TUGAS MAKALAH PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL) IKGM/IKGP IV SPLINTING / FIKSASI
di RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso
DisusunOleh : Syamsul Bachri 121611101063
Pembimbing : drg. Eka Widiyanta, Sp. BM
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN GIGI MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER 2017
0
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma pada rongga merupakan salah satu masalah yang paling sering ditemui. Trauma pada rongga mulut dapat menyebabkan kegoyangan, avulsi gigi, intrusi, dan lain sebagainya. Kegoyangan gigi menyebabkan pasien sulit mengunyah sehingga mencari pemecahan masalah dengan datang ke dokter gigi. Kegoyangan gigi dapat terjadi akibat berkurangnya tinggi tulang alveolar, atau karena pelebaran ligamentum periodontal, dan dapat pula merupakan kombinasi keduanya (Takajuk, 2006). Kegoyangan gigi dapat disebabkan oleh berbagai macam hal seperti trauma, penyakit periodontal, infeksi bakteri, penyakit sistemik. Kehilangan perlekatan dan bertambahnya kerusakan tulang serta meningkatnya kegoyangan gigi dapat diperberat oleh trauma oklusi (Ranney, 2000). Kegoyangan gigi dapat diatasi dengan menghilangkan penyebab, terutama bakteri, pemberian antibiotik, dengan cara pembedahan, menghilangkan faktor pengaruh terutama oklusi traumatik, menyembuhkan, atau merangsang regenerasi dengan cara graft atau guided tissue regeneration. Splinting merupakan suatu usaha untuk mempertahankan, mengikat atau mengfiksasi gigi agar tetap pada posisi yang di inginkan saat replantasi,untuk memberikan kesempatan agar gigi dapat melekat pada asalnya. Splint dilakukan dengan cara menghubungkan satu atau beberapa gigi sehingga membentuk satu kesatuan. Splint sementara dilakukan pada tahap pertama perawatan periodontal sebelum tindakan bedah. Sedangkan splint permanen berupa restorasi, dilakukan sebagai bagian dari tahap restorasi atau rekonstruksi dari perawatan.
1
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah tahapan, macam serta alat dan bahan untuk splinting ?
1.3 Tujuan
Mengetahui tahapan, macam serta alat dan bahan yang digunakan dalam splinting.
2
BAB II TINJUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Splinting / Fiksasi
Splint
merupakan
suatu
piranti
yang
dibuat
untuk
menstabilkan
atau
mengencangkan gigi-gigi yang goyang akibat suatu trauma atau penyakit. Splinting merupakan suatu usaha untuk mempertahankan, mengikat atau mengfiksasi gigi agar tetap pada posisi yang di inginkan saat replantasi,untuk memberikan kesempatan agar gigi dapat melekat pada asalnya (Carranza, 1990). Berdasarkan bentuknya, splint dapat berupa splint cekat atau lepasan, yang dapat dipasang di ekstraoronal maupun intrakoronal. Splint permanen antara lain berupa gigitiruan jembatan (GTJ), gigitiruan sebagian lepasan (GTSL), atau penggabungan tambalan dengan komposit resin. Akan tetapi, setiap jenis splint harus melibatkan gigi stabil sebanyak mungkin untuk mengurangi tekanan, menahan gigi dengan kuat dan tidak memberikan stres torsional pada gigi yang dipegangnya, diperluas ke sekitar lengkung rahang sehingga tekanan anteroposterior dan tekanan fasiolingual yang terjadi
dapat
saling
dinetralkan,
tidak
menghalangi
oklusi
sehingga
ketidakharmonisan oklusi yang harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum pemasangan splint, tidak boleh mengiritasi pulpa, tidak boleh mengiritasi jaringan lunak, gingiva, pipi, bibir, atau lidah, serta didesain sedemikian rupa sehingga dapat dibersihkan dengan mudah. Oleh karena itu daerah embrasur i nterdental tidak boleh tertutup splint (Soeroso, 1996).
