MAKALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA MEDICATION SAFETY: PEMBERIAN OBAT REBOUND PHENOMENON
Disusun Oleh:
Dimas Dwi Nugroho Grita Cyntia Dewi
(P27820714003) (P27820714003) (P27820714008) (P27820714008)
Deffy Allif Umami Huda
(P27820714013) (P27820714013)
Aravika Nur Hariadi
(P27820714018) (P27820714018)
Ichtyar Rizki Zerniansyah
(P27820714019) (P27820714019)
Fenika Nikmatul Rizky
(P27820714026) (P27820714026)
Sinta Diani Rohmah
(P27820714031) (P27820714031)
PRODI DIV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT JURUSAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA TAHUN AKADEMIK 2015-2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia Nya kami ka mi dapat menyusun makalah ini yang berjudul “Makalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja: Medication Safety Pemberian Obat Rebound Phenomenon”. Phenomenon”. Dalam proses penyusunan makalah ini, penyusun mengalami banyak permasalahan. Namun berkat arahan dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penyusun mengucapkan terima kasih kepada Pembimbing Keperawatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja, yang telah membimbing kami dalam proses penyusunan makalah ini. Penyusun menyadari makalah ini masih belum sempurna, baik dari isi maupun sistematika penulisannya, maka dari itu penyusun berterima kasih apabila ada kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat dapat bermanfaat bagi rekan-rekan seperjuangan khususnya Program Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) nantinya. nantinya.
Surabaya, 09 Mei 2016
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .......................................... ................................................................. ............................................. .................................. ............ i Daftar Isi .......................................... ................................................................. ............................................. ............................................. ....................... ii BAB I PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang ............................................. ................................................................... ............................................ ........................ 1
II.
Rumusan Masalah ........................................... ................................................................. .......................................... .................... 2
III.
Tujuan............................................ .................................................................. ............................................ ...................................... ................ 2
BAB II PEMBAHASAN MEDICATION SAFETY ......................................... ............................................................... .......................................... .................... 3 OBAT DENGAN REBOUND PHENOMENON
I.
Hipno-Sedative............................................. ................................................................... ............................................ ........................ 6
II.
Anti-Hipertensi ............................................. ................................................................... ............................................ ........................ 16
BAB III PENUTUP
I.
Kesimpulan .......................................... ................................................................ ............................................ ............................... ......... 39
II.
Saran .......................................... ................................................................ ............................................ .......................................... .................... 39
DAFTARPUSTAKA
ii
BAB I PENDAHULUAN I.
Latar Belakang
Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembukaan UUD 1945. Pembangunan kesehatan
diarahkan
guna
tercapainya
kesadaran,
kemauan,
dan
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan kesehatan yang menyangkut upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, harus dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan serta dilaksanakan bersama-sama oleh pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat. Peran aktif masyarakat harus sejalan dengan
kebijakan
pemerintah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar tidak terjadi benturan antar kepentingan atau penyimpangan yang menghambat jalannya pembangunan. Medication error merupakan merupakan ancaman yang serius bagi keselamatan dan kesehatan publik. Sebagai contoh, angka kejadian tersebut sangat tinggi di Amerika Serikat, pada tahun 1999 ditemukan 44.000 – 98.000 pasien meninggal akibat kesalahan pengobatan sehingga pada tahun 2004 – 2006 2006 secara bertahap, Food bertahap, Food and Drugs Administration (FDA) USA mewajibkan sistem barcode pada semua jenis pengobatan dan biologis yang diharapkan dapat mencegah sebanyak 500.000 angka kesalahan pengobatan sepanjang 20 tahun ke depan dan menghemat biaya sebesar kurang lebih 93 miliar dolar. Sedangkan angka kejadian kesalahan pengobatan di Indonesia tidak terdata secara jelas dikarenakan kejadian tersebut lebih banyak ditutuptutupi, namun berdasar studi awal Lestari. Y pada bulan Januari hingga Agustus 2009 di salah satu RS swasta di Kudus didapatkan data bahwa sebanyak 30% obat yang diberikan tidak didokumentasikan, 15% obat diberikan dengan cara yang tidak tepat, 23% obat diberikan dengan waktu yang tidak tepat , 2% obat tidak diberikan, dan 12% obat diberikan dengan dosis yang tidak tepat.
1
Maka dari itu, kita sebagai tenaga kesehatan yang professional dan kompeten, harus bisa mengatasi medication error dengan cara melakukan medication safety. II.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan medication safety? 2. Apa yang dimaksud dengan Rebound phenomenon? 3. Apa saja yang termasuk dalam obat hipno-sedative dan apa saja efek sampingnya? 4. Apa saja yang termasuk obat antihipertensi dan bagaimana cara pemberiannya? III.
Tujuan
1. Mengetahui definisi dari medication error 2. Mengetahui definisi Rebound Phenomenon 3. Mengetahui jenis-jenis obat hipno-sedative dan efek yang ditimbulkan 4. Mengetahui jenis-jenis obat yang termasuk obat antihipertensi dan cara pemberiannya
2
BAB II PEMBAHASAN MEDICATION SAFETY
Medication error dapat terjadi pada tahap 1. Prescribing 2. Transcribing 3. Dispensing 4. Administering / monitering Kesalahan Pemberian obat -
Memberi obat yang salah atau
-
Memberi obat yang benar pada waktu
-
Memberi obat yang benar pada rute yang salah, dll. Perawat Mampu Mengelola, mengontrol dan memberikan obat secara aman (safet y). Sebelum
memberikan obat ke pasien, perawat harus mengetahui secara pasti tentang: a. Nama obat b. Golongan obat c. Efek yang diinginkan & mekanisme aksi d. Efek samping e. Efek yang merugikan f.
Efek toksikinteraksi
g. Kontraindikasi & tindakan pencegahannya h. Regimen dosis & rute pemberian i.
Data farmakokinetika Faktor penyebab kesalahan pemberian obat
a. Kurang menginterpretasikan dengan tepat resep obat yang dibutuhkan Perawat juga sering tidak bertanggung jawab untuk melakukan interpretasi yang tepat terhadap order obat yang diberikan. Saat order obat yang
3
dituliskan tidak dapat dibaca, maka dapat terjadi kesalahan interpretasi terhadap order obat yang akan diberikan. b. Kurang tepat dalam menghitung dosisi obat yang akan diberikan Dosis merupakan faktor penting, baik kekurangan tau kelebihan obat dapat menyebabkan dan bisa membahayakan, sehingga perhitungan dosis yang kurang tepat dapat membahayakan klien c. Kurang tepat mengetahui dan memahami prinsip enam benar Dalam memberikan pengobatan, sebagai perawat dapat melakukan kesalahan yang fatal, hal tersebut bisa terjadi apabila kurang mengetahui dan memahami prinsip enam benar yang tepat: TEPAT OBAT, TEPAT DOSIS, TEPAT WAKTU, TEPAT PASIEN, TEPAT CARA PEMBERIAN, TEPAT DOKUMENTASI.
Prinsip enam benar: 1. TEPAT OBAT -
Mengecek program terapi pengobatan dari dokter
-
Menanyakan ada tidaknya alergi obat
-
Menanyakan keluhan pasien sebelum dan setelah memberikan obat
-
Mengecek label obat
-
Mengetahui reaksi obat
-
Mengetahui efek samping obat
-
Hanya memberika obat yang disiapkan oleh diri sendiri
2. TEPAT DOSIS -
Mengecek program terapi pengobatan dari dokter
-
Mengecek hasil hitungan dosis dengan perawat lain
-
Mencampur/mengoplos obat
3. TEPAT WAKTU -
Mengecek program terapi pengobatan dari dokter
-
Mengecek tanggal kadaluarsa obat
-
Memberikan obat dalam rentang waktu yang telah ditetapkan
4. TEPAT PASIEN -
Mengecek program terapi pengobatan dari dokter
-
Memanggil nama pasien yang akan diberikan obat
4
-
Mengecek identitas pasien pada papan/card inde di tempat tidur pasien
5. TEPAT CARA PEMBERIAN -
Mengecek program terapi pengobatan dari dokter
-
Mengecek cara pemberian pada label/kemasan obat
6. TEPAT DOKUMENTASI -
Mengecek program terapi pengobatan dari dokter
-
Mencatat nama pasien, nama obat, dosis, cara, dan waktu pemberian obat
Cara mencegah kesalahan pemberian obat a. Baca label obat dengan teliti. Banyak produk tersedia dalam kotak, warna dan bentuk yang sama b. Pertanyakan pemberian banyak tablet atau vial untuk dosis tunggal. Kebanyakan dosis terdiri dari satu atau dua tablet atau kapsul atau satu vial dosis tunggal. Interpretasi yang salah terhadap program obat dapat mengakibatkan pemberian dosis tinggi yang berlebihan c. Waspada obat-obatan bernama sama. Banyak nama obat yang terdengar sama (misalnya digoxin dan digotoxin). d. Cermati angka belakang koma. Beberapa obat tersedia dalam jumlah yang merupakan perkalian satu sama lain (contoh:tablet Coumadin dalam tablet 2,5 dan 25 mg) e. Pertanyakan peningkatan dosis yang tiba-tiba dan berlebihan. Kebanyakan dosis di programkan secara bertahap supaya dokter dapat memantau efek terapuetik dan responnya f.
