MANTUQ DAN MAFHUM
DALAM ILMU USHUL FIQH
PENGERTIAN MANTUQ DAN MAFHUM
Mantuq adalah lafal yang hukumnya memuat apa yang diucapkan (makna tersurat), dedang mafhum adalah lafal yang hukumnya terkandung dalam arti dibalik manthuq (makna tersirat)
Menurut kitab mabadiulawwaliyah, mantuq adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh suatu lafadz dalam tempat pengucapan, sedangkan mafhum adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh suatu lafadz tidak dalam tempat pengucapan.
Jadi mantuq adalah pengertian yang ditunjukkan oleh lafadz di tempat pembicaraan dan mafhum ialah pengertian yang ditunjukkan oleh suatu lafadz tidak dalam tempat pembicaraan, tetapi dari pemahaman terdapat ucapan tersebut. Seperti firman Allah SWT
Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah"
(Q.S Al-Isra' ayat 23)
Dalam ayat tersebut terdapat pengertian mantuq dan mafhum, pengertian mantuq yaitu ucapan lafadz itu sendiri (yang nyata = uffin) jangan kamu katakan perkataan yang keji kepada kedua orang tuamu. Sedangkan mafhum yang tidak disebutkan yaitu memukul dan menyiksanya (juga dilarang) karena lafadz-lafadz yang mengandung kepada arti, diambil dari segi pembicaraan yang nyata dinamakan mantuq dan tidak nyata disebut mafhum
PEMBAGIAN MANTUQ DAN MAFHUM
Pembagian Mantuq
Pada dasarnya mantuq ini terbagi menjadi dua bagian yaitu:
1) Nash, yaitu suatu perkataan yang jelas dan tidak mungkin di ta'wilkan lagi, seperti firman Allah SWT
Maka wajib berpuasa tiga hari (Q.S Al-Baqarah ayat 106)
2) Zahir, yatiu suatu perkataan yang menunjukkan sesuatu makna, bukan yang dimaksud dan menghendakinya kepada penta'wilan. Seperti firman Allah SWT
Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu (Q.S Ar-Rahman ayat 27)
Wajah dalam ayat ini diartikan dengan zat, karena mustahil bagi tuhan mempunyai wajah seperti manusia.
"dan langit yang kami bangun dengan tangan" (Q.S. Adz-zariyat: 47)
Kalimat tangan ini diartikan dengan kekuasaan karena mustahil Allah mempunyai tangan seperti manusia.
Pembagian Mafhum
Mafhum dibedakan menjadi dua bagian, yakni:
1. Mafhum Muwafaqah, yaitu apabila hukum yang dipahamkan sama dengan hukum yang ditunjukkan oleh bunyi lafadz. Mafhum muwafaqah ini dibagi menjadi dua bagian:
a) Fahwal Khitab
yaitu apabila yang dipahamkan lebih utama hukumnya daripada yang diucapkan. Seperti memukul orang tua tidak boleh hukumnya, firman Allah SWT yang artinya: jangan kamu katakan kata-kata yang keji kepada kedua orangtua. Kata-kata yang keji saja tidak boleh apalagi memukulnya.
b) Lahnal Khitab
yaitu apabila yang tidak diucapkan sama hukumnya dengan diucapkan. Seperti memakan (membakar) harta anak yatim tidak boleh berdasarkan firman Allah SWT:
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).
(Q.S An-Nisa ayat 10)
Membakar atau setiap cara yang menghabiskan harta anak yatim sama hukumnya dengan memakan harta anak tersebut ang berarti dilarang (haram)
2. Mafhum Mukhalafah, yaitu pengertian yang dipahami berbeda daripada ucapan, baik dalam istinbat (menetapkan) maupun Nafi (meniadakkan). Oleh sebab hal itu yang diucapkan. Seperti firman Allah SWT:
apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli
dari ayat ini dipahami bahwa boleh jual beli dihari Jum'at sebelum azan dikumandangkan dan sesudah mengerjakan shalat Jum'at. Dalil Khitab ini dinamakan juga mafhum mukhalafah.
Macam-macam mafhum mukhalafah
1. Mafhum Shifat
yaitu menghubungkan hukum sesuatu kepada syah satu sifatnya. Seperti firman Allah SWT.
"Hendaklah bebaskan seorang budak (hamba sahaya) yang mukmin" (Q.S. An-Nisa ayat 92)
2. Mafhum 'illat
yaitu menghubungkan hukum sesuatu menurut 'illatnya. Mengharamkan minuman keras karena memabukkan.
3. Mafhum 'adat
yaitu memperhubungkan hukum sesuatu kepada bilangan tertentu. Firman Allah SWT:
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, (Q.S. An-Nur ayat 4)
4. Mafhum ghayah
yaitu lafaz yang menunjukkan hukum sampai kepada ghayah (batasan, hinggaan), hingga lafaz ghayah ini adakalnya "ilaa" dan dengan "hakta". Seperti firman Allah SWT.
apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku,
(Q.S Al-Maidah ayat 6)
Firman Allah SWT
dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci
(Q.S. Al-Baqarah ayat 222)
5. Mafhum had
yaitu menentukan hukum dengan disebutkan suatu 'adad diantara adat-adatnya. Seperti firman Allah SWT.:
Katakanlah: "Tiadalah Aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – Karena Sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.
6. Mafhum Laqaab
yaitu menggantungkan hukum kepada isim alam atau isim fa'il, seperti sabda Nabi SAW
SYARAT-SAYRAT MAFHUM MUKHALAFAH
syarat-syaraf mafhum Mukhalafah, adalah seperti yang dimukakan oleh A.Hanafie dalam bukunya Ushul Fiqhi, sebagai berikut:
Untuk syahnya mafhum mukhalafah, diperlukan empat syarat:
1. Mafhum mukhalafah tidak berlawanan dengan dalil yang lebih kuat, baik dalil mantuq maupun mafhum muwafaqah. Contoh yang berlawanan dengan dalil mantuq:
"Jangan kamu bunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan"
(Q. S Isra' ayat 31).
Mafhumnya, kalau bukan karena takut kemiskinan dibunuh, tetapi mafhum mukhalafah ini berlawanan dengan dalil manthuq, ialah:
"Jangan kamu membunuh manusia yang dilarang Allah kecuali
dengan kebenaran (Q.S Isra' ayat 33)"
Contoh yang berlawanan dengan mafhum muwafaqah:
"Janganlah engkau mengeluarkan kata yang kasar kepada orang tua, dan jangan pula engkau hardik (Q.S Isra' ayat 23).
Yang disebutkan, hanya kata-kata yang kasar mafhum mukhalafahnya boleh memukuli. Tetapi mafhum ini berlawanan dengan mafhum muwafaqahnya, yaitu tidak boleh memukuli.
