BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Komoditas ini dikatakan komoditas yang strategis karena dapat mempengaruhi seluruh kebijakan dalam suatu negara yang pangan pokoknya adalah beras. Beras tidak hanya menjadi komoditas pangan, namun juga merupakan komoditas ekonomi, sosial, politik, dan budaya di Indonesia. Indonesia pernah menjadi negara penghasil beras terbesar di dunia dan mampu menjadi negara swasembada beras. Regulasi terkait beras telah banyak mengalami perubahan karena kebijakan tentang beras selalu menyangkut harkat hidup seluruh masyarakat Indonesia. Beras juga merupakan ukuran ketahanan pangan suatu bangsa. Oleh karena itu, beras menjadi komoditas yang penting untuk diteliti dan terus diupayakan guna mencukupi kebutuhannya dengan produksi dalam negeri. Beras berperan besar dalam kehidupan sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya golongan menengah ke bawah. Perekonomian beras merupakan komoditas strategis dan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1960, dan bahkan bagi mantan Presiden Soeharto,
pangan
khususnya
beras
merupakan
pertahanan
terakhir
Kekurangan beras dapat dianggap sebagai ancaman terhadap kestabilan ekonomi dan politik . Peningkatan pendapatan mendorong pola konsumsi rumah tangga di daerah yang sebelumnya mengkonsumsi bahan pokok non beras (jagung, ubi-ubian, sagu) menjadi bergeser ke beras. Oleh karena itu, pemerintah sangat berkepentingan dalam mengendalikan harga dan pasokan gabah-beras melalui kebijakan perberasan yang bersifat promotif maupun protektif yang mempunyai dampak langsung terhadap kesejahteraan petani. Pada kondisi tertentu, intervensi pemerintah diperlukan untuk menstabilkan
1
harga padi dan sekaligus meningkatkan produksi padi dan ketahanan pangan nasional. Beras adalah makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia. Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia, beras mempunyai bobot yang paling tinggi. Oleh karena itu, inflasi nasional sangat dipengaruhi oleh 2 perubahan harga beras. Beras mempunyai peran yang strategis dalam memantapkan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi, dan ketahanan/stabilitas politik nasional. Bagi bangsa Indonesia dan negaranegara di Asia, beras bukan hanya sekedar komoditas pangan atau ekonomi saja, tetapi sudah merupakan komoditas politik dan keamanan. Sebagian besar penduduk Indonesia masih tetap menghendaki adanya pasokan (penyediaan) dan harga beras yang stabil, tersedia sepanjang waktu, terdistribusi secara merata, dan dengan harga yang terjangkau. Kondisi ini menunjukkan bahwa beras masih menjadi komoditas strategis secara politis Harga beras dalam negeri mengalami peningkatan lebih tinggi daripada harga beras impor. Hal ini menunjukkan bahwa harga beras dalam negeri akan semakin meningkat jauh di atas harga beras impor, sehingga dapat mengakibatkan berbagai dampak baik bagi produsen maupun konsumen. Kekhawatiran muncul jika pemerintah tidak bisa memperkirakan kebutuhan beras nasional secara tepat akan menimbulkan excess demand atau excess supply yang bisa berakibat pada gejolak harga yang akan merugikan konsumen maupun petani (produsen). Perdebatan tentang kebutuhan impor dan kemampuan produksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan beras menimbulkan kekhawatiran bahwa penyediaan dan pasokan beras tidak bisa stabil. Kondisi tersebut harus menjadi perhatian serius karena gejolak pada harga dan ketersediaan beras dapat menimbulkan keresahan sosial dan berbagai tuntutan). Laju pertumbuhan produksi padi dalam negeri hanya sekitar 0,82 persen per tahun. Angka ini lebih kecil jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk Indonesia yang mencapai 1,6 persen/tahun. Hal ini jelas mengakibatkan kurangnya pasokan beras dalam negeri dalam pemenuhan kebutuhan penduduknya. Kurangnya pasokan beras di pasaran