Ketika suatu obat baru atau obat yang tidak lazim di programkan, konsultasikan kepada sumbernya. Jika dokter tidak lazim dengan obat tersebut naka resiko pemberian dosis yang tidak akurat menjadi lebih besar.
g. Jangan beri obat yang diprogramkan dengan nama pendek atau singkatan yang tidak resmi. Banyak dokter menggunakan nama pendek atau singkatan tidak resmi untuk obat yang sering diprogramkan. Apabila perawat atau ahli farmasi tidak mengenal singkatan tersebut obat yang diberikan atau dikeluarkan bisa salah
5
h. Jangan berupaya menguraikan dan mengartikan tulisan yang tidak dibaca. Apabila ragu tanya ke dokter, kesempatan terjadinya interpretasi, kecuali perawat mempertanyakan program obat yang sulit di baca i.
Kenali klien yang memiliki nama sama juga minta klien untuk menyebutkan nama lengkapnya, cermati nama yang tertera pada tanda pengenalan
j.
Sering kali satu atau dua klien memiliki nama akhir yang sama atau mirip label khusus pada buku, obat dapat memberi peringatan tentang peringatan masalah yang potensial
k. Cermati ekuivalen. Saat tergesa-gesa salah baca ekuivalen mudah terjadi. Contoh:dibaca milligram padahal militer OBAT DENGAN REBOUND PHENOMENON
Rebound efek atau rebound phenomenon adalah kondisi emergency atau reemergency yang disebabkan karena pengehentian pemberian atau penurunan dosis pada obat tertentu. Pada kasus re-emergency, gejala yang ditimbulkan lebih parah dari pada saat pengobatan. I.
HIPNO-SEDATIVE 1. Pendahuluan
Hipnotik sedative merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP) yang relative tidak selektif, mulai dari ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anastesi, koma dan mati, bergantung pada dosis. Pada dosis terapi, obat sedative menekan aktivitas,
menurunkan
respons
terhadap
rangsangan
emosi
dan
menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis. Beberapa
obat
hipnotik
dan
sedative,
terutama
golongan
benzodiazepine digunakan juga untuk indikasi lain, yaitu sebagai pelemas otot, antiepilepsi, antiansietas (anticemas) dan sebagai penginduksi anesthesia.
6
2. Benzodiazepin
Efek benzodiazepine hampir semua merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP dengan efek utama: sedasi, hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot dan antikonvulsi. Hanya dua efek saja yang merupakan kerja golongan ini pada jaringan perifer: vasodilatasi coroner setelah pemberian dosis terapi benzodiazepine tertentu secara IV, dan blockade neuromuscular yang hanya terjadi pada pemberian dosis sangat tinggi.
Efek Samping
Benzodiazepine dengan dosis hipnotik pada saat mencapai kadar plasma puncaknya dapat menimbulkan efek samping sebagai berikut:light headedness, lassitude, lambat bereaksi, inkoordinasi motoric, ataksia, gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan coordinator berpikir, bingung, disatria, amnesia anterograde, mulut kering dan rasa pahit. Kemampuan berpikir sedikit kurang dipengaruhi dibandingkan dengan penampilan gerak. Semua efek tersebut sangat mempengaruhi keterampilan mengemudi dan kemampuan psikomotor lainnya. Interaksi dengan etanol dapat menimbulkan depresi berat. Efek residual terlihat beberapa benzodiazepine dengan dosis hipnotik. Misalnya pemberian flurazepam 30 mg setiap malam dua hari, menimbulkan efek residual yang menyerupai efek akut alcohol dengan kadar darah 100 mg/dl, kadar yang resmi dianggap menimbulkan keracunan. Pada keadaan yang sama, temazepam dosis 20 mg tidak menimbulkan efek residual berarti. Efek esidual ini berhubungan dengan dosis obta. Intensitas dan insidens intoksikasi SSP umumnya meningkat sesuai dengan usia penderita, farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Efek samping lainnya adalah badan lemah, sakit kepala, pandangan kabur, vertigo, mual-muntah, diare, sakit sendi, sakit dada
dan
beberapa
Benzodiazepine
penderita
dengan
efek
dapat
terjadi
antikonvulsi
inkontinensia. kadang-kadang
meningkatkan frekuensi bangkitan pada penderita epilepsy.
7
Benzodiazepine dapat menyebabkan efek psikologik paradox. Mimpi buruk sering terjadi dengan pemberian nitrazepam dan kafdang-kadang terjadi dengan flurazepam, terutama pada minggu pertama
penggunaan
menyebabkan takikardia
obat.
Flurazepam
garrulousness,
ansietas,
berkeringat,
walaupun
dan
kadang-kadang
mudah
tersinggung,
penyalahgunaan
dan
ketergantungan terhadap benzodiazepine jarang terjadi, namun efek samping serta efeknya pada penggunaan secara kronik kronik perlu diperhatikan. Ketergantungan ringan sudah dapat terjadi pada banyak penderita yang menggunakan benzodiazepine dosis terapi secara teratur untuk waktu lama. Gejala putus obat dapat berupa makin hebatnya kelainan semula yang diobati misalnya insomnia dan ansietas, berkeringat, mudah tersinggung, mimpi buruk, anoreksia.. Penghentian pengobatan sebaiknya dilakukan secara bertahap.
Pada
umumnya
selama
pengobatan
dengan
benzodiazepine penderita jarang menaikkan dosis tanpa instruksi dari dokternya. Namun pada sebagian kecil penderita (dengan kebiasaan
penyalahgunaan
obat
atau
alcohol),
penghentian
benzodiazepine dapat menimbulkan ketergantungan obat.
Indikasi
Benzodiazepin
digunakan
untuk
mengobati
insomnia,
ansietas, kaku otot, medikasi preanastesi, dan anastesi.
3. Barbiturat
Mekanisme Kerja 1) SSP Barbiturate memperlihatkan beberapa efek yang berbeda
pada eksitasi dan inhalasi transmisi sinaptik 2) Susunan Saraf Perifer
Barbiturat secara selektif menekan transmis ganglia otonom dan me- raduksi eksitasi nikotinik oleh ester kolin. Efek Ini teriihat dengan turunnya tekanan darah setelah pemberian oksibarbituratt IV dan pada intoksikasi berat. Pada sambungan saraf otot skelet,
8
barbiturat
ternyata
menambah
efek
tubokurarln
dan
dekamatonium yang diberikan selama anestesia. 3) Pernapasan
Barbiturat menyebabkan depresi napas yang sebanding dengan besarnya dosls. Pemberian barbiturat dosis sedatif hampir Udak berpengaruh tarhadap pernapasan, sedangkan dosls hipnotik oral menyebabkan pengurangan frekuensi dan amplitudo napas, ventilasi alveol sedikit berku- rang, sesual dengan keadaan tidur fisloiogls. Pemberian oral dosls barbiturat yang sangat tinggi atau suntikan IV yang tarialu cepat menyebabkan depresi napas lebih berat. Pada orang yang sedang barada dlbawah pengaruh aikohoi, depresi napas |adl lebih berat karena afak sinergisme. Parnapasan dapat terganggu karena: pengaruh langsung barbiturat tarhadap pusat napas, edema paru akibat barbiturat kerja sangat singkat, pneumonia hipostatik, terutama akibat barbiturat karja panjang. 4) Sistim Kardiovaskular
Barbiturat dosis hipnotik tidak memberikan efak nyata terhadap slstem kardiovaskular. Frekuensi nadi dan tensi sedikit me nurun akibat sadasi yang ditimbulkan bariturat. Pemberian barbiturat dosis terapi IV secara cepat dapat menyebabkan tekanan darah turun secara mendadak, meskipun hanya selintas. Efek kardiovaskular pada intoksikasi barbiturat sebagian besar disebabkan oteh hipoksia sekunder akibat deprei napas. Setain itu. dosls tinggi barbiturat menyebabkan depresl pusat vasomotor diikuti vasodilatasi perifer sehingga terjadi hipotensi. Barilturat dosis sangat tinggi berpengaruh langsung terhadap ka pilar sehingga menyebabkan syok kardiovaskular. 5) Saluran Cerna
Oksibarbiturat cencerung menurunkan tonus otot usus dan amplitudo gerakan kontraksinya. Pusat kerjanya sebagian di perifer dan sebagian dipusat bergantung kepada dosisnya. Dosis
9
hipnotik tidak memperpanjang waktu pe ngosongan lambung pada manusia. Gejala saluran cema (muntah, diare) dapat dlhilangkan oleh dosis sedasi barbiturat. efek barbiturat Ini sebagian besar disebabkan oleh depresi secara sentral. Barbiturat menaikkan kadar enzlm, protein dan lemak pada retikuloendoplasmlk hati. Indukil enzim Ini menaikkan kacepatan metabolisme bebe- rapa obat dan zat endogan termasuk hormon steroid, kolesterol, gar am empedu, vitamin K dan D.
Intoksikasi
Intoksikasi barbiturate dapat terjadi karena percobaan bunuh diri, kelalaian, kecelakaan pada amak-anak atau penyalahgunaan obat. Dosis letal barbituraat sangat bervariasi, bergantung pada banyak faktor. Keracunan berat umumnya terjadi bila lebih dari 10 kali dosis hipnotik dimakan sekaligus. Dosis fatal fenobarbital adalah 6-10 g, sedangkan amobarbital, sekobarbitak dan pentobarbital adalah 2-3 g. kadar plasma letal terendah yang diketemukan adalah 60 mcg/ml bagi fenobarbital, dan 10 mcg/ml bagi barbiturate dengan efek singkat, misalnya amobarbital dan pentobarbital. Kader tersebut akan lebih rendah bila barbiturate diminum bersama-sama dengan depresan lain atau alcohol. Gejala simtomatik keracunan barbiturate ditunjukkan terutama terhadap system SSP dan kardiovaskular. Pengobatan intoksikasi barbiturate akut dapat diatasi secara optimal dengan pengobatan simptomatik suportif yang umum. Pada keracunan barbiturate akut yang berat, syok merupakan ancaman utama.
