LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA
UJI ASAM AMINO DAN PROTEIN
Disusun Oleh
Kelompok 9 Farmasi D : Lisa Dewi Purnama Rizki
(201210410311018)
Aditya Pradnya Paramita
(201210410311109)
Irsan Fahmi
(201210410311171)
Rosida Fajrin
(201210410311201)
Nurul Hidayah
(201210410311236)
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2014
BAB I PENDAHULUAN Protein adalah makromolekul yang secara fisik dan fungsional kompleks yang melakukan beragam peran penting. penting. Protein mengalami perubahan fisik dan fungsional fungsional yang mencerminkan siklus hidup organisme tempat protein berada. Protein biasanya “lahir” saat translasi, mengalami pematangan melalui pengolahan pasca translasi dan mati setelah diuraikan menjadi asam-asam amino komponennya (Murray dkk, 2006). Protein secara kimia lebih kompleks lagi, tetapi seperti karbohidrat dan lipid, protein juga tersusun dari senyawa gabungan yang sederhana. Semua protein mengandung atom karbon, oksigen, hidrogen, dan nitrogen serta protein-protein yang mengandung sulfur dan fosfor (Sloane, 2004). Adapun struktur protein yaitu terdiri dari rantai polipeptida memilin, melipat, dan membungkus diri ke dalam model yang membentuk protein dengan kesesuaian bentuk (conformation) conformation) yang berbeda-beda. Protein struktural atau fibrosa disusun dari makromolekul linear yang panjang. Contohnya meliputi kolagen; miosin (protein otot); fibrin; dan keratin pada rambut, kuku dan kulit. Selain itu juga dikenal protein globular adalah protein yang sangat terpilin dan terlipat dalam bentuk yang hampir sferikal, atau mirip gulungan benang kusut. Contohnya meliputi enzim, hormone, dan protein darah (Sloane, 2004). Protein adalah molekul yang konformasinya dinamis dan dapat mengalami pelipatan ( folding folding ) dan penguraian dalam kisaran waktu milidetik, serta dapat mengalami pelipatan penguraian ratusan atau ribuan kali selama hidupnya. Pelipatan membentuk keadaan asli tidak memerlukan pencarian yang melelahkan terhadap struktur yang mungkin terbentuk. Konsentrasi protein yang sangat tinggi di dalam sel juga dapat memengaruhi kinetika pelipatan protein (Murray dkk, 2006) 2006) Ada empat tingkat organisasi struktur protein diantaranya (Sloane,2004) : 1.
Struktur primer adalah rantai polipeptida dan jumlah serta asam amino dalam setiap rantai.
2.
Struktur sekunder adalah lilitan rantai peptide yang menyerupai spiral helix helix atau jenis kesesuaian bentuk lainnya. a. Alpha helix adalah lilitan geometris yang seragam dengan 3,6 asam amino menempati setiap lekuk heliks, terbentuk saat terjadi ikatan hidrogen antara asam amino pada
lekukan yang berurutan dari spiral. Bentuk tersebut merupakan bentuk dasar struktur protein pada rambut, kulit, dan kuku. b. Struktur lembaran terlipat terbentuk dari ikatan hidrogen untuk mempertahankan kedekatan rantai-rantai dalam konfigurasi yang terbentuk zig-zag. Lembaran terlipat seperti itu menjadi inti dari protein globular. 3.
Struktur tersier berada di atas struktur sekunder biasa dengan sedikit mengubah, melipat, dan mengusutkan rantai peptida yang biasa untuk membentuk model tiga dimensi yang kompleks.
4.
