MAKALAH PROMOSI KESEHATAN ANALISIS PROGRAM PROMOSI KESEHATAN
NTII ON MAP MAPPING PING KELUARGA BERENCANA BERDASARKAN TEORI I NTERVE NT
Disusun Oleh : Kelompok 4 Wahyu Febriawan
101511535001 101511535001
Fika Ardiana Putri
101511535009 101511535009
Intan Putri Rahayu
101511535018 101511535018
Inriza Yuliandari
101511535038 101511535038
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PSDKU UNIVERSITAS AIRLANGGA BANYUWANGI 2018
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah “Analisis Program Promosi Kesehatan Keluarga Berencana Berdasarkan Teori Intervention Mapping ” ini. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Program Promosi Kesehatan. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh dosen yang telah membimbing kami sehingga laporan ini dapat terselesaikan. Terima kasih juga kepada seluruh teman – teman – teman teman dan pihak- pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari materi maupun tekhnik penyajiannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Demikian karya ini kami buat, buat, semoga bermanfaat. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Banyuwangi, 7 Maret 2018
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI Contents
KATA PENGANTAR ................................................................................................................i DAFTAR ISI ..............................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2
Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
1.3
Tujuan .......................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 3 2.1
Keluarga Bencana ....................................................................................................... 3
2.1.1
Pengertian KB .......................................................................................................... 3
2.1.2
Tujuan ...................................................................................................................... 3
2.1.3
Sasaran dan Target Program KB ............................................................................. 4
2.1.4
Manfaat KB .............................................................................................................5
2.2
Teori Snehandu .............................................................................................................5
BAB III PEMBAHASAN .......................................................................................................... 8 3.1 Analisis Program KB dengan Konsep Model Intervention Mapping ..............................8 3.1.1 Intervention Mapping Step 1 (Need Assesment) .......................................................... 8 3.1.2 Intervention Mapping Step 2 (Matrices) .....................................................................11 3.1.3 Intervention Mapping Step 3 (Theory-Based Methods and Pratical Strategies) ........ 13 3.1.4 Intervention Mapping Step 4 (Program) ..................................................................... 14 3.1.5 Intervention Mapping Step 5 (Adoption and Implementation Plan) .......................... 16 3.1.6 Intervention Mapping Step 6 (Evaluation Plan) ......................................................... 19 BAB IV PENUTUP ................................................................................................................. 21 4.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 21 DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................22
ii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk terbanyak di dunia karena laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Kondisi ini jelas menimbulkan dua sisi yang berbeda. Disatu sisi kondisi tersebut bisa menjadi salah satu kekuatan yang besar untuk Indonesia. Tetapi di satu sisi kondisi tersebut menyebabkan beban negara menjadi semakin besar. Karena berhubungan dengan tinggi rendahnya beban negara untuk memberikan penghidupan yang layak kepada setiap warga negaranya, maka pemerintah memberikan serangkaian usaha untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menggalakkan program KB (Keluarga Berencana). Keluarga Berencana (KB) merupakan suatu program pemerintah yang dirancang untuk menyeimbangkan antara kebutuhan dan jumlah penduduk. Program keluarga berencana oleh pemerintah adalah agar keluarga sebagai unit terkecil kehidupan bangsa diharapkan menerima Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) yang berorientasi pada pertumbuhan yang seimbang. Program KB pertama kali dilaksanakan pada masa pemerintahan Soeharto yaitu saat Orde Baru. Melalui KB masyarakat diharuskan untuk membatasi jumlah kelahiran anak, yaitu setiap keluarga memiliki maksimal dua anak. Tidak tanggung-tanggung, KB diberlakukan kepada seluruh lapisan masyarakat, dari lapisan bawah hingga lapisan atas dalam masyarakat. Banyuwangi merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang termasuk denga pencapaian KB yang baik. Hal ini sesuai dengan visi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Banyuwangi 2016 “Terwujudnya Kesehatan dan Keadilan Gender, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan dan Anak untuk Menuju Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”. Visi tersebut didukung dengan bentuk kepedulian serta komitmen yang tinggi terhadap masalah kesehatan masyarakat, Bupati Banyuwangi telah membuat beberapa program unggulan untuk meningkatkan program promosi kesehatan tentang KB. Salah satu program unggulan yang berkaitan dengan masalah ke pendudukan dan KB adalah “Harga Pas” yaitu harapan keluarga peduli anak sejak dini dengan indikator pertama keluarga mengikuti KB dan memilih alat kontrasepsi yang sesuai. Menempatkan program kependudukan dan KB sebagai program prioritas 3 untuk mewujudkan masyarakat Banyuwangi yang sehat dan sejahtera menjadi tujuan dari 1
program inovatif ini dengan memberikan layanan gratis untuk akseptor MKJP (Dinkes Kab. Banyuwangi, 2012). Makalah ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian program Keluarga Berencana dengan menggunakan Teori Invention Mapping. 1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimanakah Analisis Program KB dengan Konsep Model Intervention Mapping? 1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui Analisis Program KB dengan Konsep Model Intervention Mapping .
