Handout Mata Kuliah Materi 5 Dosen
: Dasar-dasar Manajemen Komunikasi : Manajemen Konflik : Eva Rizka Ammalia
Organisasi tidak dapat terhindar dari konflik, karena organisasi menghimpun banyak orang yang masing-masing memiliki perbedaan, sehingga setiap orang berpotensi konflik. Oleh karena itu, konflik merupakan satu kenyataan yang harus dihadapi oleh para pimpinan organisasi, dan yang lebih penting lagi ialah mengerti dan terampil bagaimana mengendalikan konflik-konflik yang terjadi dalam organisasi. Konflik dapat bersifat destruktif jika merusak hubungan kerja atau bisa juga bersifat produktif jika menciptakan daya pendorong bagi perubahan dan pengembangan organisasi. Pengertian Konflik adalah sikap saling mempertahankan diri sekurang-kurangnya diantara dua kelompok, yang memiliki tujuan dan pandangan berbeda, dalam upaya mencapai satu tujuan sehingga mereka berada dalam posisi oposisi, bukan kerjasama. Putnam dan Poole (1987) mengembangkan sebuah definisi yang berguna dalam menyoroti beberapa komponen kritis konflik dalam arena organisasional. Mereka mendefinisikan konflik sebagai “interaksi dari orang -orang -orang yang saling bergantung yang merasakan adanya sasaran-sasaran, tujuan-tujuan, dan nilai-nilai yang berlawanan, dan melihat pihak lain berpotensi mengganggu dalam mewujudkan tujuan-tujuan tersebut. Dari definisi tersebut, Putnam dan Poole menyoroti tiga karakteristik umum konflik, yaitu tujuan yang bertentangan (incompatible (incompatible goals), goals), saling bergantung (interdependence (interdependence), ), dan interaksi (interaction (interaction). ). Karakteristik tujuan yang bertentangan (incompatible ( incompatible goals) goals) merupakan pusat atau inti dari sebagian besar definisi konflik. Dalam latar organisasional, sifat dari tujuan yang bertentangan ini dapat berbeda-beda secara substansial, misalnya berasal dari adanya ide atau gagasan yang bertentangan, kekacauan prosedur organisasi, atau perbedaan orientasi nilai. Menurut Putnam dan Poole, komunikasi merupakan esensi dari konflik karena konflik terjadi melalui formasi-formasi isu-isu yang berlawanan, persepsi dari konflik yang dirasakan, mewujudkan emosi dan persepsi ke dalam perilaku konflik, dan rangkaian tahapan konflik berikutnya. Jadi, komunikasi merupakan instrumen dalam setiap aspek konflik termasuk menghindari atau menekan konflik, ekspresi berlawanan yang terbuka, dan evolusi isu-isu (Miller, 1995:233). Konflik dapat berupa perselisihan (disagreement ( disagreement), ), adanya ketegangan (the (the presence of tension), tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antara kedua belah pihak, sampai kepada tahap di mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai penghalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing masing. Jenis-jenis konflik dalam organisasi: Substantive conflicts conflicts merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan kelompok, pengalokasian sumber daya dalam suatu organisasi, distribusi kebijaksanaan dan prosedur, dan pembagian jabatan pekerjaan. Emotional conflicts terjadi conflicts terjadi akibat adanya perasaan marah, tidak percaya, tidak simpatik, takut dan penolakan, serta adanya pertentangan antar pribadi (personality ( personality clashes). clashes).
Dasar-dasar Dasar-das ar Mankom
1
Aliran Pemikiran Konflik Konflik dapat dipandang secara berbeda-beda oleh setiap orang. Ada beberapa perspektif yang memandang konflik secara berbeda-beda, yaitu: Pandangan Tradisional (1930-1940an) Mengandaikan bahwa semua konflik buruk. Konflik didefinisikan sebagai merugikan dan harus dihindari. Pandangan Hubungan Manusia (1940-pertengahan 1970) Konflik merupakan peristiwa yang wajar dalam semua kelompok dan organisasi. Adakalanya konflik bermanfaat pada kinerja kelompok. Sehingga pandangan ini menerima baik konflik. Pandangan Interaksionis (setelah tahun 1970) Mendorong konflik atas dasar bahwa kelompok yang kooperatif, tenang, damai dan serasi cenderung menjadi statis, apatis dan tidak tanggap terhadap kebutuhan atau perubahan dan inovasi. Konflik mutlak diperlukan untuk suatu kelompok agar dapat bekerja efektif. Level-level Konflik Menurut Katherine Miller (1995), level konflik terdiri dari: 1) Konflik antarpribadi, misalnya konflik antara individu anggota organisasi. 2) Konflik antarkelompok, misalnya konflik antara dua divisi atau bagian dalam organisasi. 3) Konflik antarorganisasional, misalnya konflik antara dua atau lebih organisasi, Fase-fase dalam Konflik Organisasional Individu-individu dalam organisasi tidak berkonflik secara tiba-tiba, tetapi melalui tahapan atau fase-fase dari mulai berkembangnya sampai mereda. Louis R. Pondy mengajukan Lima fase yang mencirikan konflik organisasional, yaitu: 1. Konflik yang tersembunyi (latent conflict). Meliputi suatu situasi dimana munculnya kondisi siap untuk berkonflik karena dasar dari munculnya konflik ialah adanya pertentangan dan saling bergantung diantara kedua belah pihak yang berkonflik. 2. Konflik yang dipercayai (perceived conflict). Ketika salah satu atau kedua belah pihak mempercayai bahwa pertentangan dan saling bergantung tersebut memang ada. Hal ini dikarenakan siuasi mereka ditandai oleh adanya pertentangan dan saling bergantung tersebut. 3. Konflik yang dirasakan (felt conflict). Pihak-pihak mulai mempersonalisasi konflik dengan memfokuskan pada isu-isu konflik dan merencanakan strategi manajemen konflik mengenai bagaimana menghadapi konflik serta memikirkan hasil-hasil yang akan dapat atau tidak dapat diterima. 4. Konflik yang nyata (manifest conflict). Strategi-strategi dan tujuan-tujuan tersebut dilakukan melalui komunikasi, dimana interaksi meliputi siklus peningkatan dan penurunan cara berkomunikasi karena penggunaan berbagai strategi. 5. Akibat dari konflik (aftermath conflic). Peristiwa konflik memiliki konsekuensi yang berefek jangka pendek dan jangka panjang. Hal ini dikarenakan setelah konflik ‘diselesaikan’ dapat mengubah individu-individu, hubungan mereka dan fungsi dalam organisasi.