Indikasi
Penggunaan barbiturate sebagai hipnotik-sedatif telah menurun secara nyata karena efek terhadap SSP kurang spesifik, barbiturate memiliki
indeks
terapi
yang
lebih
rendah
dibandingkan
benzodiazepine. Toleransi terjadi lebih sering dari benzodiazepine, kecenderungan disalahgunakan lebih besar, dan banyak interaksi obat. Barbiturate secara luas telah digantikan oleh benzodiazepine dan
10
senyawa lain untuk sedasi siang hari. Barbiturate digunakan juga pada narkoanalisis dan narkoterapi di klinik psikiatri. Fenobarbital digunakan untuk mengobati hyperbilirubinemia dan kernicterus pada neonates, karena penggunaannya dapat menaikkan glukuroniltransferase hati dan ikatan bilirubin Y protein. Efek fenobarbital pada metabolism dan ekskresi garam empedu telah dipakai untuk pengobatan kasus kolestasis tertentu
Kontraindikasi
Barbiturate tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturate, penyakit hati, ginjal atau hati, hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturate juga tidak boleh diberikan kepada penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah kebingungan di malam hari yang terjadi pada penderita usia lanjut.
6) Hipnotik-Sedatif Lain 1) Kloralhidrat
Kloralhidrat [CCl3CH(OH)2] ialah derivate monohidrat dari kloral (2,2,2-tri kloroasetaldehid). Metabolitnya, trikloroetanol juga adalah hipnotik yang efektfif. Kloral sendiri berupa minyak, tetapi hidratnya merupakan Kristal yang menguap secara lambat di udara dan larut dalam minyak, air dan alcohol. Kloralhidrat sangat mengiritasi kulit dan membrane mukosa. Efek samping saluran cerna akan timbul nila kloralhidrat diberikan tanpa pengenceran dan dalam keadaan lambung yang kosong. Kloralhidrat sedikit memiliki efek analgetik, gejala eksitasi dan delirium dapat ditimbulkan oleh adanya rasa nyeri. Obat ini tidak dapat digunakan sebagai anastesi umum karena jarak keamanannya terlalu sempit. Pada dosisi terapi, kloralhidrat hanya sedikit mempengaruhi pernapsan dan TD.
Distribusi dan nasib
11
Kloralhidrat dan trikloroetanol di distribusikan secara luas ke seluruh tubuh. Kloralhidrat direduksi menjadi trikloroetanol oleh enzim alcohol dehydrogenase di hati. Etanol meningkatkan reaksi reduksi ini. Trikloroetanol terutama dikonjugasi oleh as am glukuronat dan hasilnya disekresikan sebagian besar lewat urin. Waktu paruh trikloroetanol berkisar antara 4-12 jam.
Efek Samping
Kloralhidrat menyebabkan rasa isitasi yang tidak enak, nyeri epigastric, mual kadang-kadang muntah. Efek SSP yang tidak diinginkan meliputi pusing, lesu, ataksia dan mimpi buruk. Hangover , mungkin saja terjadi. Idiosinkrasi berupa gejala disorientasi dan tingkah laku paranoid. Reaksi alergi, termasuk eritema, urtikaria dan dermatitis, eosinophilia dan leukopenia dapat juga terjadi.
Indikasi dan Kontraindikasi
Peroral digunkan sebagai medikasi preanastetik dan reaksi putus
obat
(morfin,
barbiturate,
alcohol).
Kloralhidrat
dikontraindikasikan pada penderita dengan kerusakan ginjal atau hati, penyakit jantung dan gastritis.
Intoksikasi Akut
Dosis toksik per oral dewasa adalah kira-kira 10 g. Intoksikasi Kloralhidrat mirip intoksikasi barbiturate, diatasi secara simptomatik dan suportif. Bila keracunan dapat teratasi, mungkin timbul icterus atau albuminuria sebagai efek toksik Kloralhidrat terhadap hati dan ginjal.
Penyalahgunaan dan Ketergantungan
Kebiasaan penggunaan Kloralhidrat dapat mengakibatkan toleransi, ketergantungan fisik dan adiksi. Penghentian obat secara tiba-tiba dapat mengakibatkan delirium dan kejang yang sering mengakibatkan fatal.
12
Posologi
Dosis hipnotik Kloralhidrat adalah 0,5-1,0 g dengan dosis maksimal 2,0 g. Untuk mengurangi iritasi lambung, obat diberikan dalam bentuk larutan dengan air atau sari buah. 2) Etklorvinol
Etklorvinol merupakan hipntoik sedative dengan mula kerja cepat dan lama kerja yang singkat.
Efek Farmakologi
Etklorvinol
selain
berefek
hipnotik
sedative,
juga
merelaksasikan otot dan antikonvulsi. Efek terhadap SSP sangat mirip barbiturate kerja singkat.
Efek Samping, Intoksikasi dan Penyalahgunaan
Efek samping yang paling umum adalah pusing, mula, muntah, hipotensidan rasa kebal (numbness) di daerah muka. Hangover ringan. Obat ini tidak dianjurkan diberikan bersamasama dengan antidepresan lain, sebab dapat menyebabkan delirium. Dosis letal berkisar antara 10-25 g, namun dosis ini akan lebih kecil bila ada etanol. Intoksikasi akut dan penanganan keracunan etklorvinol menyerupai barbiturate. Penggunaan kronik obat ini menyebabkan toleransi dan ketergantungan fisik. Gejala putus obat akan menyerupai delirium tremens dan kadang-kadang diduga suatu reaksi schizofren, akan sangat berat pada penderita usia lanjut. 3) Glutetimid
Glutetimid tidak lagi dianjurkan sebagai hipnotik-sedatif, karena sifatnya menyerupai barbiturate tetapi pada keracunan akut lebih sulit diatasinya. 4) Metiprilon
Waktu paruh obat ini adalah 4 jam, tapi akan lebih lama pada keadaan
intoksikasi.
Metiprilon
13
merangsang
system
enzim
microsomal di hati dan enzim delta-ALA sintetase; harus dihindari pemakaiannya pada penderita porifiria intermitens.
Efek Samping
Obat ini jarang menimbulkan efek samping. Bila terjadi, efek yang timbul dapat berupa hangover , gangguan saluran cerna, erupsi kulit (rash) dan eksitasi idiosinkratik. Gejala intoksikasi serta cara mengatasinya menyerupai barbiturate. 5) Meprobamat
Meprobamat mendpresi SSP secara luas, namun tidak dapat menimbulkan anastesia umum. Obat ini dapat merelaksasi otot tapi pada dosis terapi efeknya sangat kecil. Pada penderita nyeri tulang-otot dapat memberikan efek analgesic ringan, dan dapat menaikkan efek obat analgetik yang lain.
Efek samping dan Intoksikasi
Pada dosis sedative, efek samping utama adalah kantuk dan ataksia. Dosis tunggal 400 mg hanya sedikit mempengaruhi uji psikometrik, namun pada dosis yang lebih besar menyebabkan kegagalan koordinasi belajar dan bergerak, dan memperlambat waktu reaksi. Meprobamat meningkatkan efek depresi depresan SSP lain. Gejala efek samping lainnya yang mungkin timbul antara lain: hipotensi, alergi pada kulit, pur-pura nontrombositopenik akut, angioedema dan bronkospasme. Gejala putus obat dapat terjadi bila pemberian obat dihentikan secara mendadak setelah pengobatan selama beberapa minggu dengan dosis lebih besar dari 2,4 g/hari. Gejala yang timbul meliputi ansietas, insomnia, tremor, gangguan saluran cerna, dan seringkali terjadi halusinasi; kejang umum terjadi pada kira-kira 10% kasus. Takar lajak ringan dengan meprobamat (kadar plasma 30100 mcg/ml) dapat menimbulkan vertigo, ataksia, stupor dan pingsan. Kadar plasma 100-200 mcg.ml meneybabkan koma,
14
hipotensi, depresi napas, syok, edema paru dan gagal jantung. Dosis letal umunya lebih besar dari 36 g dan menghasilkan kadar plasma di atas 200 mcg.ml. Pengobatan overdosis tersebut pada prinsipnya sama seperti pada barbiturate. Indikasi
Obat ini diindikasikan sebagai antiansietas. Digunakan juga sebagai hipnotik bagi penderita insomnia usia lanjut. 6) Paraldehid
Paraldehid memiliki bau aromatic yangtidak enak, mengiritasi mukosa dan jaringan. Paraldehid adalah hipnotik yang bekerja cepat.
Efek Samping dan Intoksikasi
Dosis letal obat ini berkisar antara 25-150 g. Penderita yang keracunan obat ini memperlihatkan gerak pernapasan cepat. Pada kasus intoksikasi akut serta kronik yang berat terlihat gejala asidosis, perdarahan lambung, iritabilitas otot, oliguria,
albuminuria,
leukositosis,
hepatitis,
nefrosis,
perdarahan paru-paru, edema, dan dilatasi ventrikel. Intoksikasi kronik mengakibatkan toleransi dan ketergantungan. Gejala yang timbul menyerupai ketergantungan alcohol, berupa delirium tremens dan halusinasi.