Struktur kuarter adalah susunan kompleks yang terdiri dari dua rantai polipeptida atau lebih, yang setiap rantainya bersama dengan struktur primer, sekunder, dan tersier membentuk satu molekul protein yang besar dan aktif secara biologis. Pada umumnya asam amino yang diisolasi dari protein hidroksilat merupakan alfa-
asam amino, yaitu gugus karboksil dan amino terikat pada atom karbon yang sama. Yang membedakan asam amino satu sama lain adalah rantai cabang atau gugus R-nya. R berkisar dari satu atom hidrogen (H) sebagaimana terdapat pada asam amino paling sederhana glisin ke rantai karbon lebih panjang, yaitu hingga tujuh atom karbon (Almatsier, 2010). Hampir semua asam amino mempunyai fungsi khusus. Triptofan adalah prekursor vitamin niasin dan pengatur saraf serotonin. Metionin memberikan gugus metal guna sintesis kolin dan kreatinin. Di samping itu metionin merupakan prekursor sistein dan ikatan mengandung ikatan sulfur lain. Fenilalanin adalah prekursor tirosin dan bersama membentuk hormo-hormon tiroksin epinefrin. Tirosin merupakan prekursor bahan yang membentuk pigmen kulit dan rambut. Arginin dan sentrulin terlibat dalam sintesis ureum dalam hati (Almatsier, 2010). Glisin mengikat bahan-bahan toksik dan mengubahnya menjadi bahan tidak berbahaya. Glisin juga digunakan dalam sintesis porfirin nukleus hemoglobin dan merupakan bagian dari asam empedu. Histidin diperlukan untuk sintesis histamin. Kreatinin yang disintesis dari arginin, glisin, dan metionin bersama fosfat membentuk kreatinin fosfat, suatu simpanan fosfat berenergi tinggi dalam sel. Glutamine yang dibentuk dari asam glutamate dan asparagin dari asam aspartat merupakan simpanan asam amino di dalam tubuh. Di samping itu asam glutamate adalah prekursor pengantar saraf gamma asam amino-asam butirat (Almatsier, 2010). Sifat fisikokimia protein berbeda satu sama lain, tergantung pada komposisi dan jenis asam amino penyusunnya. Sebagian besar protein bila dilarutkan dalam air akan membentuk dispersi koloid dan tidak dapat berdifusi bila dilewatkan melalui membrane semipermeabel.
Beberapa protein mudah larut dalam air, tetapi ada pula yang sukar larut. Namun, semua protein tidak dapat larut dalam pelarut organik seperti eter, kloroform, atau benzena (Sirajuddin dan Najamuddin, 2011). Pada umumnya, protein sangat peka terhadap pengaruh-pengaruh fisik dan zat kimia sehingga mudah mengalami perubahan bentuk. Perubahan atau modifikasi pada struktur molekul protein disebut denaturasi (Sirajuddin dan Najamuddin, 2011). Protein dapat mempertahankan kesesuaian bentuknya asalkan lingkungan fisik dan kimianya dipertahankan. Jika lingkungan berubah, maka protein dapat terurai atau mengalami perubahan; mereka dapat kehilangan struktur sekunder, tersier, dan kuarternya sehingga aktivitas biologisnya juga hilang. Sebagian protein dapat dikembalikan ke bentuk aslinya, jika terdenaturasi tanpa harus menjadi insoluble (tidak dapat larut). Contoh setelah pemanasan ringan, protein dapat kembali ke bentuk aslinya jika kembali ke suhu normal. Perbedaan panas yang besar dapat menyebabkan denaturasi yang menetap. Putih telur (albumin) akan memadat dan menjadi insoluble jika dipanaskan. Suhu tubuh yang sangat tinggi dapat menyebabkan koagulasi protein selular. Jika suhu tubuh naik sampai di atas 410C-420C, maka degenerasi sel, terutama di otak, mulai terjadi akibat denaturasi protein (Sloane, 2004). Protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter, yaitu dapat bereaksi dengan asam dan basa. Dengan larutan asam atau ph rendah, gugus amino pada protein akan bereaksi dengan ion H+, sehingga protein bermuatan positif. Sebaliknya, dalam larutan basa gugus karboksilat bereaksi dengan ion OH -, sehingga protein bermuatan negatif. Adanya muatan pada molekul protein menyebabkan protein bergerak dibawah pengaruh medan listrik (Sirajuddin dan Najamuddin, 2011). Setiap jenis protein dalam larutan mempunyai ph tertentu yang disebut titik isoelektrik (TI). Pada pH isoelektrik, molekul protein mempunyai muatan positif atau negatif yang sama, sehingga saling menetralkan atau bermuatan nol. Akibatnya, protein tidak bergerak di bawah pengaruh medan listrik. Pada titik isoelektris, protein akan mengalami pengendapan paling cepat dan prinsip dapat digunakan untuk pemisahan atau pemurnian suatu protein (Sirajuddin dan Najamuddin, 2011).