2. Yang disebutkan (manthuq) bukan suatu hal yang biasanya terjadi.
Contoh:
"Dan anak tirimu yang ada dalam pemeliharaanmu"
(Q.S An-Nisa' ayat 23).
Dan perkataan "yang ada dalam pemeliharaanmu" tidak boleh dipahamkan bahwa yang tidak ada dalam pemeliharaanmu boleh dikawini. Perkataan itu disebutkan, sebab memang biasanya anak tiri dipelihara ayah tiri karena mengikuti ibunya.
3. Yang disebutkan (manthuq) bukan dimaksudkan untuk menguatkan sesuatu keadaan.
Contoh:
"Orang Islam ialah orang yang tidak mengganggu orang-orang Islam lainnya, baik dengan tangan ataupun dengan lisannya (Hadits)".
Dengan perkataan "orang-orang Islam (Muslimin) tidak dipahamkan bahwa orang-orang yang bukan Islam boleh diganggu. Sebab dengan perkataan tersebut dimaksudkan, alangkah pentingnya hidup rukun dan damai di antara orang-orang Islam sendiri.
4. Yang disebutkan (manthuq) harus berdiri sendiri, tidak mengikuti kepada yang lain.
Contoh:
"Janganlah kamu campuri mereka (isteri-isterimu) padahal kamu sedang beritikaf di mesjid (Q.S Al-Baqarah ayat 187)".
Tidak dapat dipahamkan, kalau tidak beritikaf dimasjid, boleh mencampuri
https://ridwan202.wordpress.com/2008/08/14/mantuq-dan-mafhum-dalam-ilmu-ushul-fiqh/
1. Pengertian manthuq dan macam-macamnya
Manthuq adalah suatu yang ditunjukkan oleh lafadz pada saat diucapkannya; yakni bahwa penentuan makna berdasarkan materi huruf-huruf yang diucapkan. Manthuq ada tiga macam yakni Nash, dzahir dan muawal.
a) Nash ialah: lafadz yang bentuknya sendiri telah dapat menunjukkan makna yang dimaksud secara tegas. Tidak mengandung kemungkinan makna lain. Misalkan dalam firman Allah SWT:
Artinya: "...Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang semurna..." (Q.S : Al-Baqarah 196)[3].
b) Dzahir ialah: lafadz yang menunjukkan sesuatu makna yang secara difahami ketika diucapkan tetapi disertai kemungkinan makna lain yang lemah. Jadi,dzahir itu sama dengan nash dalam hal penunjukannya kepada makna yang berdasarkan pada lafadz yang diucapkan. Misalnya firman Allah SWT:
Artinya: "...Maka barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampui batas...." (Q.S : Al-Baqarah :173)[4].
c) Muawal ialah: lafadz yang diartikan dengan makna marjuh (dalil yang lemah) karna ada sesuatu dalil yang menghalangi pemaknaanya dari makna yang rajih (dalil yang kuat). Muawal bebeda dengan zhahir; zhahir diartikan dengan makna yang rajih sebab tidak ada dalil memalingkannya pada yang marjuh,sedang muawal diartikan dengan makna marjuh sebab ada dalil yang memalingkannya dari makna rajih. Akan tetapi kedua makna tersebut ditunjukkan oleh lafad menurut bunyi ucapannya. Misalnya bunyi ayat:
Artinya:"Dan tundukkanlah pada kedua sayap kerendahanmu (sebagai wujud) kasih sayang dan ucapkanlah, wahai tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil." (Q.S. Al-Isra': 24)[5].
Lafadz "jannah addzulli" diartikan dengan "tunduk,tawaduk, dan bergaul secra baik" dengan kedua orang tua, tidak diartikan "sayap" karna mustahil manusia punya sayap[6].
2. Pengertian mafhum dan macam-macamnya
Mafhum adalah makna yang di tunjukan oleh lafad, tidak berdasarkan pada bunyi ucapan. Ia terbagi menjadi dua mafhum muwafaqoh dan mafhum mukholafah.
a. Mafhum muwafaqoh ialah makna yang hukumnya sesuai dengan mantuk mafhum ini ada dua macam:
1) Fahwal qitbah yaitu makana yang difahami itu lebih utama di ambil hukunya dari pada mantuknya misalnya keharaman mencacimaki dan memukul kedua orang tua yang di fahami dari surat al-isra' ayat 23:
. .....
Artinya:"Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah'... (Al-Isra':23). Mantuq ayat ini adalah haramnya mengatakan "ah", oleh karena keharaman mencacimaki dan memukul lebih pantas diambil karena kedua lebih berat[7].
2) Lahnul khitab yaitu hukum mafhum sama nilainya dengan hukum mantuk misalnya fiarman Allah sutar an-nisa' ayat 10:
Artinya:"Sesunggunya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara dzolim, sebenarnya mereka itu menelan api neraka kedalam perutnya dan mereka akan masuk kedalam api yang menyala-nyala (neraka)."(An-Nisa' :10)[8].
Ayat ini menunjukkan pula keharaman merusak dan membakar harta anak yatim atau menyiayakan. Menunnjukkan makna demikain disebut "lahnul khitab", karena ia sama nilainya denga memaknnya sampai habis[9]. Kedua mafhum ini disebut mafhum muwafaqoh.
Karena makna yang tidak disebutkan itu hukumnya sesuai dengan hukum diucapkan meskipun hukum ini mempunyai nilai tambah pada yang pertama dan sama pada yang kedua. Penunjukan makna dalam muwafqoh itu termasuk dalam kategori "mengigatkan kepada yang lebih tinggi denagan yang lebih rendah atau sebaliknya".
Kedua macam ini terkumpul dalam firman Allah SWT surat al-imran ayat 75:
Artinya: "Dan diantara ahli kitab ada orang yang kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu..." (Ali Imran: 75).
Kalimat pertama "dan diantara ahli kitab ada orang yang jika kamu mempecayakan kepadanya harta yang banyak,dikembaliknya kepadamu" termasuk peringatan bahwa ia akan mengembalikan amanat kepadamu sekalipun harta satu dinar atau kurang. Orang tersebut yang dimaksut adalah abdullah bin salam yakni ada orang kurais 120 auqiyah kepadanya kemudian dikembalikan oleh abdullah kepada orang quraisy tadi denagn jumlah yang sama[10].
b. Mafhum mukhalafah ialah makna yang berbeda hukumnya dengan manthuq. Mafhum ini ada empat macam:
1) Mafhum sifat, ialah sifat ma'nawi yakni lafadz yang dikaitkan dengan ayat lain dan tidak berupa syarat istisnak dan qoyah[11], seperti: Musytaq dalam surat al-hujurat ayat 6:
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti..."(Al-Hujurat: 6).
Yang dapat difahami dari ungkapan kata "fasiq" (orang fasik) ialah bahwa orang yang tidak fasik tidak wajib diteliti kebenarannya. Ini berarti bahwa berita yang disampaikan seseorang yang adil wajib diterma.