Indikasi
Paraldehid telah digunakan terutama untuk pengobatan keadaan abstinensia dan keadaan psikiatri yang ditandai gejala eksitasi, dan bagi pengobatan gawat darurat keadaan konvulsi. Penggunaan yang paling lama adalah pada pengobatan delirium tremens. 7) Etinamat
Obat ini memiliki mula kerja yang cepat dengan lama kerja yang singkat. Dimetabolisme sebagian di hati. Metabolitnya dikonjugasi dengan asam glukuronat dan diekskresikan lewat urin.
15
Efek samping obat ini meliputi mual, kadang-kadang muntah, sesekali terjadi erupsi kulit, dan eksitasi isiosinkratik. Jarang sekali timbul demam dan trombositopenia. Dosis letal belum diketahui, pernah dilaporkan kematian terjadi dengan dosis 15 g. Ketergantungan obat dapat terjadi pada penggunaan jangka lama.
II.
ANTIHIPERTENSI 1. Pendahuluan
Tekanan darah (TD) ditentukan oleh 2 faktor utama yaitu curah jantung dan resistensi perifer. Pengaturan TD disominasi oleh tonus simpatis yang menentukan frekuensi denyut jantung, kontraktifitas miokard dan tonus pembuluh darah arteri maupun vena; system parasimpatis hanya ikut mempengaruhi frekuensi denyut jantung. SIstem simpatis juga mengaktifkan system renin-angiotensin-aldosteron (RAA) melalui peningkatan sekresi renin. Homeostasis TD dipertahankan oleh refleks baroreseptor sebagai mekanisme kompensasi yang terjadi seketika, dan oleh system RAA sebagai mekanisme kompensasi yang berlangsung lebih lambat. Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas akibat TD tinggi. Ini berarti TD harus diturunkan serendah mungkin yang tidak mengganggu fungsi ginjal, otak, jantung, maupun kulitas hidup, sambil dilakukan pengendalian faktor-faktor resiko kardiovaskuler lainnnya. Pada umumnya, sasaran TD pada penderita muda adalah <140/90 mmHg (sampai 130/80 mmHg), se dangkan pada penderita usia lanjut sampai umur 80 tahun < 160/90 mmHg (sampai 145 mmHg sistolik bila dapat ditoleransi). AH lebih efektif untuk mengurangi insidens stroke dan gagal jantung dibandingkan PJK, maka pengobatan hipertensi menyebabkan terjadinya pergeseran dalam penyebab kematian diantara penderita hipertensi, dulu paling banyak gagal jantung sekarang PJK.
16
Kurang efektifnya AH untuk menurunkan insidens PJK mungkin disebabkan: (1) sebagai komplikasi arterosklerotik, banyak faktor lain ikut berperan; (2) pengobatan tidak cukup dini dan tidak cukup panjang untuk dapat menghambat proses atelosklerotik; (3) AH yang digunakan di masa lalu, diuretic atau β-bloker dalam dosis besar, menimbulkan efek samping metabolic yang meningkatkan resiko coroner; (4) penurunan TD yang berlebihan pada penderita dengan kelainan coroner akan meningkatkan kembali kejadian coroner; dan (5) ketidakpatuhan penderita pada pengobatan. 2. Terapi Farmakologi
Pada prinsipnya, pengobatan hipertensi dilakukan secara bertahap:
Modifikasi pola hidup:
1)Penurunan BB 2)Aktivitas fisik teratur 3)Pembatasan garam dan alcohol 4)Berhenti merokokv
Respon cukup
Respon kurang
Lanjutkan Modifikasi pola hidup Pilihan AH tahap pertama:
- Diuretik atau β-bloker - Penghambat ACE, ANtagonis kalsium, α bloker, α,β-bloker
Respon cukup
Respon kurang/parsial
Tingkatkan dosis obat
Tambahkan obat ke-2 dr golongan lain
17
Respon Kecil
Ganti dg obat dr golongan lain
Respon belum cukup
Tambahkan obat ke-2 atau ke-3 dr golongan lain dan/atau diuretik
3. Berbagai Antihipertensi (AH) Oral dengan Dosis dan Sediaannya Dosis AH (mg/hari) Jenis Obat
Awal
Maksimal
Frekuensi
Sediaan
Pemberian
A. AH Tahap Pertama 1. Diuretik a. Diuretik
Tiazid
dan
sejenisnya
-
Hidroklorotiazid
12,5
25
1x
Tablet 25 mg; 50 mg
-
Klortalidon
12,5
25
1x
Tablet 50 mg
-
Bendroflumetiazid
2,5
5
1x
Tablet 5 mg
-
Indapamid
1,25
2,5
1x
Tablet 2,5 mg
-
Xipamid
10
20
1x
Tablet 20 mg
- Biasa
20 (1x)
80
2x
Tablet 40 mg
- Lepas lambat
30 (1x)
60
2x
Kapsul 30 mg
b. Diuretik kuat
-
Furosemid:
c. Diuretik hemat kalium
-
Amilorid
5 (1x)
10
1-2x
Tablet 5 mg
-
Spironolakton
25 (1x)
100
1-2x
Tablet 25 mg; 100mg
200 (1x)
800
2x
2. β-Bloker a. Kardioselektif
-
Asebutolol
18
Kapsul 200mg, Tb 400mg
-
Atenolol
25
100
1x
Tablet 50 mg, 100mg
-
Bisoprolol
5
10
1x
Tablet 5 mg
-
Metoprolol: 50 (1x)
200
1-2x
100
200
1x
Tablet 100mg
-
Biasa
-
Lepas lambat
Tablet 50mg; 100 mg
b. Nonselektif
-
Alprenolol
100
200
2x
Tablet 50mg
-
Karteolol
2,5
10
2-3x
Tablet 5mg
20
160
1x
Tablet 40mg;80mg
- Nadolol -
Oksprenolol: -
Biasa
80
320
2x
Tablet 40mg; 80mg
-
Lepas lambat
80
320
1x
Tablet 80mg; 160mg
5 (1x)
40
2x
Tablet 5mg; 10mg
-
Pindolol
-
Propranolol
40
160
2x
Tablet 10mg; 40mg
-
Timolol
20
40
2x
Tablet 10mg; 20mg
1-2
4
1x
Tablet 1mg;2 mg
3. α-Bloker
-
Doxazosin
-
Prazosin
0,5 (1x)-1
4
2x
Tablet 1mg; 2mg
-
Terazosin
1-2
4
1x
Tablet 1mg; 2mg
-
Bunazosin
1,5
3
3x
Tablet 0,5mg; 1mg
100
300
2x
Tablet 100mg
Alfa, Beta bloker
-
Labetolol
4. ACEI
-
Kaptopril
25
100
2x
Tablet 12,5;2,5;50 mg
-
Lisinopril
5
20
1x
Tablet 5mg; 10; 20mg
-
Enalapril
5
40
1-2x
-
Benazepril
10 (1x)
20
2x
Tablet 10mg
-
Delapril
15
60
2x
Tablet 15mg
-
Fosinopril
10
40
1x
Tablet 10mg
-
Kuinapril
5 (1x)
40
2x
Tablet 5;10;20mg
19
Tablet 5;10 mg
-
Perindopril
2
8
1x
Tablet 4mg
-
Ramipril
1,25
5
1x
Kapsul 1,25;2,5;5 mg
-
SIlazepril
1,25-2,5
5
1x
Tablet 2,5mg
-
Verapamil
80
320
2x
Tablet 80mg
-
Diltiazem:
5. CA
-
Biasa
90
360
3x
Tablet 30;60mg
-
Lepas lambat
180
360
2x
Tablet 90;180mg
30
3x
Tablet5;10mg
- Nifedipin:
15
- biasa -
Retard
20
40
2x
Tablet 10;20mg
-
Oros
30
30
1x
Tablet 30mg
-
Amlodipin
2,5
7,5
1x
Tablet 5mg
-
Felodipin
5
10
1x
Tablet 5;10mg
-
Isradipin
2,5
10
2x
Tablet 2,5mg
- Nikardipin -
Biasa
60
120
3x
Tablet 20mg
-
Lepas lambat
80
160
2x
Tablet 40mg
250
1000
2x
Tablet 125; 250mg
0,075
0,6
2x
Tablet 0,075; 0,15mg
0,5
2
1x
Tablet 1 mg
0,05
0,25
1x
Tablet 0,1; 0,25mg
B. AH Tambahan 1. Adrenolitik senral (α2 Agonis)
-
Metildopa
-
Klonidin
-
Guanfasin
2. Penghambat saraf adrenergic
-
Reserpin
-
Rauwolfia (akar)
25
100
1x
Tablet 50; 100mg
-
Guanetidin
10
50
1x
Tablet 10; 25mg
-
Guanadrel
10
50
2x
Tablet 10;25mg
20
3. Vasodilator langsung
-
Hidralizin
25
100
2-4x
Tablet 25;50mg
-
Minoksidil
2,5
40
1-2x
Tablet 2,5; 10mg
4. Obat Antihipertensi 1) Diuretik
Khasiat
antihipertensi
diuretic
berawal
dari
efeknya
meningkatkan eksresi natrium, klorida, dan air, sehingga mengurangi volume pplasma dan cairan intrasel. TD turun akibat berkurangnya curah jantung, sedangkan resisitensi perifer tidak berubah pada awal terapi. a) Diuretik Tiazid dan Sejenisnya
Efek antihipertensi tiazid berlangsung lebih lama dan terjadi pada dosis yang jauh labeih rendah dari pada efek diuretiknya. Efek hipotensifnya baru terlihat setelah 2-3 hari dan mencapai maksimum setelah 2-4 minggu. Karena itu, peningkatan dosisi tiazid harus dilakukan dengan interval tidak kurang dari 4 minggu.