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Bencana 2.1.1 Pengertian KB
Definisi KB Keluarga berencana merupakan usaha untuk mengukur jumlah anak dan jarak kelahiran anak yang diinginkan. Maka dari itu, Pemerintah mencanangkan program atau cara untuk mencegah dan menunda kehamilan (Sulistyawati, 2013). Pengertian Keluarga Berencana Menurut WHO (dalam Hartanto, 2003), Keluarga Berencana adalah program yang bertujuan membantu pasangan suami istr i untuk menghindari kelahiran yang tidak dinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran (dalam hubungan dengan suami istri), dan menentukan jumlah anak dalam keluarga. Menurut UU RI Nomor 52 Tahun 2009, Keluarga Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan, serta bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Program Keluarga Berencana Nasional diatur dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, serta Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009. Dalam Peraturan presiden tersebut, pembagunan Keluarga Berencana diarahkan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk serta meningkatkan keluarga kecil 14 berkualitas. Untuk mencapai tujuan tersebut, pembangunan Keluarga Berencana diselenggarakan melalui 4 program pokok, yaitu: Program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, Program Kesehatan, serta Program Penguatan Kelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas (BKKBN, 2008). 2.1.2 Tujuan
Tujuan Program KB Tujuan dilaksanakan program KB yaitu untuk membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (Sulistyawati, 2013). Tujuan program KB lainnya yaitu untuk menurunkan angka kelahiran yang bermakna, untuk 3
mencapai tujuan tersebut maka diadakan kebijakaan yang dikategorikan dalam tiga fase (menjarangkan, menunda, dan menghentikan) maksud dari kebijakaan tersebut yaitu untuk menyelamatkan ibu dan anak akibat melahirkan pada usia muda, jarak kelahiran yang terlalu dekat dan melahirkan pada usia t ua (Hartanto, 2002). Tujuan Program Keluarga Berencana Program Keluarga Berencana bertujuan untuk membangun manusia Indonesia sebagai obyek sekaligus subyek pembangunan melalui peningkatan kesejahteraan ibu, anak, dan keluarga. Pelaksanaan program KB juga diarahkan untuk menurunkan tingkat kelahiran atas dasar kesadaran dan tanggung jawab seluruh masyarakat dengan cara memilih metode kontrasepsi secara sukarela. Dengan demikian program KB merupakan cermin upaya menurunkan tingkat kelahiran, sekaligus membangun keluarga sejahtera (Bappenas, 1996). Menurut UU RI Nomor 52 Tahun 2009, kebijakan Keluarga Berencana diarahkan untuk: a. Mengatur kelahiran yang diinginkan b. Menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak c. Meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, serta konseling Keluarga Berencara dan Kesehatan Reproduksi d. Meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam praktek Keluarga Berencana e. Mempromosikan penyusuan bayi sebagai upaya menjarangkan jarak kehamilan. Tujuan umum Keluarga Berencana adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan kemampuan sosial ekonomi keluarga dengan cara mengatur kelahiran anak agar diperoleh keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (Mochtar, 1998). 2.1.3
Sasaran dan Target Program KB
Sasaran dan Target Program Keluarga Berencana Sasaran dan ta rget yang ingin dicapai dengan program Keluarga Berencana adalah segera tercapai dan melembaganya Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) pada masyarakat Indonesia. Menurut Depkes RI (2002), sasaran yang mesti digarap untuk mencapai target tersebut adalah: a. Pasangan Usia Subur (PUS), yaitu pasangan suami ist ri yang hidup bersama dimana istrinya berusia 15-49 tahun harus dimotivasi terus-menerus sehingga menjadi peserta Keluarga Berencana lestari 4
b. Non PUS, yaitu anak sekolah, orang yang belum kawin, pemuda-pemudi, pasangan suami istri di atas usia 45 tahun, dan tokoh masyarakat c. Institusional, yaitu berbagai organisasi, lembaga masyarakat, pemerintahan, dan swasta 2.1.4
Manfaat KB
Manfaat Keluarga Berencana Dalam penelitian Ekarini (2008), sekitar 500.000 perempuan setiap tahunnya meninggal akibat masalah kehamilan, persalinan, dan pengguguran kandungan (aborsi) yang tak aman. KB bisa mencegah sebagian besar kematian itu. Di masa kehamilan umpamanya, KB dapat mencegah munculnya bahaya bahaya akibat: a. Kehamilan terlalu dini Perempuan yang sudah hamil dimana umurnya belum mencapai 17 tahun sangat terancam oleh kematian sewaktu persalinan, karena tubuhnya belum sepenuhnya tumbuh dan belum cukup matang atau siap untuk dilewati oleh bayi. Selain itu, bayinya pun dihadang oleh resiko kematian sebelum usianya mencapai 1 tahun. b. Kehamilan terlalu “telat” Perempuan yang usianya sudah terlalu tua untuk mengandung dan melahirkan terancam berbagai bahaya, khususnya bila ia mempunyai problema-problema kesehatan lain, atau sudah terlalu sering hamil dan melahirkan. c. Kehamilan yang terlalu berdekatan jaraknya Kehamilan dan persali nan menuntut banyak energi dan kekuatan tubuh perempuan. Kalau ia belum pulih dari satu persalinan tapi sudah hamil kembali, tubuhnya tak sempat memulihkan kebugaran, sehingga timbul berbagai masalah bahkan ancaman kematian yang mungkin terjadi. Terlalu sering hamil dan melahirkan Perempuan yang sudah punya lebih dari 4 anak terancam bahaya kematian akibat pendarahan hebat, serta macam-macam kelainan, apabila ia terus hamil dan bersalin kembali. 2.2 Teori Snehandu
Menurut Teori Snehandu B. Kar dalam Notoatmodjo (2012), perilaku kesehatan yang dianalisis dengan bertitik tolak bahwa perilaku sebagai fungsi memiliki lima faktor penentu yaitu niat, dukungan sosial, informasi kesehatan, otonomi pribadi dan situasi.