Macam-Macam Uji Protein
Ada berbagai cara dalam pengujian terhadap protein yaitu dengan reaksi uji asam amino dan reaksi uji protein. Reaksi uji asam amino sendiri terdiri dari 6 macam uji yaitu: uji millon, uji hopkins cole, uji belerang, uji xantroproteat, dan uji biuret. Sedangkan untuk uji protein, berdasarkan pada pengendapan oleh garam, pengendapan oleh logam dan alkohol. Serta uji koagulasi dan denaturasi protein. Pada uji asam amino terdapat uji bersifat umum dan uji bersifat uji berdasakan jenis asam aminonya. Seperti halnya uji millon bersifat spesifik terhadap tirosin, uji Hopkins-Cole terhadap triptofan, uji belerang terhadap sistein, uji biuret bereaksi positif terhadap pembentukan senyawa kompleks Cu gugus – CO dan – NH dari rantai peptida dalam suasana basa. Serta uji xantroproteat bereaksi positif untuk asam amino yang mengandung inti benzena.
BAB II PROSEDUR PRAKTIKUM 1. Alat
Tabung reaksi + rak tabung reaksi Pipet tetes Beaker glass Penangas air Corong Kertas Saring Batang pengaduk Gelas ukur Pembakar spiritus Kaki tiga dan kasa
2. Bahan
Albumin 2% Kasein 0,2% Putih telur Fenol 2% Serbuk albumin Urea
Aquadest Praksi Millon H2SO4 pekat Larutan Hopkins-cole Larutan [NH4]2SO4 Larutan Ninhidrin 0,1% NaOH 10%
Larutan CuSO4 HNO3 Pekat Larutan alkali pekat ( NaOH atau NH4OH ) HgCl2 2% Pb-asetat 2% FeCl3 2%
3. Pelaksanaan a)
Test Millon
Prinsip :
Reaksi ini disebabkan oleh derivate-derivat monofenol seperti tirosin. Pereaksi yang digunakan adalah larutan ion merkuri / merkuro dalam asam nitrat atau nitrit. Warna merah yang terbentung mungkin disebabkan mungkin disebabkan oleh garam merkuri dari tirosin yang ternitrasi.
Prosedur :
Tambahkan 5 tetes pereaksi millon kedalam tabung reaksi yang telah berisi 3ml albumin 2%, kasein 2%, fenol 2%, dan putih telur. Panaskan campuran dengan hati-hati. Warna merah menyatakan hasil positif. Jika reagen yang digunakan terlalu banyak maka warna akan hilang pada pemanasan.
b)
Test Hopkins-Cole Prinsip : Pereaksi yang digunakan mengandung asam glioksilat. Triptofan berkondensasi dengan aldehida dan dengan asam pekat membentuk kompleks berwarna dari jenis asam 2,3,4,5tetrahidro-karbobolin-4-karboksilat.
Prosedur :
Campurlah 2ml larutan albumin 2%, kasein, dan putih telur dengan larutan Hopkins-Cole 1ml. Tambahkan dengan hati-hati melalui dinding tabung asam sulfat pekat 10 tetes. Amati warna yang terbentuk pada pertemuan kedua cairan. c)
Test Ninhidrin
Prinsip :
Semua asam amino alfa bereaksi dengan ninhidrin membentuk aldehid dengan satu atom C lebih rendah dan melepaskan NH 3 dan CO2. Di samping itu, terbentuk kompleks berwara biru yang disebabkan oleh 2 molekul ninhidirin yang bereaksi dengan NH 3 setelah asam amino tersebut dioksidasi. Garam-garam ammonium, amina, peptide, dan protein juga bereaksi tetapi tanpa melepaskan NH3 dan CO2.
Prosedur :
Campurlah 2 ml larutan albumin 2%, kasein, dan putih telur dengan larutan HopkinsCole 1ml. Tambahkan dengan hati-hati melalui dinding tabung asam sulfat pekat 10 tetes. Amati warna yang terbentuk pada pertemuan kedua cairan. d)
Test Xanthoprotein
Prinsip :
Reaksi ini berdasarkan nitrasi inti benzene yang terdapat dalam molekul protein. Senyawa nitro yang berwarna kuning dan dalam lingkungan alkalis akan terinonisasi dengan bebas dan warnanya menjadi lebih tua dan menjadi Jingga
Prosedur :
Tabung reaksi yang berisi 1 ml larutan (NH 4)2SO4, albumin 2 %, kasein 0,2 %, dan putih telur ditambah 1 ml larutan ninhidrin 0,1 %. Letakkan pada penangas air mendidih selama 10 menit. e)
Pengaruh Logam Berat
Prinsip :
Apabila protein direaksikan dengan logam berat, maka protein akan mengalami koagulasi.
Prosedur :
Kedalam 2 ml larutan albumin 2% tambahkan 5 tetes larutan HgCl 2 2%. Ulangi percobaan dengan menggunakan Pb-Asetat 2% dan FeCl 3 2%.
4. Gambar Skematis a.
Test Millon
b.