Efek samping
Tiazid dapat menimbulkan berbagai efek sampng metabolic,
yakni
hypokalemia,
hypomagnesemia,
hyponatremia, hiperkolesterolemia, dan hipertrigliseridemia. Tiazid dapat mencetuskan gout akut. Untuk menghindari efek metabolic ini, tiazid harus digunakan dengan dosis rendah dan dilakukan pengaturan diet.
Hidroklorotiazid
Reaksi Merugikan dan Efek Samping
1. SSP: mengantuk, letargi, pusing, kelemahan 2. KV: Hipotensi 3. Derm: ruam, fotosensitivitas 4. Endo: Hiperglikemia
21
5. C
dan
E:
hypokalemia,
hyponatremia,
alkalosis
hiperkalsemia,
hipokloremik, hipofosfatemia,
hypomagnesemia, dehidrasi, hypovolemia 6. GI: anoreksia, mual, muntah, kram, hepatitis 7. Hemat: diskrasia darah 8. Metab: hiperurisemia, peningkatan lemak 9. MS: kram otot 10. Lain-lain: pankreatitis
Implikasi Keperawatan 1. Pengkajian
-
Pantau TD, asupan dan haluaran, serta timbang BB setiap hari, kaji setiap hari kaki, tungkai, dan daeerah sacrum untuk adanya edema.
-
Kaji pasien untuk adanya anoreksia, mual, muntah, kram oto, paresthesia dan konfusi, terutama bila pasien mendapat glikosida jantung. Pasien yang mendapatkan glikosida jantung memiliki resiko tinggi mengalami toksisitas digitalis karena efek pendeplesi kalium dari diuretic ini
-
Kaji
pasien
untuk
adanya
alergi
terhadap
sulfonamide. -
Pertimbangan tes lab: Pantau elektrolit (terutama
kalium), glukosa darah, dan kadar asam urat serum sebelum dan secara periodic selama terapi -
Dapat menyebabkan peningkatan glukosa serum dan urin pada pasien diabetes.
-
Dapat menyebabkan peningkatan kadar bilirubin, kalsium, dan asam urat serum dan penurunan kadar magnesium, kalium dan natrium serum.
-
Dapat
menyebabkan
kolesterol,
lipoprotein
trigliserida serum.
22
peningkatan densitas
konsentrasi rendah,
dan
2. Diagnosis
-
Kelebihan volume cairan (indikasi)
-
Kekurangan volume cairan (efek samping)
-
Kurang pengetahuan sehubungan dengan program pengobatan (penyuluhan pasien/keluarga)
3. Implementasi
-
Informsi umu: Berikan di pagi hari untuk mencegah terganggunya siklus tidur
-
PO: Dapat diberikan bersama makanan atau susu untuk meminimalkan iritasi lambung. Tablet dapat digerus dan dicampur dengan cairan untuk pasien yang mengalami kesulitan menelan.
-
Jadwal
dosis
intermiten
dapat
dipakai
untuk
pengendalian edema yang kontinu. 4. Penyuluhan Pasien/Keluarga
-
Instruksikan pasien untuk meminum obat ini pada saat yang sama setiap hari. Bila ada dosis yang terlupa, segera minum di saat yang diingat kecuali jika sudah dekat dengan dosis berikutnya. Jangan menggandakan dosis. Anjurkan pasien yang memakai hidroklorotiazid untuk hipertensi agar tetap minum obat ini sekalipun sudah merasa sehat. Obat ini hanya mengendalikan
tetapi
tidak
menyembuhkan
hipertensi -
Anjurkan
pasien
untuk
mematuhi
intervensi
tambahan untuk hipertensi (pengurangan BB, diet rendah natrium, latihan teratur, penghentian rokok, pengurangan konsumsi alcohol dan penatalaksanaan stress) -
Instruksikan pasien untuk memantau BB seminggu sekali dan melaporkan kepada dokter bila terdapat perbedaan yang bermakna. Instruksikan pasien
23
dengan hipertensi mengenai teknik yang benar untuk memantau tekanan darah seminggu sekali. -
Peringatkan pasien untuk melakukan perubahan posisi secara perlahan guna meminimalkan hipotensi ortostatik. Hal ini dapat diprkuat oleh alcohol.
-
Anjurkan pasien untuk menggunakan tabir surya dan pakaian pelindung pada saat berada di bawah matahari untuk menghindari reaksi fotosensitivitas.
-
Instruksikan pasien untuk mengikuti diet tinggi kalium
-
Anjurkan pasien untuk berkonsultasu dengan dokter atau apotekr sebelum emminum alcohol atau obat yang dijual bebas bersama terapi ini.
-
Anjurkan pasien untuk melaporkan kelemahan otot, kram, mual atau pusing kepada dokter.
-
Instruksikan pasien untuk memberitahu dokter atau dokter gigi mengenai program obat ini sebelum dilakukan tindakan atau pembedahan.
-
Tekankan pentingnya pemeriksaan tindak lanjut secara rutin
5. Evaluasi
Efektivitas terapi ditunjukkan dengan: penruunan TD, penibgkatan haluaran urin, dan berkurangnya edema.
b) Diuretik Kuat dan Diuretik Hemat Kalium
Diuretikmkuat, misalnya furosemide, merupakan AH yang
lebih efektif dibandingkan tiazid untuk hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal atau gagal jantung. Mula kerjanya lebih cepat dan efek diuretiknya lebih kuat dari pada tiazid. Penggunaan
diuretic
kuat
sebagai
AH
oral
biasanya
dicadangkan untuk penderita dengan kreatinin serum ≥2,5
24
mg/dl atau gagal jantung. Efek samping diuretic kuat sama halnya
dengan
tiazid,
kecuali
tidak
menyebabkan
hiperkalsemia.
Diuretik
kalium, merupakan
hemat
diuretic
lemah,
penggunaannya terutama dalam kombinasi dengan diuretic lain untuk mencegah atau mengurangi hypokalemia dari diuretic lain.Diuretik hemat kalium dapat menyebabkan hyperkalemia, terutama pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal.
Spironolakton, dalam dosis sampai dengan 100 mg sehari
mempunyai
efek
hipotensif
yang
sebanding
dengan
hidroklorotiazid. Spironolakton merupakan antagonis spesifik dari aldosterone, maka merupakan obat pilihan utama untuk hiperaldosteronisme
primer.
Efek
sampingnya
adalah
ginekomastia, mastodinia, menstruasi tidak teratur, dan berkurangnya lbido pada pria. 2) Penghambat Adrenergik a) Penghambat Adrenoreseptor β (β-Bloker)
Mekanisme kerja β-Bloker sebagai antihipertensi masih belum jelas. Diperkirakan ada beberapa cara: (1) pengurangan denyut jantung dan kontraktilitas miokard menyebabkan curah jantung berkurang. Refleks baroreseptor serta hambatan reseptor β2 vaskular menyebabkan resistensi perifer pada awalnya meningkat. Pada pemberian kronik resistensi perifer menurun, mungkin sebagai penyesuaian terhadap pengurangan curah jantung yang kronik; (2) hambatan pelepasan NE melalui hambatan reseptor β 2 prasinap; (3) hambatan sekresi renin melalui hambatan reseptor β1 di ginjal; dan (4) efek sentral. Secara
umum,
efek
samping
dari
β-Bloker
berupa
bronkospasme, memperburuk gangguan pembuluh darah perifer, rasa lelah, insomnia, eksaserbasi gagal jantung, dan menutupi gejala-gejala
hipoglikemia;
25
juga
hipertrigliseridamia
dan
menurunkan kadar kolesterol HDL;serta mengurangi kemampuan brolah raga. Oleh karena itu, β-Bloker tidak boleh diberikan pada penderita asma, PPOM, gagal jantung dengan disfungsi sistolik, blok jantung derajat 2 dan 3, sick sinus syndrome, dan penyakit vaskuler perifer; serta harus digunakan dengan hati-hati pada penderita diabetes. β-bloker tidak boleh dihentikan mendadak pada penderita dengan PJK. b) Penghambat Adrenoreseptor α (α-Bloker)
Hanya α-Bloker yang selektif memblok adrenoreseptor α 1, yang berguna untuk pengobatan hipertensi. α 1-Bloker menghambat reseptor α1 di pembuluh darah terhadap efek vasokonstriksi NE dan E sehingga terjadi dilatasi arteriol dan vena. Efek samping utama adalah hipotensi ortostatik. Fenomena
dosis pertama adalah hipotensi ortostatik yang simtomatik dan terjadi pada beberapa dosis pertama, tetapi dapat juga terjadi sewaktu peningkatan dosis; yang berat berupa kehilangan kesadaran sepintas; dan yang ringan berupa pusing kepala atau kepala terasa ringan. Fenomena ini terutama terjadi bila dosis awal terlalu besar, pada penderita dengan depresi cairan, penderita usia lanjut, atau yang sedang mengonsumsi AH lainnya. Toleransi terhadap fenomena ini terjadi dengan cepat, mekanismenya tidak diketahui. Untuk mencegah/mengurangi efek samping ini, dosis awal harus kecil dan diberikan sebelum tidur selama beberapa hari, demikian juga peningkatan dosisi harus dilakaukan perlahan-lahan. Pemberian pada lanjut usia, penderita dengan depresi cairan, dan penambahan pada AH lain, harus dilakukan dengan hati-hati. Efek samping lain yang lebih jarang adalah sakit kepala, palpitasi, rasa lelah, edema perifer, hidung tersumbat, nausea, dan lain-lain. c) Adrenolitik Sentral Klonidin. Efek hipotensifnya disertai dengan penurunan
resistensi perifer. Curah jantung mula mula menurun tetapi kembali