2.2 Tujuan Splinting
a. Memberi dukungan pada jaringan penyangga yang dapat menguntungkan perbaikan jaringan b. Mengurangi derajat kegoyangan gigi. c. Mendistribusikan tekanan. d. Menstabilkan kontak permukaan. e. Mencegah migrasi dan ekstrusi gigi. f. Memperbaiki fungsi penguyahan
3
2.3 Macam Splinting
Pemilihan jenis splint yang di pakai sebagai alat fiksasi pun harus mempertimbangkan berbagai hal seperti kebutuhan menggunakan splint, memilih jenis splint yang sesuai serta lama pemakaiannya. Dalam memilih jenis splint perlu di pertimbangkan dengan baik, sehingga hasil replantasi dapat sesuai dengan yang di harapkan.Oleh karena itu perlu di gunakan jenis splint yang ideal dengan syarat syarat sebagai berikut ; 1. Melibatkan gigi yang stabil sebanyak mungkin 2. Dapat menahan gigi dengan kuat dan tidak memberikan tekanan pada gigi yang di pegangnya. 3. Dapat di perluas sekitar lengkung rahang. 4. Tidak boleh menghalangi oklusi normal / tidak menimbulkan oklusi traumatik 5. Tidak menyentuh jaringan gingival oleh karena dapat menyebabkan iritasi pada gingival 6. Tidak boleh menimbulkan gaya ortodontik pada gigi yang replantasi 7. Tidak menghalangi perawatan endodontik (menyediakan jalan untuk perawatan endodontik ) 8. Mudah di bersihkan dan memenuhi kriteria oral hygine yang baik 9. Desainnya sederhana sehingga mudah di lepas 10. Dapat di terima secara estetik
Beberapa jenis splint yang sering di gunakan untuk kasus avulsi antara lain adalah ; A. Band orthodonsi Tipe splint ini biasanya diindikasikan untuk gigi geligi dalam fase gigi campuran, cara pembuatan dari alat splint ini dengan terlebih dahulu menyatukan secara bersamaan band ortodonsi yang belum terbentuk,atau dapat juga dengan memasang secara langsung bond ortodonsi yang belum terbentuk dengan beberapa bracket atau hanya satu bracket pada permukaan labial,lalu di satukan dengan cold curing resin. Splint ini juga kadang di rentangkan dengan jarak yang panjang untuk
4
menjangkau gigi tetangganya yang kuat, sehingga gigi premolar dan kaninus biasanya menempati kedua sisi dari gigi yang mengalami trauma.
Gambar:1 Orthodontik bands dan bracket (sumber:http4.bp..comrw8obuaafdmqlxlhhcsdf4s1600metal.jpg)
B. Arch bars splint dan essigs splint Jenis splint ini bertujuan untuk mengstabilkan gigi yang telah di reposisi dengan atau tanpa fraktur alveolar, serta untuk melindungi bekuan yang terorganisir pada apeks guna mempertinggi revaskularisasi dari gigi.Adapun jika terjadi fraktur alveolar maka splint tipe ini akan memberikan posisi yang fungsional dengan daya tarik yang elastis dan lambat pada fraktur alveolar.
Gambar.2 Arch bars splint (sumber:http://www.homesteadschools.com/Dental/courses/Managing%20Dental%20Injuries/Fig ur_4.JPG)
5
C. Cold curing acrylic brackets splint Tipe splint ini di pergunakan untuk mengurangi retensi plak serta mencegah adanya retensi dari sisa-sisa makanan pada tepi servikal gigi yang direplantasi.
Gambar:3 Cold curing acrylic brackets splint (sumber:http://intranet.tdmu.edu.ua/data/kafedra/internal/stomat_ortop/classes_stud/en/s tomat/ptn/Orthopedic%20stomatology/5/5%20module/09.%20Traumatic%20occlusion.% 20Etiology%20and%20pathogenesis..files/image076.gif)
D. Acid etza resin splint(etza asam resin- komposit kawat) Bertujuan untuk mencegah terjadinya trauma yang lebih lanjut pada pulpa atau periodontium serta memberikan kestabilan dan estetik yang baik.adapun hal yang pertama di lakukan sebelum pengetsaan yaitu jika pada gigi di replantasi terdapat fraktur mahkota dengan dentin terbuka,harus segara di tutup dengan kalsium hydroxide(dycal) untuk mencegah kerusakan pulpa. Namun jika tidak terjadi fraktur ada gigi yang di replantasi maka pengetsaan dapat langsung di lakukan.