Test Hopkins-Cole
c.
Test Ninhidrin
d.
Test Xanthoprotein
e. Pengaruh Logam Berat
BAB III DATA HASIL PRAKTIKUM DAN PEMBAHASAN A. Uji Millon
Hasil Percobaan
Tabung A ( perlakuan )
Kasein
+ 5 tetes pereaksi Millon dipanaskan
Tabung B ( perlakuan )
Fenol
Tabung C ( perlakuan )
Albumin
Tabung C ( perlakuan )
Putih
2% + 5 tetes pereaksi Millon
dipanaskan
2% + 5 tetes pereaksi Millon
telur + 5 tetes pereaksi Millon
dipanaskan
dipanaskan
Pembahasan Pada praktikum ini menggunakan pereaksi Millon dan bahan uji berupa albumin 2%, kasein + asam amino, fenol 2% dan putih telur. Uji Millon ini bertujuan untuk mengetahui adanya garam merkuri dari tirosin yang ternitrasi . Reaksi milon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein yang mengandung asam amino dengan rantai samping gugus fenolik, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenolfenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna. Protein yang mengandung tirosin akan menghasilkan hasil positif. Endapan putih yang terbentuk setelah penambahan pereaksi Millon berasal dari endapan merkuri, dimana pada awalnya Hg yang terlarut dalam HNO 3 teroksidasi menjadi Hg+. Ion Hg+ membentuk garam dengan gugus karboksil dan tirosin. Ketika dipanaskan, endapan putih tersebut berubah menjadi endapan merah. Hal ini disebabkan asam nitrat yang semula berfungsi sebagai pelarut mengoksidasi Hg+
menjadi Hg2+ , bersamaan dengan hal tersebut asam amino tirosin ternitrasi, sehingga terjadi reaksi pembentukan HgO yang berwarna merah. Hasil percobaan uji Millon pada sebagai berikut: 1. Putih telur Pada tabung reaksi yang berisi 2 ml albumin 2% ditambahkan 5 tetes pereaksi Millon. Pada putih telur ini terbentuk endapan putih, dimana menunjukkan terbentuknya garam dengan gugus karboksil dan tirosin. Selanjutnya, tabung reaksi dipanaskan dengan hati-hati. Pada saat proses pemanasan, endapan putih yang terbentuk sedikit demi sedikit mengalami perubahan warna menjadi merah. Hal ini menunjukkan bahwa adanya tirosin yang ternitrasi. Percobaan dengan menggunakan bahan uji putih telur menunjukkan hasil yang positif. 2. Kasein + asam amino Pada tabung reaksi yang berisi 2 ml kasein + asam amino ditambahkan 5 tetes pereaksi Millon, didapatkan hasil adanya endapan putih pula dan pada saat dilakukan pemanasan, endapan putih tersebut berubah menjadi merah, namun endapan tersebut tidak sebanyak seperti bahan uji putih telur. Meskipun demikian, percobaan dengan bahan uji kasein + asam amino juga menunjukkan hasil yang positif. 3. Albumin 2% Pada tabung reaksi yang berisi 2 ml albumin 2% ditambahkan 5 tetes pereaksi Millon, juga terbentuk endapan putih pada dasar tabung. Pada saat dipanaskan endapan putih tersebut juga berubah menjadi merah, namun warna merah yang dihasilkan merah pudar, tidak semerah pada bahan uji putih telur dan kasein + asam amino. Hal ini disebabkan karena penambahan pereaksi Millon yang terlalu banyak. Namun hal ini dapat disimpulkan pula bahwa percobaan dengan albumin 2% menunjukkan hasil yang positif. 4. Fenol 2% Pada tabung reaksi yang berisi 2 ml fenol 2% ditambahkan 5 tetes pereaksi Millon, kemudian dipanaskan. Hasil percobaan tidak menunjukkan terbentuknya endapan putih yang berubah menjadi merah. Percobaan ini menunjukkan hasil yang negatif. Tirosin memiliki molekul fenol pada gugus R-nya, namun hasil uji terhadap fenol negatif. Hal ini bertentangan dengan teori. Kejadian ini kemungkinan disebabkan oleh kesalahan praktikan dalam bekerja.