26
kenilai awal pada pemberian jangka panjang. Klonidin juga mengurangi denyut jantung, antara lain akibat peningkatan tonus vegal. Klonidin oral biasanya digunakan sebagai obat ke 2 atau ke 3 bila tekanan darah sasaran belum dapat dicapai dengan diuretic sebagai obat pertma atau ke dua. Obat ini juga di gunakan untuk menggantikan peghambat adrenergic lain dalam kombinasi 3 obat dengan diuretic dan vasodilator pada hipertensi yang resisten. Klonidin juga berguna juga berguna untuk hipertensi mendadak. Efek samping yang paling sering adalah mulut kering dan
sedasi. Yang terjadi pada 50% penderita. Tetapi efek ini hilang dalam 2-4 minggu meskipun obat di teruskan. Sampai 10% penderita harus di menghentikan klonidin karena menetapnya sedasi, pusing, mulut kering, mual, konstipasi, atau impotensi. Gejala ortostatik kadang kadang terjadi efek samping sentral termasuk mimpi buruk, imsondia, cemas, dan depresi. Bila di gunakan tunggal klonidin dapat menyebabkan retensi cairan sengingga mengurangi efek hipotensinya. Karena itu, obat ini paling baik digunakan bersama diuretic. Penghentian mendadak dapat menimbulkan reaksi putus obat dengan gejala gejala akibat aktivitas simpatis yang berlebihan ( rasa gugup, sakit kepala, nyeri abdomen, takikardi, dan berkeringat) gejala gejala ini dapat disertai dengan krisis hipertensi( peningkatan TD dengan cepat ke nilai yang sangat tinggi ) dan kadang kadang aritmia ventrikel. Sindrom putus obat ini terutama terjadi pada penderita yang mendapatkan dosis besar( lebih dari 1,2 mg sehari, tetapi juga dilaporkan terjadi pada penderita yang mendapat 0,6 mg klonidin sehari ) atau yang juga menghentikan B-bloker yang diberikan bersama. Sindrom ini biasanya mulai 12-48 jam setelah dosis terakhir. Hipertensi diatas nilai awal dapat bertahan sampai 710 hari. Karena itu, klonidin tidak dapat diberikan pada penderita yang tidak patuh makan obat. Penghentian klonidin harus dilakukan
27
bertahap dalam waktu 1 minggu atau lebih. Meskipun demikian, sindrom putus obat masih dapat terjadi . dalam hal ini klonidin harus dapat diberikan kembali atau diberikan obat lain. d) Guanabenz dan Guanfasin
Sifat sifat termakalogik termasuk efek sampingnya mirip klonidin. Efek anthihipertensi guanabenz mencapai maksimal 2-4 jam setelah pemberian oral dam menghilang 10 jam kemudian. Bioavabilitasnya baik, waktu paruhnya sekitar 6 jam. Dan s ebagian besar obat di metabolism. Guanfasin mempunyai waktu paruh yang relative panjang (14-18 jam ) obat ini di eliminasi terutama melalui ginjal dalam bentuk utuh dan mata bolit. e) Metildopa
Metildopa mengurangi resistensi perifer tanpa banyak mengubah denyut jantung dan curah jantung dan isi secukupnya yang terjadi sekunder terhadap turunnya beban hulu. TD mencapai maksimal 6-8 jam setelah dosis oral. TD turun lebih banyak sewaktu penderita berdiri dari pada berbaring. Hipotensi ortostatik dapat terjadi tetapi tidak seberat yang di timbulkan oleh penghambat saraf adrenelgik. Bila digunakan sendiri obat ini dapat menimbulkan
retensi
cairan
sehingga
kehilangan
efek
hipotensifnya. Keadaan ini disebut toleransi semu . Metil dopa biasanya di tambahkan pada obat ke dua , bila td sasaran belum tercapai pada diuretic saja. Metildopa merupakan pilihan utama untuk pengobatan hipertensi pada kehamilan, absorbs metildopa dari saluran cerna bervariasi dan tidak lengkap. Efek samping yang paling sering adalah sedasi, hipotensi postural, pusing, mulut kering dan sakit kepala. Sedasi seringkali hilang setelah minggu pertama terapi, tetapi dapat terjadi lagi sewaktu dosis di tingkatkan. Efek samping yang lebih serius tetapi lebih jarang adalah anemia hemolitik, trombositopenia leukopenia, hepatitis, dan sindrom seperti lupus. Penghentian metil dopa secara 28
mendadak
dapat
menimbulkan
fenomena
rebound
berupa
peningkatan TD yang mendadak. Bila hal ini terjadi metildopa harus di berikan kembali. f) Penghambat Saraf Adrenergik
RESERVIN DAN ALKALOID RAUWOLVIA Reservin mengurangi mengurangi resistensi periver . denyut jantung dan curah jantung. Hipotensi ortostatik jarang terjadi pada dosis rendah yang sekarang dianjurkan, reserpine biasanya di berikan sebagai obat ke 2, obat ini merupakan antihipertensi yang efektif terutama dalam kombinasi dengan tiazid, untuk pengobatan hipertensi ringan sampai sedang. Diberika 1 kali sehari. Reserpine mempunyai mula kerja yang lambat dan masa kerja yang panjang. Efeksamping dan perhatian . pada dosis terapi yang sekarang di anjurkan ( sampai 0,25 mg sehari ) . efek samping yang lain yang dapat terjadi adalah, bradikardi, mulut kering, diare, mual, muntah, anoreksia, bertambahnya nafsumakan. Hiperasiditas, lambung, mimpi buruk, depresi mental. Respin di kontraindikasikan pada penderita dengan riwayat depresi. Dan bila gejala depresi muncul sewaktu pengobatan dengan respin, obat ini harus segera di hentikan. Guanetidin efek hipo tensif obat ini disebabkan oleh berkurangnya curah jantung (akibat berkurangnya alir balik vena serta kontraktilitas dan denyut jantung ) dan turunnya resistensi perifer. Guanetidin merupakan venadilator yang kuat , sehingga hipotensi orrtostatik yang hebat dan juga hipotensi akibat kegiatan fisik sering terjadi. Obat ini sering menimbulkan diare dan kegagalan ejakulasi. Guanidine dicadangkan untuk kasus kasus hipertensi berat yang tidak responsive terhadap obat obat lain. Tetapi sekarang guanidine jarang di gunakan karena Sukarnya mengatur dosis tanpa menyebabkan hipotensi ortostatik atau diare.
29
g) Penghambat Ganglion
Trimetafan obat ini merupakan satu satunya penghambat ganglion yang masih di gunakan di klinik, kerjanya singkat dan digunakan IV untuk menurunkan TD dengan segera pada beberapa hipertensi darurat, terutama anurisma aorta dissecting yang akut, dan untuk menghasilkan hipotensi terkendali selama di lakukan bedah saraf atau bedah kardiovaskuler sehingga dapat dicegah hilangnya banyak darah .efeksamping yang ditimbulkan adalah paresis usus dan kandung kemih, hipotensi ortostatik, penglihatan kabur, dan mulut kering.
3) Vasodilator a)
Hidralazin
Hidralazin merelaksasikan secara langsung otot polos arteriol dengan
mekanisme
yang
masih
belum
dapat
dipastikan.
Vasodilatasi yang terjadi menimbulkan reaksi kompensasi yang kuat berupa peningkatan denyut dan kontraktilitas jantung, peningkatan renin plasma, dan retensi cairan yang semuanya akan melawan efek hipotensif obat. Hidralazin menurunkan TD diastolic lebih banyak daripada TD sistolik dengan menurunkan resistensi perifer. Oleh karena hidralizin lebih selektif mendilatasi arteriol dari pada vena, maka hipotensi postural jarang terjadi.
Efek samping dan perhatian
Hidralazin menyebabkan retensi natrium dan air bila tidak diberikan bersama diuretic. Sakit kepala dan takikardia sering terjadi bila hidralizin diberikan sendiri dan dapat dikurangi bila dimulai dengan dosis rendah yang ditingkatkan secara perlahan. Hidralazin dapat menyebabkan iskemia miokard pada penderita PJK; hal ini tidak terjadi bila diberikan bersama β-bloker dan diuretic. Hidralizin meningkatkan kecepatan ejeksi ventrikel kiri, maka kontraindikasi pada
30
penderita dengan aneurisma aorta dissecting . Gangguan saluran cerna, muka merah dan rash juga dapat terjadi. Hidralizin dapat menimbulkan sindrom lupus dengan uji antibody antinuclear (ANA) positif, demam, myalgia, arthralgia, splenomegalli, edema, dan sel-sel LE dalam darah perifer. SIndrom ini lebih sering terjadi pada asetilator lambat yang mendapat hidralizin 200 mg sehari atau lebih, dan juga lebih sering terjadi pada wanita. Efek ini biasanya reversible bila obat dihentikan. Hidralizin tidak perlu dihentikan pada penderita dengan uji ANA positif tanpa gejala lupus. Neuropati perifer, diskrasia darah, hepatotoksisitas, dan kolangitis akut dapat terjadi meskipun jarang. Hidralizin parenteral untuk hipertensi darurat dapat menyebabkan takikardia, sakit kepala, muntah, dan memburuknya angina pectoris.