Dasar-dasar Mankom
2
Manajemen Konflik Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkahlangkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik. Gaya-gaya Manajemen Konflik Kenneth Thomas mengkonseptualisasi gaya konflik pada dua di mens, yaitu kepentingan bagi diri sendiri (concern for self) dan kepentingan bagi orang lain (concern for others). Kemudian, ia mengidentifikasi lima gaya konflik yang diilustrasikan dalam gambar berikut.
High
Competition
Concern
Collaboration
Gambar 1 Gaya Manajemen Konflik Thomas (Dalam Miller, 1995: 236-237)
Compromise
for self
Avoidance Low
Concern for others
Accomodation High
1) Avoidance. Orang yang menggunakan gaya ini disebut penghindar atau penurut impersonal yang cenderung memandang konflik sebagai tidak produktif dan sedikit menghukum, karenanya penghindar menjauhi situasi yang tidak nyaman dengan menolak untuk terlibat. Strategi ini jarang efektif dalam mengelola konflik. 2) Accomodation. Orang yang menggunakan gaya ini disebut akomodator atau penolong ramah yang kurang tegas dan cukup kooperatif dengan mengabaikan kepentingannya sendiri demi kepentingan orang lain. Merasa bahwa keselarasan harus dibina. Kemenanganlah satu-satunya tujuan yang layak, yang merupakan prestasi dan kebahagiaan.
Dasar-dasar Mankom
3
3) Competition. Disebut sebagai pesaing atau pejuang gigih yang mengejar kepentingannya sendiri secara agak zalim. Mengejar kepentingannya sendiri, memandang kekalahan sebagai tanda kelemahan. 4) Compromise. Masing-masing pihak saling mengorbankan sebagian keinginannya untuk menyelesaikan masalah. Disebut sebagai kompromiser atau pendamai penyiasat yang berasumsi bahwa setiap orang yang terlibat dalam suatu pertentangan mampu menerima kekalahan, dan ia berusaha membantu menemukan suatu posisi yang dapat dijalankan. 5) Collaboration. Gaya konflik dengan cara duduk bersama untuk berpikir keras dan cerdas menemukan solusi masalah yang dapat diterima semua pihak dan saling menguntungkan kedua belah pihak. Disebut juga sebagai taktik integratif. Orang yang menggunakan gaya ini disebut kolaborator atau pemecah masalah yang berusaha menciptakan situasi yang memungkinkan tujuan semua kelompok dapat dicapai.
Dasar-dasar Mankom
4
Handout Mata Kuliah Materi 9 Dosen
Dasar-dasar Mankom
: Dasar-dasar Manajemen Komunikasi : Kepemimpinan dan Motivasi : Eva Rizka Ammalia
5
Handout Mata Kuliah Materi 10 Dosen
Dasar-dasar Mankom
: Dasar-dasar Manajemen Komunikasi : Manajemen Media Cetak dan Elektronik : Eva Rizka Ammalia
6
Handout Mata Kuliah Materi 11 Dosen
Dasar-dasar Mankom
: Dasar-dasar Manajemen Komunikasi : Wirausaha dan Manajemen Event Organizing : Eva Rizka Ammalia
7
Handout Mata Kuliah Materi 12 Dosen
Dasar-dasar Mankom
: Dasar-dasar Manajemen Komunikasi : Komunikasi Pemasaran : Eva Rizka Ammalia
8
Handout Mata Kuliah Materi 13 Dosen
Dasar-dasar Mankom
: Dasar-dasar Manajemen Komunikasi : Penerapan Komunikasi Pemasaran : Eva Rizka Ammalia
9
Handout Mata Kuliah Materi 14 Dosen
Dasar-dasar Mankom
: Dasar-dasar Manajemen Komunikasi : Negosiasi : Eva Rizka Ammalia
10