5
Begitu pula dengan perilaku kesehatan ibu dalam mengimunisasikan pada anaknya, ditentukan oleh faktor penentu tersebut, antara lain: a. Niat (behavior itention) Niat merupakan suatu keinginan kuat dari dalam hati untuk melakukan sesuatu. Aspek niat ada 3 hal yaitu diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan dilakukan dalam bentuk perbuatan atau tindakan. b. Dukungan sosial (social-support) Adanya suatu dukungan dari orang-orang disekitar mampu mempengaruhi perubahan perilaku kesehatan pada seseorang. Menurut Cohenn & Syme dalam Setiadi (2008), dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya sehingga orang tersebut mengetahui ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mecintainya. c. Informasi (information) Informasi kesehatan merupakan hal yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku kesehatan seseorang. Informasi dapat diperoleh dari berbagai sumber yaitu petugas kesehatan, teman, keluarga, serta media massa. Individu yang telah memahami informasi yang telah diberikan canderung akan memberikan presepsi yang lebih baik dibandingkan yang memperoleh informasi. Seseorang yang mempunyai sumber informasi lebih banyak pengetahuan yang lebih luas (Purwaningsih, 2013). Informasi kesehatan merupakan hal yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku kesehatan seseorang. Dengan adanya suatu informasi kesehatan seseorang akan berpikir dan berupaya untuk merubah atau mengambil keputusan dalam berperilaku kesehatan sebab dengan informasi yang ada seseorang akan menjadi tahu dan akan berupaya untuk melakukan perubahan dalam berperilaku sesuai dengan informasi yang ada (Anggraeni, 2013). d. Otonomi pribadi (personal autonomy) Otonomi pribadi adalah suatu kebebasan seseorang untuk memutuskan tindakan yang akan dilakukan terkait dengan perilaku kesehatan karena setiap orang memiliki hak penuh akan dirinya untuk memilih keputusan yang akan dilakukan dan mempertanggungjawabkan tindakan yang telah dilakukan. jika
6
seseorang tidak memiliki kebebasan atas dirinya maka segala tindakannya akan berdasarkan pada kehendak orang lain dan bergantung pada orang lain. e. Situasi (action situation) Situasi adalah suatu keadaan yang terjadi di sekitar manusia yang dapat mempengaruhi sikap dan tingkah lakunya dan berpengaruh terhadap perilaku kesehatannya. Situasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu situasi kebersamaan dan situasi sosial. Situasi kebersamaan merupakan suatu kondisi dimana berkumpulnya sejumlah
individu,
sedangkan
situasi
sosial
merupakan
situasi
dimana
berkumpulnya sejumlah individu yang dapat saling mempengaruhi satu sama lainnya.
7
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Analisis Program KB dengan Konsep Model I ntervention M apping 3.1.1 Intervention Mapping Step 1 (Need Assesment)
Kasadaran manusia tentang pentingnya masalah kependudukan dimulai sejak bumi dihuni oleh ratusan juta manusia. Malthus (1766-1834) menyatakan bahwa pertumbuhan manusia laksana deret ukur, sedangkan pertumbuhan dan kemampuan sumber daya alam untuk memenuhinya berkembang dalam deret hitung. Dengan demikian dalam suatu saat manusia akan sulit untuk memenuhi segala kebutuhannya karena sumber daya alam yang sangat terbatas. Pernyataan Malthus yang merupakan kekawatiran terhadap pertumbuhan penduduk telah muncul ke permukaan di negara besar, seperti Cina, India dan termasuk Indonesia. Pada mulanya, program Keluarga Berencana di dunia timbul karena keprihatinan sekelompok orang terhadap kesehatan ibu di Inggris. Setelah itu, kesadaran untuk mengatur kehamilan dan kelahiran mulai tumbuh dan berkembang. Di Amerika Serikat, KB modern mulai diperkenalkan oleh Mar gareth Sanger. Pada tahun 1952, dia meresmikan berdirinya International Planned Parenthood Federation (IPPF). Sejak saat itu, perkumpulan-perkumpulan Keluarga Berencana mulai didirikan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, yang termasuk cabang IPPF tersebut. Perkembangan laju peningkatan pertumbuhan penduduk di Indonesia sebelum adanya KB sangat mengkhawatirkan. Pada tahun 1970 , Total Fertility Rate Indonesia tercatat 5,6. Ini artinya pada tahun tersebut, rata-rata perempuan Indonesia melahirkan bayi antara 5 hingga 6 orang bayi selama masa suburnya. Sebelum tahun 2000 pula, banyak masyarakat yang belum mengenal alat kontrasepsi, sehingga kelahiran pun tidak dapat dihambat (Hadi, 2010). Tanpa adanya usaha-usaha pencegahan perkembangan laju peningkatan penduduk yang terlalu cepat, usaha-usaha di bidang pembangunan ekonomi dan sosial yang telah dilaksanakan dengan maksimal akan tidak bermanfaat. Tanpa gerakan KB yang makin intensif maka manusia akan terjebak pada kemiskinan, kemelaratan, dan kebodohan yang merupakan malapetaka manusia yang paling dahsyat dan mencekam. Gerakan KB yang kita kenal sekarang bermula dari kepeloporan beberapa orang tokoh, baik di dalam maupun di luar negeri. Sejak saat
8
