BAB I PENDAHULUAN
Dewasa ini perkembangan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi cukup luas di dunia. Hal tersebut merupakan dampak dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Meskipun dengan adanya perkembangan teknologi muncul beberapa dampak negatif namun kita juga tidak memungkiri bahwasan nya juga memiliki dampak positif. Perkembangan teknologi cukup membantu manusia dalam menjalankan aktivitas terutama dalam dunia pemerintahan yang biasa disebut dengan electronic government atau biasa disingkat dengan e-government. Penerapan e-government pun pun ternyata tidak terbatas dalam pelayanan publik di bidang umum seperti kependudukan. Namun e-government juga juga diterapkan dalam pelayanan publik di bidang kesehatan seperti yang dilakukan di UPTD Puskesmas Perumnas 1 Kecamatan Pontianak Barat. Mengingat puskesmas sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Berdasarkan fungsi tersebut, maka operasional puskesmas adalah memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat khususnya masyarakat yang sedang sakit. Dalam kegiatan operasional tersebut Puskesmas memberikan obat kepada pasien, dan reaksi obat ini dapat berakibat positif dan negatif negatif bagi pasien. Dalam pemberian resep pada pasien ini terkadang terjadi kesalahan baik itu kesalahan dalam diagnosis penyakit pasien sehingga salah dalam memberikan obat. Kesalahan dalam memberikan obat tersebut dapat menimbulkan kejadian reaksi obat merugikan atau biasa disebut dengan ROM. Penyebab terjadinya ROM adalah medication error. National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention (NCC MERP) mendefinisikan medication error adalah suatu kejadian yang dapat dicegah, yang dapat menyebabkan atau mengarah kepada penggunaan obat yang tidak tepat atau membahayakan pasien, pengobatan itu diberikan dalam pengawasan pelayanan kesehatan yang profesional, pasien atau konsumen. Kejadian tersebut dapat terkait dengan praktik profesi, produk pelayanan kesehatan, prosedur dan sistem, termasuk peresepan. Prescribing error didefinisikan sebagai kesalahan pemilihan obat. Kesalahan dapat berupa dosis, jumlah,
1
indikasi, dan kontraindikasi pengobatan. Mengingat banyaknya definisi prescribing error, sebuah penelitian menyimpulkan bahwa definisi prescribing error adalah “Sebuah kesalahan resep yang bermakna secara klinis yang terjadi karena: (1) kesalahan pengambilan keputusan peresepan, (2) kesalahan dalam proses penulisan resep sehingga mungkin berpengaruh terhadap efektivitas dan waktu pengobatan dan meningkatkan risiko jika dibandingkan pengobatan pada umumnya”. Sejumlah intervensi telah dikembangkan dalam upaya pencegahan kejadian medication error. Yang terpilih di antaranya adalah intervensi komputerisasi, yaitu implementasi resep elektronik. Computerized Physicion Orde Entry (CPOE) atau resep elektronik memberikan kepastian pembacaan dan kelengkapan resep, memberikan informasi mengenai obat yang akan diberikan, dosis, cara pemberian dan frekuensi yang disarankan. Sistem ini pada awalnya bertujuan untuk mengurangi medication error dengan meningkatkan kemudahan pembacaan resep dan mengurangi ketidaklengkapan informasi dalam resep. Saat ini banyak sistem resep elektronik dilengkapi dengan medication decision support, yaitu sistem yang membantu pelayanan kesehatan menghindari kejadian medication error dan adverse drug events. Dari penelitian terhadap resep pasien rawat inap, sebuah review atas tiga belas hasil penelitian, tujuh di antaranya adalah penelitian yang membandingkan prescribing errors sebelum dan sesudah implementasi resep elektronik. Hasilnya menunjukkan 39,1% prescribing errors sebelum implementasi dan menjadi 1,6% prescribing errors setelah implementasi resep elektronik. Hal ini menunjukkan peran resep elektronik yang cukup besar dalam menurunkan prescribing errors. Dengan adanya penggunaan resep elektronik ini diharapkan mampu mengurangi intensitas terjadinya ROM karena medication error. Selain itu, melalui aplikasi resep elektronik juga mampu meningkatkan pelayanan publik oleh
pemerintah dalam bidang
kesehatan. Atas dasar itulah makalah ini bertujuan untuk melakukan kajian resep elektronik yang telah diterapkan di Puskesmas dan mengevaluasi peningkatan kualitas pelayanan kefarmasian kepada masyarakat seperti keuntungan serta kerugian dari implementasi resep elektronik tersebut.