Hal (keterangan keada'an),
dalam firman Allah,
"Hai orang-orang yang beriman, jangan kamu membunuh binatang buruan ketika kami sedang berikhram. Dan barang siapa diantara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya."(Q.S:Al-Maidah:95)[12].
Ayat ini menunjukkan tiadanya hukum bagi orang membunuhnya karna tak sengaja. Sebab penentuan, "sengaja" dengan kewajiban membayar denda menunjukkan tiadanya kewajiban membayar denda dalam membunuh binatang buruan tidak sengaja.
Adad (bilangan) misalnya:
"(musim) haji ialah beberapa bulan yang dimaklumi" (Al-Baqorah:197), Mafhumnya ialah bahwa melakukan ihram untuk haji di luar bulan-bulan itu tidak sah. Dan
"Maka deralah mereka yang (menuduh zina itu) delapan kali derahan..."(An-Nur:4), Mafhumnya ialah mereka tidak boleh didera kurang atau lebih dari delapan puluh kali.
2) Mafhum syarat, seperti firman Allah:
"Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya."(At-Thalaq:6).
Mafhumnya ialah istri yang dicerai tetapi tidak sedang hamil, tidak diberi nafkah.
3) Mafhum ghoyah (batas maksimal), misalnya:
"Kemudian jika suami mentalaknya (ssudah talak kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga ia kawin dengan suami yang lain..." (Al-baqrah: 230). Mafhumnya ialah, istri tersebut halal bagi suami pertama sesudah ia nikah dengan suami yang lain, dengan memenui syarat-syarat pernikahan.
4) Mafhum hashr (pembatas), misalnya:
"Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohom pertolongan." (Al-Fatihah: 5)
Mafhumnya adalah bahwa selain Allah tidak disembah dan tidak dimintai pertolongan. Oleh karna itu, ayat tersebut menunjukkan bahwa hanya Dia-lah yangbberhak dismbah dan dimintai pertolongan.[13]
3. Hukum berhujjah dengan mafhum
Para ulama' berbeda pendapat tentnag kehujjahan mafhum sebagai dasar untuk menetapkan suatu hukum. Menurut pendapat yang palinh sohih apabila memenuhi syarat :
1) Mafhum mukhalafah hendaknya tidak berlawanan dengan dalil yang lebih kuat, baik dalil mantuq maupun mafhum muwaffaqah.
Contoh yang berlawanan dengan mantuq dlam firman Allah:
"dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karna takut kemiskinan.."(QS.Al-Isra': 31)
2) Dalalah Manthuqnya bukan dimasukkan untuk memberikan batasan dengan sifat tertentu. Seperti firman Allah:
"Dan Dialah Allah yang menundukkan lautan agar kamu dapat memakan dari padanya daging yang segar" (QS. An-Nahl: 14)
Lafazh Thoriyyan (segar) pada ayat diatas hanyalah sekedar untuk melukiskan sesuatu kesenangan, bukan dimaksudkan untuk mensifati daging yang boleh dimakan itu harus bersifat demikian.
3) Dalalah Manthuqnya bukan untuk menerangkan suatu kejadian yang khusus. Seperti firman Allah :
"Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung"(QS. Ali-Imron: 130)[14].
Dalalah mantuq ayat diatas adalah bahwa keharaman riba karna berlipat ganda.
4) Dalalah manthuqnya bukan dimaksudkan untuk penghormatan atau menguatkan suatu keadaan. Seperti sabda Rasulullah SAW:
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir berkatalah yang baik atau diam saja dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tetangganya."(HR. Bukhari-Muslim).
5) Dalalah manthuqnya harus berdiri sendiri, tidak boleh mengikuti yang lain. Seperti firman Allah :
"janganlah kamu mencampuri mereka (istri-istri) itu sedang kamu ber 'itikaf di dalam masjid-masjid" (QS.Al-baqarah: 187)
6) Dalalah manthuqnya bukan sekedar menerangkankebiasaan. Seperti fifman Allah:
"Dharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibimu; anak-anakmu; yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri"(QS. An-Nisa': 23)
Ayat diatas menjelaskan bahwa diantarawanita-wanita yang tidak boleh dikawini adalah anak tiri yang dalam pemeliharaannya. Ayat tersebut tidak dapat fahami menurut mafhum mukhalafahnya, yaitu anak tiri yang tidak berada dalam pemeliharaannya boleh dikawini. Lafadz fihujurikum (dalam pemeliharamu) pada ayat diatas sekedar menerangkan kebiasaan saja[15].
http://penyejukhatipenguatiman.blogspot.co.id/2012/11/kaidah-tentang-manthuq-dan-mafhum.html Akhmad Syaifuddin
A. Pengertian Mantuq & Pembagian Mantuq
1. Pengertian Mantuq
Mantuq adalah lafal yang hukumnya memuat apa yang diucapkan (tersurat). (Ahmad Muhammad asy-syafi'I, 1983:410).[1] Secara istilah mantuq adalah pengertian yang ditunjukkan oleh lafadz di tempat pembicaraan. Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" (Q.S Al-Isra' ayat 23).
وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاهُمَا فَلا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلا كَرِيمًا
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia".
2. Pembagian Mantuq
Pada dasarnya mantuq terbagi menjadi dua bagian yaitu:
a. Nash, yaitu suatu perkataan yang jelas dan tidak mungkin di ta'wilkan lagi, seperti firman Allah SWT : Maka wajib berpuasa tiga hari (Q.S Al-Baqarah ayat 106)
مَا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
"Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?"
b. Zahir, yaitu suatu perkataan yang menunjukkan sesuatu makna, bukan yang dimaksud dan menghendakinya kepada penta'wilan. Seperti firman Allah SWT
Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu (Q.S Ar-Rahman ayat 27)
وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالإكْرَامِ
"Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan".
Wajah dalam ayat ini diartikan dengan "zat", karena mustahil bagi tuhan mempunyai wajah seperti manusia.
"dan langit yang kami bangun dengan tangan" (Q.S. Adz-zariyat: 47)
وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ
"Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa".Kalimat tangan ini diartikan dengan "kekuasaan" karena mustahil Allah mempunyai tangan seperti manusia.[2]
B. Pengertian, syarat, serta macam-macam Mafhum
1. Pengertian dan Pembagian Mafhum
Mafhum secara bahasa ialah "sesuatu yang dapat dipahami dari suatu teks", sedangkan menurut istilah adalah "pengertian tersirat dari suatu lafal (mafhum muwafaqah) atau pengertian kebalikan dari pengertian lafal yang diucapkan (mafhum mukhalafah)".Mafhum bisa juga diartikan sesuatu yang ditunjuk oleh lafal,tetapi bukan dari lafal itu sendiri .[3] Mafhum dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Mafhum Muwafaqah, yaitu pengertian yang dipahami sesuatu menurut ucapan lafal yang disebutkan. Mafhum Muwafaqah dapat dibedakan menjadi :
1. Fahwal khitab, yaitu apabila yang dipahamkan lebih utama hukumnya dari pada yang diucapkan. Contoh Ayat Al qur'an yang artinya "jangan kamu katakan kata-kata yang keji kepada kedua orangtua." Kata-kata yang keji saja tidak boleh apalagi memukulnya.