B. Uji Xanthoprotein
Hasil Percobaan a. Tabung A : Fenol 2% + 1 ml HNO 3 pekat
dipanaskan didinginkan
+ larutan
alkali pekat [ NaOH datau NH 4OH ] b. Tabung B : Putih telur + 1 ml HNO 3 pekat dipanaskan didinginkan + larutan alkali pekat [ NaOH datau NH 4OH ] c. Tabung C : Kasein + 1 ml HNO 3 pekat
dipanaskan didinginkan
+ larutan
alkali pekat [ NaOH datau NH 4OH ] d. Tabung D : Albumin 2% + 1 ml HNO 3 pekat dipanaskan didinginkan + larutan alkali pekat [ NaOH datau NH 4OH ]
Pembahasan Reaksi pada uji Xanthoprotein didasarkan pada nitrasi inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Jika protein yang mengandung cincin benzena (tirosin, triptofan, dan fenilalanin) ditambahkan asam nitrat pekat, maka akan terbentuk endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning sewaktu dipanaskan. Senyawa nitro yang terbentuk dalam suasana basa akan terionisasi dan warnanya berubah menjadi jingga. Uji xanthoprotein bertujuan untuk membuktikan adanya cincin benzena pada protein. Tidak semua protein mengandung asam amino yang mengandung cincin benzena. Reaksi pada uji xantroprotein didasarkan pada nitrasi inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Jika protein yang mengandung cincin benzene ditambahkan asam nitrat pekat, maka akan terbentuk endapan putih yang dapat
berubah menjadi kuning sewaktu dipanaskan. Senyawa nitro yang terbentuk dalam suasana basa akan terionisasi dan warnanya berubah menjadi jingga. Pada praktikum ini, digunakan reagen HNO3 pekat yang berfungsi untuk memecah protein menjadi gugus benzena. Hasil pada percobaan Xanthoprotein adalah sebagai berikut : 1. Fenol Pada tabung 1 yang berisi 2 ml Fenol 2% ditambah dengan 1 ml HNO3 pekat, dipanaskan dan ditambah dengan larutan alkali pekat yaitu NaOH 10%, diperoleh perubahan warna. Warna awal larutan adalah tidak berwarna, setelah penambahan HNO3 pekat dan dilakukan pemanasan diperoleh perubahan warna menjadi kuning pekat yang berupa gumpalan, dan setelah diberi larutan alkali pekat dasar larutan berubah warna menjadi hijau pekat dan terdapat cincin benzene sebagai pembatas antar larutan. Terdapat perubahan warna yang signifikan pada tabung 1 tersebut. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa fenol mengandung cincin benzene (tirosin, triptofan, dan fenilalanin). 2. Putih Telur Pada tabung kedua digunakan 2ml putih telur ditambah dengan 1ml HNO3 pekat, dipanaskan dan ditambah dengan larutan alkali pekat yaitu NaOH 10%, diperoleh perubahan warna, dari tidak berwarna menjadi warna jingga pekat. Setelah proses pemanasan diperoleh endapan di dasar tabung, dan setelah penambahan alkali pekat diperoleh endapan berwarna putih yang cukup banyak pada permukaan tabung. Hal ini menunjukkan bahwa Putih telur positif mengandung cincin benzene yang terdapat pada protein. 3. Kasein + Asam Amino Pada tabung yang berisi 2ml Kasein + Asam Amino ditambah dengan 1ml HNO3 pekat, dipanaskan dan ditambah dengan larutan alkali pekat yaitu NH4OH, diperoleh perubahan warna yang signifikan. Warna awal larutan ini sebelum dilakukan penambahan reagen adalah berwarna merah muda, setelah penambahan HNO 3 pekat diperoleh perubahan warna menjadi jingga dengan endapan putih pada dasar dan permukaan tabung. Pada penambahan NaOH 10%, larutan berubah menjadi lebih pekat. Reaksi ini sekali lagi menunjukkan adanya respon positif bahan terhadap uji xanthoprotein yang menunjukkan adanya inti benzena dalam larutan uji. Terbentuknya warna orange karena
terjadi nitritasi inti benzen (cincin fenil) pada asam amino. Hal ini menunjukkan bahwa larutan Kasein + Asam Amino mengandung inti benzene. 4. Albumin 2% Pada tabung yang berisi 2ml Albumin 2% ditambah dengan 1ml HNO 3 pekat, dipanaskan dan ditambah dengan larutan alkali pekat yaitu NaOH 10%, diperoleh perubahan warna dari warna awal tidak berwarna menjadi berwarna kuning kecoklatan setelah melalui pemanasan dan ditambah dengan NaOH 10%,. Pada dasar tabung tetap terdapat larutan yang tidak berwarna membentuk gradasi dengan batas yang terlihat jelas. Hal ini menunjukkan bahwa Albumin mengandung cincin benzene yang ditunjukkan oleh perubahan warna akibat senyawa nitro yang terionisasi dalam suasana basa.
