPase isozymes. J Biol Chem. 2000;275:1976–1986.
Ferrier G. Digitalis arrhythmias: role of oscillatory after potentials. Prog Cardiovasc Dis. 1977;19:459–474.
Gaughan JP, Furukama S, Jeevanandam V, et al. Sodium/ calcium exchange contributes to contraction and relaxation in failed human ventricular myocytes. Am J Physiol Heart Circ Physiol. 1999;277:H714–H724.
James PF, Grupp IL, Grupp G, et al. Identi cation of a speci c role for the Na,K-ATPase alpha 2 isoform as a regulator of calcium in the heart. Mol Cell. 1999;3:555–563.
Kass RS, Lederer WJ, Tsien RW, Weingart R. Role of calcium ions in transient inward currents and after contractions in- duced by strophanthidin in cardiac Purkinje bres. J Physiol. 1978;281:187–208.
Lechat P, Schmitt H. Interactions between the autonomic nervous system and the cardiovascular effects of ouabain in guinea-pigs. Eur J Pharmacol. 1982;78:21–32.
Matsuda H. Effects of intracellular calcium injection on steady state membrane current in isolated single ventricular cells. Biochem Pharmacol. 1985;34:2343–2346.
Maixent JM, Charlemagne D, de la Chapelle B, Lelievre LG. Two Na,K-ATPase iso enzymes in cardiac myocytes. J Biol Chem. 1987;262:6842–6848.
Smith TW, Braunwald E, Kelly RA. The management of heart failure, p. 464 In Heart Disease, 4th ed. (Braunwald, E., ed.) Saunders, Philadelphia, 1992
Wasserstrom JA, Aistrup GL. Digitalis: new actions for an old drug. Am J Physiol Heart Circ Physiol. 2005;289:H1781–H1793.
1