Reaksi Merugikan
1. SSP: sakit kepala, neuropati perifer, pusing,mengantuk 2. KV: takikardia, angina, aritmia, hipotensi ostostatik, edema 3. Derm: ruam 4. C dan E: retensi natrium 5. MS: artritis 6. Neuro: neuropati perifer 7. Lain-lain: sindrom lupus akibat obat
Implikasi Keperawatan 1. Pengkajian
-
Pantau TD dan nadi dengan sering selama penyesuaian dosis awal dan secara periodic selama terapi
-
Pertimbangan tes lab: HSD, elektrolit, prep sel LE,
dan titer antibody antinuklir (ANA) harus dipantau sebelum dan secara periodic selama terapi jangka panjang
31
-
Dapat menyebabkan tes Coomb diarek positif
2. Diagnosis
-
Gangguan perfusi jaringan (indikasi)
-
Kurang pengetahuan sehubungan dengan program pengobatan
-
Ketidakpatuhan (penyuluhan pasien/keluarga)
3. Implementasi
-
Berikan
bersama
makanan
untuk
meningkatkan
absorbs 4. Penyuluhan pada Pasien/Keluarga -
Instruksikan pasien untuk meminum obat ini pada saat yang sama setiap hari.
-
Anjurkan pasien untuk mematuhi intervensi tambahan untuk hipertensi (pengurangan BB, diet rendah natrium,
latihan
teratur,
penghentian
rokok,
pengurangan konsumsi alcohol dan penatalaksanaan stress) -
Instruksikan pasien untuk memantau BB seminggu dua kali dan mengkaji kaki dan pergelangan kaki untuk adanya retensi cairan
-
Hidralazin terkadang menyebabkan kantuk
-
Peringatkan pasien untuk melakukan perubahan posisi secara
perlahan
untuk
meminimalkan
hipotensi
ortostatik. -
Anjurkan pasien untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum meminum obat batuk, obat flu atau alergi
-
Anjurkan pasien untuk melaporkan kelemahan otot, kram, mual atau pusing kepada dokter.
-
Instruksikan pasien untuk memberitahu dokter atau dokter gigi mengenai program obat ini sebelum dilakukan tindakan atau pembedahan.
32
-
Anjurkan pasien untuk memberitahu dokter bila terjadi kelelahan, demam, nyeri otot dan sendi, nyeri dada, ruam kulit, sakit tenggorok atau kebas, kesemutan, nyeri, atau kelemahan tangan dan kaki
-
Tekankan pentingnya pemeriksaan tindak lanjut untuk mengevaluasi efektivitas pengobatan
5. Evaluasi -
Efektivitas terapi ditunjukkan dengan: penurunan TD tanpa efek samping, berkurangnya afterload pada pasien-pasien dengan gagal jantung kongestif
b) Minoksidil
Obat ini efektif pada hamper semua penderita, maka berguna untuk terapi jangka panjnag hipertensi berat yang refraktar terhadap 3 kombinasi obat yang terdiri dari diuretic, penghambat adrenergic dan vasodilator lainnya. Minoksidil efektif untuk hipertensi akselerasi atau maligna dan pada penderita dengan penyakit ginjal lanjut. Monoksidil harus diberikan bersama diuretic dan β-Bloker atau penghambat adrenergic lain untuk mengatasi retensi cairan dan takikardia serta meningkatkan respon pengobatan.
Efek Samping dan Perhatian
Retensi cairan sering terjadi, tetapi biasanya dapat diatasi dengan pemberian tiazid dan/atau furosemide. Sakit kepala dan takikardia juga sering terjadi; takikardia dapat dicegah bila diberikan bersama β-Bloker. Seperti hidralizin, minoksidil
dapat
mencetuskan
angina
pectoris
pada
penderita PJK, yang dapat dicegah bila diberikan bersama diuretic dan β-Bloker. Minoksidil dapat menyebabkan efusi pleura dan pericardial pada sekitar 3% penderita. Komplikasi ini paling sering terjadi pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal yang berat dan mungkin akibat retensi cairan. Efusi ini biasanya hilang bila minoksidil dihentikan.
33
Hipertensi rebound dapat terjadi, terutama bila minoksidil dihentikan mendadak. Minoksidil biasanya tidak menyebabkan hipotensi ortostatik, tetapi efek ortotstatik yang hebat terjadi bila minoksidil diberikan bersama guanetidin. Hipertrikosis terjadi pada sekitar 80% penderita setelah 1-2
bulan
terapi.
Efek
samping
ini
sangat
tidak
menyenangkan bagi wanita dan anak-anak. Pertumbuhan rambut yang abnormal mula-mula muncul di wajah dan belakangan meluas ke bagian-bagian lain; dan ini mungkin disertai perubahan kulit menjadi berwarna gelap dan kasar. Efek samping ini menghilang perlahan-lahan bila obat dihentikan. Efek samping lain yang sering terjadi adalah mula, sakit kepala, rasa lelah, erupsi obat dan nyeri tekan di dada.
Reaksi merugikan dan Efek samping
1. SSP: sakit kepala 2. Resp: edema pulmoner 3. KV: edema, gagal jantung kongestif, takikardia, perubahan EKG, efusi pericardium, angina 4. GI: mual 5. Derm: hipertrikosis, perubahan pigmen, ruam 6. Endo:
nyeri
tekan
payudara,
menstruasi tidak teratur 7. C dan E: retensi natrium dan air 8. Lain-lain: klaudikasi intermiten
Implikasi Keperawatan 1. Pengkajian
34
ginekomastia,
-
Pantau TD, asupan dan haluaran, serta timbang BB setiap hari, kaji setiap hari kaki, tungkai, dan daeerah sacrum untuk adanya edema.
-
Pertimbangan tes lab: fungsi ginjal dan hati,
HSD, dan elekktrolit harus dipantau sebelum dan secara periodic selama terapi. -
Dapat
menyebabkan
peningkatan
BUN,
kreatinin, fosfatase alkali, dan natrium serum. Juga dapat menyebabkan penurunan SDM, hemoglobim, dan hematrokit. 2. Diagnosis -
Gangguan perfusi jaringan (indikasi)
-
Gangguan citra tubuh (efek samping)
-
Kurang
pengetahuan
program
sehubungan
pengobatan
dengan
(penyuluhan
pasien/keluarga) 3. Implementasi -
Pengobatan harus dihentikan secara bertahap untuk mencegah hipertensi pantulan
-
Minoksidil diberikan bersama diuretic kecuali jika pasien menjalani hemodialysis
-
Penyesuaian dosis tidak boleh dilakukan lebih sering dari setiap 3 hari untuk menghasilkan efektivitas yang maksimal, kecuali diperlukan control yang cepat.
-
Dapat diberikan tanpa memperhatikan waktu makan.
4. Penyuluhan kepada pasien/keluarga
-
Instruksikan pasien untuk meminum obat ini pada saat yang sama setiap hari. Bila ada dosis yang terlupa, segera minum di saat yang diingat kecuali
35
jika
sudah
dekat
dengan
dosis
berikutnya.
Jangan
Anjurkan
menggandakan
pasien
yang
dosis.
memakai
hidroklorotiazid untuk hipertensi agar tetap minum obat ini sekalipun sudah merasa sehat. Obat ini hanya mengendalikan tetapi tidak menyembuhkan hipertensi -
Anjurkan pasien untuk mematuhi intervensi tambahan untuk hipertensi (pengurangan BB, diet
rendah
natrium,
latihan
teratur,
penghentian rokok, pengurangan konsumsi alcohol dan penatalaksanaan stress) -
Beritahu pasien dan keluarganya mengenai teknik pemantauan nadi dan TD yang benar.
-
Anjurkan pasien untuk memeriksa BB setiap hari dan memberitahu dokter jika kenaikan BB>2,5 kg atau jika terjadi tanda-tanda retensi cairan.
-
Peringatkan perubahan
pasien posisi
untuk
secara
melakukan
perlahan
untuk
meminimalkan hipotensi ortostatik. -
Anjurkan pasien untuk berkonsultasi dengan dokter atau apotekr sebelum meminum alcohol atau obat yang dijual bebas bersama terapi ini.
5. Evaluasi
-
Efektivitas
terapi
ditunjukkan
dengan:
menurunnya TD tanpa munculnya efek samping yang serius. c) Diazoksid
Obat ini digunakan untuk banyak hipertensi darurat tetapi kerjanya tidak seefektif nitroprusid. Diazoksid efektif untuk hipertensi ensefalopati, hipertensi maligna, dan hipertensi berat yang disertai dengan glomerulonefritis akut atau kronik.
36
Obat ini juga digunakan untuk mengendalikan TD dengan cepat pada preeklamsia yang refrakter terhadap hidralazin. Diazoksid tidak boleh diberikan pada insufisiensi koroner atau serebral, karena penurunan TD yang cepat dapat mencetuskan iskemia koroner atau serebral. Efek samping dan Perhatian.