2
BAB II PEMBAHASAN
Sistem resep elektronik adalah pemanfaatan sisem elektronik untuk menfasilitasi dan meningkatkan komunikasi urutan resep atau obat, membantu pilihan administrasi dan penyediaan sebuah obat melalui pengetahuan dan mendukung keputusan serta penyediaan jejak audit yang kuat untuk seluruh obat- obatan yang digunakan. Definisi ini menegaskan bahwa peresepan elektronik adalah tentang komunikasi, tentu lebih dari hanya sekedar resep tetapi juga mencakup pasokan dan administrasi serta fungsi lainnya seperti audit sistem resep elektronik juga dapat menyediakan berbagai tingkat pendukungkeputusan klinis untuk membantu pembuatan resep yang didasari informasi lengkaptentang pasien dan tentang obatobatan yang digunakan seperti informasi tentang alergi pasien atau tentang potensi interaksi obat- obat. Peresepan elektronik secara konseptual mudah. Dalam pengaturan sistem ini memungkinkan untuk informasi pertukaran obat secara cepat antara dokter dan bagian farmasi. Meskipun terlihat simpletetapi dalam pelaksanaannya sangat kompleks. Namun demikian diharapkan sistem resep elektronik ini dapat meningkatkan patient safet y. Seperti diketahui bahwa menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 pelayanan kesehatan merupakan salah satu urusan wajib pemerintahan daerah. Dimana daerah dituntut untuk
bisa
memberikan
pelayanan
prima
kepada
masyarakatnya.
Agar
dapat
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara prima, maka dibutuhkan terobosan baru baik dari segi peralatan, sistem dan proses. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan e goverment di bidang kesehatan seperti yang dilakukan oleh puskesmas Babakansari, Bandung. Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas juga berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Seperti pada umumnya, tugas operasional puksesmas tidak lain adalah membuat resep untuk pasien. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (sumber: http://www.inaicta.web.id/inaicta/pemenang-inaicta2010/ ). Dalam sebuah resep tersebut haruslah tercantum mengenai beberapa point yaitu : 1. Identitas diri, seperti nama, umur, jenis kelamin, alamat dan berat badan pasien. 3
2. Nomor izin dan paraf dokter. 3. Tanggal resep. 4. Ruangan asal resep (pada rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainya). 5. Nama obat, bentuk dan kekuataan sediaan obat. 6. Dosis dan jumlah obat. 7. Aturan, cara dan teknik pengguna Pada awalnya pembuatan resep yang terjadi di puskesmas Babakansari, Bandung dengan menggunakann cara manual yaitu menulis pada kertas. Namun pada faktanya pegawai puskesmas khususnya para apoteker kesulitan membaca resep yang berisi perintah tertulis dari dokter. Tulisan steno atau acak-acakan berisi perintah dokter tersebutlah yang kerapkali sulit dibaca dan hanya segelintir orang saja yang mampu memahaminya. Padahal jika melihat pada prinsip-prinsip Penyusunan Standar Pelayanan (Permenpan No 20 Tahun 2006) suatu pelayanan publik harus menerapkan prinsip keterbukaan yaitu dimana seharusnya standar pelayanan harus diketahui dan terbuka baik oleh dokter, apoteker dan pasien untuk mendapatkan saran, masukan, maupun penyempurnaan. Penulisan resep secara manual juga mengakibatkan pemberian obat kepada pasien yang ternyata memiliki potensi menyebabkan reaksi merugikan yaitu beurpa interaksi maupun duplikasi obat serta sering terjadi medication error bahkan lebih jauh dari kesalahan tersebut adalah munculnya kejadian reaksi obat merugikan (ROM), atau dalam dunia kedokteran biasa dikenal dengan istilah adverse drug reaction. Sehingga pasien kurang mendapatkan penanganan yang cepat dan mudah. Selain itu, prosedur pelayanannya juga terlalu berbelit-belit untuk mendapatkan