2
akan menimbulkan ketimpangan. Ketimpangan ini akan memicu instabilitas harga beras baik harga beras di tingkat petani maupun harga beras di tingkat pasar. Krisis ekonomi dan krisis pangan yang terjadi di tahun 1998 memicu penurunan produksi beras dalam negeri hingga 4,6 persen. Di sebagian besar negara di Asia, pertumbuhan pertanian cenderung lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan di sektor industri atau jasa modern, sehingga harga beras tersebut berpengaruh terhadap perubahan distribusi pendapatan. Kenaikan harga minyak dunia akan mengakibatkan naiknya harga BBM di dalam negeri. Hal ini juga memicu terjadinya kenaikan harga beras. Dominasi beras dalam diet kebanyakan penduduk Asia yang ditambah dengan ketidakstabilan harga beras yang ekstrim di pasar dunia, menjadikan semua negara di Asia harus berupaya untuk menyokong harga beras dalam negeri dari harga beras dunia. Hal ini menyebabkan pemerintah harus berupaya untuk menstabilkan harga pangan terutama beras. Upaya pemerintah yang saat ini masih dilakukan antara lain adalah pengadaan beras dan operasi pasar murni yang dilakukan Bulog. Pengadaan 4 beras dan operasi pasar murni bertujuan untuk menjaga stabilitas harga beras dan membantu masyarakat miskin untuk mendapatkan kemudahan akses pangan melalui Raskin. Oleh karena itu, penelitian tentang pengaruh pengadaan beras dan operasi pasar murni terhadap harga beras masih diperlukan guna mengantisipasi lonjakan harga dan membantu pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang diperlukan. B. Rumusan Masalah Beras sudah sangat lama dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan merupakan komoditas yang paling dominan dikonsumsi yakni lebih dari 90 persen. Hal ini merupakan dasar ketentuan dalam kebijakan ketahanan pangan nasional yang menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah suatu keadaan tercapainya kecukupan stok nasional dengan harga yang dapat dijangkau oleh konsumen. Masalah-masalah mengenai beras bukanlah masalah ringan karena selalu berkaitan dengan kehidupan sosial, budaya, politik, dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu, penanganan masalah tersebut
3
harus dilakukan secara hati-hati dan cermat. Kesalahan yang timbul akan berdampak pada kebijakan perberasan dan berbagai kebijakan lain yang terkait. Produksi beras sangat dipengaruhi oleh iklim karena sifat komoditas pertanian memang cenderung musiman. Saat musim panen raya, harga beras akan cenderung menurun namun ketika musim kemarau tiba, produksi beras dalam negeri berkurang dan menyebabkan harga melonjak tinggi. Hal ini tentu tidak saja merugikan petani, tetapi juga akan berdampak buruk bagi konsumen. Bulog sebagai lembaga yang bergerak di bidang pangan khususnya beras, memiliki peran untuk mengendalikan harga beras yakni menyangkut kecukupan beras dalam negeri sepanjang waktu dan harganya terjangkau pada setiap lapisan masyarakat. Kebutuhan pangan bersifat merata di seluruh daerah, sehingga pengelolaan hasil panen dan keterbatasan pada sentra produksi menjadi hal yang sangat penting untuk menjaga kestabilan pasokan pangan di setiap waktu. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas dapat dirumuskan beberapa pertanyaan tentang kenaikan harga beras antara lain sebagai berikut: 1. Mengapa terjadi kenaikan harga beras di kalangan masyarakat? 2. Apa dampak kenaikan harga beras terhadap kesejahteraan masyarakat?
C. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penulisan makalah ini berujuan : 1. Mendeskripsikan kenaikan harga beras di Indonesia 2. Mendeskripsikan dampak kenaikan harga beras terhadap kesejahteraan masyarakat.