C. Uji Hopkins-Cole
Hasil Percobaan a. Tabung A : Fenol 2% + 1 ml larutan Hopkins-Cole + H 2SO4 pekat 10 tetes b. Tabung B : Putih telur + 1 ml larutan Hopkins-Cole + H 2SO4 pekat 10 tetes c. Tabung C : Kasein + 1 ml larutan Hopkins-Cole + H 2SO4 pekat 10 tetes d. Tabung D : Albumin 2% + 1 ml larutan Hopkins-Cole + H 2SO4 pekat 10 tetes
Pembahasan Pereaksi Hopkins-Cole dibuat dari asam oksalat dan serbuk magnesium dalam air. Pereaksi ini positif terhadap protein yang mengandung asam amino dengan gugus samping indol, seperti pada asam amino triptofan.
Triptofan memberikan hasil yang positif dengan tes Hopkins-Cole karena mengandung gugus indol. Dalam reaksi ini, asam oksalat direduksi menjadi asam glioksilat dengan bantuan katalis serbuk magnesium : Mg HOOC – COOH Asam oksalat
→
HOOC – COH Asam glioksilat
Asam glioksilat yang terbentuk mengkondensasi asam amino triptofan membentuk senyawa berwarna. Setelah H 2SO4 pekat dituangkan, akan terbentuk dua lapisan dan beberapa saat kemudian terbentuk cincin ungu di antara batas kedua lapisan itu. Uji Hopkins-Cole bertujuan untuk membuktikan adanya triptofan pada protein. Triptofan dapat berkondensasi dengan beberapa aldehida dengan bantuan asam kuat dan membentuk senyawa yang berwarna. Larutan protein yang mengandung triptofan direaksikan dengan pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin umgu pada batas antara kedua lapisan tersebut. Pada dasarnya reaksi Hopkins-Cole memberi hasil positif khas untuk gugus indol dalam protein (Poedjiadi, 1994). Berdasarkan gambar hasil praktikum di atas, larutan putih telur, kasein + asam amino, dan fenol 2% menunjukkan hasil yang positif (protein mengandung triptofan) yang dibuktikan dengan munculnya cincin setelah ditambahkan larutan asam sulfat pekat [H2SO4] (p) ke dalam tabung reaksi. Untuk larutan putih telur, cincin ungu sangat terlihat jelas. Fenol cukup terlihat jelas. Dan untuk Kasein + asam amino cincin ungu yang muncul sangat tipis. Dengan munculnya cincin ungu ini menunjukkan bahwa dalam ketiga zat tersebut merupakan protein yang mengandung
triptofan dan warna ungu yang muncul diberikan oleh gugus indol yang terdapat dalam triptofan. Triptofan merupakan satu-satunya asam amino yang mengandung gugus indole. Selain itu, triptofan akan berkondensasi dengan aldehid bila ada asam kuat sehingga membentuk cincin berwarna ungu.
Larutan protein dihidrolisis oleh konsentrasi asam sulfat di dalam larutan. Jika tryptophan dalam keadaan bebas, tryptophan akan bereaksi dengan asam glioksilat untuk membentuk produk yang berwarna violet/ungu. Akan tetapi dari ketiganya, cincin ungu yang paling nyata/jelas terlihat pada tabung reaksi yang berisi larutan putih telur. Hal ini menunjukkan bahwa putih telur mengandung protein yang mengandung triptofan yang paling besar. Dalam larutan Albumin 2% didapatkan hasil yang negatif. Hal ini dapat diketahui ketika ditambahkan asam sulfat pekat [H 2SO4] (p), larutan tidak memberikan cincin berwarna ungu setelah di tunggu beberapa detik. Di dalam tabung reaksi hanya terlihat larutan keruh berwarna putih. Akan tetapi hasil praktikum kami adalah salah dan tidak sesuai teori. Menurut teori, seharusnya protein yang positif mengandung triptofan adalah albumin 2%, putih telur, dan kasein+asam. Dan seharusnya fenol tidak memberikan hasil positif karena pengujian terhadap fenol akan positif jika menggunakan peraksi millon ( tes millon ) didalam tyrosin. Sesuai dengan gugus tyrosin yaitu :
Gambar di atas merupakan tyrosin dimana didalam rumus struktur tersebut terdapat gugus – OH yang merupakan penunjuk. Gugus – OH analog dengan cincin indol jika didalam Hopkins-Cole. Bedanya dari kedua gugus tersebut akan memberikan sensasi warna yang berbeda dalam pereaksi yang berbeda pula. Ketidaksesuaian hasil praktikum ini bisa dikarenakan kesalahan praktikan dalam melakukan prosedur praktik. Seperti mungkin ketidak akuratnya praktikan
dalam mengambil zat-zat pereaksi. Bisa jadi juga praktikan kurang teliti dalam memasukkan larutan atau pereaksi. Sebagai pembanding kami meminta gambar dari salah satu kelompok dimana percobaannya juga berhasil dan cincin ungu yang terlihat sangat jelas.