2. Lahnal khitab, yaitu apabila yang tidak diucapkan sama hukumnya dengan yang diucapkan. Contoh : Q.S Annisa:10
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
" Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)." Memakan harta anak yatim sama saja dengan menghilangkan , membakar dsb
b. Mafhum Mukhalafah, yaitu pengertian yang dipahami berbeda daripada ucapan, baik dalam istinbat (menetapkan) maupun Nafi (meniadakan). Oleh sebab itu hal yang dipahami selalu kebalikannya daripada bunyi lafal yang diucapkan.
Contoh :Q.S Al-Jum'ah :9 [4]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah juabeli"
Dari ayat ini dipahami bahwa boleh jual beli dihari Jum'at sebelum azan dikumandangkan dan sesudah mengerjakan shalat Jum'at. Dalil Khitab ini dinamakan juga mafhum mukhalafah. [5]
2. Syarat-Syarat Mafhum Mukhalafah
Menurut A. Hanafie dalam bukunya Ushul Fighi, syahnya mafhum mukhafalah ada empat syarat, yaitu :
a. Mafhum mukhafalah tidak berlawanan dengan dalil yang lebih kuat, baik dalil mantuq maupun mafhum muwafaqah. Contoh : Al isra':31 dan Al Isara' :33 saling menguatkan tentang pelarangan membunuh jiwa kecuali dengan suatu alasan.
b. Yang disebutkan (mantuq) bukan suatu hal yang biasanya terjadi.
c. Yang disebutkan (mantuq), bukan dimaksudkan untuk menguatkan sesuatu keadaan.Contoh hadist rosulullah yang artinya "Orang Islam adalah orang yang tidak menggangguorang Islam lainnya,baik dengan lisan maupun dengan tangannya."Perkataan orang orang Islam tidak di pahamkan bahwa orang yang bukan Islam boleh diganggu akan tetapi lebih dimaksudkan pada pentingnya hidup rukun dan damai.
d. Yang disebutkan (mantuq) harus berdiri sendiri, tidak mengikuti kepada yang lain. Contoh Q.S Al Baqoroh:187 yang artinya : "Janganlah kamu campuri mereka(istri istrimu padahal kamu sedang beriktikaf dlalam masjid." Maksudnya tidak dapat di pahamkan bahwasannya kalau tidak sedang beriktikaf dalam masjid boleh di campuri"[6]
3. Macam-Macam Mafhum Mukhalaf
a. Mafhym shifat, yaitu menghubungkan hukum sesuatu kepada syah satu sifatnya.
b. Mafhum 'illat, yaitu menghubungkan hukum sesuatu menurtu 'illatnya. Mengharamkan minuman keras karena memabukkan.
c. Mafhum 'adat, yaitu menghubungkan hukum sesuatu kepada bilangan yang tertentu.
d. Mafhum ghayah, yaitu laafal yang menunjukkan hukum sampai kepada ghayah (batasan, hinggaan), hingga lafal ghayah ini adakalanya dengan "ilaa" dan dengan "hatta"
e. Mafhum Had, yaitu menentukan hukum dengan disebutkan suatu 'adad, diantara adat-adatnya
f. Mafhum Laqaab, yaitu menggantungkan hukum kepada isim alam atau isim fi'il.[7]
http://allaylaa.blogspot.co.id/2014/10/mantuq-mafhum-musytarak-murodif-ushul.html
Layla Hasan
MANTUQ DAN MAFHUM
DALAM ILMU USHUL FIQH
PENGERTIAN MANTUQ DAN MAFHUM
Mantuq adalah lafal yang hukumnya memuat apa yang diucapkan (makna tersurat), sedang mafhum adalah lafal yang hukumnya terkandung dalam arti dibalik manthuq (makna tersirat)
Menurut kitab mabadiulawwaliyah, mantuq adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh suatu lafadz dalam tempat pengucapan, sedangkan mafhum adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh suatu lafadz tidak dalam tempat pengucapan.
Jadi mantuq adalah pengertian yang ditunjukkan oleh lafadz di tempat pembicaraan dan mafhum ialah pengertian yang ditunjukkan oleh suatu lafadz tidak dalam tempat pembicaraan, tetapi dari pemahaman terdapat ucapan tersebut. Seperti firman Allah SWT
Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah"
(Q.S Al-Isra' ayat 23)
Dalam ayat tersebut terdapat pengertian mantuq dan mafhum, pengertian mantuq yaitu ucapan lafadz itu sendiri (yang nyata = uffin) jangan kamu katakan perkataan yang keji kepada kedua orang tuamu. Sedangkan mafhum yang tidak disebutkan yaitu memukul dan menyiksanya (juga dilarang) karena lafadz-lafadz yang mengandung kepada arti, diambil dari segi pembicaraan yang nyata dinamakan mantuq dan tidak nyata disebut mafhum
PEMBAGIAN MANTUQ DAN MAFHUM
Pembagian Mantuq
Pada dasarnya mantuq ini terbagi menjadi dua bagian yaitu:
1) Nash, yaitu suatu perkataan yang jelas dan tidak mungkin di ta'wilkan lagi, seperti firman Allah SWT
Maka wajib berpuasa tiga hari (Q.S Al-Baqarah ayat 106)
2) Zahir, yatiu suatu perkataan yang menunjukkan sesuatu makna, bukan yang dimaksud dan menghendakinya kepada penta'wilan. Seperti firman Allah SWT
Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu (Q.S Ar-Rahman ayat 27)
Wajah dalam ayat ini diartikan dengan zat, karena mustahil bagi tuhan mempunyai wajah seperti manusia.
"dan langit yang kami bangun dengan tangan" (Q.S. Adz-zariyat: 47)
Kalimat tangan ini diartikan dengan kekuasaan karena mustahil Allah mempunyai tangan seperti manusia.
Pembagian Mafhum
Mafhum dibedakan menjadi dua bagian, yakni:
1. Mafhum Muwafaqah, yaitu apabila hukum yang dipahamkan sama dengan hukum yang ditunjukkan oleh bunyi lafadz. Mafhum muwafaqah ini dibagi menjadi dua bagian:
a) Fahwal Khitab
yaitu apabila yang dipahamkan lebih utama hukumnya daripada yang diucapkan. Seperti memukul orang tua tidak boleh hukumnya, firman Allah SWT yang artinya: jangan kamu katakan kata-kata yang keji kepada kedua orangtua. Kata-kata yang keji saja tidak boleh apalagi memukulnya.
b) Lahnal Khitab
yaitu apabila yang tidak diucapkan sama hukumnya dengan diucapkan. Seperti memakan (membakar) harta anak yatim tidak boleh berdasarkan firman Allah SWT:
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).