4
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Beras Beras adalah
bagian bulir padi (gabah)
yang
telah
dipisah
dari sekam. Sekam (Jawa merang) secara anatomi disebut 'palea' (bagian yang ditutupi) dan 'lemma' (bagian yang menutupi). Pada salah satu tahap pemrosesan hasil panen padi, gabah ditumbuk dengan lesung atau digiling sehingga bagian luarnya (kulit gabah) terlepas dari isinya. Bagian isi inilah, yang berwarna putih, kemerahan, ungu, atau bahkan hitam, yang disebut beras. Beras umumnya tumbuh sebagai tanaman tahunan. Tanaman padi dapat tumbuh hingga setinggi 1 - 1,8 m. Daunnya panjang dan ramping dengan panjang 50 – 100 cm dan lebar 2 - 2,5 cm. Beras yang dapat dimakan berukuran panjang 5 – 12 mm dan tebal 2 – 3 mm. Beras sendiri secara biologi adalah bagian biji padi yang terdiri dari
aleuron, lapis terluar yang sering kali ikut terbuang dalam proses pemisahan kulit,
endosperma, tempat sebagian besar pati dan protein beras berada, dan
embrio, yang merupakan calon tanaman baru (dalam beras tidak dapat tumbuh lagi, kecuali dengan bantuan teknik kultur jaringan). Dalam bahasa sehari-hari, embrio disebut sebagai mata beras. Sebagaimana bulir serealia lain, bagian terbesar beras didominasi
oleh pati (sekitar 80-85%). Beras juga mengandung protein,vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral, dan air. Pati beras tersusun dari dua polimer karbohidrat:
amilosa, pati dengan struktur tidak bercabang
amilopektin, pati dengan struktur bercabang dan cenderung bersifat lengket Perbandingan komposisi kedua golongan pati ini sangat menentukan
warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau
5
pera). Ketan hampir sepenuhnya didominasi oleh amilopektin sehingga sangat lekat, sementara beras pera memiliki kandungan amilosa melebihi 20% yang membuat butiran nasinya terpencar-pencar (tidak berlekatan) dan keras. B. Jenis – jenis beras Warna beras yang berbeda-beda diatur secara genetik, akibat perbedaan gen yang mengatur warna aleuron, warna endospermia, dan komposisi pati pada endospermia. 1. Beras putih, sesuai namanya, berwarna putih agak transparan karena hanya memiliki sedikit aleuron, dan kandungan amilosa umumnya sekitar 20%. Beras ini mendominasi pasar beras. 2. Beras merah, akibat aleuronnya mengandung gen yang memproduksi antosianin yang merupakan sumber warna merah atau ungu. 3. Beras hitam, sangat langka, disebabkan aleuron dan endospermia memproduksi antosianin dengan intensitas tinggi sehingga berwarna ungu pekat mendekati hitam. 4. Ketan (atau beras ketan), berwarna putih, tidak transparan, seluruh atau hampir seluruh patinya merupakan amilopektin. Ketan hitam, merupakan versi ketan dari beras hitam.
C. Peranan Beras pada Perekonomian Beras merupakan komoditas unik bagi Indonesia. Di pedesaan beras telah menjadi simbol status ekonomi rumah tangga. Ketidakstabilan persediaan pangan dan atau fluktuasi harga beras dapat memicu munculnya kerusuhan yang mengarah pada tindak kriminal. Pengalaman pada tahun 1966 dan 1998 menunjukan bahwa goncangan politik dapat berubah menjadi krisis ekonomi politik, karena harga pangan melonjak tinggi dalam waktu yang singkat. Sebaliknya pada saat kondisi pangan aman, seperti saat ini, maka masalah pangan tidak menjadi pendorong eskalasi politik. Namun, sampai saat ini debat politik masih selalu muncul manakala harga beras melonjak tajam atau harga gabah turun tajam. Sebagian besar masyarakat masih tetap
6
menghendaki adanya pasokan dan harga beras yang stabil, tersedia sepanjang waktu, terdistribusi secara merata, dan dengan harga terjangkau. Hal ini menunjukan beras masih merupakan komoditas strategis secara politis. Walaupun sedikit menurun, beras masih tetap memegang peran penting dalam perekonomian nasional, karena: 1. beras masih merupakan makanan pokok penduduk sehingga sistem agribisnis beras berperan strategis dalam pemantapan ketahanan pangan, 2. sistem agribisnis beras mampu menciptakan lapangan kerja dan nilai tambah yang besar, karena sampai saat ini usahatani padi masih dominan dalam sektor pertanian, dan 3. sistem agribisnis beras sangat instrumental dalam upaya pengentasan kemiskinan, karena kebanyakan penduduk miskin terlibat dalam usaha tani padi. Sejak kuartal kedua tahun 2008 dunia dihadapkan pada krisis pangan, karena produksi beras dunia menurun tajam. Harga beras di pasar dunia melonjak tajam mencapai 1000 dolar AS per ton, dimana pada kondisi normal hanya berkisar antara 180-300 dolar AS per ton. Kondisi ini telah memicu terjadinya demonstrasi dan kerusuhan, terutama di negara-negara yang mengalami krisis pangan. Untungnya, pada waktu yang sama produksi beras Indonesia cukup normal, sehingga krisis pangan dunia tidak begitu berdampak bagi Indonesia dari sisi pasokan. Namun demikian, krisis pangan ini diperkirakan akan berdampak terhadap naiknya harga beras dipasar domestik seiring dengan naiknya harga BBM (bahan bakar minyak). Peran beras dalam perekonomian Indonesia juga dapat dilihat dari kontribusinya terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) nasional. Dalama periode 2003-2006, PDB Indonesia berdasarkan harga konstan pada tahun 2000 mengalami peningkatan 5,4% per tahun. PDB sektor pertanian pada periode yang sama tumbuh 2,82%. Sumbangan subsektor tanaman pangan, termasuk padi meningkat 2,73%. Dalam kelompok subsektor tanaman pangan, komoditas padi meningkat 2,73%. Dalam kelompok subsektor tanaman pangan, komoditas padi memberikan kontribusi yang paling besar.