A
B
C
Keterangan : A= Putih Telur B = Albumin C = Kasein + asam amino Ketiga tabung tersebut terlihat bahwa cincin ungu yang muncul sangat jelas. Hal ini menunjukan bahwa ketiga larutan tersebut positive protein yang mengandung triptofan. Dimana cincin ungu yang muncul disebabkan asam amino triptofan mengandung gugus indol.
D. Uji Ninhidrin
Hasil Percobaan a. Tabung A : 2 ml Fenol + 1 ml Ninhidrin 0,1 % → diletakkan di atas penangas air mendidih 10 menit b. Tabung B : 2 ml Albumin + 1 ml Ninhidrin 0,1 % → diletakkan di atas penangas air mendidih 10 menit c. Tabung C : 2 ml Kasein 2% + 1 ml Ninhidrin 0,1 % → diletakkan di atas penangas air mendidih 10 menit
d. Tabung D : 2 ml Putih Telur 2% + 1 ml Ninhidrin 0,1 % → diletakkan di atas penangas air mendidih 10 menit
Pembahasan Ninhidrin adalah suatu reagen berguna untuk mendeteksi asam amino dan menetapkan konsentrasinya dalam larutan. Ninhidrin digunakan untuk mengetahui keberadaan dari gugus asam amino alfa bebas. Ninhidrin (2,2-Dihydroxyindane-1,3dione) merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk mendeteksi gugus amina dalam molekul asam amino. Kebanyakan asam amino kecuali proline dihidrolisis dan bereaksi dengan ninhidrin. Beberapa rantai senyawa asam amino juga terdegradasi. Oleh karena itu, dibutuhkan analisis yang lain untuk mengidentifikasi asam amino yang bereaksi atau tidak dengan ninhidrin. Sisa asam amino yang lain diukur secara kuantitatif setelah dipisah dengan kromatografi. Senyawa ini merupakan hidrat dari triketon siklik. Uji ninhidrin berlaku untuk semua asam amino. Asam amino bereaksi dengan ninhidrin membentuk aldehida dengan satu atom C lebih rendah dan melepaskan molekul NH3 dan CO2. Ninhidrin yang telah bereaksi akan membentuk hidrindantin. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya kompleks berwarna biru/keunguan yang disebabkan oleh molekul ninhidrin + hidrindantin yang yang bereaksi dengan NH3 setelah asam amino tersebut dioksidasi. acids α-amino umumnya memberi produk yang berwarna biru. Proline, asam amino sekunder, memberi produk yang berwarna kuning.
Pada praktikum ini, kasein, putih telur, dan albumin menunjukkan perubahan warna menjadi biru. Untuk fenol tidak menunjukkan perubahan warna yang menunjukkan bahwa fenol tidak memiliki gugus asam amino alfa bebas. Namun, untuk warna yang dihasilkan kasein, terjadi perbedaan dengan teori. Hal ini disebabkan kasein mengandung asam amino prolin yang seharusnya memberi warna kuning bukan biru. Hal ini mungkin terjadi karena kesalahan praktikum atau metode.