(Q.S An-Nisa ayat 10)
Membakar atau setiap cara yang menghabiskan harta anak yatim sama hukumnya dengan memakan harta anak tersebut ang berarti dilarang (haram)
2. Mafhum Mukhalafah, yaitu pengertian yang dipahami berbeda daripada ucapan, baik dalam istinbat (menetapkan) maupun Nafi (meniadakkan). Oleh sebab hal itu yang diucapkan. Seperti firman Allah SWT:
apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli
dari ayat ini dipahami bahwa boleh jual beli dihari Jum'at sebelum azan dikumandangkan dan sesudah mengerjakan shalat Jum'at. Dalil Khitab ini dinamakan juga mafhum mukhalafah.
Macam-macam mafhum mukhalafah
1. Mafhum Shifat
yaitu menghubungkan hukum sesuatu kepada syah satu sifatnya. Seperti firman Allah SWT.
"Hendaklah bebaskan seorang budak (hamba sahaya) yang mukmin" (Q.S. An-Nisa ayat 92)
2. Mafhum 'illat
yaitu menghubungkan hukum sesuatu menurut 'illatnya. Mengharamkan minuman keras karena memabukkan.
3. Mafhum 'adat
yaitu memperhubungkan hukum sesuatu kepada bilangan tertentu. Firman Allah SWT:
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, (Q.S. An-Nur ayat 4)
4. Mafhum ghayah
yaitu lafaz yang menunjukkan hukum sampai kepada ghayah (batasan, hinggaan), hingga lafaz ghayah ini adakalnya "ilaa" dan dengan "hakta". Seperti firman Allah SWT.
apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku,
(Q.S Al-Maidah ayat 6)
Firman Allah SWT
dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci
(Q.S. Al-Baqarah ayat 222)
5. Mafhum had
yaitu menentukan hukum dengan disebutkan suatu 'adad diantara adat-adatnya. Seperti firman Allah SWT.:
Katakanlah: "Tiadalah Aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – Karena Sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.
6. Mafhum Laqaab
yaitu menggantungkan hukum kepada isim alam atau isim fa'il, seperti sabda Nabi SAW
SYARAT-SAYRAT MAFHUM MUKHALAFAH
syarat-syaraf mafhum Mukhalafah, adalah seperti yang dimukakan oleh A.Hanafie dalam bukunya Ushul Fiqhi, sebagai berikut:
Untuk syahnya mafhum mukhalafah, diperlukan empat syarat:
1. Mafhum mukhalafah tidak berlawanan dengan dalil yang lebih kuat, baik dalil mantuq maupun mafhum muwafaqah. Contoh yang berlawanan dengan dalil mantuq:
"Jangan kamu bunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan"
(Q. S Isra' ayat 31).
Mafhumnya, kalau bukan karena takut kemiskinan dibunuh, tetapi mafhum mukhalafah ini berlawanan dengan dalil manthuq, ialah:
"Jangan kamu membunuh manusia yang dilarang Allah kecuali
dengan kebenaran (Q.S Isra' ayat 33)"
Contoh yang berlawanan dengan mafhum muwafaqah:
"Janganlah engkau mengeluarkan kata yang kasar kepada orang tua, dan jangan pula engkau hardik (Q.S Isra' ayat 23).
Yang disebutkan, hanya kata-kata yang kasar mafhum mukhalafahnya boleh memukuli. Tetapi mafhum ini berlawanan dengan mafhum muwafaqahnya, yaitu tidak boleh memukuli.
2. Yang disebutkan (manthuq) bukan suatu hal yang biasanya terjadi.
Contoh:
"Dan anak tirimu yang ada dalam pemeliharaanmu"
(Q.S An-Nisa' ayat 23).
Dan perkataan "yang ada dalam pemeliharaanmu" tidak boleh dipahamkan bahwa yang tidak ada dalam pemeliharaanmu boleh dikawini. Perkataan itu disebutkan, sebab memang biasanya anak tiri dipelihara ayah tiri karena mengikuti ibunya.
3. Yang disebutkan (manthuq) bukan dimaksudkan untuk menguatkan sesuatu keadaan.
Contoh:
"Orang Islam ialah orang yang tidak mengganggu orang-orang Islam lainnya, baik dengan tangan ataupun dengan lisannya (Hadits)".
Dengan perkataan "orang-orang Islam (Muslimin) tidak dipahamkan bahwa orang-orang yang bukan Islam boleh diganggu. Sebab dengan perkataan tersebut dimaksudkan, alangkah pentingnya hidup rukun dan damai di antara orang-orang Islam sendiri.
4. Yang disebutkan (manthuq) harus berdiri sendiri, tidak mengikuti kepada yang lain.
Contoh:
"Janganlah kamu campuri mereka (isteri-isterimu) padahal kamu sedang beritikaf di mesjid (Q.S Al-Baqarah ayat 187)".
Tidak dapat dipahamkan, kalau tidak beritikaf dimasjid, boleh mencampuri
MANTUQ DAN MAFHUM
Petunjuk (Dalalah) lafas kepada maknanya ada kalanya berdasarkan pada bunyi perkataan yang di ucapkan itu,baik secara tsgas maupun mengandung makna lain.Dengan arti mantuq ini adalah sebuah ayat dimana yang artinya tersurat ataupun yang sudah jelas dan tegasmaknanya pada surat tertentu.Dan dimana pula adakalanya sebuah ayatberdasarkan pada pemahaman(mafhum artinya tersirat) dimana arti tersirat ini adalah suatu ayat yang kurang jelas tujuannya.Inilah yang dinamakan mantuq dengan mafhum.
a. Pengertian Mantuq
Mantuq adalah sustu makna yang ditujukan kepada lafasmenurut ucapannya ataupun bisa dikatakan bahwa mantuq ini merupakan yang sudah jelas atau penegasan berdasarkan materi huruf – huruf yang di ucapkan.
Contoh :
قلل لا ا جد فيما اوحي الي محر ما على طا عم يطعمه الاان يكون ميتة اودما مسف حا اولحم خنز يرفانه رجس او فسقا اهل لغير االله به فمن اضطر غير باغ ولاعادفان ربك غفور رحيم (الانعام : 145)
" Katakanlah tidak aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku,sesuatu yang di haramkan bagi orang yang hendak memakannya,kecuali kalau makanan itu bangkai atau darah yang mengaliratau daging babi,karena sesungguhnya semua itu kotor,atau binatang yang di sembelih selain atas nama alloh.Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa,sedangkan dia tidak menginginkannya dan tidak pula melampoi batas,maka sesungguhnya Tuhanmu maha pengampun lagi maha penyayang".