itulah berdirilah perkumpulan-perkumpulan KB di seluruh dunia, termasuk di Indonesia yang mendirikan PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia). Tetapi hal tersebut tidak didukung oleh lingkungan sekitar saat itu. Adanya budaya tentang “perempuan tidak perlu mendapat pendidikan yang tinggi” yang sangat menghambat program KB di Indonesia. Di beberapa desa, masih banyak masyarakat yang masih menganut kepercayaan bahwa anak perempuan tidak perlu untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi karena tugas perempuan yang utama adalah bekerja di dapur. Sehingga fenomena yang terjadi adalah anak perempuan dibawah umur sudah banyak yang putus sekolah dan kemudian dijodohkan oleh orang tuanya untuk menikah. Selain faktor tersebut, beberapa orang memiliki persepsi “banyak anak, banyak rejeki” yang berarti banyak manfaat yang akan diperoleh orang tua apabila banyaknya kehadiran anak dalam keluarga. Persepsi tentang kehadiran banyak anak tersebut akan menjadi penerus keturunan keluarga dan dapat membuktikan bahwa seseorang ters ebut dalam keadaan subur. Selain itu dengan kehadiran anak yang banyak dinilai dapat mendatangkan kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri bagi orang tuanya kemudian dapat menghilangkan rasa sepi apabila anak pertama dan keduanya telah beranjak dewasa. Apabila dilihat dari sisi agama, banyak anak diharapkan dapat mendoakan orang tuanya kelak dan menjadi anak yang taat pada a gama.Selain itu, banyaknya anak juga dapat dimanfaatkan oleh orang tua dari segi ekonomi. Dengan banyaknya jumlah anak yang dimiliki dinilai akan mendatangkan banyak rejeki pula, yakni anak kelak anak akan melakukan suatu pekerjaaan tertentu yang menambah pendapatan keluarga. Seperti anak dapat dimanfaatkan untuk bekerja di sawah milik keluarga tanpa upah atau memberikan sebagian penghasilannya kepada orang tua ataupun membantu keluarga. Selain itu, masalah anggaran menjadi sebuah hambatan baru dalam penyelenggaraan program KB. Semenjak terjadinya era yang dinamakan reformasi, program ini tidak lagi mendapat perhatian pemerintah. Padahal program ini adalah salah satu upaya untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik dengan cara menekan laju pertumbuhan penduduk (Hadi, 2010).
9
Adapun analisis STEP 1 di atas digambarkan melalui grafik Logic Model for Needs Assessment berikut ini :
Behavioral (Wilopo, 1997)
Determinant
Meningkatnya kelahiran sehingga rata-rata laju pertumbuhan penduduk pun meningkat. Banyaknya PUS yang ingin dan sering punya anak, dengan menghiraukan alat kontrasepsi Rendahnya partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh kembang anak
Besarnya keinginan pasangan dalam memiliki anak yang banyak.
E nvironmental Determinant
1. Adanya budaya sekitar yang mendukung suatu keluarga untuk memiliki anak yang banyak “banyak anak, banyak rejeki” dan “ perempuan tidak perlu mendapat pendidikan yang tinggi”. 2. Tidak ada kebijakan yang mengatur tentang tentang kelahiran.
Pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat dan tidak teratur, sehingga mengintervensi masalah kependudukan dan masalah kesehatan yang lain.
Kualitas hidup masyarakat yang lebih sehat dan teratur
Interpersonal : Besarnya keinginan pasangan dalam memiliki anak yang banyak. Organizational : Community : Adanya budaya sekitar yang mendukung suatu keluarga untuk memiliki anak yang banyak “banyak anak, banyak rejeki” dan “ perempuan tidak perlu mendapat pendidikan yang tinggi”. Society : Tidak ada kebijakan yang mengatur tentang tentang kelahiran.
Gambar 3.1.1 Analisis Step 1 melalui Grafik Logic Model for Needs Assesment
10
3.1.2 Intervention Mapping Step 2 (Matrices)
Pada tahap ini hal yang di alkukan adalah membuat matriks tujuan perubahan dengan menghubungkan peilaku (tujuan kinerja) dengan faktor penentu perilaku. Pada program KB ini kami buat matriks seperti di bawah ini: Tabel. 3.1.2 Matriks Tujuan Perubahan Program KB No
Personal Determinan
Eksternal Determinan
Performan
Behavior
Personal
Social-
Accessebility
Action
ce objective
intention
autonomy
support
of
situation
information
1
Meningkatk Menumbuhka an
Mengedukasi
Meluruskan
tingkat n niat pasutri pasutri untuk pemahaman
Menambah
Membuat
tenaga
peraturan
partisipasi
dengan cara: mengikuti
kepada
kesehatan
atau
pasutri
memberikan
program KB
masyarakat
guna
kebijakan
dalam
penyuluhan
dengan
penggunaan
kepada
melakukan
Alat
pasutri
budaya
memberikan
yang
informasi
mengenai
yang atau memilih banyak anak kepada
Kontrasepsi belum menggunkan KB
cara mengenai
untuk
banyak
masyarakat
menggikuti
kontrasepsi
rejeki,
dengan
prpogram
mendatangi
KB.
ke
Membuat
masyarakat.
kesepakatan
sesuai melalui
data kesepakatan
yang
partisipasi
alat
sesuai yang
denagn
kuat
sosialisasi.
di berdua.
BBKN yang
dengan orang
sesuai dengan
tua
BPS.
pasutri untuk
dan
berpartisipasi dalam program KB. 2
Meningkatk Memberikan an
peserta dorongan
KB laki-laki kepada pada PUS
laki cara
laki-
dengan
-
Keluarga,
Memberikan
Membuat
atau
informasi
kebijakan
lingkungan
bahwa
yang
sekitarnya
pentingnya
terkait
(kerabat,te
peran
dengan
laki-
kuat
11
KB
pendekatan
man)
laki
dalam untuk
kepada
terutama
kesuksesan
laki.
kelaurga,
istri
KB
memberikan
yakni petugas
mengajak
masuk
kesehatan
suami untuk perkumpulan
tauladan
mengajak
ikut KB.
masyrakat
kepada tokoh
laki-laki
(pengajian/ta
panutan laki-
untuk
hlilan)
laki
dengan di
konseling KB
lakiSerta,
cotoh
atai
di
lingkungan masyarakat.