E. Pengaruh Logam Berat
Hasil Percobaan e. Tabung A : 2 ml Putih telur + 5 tetes FeCl 3 2% f. Tabung B : 2 ml Kasein + 5 tetes FeCl 3 2% g. Tabung C : 2 ml Albumin 2% + 5 tetes FeCl 3 2% h. Tabung D : 2 ml Fenol 2% + 5 tetes FeCl 3 2%
Pembahasan Protein yang tercampur oleh senyawa logam berat akan terdenaturasi. Ikatan yang amat kuat dari reaksi protein yang ditambahkan dengan logam berat akan memutuskan ikatan jembatan garam dan berikatan dengan protein membentuk endapan logam proteinat, sehingga akan terjadi denaturasi, secara bersama gugus – COOH dan gugus – NH2 yang terdapat pada protein dapat bereaksi dengan ion logam berat dan dapat membentuk senyawa kelat. Ion-ion yang dapat membentuk endapan logam dengan protein antara lain adalah Ag +, Ca2+, Zn2+, Hg 2+, Fe2+, Cu 2+, dan Pb2+. Selain gugus – COOH dan gugus – NH2, gugus – R pada molekul asam amino tertentu dapat pula mengadakan reaksi dengan ion atau senyawa lain. Dengan adanya logamlogam berat itu akan terbentuk kompleks garam protein-logam. Kompleks inilah yang membuat protein akan sulit untuk larut, selain itu logam berat dapat menarik sulfur pada protein sehingga mengganggu ikatan disulfida dalam protein dan menyebabkan protein terdenaturasi pula. Jumlah endapan yang dihasilkan dipengaruhi oleh kereaktifan logam berat yang ditambahkan. Logam Fe 2+ dan Hg2+ lebih reaktif dari pada logam Pb2+ karena merupakan logam transisi pada sistem periodik. Garam logam berat sangat berbahaya bila sampai tertelan karena garam tersebut akan mendenaturasi sekaligus mengendapkan protein sel-sel tubuh. Pada percobaan, ke dalam 2 ml larutan albumin 2%, kasein 2%, fenol 2% dan putih telur masing-masing ditambahkan 5 tetes larutan FeCl3 2%, dan menunjukkan hasil sebagai berikut :
Larutan Uji
Albumin 2% Kasein 2% Fenol 2% Putih telur
Perubahan Warna Larutan Larutan keruh (+), endapan kuning Larutan keruh (++), endapan kuning Larutan keruh, warna biru kehitaman Mengalami koagulasi, endapan orange
Protein yang tercampur oleh senyawa logam berat akan terdenaturasi. Hal ini terjadi pada albumin, kasein, dan putih telur yang terkoagulasi setelah ditambahkan FeCl3.
BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan
Uji Milllon
a. Uji Millon ini bertujuan untuk mengetahui adanya garam merkuri dari tirosin yang ternitrasi b. Hasil positif ditunjukkan oleh kasein, albumin, dan putih telur. Sedangkan hasil negatif ditunjukkan oleh fenol. Hal ini bertentangan dengan teori karena pada dasarnya fenol juga memiliki gugus tiroksin.
Uji Xanthoprotein
a. Uji xanthoprotein bertujuan untuk membuktikan adanya cincin benzena pada protein b. Hasil positif ditunjukkan oleh semua zat yang diuji
Uji Hopkins-Cole
a. Uji Hopkins-Cole bertujuan untuk membuktikan adanya triptofan pada prot ein. b. Larutan putih telur, kasein + asam amino, dan fenol 2% menunjukkan hasil yang positif. Hasil negatif ditunjukkan oleh larutan albumin 2%. Hal ini bertentangan dengan teori karena seharusnya albumin menunjukkan hasil positif
Uji Ninhidrin
a. Ninhidrin digunakan untuk mengetahui keberadaan dari gugus asam amino alfa bebas b. Hasil positif ditunjukkan oleh kasein, putih telur, dan albumin. Sedangkan hasil negatif ditunjukkan oleh fenol. Namun, warna yang dihasilkan oleh kasein tidak sesuai dengan teori karena warna yang muncul adalah warna biru sedangkanyang seharusnya adalah warna kuning karena kasein mengandung prolin
Uji Logam Berat
a. Uji logam berat bertujuan untuk mengetahui efek logam berat terhadap proses denaturasi protein b. Albumin, putih telur, dan kasein mengalami koagulasi yang cukup jelas terlihat. Sedangkan koagulasi fenol tidak terlihat jelas/samar-samar
2. Saran 1. Perlu penelitian lebih lanjut megenai faktor-faktor lingkungan lain (pH, kadar substrat, dll) yang dapat mempengaruhi stabilitas protein. 2. Praktikan perlu lebih teliti dan kuanti dalam pengambilan reagen-reagen. Selain itu, praktikan harus memperhatikan ketepatan dan efisiensi waktu ketika memasukkan campuran enzim kedalam tabung reaksi.
DAFTAR PUSTAKA
Poedjiadi, A. 2006. Dasar – Dasar Biokimia. Edisi Revisi. Jakarta: UI - Press. http://wikipedia.org/Casein. Diakses tanggal 19 Mei 2014. http://filzahazny.wordpress.com/2009/07/10/asam-amino-protein-dan-susu-2/. Diakses tanggal 13 Mei 2014