sebuah obat, dimana pasien harus membawa kertas resep untuk diserahkan ke bagian apoteker disana juga diproses secara manual dahulu yang membutuhkan waktu cukup lama untuk menunggu keluarnya obat. Jika berpedoman pada standar pelayanan publik itu sendiri puskesmas sebagai penyedia layanan kesehatan seharusnya pelayanan yang diberikan mampu menjadi tolok ukur yang dipergunakan untuk acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji dari pihak penyedia pelayanan kepada pelanggan untuk memberi pelayanan yang berkualitas (LAN, 2009). Resep Elektronik (e-prescription) merupakan salah satu wujud dari e-Government di Indonesia. E-Government dalam hal ini sesuai dengan definisi yang disebutkan oleh James S.L Young (2003:11), yakni penggunaan teknologi oleh pemerintah khususnya penggunaan aplikasi internet berbasis web untuk meningkatkan akses dan pemberian layanan pemerintah kepada warga negara, mitra bisnis, pegawai atau karyawan, dan badan pemerintah lainnya. Sistem resep elektronik itu sendiri adalah sistem komputerisasi penulisan resep obat yang 4
dikenal juga dengan istilah e-prescribing dan e-prescription. Pada sistem ini, dokter menuliskan dan mengirimkan resep kepada bagian farmasi/apotek menggunakan media elektronik menggantikan tulisan tangan dan penggunaan media kertas . Sistem resep elektronik dapat membantu para dokter di puskesmas pada saat menulis resep, dengan memberikan informasi obat juga mendeteksi ROM pada resep untuk mengurangi medication error . Sistem ini menjadi salah satu pemenang dalam Indonesian ICT award (INAICTA) 2010. Dalam resep elektronik ini terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras yang digunakan adalah komputer dan perangkat lunaknya adalah perangkat lunak resep elektronik dengan modul pendeteksi ROM. Sehingga kemungkinan untuk terjadi ROM sangat minim. Hal tersebut sesuai dengan manfaat e-government menurut Indrajit (2002:5) yakni meningkatkan transparansi, kontrol, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka penerapan konsep Good Corporate Governance dan untuk memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholder -nya (masyarakat, kalangan bisnis, dan industri) terutama dalam hal kinerja efektivitas dan efisiensi di berbagai bidang kehidupan bernegara. Jadi dengan penerapan aplikasi resep elektronik telah mampu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan pada warga sehingga untuk memperoleh kebutuhan akan obat tidak perlu menunggu terlalu lama. Diagram sederhana sistem resep elektronik.
Berdasarkan penerapan aplikasi resep elektronik dan manfaat yang dirasakan tersebut maka jika dianalisa dari prinsip-prinsip Penyusunan Standar Pelayanan (Permenpan No 20 Tahun 2006) maka dapat dikatakan telah memenuhi beberapa kriterianya diantaranya seperti , prinsip konsensus yaitu bahwa standar pelayanan merupakan komitmen atau hasil kesepakatan bersama antara pimpinan dan staf unit pelayanan dengan memperhatikan 5
sungguh-sungguh. Dimana pergantian kebijakan dari penggunaan aplikasi resep elektronik di puskesmas telah dijalankan sesuai standart baru yang telah disepakati sehingga puskesmas tersebut menjadi pelopor administrasi nirkertas, transparan, dan akuntabel yang berati juga telah menerapkan prinsip sederhana, terbuka dan konkrit yaitu bahwa standart pelayanan yang ditetapkan bersifat nyata dan jelas untuk dilaksanakan. Selain itu, setiap transaksi keuangan dari pasien tercatat dan tidak bisa diedit lagi sehingga membutuhkan kehati-hatian saat memasukkan data. Resep elektronik juga ditunjang oleh teknologi untuk kecepatan proses administrasi yang dirancang untuk mendeteksi duplikasi dan komposisi obat yang merugikan. Sistem jaringannya meliputi bagian pendaftaran, pemeriksaan, dan