3
Menurunka
Mengedukasi
n
tua Konseling
Membuat
pasutri untuk atau
orang kepada pautri
kebijakan
kelahiran
menjaga atau yang
untuk jumlah
daerah
total (TFR)
menekan
menjadi
anak
mengenai
kelahiran
panutan
keluarga.
dalam
memberi
dalam
keluarganya
masukan
kelurga.
kepada
Membuat
pasutri
keputusan
mengenai
bersama
jumlah
keluarga
anak,
mengenai
angka
Orang
dalm
jumlah
anak
jumalh anak.
Menurut data dari BPPKB Kabupaten Banyuwangi, evaluasi selama semester I (satu) terdapat penurunan capaian program kususnya capaian KB baru premix kontrasepsi, dimana pada bulan Juli 2015 mencapai 55,3% atau lebih rendah dibandingkan capian pada bulan yang sama pada 2 tahun Sebelumnya yaitu 76,9 % pada tahun 2013 dan 71,9% pada tahun 2014. Sehingga matriks diatas dapat dijadikan sebagai strategi untuk melakukan tujuan perubahan yang baik, efektif dan efisien. Kemudian pada RAKERDA program kependudukan dan kb kabupaten banyuwangi tahun 2013 disebutkan bahwa Angka Kelahiran Total / Total Fertility Rate (TFR) di Kabupaten Banyuwangi adalah 2,077 hampir mencapai penduduk tumbuh seimbang 12
2,1 (sumber hasil Sensus Penduduk Tahun 2010), sehingga kami memasukan tujuan perubahan menurunkan TFR yang dapat dijadikan tujuan perubahan untuk menurunkan TFR. 3.1.3 Intervention Mapping Step 3 (Theory-Based Methods and Pratical Strategies)
Teori Snehandu B. Karr 1. Niat (intention) Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya. Demi menjaga kesehatan ibu dan anak, seorang ibu sebaiknya menunda kehamilan berikutnya sampai anaknya berusia minimal 2 tahun. Risiko kesehatan selama kehamilan dan persalinan akan semakin meningkat bila seorang ibu terlalu sering hamil. 2. Dukungan ( social support ) Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya dapat menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi dengan meningkatkan motivasi kesertaan berKB serta meningkatkan akses informasi kepada klien KB yang tepat dan obyektif tentang metode kontrasepsi jangka panjang dan pendek. 3. Terjangkaunya informasi (accessibility of information) Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan mempengaruhi seseorang ber-KB. Penyebaran informasi baik melalui media elektronik maupun media cetak dapat menambah pengetahuan seseorang mengenai pentingnya program KB. 4. Kebebasan pribadi ( personnal autonomy) Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau keputusan. Pasien sebagai calon maupun akseptor KB mempunyai hak terjaga harga diri dan martabatnya, dilayani secara pribadi dan terpeliharanya kerahasiaan, memperoleh informasi tentang kondisi dan tindakan yang akan dilaksanakan, mendapat kenyamanan dan pelayanan terbaik, menerima atau menolak pelayanan atau tindakan yang akan dilakukan, dan kebebasan dalam memilih metode yang akan digunakan. 5. Situasi yang memungkinkan (action situation) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak. Keberhasilan pelaksanaan program KB dapat memberikan sumbangan seseorang untuk bertindak menjalankan KB, dengan manfaat yang dirasakan seperti menurunkan resiko terjangkitnya kanker 13
Rahim dan kanker servik, kesejahteraan keluarga meningkat karena memiliki banyak anak akan berbeda dengan memiliki dua anak saja sehingga pendidikan anak lebih terjamin sehingga dapat menentukan kualitas sebuah keluarga. 3.1.4
Intervention Mapping Step 4 (Program)
Gambar 3.1.4.1 Lambang KB 1. Filosofi Logo KB
a. Simbol Logo Simbol laki-laki dan perempuan yang diartikan mewakili simbol orang tua ataupun sepasang anak yang menyongsong masa depan. Warna biru sebagai simbol langit yang luas menggambarkan cakupan program KB. b. Tipografi Logo Tipografi yang digunakan sudah menjadi bagian dari simbol program kampanye BKKBN dengan maksud lebih bersahabat dan merakyat agar cepat diterima masyarakat. c. Warna Logo Ketentuan menggunakan biru tua dan biru muda mengacu pada identitas induk lembaga. Untuk logo KB berwarna tersebut digunakan untuk aplikasi yang bersifat nasional atau untuk kepentingan yang besifat umum. Sedangkan dalam pengaplikasian untuk kegiatan-kegiatan khusus/tematik dimungkinkan untuk menambah ornamen pada simbol logo ( 2 orang yang ada dilingkaran ). Tambahan ornamen tersebut hendaknya merupakan ciri khas suatu daerah. Baik berupa warna, bentuk/rupa pakaian maupun atribut kepala, tetapi bentuk dasarnya adalah sesuai dengan ketentuan.