Diazoksid
menimbulkan
retensi
cairan
dan
hiperglikemia. Bila obat ini digunakan untuk waktu lebih dari 12-24 jam, restriksi natrium atau pemberian diuretik poten mungkin diperlukan. Obat ini dapat mengganggu proses kelahiran dengan menyebabkan relaksasi uterus. d) Natrium Nitroprusid
Nitroprusid adalah obat yang ker janya paling cepat dan selalu efektif untuk pengobatan hipertensi darurat, apapun penyebabnya. Obat ini menurunkan TD dengan segera, diperlukan infus yang kontinyu untuk mempertaikan efek hipotensifnya. Nitroprusid merupakan obat pilihan utama untuk kebanyakan krisis hipertensi yang memerlukan terapi parenteral termasuk krisis yang disertai dengan infark miokard akut dan gagal jantung kiri. Pada penderita hipertensi dengan perdarahan serebral atau subaraknoid, infus nitroprusid dapat menurunkan TD ke nilai yang diinginkan dan menaikkannya kembali ke nilai yang lebih tinggi bila terjadi perburukan neurologik.
Efek samping dan Perhatian
Efek samping akut merupakan akibat dari vasodilatasi berlebihan dan hipotensi. Biasanya ini dapat dicegah dengan memonitor TD secara ketat dan menggunakan pompa infus yang kecepatannya dapat diatur. Efek samping lainnya berupa mual, muntah, dan muscle twitching. Efek toksik dapat terjadi akibat konversi nitro- prusid menjadi sianida dan tiosianat. Akumulasi sianida dapat terjadi bila kecepatan infus > 2 ug/kg/ menit dan dapat
37
dicegah bila diberikan juga natrium tiosulfat secara bersamaan. Tiosianat adalah metabolit nitroprusid yang diekskresi dalam urin dengan waktu paruh 3-4 hari. Risiko keracunan tiosianat meningkat bila lama infus lebih dari 2448 jam, terutama pada penderita dengan gangguan ginjal. Tanda-tanda dan gejala-gejala keracunan tiosianat berupa anoreksia, mual, kelelahan, disorientasi, dan psikosis toksik akut. Kadar plasma tiosianat harus dimonitor dan tidak boleh melampaui 0,1 mg/ ml. Kadar tiosianat yang berlebihan juga dapat mengganggu fungsi tiroid. Pada gagal ginjal, tiosianat dengan mudah dieliminasi melalui hemodialisis. Juga terjadi methemoglobinemia dan asidosis. Nitroprusid dapat memperburuk hipoksemi, arteri pada penderita dengan PPOM karena obat ir mengganggu vasokonstriksi pembuluh darah paru yang hipoksik sehingga meningkatkan ketidakseim bangan antara ventilasi dan perfusi. Hipertensi
rebound
dapat
terjadi
setelahinfus
nitroprusid jangka pendek dihentikan mendadak, mungkin karena kadar renin plasma meningkat secara presisten
38
BAB III PENUTUP I.
Kesimpulan
Medication error sering terjadi pada tenaga kesehatan. Banyak faktor yang mempengaruhi. Jika medication error ini terjadi pada pemberian obat dengan indikasi rebound phenomenon, makan akibat yang ditimbulkan akan semakin parah. Dalam pemberian obat-obat rebound phenomenon ini, harus benar-benar memikirkan pemberian obat 6 benar, guna mencegah komplikasikomplikasi yang ada. II. Saran
Kita sebagai tenaga kesehatan yang professional dan kompeten, harus memperhatikan patient safety terutama pada medication safety dengan memperhatikan 6 tepat pemberian obat.
39
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Farmakologi FKUI. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Gaya Baru. Deglin, Judith Hopfer dan April Hazard Vallerand. 2004. Pedoman Obat untuk Perawat . Edisi 4. Jakarta: EGC.
40
NASKAH ROLEPLAY
Di Ruang Pandan wangi terdapat 40 pasien, 20 pasien menderita DM, 5 pasien menderita SH, dan 10 lainNy. Xa menderita HT+ DM, dan 5 LainNy. X menderita HT. di pagi hari, perawat Grita melakukan observasi, perawat grita mendatangi pasien dengan sabar dan telaten. Berikut cuplikan percakapan antara perawat Grita dan NY. X. X (Pasien penderita Hipertensi dengan riwayat gagal jantung kongestif)
P.G
: Selamat pagi Ibu, apa kabar ?
NY. X
: Iya sus,,selamat pagi, kabar saya lumayan lah mbak, daripada tadi malam
P.G
: Ibu baru masuk ruangan ini tadi kemarin ya ? SebelumNy. Xa saya belum pernah melihat jnengan
NY. X
: Iya sus, saya baru masuk ruangan ini kemarin. SebelumNy. Xa saya dari UGD sus.
P.G
: Iya bu, wajahNy. Xa masih asing, perkenalkan, saya perawat grita. Disini sama keluargaNy. Xa bu ?
Ny. X
: iya mbak, itu anak saya. Fe, sini nak.. suami saya masih ke kamar mandi sus
Fe
: iya bundaa, (anak NY. X X berjalan menuju NY. X X
(P.G mengajak Ny. X bercakap cakap sembari melakukan pengkajian dan observasi keadaan pasien. Hingga akhirNy. Xa perawat Grita berpamitan dan mencukupkan observasi yang sedang ia lakukan, dengan hasil yang didaptkan yakni TD = 190/100, Nadi = 90 x / menit, RR = 15 X/menit, Suhu = 37 c, setelah itu perawat grita mendokumentasikan hasil yang didapatkan dan berkonsultasi dengan dokter) P.G
: Dok, pasien bed 2, NY. X. X, dengan riwayat peNy. Xakit gagal jantung kongestif, tidak ada riwayat peNy. Xakit yang lain, tidak memiliki riwayat alergi, dan mempuNy. Xai kakek yang menderita hipertensi, setelah saya
41
lakukan pengkajian,didapatkan TD = 190/100, Nadi = 90 x / menit, RR = 15 X/menit, Suhu = 37 oC Dokter
: terimakasih infoNy. Xa sus, setelah ini saya akan menemui pasien tersebut. Tolong dampingi saya.
P.G
: Siap dok.
(setelah dokter dan perawat menemui pasien, Dokter dan perawat berunding tentang tindakan yang akan dilakukan pada NY. X.X) Dokter
: Sus, NY. X X ini mempuNy. Xai riwayat Gagal jantung Kongestif , dan memiliki Garis keturunan Hipertensi, Ny. X X perlu untuk diberikan terapi Hidralazin Minoksidil, dan diuretikNy. Xa hidroklorotiazid, namun sebelum kita melakukan terapi cek secara rutin jumlah sel darah putih. Lakukan secara periodik selama 3 bulan, 2 minggu sekali pada pemberian awal ya sus..
p.g
: Siap dok, untuk pemberian dosisNy. Xa bagaimana dok ?
Dokter
:
seharusNy. Xa pada dosis awal, Hidralizin ini diberikan 25 mg,
Minoksidil 2,5mg dan Hidroklorotiazid 12,5 mg. Namun, berhubung Ny. X x mempuNy. Xai riwayat Gagal jantung kongestif yang sudah tidak ditangani, dia sudah mengehentikan pengobatanNy. Xa 3 bulan yang lalu, dan hasil EKG menunjukkan bahwa dia masih menderita gagal jantung kongestif, maka kita berikan dia terapi Hidralizin 50mg 3x/hari, Minoksidil 10mg 2x/hari, dan Hidroklorotiazid 25 mg 1x/hari. P.G
: Mohon maaf dok, bukankah untuk dosis maksimal dari Hidralizin 100mg/hari?
Dokter
: Oh, iya, saya lupa, untung kamu ingatkan. Iya, jadi berikan Hidralizin 50mg 2x/hari.
P.G
: Siap dok, berarti jika kita memberikan obat-obat tersebut, kita harus senantiasa melakukan pemantauan HSD, elektrolit, prep sel LE, dan titer antibody antinuklir (ANA), glukosa darah, kadar asam urat serum, dan fungsi ginjal serta hati. Karena Hidralizin dapat meNy. Xebabkan
42
Sindrom Lupus, sedangkan Hidroklorotiazid dapat meningkatkan glukosa serum dan asam urat serum serta kadar bilirubin, dan Minoksidil dapat meningkatkan kadar BUN dan kreatini. Bukankah seperti itu dok? Dokter
: Iya sus, benar sekali, jangan lupa juga sus, senantiasap antau TD dan nadi, jika ada perubahan yang signifikan segera beritahu saya ya sus,
P.G
: Siap dok Pada pukul 11.00 WIB Perawat Grita kembali menemui NY. X X untuk
memberikan obat pada Ny. X x. P.G
: permisi bu
Ny. X
: iya sus,,
P.G
: Ibu,, ini obat untuk njenengan, ada 3 obat, yaitu Hidralizin, Hidroklorotiazid, dan Minoksidil, ini semua obat untuk darah tinggi, ya bu, ada bapakNy. Xa bu ?
NY. X
: Itu sus, paak sini paak ( NY. X memanggil TN)
Tn
: iya buk, ada apa, ?
Ny. X
: ini ada suter, mau ngomong
P.G
: oh engge pak, ini obatnya ibu pak, obatnya ada 3 yaitu Hidralizin, Hidroklorotiazid, dan Minoksidil, ini semua obat untuk darah tinggi pak, untuk yang Hidralizin diminum 3x/hari, Minoksidil diminum 2x/hari, dan Hidroklorotiazid diminum 1x/hari. Dan diminum sesudah makan, untuk yang Hidroklortiazid ini diminum di pagi hari saja ya bapak, karena nanti efeknya ibunya sering kencing.
Ny. X
: iya sus baiklah
P.G
: Engge ibu, pokoknyaa ibu disini tenang saja, tidak boleh stress biar cepet sembuh ngge buk, trus njenengan tidak usah bingung kalau ibu merasa ngantuk, karena obat ini menyebabkan kantuk
NY. X
: Oh gitu ya sus.... iya sus
43