pengambilan obat yang berarti adanya prinsip berkesinambungan dalam standar pelayanan karena selain sudah diterapkan sejak tahun 2010 aplikasi ini juga terus disempurnakan sesuai dengan perkembangan dan tuntutan penigkatan kualitas pelayanan serta mengurangai kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam pemberian obat seperti juga penambahan pemberian peringatan (alert) pada bagian apoteker . Sedangkan menurut dimensi yang dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap kinerja suatu unit pelayanan (Basuki, 2013:126), dapat dianalisis bahwa pelayanan kesehatan dengan resep elektronik ini bersifat Tangibles yaitu penampilan fisik bangunan serta sarana dan prasarana yang mendukung termasuk tempat pelayanan itu diberikan, penampilan petugas saat memberikan pelayanan. Hal tersebut terlihat dari adanya penyediaan ruang pendaftaran dan ruang poli pemeriksaan yang terhubung oleh komputer guna mendukung penyelenggaraan layanan kesehatan secara elektronik oleh puskesmas. Resep elektronik menjadikan proses administrasi pasien sejak mendaftar hingga mengambil obat dilakukan melalui hubungan antarkomputer sehingga pasien hanya perlu membawa kartu berobat yang isinya nomor penanda rekam medis yang sudah disimpan di dalam server komputer . Jadi pelayanan dapat dijalankan secara efektif dan efisien serta keakuratan lebih terjamin. Hal ini berati pelayanan resep elektronik bersifat Reliability (kehandalan) yaitu kecakapan dan keakuratan petugas dalam memberikan pelayanan, dan ketepatan waktu dalam pemberian layanan. Adanya Responsiveness yaitu kemudahan petugas untuk dihubungi, dan kesediaannya untuk memberikan pertolongan kepada pelanggan terlihat dalam petugas puskesmas yang tidak perlu mencari lagi berkas pasien dalam rak arsip. Setiap dokter yang memeriksa pasien bisa langsung mencantumkan keluhan, diagnosis, berikut resep untuk pasien ke dalam kolom 6
perangkat lunak Resep Elektronik. Pasien yang selesai menjalani pemeriksaan tinggal menyebutkan nomor pasien kepada bagian farmasi untuk mendapat obat tanpa harus membawa kertas resep. Sehingga pasien juga tidak perlu bingung dan kinerja petugas puskesmas juga efektif dan efisien. Pelayanan di puskesmas jika dianalisa juga bersifat Emphaty yaitu kemampuan untuk memahami kebutuhan pelanggan, meliputi kepedulian dari petugas secara individual terhadap pengguna layanan. Dimana hal tersebut dapat dilihat dalam proses pengobatan pasien menjadi lebih ringkas dan cepat karena petugas puskesmas dalam memenuhi kebutahan obat pasien tinggal melihat data yang telah ada dalam software terkait nama obat, dosis dan aturan, cara atau teknik penggunaan.
7
BAB III PENUTUP
Aplikasi resep elektronik adalah aplikasi dimana penulisan resep obat menggunakan sistem komputerisasi sehingga memudahkan pasien, dokter dan apoteker. Penulisan resep tidak lagi menggunakan cara manual dan terjadinya ROM akibat medication error dapat diminimalisir. Selain itu, melalui penerapaan aplikasi ini dapat meningkatkan pelayanan kesehatan di UPTD Puskesmas Perumnas 1 Kecamatan Pontianak Barat.
8
DAFTAR PUSTAKA
1.
Dean B, Barber N, Schachte M. What is prescribing error. Qual Health care. 2000; 9: 232-7.
2.
Kannry J. Effect of E-Prescribing Systems on Pasient safety. Mount Sinai Journal of Medicine, 2011; 78: 827-33.
3.
National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention. http:// www.nccmerp.org/ [30 Nov 2012]
4.
Widiastuti MS dan Iwan D. Peran Resep Elektronik dalam Meningkatkan Medication Safety pada Proses Peresepan. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. 2014; 17: 3036.
5.
Widjaya L dan Nanda AR. Pengaruh Peresepan Elektronik Terhadap Mutu Layanan Farmasi di Rumah Sakit “X” Jakarta Barat.
9