14
d. Mars Keluarga Berencana (KB) Keluarga berencana sudah waktunya Janganlah diragukan lagi Keluarga berencana besar maknanya Untuk hari depan nan jaya Putra putri yang sehat Cerdas dan kuat Kan menjadi harapan bangsa
Ayah ibu bahagia rukun raharja Rumah tangga tentram sentosa
Keluarga berencana (disingkat KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Itu bermakna adalah perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan yang bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom, spiral, IUD, dan sebagainya. Jumlah anak dalam sebuah keluarga yang dianggap ideal adalah dua. Gerakan ini mulai dicanangkan pada tahun akhir 1970-an. Tujuan keluarga berencana di Indonesia adalah: 1. Tujuan umum Meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dalam rangka mewujudkan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera) yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya pertambahan penduduk. 2. Tujuan Khusus Meningkatkan jumlah penduduk untuk menggunakan alat kontrasepsi, menurunnya jumlah angka kelahiran bayi dan meningkatnya kesehatan keluarga berencana dengan cara penjarangan kelahiran.
15
2. Rencana Perubahan Slogan KB
Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengusulkan supaya slogan Keluarga Berencana (KB) “Dua Anak Cukup” diganti, karena berpengaruh pada kemampuan Indonesia bertahan dalam bonus demografi penduduk usia muda yang lebih besar. Menanggapi hal tersebut Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) membentuk tim untuk mengkaji pergantian slogan yang sudah cukup lama ada tersebut. Ketua BKKBN Sigit Prioutomo menegaskan, perlu dipahami dulu kenapa BKKBN mengeluarkan slogan dua anak cukup. Jumlah dua anak dinilai Sigit masih memadai untuk saat i ni. Hanya saja jika ada perubahan slogan KB, bisa dipergunakan slogan “Dua Anak Ideal”. Sehingga lebih bermakna tidak membatasi hanya dua anak saja. “Disesuaikan dengan kondisinya saja”. Sedangkan Sekretaris Utama BKKBN H Nofrijal menegaskan, saat ini tengah dibentuk tim kecil yang membahas usulan pergantian slogan KB. “Usulan pergantian juga sempat diungkapkan Ketua Komisi IX Dede Yusuf yang meminta adanya perubahan paradigma dari Keluarga Berencana menjadi pembinaan Keluarga,”. 3.1.5 Intervention Mapping Step 5 (Adoption and Implementation Plan)
Implementasi
KB
di
Indonesia
dapat
dilihat
berdasarkan
beberapa
peristiwa bersejarah dalam perkembangan KB di Indonesia, yaitu : a) Pada Bulan Januari 1967 diadakan simposium Kontrasepsi di Bandung yang diikuti oleh masyarakat luas melalui media massa. b) Pada Bulan Februari 1967 diadakan diadakan kongres P KBI pertama yang mengharapkan agar keluarga berencana sebagai program pemerintah segera dilaksanakan. c) Pada Bulan April 1967, Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin menganggap bahwa sudah waktunya kegiatan KB dilancarkan secara resmi di Jakarta dengan menyelenggarakan proyek keluarga berencana DKI Jakarta Raya. d) Tanggal 16 Agustus 1967 gerakan keluarga berencana di Indonesia memasuki era peralihan pidato pemimpin negara. Selama orde lama organisasi pergerakan dilakukan oleh tenaga sukarela dan beroperasi secara diam-diam karena kepala Negara waktu itu anti terhadap keluarga berencana maka dalam orde baru gerakan keluarga berencana diakui dan dimasukan dalam program pemerintah. e) Bulan Oktober 1968 berdiri Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKB N) yang sifatnya semi pemerintah yang dalam tugasnya diawasi dan dibimbing oleh Mentri 16
Negara Kesejahteraan Rakyat, merupakan kristalisasi dan kesungguhan pemerintah dalam kebijakan keluarga berencana. Peristiwa-peristiwa bersejarah di dalam perkembangan di Negara Indonesia adalah masuknya program keluarga berencana itu kedalam repelita I. Adanya KUHP pasal 283 yang melarang menyebarluaskan gagasan keluarga berencana sehingga kegiatan penerangan dan pelayanan masih dilakukan secara terbatas. 3. Tahap-tahap Program KB Nasional
Adapun
tahapan
kebijakan
pemerintah
dalam
penyelenggaran
Program KB Nasional di Indonesia adalah : a)
Tahun 1970 – 1980 dikenal dengan MANAGEMENT FOR THE PEOPLE 1. Pemerintah lebih banyak berinisiatif 2. Partisipasi masyarakat rendah sekali 3. Terkesan kurang demokratis 4. Ada unsur pemaksaan 5. Berorientasi pada target
b)
Tahun 1989 – 1990 terjadi perubahan pola menjadi MANAGEMENT WITH THEPEOPLE 1. Pemaksaan dikurangi 2. Dimulainya Program Safari KB pada awal 1980-an
c) Tahun 1985 – 1988 pemerintah menetapkan program KB Lingkaran Biru, dengan kebijakan: 1. Masyarakat bebas memilih kontrasepsi yang ingin dipakainya, meskipun tetap masih dipilihkan jenis kontrasepsinya 2. Dari 5 jenis kontrasepsi, dipilihkan satu setiap j enisnya d) Tahun 1988
terjadi
perkembangan
kebijakan,
pemerintah
menerapkan
Program KBLingkaran Emas, yaitu : 1. Pilihan alat kontrasepsi sepenuhnya diserahkan kepada peserta, asal jenis kontrasepsinya sudah terdaftar di Departemen Kesehatan 2. Masyarakat sudah mulai membayar sendiri untuk alat kontrasepsinya e) Tahun 1990 terjadi Peningkatan kesejahteraan keluarga melalui peningkatan pendapatan keluarga (income generating ) Pada