7
Hal ini dapat dilihat dari produksi komoditas ini yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jagung, kedelai, kacang hijau, kacang tanah, dan lainnya. Dengan demikian, padi mempunyai peran penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Diperkirakan lebih dari 60% penduduk Indonesia, terutama di pedesaan, terluar dalam kegiatan usahatani padi. Dilihat dari pangsa penyebarannya, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional cenderung turun. Sebelum tahun 2003, pangsa sektor pertanian terhadap PDB lebih dari 16%, dan pada tahun 2003 menurun menjadi 15,2% dan pada tahun 2006 menjadi 14,2%. Penurunan terjadi pada semua subsektor pertanian,
kecuali
subsektor
perikanan.
Sektor
industri
pengolahan
merupakan penyumbang terbesar terhadap PDB (26-28%), disusul oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang berkisar antara 15-17%. Kontributor terbesar berikutnya (ketiga) adalah sektor pertanian. Dengan demikian, sektor pertanian, termasuk padi di dalamnya, mempunyai peran penting dalam perekonomian nasional.
8
BAB III PEMBAHASAN
A. Upaya Mengatasi Kenaikan Harga Beras Kebijakan pemerintah yang ”gemar” menaikkan harga beras melalui harga pembelian pemerintah kini menjadi bumerang. Apalagi, bila kebijakan tersebut belum mampu mentransmisikan kesejahteraan kepada petani dan sebaliknya melampaui ”daya tahan” masyarakat. Masalah naiknya harga beras saat ini tidak bisa dilepaskan dari kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) serta strategi kebijakan pembangunan pertanian dan ekonomi nasional. Naiknya HPP mendorong kenaikan harga beras di pasaran. Harga produk samping industri penggilingan padi, seperti katul, juga naik. Selain itu, juga memicu kompetisi pemanfaatan lahan yang makin ketat. Akibatnya, harga jagung dan kedelai naik. Ini mendorong naiknya harga pakan. Saat ini saja, industri pakan bersiap-siap menaikkan lagi harga jual produknya. Karena pakan naik, harga produk peternakan, seperti daging dan telor, juga naik. Singkat kata, semua naik. Baik harga pangan maupun nonpangan. Belum lagi dampak kenaikan tarif dasar listrik dan BBM. Di sisi lain, kenaikan harga tak sebanding dengan kenaikan pendapatan masyarakat. Pegawai negeri sipil dan TNI/Polri lebih baik karena menerima kenaikan gaji. Bagaimana dengan pedagang informal dan sektor jasa yang banyak didominasi rakyat kecil? Seperti nasib sopir angkutan umum, ojek, taksi, tukang becak, kuli bangunan, buruh tani, nelayan, pedagang asongan, dan jenis pekerjaan sejenis lainnya yang milik orang kecil. Karena semua harga naik, hal itu memicu masyarakat semakin berhemat. Mereka inilah yang paling banyak terpukul karena pendapatan mereka turun terkena imbasnya. Maka langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mengatasi kenaikan harga beras adalah :
9
1. Peningkatan peran BULOG untuk menjaga stabilitas harga melalui system distribusiraskin yang baik dan tepat sasaran sehingga tidak terjadi kekurangan stok di pasaran; 2. Pemerintah harus memiliki rencana dalam menghadapi masa paceklik yang merupakan siklus tahunan antara Desember hingga Januari sehingga harga beras di pasaran dapat tetap stabil; 3. Apabila berdasarkan penghitungan akhir tahun ketersediaan
buffer
minim, Pemerintah harus mengambil tindakan dini sebagai bentuk pengamanan terhadap harga beras di pasaran; 4.