Mantuk ayat ini adalah haram memekan darah yang mengalir,sedangkan mahfumnya adalah halal darah yang tidak mengalir dan diketahui halalnya melalui kaidah atau dalil syar'a yang lainnya.
b. Macam – macam Mantuq
1. Nass
Adalah lafal yang dilalahnya jelas yang menunjukkan pada makna yang dimaksud menjadi maksud asli susunan kalimatnya sekalipun masih dapat ditakwilkan.Contohnya seperti ayat 275 al baqoroh diatas,nas menunjukkan jual beli tidak sama dengan riba karena makna yang seperti itu dipahami dari susunan kalimatnya.
Contoh
وما اتا كم الر سول فخذ وه وما نها كم عنه فا نتهوا ... ( الحشر : 7 )
"Apa yang diberikan rosul kepada mu maka terimalah dia.dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah . . . "(al hasyr : 7)
Nash menunjukanwajib mentaati rosul dalam pembagian ghanimah,apa yang diberikan ambillah dan apa yang dilarang maka jangan lah diambil.Merupakan arti yang dimaksud dalam susunan kalimatnya.
Hukum nash wajib diamalkan selama belum ada petunjuk yang dapat dijadikan alasan untuk memalingkannya kepada arti yang lain dengan cara takwil.Ta'wil baru dapat diterima apabila ta'wil itu didasarkan pada nash al quran atau sunah,atau berdasarkan qiyas atau berdasarkan jiwa syariat islam atau berdasarkan kaidah umum syariat islam.Karena itu,ta'wil yang bukan melalui apa yang diterangkan diatas dinamakan takwil jauh yang tidak dapat diterima.Di bawah ini akan dikemukakan beberapa contoh ta'wil yang dibawakan oleh mazhab Syafi'i dan Hanafi :
a. Menurut Mazhab Syafi'i,seorang laki – laki yang memeluk agama islam,sedangkan ia memiliki banyak istri,maka pada saat ia masuk islam,maka ia hanya boleh memiliki istri empat orang dari istri yang ada.Ini berdasarkan hadis yang berbicara tentang seorang laki – laki yang bernama Ghailan yang pada saat memeluk agama islam beristri sepuluh orang.Rosul bersabdakepadanya "
امسك عليك اربعا وفا ر ق سا ئر هن ( رواه احمد والتر مذى وا بن حبان وا لحا كم وسا لم بن عبداالله بن عمر )
" Peganglah olehmu empat orang dan yang lain ceraikanlah " ( Hr Ahmad,Tarmidzi,Ibnu Hiban dan Hakim dari salin bin Abdul allah bin umar )
Namun,mazhzb Hanafi mengatakan kalau semua istrinya melalui hanya satu akad nikah saja,maka boleh memilih empat orang dari semua istrinya dan yang lain diceraikan.akan tetapi,kalau melalaui beberapa kali akad nikah,maka yang boleh ditetapkan menjadi istri adalah menurut urutan nikahnya.
b. Mazhab Syafi'i orang yang baru memeluk agama islam dan mempunyai isteri dua saudara kandung,maka suaminya boleh memilih salah satu dari keduanyaberdasarkan hadis yang berbunyi :
طلق ا يتهما شئت
" Ceraikan lah salah seorang yang kamu inginkan "
(HR.Ahmad,Ibnu Majah ,Abu Daud,Tarmidzi dan Baihaki dari Abdulah Dailami dari Ayahnya)
Namun,Mazhab Hanafi melihat bentuk akad nikahnya dan memberlakukan seperti apa yang diberlakukan diatas.
c. Dalam Mazhab Syafi'i membayar kafarah zhihar adalah memberikan enam puluh orang miskin untuk satu hari berdasarkan firman Alloh :
فا طعا م ستين مسكينا ( المجا د لة : 4 )
"Maka barang siapa yang tidak kuasa ( wajiblah baginya ) memberi makan enampuluh orang miskin "
Dalam mazhab Hanafi diterangkan bahwa boleh menyerahkannya kepada enam puluh orang miskin untuk makan satu hari atau menyerahkan kepada seorang miskin selama enam puluh hari.
d. Dalam mazhab Syafi'i membayar zakat hewan wajib dikeluarkan hewan itu juga dan tidak boleh diganti dengan lainnya.Pendapat ini berdasarkan hadis :
فى ار بعين شا ة شا ة
"setiap empatpuluh ekor kambing ( zakatnya )satu ekor kambing." ( HR Damari dari amrin bin Hazim).
Namun menurut mazhab hanafi,zakat yang dikeluarkan dapat berupa satu ekor kambing atau nilainya saja.
e. Dalam mazhab Syafi'i seorang gadis tidak boleh mengadakan akad nikah sendiri tanpa adanya perizinan wali berdasarkan hadis yang berbunyi :
ايمن امراة نكحت بغير اذن وايها فنكاحها با طل ( رواه ابن ماجه والتر مذى وابوداودوالطبرانى عن عًشة )
"Perempua manapun yang mengadakan akad nikah tanpa izin walinya maka nikahnya batal .."
( Hr .Ibnu majah ,Turmizi,Abu Daud dan Tabrani dari Aisyah)
Namun mazhab Hanafi menetapkan sahnya pernikahan wanita yang masih gadis sekalipun tidak seizin walinya karna yang dimaksud dalam hadis ini adalah anak kecil,budak wanita,atau mukatabah.
f. Menurut mazhab syafi'i niat puasa ramadhan wajib pada waktu malam berdasarkan hadis yang berbunyi :
للاصيام لمن لم يفر ضه من الليل ( رواه الترمذ ى عن حفصة )
" Tidaklah terhitung puasa bagi yang tidak berniat wajib dari waktu malam "
Namun mazhab Hanafi mena'wilkanhadis ini dengan mengatakan yang wajib niat pada waktu malam itu hanya puasa qadho dan puasa nazar,tetapi puasa ramadhan tidak wajib.
g. MenurutSyafi'i semua keluarga Rosulluloh berhak menerima sebagian dari harta ghanimah,baik yang mampu maupunyang tidak mampu berdasarkan ayat yang berbunyi :
واعلموا انما غنمتم من شيء فان الله غمسه وللر سول ولذى القر بىواليتمى والمسكين وابن السبيل
( الا نفا ل : 41 )
" Ketahuilah sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang maka sesungguhnya seperlima untuk Alloh,Rosul,kerabat Rosul,anak – anak yatim,orang – orang miskin,dan ibnu sabil"
Namun mazhab Hanafi mena'wilkan ayat ini dengan mengatakan yang berhak menerima hanya keluarga rosul yang miskin saja,sedangkan yang mampu tidak lagi berhak menerima
h. Syafi'i mewajibkan menyerahkan zakat kepada delapan mustahiq dan setiap mustahiq sekurang – kurangnya tiga orang.berdasarkan firman Alloh yang berbunyi :
انما الصد قت للفقراء والمسكين والعملين عليهاوالمؤ لفة قلو بهم و في الرقاب والغر مين وفي سبيل الله وابن السبيل ( التوبة : 60)
"Sesungguhnya zakat – zakat itu hanyalah untuk orang – orang fakir,orang – orang miskin,pengurus zakat,para mualaf,yang dibujuk hatinya untuk memerdekakan budak,orang – orang yang berutang untuk jalan Alloh ,dan orang – orang yang sedang jalam perjalanan...."