tanggal
29
Juni
1994
Presiden
Suharto
di
Sidoardjo
melaksanakanplesterisasi/lantainisasi rumah-rumah secara gotong royong di seluruh Indonesia untuk keluarga Pra-Sejahtera. 17
Adanya program KB yang diimplementasikan di Indonesia dalam kurun waktu tersebut menghasilkan dampak yang cukup besar terhadap kesehatan di Indonesia. Pada tahun 2000 (setelah program KB mulai digalakkan), Total Fertility Rate turun menjadi 2,8 (dari 5,6 di tahun 1970). Artinya di era 2000-an ini kemampuan seorang perempuan bereproduksi menghasilkan 2 hingga 3 orang anak selama masa suburnya (Hadi, 2010). Selain itu, alat kontrasepsi yang hampir tidak pernah digunakan, setelah adanya KB ini pun mulai terlihat perkembangan penggunaan alat kontrasepsi. Data di Dinas Pemberdayaan Keluarga Berencana dan Masyarakat (DPKBM) Pemerintah Kabupaten Sragen, menunjukkan dari total peserta KB aktif di kabupaten itu sebanyak 132.120 orang, jumlah laki-lakinya yang ikut KB hanya 391 orang atau 1,03 persen. Menurut Kepala Bidang KB Sragen, Herry Susanto, ke 391 orang itu terbagi dalam peserta KB Medis Operasi Pria (Vasekt omi) sebanyak 117 orang, dan 274 orang adalah peserta KB yang memilih menggunakan alat kontras epsi kondom (Hadi, 2010). Selain itu, perkembagan program KB di daerah daerah di Indonesia juga dapat dibilang cukup baik. Terlihat dari beberapa tahun terakhir, banyak program Kabupaten Banyuwangi yang dilakukan agar harapannya dapat mengurangi t ingkat kelahiran di Banyuwangi, salah satunya adalah dengan program Sosialisasi Program Kependudukan Keluarga Berencana Pembangunan Keluarga (KKBPK) di Desa Kampung Anyar, Kecamatan Glagah dengan sasaran sejumlah 150 warga. Tim BKKBN menghimbau kepada para masyarakat agar menikah di umur 25 tahun untuk laki-laki dan 21 tahun untuk perempuan (Berita Jatim, 2017). Tidak hanya itu, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi juga mendirikan Kampung Keluarga Berencana di Dusun Paeloan Desa Sumberbaru, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Alasan pemilihan dusun tersebut menjadi Kampung Keluarga Berencana adalah karena kondisi Dusun Paeloan yang miskin, lingkungannya kumuh dan banyak anak. Tidak hanya itu, pada tahun 2016, BKKBN bersama Pemkab Banyuwangi juga mencanangkan Kampung KB di Dusun Sidomulyo, Desa Jambewangi, Kecamatan Sempu (Antaranews, 2017). Adapun Kampung KB merupakan program nasional yang mencakup misi pokok yakni pendewasaan usia nikah (PUP), pemakaian kontrasepsi, ketahanan keluarga. Dan peningkatan ekonomi produktif. Selain itu, pencanangan Kampung KB juga bertujuan mengedukasi masyarakat setempat tentang bahaya narkoba dan penularan HIV/AIDS. Kampung KB nantinya akan diintegrasikan dengan 18
pelayanan kesehatan, mulai dari Puskesmas hingga Posyandu. Rencananya, Kampung KB ini akan dilaksanakan di semua Dusun se -Kabupaten Banyuwangi. Melengkapi kedua program tersebut, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melakukan kampanye pernikahan usia ideal di kalangan remaja di Banyuwangi. Kampanye yang dikemas dalam aksi generasi berencana (GenRe) ini digelar menarik lewat berbagai atraksi seni di Taman Blambangan Banyuwangi pada tanggal 16 April 2016. Kampanye ini dilakukan karena Indonesia diperkirakan akan mengalami bonus demografi pada kurun tahun 2012-2045. Dan bonus demografi sanagt dipengaruhi oleh keadaan remaja yang merupakan sumber daya manusia yang akan memainkan peran penting dalam bonus demografi
Indonesia 2012-2045. Tiga problematika remaja yang dibahas dalam
kampanye ini adalah pernikahan dini, seks pra nikah, hingga konsumsi narkoba. Adapun hasil kampanye pencegahan pernikahan usia dini tersebut dapat terbilang cukup efektif dalam menurunkan jumlah pernikahan. Tercatat di Banyuwangi pernikahan usia 15 - 19 tahun pada tahun 2014 ada 22 persen dari total angka pernikahan. Jumlah itu menurun dratis pada 2016 menjadi 12 persen. Aksi Genre yang berlangsung di Banyuwangi ini melibatkan ratusan remaja, mulai dari siswa SMP, SMA, hingga mahasiswa. Aksi ini diisi dengan beragam kegiatan mulai an eka lomba, pemeriksaan kesehatan, pojok baca, dan pojok curhat (Kabupaten Banyuwangi, 2016). 3.1.6 Intervention Mapping Step 6 (Evaluation Plan)
Dari program KB yang kami analisis, pada tahap ini kami lakukan evaluasi programnya seperti berikut ini: 1. Hal ini menjadi salah satu kendala adalah kelembagaan KB seperti kurangnya tenaga lini lapangan, rendahnya komitmen pemerintah daerah terhadap KB, serta masih terdapatnya tumpang tindih kegiatan antar‐SKPD provinsi dan kabupaten atau kota juga masih menjadi permasalahan yang belum terpecahkan hingga saat ini. 2. Belum terbentuk tim evaluasi di daerah bersama antar instansi yang sangat diperlukan mengingat pelaksanaan pelayanan KB melibatkan berbagai instansi. 3. Adanya kendala terkait dengan ketersediaan data, alokon, kualitas dan kuantitas SDM, dukungan dana operasional dan akses pelayanan KB serta kendala dalam proses pelayanan seperti koordinasi.