Pemerintah jumlah
harus
lahan
membuat
kebijakan
untuk
meningkatkan
pertanian, kepastian suplai pupuk dan benih unggulan,
sejalan dengan visi swasembada beras yang dicanangkan; 5. Masalah harga Pemerintah
yang meningkat dari level penggilingan, maka
harusmelakukan pengawasan tidak hanya di tingkat pasar
melainkan juga rantai-rantai yang lebih rendah agar dapat diidentifikasi lebih mendalam mengenai penyebab kenaikan harga beras; 6. Terkait pasar,
dengan operasi
harga
beras
yang
ditentukan
oleh
mekanisme
pasar seharusnya dilakukan secara rutin untuk
memastikan harga beras di pasar tetap stabil; dan 7. Masih terkait dengan mekanisme pasar dalam penetapan harga beras, Pemerintah harus membuat kebijakan yang melindungi Petani agar harga penjualan gabah dari Petani tetapstabil walaupun stok melimpah. B. Dampak Kenaikan Harga Beras terhadap Kesejahteraan Masyarakat Meningkatnya harga pangan, terutama beras, belakangan ini berpotensi menurunkan kesejahteraan masyarakat dan berujung meningkatnya angka kemiskinan. Perkiraan itu didasarkan atas cukup besarnya kontribusi beras terhadap garis kemiskinan. Bahkan, dampak kenaikan harga beras terhadap meningkatnya angka kemiskinan di perdesaan akan jauh lebih buruk jika dibandingkan dengan di perkotaan. Hal itu terdeteksi dari lebih besarnya kontribusi beras terhadap garis kemiskinan di perdesaan jika dibandingkan dengan di perkotaan.
10
Hasil Susenas September 2014, misalnya, menunjukkan kontribusi beras terhadap garis kemiskinan di perdesaan sebesar 31,61%, sedangkan di perkotaan sebesar 23,39%.Padahal, angka kemiskinan di perdesaan saat ini jauh melampaui angka kemiskinan di perkotaan, yakni 13,76% di perdesaan dan 8,16% di perkotaan. Karena itu, atas dasar tersebut, pemerintah perlu melakukan berbagai upaya agar kenaikan harga beras bisa dikendalikan dan tidak sampai berlarutlarut. Keterlambatan penanganannya akan berpotensi mendistorsi rencana pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan dalam lima tahun ke depan, yakni dari 10,96% pada September 2014 menjadi 7%-8% pada September 2019. Bahkan, meningkatnya harga beras yang berpotensi meningkatkan angka kemiskinan pada gilirannya juga akan mendistorsi rencana pemerintah untuk meningkatkan pembangunan manusia dalam lima tahun ke depan. Pemerintah menetapkan target nilai indeks pembangunan manusia meningkat dari 73,83 pada 2014 menjadi sebesar 76,30 pada 2019. Secara faktual, potensi meningkatnya angka kemiskinan akibat kenaikan harga beras akan berdampak buruk sekaligus terhadap ketiga dimensi yang mendasari pembangunan manusia, yakni daya beli, pendidikan, dan kesehatan. Meski dampaknya tidak separah penaikan harga BBM, kenaikan harga beras juga akan melemahkan daya beli masyarakat sehingga menurunkan kemampuan riil untuk membiayai pendidikandan kesehatan. Meski, misalnya, pemerintah dapat memberikan bantuan terhadap masyarakat miskin melalui instrumen kartu Indonesia pintar (KIP), kartu Indonesia sehat, dan kartu keluarga sejahtera (KKS), hal itu belum menjamin bahwa capaian pendidikan dan kesehatan tidak akan terdistorsi. Upaya mengakses layanan kesehatan dan pendidikan masih ditentukan kemampuan untuk membiayai transportasi dan biaya lain ke pusat layanan serta kemampuan memenuhi kebutuhan hidup. Dalam kasus ekstrem ketika terjadi krisis ekonomi, seperti halnya krisis 1997, sejumlah anak bahkan putus sekolah karena mereka terpaksa bekerja untuk menambah ekonomi keluarga.