Namun menurut mazhab hanafi zakat boleh saja diserahkan kepada satu orang mustahiq yang terdiri atas satu orang karena ayat tersebut hanya berbicara tentang orang – orang yang berhak menerima zakat saja,
2. Zahir
Suatu lafal yang dilalahnya dikatakan Dzahir,apabila lafal yang dipahami diambil dari susunan kalimatnya yang bukan menjadi tujuan aslidan dapat pula dialihkan ke arti lain.
Contoh :
...... واحل االله البيع وحرم الربوا ..... ( البقرة : 275)
"..... Padahal telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ......"(al baqarah : 275)
Ayat yang menerangkan dihalalkan semua jual beli dan di haramkan riba.Ini dipahami dari lafal halal dan haram dan tidak lagi memerlukan alasan lain dari luar nash.Namun arti ini bukan arti yang dimaksud dalam susunan kalimatnya,karena pada susunan kalimat ayat diatas adalah jawaban bagi orang yahudi yang menyamakan jual beli dengan riba yang dicantumkan dalam ayat sebelumnya.
..... فا نكحوا ما طا ب لكم من النساء مثنى وثلا ث ورباع فان غفتم الاتعد لوا فوا حدة...( النساء : 3 )
" ..... Maka kawinilah wanita – wanita lain yang kamu senangi,dua,tiga,atau empat.Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku adil maka kawinilah seorang saja ......"
Dzahir ayat menerangkan bahwa boleh mengawini wanita yang halal karena langsung diambil dari kalimat boleh kawin dengan wanita yang disenangi,,namun arti ini bukan yang dimaksud dalam susunan kalimatnya karena susunan kalimat menetapkan jumlah wanita yang boleh dikawini tidak melebihi dari empat dan kalau tidak mampu berlaku adil maka cukuplah satu saja.
Sebagaimana yang diterangkan di atas,bahwa dzahir wajib diamalkan selama tidak ada dalil yang dapat dijadikan alasan untuk memalingkan artinya ke arti lain sekalipun pada dasarnya dapat dipalingkan.Umpamanya lafal dzahir yang bersifat umum masih dapat ditaksiskan,dan lafal dzahir yang mutlak masih dapat ditaqyidkan,lafal dzahir yang mempunyai arti hakiki masih dapat dialihkan menjadi arti majasi.
3. Mu'awal
Adalah lafaz yang diartikan dengan makna marjuh karena ada sesuatu dalil yang menghalangi.Mu'awal berbeda dengan zahir,zahir diartikan dengan makna yang rajih,sebab tidak ada dalil yang memalingkannya kepada yang marjuh.Sedangkan mu'awal diartikan dengan makna marjuh karena ada dalil yang memalingkannya dari makna rajih,akan tetapi masing – masing kedua makna itu di tunjukan oleh lafasmenurut bunyi ucapannya.
Contoh :
واخفض لهما جنا ح الد ل من الر حمة
c. Pengertian Mafhum
Yaitu makna yang ditunjukan oleh lafaz yang tidak berdasarkan bunyi ucapannya.
Contoh :
فلا تقل لهما اف ( الا سراء : 23)
" Maka janganlah kamu mengatakan kepada kedua orang tua mu perkataan yang keji".
Mahfum terbagi menjadi dua yaitu :
1. Mafhum muwafaqoh
Yaitu pengertian yang yang di pahami menurut ucapan lafal yang disebutkan.
Mahfum ini terbagi menjadi :
a. fahwal kitab
Yaitu apabila yang dipahamkan lebih utama hukumnya daripada yang di ucapkan.
b. Lahnul kitab
Yaitu apabila yang tidak di ucapkan sama hukumnya dengan yang di ucapkan. Seperti firman alloh :
انلز ين يا كلون ا موال اليتمى ضللما انما يا كاون في بطو نهم نا را ( الساء :10)
" Mereka yang memekan harta anak yatim secara aniyaya sebenarnya memakan api kedalam perut mereka "
2. Mafhum makhalafah
Yaitu pengertian yang di pahami berbeda dari ucapan,baik dalam menetapkan maupun meniadakan . aseperti ayat :
اذانودياللصلوة من يوم الجمعة فا سعوالى ذ كرالله وذروا البيع ( الجمعة : 9)
"Apabila kamu dipanggiluntuk mengerjakan salat pada hari jumat,maka bersegeralah kamu mengerjakannya dan tinggalkanlah jual beli "
Mafhum makhalafah ada lima macam yaitu :
a. Mafhum makhalafah wasat ( sifat )
Contoh :
الج اشهر معلو مات ( البقر : 197 )
" (Muslim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi "
Mahfumnya adalah bahwa melakukan ikhrom untukhaji diluar diluar bulan – bulan itu tidak syah.
b. Mafhum mukhalafah gayah (batas)
Contoh :
فان طلقها فلا تحل له من بعد حتى تنكح زوجا غيره ( البقره : 23 )
"kemudian sisuami menalak (sesudah talak yang ke dua) maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain"
Manfhum mantuq ayat ini adalah istri yang sudah ditalak tiga tidak halal lagi bagi suami yang pertama kecuali bila istrinya telah menikah dan diceraikan oleh suami kedua.Sedangkan mafhum mukhalafah gayahnya adalah sebelum istrinya menikah dengan suami kedua dan diceraikannya,maka belum halal bagi suami yang pertama.
c. Mafhum muhalafah syarat
Contoh :
وان كن اولا ت حمل فا نفقوا عاين ( الطلاق : 6) " Dan jika mereka (istri – istri yang sudahdi talak) sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkah"
Mantuk nash ayat ini adalah istri yang diceraikan dalam keadaan hamil,wajib mendapatkan nafkah dari suaminya hingga ia melahirkan dan mafhum mukhalafah syaratnya adalah istri yang tidak hamil tidak wajib diberi nafkah.
d. Mafhum mukhalafah adad (bilangan)
Contoh :
فاجلدو وهم ثما نين جلد ة ( النر : 4)
"Maka deralah mereka ( yang menuduh itu ) delapan puluh kali dera"
Menurut mafhum mukhalafah adad dalam ayat ini adalah jumlah pukula tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang dari delapan puluh kali.
e. Mafhum mukhalafah laqab
Seperti dalam perkataan :
محمد رسول االله
"Muhammad SAW adalah rosul alloh"
Mafhum mukhalafah laqab dari contoh diatas bisa dimengerti bahwa tidak ada selain Muhammad yang di angkat menjadi rosul.