19
4. Evaluasi untuk perencanaan, pendistribusian dan penggunaan alokon, dapat dilakukan dengan cara mengukur kemampuan penyediaan masing – masing alokon (sisi supply) yang dibandingkan dengan permintaan akseptor/calon akseptor (sisi demand ) dari masing – masing alokon. Namun demikian, sejauh ini belum ada panduan terkait perencanaan dan evaluasi supply dan demand alokon gratis bagi masyarakat miskin. 5. Penyediaan alokon oleh BKKBN pusat belum sepenuhnya selaras dengan permintaan masyarakat, ketersediaan alokon pada berbagai bentuk pelayanan belum sepenuhnya terjamin baik jenis maupun jumlahnya serta masih rendahnya kualitas alokon. Pelayanan KB bagi Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera‐I dijumpai tidak se penuhnya gratis baik pada pelayanan statis maupun mobil, masih kurangnya tenaga medis yang terlatih, terbatasnya jumlah tenaga lini lapangan KB, serta rendahnya biaya operasional pelayanan mobil dan biaya operasional kegiatan KB. 6. Dukungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan KB di daerah masih rendah dan menjadi kendala dalam meningkatkan angka kesertaan ber‐KB di daerah. 7. Melakukan koordinasi kerja strategis lintas‐sektor di daerah untuk meningkatkan keterpaduan program KB dan kespro yang melibatkan Bappeda, BKKBN, dinas kesehatan, dinas sosial, dan organisasi perangkat daerah (OPD). 8. Memperkuat peran strategis BKKBN dalam pengembangan SDM KB di daerah, baik tenaga medis, SKPD KB, maupun tenaga lini lapangan KB dengan memperbesar kuota yang diberikan dan merata di seluruh daerah sesuai kebutuhannya dengan memperhatikan kualitas SDM yang sudah terlatih. 9. Diperlukan pembaharuan metode promosi dan KIE yang lebih inovatif dalam rangka meningkatkan pemahaman akseptor terhadap KB, alokon, efek samping, dan cara mengatasi efek samping yang ditimbulkan untuk meningkatkan angka kesertaan ber‐KB dan menurunkan tingkat putus pakai alokon.
20
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpilan bahwa adanya program KB yang diimplementasikan di Indonesia dalam kurun waktu tersebut menghasilkan dampak yang cukup besar terhadap kesehatan di Indonesia. Perkembagan program KB di daerah daerah di Indonesia juga dapat dibilang cukup baik. Terlihat dari beberapa tahun terakhir, banyak program Kabupaten Banyuwangi yang dilakukan agar harapannya dapat mengurangi tingkat kelahiran di Banyuwangi, salah satunya adalah dengan program Sosialisasi Program Kependudukan Keluarga Berencana Pembangunan Keluarga (KKBPK) di Desa Kampung Anyar, Kecamatan Glagah dengan sasaran sejumlah 150 warga. Tim BKKBN menghimbau kepada para masyarakat agar menikah di umur 25 t ahun untuk laki-laki dan 21 tahun untuk perempuan (Berita Jatim, 2017).
21
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2011). Program KB di Banyuwangi. Diakses melalui http://digilib.unila.ac.id/15406/17/17.%20BAB%20II.pdf pada tanggal 7 Maret 2018. Anonim. (2015). Teori Snahendu. Diakses melalui https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://erepo.unud.ac.id/8 265/2/d793ef8215c92ff3eb768fc2c659757e.pdf&ved=2ahUKEwi6iaHp5NnZAhVGu 48KHaPIC7oQFjAAegQIBhAB&usg=AOvVaw3Ac96tstjnEZSkM_OZkWFn pada tanggal 7 Maret 2018. Anonim. (2017). BKKBN Gelar Aksi GenRe di Banyuwangi. Banyuwangi. Diakses melalui https://www.banyuwangikab.go.id/berita-daerah/bkkbn-gelar-aksi-genre-di banyuwangi.html pada tanggal 7 Maret 2017. Direktorat Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Bappenas. (2010). Evaluasi Pelayanan KB Bagi Masyarakat Miskin (Keluarga Prasejahtera/KPS dan Keluarga Sejahtera‐I/KS‐I). Di akses dari: https://www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/6969/713/. Jakarta. Online pada tanggal 07 Maret 2018. Permata Dewi, Anita. (2017). Kepala BKKBN Resmikan Kampung KB di Banyuwangi. Banyuwangi. Diakses melalui https://jatim.antaranews.com/lihat/berita/196153/kepala bkkbn-resmikan-jampung-kb-di-banyuwangi pada tanggal 7 Maret 2018. Suara pembaruan. (2018). Slogan KB Diusulkan Diubah, Ini Penjelasan BKKBN . http://sp.beritasatu.com/hiburan/slogan-kb-diusulkan-diubah-ini-penjelasan bkkbn/122868 diakses 07 Maret 2018 Wilopo, Agus Siswanto. (1997). Arah dan Implementasi Kebijaksanaan Keluarga Berencana di Indonesia. Jakarta. Diakses melalui https://journal.ugm.ac.id/populasi/article/viewFile/11574/8622 pada tanggal 7 Maret 2018.
22