Berdasarkan bahan yang digunakan, dikenal wire-composite splint, resin splint, dan Kevlar/fiber glass splint. Wire-composite splint meliputi kawat lentur yang diadaptasikan pada kurvatura lengkung gigi dan difiksasi ke gigi dengan komposit adesif. Metode resin splint dilakukan dengan pemasangan full resin splint ke permukaan gigi. Kevlar/fiber glass splint menggunakan fiber nilon, Kevlar bands atau fiber glass yang dibasahi dalam resin dan dipasang dengan serangkaian polimerisasi ke permukaan gigi yang telah dietsa (Von, 2005). Berdasarkan lamanya pemakaian, maka splint dapat diklasifikasikan menjadi splint sementara dan splint permanen. Splint sementara sebaiknya mudah diaplikasikan pada gigi
6
goyang dan mudah dilepaskan setelah penyembuhan, dan digunakan untuk membantu penyembuhan setelah cedera atau pembedahan. Jika stabilisasi yang baik belumterjadi dalam 2 bulan, maka bentuk splint sementara diganti dengan splint permanen. Bahan komposit yang ditempatkan pada gigi yang telah dietsa merupakan splint sementara yang paling sederhana tetapi sangat berguna untuk kasus darurat. Splint kawat dan akrilik juga mudah diaplikasikan dan biasanya untuk stabilisasi gigi insisivus. Biasanya gigi dari kaninus ke kaninus atau premolar pertama ke premolar pertama yang diikutkan dalam splint. Kawat 0,002 inci stainlesssteel dilingkarkan mengelilingi gigi lalu akhir kawat diplintir kuat sampai ke sisi distal gigi terakhir yang diikutkan. Setelah penyesuaian, kawat interdental dikuatkan, akrilik ditempatkan tetapi tidak sampai menutupi embrasur. Bentuk lain splint sementara adalah band ortodontik terutama untuk gigi posterior menggunakan kawat 0,005 inci stainless-steel. Splint intrakoronal yang terdiri dari bar intrakoronal kontinyu, dapat dianggap sebagai splint permanen (Manson, 2004). Splint permanen ada dua, yaitu jenis lepasan dan ce kat. Bentuk dari splint permanen lepasan adalah GTSL. Untuk mencapai stabilitas yang maksimal digunakan cengkram jenis kontinyu dan menyertakan seluruh gigi yang ada. Splint permanen lepasan ini desainnya merupakan bagian dari gigitiruan kerangka logam (GTKL). Splint permanen cekat merupakan penggabungan dan restorasi yang membentuk suatu kesatuan yang kaku dan direkatkan dengan penyemenan. Splint cekat ini dapat berupa multiple crown, inlay dan mahkota ¾. Jumlah gigi yang diperlukan untuk menstabilkan gigi goyang bergantung kepada derajat dan arah kegoyangan. Pemakaian GTJ dapat sebagai splint sekaligus sebagai pengganti gigi yang hilang. Gigi-gigi dengan sisa jaringan periodonsium sedikit tidak dapat dijadikan penyangga untuk splint GTJ atau GTSL. Bila gigi benar-benar akan dipertahankan maka splint tersebut dapat mengikutsertakan gigi-gigi dan lengkung yang berlawanan (cross arch design). Desain ini dibuat untuk mengatasi tekanan oklusi normal yang datang dari berbagai arah. Penelitian yang dilakukan oleh Nyman selama 11 tahun, mengamati gigi penyangga GTJ dengan jaringan periodonsium yang minimal, tidak mengalami kerusakan lebih lanjut. Keadaan ini didukung
7
dengan penjagaan kebersihan mulut secara sempurna termasuk pembersihan secara profesional pada masa-masa tertentu (Nyman, 2000).
8
BAB III KESIMPULAN
Penggunaan splint periodontal merupakan perawatan pendukung dalam penanganan penderita gigi goyang dengan kehilangan dukungan jaringan periodontal. Kegoyangan gigi akibat berkurangnya struktur pendukung gigi menyebabkan penentuan desain maupun bahan yang digunakan splint menjadi faktor yang perlu dipertimbangan. Pemakaian splint sementara akan diganti dengan splint permanen bila setelah evaluasi selama 2 bulan belum ada perbaikan. Pemakaian splint permanen merupakan tahap rekonstruksi dalam perawatan.
9
DAFTAR PUSTAKA
Barzilay I. Splinting teeth-a review of methodology and clinical case reports. J Can Dent Assoc 2000 Carranza FA. Glickman’s clinical periodontlogy. 7th Ed. Philadelphia: WB Saunders; 1990. p.943-54. Manson JD, Elley BM. Splinting in periodontics. 5th Ed. Philadelphia: Wright Elsevier 2004. Nyman S, Lang N. Tooth mobility and the biological rationale for splinting teeth. J Periodontol 2000 1994; 4: 15-22. Ranney RR, Loe H, Brown J. Classification periodontal disease. J Periodontol 2000 Rateitschak. Splinting stabilization in color atlas of periodontal. New York: Georg Thieme; 1985. Soeroso Y. Peranan splin permanen dalam perawatan periodontal. Cermin Dunia Kedokteran 1996; 113: 10-4. Takajuk GM, Pawinska MW, Stokowskaw W, Wilczkom BA, Kendra BA. The clinical assesment of mobile teeth stabilization with fibre-kor. J Adv Med Sci 2006; 51 (Suppl 1) : 225-6. Von Arx T. Splinting of traumatized teeth with focus on adhesive techniques. J Calif Dent Assoc 2005; 33(5): 409-14.
10