BAB II.
NASAKH
1. Pengertian Nasakh
Nasakh menurut menurut bahasa dipergunakan untuk arti izalah ( menghilangkan ) .Sedangkan menurut istilah adalah mengangkat ( menghapuskan )hukum syara'dengan dalil hukum syara' yangb lain.Para ahli ushul fiqih mengemukakan bahwa nasakh itu baru dianggap benar bila :
1. Pembatalan itu dilakukan melalui tuntunan syara' yang mengandung hukum dari Alloh dan rosulnya
Yang membatalkan ini disebut nasakh.Dengan demikian,habisnya masa suatu hukum pada seseorang, seperti wafatnya seseorang atau hilangnya kecakapan bertindak hukum seseorang atau hilangnya ilat hukum,tidak dinamakan nasakh.
2.Yang di batalkan itu adalah hukum syara ,dan disebu mansyukh.Pembatalan hukum yang berlaku di tengh – tengah masyarakat yang sumbernya bukan syara atau pembatalan adat istiadat jahiliyah melalui tuntunan syara,tidak dinamakan nasakh.
3.Hukum yang membatalkan hukum terdahulu,datangnya kemudian.Artinya hukum syara yang dibatalkan itu lebih dahulu datangnya daripada hukum yang membatalkan.
2. Pembagian Nasakh
Nasakh dapat dibagi menjadi :
a. Nasakh Syarih yaitu yang ditegaskan berakhirnya hukum yang dinasakhkan,seperti hadis tentang ziarah kubur.
b. Nasakh Zimni yaitu nasakh antara dua nashyang berlawanan dan tidak mungkin disesuaikan menurut fersinya masing – masing.Misalnya satu nash positif dan dan yang lain negatif,sedangkan sejarah turunnya diketahui.seperti wasiat kepada ahli waris dinasakhkan oleh ayat mewaris.Nasakh zimni terbagi mrnjadi :
1. Nasakh terhadap hukum yang dicakup oleh nash terdahulu.
Contohnya :
والذين يتو فون منكم ويد رون ازواجا وصية لا زوا جهم متعا الى الحو ل غير اخراج فان خر جن فلا جناح عايكم ( البقرة : 24)
"Dan orang – orang yang akan meninggal dunia diantaramu dan meninggalkan istri,hendaklah berwasiat untuk istri – istrinya yaitu diberi nafkah hingga setahun lamanyadengan tidak disuruh pindah (dari rumahnya).Akan tetapi jika mereka pindah sendiri,maka tidak ada dosa bagimu . . . ."
Dan di naskh oleh ayat :
والذين يتو فون منكم ويذ رون ازواجا يتر بصن با نفسهن اربعة اشهر وعشرا ( البقرة : 234)
"Orang – orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan istri – istri,hendaklah para istri itu menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari . . . . ..".
2. Nasakh Zua'i yaitu mengeluarkan dari keumuman nas terdahulu,
3. Rukun nasakh
Rukun nasakh itu ada empat yaitu :
a. Adah al –nasakh
Yaitu pernyataan yang menunjukkan pembatalan ( penghapusan ) hukum yang telah ada
b. Nasikh
Yitu Alloh taala karena dialah yang membuat hukum dan Dia pula yang membatalkan sesuai dengan kehendaknya.Oleh sebab itu pada hakekatnya adalah Alloh taala.
Adakalanya yang disebut nasikh itu adalah hukum syara tetapi hal ini majas dari nasikh.Misalnya dikatakan bahwa puasa ramadhan itu menasakhkan puasa asyuro. Namun adakalanya nasikhn itu dimaksudkan sebagai nas yang menasakhkan.Misalnya ayat tentang dakwahdengan pedang telah dinaskan oleh ayat tentang dakwah dengan cara peringatan yang bijaksana.Kedua pemakaian nasikh dalam contoh ini adalah dari segi majas,bukan dari segi hakekatnya,Karena nasikh pada hakikatnya adalah Alloh taala.
c. Mansukh
Yaitu hukum yang dipindahkan,dibatalkan atau dihapuskan.
d. Mansukh Anhu
Yaitu orang yang dibebani hukum.
4. Syarat – syarat Nasakh
Syarat Nasakh yang disepakati diantaranya :
a. Nasikh harus terpisah dari mansukh
b. Nasikh harus lebih kuat dari mansukh atau sama kuatnya dengan mansukh
c. Nasikh harus berupa dalil – dalil syara'
d. Mansukh harus dibatasi pada suatu waktu
e. Mansukh harus hukum – hukum syara'
Syarat Nasakh yang belum disepakati diaranya :
a. Nasikh dan Mansukh tidak satu jenis
b. Adanya hukum baru sebagai pengganti hukum yang dinasakhkan
c. Hukum pengganti harus lebih kuat dari yang dinasakhkan.
5. Cara mengetahui Nasikh dan Mansukh
Para ulama ushul fiqih mengemukakan bahwa untuk mengetahui mana yang nasikh dan mana yang mansukh,di perlukan ketelitian dan ketelitian seorang mujahid.Apabila ia secara menyakinkan menemukan dua nash yang bertentangan secara keseluruhan ( bukan pertentangan sebagian – sebagian ) dan tidak mungkin di kompromikan,maka ia harus meneliti mana nash yang datang lebih dahulu dan mana yang datang kemudian.Nash yang datang kemudian disebut Nasikh,dan yang datang lebih dahulu disebut Mansukh.
Untuk melacak urutan datangnya nash itu dapat diketahui melalui :
1. Penjelasan langsung dari Rosul.Umpamanya ia katakan ayat ini lebih dulu turun dari ayat itu, ayat ini nasikh dan ayat itu mansukh.
2. Dalam salah satu nash yang bertentengan itu ada petunjuk yang menyatakan salahsatu nash lebih dahulu datangnya dari yang lain.Misalnya sabda rosull tentang hukum menzarahi kubur
كنت نهيتكم عن زيارة القبور الافزوروها
" Dahulu saya melarang kamu untuk menziarahi kubur,tetapi kini ziarahlah "
3. Periwayatan hadis secara jelas menunjukkan bahwa salahsatu hadis yang bertentangan iti lebih dahulu datangnya dari hadis yang lain,seperti ungkapan perawi hadist bahwa hadis ini diungkapkan oleh Rosul pada tahun sekian dan hadis ini pada tahun sekian.
http://hery-febriyanto.blogspot.co.id/2013/12/mantuq-dan-mafhum-dalam-ilmu-ushul-fiqh.html