11
Karena itu, komitmen untuk meningkatkan pembangunan manusia perlu disertai dengan upaya menurunkan angka kemiskinan. Untuk itu, selain menjaga stabilitas harga pangan, terutama beras, pemerintah perlu terus berupaya membantu dan memberdayakan masyarakat miskin. Dengan masih tingginya angka kemiskinan di perdesaan jika dibandingkan dengan daerah perkotaan, memang cukup tepat jika arah pembangunan dimulai dari pinggiran, meliputi daerah perdesaan dan daerah remotes, seperti pedalaman, terisolasi, dan terluar. Tertinggalnya pembangunan daerah pinggiran umumnya terjadi karena minimnya infrastruktur penggerak ekonomi dan infrastruktur layanan publik. Dampak dari minimnya infrastruktur penggerak ekonomi mengakibatkan ekonomi biaya tinggi (high cost economy) sehingga kegiatan ekonomi sulit berkembang. Sementara minimnya infrastruktur layanan publik, seperti pendidikan dan kesehatan, menyebabkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan itu menjadi rendah. Bahkan, absennya layanan publik itu menyebabkan subsidi pemerintah terhadap layanan itu kerap tidak bisa dinikmati masyarakat. Hal itu pada tahap lanjut secara akumulatif menyebabkan tidak optimalnya capaian pembangunan manusia secara nasional. Menurunnya angka kemiskinan pada daerah ping giran pada gilirannya akan memberikan andil cukup besar bagi penurunan angka kemiskinan nasional sehingga bisa berdampak positif bagi pembangunan manusia di Tanah Air. Sejatinya, pembangunan manusia memang perlu ditempatkan sebagai prioritas pembangunan mengingat hingga kini capaiannya masih rendah. Laporan UNDP (2014) menunjukkan peringkat human development index Indonesia di posisi ke-108 dari 187 negara. Bandingkan dengan Singapura (peringkat ke-9), Brunei (30), Malaysia (62), dan Thailand (89). Indonesia sepatutnya tidak tertinggal di kawasan ASEAN.Akan tetapi, akibat masih cukup banyaknya penduduk yang terperangkap kemiskinan, pembangunan manusia sulit dilakukan secara optimal.Sebagai salah satu
12
negara demokrasi terbesar sejagat, seyogianya memiliki pemerintah yang baik (well governed) sehingga gelembung kemiskinan tidak perlu hadir.
13
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Kenaikan harga beras disebabkan oleh kebijakan pemerintah mulai dari pengurangan subsidi pangan, penentuan harga gabah, dan monopolim Bulog dalam pemasaran beras. 2. Dampak kenaikan harga beras terhadap masyarakat adalah makin meningkatnya kemiskinan terutama di masyarakat pedesaan. B. Saran Dari simpulan tersebut maka dapat disarankan : 1. Perlunya kebijakan pemerintah yang lebih peduli terhadap kebutuhan pokok masyarakat terutama masalah harga beras. 2. Mengantisipasi dampak yang lebih buruk dari kenaikan harga beras terhadap kesejahteraan masyarakat dengan memperkuat ketahanan pangan.
14
DAFTAR PUSTAKA
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/09/01/0753027/Mencari.Solusi.Ken aikan.Harga.Beras, unduh tanggal 10 Desember 2015, jam 08.56 WIB http://www.rmol.co/read/2015/03/04/194094/Harga-Beras-Terus-Naik,-NegaraGagal-Sejahterakan-Rakyat, unduh tanggal 7 Desember 2015, jam 23.05 WIB http://id.wikipedia.org/, unduh tanggal 7 Desember 2015, jam 21.15 WIB U Wulandari,Aan, Perjalanan Padi Menjadi Nasi. Bandung : Niaga Buku Pendidikan
15